Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEJARAH PERJUANGAN RAKYAT RIAU MASA KOLONIAL

Dosen Pengampu : DIDI SYAPUTRA,SH.M.Kn

Oleh :

ALI HUSNI

NIM : 301231010018

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

SEMESTER 1

KELAS B ( MANDIRI )

UNIVERSITA ISLAM INDRAGIRI

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tentang
"SEJARAH PERJUANGAN RAKYAT RIAU MASA KOLONIAL".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,


baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.

Tembilahan, 15 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakan 2

B. Rumusan Masalah 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Masa Prasejarah 3

B. Masa Prakolonial 3

C. VOC 4

D. Masa kolonial Belanda 7

E. Raja Haji Fisabilillah 8

BAB III PENUTUP 10

A. KESIMPULAN 10

DAFTAR PUSTAKA 11

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pantai timur
pulau Sumatra bagian tengah. Wilayah pesisirnya berbatasan dengan Selat
Malaka. Hingga tahun 2004, provinsi ini juga meliputi Kepulauan Riau,
sekelompok besar pulau-pulau kecil (pulau-pulau utamanya antara lain Pulau
Batam dan Pulau Bintan) yang terletak di sebelah Timur Sumatra dan sebelah
Selatan Singapura. Kepulauan ini dimekarkan menjadi provinsi tersendiri pada
Juli 2004. Ibu kota dan kota terbesar di provinsi Riau adalah Pekanbaru, dan kota
besar lainnya setelah Pekanbaru adalah kota Dumai. Berdasarkan hasil Badan
Pusat Statistik Riau tahun 2022, penduduk provinsi Riau berjumlah 6.493.603
jiwa, dengan kepadatan penduduk 75 jiwa/km².1

Riau saat ini merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, dan
sumber dayanya didominasi oleh sumber alam, terutama minyak bumi, gas
alam, karet, kelapa sawit dan perkebunan serat. Tetapi, penebangan hutan yang
merajalela telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982
menjadi hanya 33% pada 2005.2 Rata-rata 160.000 hektare hutan habis ditebang
setiap tahun, meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektare pada tahun
2009.3 Deforestasi dengan tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit dan
produksi kertas telah menyebabkan kabut asap yang sangat mengganggu di
provinsi ini selama bertahun-tahun, dan menjalar ke negara-negara tetangga
seperti Malaysia dan Singapura.

Pada awal abad ke-16, Tome Pires, seorang penjelajah Portugal, mencatat
dalam bukunya, Suma Oriental bahwa kota-kota di pesisir timur Sumatra antara
suatu daerah yang disebutnya Arcat (sekitar Aru dan Rokan) hingga Jambi adalah

1
"Provinsi Riau Dalam Angka 2022" . BPS Provinsi Riau. hlm. 29, 30, 68, 236.
2
"WWF: The Eleventh Hour for Riau's Forests" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal
2007-06-14. Diakses tanggal 2023-10-17.
3
Rizal Harahap (16 Mei 2009) "Logging moratorium `a must' to save Riau forests". The Jakarta
Post, diakses 17 Oktober 2023

1
pelabuhan dagang yang dikuasai oleh raja-raja dari Minangkabau.4 Di wilayah
tersebut, para pedagang Minangkabau mendirikan kampung-kampung
perdagangan di sepanjang Sungai Siak, Kampar, Rokan, dan Indragiri. Satu dari
sekian banyak kampung yang terkenal adalah Senapelan yang kemudian
berkembang menjadi Pekanbaru, yang kini menjadi ibu kota provinsi.

B. Rumusan Masalah

1. Kapan VOC datang ke Riau

2. Siapa Pemimpin Perlawanan Rakyat Riau

C. Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui Sejarah Kapan Datang nya VOC Datang Ke Riau

2. Untuk Mengetahui Siapa Pemimpin Perlawanan Rakyat Riau

4
Andaya, Leonard Y. (2008). Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of
Melaka. New York: University of Hawaii press. hlm. 200

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Prasejarah

Riau diduga telah dihuni sejak masa antara 10.000-40.000 SM.


