1.
Kota kokonao merupakan Kota Tua, yang mempunyai peranan historis bagi
pengembangan Kabupaten Mimika secara umum. Kokonao termasuk ke dalam wilayah
distrik Mimika barat yang berpenduduk sekitar 2851 jiwa (berdasarkan salinan
Monografi Kecamamatan Mimika Barat pada Bulan Mei 2011). Penduduk Kampung
Kokonao sekitar 357 jiwa, yang terdiri berbagai macam etnis.
Dermaga Tua Kokonao dahulu mempunyai peranan penting dalam hal tempat berlabuh
sementara kapal-kapal perang sekutu. Menurut penduduk setempat, dahulu masih
memungkinkan dilabuhi kapal-kapal perang sekutu dengan dimensi yang cukup besar
karena mempunyai kedalaman alur yang cukup. Sejalannya waktu, terjadi penebangan
pepohonan hutan yang menyebabkan erosi lahan, yang kemudian butiran tanah erosi
tersebut hanyut terbawa aliran sungai dan akhirnya mengendap di muara sungai dan
perairan laut dangkal di sekitar muara. Dermaga tua yang terbuat dari kayu tidak berumur
panjang disebabkan dermaga terbuat dari kayu tang rapuh terhadap binatang pemakan
kayu dan tertabrak hanyutan kayu yang terbawa arus sungai.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Kokonao adalah nelayan. Sebagian
mempunyai tambak-tambak, PNS, berdagang, mencari kayu di hutan, dan sebagainya.
Ditinjau dari segi ekonomi, maka pendapatan rata-rata penduduk masih tergolong rendah.
Dimasa depan, untuk meningkatkan pendapatan penduduk maka diperlukan
pemberdayaan masyarakat sekitar seperti bagaimana cara berternak dan pengolahan hasil
ikan. Akan tetapi diperlukan sarana penunjang seperti dermaga yang mumpuni. Untuk itu
pengembangan kanal pada wilayah selatan Papua akan membantu upaya pengembangan
wilayah Kokonao. Kanal-kanal akan mampu menciptakan efisiensi distribusi orang,
barang dan jasa di wilayah selatan hingga ke wilayah pedalaman (pegunungan). Hal ini
ditunjang adanya sungai besar yang masuk hingga ke wilayah pedalaman hingga daerah
terisolir.
Sungai di Kabupaten Mimika menjadi prasarana transportasi utama bagi desa-desa yang
terletak sekitar daerah pasang surut dan tidak terjangkau oleh jaringan jalan. Orientasi
dari sungai-sungai adalah Utara-Selatan sehingga sedikit sekali untuk melayani
transportasi arah Barat-Timur. Oleh sebab itu perlu jalur transportasi sungai yang
menghubungkan antar daerah dari Barat ke Timur. Moda yang bisa mencapai desa-desa
ini sampai beberapa puluh kilometer dari garis pantai umumnya berupa perahu motor
tempel atau perahu tradisional.
Lalu-lintas pelayaran rakyat di sungai-sungai banyak dilayani dermaga-dermaga
tradisional di desa-desa, yang dibangun dan dioperasikan oleh masyarakat disamping
1
KOKONAO
POMAKO
MERAUKE
ini ke Kokonao. Dengan demikian, secara moda transport, Kokonao cukup dapat terakses
dengan baik.
2.
LLWL
HHWL
MSL
= +/- 0,00 cm
= + 309,5 cm
= + 120.03 cm
Elevasi ini kemudian diterapkan dalam penentuan nilai elevasi hasil survei bathimetri.
Dengan demikian nilai kontur +/- 0,00 adalah nilai dimana air saat surut terendah berada.
Sehingga kontur dengan nilai di bawah nol (negatif) adalah kedalaman yang selalu ada
air saat surut terendah sekalipun.
Apabila dibandingkan dengan pasang surut yang ada di Mimika (hasil prediksi pasang
surut, data dari Freeport), maka hasil pasang tertinggi yang pernah terjadi tahun 19992009 adalah +343 cm. akan tetapi tidak begitu berbeda, karena posisi dari pengamatan
akan ikut memperngaruhi nilai penentuan elevasi pasang surut.
