Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TENTANG KEBUDAYAAN SULAWESI UTARA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

            Allah telah memberikan dorongan kepada manusia untuk memikirkan alam semesta,
mengadakan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, merenungkan keindahan
ciptaannya dan mengungkap hukum- hukum nya di alam semesta ini.
            Manusia sebagai kholifah di bumi dengan akal budi dan ilmu pengetahuan yang di
ajarkan Allah dan dari semua manusia, manusia di tuntut untuk mampu menciptakan
piranti kehidupannya. Dengan karunia Allah dan akal budi serta cipta rasa dan karsa,
manusia mampu menghasilkan kebudayaannya.Dari hasil- hasil budaya manusia itu dapat
di bagi menjadi dua macam:
1.    Kebudayaan jasmaniah (kebudayaan fisik) yang meliputi benda- benda ciptaan manusia,
misalnya alat- alat perlengkapan hidup.
2.    Kebudayaan rohaniah ( nonmaterial) yaitu semua hasil ciptaan manusia yang tidak dapat
di raba atau di lihat, seperti bahasa, seni, religi, ilmu pengetahuan.
Sulawesi Utara sebagai komunitas kultural mempunyai kebudayaannya sendiri yang di
tampilkan lewat unsur- unsur kebudayaan. Kebudayaan suatu daerah merupakan identitas
bagi daerah tersebut.

B.     Perumusan Masalah


A.    Bagaimana sejarah kebudayaan Sulawesi Utara.?
B.     Seperti apa adat istiadat Sulawesi Utara. ?
C.     Bagaimana bentuk pakaian adat Sulawesi Utara. ?
D.    Bagaimana bentuk senjata adat Sulawesi Utara. ?
E.     Apa saja Makanan Khas Sulawesi Utara. ?
F.      Seperti apa bentuk rumah adat Sulawesi Utara. ?
G.    Apa agama penduduk Sulawesi Utara. ?
H.    Apa bahasa penduduk bahasa Sulawesi Utara. ?
I.      Bagaimana sistem kekerabatan Sulawesi Utara. ?
J. Bagaimana Toleransi antar umat beragama di Sulawesi Utara?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kebudayaan Sulawesi Utara


Provins Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang
sebelum daerah yang berada paling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi Daerah
Tingkat I. Pada permulaan Kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus
Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 5 Tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian iaitu, Provinsi
Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Gabenor pertama Provinsi
Sulawesi Utara-Tengah adalah MR. A.A. Baramuli dan Wakil Gabenor Latkol F.J. Tumbelaka.
Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah adalah Kotapraja Manado,
Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing Sangihe Talaud,
Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso dan
Luwuk/Banggai. Pada tanggal 23 September 1964, di saat Pemerintah Republik Indonesia
memberlakukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan
status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dengan menjadikan Sulawesi Utara sebagai
Daerah Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Sejak saat itu, secara de
facto Daerah Tingkat I Sulawesi Utara membentang dari Utara ke Selatan Barat Daya, dari
Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai Molosipat di bagian Barat
Kabupaten Gorontalo.
Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun 2000, Wilayah Administrasi
Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan 3 Kotamadya, iaitu : Kabupaten
Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe dan Talaud, Boalemo serta Kotamadya
Manado, Bitung dan Gorontalo.
Selanjutnya seiring dengan Nuansa Reformasi dan Otonomi Daerah, maka telah
dilakukan pemekaran wilayah dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil
pemekaran dari Provinsi [Sulawesi Utara malalui Undang-Undang No. 38 Tahun 2000. Pada
tahun 2002 dan 2003 Provinsi Sulawesi Utara ketambahan Kabupaten Talaud berdasarkan
Undang-Undang No. 8 Tahun 2002 yang merupakan hasil pemekaran Kabupaten Sangihe
dan Talaud dan Undang-Undang Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon
berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2003 serta berdasarkan Undang-Undang No.
33 Tahun 2003 terbentuk juga Kabupaten Minahasa Utara. Ketiga daerah tersebut adalah
hasil pemekaran Kabupaten Minahasa. Akibat adanya pemekaran Provinsi Gorontalo dan
ketambahan Kabupaten dan Kota, maka Provinsi Sulawesi Utara menjadi delapan wilayah
administrasi Kabupaten/Kota, masing-masing :
a.    Kabupaten Bolaang Mongondow
b.    Kabupaten Minahasa
c.    Kabupaten Sangihe
d.   Kabupaten Talaud
e.    Kabupaten Minahasa Selatan
f.     Kabupaten Minahasa Utara
g.    Kota Manado
h.    Kota Bitung
i.      Kota Tomohon

Daerah-Daerah Dan Bandar-Bandar Di Sulawesi Utara

a)    Daerah Minahasa


b)   Daerah Minahasa Utara
c)    Daerah Minahasa Selatan
d)   Daerah Bolaang Mongondow
e)    Daerah Kepulauan Sangihe
f)    Daerah Kepulauan Talaud
g)   Bandar Manado
h)   Bandar Bitung
i)     Bandar Tomohon

