Anda di halaman 1dari 10

Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan

Bahasa Negara

Kelompok 1:
Carissa Yulianti 18102028
Tiara Faradita 18102014
Nadira Ambarwati 18102024
Hanni Widya Putri 18102057
Aldi Gunawan 18102078

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PRODI AKUNTANSI
UNIVERSITAS TRILOGI
SEBAGAI BAHASA NASIONAL

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berarti tidak memikat pemakainya untuk sesuai
dengan kaidah dasar, digunakan secara non-resmi, santai dan bebas. Pemakai bahasa Indonesia
dalam konteks bahasa Nasional dapat dengan bebas menggunakan ujaran baik lisan, tulis,
maupun kinesiknya. Kebebasan penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks
pembicaraan. Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai suku yang
mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat
menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meinggalkan identitas kesukuan dan
kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan.
Bahkan, lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan
nasional diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa
Indonesia telah berhasil pula menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau
beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa Indonesia belum
sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, sekarang dapat dilihat kenyataan bahwa
seni sastra dan seni drama, baik yang dituliskan maupun yang dilisankan, telah berkembang
demikian pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa perasaan betapa pun halusnya dapat
diungkapkan secara jelas dan sempurna dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan ini
tentulah dapat menambah tebalnya rasa kesetiaan kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan
akan kemampuan bahasa Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia bukan saja
dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan
saja dipakai sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat
perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal lainnya. Misalnya, surat-
menyurat antarinstansi pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan, lokakarya masalah
pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pagawai ke instansi pemerintah. Dengan
kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah nasional dan dalam
situasi formal, berkecenderungan menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi, di antara pelaku
komunikasi tersebut terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya antara bawahan - atasan,
mahasiswa - dosen, kepala dinas - bupati atau walikota, kepala desa - camat, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan
lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh Indonesia, kecuali daerah-daerah
yang mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa
daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai
dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia. Karya-karya
ilmiah di perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya akhir mahasiswa - skripsi, tesis, disertasi,
dan hasil atau laporan penelitian) yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia,
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian iptek, dan
sekaligus menepis anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu mewadahi konsep-konsep
iptek.

Tanggal 28 Oktober 1928, pada hari “Sumpah Pemuda” lebih tepatnya, dinyatakan
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional memilki fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Bahasa Indonesia sebagai Identitas Nasional.


Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional
dibuktikan dengan digunakan nya bahasa indonesia dalam bulir-bulir Sumpah Pemuda.
Yang bunyinya sebagai berikut :

“Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air
Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.”

Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah
butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan demikian,
sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal
yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh
pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah
mempunyai kebulatan tekad yang sama.
Saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai sebagai lingua
franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad sebelumnya.
Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa
bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya
tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak
komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai
sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah
tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran masyarakat yang
semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di
atas.

2. Bahasa Indonesia sebagai Kebanggaan Bangsa.


Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan
dengan masih digunakannya Bahasa Indonesia sampai sekarang ini. Berbeda dengan negara-
negara lain yang terjajah, mereka harus belajar dan menggunakan bahasa negara
persemakmurannya. Contohnya saja India, Malaysia, dll yang harus bisa menggunakan
Bahasa Inggris

3. Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.


Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan
dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam berbagai macam media komunikasi. Misalnya
saja Buku, Koran, Acara pertelevisian, Siaran Radio, Website, dll. Karena Indonesia adalah
negara yang memiliki beragam bahasa dan budaya, maka harus ada bahasa pemersatu
diantara semua itu. Hal ini juga berkaitan dengan Kedudukan keempat dari Kedudukan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda
Suku, Agama, ras, adat istiadat dan Budaya.

4. Bahasa Indonesia sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat
istiadat dan Budaya.
Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan.
Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah
diinformasikan kepada warganya. Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat
berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita
meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

Fungsi bahasa indonesia sebagai lambang kebanggan nasional

Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Lambang Kebanggaan Bangsa Indonesia Sebagai


lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial budaya
luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita
harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya.
Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita harus memakainya
setiap hari terutama di lingkungan sekolah/kampus dan tanpa ada rasa rendah diri, malu,
dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan baik dan benar serta
memelihara dan mengembangkannya. Kesadaran mencintai dan menggunakan bahasa
Indonesia merupakan bagian esensial dari kebanggaan dan integritas nasional
SEBAGAI BAHASA NEGARA

Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara, berarti bahasa Indonesia adalah resmi, digunakan
sesuai dengan kaidah, tertib, cermat, masuk akal dan bahasa Indonesia yang dipakai harus
lengkap dan baku. Tingkat kebakuannya diukur oleh aturan kebahasaan dan logika pemakai.