350
300
250
200
100
50
JAM
5
Gambar 3. Grafik Pasang surut Desember 2009 di Sungai Mimika (hasil prediksi pasang
surut); jenis pasut campuran condong ke tunggal
Akan tetapi elevasi muka air di muara Sungai Mimika ini sangat dipengaruhi curah hujan
yang terjadi di. Berdasarkan data curah hujan, rata-rata hujan max harian di setiap bulan
mencapai 100an mm. Dengan luasan DAS yang besar menghasilkan debit aliran run off
akibat hujan yang terjadi cukup tinggi, sehingga di muara walau kondisinya surut,
kedalaman air di sekitar lokasi rencana dermaga dapat mencapai 3 s/d 4 meter.
Tabel 1. Rekapitulasi elevasi pasang surut HWL, MHWL, MSL, MLWL dan LWL yang terjadi
disetiap tahunnya dari tahun 1999-2009
Arus
Arus saat kondisi surut menjadi lebih besar apabila ditambah dengan arus debit sungai
akibat hujan lebat yang ada di hulu. Saat survei dilaksanakan, terjadi genangan luapan
Sungai Mimika ke daratan Pulau Atabo (di mana Kokonao berada) dengan elevasi
genangan +2,76 m. Arus di dekat dasar sungai pada saat itu hasil pegukuran di lapangan
adalah 1,35 m/det. Apabila elevasi debit banjir mencapai + 3,00 m, maka diperkirakan
banjir akan menimbulkan arus sekitar 1,5 m/det. Tidak begitu besarnya arus
dibandingkan debit banjir yang terjadi adalah akibat air banjir tidak 100% mengalir di
palung sungai akan tetapi mengalami luapan ke daratan di sekitar sungai, sehingga
kecepatan aliran tidak sepenuhnya berbanding lurus dengan peningkatan debit banjir.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Besar Wilayah Sungai di Papua Kementrian
Pekerjaan Umum, sungai Mimika mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Kondisi eksisting di sekitar bantaran sungai menunjukkan terjadinya abrasi. Pola aliran
sungai Mimika yang menyebabkan abrasi dapat dijelaskan pada gambar 5. Aliran sungai
membelok karena terbendung sedimentasi. Sedimentasi searah lurus aliran terjadi karena
pada saat aliran rendah dan di satu sisi adanya aliran akibat proses pasang surut di kanal
6
sebelah timur (kiri aliran sungai) menyebabkan terjadinya sedimentasi. Sedimentasi ini
menumpuk sehingga saat aliran besar sudah tidak mampu lagi menggelontor sedimentasi
yang terbentuk. Yang terjadi aliran sungai mencari bentukan pola alir yang baru dan
berefek pada abrasi di sisi bantaran Pulau Kokonao.
Gambar 4. Saat survei dilaksanakan, terjadi genangan banjir di Kokonao. Tampak bekas
genangan banjir yang lama di pagar rumah penduduk, yakni berada sekitar pada elevasi lebih
dari + 3,00
Sungai Mimika
Proses
sedimentasi
di
seberang lokasi
dermaga
Gambar 5. Sketsa aliran Sungai Mimika yang menyebabkan Abrasi di Sisi darat Kokonao
ARAH ALIRAN
Koramil
BM.KKN 01
BM.KKN 02
X
660 551.130
+ 3.029 (LWL)
660 592.810
9 4 78 644.0 72
+ 3.142 (LWL )
Gambar 6. Arah aliran debit sungai terutama saat banjir; kecepatan aliran dapat mencapai 1,5 m/det
bila elevasi muka air banjir +3,00
10
Gambar 8. Batang Kayu atau Pohon Yang Hanyut Terbawa Arus Aliran Sungai dapat
Menghantam dan Merusak Dermaga Eksisting Maupun Kapal-Kapal Masyarakat yang Berada Di
sekitar Sungai ini.
Gambar 9. Tiang-tiang dari Batang Kayu yang Dibuat Oleh Masyarakat untuk Melindungi Areal
Tanah disekitar Rumahnya yang Berada di Tepi Sungai dari Abrasi.
11
Topografi/Bathimetri
Kontur nol dari pengukuran topografi/bathimetri adalah kondisi dimana LLWL (surut
terndah). Pada sisi tebing sungai di sebelah barat Pulau Atabo tampak kontur adalah
-2,00. Kedalaman ini yang terdalam akibat proses abrasi oleh debit banjir.