B.     Adat Istiadat Sulawesi Utara

Provinsi Sulawesi Utara mempunyai beberapa tari tradisional seperti tarian maengket,
tarian kabasaran, tarian katrili, tari poco-poco, upacara tulude, tari masamper, tari cakalele,
tari tumatenden dan berbagai tarian daerah lainnya. Selain berbagai macam tarian provinsi
Sulawesi Utara juga mempunyai beberapa alat musik khas daerah yakni musik kolintang
dan musik bambu. Sedangkan rumah adat Sulawesi Utara adalah rumah panggung.
Selain kaya akan sumber daya alam sulawesi utara juga kaya akan seni dan budaya
yang diwariskan oleh nenek moyang. Berbagai seni dan budaya dari berbagai suku yang
ada di provinsi sulawesi utara justru menjadikan daerah nyiur melambai semakin indah
dan mempesona. Berbagai pentas seni dan budaya maupun tradisi dari nenek moyang
memberikan warna tersendiri bagi provinsi yang terkenal akan kecantikan dan
ketampanan nyong dan nona Manado.
Secara garis besar penduduk di Sulawesi Utara terdiri atas 3 suku besar yakni suku
minahasa, suku sangihe dan talaud dan suku bolaang mongondow. Ketiga suku/etnis besar
tersebut memiliki sub etnis yang memiliki bahasa dan tradisi yang berbeda-beda. Tak
heran Provinsi Sulawesi Utara terdapat beberapa bahasa daerah seperti Toulour, Tombulu,
Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik (dari Suku Minahasa), Sangie
Besar, Siau, Talaud (dari Sangihe dan Talaud) dan Mongondow, Bolaang, Bintauna,
Kaidipang (dari Bolaang Mongondow)
Propinsi yang terkenal akan semboyan torang samua basudara (kita semua
bersaudara) hidup secara rukun dan berdampingan beberapa golongan agama seperti
Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Namun dari keaneka ragaman
tersebut bahasa Indonesia masih menjadi bahasa pemersatu dari berbagai suku dan
golongan.
Budaya mapalus. Mapalus merupakan sebuah tradisi budaya suku Minahasa
dimana dalam mengerjakan segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama atau gotong
royong. Budaya mapalus mengandung arti yang sangat mendasar. Mapalus juga dikenal
sebagai local Spirit and local wisdom masyarakat di Minahasa
Perayaan tulude. Perayaan tulude atau kunci taong (kunci tahun) dilaksanakan
pada setiap akhir bulan januari dan diisi dengan upacara adat yang bersifat keagamaan
dimana ungkapan puji dan syukur terhadap sang pencipta oleh karena berkat dan rahmat
yang telah diterima pada tahun yang telah berlalu sambil memohon berkat serta
pengampunan dosa sebagai bekal hidup pada tahun yang baru
Festival figura. Figura merupakan seni dan budaya yang diadopsi dari kesenian
yunani klasik. Seni ini lebih dekat dengan seni pantomim atau seni menirukan laku atau
watak dari seseorang tokoh yang dikenal atau diciptakan. Figura merupakan kesenian yang
dapat menghadirkan dramaturgi pendek terhadap sosok atau perilaku tokoh-tokoh yang
dianggap berperan dalam mengisi tradisi baik buruknya sosok dan watak seorang manusia.
Oleh pemerintah kota Manado festival figura diselenggarakan dalam rangka pesta kunci
taong layaknya perayaan tulude yang dilaksanakan oleh masyarakat sangihe
Toa Pe Kong atau Cap go meh. Seperti didaerah lainnya, perayaan/upacara ini juga
rutin dilaksanakan di Sulawesi Utara apa terlebih di Kota Manado. Upacara ini dimeriahkan
dengan atraksi dari Ince Pia yakni seorang yang memotong-motong badan dan mengiris
lidah dengan pedang yang tajam serta menusuk pipi dengan jarum besar yang tajam akan
tetapi si Ince Pia tidak terluka ketika
Pengucapan syukur. Pengucapan syukur merupakan tradisi masyarakat Minahasa
yang mengucap syukur atas segala berkat yang telah Tuhan berikan. Biasanya pengucapan
syukur dilaksanakan setelah panen dan dikaitkan dengan acara keagamaan untuk
mensyukuri berkat Tuhan yang dirasakan terlebih panen yang dinikmati. Acara
pengucapan syukur ini dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat suku Minahasa pada
hari Minggu umumnya antara bulan Juni hingga Agustus. Saat pengucapan syukur hampir
setiap keluarga menyediakan makanan untuk para tamu yang akan datang berkunjung apa
terlebih makanan khas seperti nasi jaha dan dodol.
C.    Pakaian Adat Sulawesi Utara

