Anda di halaman 1dari 27

TUGAS PAPER PENDIDIKAN PANCASILA

“PANCASILA DAN PENANAMAN NILAI-NILAI ANTI KORUPSI”

Nama : Yuliana Sari Br Naninggolan

Kelas : Farmasi Reguler Sore 1C

Semester : 1 (SATU)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam segi bahasa, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptio. Kata ini
sendiri memiliki kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalikkan atau menyogok. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan,
dsb, untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Beberapa negara di Asia memiliki beragam
istilah korupsi yang pengertiannya mendekati definisi korupsi. Di China, Hongkong dan
Taiwan, korupsi dikenal dengan nama yum cha, atau di India korupsi diistilahkan bakhesh,
di Filiphina dengan istilah lagay dan di Thailand dengan istilah gin muong. (Badjuri, 2011)
Korupsi bukan menjadi persoalan baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebab sejak zaman Belanda menjajah Indonesia, korupsi sudah berkembang pesat
sehingga menyebabkan kongsi dagang Belanda bangkrut pada tahun 1602. Ketika
Indonesia memperoleh kemerdekaan, persoalan korupsi belum juga selesai mengingat
karakter dasar manusia yang tidak pernah puas. Sehingga meski sudah memperoleh
kedudukan tinggi sekalipun, ketika ada peluang melakukan korupsi ditambah system
hukum yang lemah, menyebabkan korupsi masih berkembang pesat. (Saputra, 2017)
Pada saat Indonesia mengalami masa Orde Baru, korupsi semakin berjalan sistemik
dan melibatkan para pejabat yang berkuasa dan mendapatkan pembiaran dari penegak
hukum. Koruptor dengan berbagai cara menguras anggaran negara demi memperkaya
kepentingan pribadi dan kelompoknya. Kondisi ini masih berlanjut sampai sekarang ketika
nafas kebebasan di era reformasi sudah berhembus kencang. Pasca reformasi tidak
menyurutkan berbagai tindakan korupsi bahkan semakin terasa marak korupsi yang terjadi.
Melihat kondisi bangsa yang semakin terpuruk menghadapi korupsi di Indonesia,
tentunya menjadi penting untuk melihat sejauh mana korupsi menabrak fitrah manusia
sebagai makhluk yang memiliki etika dan akhlak mulia, Seorang koruptor secara nyata
telah merugikan kepentingan masyarakat, menghambat kemajuan ekonomi, merusak
moralitas dan memperlemah perekonomian nasional. Sehingga sangat tepat jika disebut
korupsi adalah sarana yang dapat menghancurkan sebuah bangsa.
Korupsi adalah realitas tindakan penyimpangan norma sosial dan hukum yang idak
dikehendaki masyarakat dan diancam sanksi oleh negara. Korupsi sebagai bentuk
penyalahgunaan kedudukan (jabatan), kekuasaan, kesempatan untuk memenuhi
kepentingan diri sendiri dan atau kelompoknya yang melawan kepentingan bersama
(masyarakat). (Yustisia, 2014)
Korupsi merupakan penyakit sosial yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan
merusak tatanan hidup bernegara. Korupsi di Indonesia sudah tergolong extra ordinary
crime karena telah merusak, tidak saja keuangan negara dan potensi ekonomi negara, tetapi
juga telah meluluhlantakan pilar-pilar sosio budaya, moral, politik, dan tatanan hukum dan
keamanan nasional. Oleh karena itu, pola pemberantasannya tidak bisa hanya oleh instansi
tertentu dan tidak bisa juga dengan pendekatan parsial. Hal tersebut harus dilaksanakan
secara komperehensif dan bersama-sama, oleh lembaga penegak hukum, lembaga
permasyarakatan, dan setiap individu sebagai anggota masyarakat. (Suroto, 2015)
Bentuk korupsi di negara ini juga bermacam-macam, dimulai dari pungli di jalan-
jalan, mark up proyek, mafia peradilan, illegal loging sampai kredit macet yang merugikan
negara triliunan rupiah. Maka tidak salah kalau ada yang mengatakan bahwa penyakit
korupsi di negeri ini telah berkembang dalam tiga tahap, yaitu elitis, endemic, dan
sistemik. Pada tahap elitis, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan
para elit atau pejabat. Pada tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau lasan
masyarakat luas. Lalu taham yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu
di dalam system terjangkit korupsi di bangsa ini telah sampai pada tahap sistemik. Praktek
korupsi terjadi karena individu tidak mempunyai nilai-nilai moral yang dapat mencegah
korupsi yang akan dilakukannya.
Salah satu upaya jangka panjang yang terbaik mengatasi korupsi adalah dengan
memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan generasi muda sekarang
khususnya mahasiswa di Perguruan Tinggi. Karena mahasiswa adalah generasi penerus
yang akan menggantikan kedudukan para penjabat terdahulu. Juga karena generasi muda
sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah
mendidik dan memengaruhi generasi muda supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi
sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi oleh “budaya” korupsi dari generasi
pendahulunya.
Mahasiswa merupakan suatu elemen masyarakat yang unik. Jumlahnya tidak banyak,
namun sejarah menunjukkan bahwa dinamika bangsa ini tidak lepas dari peran mahasiswa.
Walaupun jaman terus bergerak dan berubah, namun tetap ada yang tidak berubah dari
mahasiswa, yaitu semangat dan idealisme. Semangat-semangat yang berkobar terpatri
dalam diri mahasiswa, semangat yang mendasari perbuatan untuk melakukan perubahan-
perubahan atas keadaan yang dianggapnya tidak adil. Mimpi-mimpi besar akan bangsanya.
Intuisi dan hati kecilnya akan selalu menyerukan idealisme. Mahasiswa tahu, ia harus
berbuat sesuatu untuk masyarakat, bangsa dan negaranya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa arti Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia?
2. Apa pengertian korupsi dan ditinjau dari beberapa rumusan?
3. Apa faktor atau aspek penyebab korupsi?
4. Bagaimana Korupsi di Indonesia?
5. Bagaimana Peran Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Anti Korupsi di
Indonesia?
6. Bagaimana Implementasi Nilai Pancasila dalam Menyikapi Korupsi di Indonesia?
7. Apa gerakan dan strategi anti-korupsi bagi mahasiswa?
8. Apa peranan mahasiswa sebagai antikorupsi?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan arti Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia.
2. Mengetahui pengertian korupsi dan ditinjau dari beberapa rumusan.
3. Mengetahui faktor atau aspek penyebab korupsi
4. Menjelaskan Korupsi di Indonesia.
5. Menjelaskan Peran Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Anti Korupsi di
Indonesia.
6. Menjelaskan Implementasi Nilai Pancasila dalam Menyikapi Korupsi di Indonesia.
7. Mengetahui gerakan dan strategi anti-korupsi bagi mahasiswa.
8. Mengetahui peranan mahasiswa sebagai antikorupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia
Negara Indonesia terdiri dari berbagai macam pulau, suku, bahasa daerah, agama, ras
dan kebudayaan atau adat istiadat. Keanekaragaman ini yang menjadi latar belakang
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang multicultural. Kekayaan yang dimiliki oleh negara
Indonesia akan diwariskan kepada para generasi penerus bangsa untuk dijaga, dilestarikan
dan dipelihara dengan baik. Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau, suku,
bahasa daerah, agama, ras dan kebudaayaan, tetap bisa bersatu dengan dasar negara yang
sama yaitu Pancasila. Perbedaan yang ada dalam bangsa Indonesia, dan tetap dapat hidup
bersama dan berdampingan sehingga muncul semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yakni
berbeda-beda tetapi tetap satu.
Pancasila ditawarkan Soekarno sebagai philosofische Grondslag (dasar, filsafat, atau
jiwa) dari Indonesia merdeka. Soekarno mau mengatakan bahwa niat dan keinginan
merdeka itu haruslah bulat, akan tetapi dasar yang akan dipakai bagi Indonesia merdeka
haruslah sesuatu yang sudah mendarah daging dan ada dalam semua sanubari rakyat
Indonsia. Dalam kerangka inilah Soekarno menyebut bahwa dasar negara Indonesia yang
ia pikirkan sudah ada dalam renungannya sejak 1918. Soekarno menguraikan dasar-dasar
apa saja yang perlu dimiliki bagi bangunan Indonesia merdeka. Dasar-dasar yang ia
sebutkan adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisme (kemanusiaan),
mufakat/permusyawaratan, kesejahteraan (keadilan sosial), dan akhirnya Ketuhanan.
Kelima prinsip itulah yang dia namakan Pancasila dan diusulkan sebagai dasar negara
Indonesia merdeka. (Dewantara, 2017)
Pertama, Kebangsaan yang dimaksud Soekarno adalah Nationale Staat dan nasionalisme
Indonesia. Setiap warga negara Indonesia harus merasa diri mempunyai satu bangsa dan
tumpah darah yang sama, yakni Indonesia. Kedua, untuk menjaga sila pertama adalah
perikemanusiaan (internasionalisme). Hal ini penting agar bangsa Indonesia merasa diri
menjadi bagian dari seluruh umat manusia di dunia. Ketiga, permusyawaratan yang
dimaksud Soekarno adalah perjuangan ide dari seluruh rakyat Indonesia lewat wakil-
wakilnya demi mewujudkan kesejahteraan umum. Keempat, kesejahteraan sosial yang
dimaksud Soekarno adalah kemakmuran yang harus bisa dinikmati oleh segenap warga
Indonesia, karena untuk kepentingan inilah suatu bangsa terbentuk. Kelima, Ketuhanan
yang dimaksud oleh Soekarnoo adalah Ketuhanan yang berkebudayaan. Artinya bangsa
Indonesia mengharai pengakuan setiap manusia Indoneisa akan peran Tuhan dalam
pencapaian kemerdekaan ini. Bangsa Indonesia mengakui keberadaan agama-agama, dan
hendaknya ada rasa saling menghargai di antara mereka, kerena dengan demikian bangsa
Indonesia bisa disebut bangsa yang berbudaya. (Dewantara, 2017)