Pada tanggal 25-28 Februari 1975, Hasil perumusan seminar politik bahasa Nasional yang
diselenggarakan di jakarta. Dikemukakan Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara
adalah :

1. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan.


Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan
dengan digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945.
Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.

2. Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan.


Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan
dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan dari
taman kanak-kanak, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa
Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing
atau menyusunnya sendiri. Cara ini akan sangat membantu dalam meningkatkan
perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek)

3. Bahasa Indonesia sebagai penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah,
Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan
dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antar badan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan
penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan agar isi atau
pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
4. Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan Teknologi.
Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara
dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi, baik melalui buku-buku
pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lainnya. Karena
sangatlah tidak mungkin bila suatu buku yang menjelaskan tentang suatu kebudayaan daerah,
ditulis dengan menggunakan bahasa daerah itu sendiri, dan menyebabkan orang lain belum
tentu akan mengerti.

Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia


sebagai Bahasa Negara/Resmi

Perbedaan dari Segi Ujudnya


Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka peringatan Hari
Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka
peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang semacam ini.

“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau, bukan? Kalau
kagak tau yang kebacut, gitu aja”.

Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca surat-surat
dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.
Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau suku
yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling banter’, ‘kesusu’ dan
‘mblayu’? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak akan
menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh lawan bicara kita sebagaimana contoh
di atas. Kita juga tidak akan menggunakan struktur-struktur kalimat yang membuat mereka
kurang memahami maksudnya.
Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada contoh di atas,
dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah juga kita lakukan pada
saat berkenalan dengan seeorang lain daerah atau lain suku? Perbedaan secara khusus memang
ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan
pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang berbeda
dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi. Begitu juga dalam lapangan
ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya
menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan dan situasi di atas tidak pernah
digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untuk memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk
membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka), ‘dia punya harga’ (untuk harganya), dan kata ‘situ’
(untuk Saudara, Anda, dan sebagainya), ‘kenapa’ (untuk mengapa), ‘bilang’ (untuk mengatakan),
‘nggak’ (untuktidak), ‘gini’ (untuk begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak
baku.
Perbedaan dari Proses Terbentuknya
Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan
bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat di dalam uraian
pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah hal berikut.
Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara jelas-
jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didorong oleh rasa
persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra Indonesia sadar bahwa persatuan
merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita
teguh bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk
mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu,
yang tidak kalah pentingnya adalah srana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan
pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka
ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.
Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa Indonesia itu
sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan
dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah
disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya
sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai
penduduk Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat.
Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut dilatarbelakangi
oleh proses pembentukan yang berbeda.

Perbedaan dari Segi Fungsinya


Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan tanggung jawab kita
terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dipakai,
kiranya sudah kita ketahui.
Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengn tanggung jawab kita
terhadp pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi
tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita berkewajiban
moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah
yng membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi bahasa Indonesia baik
dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara/resmi.
Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat penghubung antarsuku,
misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air Indonesia.
Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di wilayah
Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk
menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi
karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga
Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotnyan berkewajiban
moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar berbahasa
Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina yang berwarga
negara Indonesia ataukah tidak.
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku, karena dia
berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara Indonesia yang
menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.
Referensi :

http://ariefsz.blogspot.com/2011/11/fungsi-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa.html

https://www.kompasiana.com/sam_last_voice/5517d8bf81331146699de41e/bahasa-indonesia-
sebagai-bahasa-nasional-dan-fungsinya

http://mochinolove.blogspot.com/2011/11/kedudukan-bahasa-indonesia-sebagai.html

http://rizkiaji22.blogspot.com/2011/11/bahasa-indonesia-sebagai-bahsa-nasional.html

https://www.slideshare.net/ManshurIeyMan/makalah-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-nasional

http://sumberinforma.blogspot.com/2012/10/makalah-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa.html

Anda mungkin juga menyukai