Pakaian adat dari Sulawesi Utara sering disebut dengan pakaian Sangihe.Pakaian
adat suku bangsa Sangihe Talaud sejak dulu menggunakan bahan serat kofo.Kofo atau fami
manila adalah sejenis pohon pisang yang banyak tumbuh di daerah Sangihe talaud yang
berikim tropis Seratnya diambil untuk menghasilkan benang kofo.Benang kofo ditenun
dengan alat tenun yang disebut “kahuwang”.Pakaian adapt Sangihe Talaud disebut “laku
tepu”.Laku artinya pakaian ,sedang tepu artinya agak sempit,maksudnya pakaian yang
bagian lehernya agak sempit atau tidak terbuka.
BUSANA WANITA. Laku tepu yang bentuknya memanjang dari leher sampai di
betis ,merupakan baju terusan terbuat kain kofo.Pada bagian leher terdapat lipatan
berbentuk segitiga atau huruf V,sebesar ukuran kepala agar mudah memakainya. Kahiwu
atau kain sarung.Kahiwu juga dibuat dari kain kofo,merupakan pelapis bagian dalam yang
diikat dipinggang.Kahiwu mempunyai lipatan seperti kain(wiron)terletak agak kekiri
disebut “leiwade”.Lipatan untuk rakyat biasa berjumlah 5 lipatan dan untuk bangsawan 7
atau 9 lipatan.Bandang.Bandang ialah selembar kain kofo yang berukuran panjang 1,5
meter dengan lebar kira-kira 5 sentimeter.Pemakaiannya diletakkan di bahu kanan dan
ujungnya diikat pada pinggang sebelah kiri.Bandang digunakan oleh wanita
biasa,sedangkan wanita keturunan bangsawan menggunakan“kaduku atau
animating” ,adalah selembar kain kofo dengan ukuran yang sama seperti bandang,hanya
perbedaannya tergantung dari cara mengikat.Kaduka atau animating kegunaannya untuk
memperindah Laku Tepu dan melambangkan derajat sosial masyarakat. Boto Pusige
(konde) atau sanggul Pusige artinya ubun-ubun kepala.Boto Pusige artinya sanggul yang
terletak pada ubun-ubun kepala wanita.Sanggul ini biasanya dibuat dari rambut wanita
sendiri diatas kepala.Semakin tinggi Boto Pusige semakin indah. Untuk menjaga agar Boto
Pusige tetap kuat digunakan Sasusu Boto (tusuk Konde) yang ditusukkan dari sebelah
kanan sampai kiri.
BUSANA PRIA. Pakaian laki-laki juga disebut Laku Tepu,perbedaannya bagian
lehernya berbentuk setengah lingkaran,berlengan panjang dan panjang pakain sampai
ketumit.Laku tepu yang panjang berfungsi menutupi tubuh,melambangkan keagungan
masyarakat Sangihe Talaud.Paporong atau pengikat kepala menggunakan bahan dari kain
kofo dengan ukuran 1 kali 1 meter.Paporong dibentuk segitiga sama sisi,alasnya dilipat tiga
kali dengan lebar 3 sampai 5 sentimeter.Paporong diikat pada bagian kepala
menutupidahi.Paporong untuk laki-laki disebut paporong lingkaheng dan untuk keturunan
bangsawan disebut paporong Kawawantuge.Popehe(pengikat pinggang), bahan dari kofo
ukuran 1,5 sentimeter panjang dan lebar 5 cm.Popehe diikat pada pinggang pengantin pria
pada sebelah kiri dan ujungnya terurai kebawah.Fungsinya memperindah laku tepu
sekalgus mengatur Laku Tepu apabila kepanjangan dapat diatur dengan menarik
keatas.Popehe juga memiliki makna membangkitkan semangat dalam melaksanakan tugas
ataupun mengatasi berbagai rintangan.

D.    Senjata Adat Sulawesi Utara


Seperti hal adat Lainnya di Sulawesi Utara senjata tradisional juga memegang peranan
penting dalam Identitas kebudayaan di Sulawesi Utara. Karena Senjata tersebut sudah
digunakan dari jaman sebelum penjajahan baik untuk melindungi diri sendiri maupun
digunakan untuk berperang akan tetapi senjata tersebut lebih berfungsi sebagai hiasan
Contoh dari Senjata Tradisiona antara lain : Peda, Sabel.

E.     Makanan Adat Sulawesi Utara

Sebenarnya Ada Banyak sekali Makanan Khas dari Sulawesi Utara dan berikut adalah
beberapa makanan khas yang dikenal oleh seluruh masyarakat Sulawesi Utara:
- Nasi Jaha

Nasi Jaha merupakan kuliner khas yang tidak boleh dilewatkan ketika singgah ke Sulawesi
Utara. Nasi Jaha berbahan beras ketan yang dicampurkan dengan santan. Setelah itu
dimasukkan ke dalam sebilah bambu yang sebelumnya telah dilapisi dengan daun pisang.
Setelah itu dibakar hingga matang sempurna. Nasi Jaha kaya akan rempah sehingga
membuatnya semakin nikmat dan harus dicoba.

Meskipun makanan ini termasuk makanan tradisional namun hingga kini masih sering
dijumpai. Di upacara tradisional hingga perayaan hari besar makanan satu ini selalu hadir.
Nasi Jaha juga memiliki cara pembuatan yang cukup rumit karena membutuhkan takaran
yang pas agar rasanya nikmat. Jika terlalu banyak rempah akan menjadi pait dan akan
tawar karena kekurangan rempah. Cara memasaknya juga rumit agar bisa menemukan
matang yang pas.

- Tinutuan

Makanan yang terlihat bentuknya sama namun kadang memiliki nama yang berbeda.
Begitu juga dengan Tinutuan yang juga dikenal dengan sebutan bubur khas Manado.
Tinutuan merupakan makanan yang terdapat berbagai macam sayuran dan tidak ada
dagingnya. Sehingga membuat tinutuan sebagai makanan yang sehat sekaligus banyak
digemari oleh masyarakat. Tinutuan sendiri berasal dari kata Tuutu yang berarti nasi atau
bubur.
Di pertengahan tahun 1980an ada inovasi dengan mencampurkan Tinutuan dengan mie.
Yang kemudian disebut Midal kepanjangan dari Mie dan Peda’al. Peda’al adalah sebutan
tinutuan oleh mayarakat Minahasa Selatan. Mayarakat Minahasa Selatan juga senang
menambahkan daun pepaya sehingga rasanya ada pahit pahitnya. Di Manado dan di
Minahasa bubur ini kerapa dimakan oleh perempuan karena memang manjur untuk diet.

- Cakalang Fufu

Kuliner khas Minahasa yang tidak boleh dilewatkan selanjutnya adalah Cakalang Fufu.
Cakalang Fufu adalah ikan cakalang yang diawetkan dengan cara diasapi hingga teksturnya
mengeras. Kemudian ikan ini bisa diolah menjadi berbagai macam masakan yang
menggugah selera. Cakalang Fufu dibuat dengan menjepit ikan dengan bambu yang
sebelumnya telah diberi bumbu khas baru kemudian diasap hingga matang.

