Anda di halaman 1dari 26

Mk.

Hidrologi JFK

BAB V LIMPASAN PERMUKAAN

A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan (run-off) dan luas daerah aliran sungai serta metode-metode yang digunakan untuk menghitung besarnya limpasan curah hujan. Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah mengikuti materi ini adalah mahasiswa akan dapat : a. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dengan benar. b. Menjelaskan daerah aliran sungai dengan baik dan benar. c. Menentukan besarnya debit sungai berdasarkan contoh soal dengan benar. d. Menganalisa limpasan permukaan berdasarkan contoh soal dengan benar.

5.1.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Limpasan Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dibagi dalam dua kelompok, yakni

elemen-elemen meteorologi dan elemen-elemen daerah pengaliran. a. Elemen-elemen meteorologi Jenis presipitasi, tergantung pada jenis presipitasi yakni hujan atau salju. Intensitas curah hujan, pengaruh intensitas curah hujan pada limpasan permukaan tergantung dari kapasitas infiltrasi. Lamanya curah hujan. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran. Arah pergerakan curah hujan. Curah hujan dan kelembaban udara. Kondisi meteorologi lainnya.

b. Elemen daerah pengaliran Kondisi penggunaan lahan/tanah. Daerah pengaliran, semakin besar daerah pengaliran, makin lama limpasan itu mencapai tempat titik pengamatan/pengukuran. Kondisi topografi dalam daerah pengaliran. Jenis tanah.

5.2.

Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah

dimana semua airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air

50

Mk. Hidrologi JFK

permukaan. Batas ini tidak ditetapkan berdasar air air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian. Nama sebuah DAS ditandai dengan nama sungai yang bersangkutan dan dibatasi oleh titik kontrol, yang umumnya merupakan stasiun hidrometri. Memperhatikan hal tersebut berarti sebuah DAS dapat merupakan bagian dari DAS lain.

hulu

hilir

Gambar 5.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Sungai adalah torehan di permukaan bumi yang merupakan penampungan dan penyalur alamiah aliran air dan material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara ke laut. Ditinjau dari segi hidrologi, sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan dan mengalirkannya samapi ke laut. Daerah dimana sungai memperoleh air merupakan daerah tangkapan hujan yang biasanya disebut Daerah Aliran Sungai atau Daerah Pengaliran Sungai.

5.2.1. Pola Aliran Sungai di dalam semua DPS mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola aliran. Pola itu tergantung dari kondisi topografi, geologi, iklim, vegetasi yang terdapat didalam DPS tersebut. Secara keseluruhan kondisi tersebut akan menentukan karakteristik sungai di dalam bentuk polanya.Beberapa pola aliran yang terdapat di Indonesia antara lain : a. Radial

51

Mk. Hidrologi JFK

Pola ini biasanya dijumpai di daerah lereng gunung berapi atau daerah dengan topografi bebrbentuk kubah, misal sungai lereng Gunung Semeru di Jawa Timur, Gunung Merapi di DI Yogyakarta, Gunung Ijen di Jawa Timur, Gunung Slamet di Jawa Tengah. b. Rektangular Terdapat di daerah batuan kapur, misal Gunung Kidul di DI Yogyakarta. c. Trellis Biasanya dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan lipatan, misal di daerah pegunungan lipatan Sumatera Barat dan Jawa Tengah. d. Dendritik Pola ini pada umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan penyebarannya luas. Misalnya suatu daerah ditutupi oleh endapan sedimen yang luas dan terletak pada suatu bidang horizontal di daerah dataran rendah bagian timur Sumatera dan Kalimantan.
G. Merapi

Kali Dengkeng Kali Progo

Kali Opak

a. Tipe Radial

Kali Oyo

b. Tipe Rektangular

52

Mk. Hidrologi JFK

c. Tipe Trellis

Way Rarem

d. Tipe Dendritik Gambar 5.2. Pola Aliran Sungai

5.2.2. Bentuk Daerah Aliran Sungai Pola sungai menentukan bentuk suatu DPS. Bentuk DPS mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan terpusatnya aliran. Setelah DPS ditentukan garis batasnya, maka bentuk DPSnya dapat diketahui. Pada umumnya DPS dapat dibagi menjadi empat bentuk, yakni : a. Memanjang Biasanya induk sungai akan memanjang dengan anak-anak sungai langsung masuk ke induk sungai. Kadang-kadang berbentuk seperti bulu burung. Bentuk ini biasanya akan menyebabkan debit banjir relatif kecil karena perjalanan banjir dari anak-anak sungai berbeda waktunya. b. Radial Bentuk ini terjadi karena arah alur sungai seolah-olah memusat pada suatu titik sehingga menggambarkan adanya bentuk radial, kadang-kadang gambaran tersebut berbentuk kipas atau lingkaran. Sebagai akibat dari bentuk tersebut

53

Mk. Hidrologi JFK

maka waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru arah alur sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Apabila terjadi hujan yang sifatnya merata di seluruh DPS akan menyebabkan terjadinya banjir besar. c. Pararel DPS ini dibentuk oleh dua jalur sub DPS yang bersatu di bagian hilirnya. Apabila terjadi banjir di daerah hilirnya biasanya setelah di sebelah hilir titik pertemuan kedua alur sungai sub DPS tersebut. d. Kompleks Merupakan gabungan dasar dua atau lebih bentuk DPS.