Kokonao adalah Pulau delta yang terbentuk dari proses sedimentasi, sehingga topografi
daratan adalah datar dan rata-rata pada elevasi + 2,00 s/d + 3,00 meter (dimana elevasi
+/- 0,00 dihitung dari surut terendah / LLWL). Elevasi pasang surut +/- 0,00 jarang
terjadi dikarenakan elevasi air di muara sungai dipengaruhi oleh debit aliran sungai. Saat
pasang tinggi dan di hulu terjadi curah hujan yang tinggi, maka terjadi genangan banjir di
daratan Kokonao setinggi +/- 0,50 m, sehingga elevasi banjir dapat mencapai + 3,00.
Hasil bathimetri menunjukkan terjadinya pendangkalan ke arah laut yang menyebabkan
susahnya menentukan alur pelayaran. Hal ini disebabkan proses sedimentasi akibat
proses erosi dari hulu sungai yang cukup besar. Sedimen tidak hanya berupa partikel pasir
atau tanah, akan tetapi juga berupa batangan pohon yang cukup besar juga.
K or ami l
BM.KKN0 1
BM.KKN 02
X
Y
6 60551 .130
9 4786 2
4 .179
+ 3.02 9( LWL)
X
Y
Z
6 60592 .810
9 4786 4 .072
+ 3.14 2( LWL)
Pulau
Kokonao / Atapo
Pulau
Apuri
Pulau
Waikutiri
Pulau
Putaiper
Pulau
Barapiri
Pulau
Waikutiri
Samudera
Indonesia
Akan tetapi perlu diwaspadai bahwa Pulau Atabo dimana Kokonao berada, merupakan
pulau delta yang terbentuk akibat proses sedimentasi di muara. Sehingga pada saat
pelaksanaan dianjurkan untuk mengecek ulang karakteristik mekanika tanah.
Tabel 2. Hasil pengujian laboratorium smpel tanah
No
KETERANGAN
1
Berat Isi (density)
2
Berat Jenis (specific gravity)
Konsistensi Atterberg
3
LL
4
PL
5
PI
Analisa Hydrometer
6
Clay
7
Silt
8
sand
9
D50
Percobaan Triaxial
10
C (koeefisien geser)
11
(sudut gesek dalam)
NILAI
1,58 gr/cm3
2,47
37,40
16,79
20,61
22%
72%
6%
0,025
0,0050 kg/cm2
4o218,17
Tiang kayu dermaga dipancang tidak terlalu dalam ke tanah. Menurut informasi
kedalaman pemancangan hanya sekitar 3-4 meter.
Tiang dermaga terbentur kayu yang hanyut dengan kecepatan hanyutan mencapai
di atas 1 m/det.
13
Secara tata wilayah, dermaga tua berada di poros kota Kokonao, sehingga dari sisi jalan
akses lingkungan adalah lebih baik. Di sekitar dermaga tua masih terdapat tanah lapang
yang dapat difungsikan sebagai ruang untuk fasilitas darat seperti ruang penumpang dan
sebagainya.
Yang perlu diantisipasi dar posisi dermaga lama adalah proses abrasi yang menyerang
tebing sungai dimana dermaga berada. Di asmping itu hanyutan kayu yang mengancam
keberadaan dermaga harus di cegah pula. Untuk itu diperlukan struktur krib pengarah
aliran sungai agar arus tidak menyebabkan abrasi tebing sungai serta arus yang
terbelokan dapat mengarahkan hanyutan batang-batang kayu sehingga tidak menabrak
tiang-tiang dermaga.
Gambar 11. Kondisi dermaga tua yang baru direnovasi sekitar satu setengah tahun yang lalu
sudah mengalami kerusakan
Lokasi Dermaga PNPM
Lokasi dermaga lama di Kokonao berada pada koordinat :
X = 660584,047
Y = 9478559,953
Dermaga ini dibangun tahun 2010. Struktur dermaga dari kayu. Elevasi lantai dermaga
sekitar + 4,04 m. Dermaga pada posisi yang relatif terlindung dibanding dengan dermaga
Tua. Secara letak ditinjau dari aspek keairan adalah lebih ideal dibandingkan dengan
dermaga tua. Akan tetapi dermaga ini berdiri di-tengah-tengah pemukiman yang padat.
