Anda di halaman 1dari 11

Permasalahan utama metode AHP adalah penentuan skala prioritas perbaikan jaringan irigasi, yang

difokuskan menjadi beberapa kriteria kemudian difokuskan lagi menjadi beberapa sub kriteria.
Kriteria dan sub kriteria ini telah sesuai dengan Kepmen PU no.32/PRT/M/2007.

Tabel 8 Rekap Hasil Skala Prioritas


No Prioritas Bobot Nilai
1 Bendung Jragung dan Sal. Induk Jragung 0.68
2 Sal. Sekunder Teluk 0.65
3 Sal. Sekunder Sugihwaras 0.56
4 Sal. Sekunder Jragung 0.55
5 Sal. Sekunder Karangsono 0.55
6 Sal. Sekunder Ngumpul 0.55
7 Sal. Sekunder Pamongan 0.55
8 Sal. Sekunder Panjen 0.54
Sumber : Hasil Analisa, 2014
Skala prioritas rehabilitasi dalam peningkatan kinerja pada Daerah Irigasi Jragung ditentukan dengan
metode AHP (Analytical Hierarcy Process) maka sebagai prioritas utama adalah Bendung dan
Saluran Induk Jragung, disusul selanjutnya yaitu Saluran Sekunder Teluk, Saluran Sekunder
Sugihwaras, Saluran Sekunder Jragung, Saluran Sekunder Karangsono, Saluran Sekunder Ngumpul,
Saluran Sekunder Pamongan dan Saluran Sekunder Panjen;

Berdasarkan hasil Penilaian Kinerja Irigasi tersebut menentukan Prioritas Penanganan dengan metode
AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan bantuan paket program Super decission 2.10.
3.3 Prioritas Penanganan dengan AHP berdasarkan hasil kinerja Irigasi dengan Permen
PU No.12/PRT/M/2015 dan PSETK

3.3.1 Prioritas Penanganan Berdasarkan Hasil Metode Permen PU No.12/PRT/M/2015

Didalam studi ini, perhitungan metode AHP dibantu dengan paket program komputer Super
Decisions 2.10. Perhitungan dengan metode AHP dilakukan dengan beberapa langkah. Membuat
struktur jaringan adalah langkah pertama dalam proses. Metode AHP adalah struktur jaringan yang
hierarkis, dengan tujuan di atas dan Tindakan di bawah (alternatif) [4]. Struktur jaringan metode AHP
terlihat di Gambar 2.
Skala Prioritas Penanganan sebagai Sasaran dapat dilihat pada gambar di atas. Bobot dan performa
termasuk dalam paket standar. sebagai alternatif yang mungkin. Perhitungan mendapat manfaat dari
penggunaan matriks perbandingan berpasangan. Bobot setiap kriteria ditentukan oleh kepentingannya
(Tabel 6). Jika dua kriteria atau alternatif memiliki nilai kondisional yang berbeda, bobot didasarkan
pada perbedaan nilai kondisionalnya.

Nilai vektor prioritas diperoleh dari hasil perhitungan matriks perbandingan. Nilai λ maksimum,
indeks konsistensi (CI), rasio konsistensi (CR), dan rasio indeks (RI) semuanya dihitung
menggunakan nilai vektor prioritas. Data dapat diterima jika CR<0,1, menurut perbandingan matriks
berpasangan. Setelah itu, matriks perbandingan kriteria kinerja dengan opsi alternatif dihitung.
Contoh kriteria bobot alternatif ditunjukkan pada Tabel 5.

Data dikatakan konsisten jika CR < 0.1 untuk semua matriks pembanding dihitung. Semua kriteria
diberi bobot yang tepat dalam kaitannya satu sama lain. Setelah itu, ditentukan urutan skala Prioritas.
Prioritas harus diberikan sesuai dengan nilai limit. Gambar 3 menggambarkan urutan prioritas yang
ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum bersumber dari Peraturan No. 12/PRT/M/2015 untuk
pendekatan AHP.
Infrastruktur fisik, dengan nilai 0,171, tampak menjadi prioritas utama pada gambar di atas.
Kemudian dimungkinkan untuk menentukan aspek Infrastruktur Fisik mana yang akan mendapat
perhatian tertinggi sebagai hasil dari hasilnya.

