Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KERAJAAN BIMA
DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA PELAJARAN SEJARAH
INDONESIA

KELOMPOK 4

DISUSUN OLEH :

1. WULANDARI
2. INTAN
3. NAHYA WIRDHANI.R
4. NAYLA ADELIA.R
5. PANDU MAULANA

KELAS X MIPA 5

SMA NEGERI 1 TUKDANA


JL.KRN III, KARANGKERTA, KEC.TUKDANA, KABUPATEN
INDRAMAYU JAWA BARAT 45276
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya kepada kita semua berupa ilmu dan akal. Sholawat serta salam tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat
menyusun makalah dengan judul “Kerajaan Bima” ini dengan baik.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran Sejaran Indonesia. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan SMA
Negeri 1 Tukdana khususnya siswa dan siswi kelas X MIPA 5 yang selalu
mendo’akan dan memberikan motivasi kepada penyusun. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk mengevaluasi makalah ini. Kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para
pembaca pada umumnya dan pada kami selaku penyusun khususnya.

Indramayu, Februari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah . ...................................................................................... 1
C. Tujuan Makalah ............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Bima ................................................................. 3
B. Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Budaya, serta Agama Masyarakat Kerajaan
Bima ............................................................................................................... 4
C. Berakhirnya Kerajaan Bima ........................................................................... 6
D. Peninggalan Kerajaan Bima ........................................................................... 6
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 8
B. Saran ................................................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada akhir abad 15 sampai awal abad 16 Bima merupakan sebuah kerajaan
maritime yang diperhitungkan terutama pada di bidang perniagaan dan politik. Pada
saat itu dipimpin oleh Raja Manggampo Donggo dan Ma Wa’a Npada. Catatan Tome
Pires, seorang berkebangsaan Portugis, menceritakan pada tahun 1513 M Bima
dipimpin oleh seorng raja kafir yang memiliki banyak perahu, bahan makanan dan
kayu sopang yang dibawanya ke Malaka untuk dijual ke Cina.
Pada abad 17 M, Bima adalah pusat penyiaran Islam di Nusantara bagian timur
bersama dengan Ternate dan Makassar. Akhir abad 17 peran Bima menjadi lebih
besar dari Ternate dan Makassar. Karena pada awal abad 17 M Belanda sudah
berhasil melunakkan Sultan Mandarsyah Ternate dan kemudian pada tahun 1669
dapat melumpuhkan kekuatan Makassar sebagai kesultanan yang disegani di
Indonesia bagian timur. Pemerintahan kesultanan Bima ketika itu dipimpin oleh Abil
Khair Sirajudin (sultan Bimake-2 menjabat pada tahun 1640-1682).
Pemerintahan kesultanan Bima berlangsung dari tahun 1640 sampai dengan
1950. Selama ribuan tahun kesultanan dapat bertahan berikut dengan kemajuan-
kemajuannya. Dalam kurun waktu yang panjang tersebut, ada banyak sekali masalah
yang dapat diangkat sebagai penelitian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1. Bagaimana Sejarah Berdirinya Kerajaan Bima?
2. Bagaimana Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Budaya, serta Agama Masyarakat
Kerajaan Bima?
3. Bagaimana Berakhirnya Kerajaan Bima?
4. Apa saja Peninggalan Kerajaan Bima?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan yang dapat diambil adalah :
1. Untuk mengetahui Sejarah Berdirinya Kerajaan Bima
2. Untuk mengetahui Kehidupan Ekonomi, Sosial, Budaya dan Agama Masyarakat
Kerajaan Bima

1
3. Untuk mengetahui Berakhirnya Kerajaan Bima
4. Untuk mengetahui Peninggalan Kerajaan Bima

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejaran Berdirinya Kerajaan Bima