Tidak hanya menggunakan ikan cakalang, beberapa juga menggunakan ikan tongkol.
Karena ikan tongkol memiliki daging yang padat sehingga sangat pas apabila diasap.
Mengingat kata Fufu sendiri berarti asap dalam bahasa setempat. Ikan ini juga telah
dibersihkan sisik dan jeroannya sebelum dilakukan proses pengasapan. Cakalang Fufu juga
bisa dijadikan sebagai buah tangan karena, bisa disimpan lama sekaligus memiliki rasa
yang khas dan tentunya lezat.
- Tinoransak

Makanan satu ini seakan tidak pernah absen untuk disajikan ketika ada upacara suku
Minahasa. Tinoransak atau tinorangsang merupakan kuliner yang berbahan daging dengan
cita rasa yang pedas. Campuran bumbu rempahnya yang pas membuat makanan satu ini
digemari banyak orang. Biasanya tinoransak menggunakan daging babi namun juga bisa
menggunakan daging ayam, sapi atau ikan.
Jika mengolahnya secara tradisional maka makanan ini akan dimasukkan ke dalam sebilah
bambu kemudian dibakar. Tinoransak akan semakin enak jika dimakan bersama dengan
nasi jaha yang gurih. Kini Tinoransak yang berbahan dasar daging ayam juga semakin
populer sehingga bisa dimakan oleh semua orang. Dari segi tampilannya memang mirip
dengan olahan Padang karena menggunakan banyak cabai rawit dan juga cabai hijau.

- Sambal Roa

Masyarakat Minahasa bisa dikatakan sebagai masyarakat yang gemar meakan pedas
karena banyak olahan masakannya yang rasanya pedas. Salah satu sambal yang sangat
terkenal adalah sambal Roa. Sambal ini hasil olahan berbagai macam bumbu dengan
tambahan ikan roa yang telah dihaluskan. Selain tersohor dengan rasanya yang sangat
pedas, sambal ini juga memiliki rasa yang gurih sehingga banyak diburu.

Ikan roa sendiri memang banyak ditemui diperairan Sulawesi Utara dan ikan ini juga yang
membuat sambal roa spesial. Sebelum dibuat sambal, ikan roa juga terlebih dahulu
diasapkan agar aromanya keluar dan kering. Di Minahasa, Sambal Roa biasanya
disandingkan dengan Tinutan. Selain itu juga bisa disajikan dengan nasi hangat saja. Kini
sambal ini banyak dikemas sehingga bisa dijadikan oleh oleh ketika ke Sulawesi Utara.

- Kue Klappertaart
Kue legit yang tak bisa ditolak satu ini rupanya memiliki sejarah panjang dibaliknya.
Karena klappertaart berkaitan erat dengan masa kolonial Belanda. Penduduk Sulawesi
Utara sangat terbuka pada budaya yang masing yang membuat toleransinya begitu tinggi.
Tak heran jika dalam hal kuliner juga bisa dipengaruhi dan hasilnya adalah kue
klappertaart. Kue legit ini dibawa oleh pedagang Belanda dan beredar terbatas di Manado
dan banyak di Minahasa.
Klappertaart berasal kata Klapper yang berarti kelapa jika diucapkan oleh orang Belanda.
Sementara Tart berarti kue sehingga klappertaart secara harfiah bisa disebut kue kelapa.
Berbahan dasar kelapa, susu, terigu,telur dan mentega dengan tambahan kenari cincang
membuat makanan ini sangat nikmat. Belum lagi adanya tambahan bubuk kayu manis yang
menguatkan rasa rempah rempah dalam klappertaart ini.

Cara mengolah makanan ini bisa dengan memanggang atau juga bisa mengukusnya. Jika
dipanggang maka akan menghasilkan tekstur padat seperti cake yang biasanya. Dan jika
ingin menghasilkan tekstur yang lembut maka, bisa dengan mengukusnya yang mana akan
meleleh ketika dimulut. Meskipun dimasak berbeda, Klappertaart selalu memberikan rasa
manis dan gurih yang nikmat. Inilah yang membuat kue ini sebagai ikon Sulawesi Utara.

F.     Rumah Adat Sulawesi Utara

Rumah adat suku Minahasa dari Provinsi Sulawesi Utara  disebut Rumah Pewaris
atau Walewangkoa.
Rumah ini merupakan rumah panggung yang dibangun di atas tiang dan balok-balok yang
di antaranya terdapat balok-balok yang tidak boleh disambung.
Rumah Pewaris memiliki 2 buah tangga. Letaknya di sisi kiri dan kanan bagian depan
rumah. Eh, kok ada 2 tangga, sih? 
Hmm.. konon, kalau ada roh jahat yang naik dari salah satu tangga, maka ia akan
kembali turun di tangga sebelahnya. seluruh rumah terbuat dari kayu, lho
Dulunya, rumah adat Minahasa ini hanya terdiri dari satu ruangan saja. Kalau pun harus
dipisahkan, biasanya hanya dibentangkan tali rotan atau tali ijuk saja, yang kemudian
digantungkan tikar.
Sekarang ini, Rumah Pewaris  memiliki beberapa ruang. Misalnya, Setup Emperan
yang digunakan untuk menerima tamu.

