Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Di Indonesia, Komunikasi antara budaya belum secara serius mendapatkan tempat sebagai
suatu kajian penting, sehingga sampai saat ini masih sulit ditemui buku yang menjelaskan
secara lengkap tentang definisi dari komunikasi antar budaya itu sendiri. Padahal komunikasi
antar budaya di Indonesia sangatlah penting karena pada kenyataannya kehidupan masyarakat
dan budaya Indonesia sangatlah heterogen yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa,
agama, ras, budaya, dan istiadat. Sebagaimana dituangkan dalam semboyang Bhineka Tunggal
Ika yang artinya berbeda tetapi tetap satu. Lebih dari 350 bahasa daerah berkembang di
Indonesia dan ratusan etnis tersebar diberbagai wilayah. Kehidupan majemuk bangsa Indonesia
yang kompleks ditandai dengan kenyataan latar belakang social budaya etnis yang berbeda-
beda. Dengan kenyataan tersebut tidaklah mudah bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan
suatu integrasi dan menghindari konflik atau bahkan perpecahan (DeVito 1997).

Komunikasi antar budaya kala ini menjadi semakin penting karena meningkatnya mobilitas
orang diseluruh dunia, saling ketergantungan Ekonomi diantara banyak Negara, kemajuan
Teknologi Komunikasi, perubahan pola imigrasi dan politik membutuhkan pemahaman atas
kultur yang berbeda-beda (DeVito 1997). Komuniasi antara budaya sendiri lebih menekankan
aspek utama yakni komunikasi antar pribadi diantara Komunikator dan Komunikan yang
kebudayaannya berbeda (Mulyana 1990) .

Perawat merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai fungsi sangat penting dalam
pelayanan di layanan kesehatan baik itu Puskesmas maupun Rumah Sakit, Selain itu juga
perawat menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dalam keberhasilan pelayanan di
Rumah Sakit. Permasalahan perawat dalam pelayanan keperawatan yaitu sedikitnya pendidikan
yang tinggi yang ditempuh perawat dan banyaknya perawat yang kurang ramah dengan pasien
saat dilakukannya pelayanan terhadap pasien (Husada,2016).
Perawat yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dalam menyikapi
keberagaman budaya di Indonesia akan memudahkan terjalinnya hubungan yang baik dengan
pasien, selain itu saat kondisi pasien yang tidak stabil akan berakibat pada budaya pasien
maupun budaya perawat yang berbeda serta mempengaruhi dalam kebaikannya kondisi pasien
(Arumsariet,2017).
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama berinteraksi dengan pasien, selain
itu banyak juga perawat yang menganggap respon pasien maupun keluarga pasien yang tidak
sopan dan berbeda dengan budaya perawat (Setiawanet,2016). Selain tugas seorang perawat
yang harus merawat pasien selama 24 jam, pasien juga kadang berlakukasar terhadap perawat
dan juga keluarga pasien yang beranggapan sudah gagalnya perawat dalam merawat keluarga
mereka (Prihantoro, 2014). Pasien akan menganggap perawat gagal melakukan asuhan
keperawatan saat pasien tidak mendapatkan hasil yang diinginkan oleh pasien dari pelayanan
yang dilakukan perawat baik itu tindakan secara medis maupun mutu pelayanan yang diberikan
ke pasien (Aulia, 2010).
Sebagai perawat kita harus menyikapi globalisasi di Indonesia dimana semakin hari akan
merubah kebudayaan yang pergerakanya lebih cepat dari pada sebelumnya , di Indonesia ada
banyak suku dan budaya ditandai dengan bermacam-macam bahasa, sistem pengetahuan,
organisasi sosial, teknologi dan sistem peralatan hidup, mata pencaharian dan sistem religi.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahasa dengan ditandainya banyaknya bahasa
daerah yang unik dan berbeda di setiap daerahnya, misalnya dalam bahasa jawa yang terdiri
atas (bahasa Jawa-Solo, Tegal, Banyumas, Yogyakarta, Cirebon, Madura) itu baru bahasa yang
ada dijawa saja belum termasuk bahasa yang lainya (Sunaryo, 2015).
Profesi keperawatan khususnya yang akan menjadi peran penting dalam proses
penyembuhan pasien di seluruh dunia dan sangat penting bagi perawat untuk dapat belajar dari
nilai-nilai budaya orang lain (Roman & Amin, 2017). Penelitian Walukowet
al.,(2016),menjelaskan bahwa kepribadian yang berbeda dapat dipengaruhi oleh suku dan
daerahnya. Dengan begitujuga perawat bisamelakukan modifikasi dalam melakukan pelayanan
ke pasien yang berbeda budaya selain itu juga perawat dapat melakukan penyesuaian dengan
pasien yang memiliki perbedaan budaya dengan perawat. Perawat dapat melakukan asuhan
keperawatan dengan mempertimbangkan budaya yang dianut pasien tanpa harus menyikapinya
secara kurang baik demi menjalin hubungan yang bagus dengan pasien.Berdasarkan budaya
keperawatan, komunikasi dari perawat juga merupakan komponen yang tidak jauh penting
dalam dunia keperawatan.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai keberagaman antar budaya pasien dan perawat.
Yakni, perawat berasal dari suku Jawa dan pasien yang berasal dari suku Ambon . Serta akan
dibahas mengenai peran dan fungsi perawat dalam membantu kesembuhan pasien dengan
perbedaan suku tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana budaya, karakter dan bahasa dari suku Jawa?
2. Bagaimana budaya, karakter, dan bahasa dari suku Ambon?
3. Bagaimana peran dan komunikasi perawat dalam menghadapi lintas budaya tersebut?
C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui budaya, karakter, dan bahasa dari suku Jawa
2. Untuk mengetahui budaya, karakter, dan bahasa dari suku Ambon
3. Untuk mengetahui peran dan komunikasi perawat dalam mengatasi keberagaman
budaya
D. Manfaat
Adapun manfaat pembuatan makalah ini yaitu untuk meningkatkan wawasan, informasi,
dan pengetahuan kepada perawat khususnya calon perawat yakni mahasiswa politeknik
kesehatan kemenkes malang. Sehingga akan menghasilkan perawat-perawat yang ramah
tamah, sopan dan santun dalam memberikan pelayanan kepada pasien serta menunjang untuk
kesembuhan pasien.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Suku Ambon
Suku Ambon atau suku Alifuru (dikenal pula sebagai orang indigenos Kepulauan Maluku)
adalah sebuah kelompok etnis Indonesia dari campuran Austronesia-Papua. Mereka kebanyakan
menganut agama Kristen atau Islam. Suku Alifuru mendiami kepulauan yang bernama Kepulauan
Maluku, termasuk pulau atau kota Ambon. Kepulauan Maluku adalah sebuah kepulauan di sebelah
timur Sulawesi dan sebelah timur kepulauan Timor atau Nusa Tenggara serta di sebelah barat pulau
Papua di Indonesia. Bahasa umum di kepulauan tersebut adalah Bahasa Melayu Maluku atau juga
disebut Bahasa Ambon. Bahasa tersebut berkembang menjadi bahasa komunikasi sehari-hari
perdagangan di Maluku. Sementara itu untuk bahasa Komunikasi komunitas lokal, terdapat lebih dari
200 bahasa lokal, dan 1(satu) bahasa ibu(induk) yaitu bahasa tana(h) atau kapata.