3.3.1.1 Perhitungan Prioritas Penanganan Aspek Prasarana Fisik Metode Analytic Hierarchy Process
(AHP)

Setelah menghitung prioritas pada keenam aspek dan didapatkan prioritas penanganannya adalah
prioritas fisik, maka akan dihitung lagi pada keenam Aspek Prasarana Fisik aspek mana yang paling
membutuhkan penanganan atau perbaikan. Seperti rangkaian perhitungan sebelumnya, kita mulai
dengan membangun struktur hierarki sebagai berikut:

Gambar 4 menunjukkan bahwa Skala Prioritas Penanganan adalah hasil akhir yang diinginkan. Skor
berbobot atau skor kinerja juga dapat digunakan sebagai kriteria alternatif. Hitung menggunakan
matriks perbandingan berpasangan Pentingnya setiap kriteria tercermin dalam pembobotannya (Tabel
8). Nilai bersyarat dari kriteria atau alternatif digunakan untuk menghitung bobot.
Hal tersebut disimpulkan melalui perbandingan hasil komputasi matriks nilai vector prioritas.
Langkah beriktunya adalah membuat matriks perbandingan ganda dari kriteria kinerja dan alternatif.
Kriteria bobot untuk setiap alternatif ditunjukkan pada Tabel 7.

Setelah menghitung keseluruhan matriks perbandingan yang memiliki pasangan, CR<0,1 digunakan
untuk menyatakan data konsisten. Akibatnya, kami memiliki peringkat kepentingan. Dengan
menggunakan pendekatan AHP, pentingnya infrastruktur fisik ditunjukkan Gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan bahwa bangunan utama memiliki nilai batas 0,136 untuk penanganan aspek
infrastruktur fisik.

2.2.1 Penilaian Kondisi Fisik Irigasi


Penilaian kondisi fisik irigasi mengacu pada Kriteria dan Bobot Penilaian Kinerja Irigasi yang diatur
oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2018. Penilaian dilakukan
berdasarkan hasil Inventarisasi yang memuat kondisi aktual pada DI terkait. Pada studi ini penilaian
dibagi menjadi:
a. Saluran Pembawa
b. Bangunan Utama
c. Bangunan pada Saluran Pembawa (Bangunan Pengatur, Bangunan Ukur, Bangunan Pelengkap)

Pembobotan dilakukan untuk memberikan pembobotan kepentingan antar elemen [9] , dalam hal ini
aset irigasi. Pembobotan disajikan dalam skala kuantitatif 1 sampai dengan 9 [10], pada studi ini
diterapkan pembobotan melalui range atau selisih nilai dan dipakai tingkat pembobotan kepentingan 3
sampai 7. Parameter selisih perbandingan nilai kondisi untuk pembobotan dapat dilihat pada tabel 1.
Hasil perhitungan skala prioritas menunjukkan hasil yang sama dari kedua metode dengan nilai yang
berbeda. Urutan skala prioritas untuk alternatif pada peringkat pertama adalah DI Sumber Gogosan
dan selanjutnya adalah DI Selokambang, sedangkan untuk kriteria pada peringkat pertama adalah
Bangunan Utama, dilanjutkan oleh Saluran Pembawa dan pada peringkat terakhir adalah Bangunan
pada Saluran Pembawa.

Berdasarkan perhitungan komponen kinerja Saluran Sekunder Kragilan didapat bahwa kondisi
kerusakan Saluran Sekunder Kragilan sebesar 27,23%. Dari hasil perhitungan, kondisi Saluran
Sekunder Kragilan saat ini dalam keadaan RUSAK SEDANG. Sesuai klasifikasi kondisi komponen
dan mengacu pada Per.Men PUPR No. 12/PRT/M/2015 di mana kondisi komponen Saluran
Sekunder Kragilan diantara 21%-40%. Dengan kondisi komponen aset di lapangan rusak sedang
aset membutuhkan pekerjaan pemeliharaan. Komponen Saluran Sekunder yang membutuhkan
prioritas perbaikan dan pemeliharaan adalah Bangunan Sadap dan Bangunan Talang.

Perhitungan Fungsi Komponen Kinerja Saluran Sekunder Kragilan.


Nilai Fungsi pada komponen kinerja Saluran Sekunder Kragilan didapat perkalian antara
prosentase kerusakan komponen Saluran Sekunder Kragilan dengan bobot kinerja komponen
berdasarkan metode AHP.