G.    Agama Sulawesi Utara

Mayoritas penduduk disana beragama Kristen dan Katolik. Sejumlah besar gereja
dapat ditemui di seantero kota. Meski demikian, masyarakat Manado terkenal sangat
toleran, rukun, terbuka dan dinamis. Karenanya Kota Manado memiliki lingkungan sosial
yang relatif kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di Indonesia.
Hal itu tercemin dari semboyan masyarakat sekitar yaitu Torang Samua Basudara (Kita
Semua Bersaudara).
Agama merupakan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang harus dimiliki
oleh setiap manusia. Agama dibedakan menjadi Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha,
Khong Hu Chu, dan Agama Lainnya.KegunaanPenentuan kebijakan yang berkaitan dengan
kerukunan umat beragama, contoh: kebijakan Kementerian Agama dalam pembangunan
tempat-tempat ibadah.

H.    Bahasa Sulawesi Utara

Penduduk Sulawesi Utara terdiri atas 3 etnis dan bahasa yang berbeda-beda, yaitu:
1. Suku Minahasa 
   (Toulor, Tombolu, Tonsea, Tontenboan, Tonsawang, Ponosokan, dan Batik)

2. Suku Sangine dan Talaud


   (Sangie Besar, Siau, Talaud)

3. Suku Bolaang Mongindow


  (Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang)

Walaupun demikian,Bahasa Indonesia digunakan dan dimengerti dengan baik oleh


sebagian besar penduduk Sulawesi Utara didominisi oleh : 
       -Suku Minahasa (33,2%)
       -Suku Sangir (19,8%)
       -Suku Bolaang Mangondow (11,3%)
       -Suku Gorontalo (7,4%)
       -Suku Totemboan (6,8%)
Bahasa daerah Manado menyerupai Bahasa Indonesia tapi dengan logat yang khas.
Beberapa kata dalam dialek Manado berasal dari Bahasa Belanda dan Portugis
karena daerah ini merupakan wilayah jajahan Belanda dan Portugis.

I.       Sistem Kekerabatan

Berikut adalah sistem kekerabatan di masyarakat Karo atau sering disebutDaliken


Sitelu atau Rakut Sitelu. Tulisan ini disadur dari makalah berjudul “Daliken Si Telu dan
Solusi Masalah Sosial Pada Masyarakat Karo : Kajian Sistem Pengendalian Sosial” oleh Drs.
Pertampilan Brahmana, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Secara etimologis, daliken Sitelu berarti tungku yang tiga (Daliken = batu tungku, Si =
yang, Telu tiga). Arti ini menunjuk pada kenyataan bahwa untuk menjalankan kehidupan
sehari-hari, masyarakat tidak lepas dari yang namanya tungku untuk menyalakan api
(memasak). Lalu Rakut Siteluberarti ikatan yang tiga. Artinya bahwa setiap individu Karo
tidak lepas dari tiga kekerabatan ini. Namun ada pula yang mengartikannya
sebagaisangkep nggeluh (kelengkapan hidup).
Menurut Drs. Pertampilan Brahmana, konsep ini tidak hanya ada pada masyarakat Karo,
tetapi juga ada dalam masyarakat Toba dan Mandailing dengan istilah Dalihan Na Tolu juga
masyarakat NTT dengan istilah Lika Telo
Unsur Daliken Sitelu ini adalah

 Kalimbubu (Hula-hula (Toba), Mora (Mandailing))
 Sembuyak/Senina (Dongan sabutuha (Toba), Kahanggi(Mandailing))
 Anak Beru (Boru (Toba, Mandailing))
Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik
sebagai kalimbubu,senina/sembuyak, anakberu, tergantung pada situasi dan kondisi saat
itu.
KalimbubuKalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita dan sangat
dihormati dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo. Masyarakat Karo menyakini
bahwa kalimbubu adalah pembawa berkat sehingga kalimbubu itu disebut juga
dengan Dibata Ni Idah(Tuhan yang nampak). Sikap menentang dan menyakiti
hatikalimbubu sangat dicela.
Kalau dahulu pada acara jamuan makan, pihak kalimbubu selalu mendapat
prioritas utama, para anakberu (kelompok pihak penerima istri) tidak akan berani
mendahului makan sebelum pihak kalimbubu memulainya, demikian juga bila selesai
makan, pihak anakberu tidak akan berani menutup piringnya sebelum pihak kalimbubunya
selesai makan, bila ini tidak ditaati dianggap tidak sopan. Dalam hal nasehat, semua
nasehat yang diberikankalimbubu dalam suatu musyawarah keluarga menjadi masukan
yang harus dihormati, perihal dilaksanakan atau tidak masalah lain.
Oleh Darwan Prints, kalimbubu diumpamakan sebagai legislatif, pembuat undang-undang.
Kalimbubu dapat dibagi atas 2:

1. Kalimbubu berdasarkan tutur
1. Kalimbubu Bena-Bena disebut juga kalimbubu tua adalah kelompok
keluarga pemberi dara kepada keluarga tertentu yang dianggap
sebagai keluarga pemberi anak dara awal dari keluarga itu.
Dikategorikan kalimbubu Bena-Bena, karena kelompok ini telah
berfungsi sebagai pemberi dara sekurang-kurangnya tiga generasi.
2. Kalimbubu Simajek Lulang adalah golongankalimbubu yang ikut
mendirikan kampung. Statuskalimbubu ini selamanya dan diwariskan
secara turun temurun. Penentuan kalimbubu ini dilihat berdasarkan
merga. Kalimbubu ini selalu diundang bila diadakan pesta-pesta adat
di desa di Tanah Karo.
2. Kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan)
1. Kalimbubu Simupus/Simada Dareh adalah pihak pemberi wanita
terhadap generasi ayah, atau pihak clan (semarga) dari ibu kandung
ego (paman kandung ego). (Petra : ego maksudnya orang, objek yang
dibicarakan)
2. Kalimbubu I Perdemui atau (kalimbubu si erkimbang), adalah pihak
kelompok dari mertua ego. Dalam bahasa yang populer adalah bapak
mertua berserta seluruh senina dan sembuyaknya dengan ketentuan
bahwa si pemberi wanita ini tidak tergolong kepada tipe Kalimbubu
Bena-Bena dan Kalimbubu Si Mada Dareh.
3. Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu, yaitu pihak
subclan pemberi anak dara terhadap kalimbubu ego. Dalam bahasa
sederhana pihak subclan dari istri saudara laki-laki istri ego.
4. Kalimbubu Senina. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat
dengan jalur senina darikalimbubu ego. Dalam pesta-pesta adat,
kedudukannya berada pada golongan kalimbubuego, peranannya
adalah sebagai juru bicara bagi kelompok subclan kalimbubu ego.
5. Kalimbubu Sendalanen/Sepengalon. Golongankalimbubu ini
berhubungan erat dengan kekerabatan dalam
jalur kalimbubu dari senina sendalanen, sepengalon (akan dijelaskan
pada halaman-halaman selanjutnya) pemilik pesta.
Ada pun hak kalimbubu ini dalam struktur masyarakat Karo

