TAPANULI SELATAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Oleh :
KELAS B
JURUSAN ARSITEKTUR
2022
KEARIFAN LOKAL TAPANULI SELATAN
1. Latar Belakang
Sejak ditetapkan UU Nomor 37 dan 38 Tahun 2007, khususnya pasal 21 ayat (1)
dan ayat (2) justru Bupati Tapanuli Selatan waktu itu Ongku P. Hasibuan mengalihkan
ibukota kabupaten Tapanuli Selatan ke Desa Tolang dalam kawasan Maragordong di
perbatasan kecamatan Angkola Timur dan kecamatan Sipirok dengan mengajukan lahan
seluas 275 hektar dalam kawasan tersebut kepada Menteri Kehutanan untuk merintis
pengalihan ibukota. Ditambah UU Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota
Padangsidimpuan, mestinya ada program percepatan penyerahan seluruh aset yang berada
di Kota Padangsidimpuan kepada Pemko Padangsidimpuan.
Di daerah ini terdapat bukit dan gunung yang terkenal yaitu Lubuk Raya, Sibual-
buali, Simago-mago, dan lainnyam Terdapat juga objek wisata Danau Marsabut, Danau
Siais, Danau Buatan Cekdam, Pemandian Aek Sijorni, Istana Adat kemudian memiliki
hasil pertanian seperti kopi, padi salak, karet, kakao, kelapa sawit, pinang dan kayu
manis.
Etnis Angkola memiliki hubungan yang sangat erat dengan kekerabatan marga-
marga (tarombo), persamaan bahasa, budaya, agama yang dianut sebagian besar
masyarakatnya. Jumlah populasi etnis Angkola sekitar 1.199.000 terdiri dari Islam (90
%), dan Kristen Protestan (10 %). Selain itu masih banyak anggapan penduduk asli
Tapanuli Selatan semuanya etnis Tapanuli Selatan dan sebagian Batak.
Etnik Angkola memiliki ciri tersendiri seperti falsafah dasar ‘Dalihan Na Tolu’
sebagai tatanan/pandangan hidup sampai saat ini. Dari segi kekeluargaan etnik Angkola
dibagi kepada: (1) MORA pihak keluarga pemberi boru. ‘Mora’ ini mendapat posisi
didahulukan karena memiliki posisi yang sangat dihormati, disanjung Raja-Raja maupun
Pemangku Adat. (2) SUHUT dengan KAHANGGI, keluarga yang mempunyai hajatan
atau ‘horja adat’ (pesta), termasuk didalamnya ‘Suhut’ selaku tuan rumah. (3) ANAK
BORU, pihak keluarga pemberi boru (pangalehen boru).
Dalam adat tapanuli selatan apabila sedang melansukan acara pesta pernikahan
Anak Boru dalam hal ini bertugas dibagian dapur dalam mensukseskan makanan yang
untuk dihidangkan kepada semua tamu undangan.
Dalam adat tapanuli selatan yang puja hajatan Mora seperti raja dalam satu hari
pest aitu berlangsung dimana tugas mereka hanya menyambut dan tamu undangan-
undangan yang datang.
Secara tradisional komunitas Angkola dan Tapanuli Selatan mengenal beberapa konsep
dasar berkenaan dengan pembagian tata ruang dan penguasaan wilayah serta sumberdaya
yang ada di dalamnya. Tiga diantaranya yang paling pokok dan akan diuraikan berikut ini
adalah Banua, Huta dan Janjian. Banua mengandung pengertian satu kesatuan wilayah;
Huta mengandung pengertian satu kesatuan tempat pemukiman penduduk; sedangkan
Janjian merupakan persekutuan teritorial sejumlah Banua yang diikat oleh kesatuan adat
dan bukan oleh kesatuan politik. Di daerah Angkola, padanan konsep terakhir itu dikenal
dengan sebutan Hayuara Mardomu Bulung. Ketiga konsep tersebut terutama berlaku
dalam tatanan kehidupan masyarakat Angkola dan Tapanuli Selatan sebelum
diterapkannya pembagian wilayah administratif menurut perundangundangan negara
Republik Indonesia. (i) Banua merupakan satu kesatuan wilayah dengan satu kesatuan
masyarakat hukum yang otonom dalam
Dalam tradisi masyarakat Angkola/ Tapanuli Selatan dikenal adanya kolam ikan
luas (tobat bolak) dan areal sawah (saba bolak) yang dipunyai oleh kerajaan. Keduanya
fungsional untuk menopang fungsi raja sebagai “talaga na so tola hiang” (tempat
persediaan makanan yang tidak boleh kering).
Keterangan: (1) Huta X; (2) Huta Y; (A) Pemukiman penduduk; (B) Areal persawahan;
(C) Areal perladangan (auma, gasgas); (D) Kawasan hutan (harangan); (E) Kawasan
hutan belantara (tombak, rubaton)
Setiap Huta/Banua juga memiliki kawasan hutan yang terlarang untuk aktivitas
pertanian, berburu maupun meramu hasil-hasil hutan. Areal hutan yang terlarang
demikian disebut harangan rarangan (hutan larangan). Keberadaan areal hutan terlarang
biasanya dilegitimasi oleh adanya unsur-unsur kepercayaan, misalnya kepercayaan
penduduk bahwa bagian tertentu dari wilayah hutan mereka tabu untuk dimasuki atau
dibuka untuk lahan pertanian. Ada kepercayaan pribumi bahwa tempat-tempat tertentu di
dalam kawasan hutan dihuni oleh makhluk-makhluk halus (begu) yang bisa mengganggu
manusia. Tempat-tempat seperti itu dinamakan “naborgoborgo”. Kepercayaan demikian
merupakan bentuk kearifan lokal bercorak religio-magis yang fungsional untuk menjaga
kelestarian sumberdaya, karena tempat-tempat yang disebut “naborgo-borgo” tersebut
biasanya merupakan kawasan mata air, atau daerah resapan air, yang vital dalam
pemeliharaan tata air bagi komunitas penduduk di sekelilingnya.