5.2.3. Alur Sungai Secara sederhana alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : a. Bagian hulu Bagian hulu merupakan daerah sumber erosi karena pada umumnya alur sungai melalui daerah pegunungan, perbukitan atau daerah gunung berapi yang terkadang mempunyai cukup ketinggian dari muka laut, sebagai akibat keadaan ini maka bentuk kontur akan relatif rapat yang menunjukkan miringnya permukaan bumi yang cukup besar. Apabila hujan turun, sebagian besar air akan merembes dan sebagian lain akan mengalir membawa partikel-partikel tanah sehingga menimbulkan erosi. Alur sungai yang terjadi biasanya mempunyai lembah yang curam dan biasanya melalui banyak terjunan dan jeram. Penampang melintang bentuk V dengan material alur sungai berupa batuan cadas, kerikil dan tanah. Bentuk penampang memanjang tidak beraturan karena ada yang curam dan ada yang datar tergantung dari jenis batuan yang dilewati alur sungainya. Alur sungai di bagian hulu biasanya mempunyai kecepatan aliran yang cukup besar daripada bagian hilir, sehingga pada saat banjir material hasil erosi yang diangkut tidak saja partikel sedimen yang halus akan tetapi juga pasir, kerikil bahkan batu. b. Bagian tengah Merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir. Kemiringan dasar sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran relatif lebih kecil dari pada bagian hulu. Umumnya penampang sungai berbentuk peralihan V dan bentuk U sehingga daya tampungnya biasanya masih mampu menerima banjir. Bagian tengah merupakan daerah keseimbangan antara proses erosi dan pengendapan yang sangat bervariasi dari musim ke musim. c. Bagian hilir

54

Mk. Hidrologi JFK

Biasanya melalui dataran yang terbentuk dari endapan pasir halus sampai kasar seperti lumpur, endapan organik dan jenis endapan lain yang sangat labil.

erosi

endapan

laut hulu tengah hilir

Gambar 5.4. Sketsa profil memanjang alur sungai

5.2.4. Bentuk Sungai Bentuk sungai dapat diklasifikasikan seperti berikut : meandering, lurus dan braided. Namun sesungguhnya banyak kondisi transisi dari klasifikasi yang disebutkan di atas. a. Bentuk meandering Seperti telah diuraikan, karena proses erosi dan pengendapan yang berlangsung terus-menerus pada sungai maka pada sungai akan terjadi perubahan bentuk tampang. Untuk menyatakan perubahan tersebut istilah indeks tampang ( r ) sering digunakan.

r=

d A = 2 B B
d= A B

(5.1)

dengan

A = luas tampang basah B = lebar muka air Pada umumnya pengaliran di sungai adalah tidak permanen (unsteady). Fluktuasi muka air akibat perubahan debit jauh lebih kecil daripada fluktuasi yang terjadi pada tampang basah alur yang kaku (fixed dan non-erodible). Untuk keperluan analisis geometri tampang secara keseluruhan, beberapa kelompok debit kadang perlu dipisahkan dari kelompok debit yang lain, karena pengaruhnya terhadap perubahan geometri tampang relatif kecil. Sungai yang berbentuk meander adalah sungai yang mempunyai belokan yang secara (kurang lebih) teratur membentuk fungsi sinus pada bidang datarannya.

55

Mk. Hidrologi JFK

Biasanya terdiri dari beberapa seri belokan yang dihubungkan oleh bagian yang lurus yang disebut dengan crossing. Umumnya meander sungai akan mempunyai kemiringan dasar yang sangat landai. Dasar sungai pada sisi luar belokan umumnya akan lebih dalam karena adanya kecepatan yang lebih besar pada sisi luar belokan tersebut. Kemudian gaya centrifugal pada belokan akan menyebabkan timbulnya arus melintang sungai yang selanjutnya bersama-sama dengan aliran utamanya akan membentuk aliran helicoidal. Dengan demikian erosi akan terjadi pada sisi luar belokan dan pengendapan akan terjadi pada sisi dalam belokan. Teori tentang aliran yang terjadi pada belokan saluran dapat digambarkan secara skematik sebagai berikut :
Sisi dalam belokan