3. Dihormati oleh anakberunya
4. Dapat memberikan perintah kepada pihak anakberunya
Tugas dan kewajiban dari kalimbubu

5. Memberikan saran-saran kalau diminta oleh anakberunya


6. Memerintahkan pendamaian kepada anakberu yang saling berselisih
7. Sebagai lambang supremasi kehormatan keluarga
8. Mengosei anak berunya (meminjamkan dan mengenakan pakaian adat) di
dalam acara-acara adat
9. Berhak menerima ulu mas, bere-bere (bagian dari mahar) dari sebuah
perkawinan, maneh-maneh (tanda mata atau kenang-kenangan) dari salah
seorang anggota anakberunya yang meninggal, yang menerima seperti ini
disebut Kalimbubu Simada Dareh.
Pada dasarnya setiap ego Karo, baik yang belum menikah pun mempunyai
kalimbubu, minimal kalimbubu si mada dareh. Kemudian bila ego (pria) menikah
berdasarkan adat Karo, dia mendapat kalimbubu si erkimbang
Anak BeruAnakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis
untuk diperistri. Oleh Darwan Prints, anakberu ini diumpamakan sebagai yudikatif,
kekuasaan peradilan. Hal ini maka anakberu disebut pula hakim moral, karena bila terjadi
perselisihan dalam keluarga kalimbubunya, tugasnyalah mendamaikan perselisihan
tersebut.
Anakberu dapat dibagi atas 2:

10. Anakberu berdasarkan tutur


1. Anakberu Tua adalah pihak penerima anak wanita dalam tingkatan
nenek moyang yang secara bertingkat terus menerus
minimal tiga generasi.
2. Anakberu Taneh adalah penerima wanita pertama, ketika sebuah
kampung selesai didirikan.
11. Anakberu berdasarkan kekerabatan

1. Anakberu Jabu (Cekoh Baka Tutup, dan Cekoh Baka Buka). Cekoh


Baka artinya orang yang langsung boleh mengambil barang
simpanankalimbubunya. Dipercaya dan diberi kekuasaan seperti ini
karena dia merupakan anak kandung saudara perempuan ayah.
2. Anakberu Iangkip, adalah penerima wanita yang menciptakan
jalinan keluarga yang pertama karena di atas generasinya belum
pernah mengambil anak wanita dari pihak kalimbubunya yang
sekarang. Anakberu ini disebut juga anakberu langsung yaitu karena
dia langsung mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Masalah
peranannya di dalam tugas-tugas adat, harus dipilah lagi, kalau masih
orang pertama yang menikahi keluarga tersebut, dia tidak dibenarkan
mencampuri urusan warisan adat dari pihak mertuanya. Yang boleh
mencampurinya hanyalah Anakberu Jabu.
3. Anakberu Menteri adalah anakberu darianakberu. Fungsinya
menjaga penyimpangan-penyimpangan adat, baik dalam
bermusyawarah maupun ketika acara adat sedang berlangsung.
Anakberu Menteri ini memberi dukungan kepadakalimbubunya
yaitu anakberu dari pemilik acara adat.
4. Anakberu Singikuri adalah anakberu darianakberu menteri,
fungsinya memberi saran, petunjuk di dalam landasan adat dan
sekaligus memberi dukungan tenaga yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan acara adat peran anakberu adalah yang paling
penting. Anakberulah yang pertama datang dan juga yang terakhir pada acara adat
tersebut. Lebih lanjut tugas-tugasnya antara lain

12. Mengatur jalannya pembicaraan runggu (musyawarah) adat.


13. Menyiapkan hidangan pada pesta.
14. Menyiapkan peralatan yang diperlukan pesta.
15. Menanggulangi sementara semua biaya pesta.
16. Mengawasi semua harta milik kalimbubunya yaitu wajib menjaga dan
mengetahui harta benda kalimbubunya.
17. Menjadwal pertemuan keluarga.
18. Memberi khabar kepada para kerabat yang lain bila ada pihak kalimbubunya
berduka cita.
19. Memberi pesan kepada puang kalimbubunya agar membawa ose (pakaian
adat) bagi kalimbubunya.
20. Menjadi juru damai bagi pihak kalimbubunya,
Anakberu berhak untuk
21. Berhak mengawini putri kalimbubunya, dan biasanya para kalimbubu tidak
berhak menolak.
22. Berhak mendapat warisan kalimbubu yang meninggal dunia. Warisan ini
berupa barang dan disebut morah-morah atau maneh-maneh, seperti parang,
pisau, pakaian almarhum dan lainnya sebagai kenang-kenangan.
Selain itu juga karena pentingnya kedudukan anakberu, biasanya
pihak kalimbubu menunjukkan kemurahan hati dengan