setelah beberapa kali musim tanam (tanaman padi dan palawija) disebut (e)
gasgas (semak belukar); dan apabila semak belukar tersebut terus dibiarkan tanpa diolah
kembali, maka lahan itu akan berevolusi kembali menjadi hutan sekunder (harangan).
Lahan ladang (auma) yang terus diolah dan ditanami dengan tanaman keras akan berubah
kategori menjadi (f) kobun (kebun), misalnya kebun karet, kebun kopi, dll.
6. Bangunan Tradisional Kabupaten tapanuli selatan
Tapanuli Selatan merupakan salah satu suku yang berasal dari daerah Sumatera
Utara. Suku ini memiliki rumah adat yang bernama Bagas Godang. Dalam terminologi
masyarakat Tapanuli Selatan Bagas sebagai rumah dan Godang berarti besar. Jadi secara
harfiah memiliki arti sebagai rumah besar.
Rumah ini memiliki arsitektur khas Tapanuli Selatan. Berbentuk empat persegi
panjang dengan menggunakan kayu berjumlah ganjil sebagai penyangganya. Kemudian
ruangannya terdiri dari ruang depan, ruang tengah, ruang tidur dan dapur.
Material untuk membangun rumah adat Tapanuli Selatan terbuat dari bahan kayu,
berkolong dengan tujuh atau sembilan anak tangga. Memiliki pintu yang lebar dan
berbunyi keras jika dibuka. Konstruksi atap berbentuk tarup silengkung dolok, seperti
atap pedati.
Sistem struktur rumah pada umumnya tidak berbeda dengan rumah tradisional
yang terdiri dari tiga bagian yaitu struktur bagian bawah, struktur bagian tengah dan
struktur bagian atas.
Bagian bawah terdiri dari tapak pondasi, tiang pondasi dan balok-balok lantai.
Struktur bagian tengah merupakan struktur dinding, pintu dan jendela. Sementara struktur
bagian atas merupakan struktur atap dan penutup atap serta atap.
Berikut Struktur Rumah Tradisional Tapanuli Selatan. Langsung Saja Simak Ulasannya.
A. Pondasi
B. Tiang
Pada rumah raja, tiangnya berbentuk segi delapan, terkenal dengan sebutan tarah
salapan. Menandakan bahwa pembangunan Sopo Godang (balai sindang adat) dikerjakan
secara gotong royong oleh penduduk di seluruh penjuru mata angin (yaitu delapan arah).
Sedangkan pada rumah rakyat bentuknya adalah persegi empat. Hal ini menunjukan
sistem kepemimpinan dari penghuninya.
C. Balok Lantai
D. Dinding
Pada umumnya terbuat dari bilah-bilah papan. Sambungan antara papan
menggunakan sistem lidah yang menggunakan paku ke tiang tambahan. Dinding
dipasang secara horizontal pada sekeliling bangunan dan begitu juga dengan pembatas
antar ruang. Sedangkan pembatas ruang pada serambi depan dan belakang berupa pagar
yang terbuat dari besi profil yang bermotif dan kayu profil.
Pintu dan jendela rumah tradisional Tapanuli Selatan berbentuk panel. Pada sebagian
rumah raja bagian atas terdapat ventilasi tambahan motif sisir dan sebagian rumah,
termasuk rumah rakyat, tidak memiliki ventilasi tambahan.
F. Tangga
Bentuk tangga pada rumah tradisional, terutama rumah raja tandanya yaitu
menggunakan material kayu dengan jumlah anak tangga sembilan buah. Anak tangga
berjumlah sembilan memiliki makna yang sakral dan magis, yaitu mewakili sembilan
tokoh adat yang berwenang dalam adat dan mewakili tiap huta dari delapan arah mata
angin. Bagas Godang sebagai pusatnya.
G. Atap
Bentuk garis bubungan atap rumah tradisional Tapanuli Selatan terdiri dari tiga
jenis yaitu bentuk melengkung atau atap silingkung dolok pancucuran, atap sarotole dan
atap sarocino. Atap melengkung dan datar memiliki gable segitiga pada bagian depan
yang menjadi ciri sebagai atap rumah raja.
Fungsi Bangunan
Bangunan ini berfungsi sebagai tempat tinggal atau kediaman raja Panusunan
maupun raja Pamusuk sebagai pemimpin huta. Biasanya Bagas Godang raja Panusunan
lebih besar dari raja Pamusuk. Secara adat Bagas Godang melambangkan bona bulu yang
berarti bahwa huta tersebut telah memiliki satu perangkat adat yang lengkap seperti
dalihan natolu, namora natoras, datu, sibaso, ulu balang, panggora dan raja Pamusuk
sebagai raja adat. Selain sebagai tempat raja, Bagas Godang juga berfungsi sebagai
tempat penyelenggara upacara adat. Dan sebagai tempat perlindungan bagi anggota
masyarakat yang keamanannya dijamin oleh raja.