TINJAUAN PUSTAKA
DAS biasanya dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah hulu, tengah, dan
hilir. Fungsi suatu DAS ialah mengalirkan air, menyangga kejadian puncak hujan,
melepas air secara bertahap, memelihara kualitas air, dan mengurangi
pembuangan massal pada gambar 2.1.
Suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana air
akan mengalir melalui sungai dan anak sungai disebut daerah aliran sungai
(DAS). Dalam istilah bahasa inggris disebut Catchment Area, Watershed, atau
River Basin.
Fungsi pokok sungai adalah untuk mengalirkan kelebihan air dari permukaan
tanah, sedangkan fungsi lainnya adalah dapat digunakan untuk kesejahteraan
manusia, seperti sumber air minum, PLTA, pengairan, transportasi air, untuk
meninggikan tanah yang rendah dan mengatur suhu tanah. Menurut peraturan
perundangan yang ada, fungsi sungai adalah:
a. Sungai sebagai sumber air yang merupakan salah satu sumber daya alam
yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan manusia.
b. Sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan
pemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.
B. Bentuk radial
Bentuk DAS ini seolah olah memusat pada satu titik sehingga
menggambarkan adanya bentuk radial, kadang kadang gambaran tersebut
memberi bentuk kipas atau lingkaran. Sebagai akibat dari bentuk tersebut maka
waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru anak sungai
memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Sebagai contoh DAS Bengawan
Solo seperti pada gambar 2.4.
D. Bentuk komplek
DASBentuk komplek merupakan bentuk kejadian gabungan dari beberapa
bentuk DAS yang dijelaskan diatas, sebagai contoh pada gambar 2.6.
Banjir adalah setiap aliran yang relatif tinggi yang melampaui tanggul
sungai sehingga aliran air menyebar ke dataran sungai dan menimbulkan masalah
pada manusia (Chow, 1970). Definisi di atas menjelaskan bahwa banjir terjadi
apabila kapasitas alir sungai telah terlampaui dan air telah menyebar ke dataran
banjir.Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi
kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai
atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.
Sungai Deli membelah Kota Medan dari arah selatan ke utara dengan total
watershed 350 km2. Dari total luas watershed tersebut, diantaranya telah dan
sedang berubah menjadi wilayah terbangun/perkotaan. Wilayah tersebut terdiri
dari catchment area sungai Deli bagian downstream, Sungai sikambing, Sungai
Babura, dan sisi kiri kanan Sungai Deli hingga ke Deli Tua/Namorambe.
Catchment area selebihnyaterhitung dari Delitua/Namorambe hingga
Sembahe/Sibolangit/Gunung Sibayak merupakan lahan pertanian, kebun
campuran dan hutan tanaman industri dan hutan alam. Berdasarkan pengamatan
kejadian-kejadian banjir di Kota Medan maka ancaman banjir paling ekstrem
ialah apabila banjir Sungai Deli terjadi bersamaan dengan hujan di atas Kota
Medan (urban storm water).
Sesuai dengan kondisi topografi Kota Medan maka sistim saluran drainase
Kota Medan jarang yang bermuara ke Sungai Belawan sehingga banjir Sungai
Belawan tidak terlalu banyak mempengaruhi sistem drainase Kota Medan.
Demikian juga banjir Sungai Percut sudah tidak menjadi ancaman karena telah
selesai dinormalisasi hingga ke muara yakni untuk debit banjir periode ulang 30
tahun, termasuk menampung pengalihan debit Sungai Deli melalui Floodway.
Kapasitas penampang Sungai Deli pada bagian ini masih rendah yakni
hanya mampu menampung debit banjir periode ulang 2 tahun yaitu sebesar 160
m3/det (Ginting, 2012).Perkiraan debit banjir Sungai Deli pada beberapa ruas
(section) untuk berbagai periode ulang menurut hasil analisis yang dilaporkan
pada study JICA (1992) adalah seperti diperlihatkan pada gambar 2.8.