Bima adalah kabupaten daerah tingkat II di provinsi Nusa Tenggara Barat dan
kerajaan yang terpenting di pulau sumbawa maupun di kawasan pulau-pulau Sunda
Kecil pada kurun waktu abad ke 17-19. Dengan terbentuknya provinsi daerah tingkat
I Nusa Tenggara Barat melalui UU No.64/1958, maka sebagian besar wilayah
kerajaan bima yang pada waktu itu masih berstatus sebagai Swapraja menjadi
wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bima dengan Ibu kotanya di Raba-Bima.
Kerajaan Bima merupakan salah satu dianatara 6 kerajaan yang pernah ada di
pulau Sumbawa yaitu Dompu, Sanggar, Tambora, Papekat, Sumbawa dan Bima.
Dalam kitab Negara kertagama yang ditulis Mpu Prapanca tahun 1365 M, disebutkan
bahwa Taliwang, Dompu, Sape, Sanghyang Api, Bhima, Seram atau Seran, Hutan
Kadali termasuk dalam wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit. Meskipun ahli-ahli
arkeologi dan sejarah berpendapat bahwa nama-nama tersebut berlokasi di pulau
sumbawa ataukah sebagai tempat singgah (pelabuhan) para pelaut yang kemudian di
taklukkan oleh kerajaan Majapahit.
Sumber sejarah Bima adalah artefak, prasasti dan manuskrip. Sumber-sumber
tersebut menceritakan tentang fase sejarah sejak masa prasejarah hingga masuknya
Islam. Ada dua prasasti yang ditemukan di sebelah barat Teluk Bima, satu berbahasa
Sanskerta dan satunya lagi berbahasa Jawa kuno. Ini menunjukkan bahwa, kedua
bahasa tersebut ternyata juga pernah berkembang di Bima. Selain prasasti, juga
banyak terdapat naskah-naskah kuno yang ditulis di era Islam, sehingga bisa
digunakan untuk mengungkap sejarah di era tersebut. Naskah kuno berbahasa
Melayu tersebut menceritakan kehidupan sejak abad ke-17 hingga 20 M. Selain
bahasa Melayu, sebenarnya bahasa Bima juga cukup berkembang, namun, Bahasa
ini belum mencapai taraf bahasa tulis.
Bo Sangaji Kai, sebuah naskah kuno milik Kerajaan Bima yang ditulis dalam
Bahasa Arab Melayu menceritakan bahwa, sejarah Bima dimulai pada abad ke-14 M.
Ketika itu, pulau Sumbawa diperintah oleh kepala suku yang disebut Ncuhi. Pulau
Sumbawa tersebut terbagi dalam lima wilayah kekuasaan Ncuhi : selatan, barat, utara,
timur, dan tengah. Ncuhi terkuat adalah Ncuhi Dara, wilayahnya disebut Kampung
3
Dara. Struktur Ncuhi mulai mengalami perubahan ketika Indra Zamrud, anak Sang
Bima diangkat menjadi Raja Bima pertama. Selanjutnya, Indra Zamrud
menggunakan nama ayahnya, yaitu Bima untuk menyebut kawasan yang meliputi
pulau Sumbawa tersebut.
Indra Zamrud di tuha ro lanti atau dinobatkan menjadi Sangaji atau Raja yang
pertama. Setelah Indra Zamrud dewasa dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas
dalam bidang pemerintahan, maka pada akhir abad 11 M, ia di tuha ro lanti oleh
Ncuhi Dara. Dengan persetujuan semua ncuhi, untuk menjadi Sangaji atau Raja Dana
Mbojo yang pertama. Dengan demikian berakhirlah jaman ncuhi. Masyarakat Mbojo
Bima memasuki jaman baru, yaitu jaman kerajaan. Pimpinan pemerintahan bukan
lagi dipegang oleh ncuhi, tetapi dipegang oleh Sangaji atau Raja.
Dalam masa selanjutnya, Mbojo bukan hanya nama daerah, tetapi merupakan
nama suku yang menjadi penduduk di Kabupaten Bima dan Dompu sekarang.
Sedangkan Bima sudah menjadi nama daerah bukan nama suku. Pada masa
kesultanan, suku Mbojo membaur atau melakukan pernikahan dengan suku Makasar
dan Bugis. Sehingga adat istiadat serta bahasanya, banyak persamaan dengan adat
istiadat serta Bahasa suku Makasar dan Bugis. Dou Mbojo yang enggan membaur
dengan suku Makasar dan Bugis, terdesak ke daerah Donggo atau pegunungan. Oleh
sebab itu, mereka disebut Dou Donggo atau orang pegunungan. Dou Donggo
mempunyai adat istiadat serta Bahasa yang berbeda dengan dou Mbojo. Dou Donggo
bermukim di dua tempat, yaitu disekitar kaki Gunung Ro’o Salunga di wilayah
Kecamatan Donggo sekarang dan di kaki Gunung Lambitu di wilayah Kecamatan
Wawo sekarang. Yang bertempat tinggal di sekitar Gunung Ro’o Salunga, disebut
Dou Donggo Ipa (orang Donggo seberang), sedangkan yang berada di kaki Gunung
Lambitu, disebut Dou Donggo Ele (orang Donggo Timur).
B. Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Budaya, serta Agama Masyarakat Kerajaan
Bima
1. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi Kesultanan Bima cukup baik karena secara geografis
wilayah kekuasaannya berada di ujung timur Pulau Sumbawa. Berdasarkan
lokasinya tersebut, kerajaan ini mempunyai teluk yang dimanfaatkan sebagai
titik pelayaran. Masyarakat menggunakan lokasi tersebut sebagai pusat
pelayaran dan perdagangan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi mereka.