Jadi kemungkinan berdiri dikarenakan dermaga ini sebagai penujang di samping dermaga
tua sebagai dermaga utama.
14
DERMAGA TUA
Koramil
BM.KKN 01
X
BM.KKN 02
X
660 551.130
9 478 624.179
+ 3.029 (LWL)
660 592.810
9 478 644.072
+ 3.142 (LWL)
Layout Dermaga
Berdasarkan hasil analisis terhadap peta bathimetri, maka dermaga digeser ke arah
selatan sekitar 20 meter terhadap dermaga lama. Hal ini dikarenakan :
Kedalaman alur sungai lebih dalam dibandingkan di posisi dermaga lama.
Dengan digeser ke selatan, maka posisi as dari dermaga akan menyambung
dengan posisi as dari as jalan utama yang ada.
Dengan digeser ke salatan maka oprit dari dermaga mempunyai ruang (tidak
mengganggu halaman rumah eksisting).
Dilihat dari kondisi saat ini, secara ekonomi memang rata-rata penduduk yang ada Pulau
Atabo belum mencapai kehidupan yang layak. Diharapkan dengan keberadaan dermaga
akan menggairahkan perekonomian dimasa yang akan datang. Untuk itu kebutuhan ruang
akan kantor, ruang tunggu penumpang dan lahan parkir untuk sementara menggunakan
lahan bebas yang ada. Dimasa yang akan jika terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup
baik, maka dapat menggunakan lahan pemukiman di sekitar lokasi rencana dermaga
kokonao. Menurut tokoh masyarakat setempat, lahan yang ada di sekitar lokasi rencana
dermaga adalaha lahan adat yang sewaktu-waktu dapat digunakan jika untuk keperluan
umum.
Saat survei dilaksanakan, di Kokonao hanya satu mobil yakni mobil proyek untuk
mengembangkan landasan pacu dermaga Kokonao beserta rollernya. Penduduk kokonao
sampai saat ini belum ada yang memiliki mobil. Kendaraan roda dua hanya tiga.
Sehingga lahan parkir hanya disediakan berdasarkan ruang lahan yang ada.
Genset
Area
Komersil
TITIK SONDIR 2
660 604.740
9 478 662.308
+ 2.243 (LWL)
Cause
Way
Laha
n
Parki
TITIK SONDIR 1
X
660 609.194
9 478 659.977
+ 2.215 (LWL)
Derma
ga
BM.KKN 01
X
Y
Z
660 592.810
9 478 644.072
+ 3.142 (LWL)
Koramil
16
Alur Pelayaran
Kontur yang paling dalam di alur ini adalah -1,00, sedangkan sebagian besar berkontur
0,00. Dengan demikian untuk kapal dengan draft 2 meter, memerlukan elevasi muka air
di sungai adalah +3,00, sehingga ada ruang kelonggaran (free space) untuk draft kapal
sebesar 1,00 meter. Untuk mencapai pesisir pantai, kapal harus menempuh jarak sekitar
2,5 km. Lebar alur yang paling kecil adalah sekitar 30 meter saat elevasi muka air sekitar
3,00 meter.
Berdasarkan peta dishidros, perairan dangkal di sekitar Kokonao adalah sekitar 0,0 s/d 1
meter yang terbentang sepanjang 2-3 km ke arah laut. Sehingga untuk kapal masuk ke
kanal muara sungai Mimika menjadi sulit juga. Gelombang di perairan laut dangkal
menjadi lebih besar akibat gelombang mengalami pecah diaerah yang dangkal. Daerah
perairan dangkal ini menjadi daerah transisi yang bahaya bagi pelayaran, sehingga
diperlukan rambu-rambu pelayaran yang cukup agar terhindar dari gosong pasir-gosong
pasir yang menyebabkan kapal karam.