Jl. Kejaksaan
Q1 Q2 Sungai Deli Q3
Gambar 2.8 Perkiraan Debit Banjir untuk Periode Ulang (Sumber: JICA, 1992)
Faktor curah hujan yang tinggi merupakan salah satu faktor utama penyebab
banjir. Wilayah Indonesia yang merupakan benua maritim di daerah tropis
mempunyai curah hujan yang sangat tinggi. Curah hujan yang tinggi, lereng yang
curam di daerah hulu disertai dengan perubahan ekosistem dari tanaman tahunan
atau tanaman keras berakar dalam ke tanaman semusim berakar dangkal
mengakibatkan berkurangnya air yang disimpan dalam tanah, memperbesar aliran
permukaan serta menyebabkan terjadinya tanah longsor. Curah hujan yang tinggi
dalam kurun waktu yang singkat dan tidak dapat diserap tanah akan dilepas
sebagai aliran permukaan yang akhirnya menimbulkan banjir.
2.3.2 Analisa Curah Hujan Kawasan
(2.1)
dimana, R: Curah hujan rata-rata wilayah atau daerah, Ri: Curah hujan di stasiun
pengamatan ke-i dan n: Jumlah stasiun pengamatan.Hasil perhitungan yang
diperoleh dengan cara aritmatik ini hampir sama dengan cara lain apabila jumlah
stasiun pengamatan cukup banyak dan tersebar merata di seluruh wilayah seperti
ditunjukkan pada (Gambar 2.9). Keuntungan perhitungan dengan cara ini adalah
lebih objektif.
Metode Thiessen
Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar
merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan memperhitungkan
daerah pengaruh tiap titik pengamatan pada gambar 2.10.
(2.2)
dimana, R: Curah hujan daerah, Rn: Curah hujan di setiap stasiun pengamatan dan
An: Luas daerah yang mewakili tiap stasiun pengamatan.
(2.3)
Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi
memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan
untuk membuat isohyet pada gambar 2.11.
2.3.3Analisis Frekuensi
Dalam penelitian ini dihitung hujan harian rancangan dengan kala ulang 2,
3, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam
distribusi frekuensi metode yang dipakai dalam analisis frekuensi data curah hujan
harian maksimum adalah sebagai berikut:
1. Distribusi Gumbel
2. Distribusi Log Pearson Tipe III
3. Distribusi Normal
4. Dostribusi Log Normal
1. Distribusi Gumbel
Menurut Gumbel curah hujan untuk periode ulang tertentu (PUH) tertentu (Tr)
dihitung berdasarkan persamaan berikut:
𝑌𝑇𝑟 −𝑌𝑛
X Tr =𝑋 + S (2.4)
𝑆𝑛
𝑇𝑟
YTr = -Ln 𝐿𝑛 (2.5)
𝑇𝑟−1
𝑛
1
𝑛 =1 (𝑅𝑖−𝑅 ) 2 2
Sn = (2.6)
𝑛−1
𝑅= Log R(2.7)
𝑛
𝑖=1 𝐿𝑜𝑔 𝑅
Log 𝑅 = (2.8)
𝑛
𝑛
1
𝑖=1 (𝐿𝑜𝑔 𝑅𝑖 − 𝐿𝑜𝑔 𝑅 ) 2 2
S= (2.9)
𝑛−1
𝑛
𝑛 𝑖=1 (𝐿𝑜𝑔 𝑅𝑖 − 𝐿𝑜𝑔 𝑅 ) 3
G= (2.10)
𝑛 −1 (𝑛−2) (𝑠) 3
𝑋T =𝑋 + KT S (2.12)
𝑋𝑇−𝑋
KT = (2.13)
𝑆
dimana, 𝑋T: Perkiraan nilai yang diharapkan akan terjadi dengan periode ulang T
– tahunan,
𝑋: Nilai rata-rata hitung sampel, dan KT:Faktor frekuensi, merupakan
fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe
model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang.
Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran
teoritis yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan
analisis uji kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut:
1. Uji Chi Kuadrat
DK = JK - (P + 1) (2.16)
2.Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut (Xi)
dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya,
𝑛+1
𝑃(𝑋𝑖) = (2.17)
𝑖
dimana, n: Jumlah data dan i: Nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil
atau sebaliknya.