Kesimpulan ini diambil setelah penemuan alat-alat dari zaman Pleistosin di daerah
aliran sungai Sungai Sengingi di Kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Agustus
2009. Alat batu yang ditemukan antara lain kapak penetak, perimbas, serut, serpih
dan batu inti yang merupakan bahan dasar pembuatan alat serut dan serpih. Tim
peneliti juga menemukan beberapa fosil kayu yang diprakirakan berusia lebih tua
dari alat-alat batu itu. Diduga manusia pengguna alat-alat yang ditemukan di Riau
adalah pithecanthropus erectus seperti yang pernah ditemukan di Sangiran, Jawa
Tengah. Penemuan bukti ini membuktikan ada kehidupan lebih tua di Riau yang
selama ini selalu mengacu pada penemuan Candi Muara Takus di Kampar sebagai
titik awalnya.5

B. Masa Prakolonial

Pada awal abad ke-16, Tome Pires, seorang penjelajah Portugal, mencatat
dalam bukunya, Suma Oriental bahwa kota-kota di pesisir timur Sumatra antara
suatu daerah yang disebutnya Arcat (sekitar Aru dan Rokan) hingga Jambi adalah
pelabuhan dagang yang dikuasai oleh raja-raja dari Minangkabau.6 Di wilayah
tersebut, para pedagang Minangkabau mendirikan kampung-kampung
perdagangan di sepanjang Sungai Siak, Kampar, Rokan, dan Indragiri. Satu dari
sekian banyak kampung yang terkenal adalah Senapelan yang kemudian
berkembang menjadi Pekanbaru, yang kini menjadi ibu kota provinsi.

Sejarah Riau pada masa pra-kolonial didominasi beberapa kerajaan otonom


yang menguasai berbagai wilayah di Riau. Kerajaan yang terawal, Kerajaan
Keritang, diduga telah muncul pada abad keenam, dengan wilayah kekuasaan
diperkirakan terletak di Keritang, Indragiri Hilir. Kerajaan ini pernah menjadi
5
"Artefak Masa Prasejarah Ditemukan di Riau". , diakses 17 Oktober 2013.
6
Andaya, Leonard Y. (2008). Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of
Melaka. New York: University of Hawaii press. hlm. 200

3
wilayah taklukan Majapahit, namun seiring masukkan ajaran Islam, kerajaan
tersebut dikuasai pula oleh Kesultanan Melaka. Selain kerajaan ini, terdapat
pula Kerajaan Kemuning, Kerajaan Batin Enam Suku, dan Kerajaan Indragiri,
semuanya diduga berpusat di Indragiri Hilir.7 hingga kedatangan kolonial,
terdapat beberapa kerajaan dan kesultanan di Riau. Kerajaan Tambusai, Rambah,
Kepenuhan, Rokan IV Koto dan Kunto Darussalam menguasai kawasan hulu
sungai Rokan dan anak sungainya yang sekarang menjadi kabupaten Rokan Hulu.
Kerajaan Kampar Kiri dan Singingi menguasai kawasan sehilir sungai Kampar
Kiri dan Singingi yang sekarang menjadi sebagian wilayah
kabupaten Kampar dan sebagian wilayah kabupaten Kuantan Singingi. Kerajaan
Kuantan menguasai kawasan sehilir sungai Kuantan yang sekarang menjadi
sebagian wilayah kabupaten Kuantan Singingi. Kesultanan Siak Sri
Inderapura menguasai kawasan yang sekarang menjadi kabupaten Rokan
Hilir, Bengkalis, kota Dumai, Siak, Kepulauan Meranti, sebagian kota Pekanbaru,
kawasan sehilir sungai Tapung Kiri dan kanan serta Taratak Buluh dan sekitarnya
yang sekarang masuk kabupaten Kampar.