1. Karakter dan Budaya


a. Senyumannya Meluluhkan Hati
Salah satu kebiasaan yang sekaligus menjadi ciri khas orang Maluku adalah mereka sungguh
murah senyum, Meskipun tampang mereka dianggap sangar. Senyuman mereka sungguh
manis dan tulus. Kamu yang memiliki sahabat dari Maluku pasti mengetahui akan hal ini.
b. Orang Maluku Itu Atletis
Orang Maluku umumnya memiliki rambut ikal, kulit yang gelap, kerangka tulang besar dan
kuat, serta memiliki postur tubuh yang tegap dan atletis bila dibandingkan dengan suku-suku
lainnya di Indonesia. Mungkin karena mereka berasal dari kepulauan dimana aktivitas fisik
berlayar dan berenang menjadi kegiatan utama kaum pria disana, selain itu, Maluku juga
merupakan provinsi yang luas lautannya lebih tinggi daripada daratan.
c. Kalau Ngomong Suaranya Nyaring Banget
Pernah mendengar orang Maluku yang sedang mengobrol? Benar sekali, saat mengobrol atau
berkomunikasi, suara mereka sungguh lantang dan bahkan cenderung seperti sedang
berteriak-teriak. Padahal, mereka hanya mengobrol biasa, alias sedang tidak berteriak-teriak.
Suara mereka memang lantang sehingga sering disamakan dengan volume orang yang sedang
marah. Padahal, tidak sedikitpun mengandung amarah.
d. Tak Kenal Takut
Orang Maluku terkenal berani baik saat sendiri apalagi ketika bergerombol, ketika mereka
merasa diri mereka berada di jalur yang benar, mereka akan memperjuangkan kebenaran itu,
walaupun mungkin nyawa taruhannya.
e. Mudah dan Terlalu Sayang dengan Orang Lain
Orang Maluku memiliki idealisme tinggi, terlebih soal kasih sayang dan kekeluargaan. Meski
berbeda daerah, mereka cenderung mudah dan akan terlalu sayang kepada orang lain yang
dianggapnya dekat, baik dalam hubungan pertemanan, ‘persaudaraan’, ataupun hubungan
percintaan.
f. Menahan Marah
Setelah diamati dengan seksama, orang Maluku kerap memberikan ultimatum sebanyak 2x
kepada orang yang dianggap salah sebelum melampiaskan amarah. Hal ini berlaku untuk
semua kalangan usia, baik kalangan orang tua terhadap orang yang lebih muda, maupun
sesama kalangan anak muda. Ketika ada seseorang melakukan kesalahan terhadap orang
Maluku, merkea akan mudah memaafkan, atau hanya merespon ” Oh, tidak apa-apa, tidak
masalah atau jangan diulangi lagi ya.” Namun jika kesalahan terulang kembali, mereka akan
mengingatkan si pembuat kesalahan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dan,
apabila kesalahan terulang hingga ketiga kalinya, bisa saja akan terjadi suatu keributan.
g. Mempunyai Solidaritas Tinggi
Orang Maluku memiliki rasa solidaritas tinggi terhadap sesama orang Maluku. Mereka akan
membantu rekan, sahabat, teman, atau saudara sesama orang Maluku yang sedang mengalami
kesusahan. Inilah salah satu keuntungan berteman dengan orang Maluku.
h. Gemar Melontarkan Kata-Kata Humor
Orang Maluku mudah sekali membuat orang lain tertawa karena mereka gemar melucu.
Apalagi soal cerita mob, dijamin orang yang mendengarkan mereka akan kembali fresh.
Tidak ada satupun orang Maluku yang melewatkan hari mereka tanpa tertawa. Mereka akan
mudah tertawa meskipun hal yang didengar/ dilihatnya kurang jenaka.