4
Interaksi antara masyarakat Bima dengan pedagang pendatang yang
mayoritas beragama Islam menjadi awal banyaknya penduduk yang kemudian
memeluk agama Islam. Apalagi pada awal berdirinya kerajaan ini, masyarakat
Bima masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Para pedagang
banyak yang menjual beberapa barang seperti rotan, selapang dan soga.
2. Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial di wilayah Kerajaan Bima terdiri dari beberapa suku,
sementara untuk penduduk aslinya berasal dari suku Donggo yang menghuni
wilayah pegunungan. Sedangkan untuk penduduk lainnya berasal dari suku
Bima yang merupakan pendatang dari suku Bugis dan suku Makassar di
wilayah pesisir Bima. Para pendatang tersebut menikah dengan penduduk asli
dan menetap sebagai masyarakat suku Bima pada abad ke-14.
Pendatang lainnya ada juga yang berasal dari suku Minangkabau dan
suku Melayu yang menetap di daerah Benteng, Kampung Melayu dan Teluk
Bima. Meskipun berasal dari beberapa suku yang berbeda, kehidupan sosial di
lingkungan masyarakat Kesultanan Bima hidup dengan rukun dan
berdampingan sebagai pedagang maupun pelayar. Menariknya lagi, di wilayah
kerajaan juga terdapat pemukiman Arab, mereka datang sebagai mubaligh dan
pedagang.
Sementara jika diperhatikan dari kehidupan budaya, masyarakat di
Kesultanan Bima hampir sebagian besar berpegangan teguh pada budaya-
budaya islami. Namun budaya Islam tersebut baru berkembang sejak Kerajaan
Bima berubah menjadi Kesultanan Bima.
3. Kehidupan Agama
Seperti yang kita tahu bahwa Kerajaan Bima merupakan kerajaan Islam
sejak pemimpinnya, Raja La Kai l, memutuskan untuk menjadi seorang mualaf
dan memeluk agama Islam pada awal tahun 1030 Hijriyah. Agama Islam
diperkenalkan pertama kali oleh Sayyid Murtolo dari Gresik, seorang putra
Syekh Maulana Ibrahim Asmara. Penyiaran agama Islam sendiri di kehidupan
Kesultanan Bima dilakukan bersamaan dengan kegiatan perdagangan.
Awalnya Islam hanya diterima oleh kelompok-kelompok kecil serta
masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Penyebaran agama Islam juga
mendapat pengaruh dari Kerajaan Gowa yang memperluas penyiaran ke