2.2 PENGERTIAN KORUPSI DAN DITINJAU DARI BEBERAPA RUMUSAN


A. Pengertian Korupsi
Pengertian korupsi menurut hukum positif (UU No 31 Tahun 1999 No UU No.20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) adalah perbuatan setiap orang
baik pemerintahan maupun swasta yang melanggar hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara.
Penyebab terjadinya korupsi bermacam-macam dan banyak ahli mengklasifiksikan
penyebab terjadinya korupsi. Salah satunya Boni Hargen, yang membagi penyebab
terjadinya korupsi menjadi 3 wilayah, yaitu:
1. Wilayah Individu
Dikenal sebagai aspek manusia yang menyangkut moralitas personal serta kondisi
situasional seperti peluang terjadinya korupsi termasuk di dalamnya adalah faktor
kemiskinan.
2. Wilayah Sistem
Dikenal sebagai aspek institusi/administrasi. Korupsi dianggap sebagai
konsekuensi dari kerja sistem yang tidak efektif. Mekanisme kontrol yang lemah dan
kerapuhan sebuah sistem memberi peluang terjadinya korupsi.
3. Wilayah Irisan antara Individu dan Sistem
Dikenal dengan aspek sosial budaya, yang meliputi hubungan antara politisi,
unsur pemerintah dan organisasi non pemerintah. Selain itu meliputi juga kultur
masyarakat yang cenderung permisif dan kurang perduli dengan hal-hal yang tidak
terpuji. Disamping itu terjadinya pergeseran nilai, logika, sosial, dan ekonomi yang ada
dalam masyarakat.
B. Definisi Korupsi Ditinjau dari Beberapa Rumusan
Dalam Oxford English Dictionary (OED) makna korupsi dikategorikan dalam tiga
kelompok sebagai berikut :
1. Secara fisik : misalnya perbuatan pengrusakan atau dengan sengaja menimbulkan
pembusukan dengan tindakan yang tidak masuk akal serta menjijikan.
2. Moral : bersifat politis yaitu membuat korup moral seseorang atau bisa berarti fakta
kondisi korup, dan kemerosotan yang terjadi dalam masyarakat.
3. Penyelewengan terhadap kemurnian : seperti misalnya penyelewengan norma
sebuah lembaga sosial tertentu, adat istiadat dan seterusnya. Perbuatan ini tidak
cocok atau menyimpang dari nilai kepatutan kelompok pergaulan. Penggunaan
istilah korupsi dalam hubungannya dengan politik diwarnai oleh pengertian yang
termasuk kategori moral.
Beberapa definisi korupsi ditinjau dari beberapa rumusan yang ada antara lain:
1. Rumusan korupsi menurut perkembangan ilmu – ilmu social
Kelompok terbesar penulis ilmu-ilmu sosial mengikuti rumusan OED atau
mengambil salah satu bentuk kategori dasar yang telah disebut para ilmuwan sosial
pada umumnya mengaitkan definisi mereka tentang korupsi, terutama ditujukan
pada kantor pemerintahan (instansi atau aparatur), sedangkan kelompok yang lebih
kecil mengembangkan definisi yang dihubungkan dengan permintaan dan
penawaran serta menekankan pada konsep-konsep yang diambul dari teori-teori
ekonomi, dan sebagian lagi membahas korupsi dengan pendekatan kepentingan
masyarakat.
2. Rumusan yang menekankan pada jabatan dalam pemerintahan
Definisi korupsi yang berkaitan dengan konsep jabatan dalam pemerintahan