LOKASI
DERMAGA
KOKONAO
Ko r am i l
X
Y
X
Y
Z
BM .K KN 02
66 0 5 1. 1 30
9 4 786 24.1 79
+ 3 .029 (LW L)
B M. KK N 01
660 592 .810
9 478 644 .072
+ 3.14 2 (L WL )
Pulau
Kokonao / Atapo
Pulau
Apuri
Pulau
Waikutiri
Pulau
Putaiper
Pulau
Barapiri
LAUT
ARAFURU
Pulau
Waikutiri
Samudera
Indonesia
Gambar 15. Route Alur pelayaran dari Lokasi Dermaga Kokonao ke pesisir laut
17
18
Gambar 17. Prediksi muka air laut akibat pemanasan global, dengan asumsi polusi yang
terjadi sama seperti saat ini, diperkirakan 25 tahun mendatang air laut akan naik sekitar
15 cm ( sumber : www. UNEP)
19
Titik Bor 1
13000
2500
4000
4000
4000
Kepala
Tiang
Tipe 2
2000
1000
+4,00
10000
600
1000
+2,50
2000
400
5000
800
+1,80
4000
Dilatasi 50 mm
1900
HWL +3,10
12000
1250
1000
1000
Selimut Tiang
(Beton/Splash
Guard)
2500
2500
3000
800
3000
Titik Bor 2
18000
1900
1000
50
LWL +0,00
Tiang Pancang
406,4 mm
L =30 m
1:8
Dimensi Dermaga
1.41
2.81
1.58
1.73
4.85
2.82
2.80
2.77
2.65
2.65
2.49
2.50
2.51
2.53
2.55
2.37
2.31
0.29
0.41
0.58
0.44
1.72 0.97
2.28
0.72
0.00
1.98
1.80
0.85 1.99
1.11
1.00
0.48 1.16
1.38
-0.45
0.95
-0.47
0.64 -0.36
0.53 -0.28
4.75
-0.94
0.51 -1.29
0.38 -1.14
0.66 -1.00
-2.51
1.56
-2.45
0.72 -2.29
0.34 -2.24
0.50 -2.14
0.39 -2.04
0.22 -2.00
1.13
-1.64
0.68 -1.41
0.63 -1.25
6.25
-2.43
0.95
-2.35
Gambar 18. Penampang memanjang dermaga dan oprit dengan rencana elevasi dermaga +
4,00.
1.72 1.44
POTONGAN D-D
Skala 1: 200
Akan tetapi apabila pasang tinggi, maka alur pelayaran dapat dilabuhi kapal dengan 500
GT dengan draft 2,9 m. Karena dermaga adalah di sungai dan dengan memperhitungkan
masalah penggunaannya juga (dimana kapal dengan 500 GT kemungkinan sangat jarang
berlabuh d dermaga tersebut), maka panjang dermaga didesain sepanjang 32 m (lebih
memenuhi kapal 300 GT).
Lebar dermaga adalah 7 meter dengan asumsi kendaraan truk dengan satu engkel (dengan
beban maksimum 10 ton) yang dapat naik ke dermaga. Sedangkan ujung dermaga di
letakkan pada kedalaman -2,50 terhadap LWL.
Trestle didesain sepanjang 18 meter dengan lebar 6 meter. Selanjutnya dari trestle (yang
berelevasi + 4,00) ke darat (yang berelevasi +2,50), digunakan oprit dengan kemiringan
9%. Kemiringan ini lebih didasarkan karena ruang lahan yang tersedia menyebabkan
panjang opritnya 12 meter. Di sekeling rencana dermaga sudah banyak pemukiman
penduduk sehingga agak susah untuk menentukan blokplan secara bebas. Akan tetapi jika
dimasa mendatang diperlukan perluasan, beberapa perkarangan rumah masyarakat dapat
digunakan karena kepemilikannya adalah tanah adat.
Sebagai beban untuk perhitungan stabilitas struktur akan digunakan beban truk 10 ton.
20
38000
1000
4000
4000
4000
4000
1000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
4000
1000
1000
Kanstein
Tipe B
1000
1000
9 478 644.884
660 634.138
9 478 626.967
Kanstein
Tipe A
6000
660 635.864
4000
3000
Fender Type
AV 300 H 2500
Bollard 15 ton
3000
1000
9 478 607.634
7000
660 626.248
2500
2500
2500
2500
1000
Tangga
Tiang Pancang
406,4 mm
1000
Kepala Tiang
Tipe 2
1000
1000
660 619.280
9 478 608.305
4000
4000
18000
4000
4000
Dilatas 50 mm
Kanstein
Tipe B
1000
660 604.958
660 604.382
9 478 647.861
9 478 641.889
10000
2000
200
900
400
600
6000
7800
900
Gambar 19. Denah dermaga dimensi panjang 32 meter, lebar 7 meter. Panjang trestle 18
m, lebar trestle 6 meter
3. Krib bersifat impermeabel (kedap air) dengan tujuan untukj membelokan arah aliran.
4. Krib dibuat tidak terbenam untu level air secara umum. Akan terbenam jika debit
banjir yang tinggi.