Sisi luar belokan

z Vx Vy

V2/2g E

E=konstans

y z 0
Gambar 5.5. Skematik aliran di belokan

Vx Vy

Kemiringan muka air pada arah transversal adalah : dz V 2 iy = dr gr

(5.2)

dengan r adalah jari-jari kelengkungan dari belokan sungai, dan V adalah kecepatan rata-rata pada tempat yang ditinjau (arah vertikal). Menurut Bernoulli, total energi harus konstan, dapat ditulis : V2 E=z+ = kons tan 2g Dideferensiasi ke r :

(5.3)

dz V dV + =0 dr g dr

(5.4)

b. Bentuk lurus Sungai lurus biasanya juga merupakan penghubung dari meander-meander (crossing), sehingga seolah-olah merupakan bagian transisi dari meander satu ke

56

Mk. Hidrologi JFK

meander berikutnya. Kedalaman air pada crossing relatif lebih dangkal dibandingkan dengan kedalaman air pada bagian meander. Sebagian material hasil erosi pada sisi luar belokan kadang juga terbawa ke crossing oleh arus melintang, karena pengaruh arus melintang masih terasa/belum hilang pada saat memasuki bagian lurus. Perlu diingat bahwa sesungguhnya arus melintang (biasa juga disebut arus sekunder), dapat terjadi pada sembarang bentuk saluran/sungai. Sebab-sebab terjadinya arus melintang pada bagian sungai lurus masih menjadi obyek spekulasi ilmiah. Ada yang menyatakan bahwa arus melintang pada sungai lurus timbul karena perbedaan konsentrasi sedimen dan temperatur air. Seberapa jauh pengaruhnya masih terbuka untuk diperdebatkan, namun untuk keperluan praktis, hal tersebut mungkin kurang penting.

c. Bentuk braided Bentuk sungai semacam ini adalah sedemikian kompleksnya sehingga pada debit kecil alur sungai kadang-kadang akan terdiri dari satu atau lebih alur sungai yang dipisahkan oleh pulau-pulau kecil di dalam sungai tersebut. Sungai biasanya lebar, alur-alur kecil serta formasi garis sedimen sering berubah dengan berubahnya besar debit yang lewat, dan sulit untuk diprediksikan. Sungai semacam ini biasanya mempunyai kemiringan yang relatif terjal serta membawa sedimen dengan konsentrasi tinggi. Gambar 5.6. Pola alur sungai

Pola lurus dibagian tengah

Pola lurus di bagian hulu

D E E Pola berbelok (meander)

57

Mk. Hidrologi JFK

5.2.5. Morfologi Sungai Sungai sebagai aliran terbuka, dengan ukuran geometrik (tampang lintang, profil memanjang dan kemiringan lembah) berubah dengan waktu, tergantung pada debit, material dasar dan tebing, serta jumlah dan jenis dari sedimen yang diangkut oleh air. Debit sungai sangat tergantung pada kejadian-kejadian metereologi, dengan proses stokastik yang sangat bervariasi. Sedangkan jenis pengaliran pada alur buatan lebih banyak di bawah kendali manusia, dapat tidak beraturan (non-uniform), sebagian besar merupakan aliran permanen (steady). Sungai akan leluasa dalam menyesuaikan ukuran-ukuran dan bentuknya, sebagai reaksi adanya perubahan kondisi hidraulik dari aliran. Dengan demikian maka bagian dasar dan tebing sungai akan dibentuk oleh material yang diangkut oleh aliran sungai berasal dari pelapukan geologi pada periode yang panjang. Ukuran dan bentuk sungai tersebut selanjutnya disebut morfologi sungai.

5.2.6. Morfometri Sungai Morfometri sungai adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. Keadaan yang dimaksud untuk analisa aliran sungai antara lain : a. luas b. panjang dan lebar c. kemiringan d. orde dan tingkat percabangan sungai e. kerapatan sungai

5.3.

Analisa Limpasan Permukaan Limpasan permukaan adalah bagian air yang sisa, setelah dikurangi bagian yang

meresap ke dalam tanah sebanyak sesuai dengan keadaan porous dan permeabilitas tanah. Semua cara untuk perkiraan limpasan permukaan (debit banjir) yang berdasarkan curah hujan lebat, dapat diklasifikasikan dalam 4 cara seperti berikut : a. cara dengan rumus empiris b. cara dengan rumus rasionil c. cara statistik atau kemungkinan d. cara dengan unit hidrograf 5.3.1. Rumus Empiris

58

Mk. Hidrologi JFK

Jika tidak terdapat data hidrologi yang cukup, maka perkiraan debit banjir dihitung dengan rumus-rumus empiris yang telah banyak dikemukakan. Cara dengan rumus empiris biasanya digunakan sebagai alat terakhir, yakni jika tidak terdapat data yang cukup atau digunakan untuk memeriksa hasil yang didapat dengan cara yang lain. Tabel 5.1. Rumus-rumus empiris yang digunakan No
1