5
Kepulauan Nusa Tenggara, khususnya di Pulau Sumbawa. Kemudian
penyebaran Islam dilanjutkan oleh para pedagang dari kesultanan Ternate,
Kesultanan Bone, Kesultanan Luwu dan kerajaan Tallo.
Sejak menjadi Kesultanan Bima yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, sehingga Sultan Bima menerapkan hukum Islam dan hukum adat secara
bersamaan. Pada tahun 1788, Kerajaan Bima telah mendirikan peradilan Islam
yang bernama mahkamah Syariah yang mempunyai fungsi utama untuk
mengadili urusan syariat keagamaan. Mulai dari sini juga-lah mayoritas
masyarakat yang tinggal di Kesultanan Bima hidup dengan aturan dan ajaran
agama Islam. Selain melalui perdagangan, penyiaran agama Islam juga
dilakukan melalui syair-syair dalam sastra dan sejarah.
C. Berakhirnya Kerajaan Bima
Kesultanan Bima berakhir pada tahun 1951 saat Sultan Muhammad Salahuddin
wafat, dan dinyatakan sebagai pimpinan terakhir di kesultanan ini. Sebelum
Kesultanan Bima berakhir, Bima telah mengakui kedaulatan Republik Indonesia dan
menjadi bagian dari wilayah tanah air. Sehingga saat ini secara administratif, Bima
berada dalam wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sayangnya tidak ada penjelasan secara rinci mengenai penyebab runtuhnya
Kesultanan Bima. Padahal pada masa periode kepemimpinan Muhammad
Salahuddin, kehidupan masyarakat di Bima cukup makmur dan maju dalam berbagai
bidang. Siti Maryam, salah seorang Putri Sultan, menyerahkan Bangunan Kerajaan
kepada pemerintahan dan kini di jadikan Museum. Di antara peninggalan yang masih
bisa di lihat adalah Mahkota, Pedang dan Funitur.
D. Peninggalan Kerajaan Bima
Ada beberapa peninggalan sejarah yang menjadi jejak keberadaan Kesultanan
Bima, diantaranya sebagai berikut :
1. Istana Asi Mbojo
Peninggalan ini dibangun pada tahun 1888 saat masa kepemimpinan
Sultan Ibrahim dan digunakan pada masa kepemimpinan Sultan Muhammad
Salahuddin. Arsitektur pembangunan Istana Asi Mbojo dirancang oleh arsitek
Obzicter Rahatta dengan memadukan gaya Belanda dan Bima. Pada masa
Kesultanan Bima, istana ini digunakan sebagai kediaman keluarga Sultan dan
sebagai pusat penyiaran agama. Setelah kerajaan berakhir, saat ini Istana Asi