Kesultanan Pelalawan menguasai kawasan yang sekarang menjadi


kabupaten Pelalawan. Dan kesultanan Indragiri menguasai kawasan yang
sekarang menjadi kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir, sedangkan
sebagian kawasan pesisir Indragiri dulunya menjadi wilayah kesultanan Lingga–
Riau yang berpusat di Daik Lingga. Kawasan sehilir sungai Kampar
Kanan dipimpin oleh Datuk-datuk adat mereka sendiri.

C. VOC

VOC, atau Vereenigde Oost-Indische Compagnie, yang dalam Bahasa Inggris


dikenal sebagai Dutch East India Company, adalah sebuah perusahaan dagang
yang bersejarah dan memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ekonomi dan
politik di Belanda pada abad ke-17 hingga ke-18.

Pada 10 Oktober 1784 armada VOC-Belanda yang dipimpin oleh Jacob Pieter
van Braam datang lagi ke Riau untuk memberikan ultimatum kepada Raja Ali,
7
"Sejarah Singkat Indragiri Hilir". Situs resmi pemerintah kabupaten Indragiri Hilir

4
Yang Dipertuan Muda V agar meninggalkan Riau. Sultan Mahmud menolak
intervensi Belanda itu sehingga terjadi perang pada 29 Oktober 1784.

Provinsi Riau menyimpan banyak kisah heroik masyarakatnya dalam


mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa lampau. Peperangan di
Bagan Siapiapi bahkan penyerangan secara mendadak kolonialisme Belanda di
Rengat tentunya tidak bisa dilupakan begitu saja. Begitu pula cerita Sultan Siak
yang secara sukarela menyerahkan harta kekayaannya sebesar 13 juta Golden
untuk modal kemerdekaan Indonesia, hingga puncaknya pemuda Riau
mengibarkan bendera kemerdekaan merah putih di Pekanbaru. Bagi kita di Riau,
tentunya pernah mendengar selentingan saja kisah perjuangan itu.

1. 68 Tahun Silam, 2.600 Warga Rengat Dibantai Belanda, Termasuk Ayah


Chairil Anwar

Kota Rengat, ibukota Kabupaten Indragiri, Riau, pagi hari dikejutkan dengan
meraung-raungnya pesawat Belanda di atas langit disertai dengan terjunnya para
prajurit.

Ini merupakan langkah awal sebelum akhirnya, Belanda melakukan pembantaian


terhadap rakyat Rengat dan Kabupaten Indragiri. Termasuk di dalamnya, Bupati
Toeloes, ayah kandung penyair kawakan Indonesia di zaman Kemerdekaan,
Chairil Anwar.

Letnan Himron Saheman, mantan Bupati Bengkalis, kini Ketua Legiun Veteran
Republik Indonesia (LVRI) Riau, mungkin satu-satunya saksi hidup yang masih
tinggal, berusaha mempertahankan markas Batalion III/Resimen IV/Divisi IX
Banteng.

5
2. Kibarkan Bendera China, Bagansiapi-Api Berubah Jadi Lautan Api

Tak banyak yang tahu ternyata di Provinsi Riau ada peristiwa seperti Bandung
Lautan Api, di Jawa Barat, dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari
penjajahan Belanda, 1945-1949. Itu adalah kejadian Bagansiapi-api Lautan Api.

Bedanya, jika Bandung Lautan Api merupakan upaya bumi hangus prajurit Divisi
Siliwangi saat long march ke Jawa Tengah dan Yogyakarta, maka Bagansiapi-api
Lautan Api antara pejuang Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan para
kelompok China.

Peristiwa sejarah ini bermula dari keinginan orang-orang China untuk ambil alih
kekuasaan dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Indonesia. Alasan mereka,
China sebagai sebuah negara merupakan pemenang Perang Dunia II bersama
Sekutu. Sehingga mereka ingin menjadikan Bagansiapi-api sebagai bagian negara
mereka.