Pembuat Rumus

Rumus
Q=(10-70)A0,5 Qa=150A0,5 Qa=24,12A0,516

Catatan
c.h sedang, A=3000160000km2 Hujan lebat, A=4003000 km2 A=15200000 km2 A=100012000 km2 A kurang dari 1000 km2

Nama Negara
Perancis

Satuan
M

Perancis

3 4 5 Whistler Pangliaro

Jerman Itaila Italia

M M M

Qm={1.538/(A+259)+0,054}A Qm=2900h/(A+90) Qm=20000A0.5

6 7 8 9 10 11 12 13 Inglis Ryues Ryues Bransby Williams U.S Geological Myer Baird&McIllwraith

Q=7000A/(A+4) Q=675A0.67 Qa=560A0.67 Q=4600A0.52 Q=1400A0.476 Q=10000A0.5 Qm=131000A/(107+A)0.78

DPS bentuk kipas

New Zealand India India India Inggris USA

E E E E E E

A lebih dari 10 mil2 A=100024000mil2 Debit maks seluruh dunia bjr di

Australia

14 15

Baird&McIllwraith Fanning

Qm=222000A/(185+A)0,5 Q=200A5/6
Qa : Debit banjir rata-rata (tahunan)

Australia USA

E E

Q & Qm ; Debit banjir maksimum Sumber : Hidrologi, Sosrodarsono S.

59

Mk. Hidrologi JFK

Data AWLR / Pengamatan peil scale

Pengukuran debit

Stage hydrograph H vs t

Rating curve
H vs Q

Discharge hydrograph
Q vs t

Didapat beberapa debit puncak

Annual series

Partial series

Annual Exced. Series

Data debit maksimum Diurutkan Analisa cara statistik (S, x, Cv, Cs, CK)

Pemilihan jenis sebaran Plotting pada kertas prob.

Pengujian Sebaran yang dipilih/gambar pada kertas prob. Bisa dipakai

Banjir Rencana

Flowchart 5.1. Analisa Frekuensi Banjir

60

Mk. Hidrologi JFK

Hujan Rencana Menjadi Debit Rencana


Analisa frekuensi hujan Analisis data hujan jam-jaman dari penakar hujan otomatik Hujan rencana

Distribusi hujan jam-jaman

Hujan didistribusi jam-jaman

Rumus-rumus empiris

Model hidrologi

Parameter DAS

Parameter DAS Hydrograph satuan

Hydrograph <--> hujan penyebab hidrograph

Hidrograph banjir

Debit rencana

Debit rencana

Debit rencana = debit puncak hidrograph (sudah termasuk aliran dasar)

Keterangan : Periode ulang banjir dianggap sama dengan periode ulang hujan

Flowchart 5.2. Hujan Rencana menjadi Debit Rencana

61

Mk. Hidrologi JFK

5.2.1. Rumus Rasionil a) Rumus Rasional Praktis Rumus ini adalah rumus yang tertua dan yang terkenal di antara rumus-rumus empiris. Rumus ini banyak digunakan untuk sungai-sungai biasa dengan daerah pengaliran hingga 50 km2= 5000 ha dan juga untuk perencanaan drainase pengaliran yang relatif sempit. Penerapan metode rasional pada DPS yang luasnya lebih dari 50 km2 adalah : Intensitas curah hujan merata di seluruh DPS untuk waktu curah hujan tertentu, Waktu hujan sama dengan waktu konsentrasi DPS, Puncak banjir dan intensitas hujan mempunyai kala ulang yang sama.

Bentuk umum rumus rasionil adalah sebagai berikut:

Q=
Q f r A

1 f .r. A = 0,277. f .r. A 3,6

(5.5)

= debit banjir maksimum (m3/dt) = koefisien pengaliran/limpasan (lihat Lampiran 3.a) = intensitas curah hujan rata-rata selama waktu tiba dari banjir (mm/jam) = daerah pengaliran (km2)

b) Metode Melchior, der Weduwen dan Haspers (1) Metode Melchior Menurut Melchior, koefisien aliran berkisar antara 0,42 ; 0,52 dan 0,62. Nilai ini tergantung pada kemiringan tanah, vegetasi, keadaan tanah, temperatur, angin, penguapan dan lamanya hujan yang bersangkutan. Untuk perhitungan debit banjir dianjurkan = 0,52. Koefisien reduksi adalah perbandingan antara hujan rata-rata dan hujan maksimum yang terjadi di suatu daerah pengaliran pada waktu yang sama, dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

f =

1970 3960 + 1720 0,12

(5.6)

Waktu konsentrasi ditentukan terlebih dahulu untuk mempercepat curah hujan maksimum dengan rumus :

tc =

1000 L 3600V

(5.7) (5.8)