2. Bahasa suku ambon


Bahasa ambon sendiri merupakan perkembangan dari Bahasa asli yang dipengaruhi
oleh Bahasa melayu. Ada juga yang menyebut Bahasa ambon sebagai Bahasa melayu
ambon atau Nusalaut. Pemkaian Bahasa ini sekarang berjumlah sekitar 100.000 jiwa ,
belum termasuk yang berada di negeri Belanda. Melihat dari pemakaiannnya bahas
ambon dibagi kedalam dialek – dialek Nusalaut, Saparua, Haruku, Hila, Asilula, Hatu,
Wakasihu, dan lain – lain. Sekarang Bahasa Ambon menjadi Bahasa pengantar bagi
masyarakat yang berbeda-beda suku bangsa didaerah Provinsi Maluku.

B. Suku Jawa

Suku Jawa (Bahasa Jawa Ngoko: ꦮꦺꦴꦁꦗꦺ , Wong Jawa; Krama: ꦠꦶꦪꦁꦗꦺꦶ ,
Tiyang Jawi; Pegon: ‫ )ووڠ جاوا‬merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal
dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Indramayu (Jawa
Barat), dan Kabupaten/Kota Serang–Cilegon (Banten). Pada tahun 2010, setidaknya 40,22%
penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain itu, suku Jawa ada pula yang berada di
negara Kaledonia Baru, Oseania dan Suriname, Amerika Selatan karena pada masa kolonial
Belanda suku ini dibawa ke sana sebagai pekerja. Saat ini suku Jawa di Suriname menjadi
salah satu suku terbesar di sana dan dikenal sebagai Jawa Suriname. Ada juga sejumlah
besar suku Jawa di sebagian besar provinsi di Indonesia, Malaysia, Singapura, Arab Saudi,
dan Belanda.
Mayoritas orang Jawa adalah umat Islam, dengan beberapa minoritas yaitu Kristen,
Kejawen, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Meskipun demikian, peradaban orang Jawa telah
dipengaruhi oleh lebih dari seribu tahun interaksi antara budaya Kejawen dan Hindu-
Buddha, dan pengaruh ini masih terlihat dalam sejarah, budaya, tradisi, dan bentuk kesenian
Jawa. Masyarakat Muslim Jawa umumnya dikategorikan ke dalam dua golongan, yaitu kaum
Santri dan Abangan. Kaum santri mengamalkan ajaran agama sesuai dengan syariat Islam,
sedangkan kaum abangan walaupun menganut Islam namun dalam praktiknya masih
terpengaruh Kejawen yang kuat.
Dengan populasi global yang cukup besar, suku Jawa ialah kelompok etnis terbesar
keempat di antara umat Islam di seluruh dunia, setelah bangsa Arab, suku Bengali, dan suku
Punjab.
1. Karakter dan Budaya
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa
khususnya di Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat
dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY, dan budaya Jawa
Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian dalam
kehidupan sehari-hari.
Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain
terdapat di Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang
Jawa yaitu di Jakarta, Sumatra, dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu
budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa
yang diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik, dan Gamelan. Di
Malaysia dan Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh Majapahit. LSM Kampung
Halaman dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah LSM Asia pertama
yang menerima penghargaan seni dari AS tahun 2011. Gamelan Jawa menjadi pelajaran
wajib di Amerika Serikat, Singapura, dan Selandia Baru. Gamelan Jawa rutin digelar di
AS-Eropa atas permintaan warga AS-Eropa. Sastra Jawa Negarakretagama menjadi satu-
satunya karya sastra Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Memori Dunia. Menurut
Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara, Universitas Nasional Singapura, John N. Miksic,
jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra dan Singapura bahkan Thailand yang
dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung, dan seni.
Budaya Jawa termasuk unik karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa
tingkat yaitu Ngoko, Madya, dan Krama.

2. Bahasa suku jawa

Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-
hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an,
kurang lebih hanya 42% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
mereka sehari-hari, sekitar 28% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur,
dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja. Bahasa Jawa memiliki aturan
perbedaan kosakata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan
bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh
sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar
akan status sosialnya di masyarakat.

BAB III
KASUS

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 9 Mei 2012 di bangsal multazam B11,
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Data diperoleh dari pasien, keluarga,
dan catatan medik
1. Identitas diri pasien
Nama Tn. H, Umur 60 tahun, jenis kelamin laki – laki. Alamat betongan, 01/07,
mangu, ngemplak, boyolali, status perkawinan sudah menikah, agama Islam,
suku jawa, pendidikan SD, pekerjaan sebagai petani, No. RM 068309, Diagnosa
medik Hipertensi.
2. Keluhan utama Pasien mengeluh kepalanya pusing. Riwayat kesehatan sekarang
sebelum dibawa ke Rumah Sakit pasien mengeluhkan kepalanya terasa pusing, perut
terasa mual,muntah bercampur darah, dan tangan terasa kesemutan. Kemudian oleh
keluarga Tn. H langsung di bawa ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta agar
segera mendapatkan penanganan lebih lanjut. Riwayat kesehatan dahulu 9 tahun yang
lalu Tn. H pernah di rawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta karena
kecelakan.