23. Meminjamkan tanah perladangan secara cuma-cuma kepada anakberunya.


24. Memberikan hak untuk mengambil hasil hutan (dahulu karena
pihak kalimbubu adalah pendiri kampung, mereka mempunyai hutan sendiri
di sekeliling desanya).
25. Merasa bangga dan senang bila anak perempuannya dipinang oleh
pihak anakberunya. Ini akan melanjutkan dan mempererat hubungan
kekerabatan yang sudah terjalin.
26. Mengantarkan makanan kepada anaknya pada waktu tertentu misalnya pada
waktu menanti kelahiran bayi atau lanjut usia.
27. Membawa pakaian atau ose (seperangkat pakaian kebesaran adat) bagi
anakberunya pada waktu pesta besar di dalam clan anakberunya.
Adapun istilah-istilah yang diberikan kalimbubu, kepadaanakberunya adalah

28. Tumpak Perang, atau Lemba-lemba. Artinya adalah ujung tombak.


Maksudnya, bila kalimbubunya ingin pergi ke satu daerah, maka yang berada
di depan sebagai pengaman jalan dan sebagai perisai dari bahaya adalah
pihakanakberu. Dalam bahasa lain anakberu sebagai tim pengaman jalan.
29. Kuda Dalan (Kuda jalan/beban). Dahulu sebelum ada alat transportasi
hanya kuda, untuk membawa barang-barang atau untuk menyampaikan
informasi dari satu desa ke desa lain, dipergunakanlah kuda. Arti Kuda
Dalam dalam istilah ini adalah alat atau kenderaan yang dipakai kemana saja,
termasuk untuk berperang, untuk membawa barang-barang yang diperlukan
pihak kalimbubunya atau untuk menyampaikan berita tentang kalimbubunya,
dan sekaligus sebagai hiasan bagi kewibawaan martabatkalimbubunya.
30. Piso Entelap (pisau tajam). Dalam pesta adat atau pekerjaan adat pisau
tajam dipergunakan untuk memotong daging atau kayu api atau untuk
mendirikan teratak tempat berkumpul. Setiap anakberu harus memiliki pisau
yang yang demikian agar tangkas dan sempurna mengerjakan pekerjaan
yang diberikankalimbubunya. Menjadi kebiasaan dalam tradisi Karo, pisau
dari pihak kalimbubu yang meninggal dunia diserahkan kepada anakberunya.
Pisau ini disebut maneh-maneh, pemberiannya bertujuan agar
pekerjaankalimbubu terus tetap dilanjutkan oleh penerimanya. Dalam
pengertian lain dalam acara-acara adat di dalam
keluarga kalimbubu, anakberulah yang menjadi ujung tombak pelaksanaan
tugas tersebut, mulai dari menyediakan makanan sampai menyusun
acaranya. Ketiga jenis pekerjaan di atas, dikerjakan tanpa mendapat imbalan
materi apapun, maka anakberu yang selalu lupa kepada kalimbubunya
dianggap tercela di mata masyarakat. Bahkan dipercayai bila terjadi sesuatu
bencana di dalam lingkungan keluarga dari  anakberuyang
melupakan kalimbubunya, ini dianggap sebagai kutukan dari arwah nenek
moyang mereka yang tetap melindungi kalimbubu.
Senina/SembuyakHubungan perkerabatan senina disebabkan seclan, atau
hubungan lain yang berdasarkan kekerabatan. Senina ini dapat dibagi dua :

31. Senina berdasarkan tutur yaitu senina semerga. Mereka bersaudara karena
satu clan (merga).
32. Senina berdasarkan kekerabatan
1. Senina Siparibanen, perkerabatan karena istri saling bersaudara.
2. Senina Sepemeren, mereka yang berkerabat karena ibu mereka
saling bersaudara, sehingga mereka mempunyai bebere (beru (clan)
ibu) yang sama.
3. Senina Sepengalon (Sendalanen) persaudaraan karena pemberi
wanita yang berbeda merga dan berada dalam kaitan wanita yang
sama. Atau mereka yang bersaudara karena satu subclan (beru) istri
mereka sama. Tetapi dibedakan berdasarkan jauh dekatnya hubungan
mereka dengan clan istri. Dalam musyawarah adat, mereka tidak akan
memberikan tanggapan atau pendapat apabila tidak diminta.
4. Senina Secimbangen (untuk wanita) mereka yang bersenina karena
suami mereka sesubclan (bersembuyak).
Tugas senina adalah memimpin pembicaraan dalam musyawarah, bila
dikondisikan dengan situasi sebuah organisasi adalah sebagai ketua dewan. Fungsinya
adalah sebagai sekaku, sekat dalam pembicaraan adat, agar tidak terjadi friksi-friksi ketika
akan memusyawarahkan pekerjaan yang akan didelegasikan kepada anakberu.
Sembuyak adalah mereka yang satu subclan, atau orang-orang yang seketurunan
(dilahirkan dari satu rahim), tetapi tidak terbatas pada lingkungan keluarga batih,
melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah yang masih jelas
diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak walaupun dilahirkan dari satu
rahim, hal ini karena perempuan mengikuti suaminya.
Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat
sembuyak-sembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi anak yatim
piatu yang ditinggalkan oleh saudara yang satu clan. Mekanisme ini sesuai dengan konsep
sembuyak, sama dengan seperut, sama dengan saudara kandung. Satu subclan sama
dengan saudara kandung.
Sembuyak dapat dibagi dua bagian

33. Sembuyak berdasarkan tutur. Mereka bersaudara karena sesubklen


(merga).
34. Sembuyak berdasarkan kekerabatan, ini dapat dibagi atas:
1. Sembuyak Kakek adalah kakek yang bersaudara kandung.
2. Sembuyak Bapa adalah bapak yang bersaudara kandung.
3. Sembuyak Nande adalah ibu yang bersaudara kandung.
J. Toleransi antar umat beragama di Sulawesi Utara

“Torang samua basudara,” begitulah semboyan masyarakat Sulawesi Utara.