6
Mbojo menjadi museum peninggalan sejarah dan bisa dikunjungi oleh
wisatawan.
2. Istana Asi Bou
Peninggalan lainnya adalah Istana ASI Bou yang dibangun pada tahun
1927, dulunya juga digunakan sebagai kediaman Sultan dan keluarganya.
Istana ini dibangun sebagai kediaman sementara karena istana Asi Mbojo
sedang dilakukan renovasi. Desain arsitekturnya berupa rumah panggung
tradisional yang terbuat dari kayu jati. Pembangunannya menggunakan dana
pribadi Sultan Muhammad Salahuddin dan sebagian disokong dari kas
keuangan Kesultanan Bima.
3. Masjid Sultan Muhammad Salahuddin
Pada masa kepemimpinan Sultan Abdul Kadim, dibangun Masjid Sultan
Muhammad Salahuddin tahun 1737 Masehi. Pembangunan masjid sempat
terhenti, kemudian diteruskan kembali oleh Sultan Abdul Hamid. Desain
masjid dibuat bersusun tiga, hampir mirip seperti arsitektur masjid Kudus.
Namun, masjid ini hancur setelah di bom oleh pasukan sekutu dalam perang
dunia ke-2. Sultan Muhammad Salahuddin kemudian memerintahkan
pasukannya untuk pembangunan ulang masjid.
4. Masjid Al-Muwahiddin
Ada juga peninggalan berupa masjid Al-Muwahhidin yang didirikan pada
1947 saat kepemimpinan Sultan Muhammad Salahuddin. Pembangunan masjid
ini bertujuan sebagai tempat ibadah sementara karena masjid Muhammad
Salahuddin hancur. Di sini menjadi tempat kegiatan studi Islam, dakwah dan
ibadah.
5. Rimpu
Rimpu diketahui merupakan pakaian wanita muslimah pada masa
Kesultanan Bima. Busana ini digunakan sebagai penutup tubuh dan penutup
kepala yang terdiri dari 2 lembar kain sarung. Satu kain sarung untuk menutupi
kepala, dan satu sarung lainnya diikat pada perut untuk pengganti rok. Rimpu
pertama kali dikenalkan di Bima pada abad ke-17 Masehi dan saat ini menjadi
salah satu peninggalan Kesultanan Bima.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Bima adalah kabupaten daerah tingkat II di provinsi Nusa Tenggara Barat dan
kerajaan yang terpenting di pulau sumbawa maupun di kawasan pulau-pulau Sunda
Kecil pada kurun waktu abad ke 17-19. Kerajaan Bima merupakan salah satu
diantara 6 kerajaan yang pernah ada di pulau Sumbawa yaitu Dompu, Sanggar,
Tambora, Papekat, Sumbawa dan Bima. Dalam kitab Negara kertagama yang ditulis
Mpu Prapanca tahun 1365 M, disebutkan bahwa Taliwang, Dompu, Sape,
Sanghyang Api, Bhima, Seram atau Seran, Hutan Kadali termasuk dalam wilayah
kekuasaan kerajaan Majapahit. Sedangkan kehidupan masyarakat Bima terdiri dari
kehidupan ekonomi, kehidupan sosial dan budaya serta kehidupan agama. Untuk
penyebab berakhirnya kerajaan Bima tidak ada penjelasan secara rinci. Padahal pada
masa periode kepemimpinan Muhammad Salahuddin, kehidupan masyarakat di
Bima cukup makmur dan maju dalam berbagai bidang.sedangkan peninggalan
sejarah yang menjadi jejak keberadaan Kesultanan Bima, diantaranya sebagai
berikut :
1. Istana Asi Mbojo
2. Istana Asi Bou
3. Masjid Sultan Muhammad Salahuddin
4. Masjid Al-Muwahiddin
5. Rimpu
B. Saran
Dengan adanya keberadaan kerajaan-kerajaan yang terlahir di Indonesia, kita
harus bisa mengapresiasi peninggalan-peninggalan yang menjadi sumber ilmu
pendidikan dari generasi ke generasi. Upaya pengapresiasian itu sendiri dapat dengan
melestarikannya, memeliharanya, dan tidak merusaknya. Jika kita dapat
berpartisipasi dalam upaya tersebut, berarti kita mengangkat derajat dan jati diri
bangsa. Dengan begitu kita dapat menanamkan rasa nasionalisme terhadap negara
Indonesia.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/8760525/Makalah_Kerajaan_BIMA, diakses pada hari Sabtu, 25


Februari 2023

https://www.selasar.com/kerajaan/bima/#a_Kehidupan_Sosial_dan_Budaya, diakses pada hari


Sabtu, 25 Februari 2023

https://munsirberbagi.blogspot.com/2012/12/v-behaviorurldefaultvmlo_28.html, diakses pada


hari Sabtu, 25 Februari 2023

Anda mungkin juga menyukai