Berdasarkan perhitungan komponen kinerja Saluran Sekunder didapat hasil bahwa fungsi
komponen Saluran Sekunder Kragilan sebesar 72,77 %. Sehingga diketahui bahwa fungsi
komponen Saluran Sekunder Kragilan dalam keadaan BAIK. Sesuai klasifikasi kondisi komponen
dan mengacu pada Per.Men PUPR No. 12/PRT/M/2015 di mana fungsi komponen Saluran Sekunder
Kragilan di antara 70% - 79%. Bangunan Sadap, Bangunan Ukur dan Penguras perlu dilakukan
pemeliharaan. Bangunan talang, terjunan, mandi hewan dan jembatan perlu dilakukan rehabilitasi.
2. Dengan menggunakan metode AHP yang didasarkan pada hasil penilaian jaringan irigasi sesuai
dengan Formulir Penilaian Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No. 32/PRT/M/2007 dan Pedoman
Penilaian Jaringan Irigasi dari Subdit. Bina Program, Ditjen Air, Jakarta, 1999 maka didapatkan skala
prioritas pemeliharaan jaringan irigasi yaitu prioritas pertama adalah Daerah Irigasi Kulem, prioritas
kedua adalah Daerah Irigasi Renggung, dan yang terakhir adalah Daerah Irigasi Katon dengan total
skor secara berurutan adalah 0,5401; 0,2589; dan 0,2010.

3. Sesuai dengan hasil perhitungan skala prioritas pemeliharaan jaringan irigasi dengan metode AHP, maka
faktor-faktor yang harus terlebih dahulu ditangani dari ketiga daerah irigasi tersebut adalah :

a. Untuk Daerah Irigasi Kulem, faktorfaktor yang harus lebih dulu ditangani secara berurutan adalah prasarana
fisik dengan nilai prioritas 0,2674; produktifitas tanaman dengan nilai prioritas 0,2109; organisasi personalia
dengan nilai prioritas 0,0312; kondisi kelembagaan P3A dengan nilai prioritas 0,0142; sarana penunjang dengan
nilai prioritas 0,0118; dan dokumentasi dengan nilai prioritas 0,0047.
b. Untuk Daerah Irigasi Renggung, faktor-faktor yang harus lebih dulu ditangani secara berurutan adalah sarana
penunjang dengan nilai prioritas 0,1023; prasarana fisik dengan nilai prioritas 0,0714; organisasi personalia
dengan nilai prioritas 0,0312; produktifitas tanaman dengan nilai prioritas 0,0243; dokumentasi dengan
nilaiprioritas 0,0236; dan kondisi kelembagaan P3A dengan nilai prioritas 0,0061.
c. Untuk Daerah Irigasi Katon, faktorfaktor yang harus lebih dulu ditangani secara berurutan adalah
produktifitas tanaman dengan nilai prioritas 0,0563; kondisi kelembagaan P3A dengan nilai prioritas 0,0533;
organisasi personalia dengan nilai prioritas 0,0312; prasarana fisik dengan nilai prioritas 0,0308; sarana
penunjang dengan nilai prioritas 0,0273; dan dokumentasi dengan nilai prioritas 0,0021.

3.7 Skala Prioritas Penanganan


Software PDSDA-PAI Versi 2.0 yang digunakan untuk menghitung analisa skala
prioritas pada penanganan aspek prasarana fisik menggunakan pedoman dari Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum no 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset Irigasi.
Urutan penanganan yang diperoleh dari perhitungan dapat dilakukan analisa ulang,
mengingat urutan penanganan tersebut didapatkan berdasarkan Persamaan 2, dimana
kerusakan aset tidak menjadi pertimbangan efektivitas dari sistem irigasi Analisa ulang
dalam upaya menentukan urutan skala prioritas penanganan aset dilakukan secara bertahap.

Tahapan awal yang dilakukan yaitu skala prioritas penanganan diurutkan berdasarkan skor
prioritas, selanjutnya berdasarkan urutan tingkat urgensi dilakukan proses sorting data.
Berdasarkan pada waktu dilakukannya penanganan suatu aset irigasi beserta
pertimbangan mengenai dampak kerusakan pada aset jaringan irigasi dengan kaitannya
pada efektivitas sistem jaringan irigasi, maka dapat ditentukan urutan tingkat urgensi.
Selanjutnya untuk analisa dan hasil bisa dilihat pada Tabel 9 berikut:
Nilai skor prioritas aset-aset jaringan irigasi pada Daerah Irigasi Kedung Bantal telah
diurutkan berdasarkan urutan dari yang terkecil hingga yang terbesar dapat dilihat pada
tabel 9 diatas, sehingga dapat diperoleh urutan penanganan yang harus dilakukan terlebih
dahulu.

Anda mungkin juga menyukai