Jika ingin belajar toleransi, Sulawesi Utara adalah satu dari beberapa daerah di Indonesia
yang memiliki kehidupan damai dengan struktur masyarakat yang heterogen. Jauh dari
konflik perang antar agama. Di Sulawesi Utara, kita bisa melihat bagaimana masyarakat
yang mayoritasnya umat Kristen mengayomi minoritas umat Islam, Hindu, Budha, dan
Kong Hu Chu. Sebaliknya, kita juga bisa melihat bagaimana masyarakat yang mayoritasnya
umat Islam, mengayomi minoritas umat Kristen, Budha, Hindu, dan Kong Hu Chu.

Baik di daerah mayoritas Kristen maupun mayoritas Islam, keduanya jauh dari konflik
antar agama. Keduannya memiliki masyarakat yang hidup dengan damai dalam bingkai
perbedaan agama. Kalaupun terdapat konflik, bukanlah konflik antar agama, hanya konflik
kelompok anak muda atau perseteruan antar kampung.

Masyarakat di Manado, Minahasa, serta Dumoga adalah masyarakat dengan mayoritas


Kristen. Dalam masyarakat mereka, kita dapat melihat bagaimana mayoritas Kristen
menaungi minoritas. Bukit kasih di Minahasa menjadi simbol keberagamaan antar umat
beragama. Di puncak bukit kasih dibangun lima rumah ibadah dari setiap agama yang
diakui di Indonesia. Di sana juga terdapat tugu toleransi yang bukan hanya sekadar
monumen untuk berfoto. Namun, merupakan monumen yang menggambarkan kehidupan
masyarakat yang penuh toleransi antar umat beragama. Di Dumoga juga terdapat desa
yang membangun Masjid dan Gereja berdekatan.

Bagi masyarakat Sulawesi Utara, toleransi tak hanya sekadar dipelajari di sekolah, tak
hanya didapat dari ceramah agama. Toleransi langsung terbentuk dari kehidupannya
dalam masyarakat yang heterogen. Ini bukan sekadar praktik pengetahuan, tapi
merupakan pola kehidupan yang telah terbangun dalam masyarakat, sehingga pendidikan
toleransi sudah didapatkan sejak dari kecil. Misalnya, saat orang-orang sibuk membahas
anjing masuk ke dalam masjid, media sosial dibuat heboh karenanya. Saya justru sudah
beberapa kali melihat ada anjing masuk ke pekarangan masjid, ada yang sampai masuk di
teras masjid.

Biasanya masyarakat kami kalau melihat anjing masuk ke masjid, ya cukup diusir keluar
saja sebab tak boleh anjing masuk ke masjid. Tak perlu harus melaporkan pemiliknya ke
Kantor Polisi, atau sampai harus melabrak si pemilik anjing, bisa jadi juga itu anjing
miliknya orang Islam bukan Kristen.

Meskipun rasa Toleransi di Sulawesi Utara itu tinggi tidak bisa dipungkiri ada beberapa
kelompok masyarakat di sana yang merasa tidak nyaman dengan adanya umat lain di
lingkungan mereka seperti perusakan beberapa mushala ataupun penolakan pendirian
gereja ataupun pelarangan misa

BAB III
KESIMPULAN

Penutup

Sulawesi Utara sebagai komunitas kutural memang mempunyai kebudayaannya


sendiri yang ditampilkan lewat unsur-unsur kebudayaan. Dilihat dari unsur-unsur
kebudayaan itu, masing-masing unsur berbeda pada tingkat perkembangan dan
perubahannya. Karena itu terhadap unsur-unsur yang niscaya harus berkembang dan
bertahan, harus didorong pula bagi pendukungnya untuk terus menerus belajar
(kulturisasi) dalam pemahaman dan penularan kebudayaan.
Dan dibalik tingginya toleransi antar umat di Sulawesi Utara tetap ada kelompok
masyarakat intoleran yang mengusik damainya toleransi di Sulawesi utara entah hal
tersebut terjadi karena hasutan kelompok lain ataupun niatan dari kelompok tersebut
untuk mengacau.
Kalau boleh dikatakan, menangkap deskripsi budaya Sulawesi Utara adalah upaya
yang harus serius, kalau tidak ingin menjadi punah. Kepunahan suatu kebudayaan sama
artinya dengan lenyapnya identitas. Hidup tanpa identitas berarti berpindah pada identitas
lain dengan menyengsarakan identitas semula.

DAFTAR PUSTAKA

·         http://ms.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Utara
·         http://www.seputarsulut.com/profil-provinsi-sulawesi-utara/
·         http://gikuza.wordpress.com/budaya-2/sulawesi-utara/
·         http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Potret-Negeriku/Teropong-Daerah/Sulawesi-Utara/
Seni-Budaya/Rumah-Adat-Minahasa
·         http://punyamarga.com/sistem-kekerabatan-masyarakat-karo.html/
. https://www.celebes.co/makanan-khas-minahasa

Anda mungkin juga menyukai