V = 1,31 5 .q. f .I 2

63

Mk. Hidrologi JFK

I=

H 0,9 L

(5.9) (5.10)

Q maks = ..q. f Keterangan : tc L V f q H = waktu konsentrasi (jam) = panjang sungai (km) = kecepatan air rata-rata (m/dtk)

Qmaks = debit maksimum (m3/dtk) = koefisien aliran = koefisien reduksi = luas daerah pengaliran (km2) = hujan maksimum (m3/km2/dtk) = beda tinggi antara dasar sungai di mulut DPS dengan dasar sungai di titik 0,9 L ke arah hilir Maka T = 0,186.L.Q-0,2.i-0,4 (5.11)

(2) Metode der Weduwen Koefisien aliran dihitung dengan rumus :

= 1

4,1 .q + 7 t +1 f t +9 120 + f

(5.8)

Koefisien reduksi () dihitung dengan rumus :

120 +

(5.9)

Waktu konsentrasi tc dihitung dengan rumus : tc = 0,125L. Q-0,125.i-0,25 Hujan maksimum (q) dihitung dengan rumus : (5.10)

q=

67,65 t + 1,45

(5.11)

keterangan : t = 1/6 sampai dengan 12 jam f 100 km2 Pada penerapan metode Weduwen, pertama-tama ditentukan harga t perkiraan untuk menghitung harga ,kemudian harga q dan , kemudian hitung harga t perhitungan dengan persamaan sebagai berikut :

64

Mk. Hidrologi JFK

t=

0,475 xf 0,375 (q) 0,125 .I 0, 25


(5.12)

dengan ketentuan : Apabila harga t perkiraan belum sama dengan t perhitungan maka tentukan harga t yang lain, Apabila harga t perkiraan sudah sama dengan t perhitungan maka debit puncak banjirnya dapat dihitung.

(3) Metode Haspers Koefisien aliran () dihitung dengan rumus :

1 + 0,012. f 0, 7 1 + 0,075. f

(5.13)

Koefisien reduksi () dihitung dengan rumus :

= 1+

t + (3,7.10 0, 4t ) f 3 / 4 12 (t 2 + 15)

(5.14)

Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus : tc = 0,1.L0,9.i-0,3 Hujan maksimum dihitung dengan rumus : (5.15)

q=

Rt 3,6.t

(5.16) (5.17)

Rt = R + Sx.U Keterangan : t q R Sx Sx R1 R2 U tm n m Rt = waktu curah hujan (jam) = hujan maksimum( m3/km2/dtk) = curah hujan maksimum rata-rata (mm) = simpangan baku =

R1 Ra R2 Ra + U2 U1

(5.18)

= hujan absolut maksimum ke 1 = hujan absolut maksimum ke 2 = variable simpangan untuk kala ulang T tahun (Lihat Lampiran 3.b) = (n+1)/m = jumlah tahun pengamatan = rank (1 dan 2) = curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm) (5.19)

65

Mk. Hidrologi JFK

Berdasarkan Haspers ditentukan : a. Untuk t < 2 jam

Rt =

t.R24 t + 1 0,0008(260 R24 )(2 t ) 2

(5.20)

b. Untuk 2 jam < t < 19 jam

Rt =

t.R24 t +1

(5.21)

c. Untuk 19 jam < t < 30 hari

Rt = 0,707.R24 t + 1
Contoh :

(5.22)

Pada suatu pos duga air sungai, dengan luas DPS 50 km2 mempunyai aliran puncak banjir dengan tinggi muka air 2,50 m. Puncak banjir tersebut terjadi pada curah hujan maksimum yang tercatat pada 4 lokasi pos penakar curah hujan otomatis sebesar 140, 142, 132, dan 146 mm. Panjang sungai utama 12,5 km dengan kemiringan sungai 0,071. Hitung debit puncak banjir dengan cara Melchior, Weduwen, dan Haspers! Penyelesaian : a. Melchior Luas DPS, f Luas elips,F (1/4..f.b) = 50 km2 = 82 km2 ( b = sumbu pendek 2/3 dari sumbu panjang) Kemiringan,I Koefisien aliran, Koefisien reduksi, Curah hujan maksimum rata-rata Prosedur hitungan : Asumsi besarnya curah hujan maksimum sehari q1 = 10,9 m3/km2/dtk Kecepatan aliran rata-rata, V = 1,31. 5 0,92.10,9.50.0,0712 = 1,57 m/dt Waktu konsentrasi, t c = = 0,071 = 0,52 = 0,92 = 140 mm

10 x12,5 = 2,2 jam 36 x1,57

Lihat lampiran 3.c. didapatkan prosentase 43% dari perbandingan luas elips dan lama curah hujan, sehingga : Rt = 0,43.R24