Formasi krib permeable yang condong ke hulu, turbulensi aliran akan terjadi di ujung
depan krib tersebut, akan tetapi pengendapan umumnya terjadi dekat tebing sungai dan
aliran akan mengarah ke tengah sungai. Pemilihan jenis krib formasi condong ke hulu
dimaksudkan agar krib efektif untuk melindungi tebing sungai.
Gambar 20. Hubungan Antara Formasi Krib dan Proses Penggerusan-pengendapan pada
Dasar Sungai
Elevasi mercu krib ditentukan sebesar +3,00 meter. Elevasi ini berguna untuk melindungi
dermaga dari hantaman kayu. Selain itu dengan elevasi di atas permukaan air rata-rata,
para kapal-kapal dan perahu akan mengerti posisi krib tersebut sehingga diharapkan
perahu atau kapal mereka tidak menabrak krib-krib tersebut. Elevasi ini akan tenggelam
apabila air banjir besar. Akan tetapi berdasarkan bukti-bukti banjir yang masih menempel
di didnding rumah penduduk, elevasi banjir selama ini maksimal sekitar + 3,00.
Arah krib dibuat sebesar 10o ke arah aliran karena pembuatan krib berada di bagian yang
lurus dari sungai sebagai mana sesuai dengan acuan pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Arah Aliran dan Sudut Sumbu Krib
Lokasi Pembuatan Krib di
sungai
Bagian lurus
10o 15o
Bagian luar
5o 15o
Bagian dalam
0o 10o
Ujung krib dibuat sama dengan ujung dermaga dengan maksud agar aliran dapat
dibelokkan tidak menabrak dermaga. Dengan demikian panjang krib dibuat 4 - 18 meter
(tergantung lokasi). Ujung krib dibuat pada kontur 1,00. Sedangkan ujung krib yang
mendekat dengan dermaga, dibuat pada kontur -2,00 dengan maksud melindungi dermaga
dari hantaman kayu yang hanyut dikala banjir.
Berdasarkan teori dalam buku Perbaikan dan Pengaturan Sungai (Suyono Sosrodarsono,
1994), maka hubungan antara panjang krib dan interval krib dapat digunakan panduan
dalam tabel berikut ini.
Tabel 4. Hubungan Antara Panjang Krib dan Interval Krib
Lokasi Pembuatan
Hubungan antara interval (D)
Krib di Sungai
dan panjang (l)
1
Bagian Lurus
D = (1,7 2,3 ) l
2
Bagian luar
D = (1,4 1,8 ) l
3
Bagian dalam
D = (2,8 3,6 ) l
Sumber : buku Perbaikan dan Pengaturan Sungai (Suyono Sosrodarsono, 1994)
No
Karena penampang sungai yang hendak dibuat krib berada pada penampang yang lurus
dan dengan memperhatikan pola lairan saat survei di lapangan, maka krib dibuat dengan
interval 2,3 x panjang krib yakni sejarak 20 meteran.
Bahan krib dapat digunakan sheet pile beton yang dapat dipancang tegak. Agar ada
kekauan, maka setiap 4 sheet pile dipancang 1 tiang pancang persegi. Bahan dari beton
ditinjau dari kepraktisan pelaksanaan dengan pertimbangan lapangan dan sumber batu
juga tidak ada (jauh).
23
UTA
RA
24
HWL = +3,00
MWL = +1.2003
Pancang Baja
406 mm
L =30 m
LWL = 0.00
+1.2003
0.00
Pancang Baja
406 mm
L =30 m
30 meter
30 meter
tanah keras
4477
POTONGAN Y-Y
SKALA 1:100
TAMPAK DEPAN
SKALA 1:100
sheet pile :
Momen tarik = 15,6 tm
Height = 350 mm
Width = 996 mm
Thickness + 120 mm
Lenght = 15 m
800
4D22
Pancang Baja
406 mm
L =30 m
800
10-100
800
POTONGAN Z-Z
Skala 1:25
4D22
4477
5 - 25