B. Analisa Data
No Data Fokus Problem Etiologi
1. DS : Pasien mengatakan kepala Gangguan perfusi Peningkatan
terasa pusing, tengkuk terasa jaringan serebral tekanan
kaku, tangan terasa kesemutan Intrakranial
( jimpe – jimpe )
DO : Pasien tampak lemas, mata
sulit untuk di buka, Tekanan
darah 170/110 mmHg, Nadi;
92 x/mennit, pernapasan; 24
x/menit, suhu 36,8˚ c

2. DS :Pasien mengatakan makan Nutrisi kurang Intake yang


hanya habis ½ porsi tenggorokanya dari kebutuhan tidak adekuat
sakit saat menelan. tubuh
DO : Mukosa bibir kering, Berat
badan sebelum sakit 75 kg.
Status nutrisi:
a. Antropometri: Berat badan:75kg,
Tinggi badan: 170 cm
Indeks Masa Tubuh ( IMT )
BB(kg) 75
=
2
TB 170 2
100 100
= = 25,95
b. Biochemical Data: Hb 14,6 g/dl.,
Hematokrit 42,7, Trombosit
285.000, GDS 152 mg/dl.
c. Clinical Sign:Kesadaran compos
mentis, keadaan lemah,turgor
kulit baik
d. Dietary:BRG 1

3 DS : Pasien mengatakan tangan Intoleransi Kelemahan fisik


kirinya sulit untuk digerakkan aktivitas
(mengeggam ), belum bisa
duduk, kaki juga masih kaku
untuk digerakkan, belum bisa
banyak gerak
DO : Semua kebutuhan pasien
dibantu oleh keluarga

C. Diagnosa Keperawatan dan Prioritas

Berdasarkan analisa data yang penulis peroleh, maka prioritas masalah yang dapat

ditegakkan ;

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan

intrakranial

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat

3. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

D. Intervensi Keperawatan
Tanggal Diagnosa Tujuan dan Intervensi Paraf
Kriteria Hasil

9 Mei 1 Setelah dilakukan 1. Pantau tekanan darah Riza


2012 tindakan 2. Pertahankan tirah baring
keperawatan selama fase akut
selama 3 x 24 jam 3. Ajari teknik relaksasi
tidak terjadi 4. Beri tindakan
kerusakan organ, nonfarmakologis untuk
dengan kriteria menghilangkan rasa
hasil ; tekanan sakit misal; kompres
darah dalam batas dingin pada dahi, pijat
normal ( 130/90 punggung atau leher
mmHg – 140/95 5. Anjurkan pasien untuk
mmHg ) meminimalkan aktivitas
yang dapat
menyebabkan kepala
pusing misal ; mengejan
saat buang air besar,
batuk panjang,
membungkuk
6. Bantu pasien dalam
ambulasi sesuai
kebutuhan
7. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian
terapi

9 Mei 2 Setelah dilakukan 1. Beri makanan dalam Riza


2012 tindakan porsi sedikit tapi sering
keperawatan 3 X 2. Motivasi pasien untuk
24 jam kebutuhan menghabiskan
nutrisi pasien makanannya
dapat terpenuhi, 3. Beri higien oral sebelum
dengan kriteria dan sesudah makan
hasil ; mukosa 4. Awasi pemasukan diit
bibir lembab, diit5. Kaji ulang pola makan
dari rumah sakit 6. Berikan diet,makanan
bisa habis 2/3 ringan tambahan yang
porsi disukai pasien
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi
9 Mei 3 Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan Riza
2012 tindakan umum
keperawatan 2. Kaji tingkat aktivitas
selama 3 X 24 jam pasien
diharapkan pasien 3. Bantu pasien dalam
dapat memenuhi melakukan aktivitas
kebutuhannya 4. Beri support kepada
secara optimal, pasien
dengan kriteria 5. Anjurkan keluarga
hasil; aktivitas untuk membantu pasien
dapat dilakukan dalam memenuhi
secara mandiri kebutuhannya
6. Instruksikan pasien
tentang teknik
penghemat energi.
7. Beri dorongan untuk
melakukan
aktivitas/perawatan diri

BAB IV PEMBAHASAN

Pada BAB ini penulis akan menguraikan tentang pembahasan asuhan


keperawatan pada Tn.H dengan hipertensi di Ruang Multazam Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta.

A. Pengkajian
B. Dalam pengkajian didapat hasil yaitu pasien mengatakan kepala tersa pusing,
tengkuk tersa berat dan mata sulit untuk di buka. Dimana didapatkan hasil pengukuran
tekanan darah lebih dari normal yaitu 170/110 mmHg. Hal yang menyebabkan pasien
mengalami peningkatan tekanan darah yaitu gaya hidup pasien yang monoton, pasien
mengatakan kalau dirumah pasien jarang beraktifitas, hanya dirumah saja, kurang
berolah raga, pola makan yang tidak baik dimana pasien tidak suka mengkonsumsi sayur
dan buah, pasien lebih suka mengkonsumsi makanan yang berlemak dan kolesterol.
Selain itu pengkajian yang belum penulis kaji yaitu menimbang berat badan karena
keadaan pasien yang lemah dan ketidakmamapuan pasien untuk naik turun tempat tidur
untuk menimbang berat badan. Pada pengkajian seksual penulis lupa menanyakan
karena memang penulis menyadari kurangnya kelengkapan dalam membuat/menyiapkan
pertanyaan untuk pasien. Data yang menunjang bahwa pasien mengalami hipertensi
yaitu didapatkan hasil pemeriksaan tanda – tanda vital TD; 170/110 mmHg. N; 92
x/menit, pernapasan; 24 x/menit, S: 36,8˚ c dan keluhan pasien yang menunjukkan tanda
dan gejala penyakit hipertensi yaitu pusing, rasa berat di tengkuk, peningkatan tekanan
darah dari batas normal, mual dan muntah.
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus dan sesuai dengan teori:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
Gangguan perfusi jaringan serebral adalah suatu keadaan dimana individu
mengalami penurunan dalam nutrisi dan oksigenasi pada tingkat selular sehubungan
dengan kurangnya suplai darah kapiler. ( Carpenito, 2009 ).
Diagnosa ini penulis tegakkan sebagai diagnosa pertama karena merupakan
keluhan utama yang muncul pada pasien, pasien mengeluhkan kepala pusing dan
tengkuk terasa kaku. Dan data – data lain yang mendukung diagnosa ini adalah hasil
pemeriksaan tanda – tanda vital: tekanan darah: 170/110 mmHg, nadi92 x/menit,
pernafasan; 24 x/menit, suhu: 36,8˚c. Penulis menegakkan prioritas pertama karena
jika tidak segera ditangani akan muncul masalah lain yaitu komplikasi penyakit
stroke, gagal jantung.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan
ketika individu yang tidak puasa mengalami atau beresiko mengalami penurunan
berat badan yang berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. ( Carpenito, 2009 )
3. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi secara fisiologis maupun
psikologis untuk men eruskan/menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktivitas
sehari- hari. ( NANDA, 2007 )

C. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan atau implementasi didasarkan atas
intervensi yang disusun sebelumnya, maka tindakan untuk diagnosa 1 tindakan
keperawatan yang telah dilakukan adalah: melakukan pengkajian dan menanyakan
keluhan pasien, melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital, mengajarkan teknik napas
dalam, memberikan tindakan nonfarmakologis yaitu memberikan pijatan pada pundak,
memberikan obat oral analsik 2 x 2 mg dalam 24 jam, memberikan injeksi gastrofer 25
mg/ 12 jam obat masuk melalui selang infus.
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan atau implementasi didasarkan atas
intervensi yang disusun sebelumnya, untuk diagnosa 2 tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu: mengobservasi keadaan umum pasien, menanyakan keluhan pasien,
memberikan makanan ringan tambahan pada pasien sesuai dengan diit hipertensi.
memberikan injeksi dexametazone 5 mg/8 jam obat masuk melalui selang infus, carnevit
1 vial/24 jam, ceftriaxone 1 gr/12 jam, dan brain act 250 mg/12 jam obat masuk melalui
selang infus, mengobservasi keadaan umum pasien.
Berdasarkan diagnosa dan intervensi diatas, maka tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk diagnosa ke 3 adalah melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital dan
menanya keluhan pasien, memberikan injeksi dexa 5 mg/8 jam, carnevit 1 vial/24 jam,
ceftriaxone 1 gr/12 jam, obat masuk melalui selang infus, memberikan mengajarkan
pasien untuk menggerakkan tangannya dan menekukkan kaki, membantu pasien untuk
memenuhi kebutuhannya membantu pasien untuk duduk, menganjurkan keluarga untuk
selalu membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya.

D. Evaluasi Keperawatan
Untuk diagnosa pertama gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial dengan kriteria hasil tekanan darah dalam batas normal
yaitu ( 130/90 mmHg - 140/95 mmHg ), untuk data subyektif pasien mengatakan kepala
masih pusing, masih didapatkan tekanan darah 150/95 mmHg, sehingga masalah
keperawatan teratasi sebagian dan penulis memodifikasi planning yaitu dengan memberikan
ruangan dan suasana yang tenang dan nyaman dengan cara membatasi pengunjung, tidak
membiarkan semua keluarga untuk menungguhi pasien. Diagnosa kedua gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, kriteria hasil
yang penulis harapkan nafsu makan dapat meningkat dan bisa menghabisakan diit menjadi
2/3 porsi, pasien mengatakan nafsu makan sudah bertambah,mampu menghabiskan
makanan sebanyak 2/3 porsi, tenggorokan sudah tidak sakit saat menelan, sehingga masalah
keperawatan teratasi, penulis menambahkan rencana yaitu dengan menghidangkan makanan
selagi hangat dan akan mempertahankan rencana tersebut.
Diagnosa ketiga intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik kriteria
hasil yang penulis harapkan yaitu pasien dapat memenuhi kebutuhannya secara optimal.
Pasien bisa berganti posisi tidur dengan cara miring ekstremitas atas dan bawah sudah bisa
digerakkan. Sehingga masalah keperawatan teratasi sebagian, maka penulis masih akan
mempertahankan rencana keperawatan yaitu dengan mendekatkan semua
barang yang dibutuhkan didekat pasien agar pasien tidak tergantung
dengan orang lain.

Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang komunikasi antar budaya yang
terjadi diantara dua orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda
berarti mereka memiliki perbedaan kepribadian dan persepsi terhadap relasi antar
pribadi. Ketika A dan B dengan budaya yang berbeda bercakap-cakap itulah yang
disebut Komunikasi antar Budaya karena dua pihak “menerima” perbedaan
diantara mereka sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian
dan kecemasan dalam relasi antar pribadi.

PEMBAHASAN

Penjelasan
Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi dari bahasa Inggris communication, dari bahasa latin


communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik bersama,
komunikasi diartikan sebagai proses sharing diantara pihak-pihak yang melakukan
aktifitas komunikasi tersebut.
Menurut lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang
bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi
maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah
tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi
tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses
pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-
tanda atau tingkah laku.
Dan menurut Hybels dan Richard L. Weafer II, bahwa komunikasi merupakan
setiap proses pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses ini meliputi
informasi yang disampaikan tidak hanya lisan dan tulisan, tetapi juga dengan
bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat bantu
disekililing kita untuk memperkaya sebuah pesan.
Definisi Kebudayaan
Pertama, kebudayaan dalam arti yang luas adalah perilaku yang telah tertanam, ia
merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari
pengalaman yang dialihkan secara sosial (disosialisasikan) – tidak sekadar sebuah
catatan ringkas, tetapi dalam bentuk perilaku melalui pembelajaran sosial (social
learning). Kedua, kebudayaan merupakan pandangan hidup dari sekelompok
orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol-simbol yang mereka
terima tanpa sadar atau tanpa dipikirkan, yang semuanya diwariskan melalui
proses komunikasi dan peniruan dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Ketiga, Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengungkapkan kebudayaan
dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,
nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep
yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan
oleh sekelompok orang atau suatu generasi. Demikian pula kebudayaan bisa
berarti sistem pengetahuan yang dipetukarkan oleh sejumlah orang dalam sebuah
kelompok yang besar (Gudykunst dan Kim, 1992). Bahkan lebih tegas lagi
Edward T. Hall mengatakan bahwa kebudayaan adalah komunikasi dan
komunikasi adalah kebudayaan (Edward T. Hall, 1981). Keempat, menurut Levo-
Henriksson (1994), kebudayaan itu meliputi semua aspek kehidupan kita setiap
hari, terutama pandangan hidup apapun bentuknya baik itu mitos maupun sistem
nilai dalam masyarakat. Roos melihat kebudayaan sebagai sistem gaya hidup dan
ia merupakan faktor utama (common dominator) bagi pembentukan gaya hidup.
Kita telah membaca beberapa pengertian kebudayaan, bahwa kebudayaan
merupakan satu unit interpretasi, ingatan, dan makna yang ada di dalam manusia
dan bukan sekadar dalam kata-kata. Ia meliputi kepercayaan, nilai-nilai, dan
norma, semua ini merupakan langkah awal di mana kita merasa berbeda dalam
sebuah wacana. Kebudayaan mempengaruhi perilaku manusia karena setiap orang
akan menampilkan kebudayaannya tatkala dia bertindak, seperti tindakan
membuat ramalan atau harapan tentang orang lain atau perilaku mereka. Terakhir,
kebudayaan melibatkan karakteristik suatu kelompok manusia dan bukan sekadar
pada individu.
Pengertian kebudayaan tersebut mengandung beberapa karakteristik atau cirri-ciri
yang sama, yakni kebudayaan itu ada di antara umat manusia yang sangat
beraneka ragam, diperoleh dan diteruskan secara sosial melalui pembelajaran,
dijabarkan dari komponen biologi, psikologi, dan sosiologi sebagai eksistensi
manusia, berstruktur, terbagi dalam beberapa aspek, dinamis, dan nilainya
relative.

Definisi Komunikasi antar budaya

Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh
khalayak yang memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970). Komunikasi bersifat
budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda kebudayaan. (Rich,
1974). Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu
kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai,
adat, kebiasaan. (Stewart, 1974). Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu
fenomena komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya
yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara
langsung atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984)
Dari defenisi tersebut nampak jelas penekanannya pada perbedaan kebudayaan
sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi dan
interaksi yang terjadi di dalamnya. Karena itu dua konsep terpenting di sini adalah
kontak dan komunikasi merupakan ciri yang membedakan studi Komunikasi
Antar-Budaya dari studi-studi antropologi dan psikologi lintas budaya yang
berupaya mendeskripsikan kebudayaan-kebudayaan antarbudaya. Sejauh ini
upaya pemerhati Komunikasi Antar-Budaya lebih banyak diarahkan pada aspek
intracultural atau pun crosscultural, buakan studi-studi intercultural dari
komunikasi. Sebagaimana tradisi penelitian antropologi dan psikologi lintas
budaya (cross-cultural psycology), kebanyakan dari kegiatan penelitian
memusatkan perhatian pada ; pola-pola komunikasi dalam kebudayaan-
kebudayaan tertentu, studi komparatif lintas budaya mengenai fenomena-
fenomena komunikasi.

Unsur-unsur Kebudayaan

Karena kebudayaan memberikan identitas pada sekelompok manusia, maka


muncul suatu persoalan yakni bagaimana cara kita mengidentifikasi aspek-aspek
atau unsur-unsur kebudayaan yang membedakan satu kelompok masyarakat
budaya dari kelompok masyarakat budaya lainnya. Samovar (1981) membagi
berbagai aspek kebudayaan kedalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial
budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan makna untuk
persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi.
Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam dan mencakup
semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses Komunikasi Antar-Budaya
unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu
bersama-sama seperti komponen dari suatu sistem stereo, karena masing-maasing
saling membutuhkan dan berkaitan. Tetapi dalam penelaahan, unsur-unsur
tersebut dipisah-pisahkan agar dapat diidentifikasi dan ditinjau secara satu
persatu. Unsur-unsur sosial budaya tersebut adalah:
1) Sistem keyakinan, nilai dan sikap.
2) Pandangan hidup tentang dunia.
3) Organisasi sosial.

Pengaruh ketiga unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama
pada aspek individual dan subjektifnya. Kita semua mungkin akan mlihat suatu
obbjek atau peristiwa sosial yanng sama dan memberikan makna objektif yang
sama, tetapi makna individualnya tidak mustahil akan berbeda. Misalnya orang
Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang wanita berdasarkan wujud
fisiknya. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang
bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Orang Amerika memandang nilai
kesetaraan antara pria dengan wanita, sementara orang Arab memendang wanita
cenderung menekankan wanita sebagai ibu rumah tangga.