66

Mk. Hidrologi JFK

q=

.R24 maks
36.t

0,43.200 36.2,2
Q1 = .q.f. (Rrata-rata/R24maks) Q1 = 0,52 x 10,9 x 50 x (140/200)= 182 m3/dt

= 10,9 m3/km2/dt cocok dengan asumsi di atas Debit puncak banjir =

b. Weduwen Pertama kita asumsikan t = 2,94 maka ,

120 +
Harga koefisien reduksi, = Harga curah hujan maksimum, q = Harga koefisien aliran, = 1 t=

3,94 50 11,94 = 0,80 170 67,65 = 15,4 2,94 + 1,45

4,1 = 0,79 0,80 x15,4 + 7

0,476 x50 0,375 = 3,00 jam (kurang 0,06 jam3,6 menit (0,79 x0,80 x15,4) 0,125 .(0,071) 0, 25

untuk mendekati 2,94 jam, berarti tidak sama tperkiraan dengan tperhitungan). Namun karena selisihnya hanya 3,6 menit maka dianggap untuk kasus ini sudah memenuhi. Jadi debit puncak banjirnya : Q = ..q.f Q = 0,79 x 0,80 x 15,4 x 50 x c. Haspers Hitung besar koefisien aliran , =

140 = 340,648 m3/dt 200

1 + (0,012 x50 0, 7 ) = 0,55 1 + (0,075 x50 0,7 )

Hitung waktu konsentrasi, t = 0,1 x 12,50,8 x 0,071-0,3 = 1,65 jam Harga koefisien reduksi, Jadi = 0,83 Curah hujan selama t jam untuk t = 1,65 jam,

= 1+

1,65 + (3,7 x10 0, 4 x1, 65 ) 50 3 / 4 x = 1,20 12 1,65 2 + 15

Rt =

1,65 x140 = 87,66mm 1,65 + 1 (0,0008(260 140)(2 1,65) 2 )

Rt = 0,63 R24

67

Mk. Hidrologi JFK

Curah hujan maksimum

q=

87,6 = 14,7 m 3 / km 2 / dt 3,6 x1,65

Debit puncak banjir Q = 0,55 x 0,83 x 14,7 x 50 = 336 m3/dt (Perhitungan bisa pula dilakukan dengan tabel pada Lampiran 3.d)

Tabel 5.2. Debit maksimum hasil perhitungan beserta unsure-unsurnya Unsur


t

Melchior
0,52 0,92 2,2 jam 0,43 10,9 m3/km2/dt 182 m3/dt

Weduwen
0,79 0,80 2,94 jam 0,68 15,4 m3/km2/dt 340,648 m3/dt

Haspers
0,55 0,83 1,65 jam 0,63 14,7 m3/km2/dt 336 m3/dt

Rt R24
q Q

5.2.2. Cara Statistik atau Kemungkinan Sebelum analisa limpasan dengan cara hidrograf satuan dikembangkan, penelitian banjir telah dilakukan dengan cara statistik dan cara kemungkinan yang banyak digunakan orang. Cara ini telah digunakan sebelum cara hidrograf satuan

diterapkan. Cara ini sangat teoritis dan mempunyai suatu keuntungan yang besar sebagai cara peramalan yang berdasarkan data-data yang lalu. Salah satu cara adalah Metode Institute of Hydrology Wallingford (IOH).

5.2.3.

Cara Unit Hidrograf Cara ini dapat diterapkan pada : daerah-daerah pengaliran yang kurang dari 25 km2 sampai daerah pengaliran sebesar 5.000 km2. daerah pengaliran yang lebih besar dari 5.000 km2 cara ini dapat juga digunakan jika telah dibuatkan hidrograf satuan yang bersangkutan dengan corak curah hujan dalam daerah pengaliran itu. anak-anak sungai utama dalam daerah pengaliran yang lebih besar dari 20.000 km2. Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu, misalnya untuk mencapai puncak hidrograf, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang alur terpanjang, koefisien

68

Mk. Hidrologi JFK

limpasan dan sebagainya. Ada 2 macam hidrograf satuan sintetik yang akan dibahas pada buku ini yakni : a. Hidrograf satuan sintetik SNYDER Rumus yang digunakan di Indonesia adalah:

t p = Ct .( L.Lc ) n te =

(5.23) (5.24)

p
5,5

Hubungan te, tp, tr dan Tp adalah sebagai berikut :

Bila te > tr maka tp = tp (te tr) sehingga Tp = tp + 0.5 Bila te < tr maka Tp = tp + 0.5 qp = 0.278 qp Qp tp Tp

Cp Tp

dan Qp = qp A untuk hujan 1 mm/jam.