3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah di urut tersebut
P’(Xi)berdasarkan persamaan distribusi probablitas yang dipilih (Gumbel,
Normal, dansebagainya).
4. Hitung selisih (∆Pi) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang
sudah diurut:
∆𝑃𝑖 = 𝑃(𝑋𝑖) − 𝑃’(𝑋𝑖) (2.18)
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi, Lubis (1992). Dalam penelitian
ini intensitas hujan diturunkan dari data curah hujan harian. Menurut Lubis
(1992)intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian
(mm) empirik menggunakan metode mononobe sebagai berikut:
2
𝑅24 24 3
𝐼= 24 t
(2.19)
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan
yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS (Titik
Kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Salah
satu rumus untuk memperkirakan waktu konsentrasi (tc) adalah rumus yang
dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat ditulis sebagai berikut.
dimana,L: Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam km dan
S:Kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m.
1. Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan air untuk mengalir di
permukaan lahan sampai saluran terdekat.
2. Conduit time (td)yakni waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik
keluaran.
tc = t 0 + t d (2.21)
dimana, t0 = 23 x 3,28 x L x nS (menit) dan td = Ls 60 V (menit),
n: Angka kekasaranManning,
Ls: Panjang lintasan aliran di dalam salura/sungai (m).
Metode Rasional
Q=fxCxIxA (2.22)
Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi
limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang
tinggi. Teori hidrograf satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif,
yaitu sebagian hujan total yang menyebabkan adanya limpasan permukaan,
dengan hidrograf limpasan langsung sehingga merupakan sarana untuk
menghitung hidrograf akibat hujan sembarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan
bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena
waktu (time invariant).
1. Hidrograf Satuan
2. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan
hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang waktu memiliki
proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif. Dengan kata lain,
ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif yang
menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam
satuan waktu tertentu akanmenghasilkan suatu hidrograf dengan ordinat
sebesar n kali lipat.
3. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan efektif
berintensitasseragam yang memiliki periode periode yang berdekatan atau
tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan kombinasi beberapa
kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf tunggal yang
member kontribusi.
Cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data
pengukuran sungai yang memadai. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini
merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut. Cara ini
dapat digunakan disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS
tanpatergantung ada atau tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu
ditegaskan bahwa kegiatan hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama,
sehingga walaupun telah ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi
masalah kelangkaan data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak
masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat disajikan sebagai
berikut pada gambar 2.12.
4. Waktu puncak
𝑡𝑝 = 𝑡𝑔 + 0,8 𝑇𝑟(2.27)
2.5Analisis Hidraulika
Saluran Terbuka
Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan bebas
ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan dan
gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka.Saluran terbuka
umumnya digunakan pada daerah yang:
V = C RI (2.33)
dimana:
V = kecepatan rata-rata (m/detik)
C = koefesien Chezy
R = jari-jari hidrolis (m)
I = kemiringan atau gradien dari dasar saluran
1 16
Manning: C= R (2.35)
R
87
Bazin: C= (2.36)
m
1+
R
dimana:
V = kecepatan (m/detik)
C = koefesien Chezy (m1/2/detik)
R = jari-jari hidraulis (m)
S = kemiringan dasar saluran (m/m)
n = koefesien kekasaran Manning (detik/m1/3)
m = koefesien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran
2 1
1
Q = A×V = × R 3 × I 2 × A (m3/detik) (2.37)
n
Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan
aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat
mengangkutsedimen, dan pada keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi.
Penampang saluran
B
Gambar 2.13 Penampang saluran persegi
A = B× h (2.38)
P = B + 2h (2.39)
B
B = 2h atau h = (2.40)
2
Jari-jari hidraulik R:
A B× h
R= = (2.41)
P B + 2h
2. Penampang saluran trapesium paling ekonomis
h
1
m 0
mh B mh
Gambar 2.14 Penampang saluran trapesium
A = B + mh h (2.42)
P = B + 2h m2 +1 (2.43)
B = P - 2h m2 +1 (2.44)
2
B= h 3 (2.45)
3
A = h 2 3 (2.46)
A
Jari-jari hidrolis R = (m)
P
2 1
1
Kecepatan aliran V = × R × I 2 (m/detik)
3
n