3. Sultan Siak Serahkan 13 Juta Gulden Untuk Modal Indonesia Merdeka

Selama 71 tahun sejak usai penyerahan kekuasaan, harta dan kehormatannya


kepada Republik Indonesia sebagai seorang sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura,
baru tahun 2016, pemerintah meresmikan patung atau tugu yang menggambarkan
penyerahan tersebut.

Tugu Penyerahan Kesultanan Siak kepada Republik Indonesia ini


menggambarkan perjuangan Sultan Syarif Kasim II (SSK II) sebagai seorang
nasionalis sejati.

Bupati Siak, Syamsuar kepada RIAUONLINE.CO.ID, Kamis, 21 Juli 2016


malam, di kediaman dinas Bupati menceritakan, Sultan Syarif Kasim II saat
penyerahan kekuasaanya kepada Soekarno, tahun 1945, disertai dengan
pemberian uang sangat banyak.

6
4. Inilah Kisah Pengibaran Merah Putih Pertama Di Pekanbaru

Kabar Indonesia sudah merdeka ditandai dengan Proklamasi oleh Soekarno dan
Muhammad Hatta, pada 17 Agustus 1945, baru sampai ke telingan pemuda di
Pekanbaru, Riau, lima hari kemudian, 22 Agustus 1945.

Kabar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diterima melalui telegrafis Pemuda


PTT Pekanbaru, Basrul Jamal. Namun, ia belum berani mengungkapkannya
kepada pemuda lain karena situasi Pekanbaru ketika itu masih dikuasai Jepang,
negara yang kalah perang.

Berselang delapan hari kemudian, 30 Agustus 1945, barulah Basrul Jamal dan
para pemuda tergabung dalam Angkatan Muda PTT Pekanbaru, kemudian
menyebarluaskan teks Proklamasi tersebut, usai mendapat kabar kepastian utusan
yang datang dari Sumatare Barat.

D. Masa kolonial Belanda

Invasi Belanda yang agresif ke pantai timur Sumatra tidak dapat dihadang oleh
Siak. Belanda mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan mendirikan
Keresidenan Riau (Residentie Riouw) di bawah pemerintahan Hindia
Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang.8 Para sultan Siak tidak dapat
berbuat apa-apa karena mereka telah terikat perjanjian dengan Belanda.
Kedudukan Siak semakin melemah dengan adanya tarik-ulur antara Belanda
dan Inggris yang kala itu menguasai Selat Melaka, untuk mendapatkan wilayah-
wilayah strategis di pantai timur Sumatra. Para sultan Siak saat itu terpaksa
menyerah kepada kehendak Belanda dan menandatangani perjanjian pada Juli
1873 yang menyerahkan Bengkalis kepada Belanda, dan mulai saat itu, wilayah-
wilayah yang sebelumnya menjadi kekuasaan Siak satu demi satu berpindah
tangan kepada Belanda. Pada masa yang hampir bersamaan, Indragiri juga mulai
dipengaruhi oleh Belanda, namun akhirnya baru benar-benar berada di bawah

8
Netscher, E., (1854), Beschrijving van een Gedeelte der Residentie Riouw, Tijdschrift voor
Indische Taal- Land- en, Volkenkunde.

7
kekuasaan Batavia pada tahun 1938. Penguasaan Belanda atas Siak kelak menjadi
awal pecahnya Perang Aceh.

Di pesisir, Belanda bergerak cepat menghapuskan kerajaan-kerajaan yang


masih belum tunduk. Belanda menunjuk seorang residen di Tanjung Pinang untuk
mengawasi daerah-daerah pesisir, dan Belanda berhasil memakzulkan Sultan
Riau-Lingga, Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah pada Februari 1911.9