= puncak hidrograf satuan (m3/dtk/mm/km2) = debit puncak (m3/dtk/mm) = waktu antara titik berat curah hujan hingga puncak (time lag) dalam jam. = waktu yang diperlukan antara permulaan hujan hingga mencapai puncak hidrograf.

Snyder hanya membuat rumus empirik untuk menghitung debit puncak Qp dan waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak dari suatu hidrograf saja, sehingga untuk mendapatkan lengkung hidrografnya memerlukan waktu untuk mengkalibrasi parameter-parameternya. Untuk mempercepat pekerjaan tersebut diberikan rumus ALEXEJEV, yang memberikan bentuk hidrograf satuannya. Persamaan ALEXEJEV adalah sebagai berikut : 1). Q = f(t) 2). Y =

Q t dan X = Qp Tp
a

(1 x ) 2
x

3). Y = 10

dengan a diperoleh dari persamaan berikut ini :

Q p .Tp h. A
(5.25)

dan h = tinggi hujan = 1 mm a = 1,32.2 + 0,15. + 0,045 Untuk menghitung kehilangan dimasukkan rumus HORTON, yaitu : fp = fc + (fo fc ) e-kt (5.26)

69

Mk. Hidrologi JFK

Dengan : fp = daya infiltrasi pada saat t f0 = daya infiltrasi mula fc = nilai akhir f k = konstanta e = bilangan alam = 2,718218 Untuk mendapatkan fp, f0, dan k dilakukan kalibrasi. fp tergantung pada tinggi curah hujan, sedangkan f0 akan mempunyai nilai yang berbeda untuk masing-masing keadaan banjir. Dalam beberapa pengujian untuk beberapa buah sungai di Pulau Jawa, ternyata bahwa persamaan-persamaan Snyder menunjukkan penyimpangan yang besar, baik dalam besaran waktu capai puncak maupun debit puncak. Hal ini dapat dipahami karena memenag cara ini mengandung koefisien empirik yang dikembangkan di daerah Appalachian di Amerika yang kurang sesuai dengan keadaan di Indonesia.

b. Hidrograf satuan sintetik NAKAYASU Rumus yang digunakan adalah :

Qp =
dengan Qp R0 Tp

C. A.R0 3,6.(0,3.Tp + T0,3 )

(5.27)

= debit puncak banjir (m3/dt) = hujan satuan (mm) = tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak

t Qa = Q p T
dengan Qa t

2, 4

(5.28)

= limpasan sebelum debit puncak = waktu (jam)

Bagian lengkung turun (decreasing limb)

70

Mk. Hidrologi JFK

0,8tr tg Lengkung naik Lengkung turun

Qp 0,3 Qp

0,32 Qp t

Tp

T0,3

1,5 T0,3

Gambar 5.2. Grafik Hidrograf Nakayasu


t T p

Qd > 0,3. Qp

: Qd = Q p .0,3

T0 , 3

t T p + 0 , 5T0 , 3

0,3.Qp > Qd > 0,3.Qp : Qd = Q p .0,3 0,3 Qp > Qd Tenggang waktu Untuk L < 15 km L > 15 km L = panjang alur sungai (km) tg= waktu konsentrasi (jam) tr = 0,5 tg sampai tg T0,3 = . tg Untuk
2

1, 5T0 , 3

t T p +1, 5T0 , 3

: Qd = Q p .0,3 T = tg + 0,8. tr

2T0 , 3

t = 0,21. L0,7 t = 0,4 + 0,058 L

(5.29)

Daerah pengaliran biasa = 2. Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat = 1,5. Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian yang menurun yang lambat = 3.

71

Mk. Hidrologi JFK

Contoh : Luas daerah pengaliran suatu sungai sampai ke pelepasannya (outlet) adalah 2400 km2. Panjang L = 75 km. Hujan efektif dalam daerah pengaliran adalah sebagai berikut : t = 1 20 2 40 3 10 jam mm/jam

Hujan=

Penyelesaian : L tr Tp T0,3 Qp = 75 km > 15 km maka tg = 0,4 +0,058 x 75 = 4,75 jam = diambil 0,75 x tg = 3,56 jam = tg + 0,8 x tr = 4,75 + 0,8 x 3,56 = 7,6 jam = a. tg = 2 x 4,75 = 9,50 jam =

A.R0 2400.1 = 3,6(0,3T p + T0,3 ) 3,6(0,3 x7,6 + 9,5)

= 56,69 m3/dt Perhitungan selanjutnya dilakukan pada Tabel 5.3. berikut ini : 0 t Tp

t Qa =Qp T p

2, 4

t = 56,69 2,4 7,6


t T p T0 , 3

Tp t (Tp + T0,3)

Qd 1 = Q p x0,3

= 56,69 x0,3

t 7,6 9,5

t T p + 0 , 5T0 , 3

t 2 ,85

(Tp + T0,3) t (Tp + T0,3 + 1,5. T0,3) t (Tp + T0,3 + 1,5.T0,3)

Qd 2 = Q p x0,3
t T p +1, 5.T0 , 3 2.T0 , 3

1, 5.T0 , 3

= 56,69 x0,3 14, 25


t + 6 , 65 19

Qd 3 = Q p x0,3

= 56,69 x0,3

Dengan memberikan nilai t dalam kolom 1 maka akan didapat nilai-nilai Q dalam kolom 2 pada Tabel 5.3 dengan menggunakan rumus-rumus yang telah dimasukkan nilai-nilai Qp. Tp, dan T0,3 yang merupakan variable tunggal t saja.