Studi Kasus

Pada suatu hari saudara saya (orang jawa) berselisih dengan seorang supir angkot
yang berasal dari daerah tapanuli (batak)…. masalahnya mungkin sudah diduga
yaitu, senggol menyenggol kendaraan di tengah kemacetan. Karena tidak ada
polisi dan kedua belah pihak tetap pada pendiriannya, mereka sepakat menuju
kantor polisi terdekat. Karena si supir berbicara meledak-ledak, maka ditegurlah
sang supir oleh pak polisi agar berbicara lebih santun dan tenang.
Namanya pak supir yang sedang naik pitam … sekonyong-konyong ia berbicara :
“Saya orang Batak …. saya tidak bisa bicara halus seperti dia (sambil menunjuk
ke arah saudara saya). Kami orang batak kalau bicara lantang dan terus terang
tetapi jujur, tidak seperti orang Jawa bicara tidak jujur, berputar-putar dan
berbelit-belit”. Untuk orang batak yang baik adalah bicara langsung, terbuka dan
terus terang karena disitu nilai kejujuran dan keterbukaan dijunjung. Namun bagi
orang jawa, hal itu tidak sopan, kalau berbicara sebaiknya harus santun.
Kebaikan buat saudara saya (sopan santun, bicara halus dengan tutur kata yang
baik) dianggap keburukan bagi si supir karena dianggap berputar-putar, berbelit-
belit dan tidak jujur. Begitu juga sebaliknya. Ini adalah penggambaran yang
sangat jelas bagaimana budaya jawa dan budaya batak berpengaruh pada proses
komunikasi mereka. Dengan 2 budaya yang berbeda disertai juga dengan
karakteristik yang berbeda, hal ini akan jelas berpengaruh pada cara mereka
berkomunikasi.

Hambatan

Etnosentrisme

Disatu studi kasus, Orang Indonesia merasa sakit hati dengan perlakuan American
yang memberi buku dengan Tagnan kiri, sebab orang Indonesia sudah
menanamkan suatu pijakan tata krama, bahwasanya memberi dengan tangan kiri,
merupakan bentuk ketidaksopanan. Padahal dalam kenyataannya, orang Amerika
tidak bermaksud demikian.
Hal yang seperti itu, dinamakan Etnosentrisme. Etnosentrisme menurut Sumner,
ialah “ memandang segala sesuatu dalam kelompok sendiri sebagai pusat segala
sesuatu itu, dan hal-hal lainnya diukur dan dinilai berdasarkan rujukan
kelompoknya “ ( dalam Gudykunst dan Kim, 1985 : 5 ). Pandangan-pandangan
etnosentrik itu antara lain berbentuk stereotip, yakni suatu generalisasi atas
sekelompok orang, obyek, atau peristiwa yang secara luas dianut suatu budaya.
Itulah yang juga terjadi di Indonesia. Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis,
sehingga menimbulkan permasalahan kegiatan komunikasi satu sama lain.
Jangankan dengan yang berbeda etnis, bahkan yang satu etnis pun terkadang
terjadi miss-understanding.
Sangat disayangkan, proses Komunikasi yang memiliki pesan yang akan
disampaikan, ternyata menimbulkan effect yang berbeda. Sehingga terjadilah
komunikasi yang tidak efektif.

Perbedaan Kode Komunikasi

Apabila kita bepergian ke Negara yang berbeda, maka kita akan menemukan
bahasa yang berbeda pula di tiap negaranya. Disini kita akan mengalami sebuah
kesulitan dalam berkomunikasi, karena komunikasi yang mereka lakukan
dijalankan dengan media bahasa yang bukan merupakan bahasa yang biasa kita
gunakan sehari-hari. Sedangkan bahasa adalah salah satu elemen terpenting dalam
sebuah komunikasi. Mungkin kita akan berusaha memahami maksud dari orang
yang berbicara dengan kita itu melalui gerak gerik yang dilakukannya, namun
cara seperi ini tidak selalu berhasil. Karena hal tersebut akan tetap mengurangi
makna dari maksud pembicaraan tersebut.
Stereotip dan Prasangka

Stereotip adalah menempatkan seseorang atau kelompok dari orang-orang menuju


ketidakfleksibelan, semua kategori yang tidak menunjukkan arah. Streotip akan
menjadi hamabatan dalam melakukan komunikasi antar pribadi secara efektif
apabila kita gagal menyadari keunikan dari individu, kelompok, dan peristiwa.2
antropologis menganjurkan bahwa setiap orang, dari beberapa respek, 1. seperti
semua orang, 2. seperti sebagian orang, 3. tidak seperti siapapun. Tantangan
ketika bertemu orang lain adalah untuk menyerupai bagaimana penampilan dan
keunikan orang mereka.
Suatu penilaian dan opini tentang orang lain sebelum mengetahui bagaimana latar
belakang dan kenyataan sebenarnya tentang orang itu. Menghalangi komunikasi
yang efektif, khususnya apabila jati diri kita tidak akurat atau mengasumsikan
superioritas pada bagian kita.
Assuming Similarity
Menjadi sesuatu yang tidak akurat berasums bahwa semua orang yang termasuk
kedalam kelompok atau kelas sosial lain sangat bertolak belakang dengan
kehidupan kita, hal ini biasanya sangat ironis untuk berasumsi bahwa orang lain
berperilaku dan berpikir sama seperti kita.

Solusi

· Efektivitas Komunikasi Antar - Budaya

Seluruh proses komunikasi pada akhirnya menggantungkan keberhasilan pada


tingkat ketercapaian tujuan komunikasi, yakni sejauh mana para partisipan
memberikan makna yang sama atas pesan yang dipertukarkan. Itulah yang
dikatakan sebagai komunikasi antarbudaya yang efektif,sering disebut pula
dengan efektivitas komunikasi antar budaya. Berikut ini ditunjukkan beberapa
konsep yang berkaitan dengan efektivitas komunikasi (antarbudaya). Charley H.
Dodd(1991, hlm 272) menjelaskan beberapa aspek yang patut dikaitkan dengan
efektivitas komunikasi antarbudaya, yaitu

1. Aksioma (prinsip) komunikasi antarbudaya yang efektif: (1) komunikasi


antarbudaya yang efektif sangat didambakan,(2) komunikasi antarbudaya yang
efektif berkaitan dengan iklim komunikasi yang positif, dan (3) variabel
komunikasi antarbudaya yang efektif harus dapat diidentifikasikasi.
2. Variabel kognitif dan personal yang dipakai untuk menerangkan komunikasi
antarbudaya yang efektif terinci atas: (1) variabel yang berorientasi pada perilaku
kerja antarbudaya,(2) perilaku yang berorientasi pada diri sendiri,(3)
etnosentrisme,(4) toleransi terhadap situasi yang ambigu, (5) empati,(6)
keterbukaan,(7) kompleksitias kognitif,(8) menyenangkan hubungan
antarpribadi,(9) control personal,(10) kemampuan inovatif,(11) harga diri, dan
(12) daya serap informasi.