E. Raja Haji Fisabilillah

Raja Haji Fisabilillah (lahir di Kota Lama, Ulusungai, Riau, 1725 –


meninggal di Kampung Ketapang, Melaka, Malaysia, 18 Juni 1784) adalah
salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Pulau Penyengat
Inderasakti, Kota Tanjung pinang, Provinsi Kepulauan Riau. Raja Haji
Fisabililah merupakan adik dari Sultan Selangor pertama, Sultan
Salehuddin dan paman sultan Selangor kedua, Sultan Ibrahim. Namanya
diabadikan dalam nama bandar udara di Tanjung Pinang, Bandar Udara
Internasional Raja Haji Fisabilillah, salah satu masjid yang ada
di Selangor, Malaysia, yaitu kota Cyberjaya dinamakan Masjid Raja Haji
Fisabililah

Raja Haji Fisabililah atau dikenal juga sebagai Raja Haji marhum Teluk
Ketapang adalah (Raja) Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang IV. Ia
terkenal dalam melawan pemerintahan Belanda dan berhasil membangun pulau
Biram Dewa di sungai Riau Lama. Karena keberaniannya, Raja Haji Fisabililah
juga dijuluki (dipanggil) sebagai Pangeran Sutawijaya (Panembahan Senopati) di
Jambi. Ia gugur pada saat melakukan penyerangan pangkalan maritim Belanda di
Teluk Ketapang (Melaka) pada tahun 1784. Jenazahnya dipindahkan dari makam
di Melaka (Malaysia) ke Pulau Penyengat oleh Raja Ja'afar (putra mahkotanya
pada saat memerintah sebagai Yang Dipertuan Muda).

9
"Penghapusan Kerajaan Riau-Lingga 1911-1913". Tanjungpinang Pos, 14 September 2013.
Diakses 15 Oktober 2023.

8
Raja Haji Fisabilillah adalah seorang Raja Melayu-Riau yang memimpin
perlawanan terhadap VOC di wilayah Riau. Ia tewas tertembak saat menghadapi
VOC karena jumlah pasukan yang dimilikinya tidak seimbang.

9
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerajaan-kerajaan seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar pun semakin
terdesak oleh ambisi monopoli dan tindakan sewenang-wenang VOC. Peristiwa
itulah yang menjadi penyebab perlawanan Rakyat Riau Angkat Senjata untuk
mengusir VOC.

1. Pada 10 Oktober 1784 armada VOC-Belanda yang dipimpin oleh Jacob


Pieter van Braam datang lagi ke Riau untuk memberikan ultimatum
kepada Raja Ali, Yang Dipertuan Muda V agar meninggalkan Riau.
Sultan Mahmud menolak intervensi Belanda itu sehingga terjadi perang
pada 29 Oktober 1784
2. Raja Haji Fisabilillah adalah seorang Raja Melayu-Riau yang memimpin
perlawanan terhadap VOC di wilayah Riau. Ia tewas tertembak saat
menghadapi VOC karena jumlah pasukan yang dimilikinya tidak
seimbang.
B. Saran
Kepada yang membaca, khususnya masyarakat Riau dan mahasiswa agar
menanamkan kepedulian dan rasa ingin tahu tentang apa yang terjadi di
tanah Riau pada masa perjuangan dulu. hal ini dapat menanamkan sikap
nasionalisme kepada daerah dan Indonesia tentunya, agar kita dapat
menghargai jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan
bumi pertiwi dari rongrongan pihak asing. Selain itu kita juga harus
melestarikan peninggalan – peninggalan sejarah yang ada disekitar kita
agar ada yang ingin diceritakan kepada keturunan kita kelak.

10
DAFTAR PUSTAKA

Artefak Masa Prasejarah Ditemukan di Riau"

Andaya, Leonard Y. (2008). Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the

Straits of Melaka.

BPS Provinsi Riau

The Eleventh Hour for Riau's Forests"

"Logging moratorium `a must' to save Riau forests"

Provinsi Riau Dalam Angka 2022

Rizal Harahap "Logging moratorium `a must' to save Riau forests". The Jakarta

Post

"Penghapusan Kerajaan Riau-Lingga 1911-1913"

11

Anda mungkin juga menyukai