72

Mk. Hidrologi JFK

Tabel 5.3. Tabulasi perhitungan data dengan Metode Nakayasu


t (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 U(t,1) (m3/dt) 0 0.4361 2.3016 6.0904 12.1478 20.7530 32.1453 46.5360 53.8878 47.4734 41.8226 36.8444 32.4587 28.5951 25.1913 22.1928 19.5511 17.2239 15.7617 14.4847 13.3112 12.2327 11.2417 10.3309 9.4939 8.7247 8.0178 7.3683 6.7713 6.2227 5.7185 5.2552 4.8962 4.5956 4.3134 4.0486 Akibat hujan 40 10 (m3/dt) (m3/dt) 0 0 0 8.72 0 0 46.03 17.44 0 121.81 92.06 4.36 242.96 243.62 23.02 415.06 485.91 60.90 642.91 830.12 121.48 930.72 1285.81 207.53 1077.76 1861.44 321.45 949.47 2155.51 465.36 836.45 1898.94 538.88 736.89 1672.90 474.73 649.17 1473.77 418.23 571.90 1298.35 368.44 503.83 1143.80 324.59 443.86 1007.65 285.95 391.02 887.71 251.91 344.48 782.04 221.93 315.23 688.96 195.51 289.69 630.47 172.24 266.22 579.39 157.62 244.65 532.45 144.85 224.83 489.31 133.11 206.62 449.67 122.33 189.88 413.24 112.42 174.49 379.76 103.31 160.36 348.99 94.94 147.37 320.71 87.25 135.43 294.73 80.18 124.45 270.85 73.68 114.37 248.91 67.71 105.10 228.74 62.23 97.92 210.21 57.19 91.91 195.85 52.55 86.27 183.82 48.96 80.97 172.54 45.96

20 (m3/dt)

Total 0 8.72 63.47 218.23 509.59 961.88 1594.50 2424.06 3260.65 3570.34 3274.27 2884.52 2541.17 2238.69 1972.22 1737.46 1530.65 1348.45 1199.70 1092.40 1003.23 921.95 847.26 778.61 715.53 657.56 604.28 555.33 510.33 468.99 430.99 396.07 365.32 340.31 319.05 299.46

Ket

Qa

Qd1

Qd2

Qd3

Hasil perhitungan tersebut di atas dapat digambarkan seperti berikut :

73

Mk. Hidrologi JFK

Hidrograf Satuan Nakayasu


4000 3500

debit Q (m3/dtk)

3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40

40 mm/jam 20 mm/jam 10 mm/jam total

waktu t (jam)

Gambar 5.3. Grafik Hidrograf Nakayasu

C. Penutup

Soal-Soal

1. Sebut dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan ! 2. Sebut dan jelaskan beberapa pola aliran yang ada di Indonesia ! 3. Sebut dan jelaskan bentuk daerah aliran sungai! 4. Apa yang anda ketahui tentang sungai bentuk meander dan braided? Jelaskan ! 5. Diketahui data-data sebagai berikut : - Luas DPS - Panjang sungai - Kemiringan = 48 km2 = 13 km = 0,0075

- Curah hujan maksimum = 145 mm Hitunglah debit banjir (Q) dengan metode Melchior, Weduwen, dan Haspers ! 6. Luas daerah pengaliran suatu sungai sampai ke pelepasannya (outlet) adalah 2500 km2. Panjang L = 75 km. Hujan efektif dalam daerah pengaliran adalah sebagai berikut :

74

Mk. Hidrologi JFK

1 25

2 50

3 30

jam mm/jam

Hujan =

Buatlah grafik hidrograf satuan sintetik Nakayasu !

Daftar Pustaka

Gupta,Ram S., 1989, Hydrology and Hydraulic Systems, Prentice Hall, New Jersey

Joesron Loebis, 1992, Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

Raudkivi,Arved J.,1979, Hydrology, Pergamon Press,New York

Soemarto,C.D, 1999, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta

Soewarno, 1995, Hidrologi (Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data),Nova, Bandung

Sri Harto Br., 1993, Analisis Hidrologi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Sosrodarsono,2003, Hidrologi untuk Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik

75

Anda mungkin juga menyukai