· Faktor efektivitas Komunikasi Antar – Budaya


Menurut Billie J. Watstroom (1992, hlm 133), efektivitas komunikasi
antarpersonal ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu(1) menghormati pribadi
orang lain,(2) mendengarkan dengan senang hati,(3) mendengarkan tanpa
menilai,(4) keterbukaan terhadap perubahan dan keragaman,(5) empati,(6)
bersikap tegas, dan (7) kompetensi komunikasi.

Berdasarkan beberapa konsep komunikasi antarbudaya yang efektif di atas maka


saya merumuskan suatu penjelasan efektivitas komunikasi antarbudaya dapat
meliputi beberapa aspek, yakni:

1) Komunikasi yang efektif harus memperhatikan beberapa syarat, yaitu(1) jenis


ketrampilan komunikasi macam manakah yang paling banyak dibutuhkan,(2)
jenis ketrampilan berkomunikasi macam manakah yang dirasakan paling sulit?,
(3) jika ada kesulitan maka dimanakah seseorang dapat memperoleh bantuan?,
dan (4) kapankah jadwal yang tepat untuk memperbaharui ketrampilan
berkomunikasi?
2) Kebanyakan komunikasi antarbudaya (yang merupakan komunikasi
antarpribadi/ antarbudaya) bersifat oral/lisan. Karena itu. Aktivitas komunikasi
seperti itu harus dapat menjawab beberapa pertanyaan mendasar: (1) what do you
want to say, (2) how do you want to say,(3) to whom you want to say it, (4) to
whom are you talking dan (5) meta-messages
3) Efektivitas komunikasi antarpersonal ditentukan oleh cara (1) menghormati
pribadi orang lain,(2) mendengarkan dengan senang hati, (3) mendengarkan tanpa
menilai, (4) keterbukaan terhadap perubahan dan keragaman, (5) empati, (6)
bersikap tegas, dan (7) kompetensi komunikasi.

Mengutamakan Dialog

Menurut Charles N. Snare, konflik komunikasi antar budaya dapat diselesaikan


melalui dialog yang baik, antara lain dengan identifikasi perspektif budaya.
Memang muncul ketakutan terhadap terjadinya komunikasi lintas budaya. Jika
kita melakukan semuanya dengan serba salah. Banyak orang mengasumsikan hal
yang sama dan takut kalau lintas budaya menibulkan konflik sehingga dapat
menghambat komunikasi yang efektif. Seseorang mungin takut sekali bahwa
orang lain tidak mengakui dia, tidak memperhatikan dia, ini karena adanya
kesadaran yang berbeda. Dapat diingat bahwa tidak semua kebudayaan senang
dengan komunikasi langsung, karena itu mungkin sekali pihak ketiga yang
menyumbang konflik itu. Dia mengatakan bahwa hanya dengan bantuan
komunikasi kita dapat menyelesaikan berbagai konflik. Disini konflik harus
dipandang sebagai unsur alamiah dari komunikasi yang mengalami hambatan,
knflik hadir sebagai katalisator untuk memperbesar pengertian dan kerja sama
antar manusia.

Mutual Understanding

William Powers dan David Lowrey menyatakan bahwa komunikasi yang efektif
adalah dasar dari komunikasi yang jitu, yaitu komunikasi yang sejalan dengan
kognisi(apa yang dipikirkan) dari dua atau tiga individu yang berkomunikasi.
Harry Triandis (1997) menegaskan bahwa efektivitas komunikasi itu meliputi
isomorphic attributions, yaitu bagaimana ‘menggambarkan’ (description) sesuatu
menjadi sama (Powers dan Lowrey, 1984, hlm 84)

Everet Rogers dan Lawrence Kincaid juga mengatakan bahwa komunikasi


antarbudaya yang efektif terjadi jika muncul mutual understanding atau
komunikasi yang saling memahami. Yang dimaksudkan dengan saling memahami
adalah keadaan dimana seseorang dapat memperkirakan bagaimana orang lain
memberi makna atas pesan yang dikirim dan menyandi baik pesan yang diterima.
Satu hal yang patut diingat bahwa pemahaman timbale balik itu tidak sama
dengan pernyataan setuju, tapi hanya menyatakan dua pihak sama-sama mengerti
makna dari pesan yang dipertukarkan itu (Rogers dan Kincaid, 1981).

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/20744/BAB%20I.pdf?seq
uence=2&isAllowed=y

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa

https://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Ambon
https://www.google.com/search?safe=strict&client=firefox-b-
d&biw=1366&bih=654&sxsrf=ACYBGNQKO1Txs7BCg65mmU1QBQkHdjbOgg%3A
1576415818809&ei=SjL2Xd6AMcnZz7sPkc-
PkAE&q=suku+ambon&oq=suku+amb&gs_l=psy-
ab.1.0.0l4j0i10j0j0i10j0l3.8526.17352..24662...1.2..3.257.3780.0j16j6....3..0....1..gws-
wiz.....10..0i71j35i39j0i22i30j35i362i39j0i67j0i131.qDjGISFwPUM

Anda mungkin juga menyukai