terlihat di dalam karya tiga pengarang sebagai berikut yaitu:
a. Menurut Barley, perkataan “korupsi“ dikaitkan dengan perbuatan penyuapan
yang berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai
akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi
keuntungan pribadi.
b. Menurut Mc.Mullan, seseorang pejabat pemerintah dikatakan “korup“
apabila ia menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan
sesuatu yang ia bias lakukan dalam tugas jabatannya, padahal ia selama
menjalankan tugasnya seharusnya tidak boleh berbuat demikian.
c. Menurut S.Nye, korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari
kewajiban-kewajiban normal suatu peranan jawatan pemerintah, karena
kepentingan pribadi (keluarga, golongan, kawan akrab), demi mengejar status
dan gengsi atau pencari pengaruh bagi kepentingan pribadi.
3. Rumusan korupsi yang dihubungkan dengan teori pasar
Perumusan ini dikembangkan oleh para ahli sebagai berikut:\
a. Jacob Van Klaveren, mengemukakan bahwa seorang pengabdi Negara
(pegawai negeri) yang berjiwa “korup“, menganggap kantor jabatannya akan
diusahakan semaksimal mungkin. Besarnya hasil yang ia peroleh tergantung
pada situasi pasar dan “ kepandaianya“ untuk menemukan titik hasil
maksimal permintaan masyarakat.
b. Robert Tilman, berkeyakinan bahwa korupsi meliputi suatu pergeseran dari
model penentuan harga yang diperintahkan ke model pasaran bebas.
Mekanisme yang dipusatkan menjadi cita-cita birokrasi modern yang dapat
dipecah kedalam ketidaksamaan yang serius antara penawaran dan
permintaan. Para langganan akan mengambil resiko yang sudah diketahui dan
membayar harga yang lebih tinggi agar terjamin untuk memperoleh
keuntungan yang dicita – citakan.
4. Rumusan yang berorientasi pada kepentingan umum
a. Carl J. Friedrich, misalnya mempertahankan bahwa pola korupsi dapat
dikatakan ada apabila seorang pemegang kekuasaan yang berwenang untuk
melakukan hal-hal tertentu, seperti pejabat yang bertanggung jawab melalui
uang atau semacam hadiah lainya yang tidak diperbolehkan oleh undang-
undang (secara tidak sah), membujuk untuk mengambil langkah yang
menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-
benar membahayakan kepentingan umum.
b. Arnold A. Regan dan D. Lasswell, mempertahankan bahwa suatu perbuatan
yang korup menodai pertanggungjawaban bagi sedikitnya satu sistem dari
tertib umum atau warga negara dan sudah tentu bertentangan dengan sistem
tersebut. Sistem yang mengutamakan kepentingan umum atau warga negara
lebih mengagungkan kepentingan umum diatas kepentingan khusus dan
perkosaan terhadap kepentingan umum untuk memperoleh manfaat tertentu
bagi dirinya adalah korupsi.
Keempat rumusan korupsi tersebut, pada giliranya mewarnai perumusan dalam
undang – undang pidana korupsi suatu negara tertentu. Namun setiap negara
mempunyai perumusan masing – masing tentang tindak pidana korupsi, walaupun
pada prinsipnya mempunyai unsur – unsur yang hampir sama.

2.3 FAKTOR ATAU ASPEK PENYEBAB KORUPSI


Menurut Yamamah, ketika perilaku konsumtif dan materialistic masyarakat serta
sistem politik yang masih “mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya
permainan uang dan korupsi (Ansari Yamamah: 2009).
Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukan
korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu
ditahannya. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang
salah dalam mengakses kekayaan. Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi
karena faktor politik, hukum, ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen
dalam Membasmi Korupsi yang mengidentifikasikan empat factor penyebab korupsi yaitu
faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.
A. Faktor – Faktor Penyebab Korupsi
1. Faktor Politik
Politik salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dilihat ketika terjadi
instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan bahkan ketika
meraih dan mempertahankan kekuasaan. Menurut Susanto (2002) korupsi level
pemerintahan adalah dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian
perlindungan, pencurian barang-barang publik untuk kepentingan pribadi,
disebabkan suatu hal yang disebut konstelasi politik. Sementara menurut De Asis,
korupsi politik misalnya perilaku curang (politik uang) pada pemilihan anggota
legislatif atau pejabat-pejabat eksekutif, dana illegal untuk pembiayaan kampanye,
penyelesaian konflik parlemen melalui cara-cara illegal dan teknik lobi yang
menyimpang (De Asis: 2000). Dapat dikatakan bahwa korupsi adalah hasil dari
adanya monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar
tanpa keterbukaan dan pertanggungjawaban.
2. Faktor Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-
undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi
hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil,
rumusan yang tidak jelas-tegas sehingga menjadi multi tafsir, kontradiksi dan
overlapping dengan peraturan lain, sanksi yang tidak equivalen dengan perbuatan
yang dilarang, sehingga tidak tepat sasaran, dan sebagainya, memungkinkan
peraturan tidak kompatibel dengan realitas di masa mendatang akan mengalami
resistensi. Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan legitimasi bagi berbagai
kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan mempertahankan dan mengakumulasi
kekuasaan.
Bibit Samad Riyanto (2009) mengatakan lima hal yang dianggap berpotensi
menjadi penyebab timbulnya korupsi:
a. Sistem politik
b. Intensitas moral seseorang atau kelompok
c. Remunerasi (pendapatan) yang minim
d. Pengawasan baik bersifat internal-eksternal
e. Budaya taat aturan.
Hal senada juga dikemukakan oleh Basyaib, dkk (Basyaib: 2002) yang
menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan perundang-undangan memberikan
peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Di samping itu, praktik penegakan
hukum juga masih dililiy berbagai permasalahan yang menjauhkan hukum dari
tujuannya.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu
dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.
Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, korupsi
seharusnya dilakukan orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah
dan hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan
hidup. Namun di saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan
tinggi (Sulistyantoro: 2004). Pendapat lain menyatakan kurangnya gaji dan
pendapatan pegawai negeri merupakan faktor paling menonjol menyebabkan
meluasnya korupsi di Indonesia. Dari keinginan pribadi untuk keuntungan yang
tidak adil, ketidakpercayaan sistem peradilan, banyak faktor motivasi orang
kekuasaan, anggota parlemen termasuk warga biasa, terlibat dalam perilaku korup.
4. Faktor Organisasi
Menurut Tunggal (2000). Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut
pandang organisasi meliputi:
a. Kurang adanya teladan dari pimpinan
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
c. System akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
d. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.
Melalui tujuan organisasi para anggota dapat memiliki arah yang jelas tentang
segala kegiatan dan tentang apa saja yang tidak, serta apa yang dikerjakan dalam
kerangka organisasi. Tujuan organisasi dapat berfungsi menyediakan pedoman-
pedoman praktis bagi anggotanya. Tujuan organisasi menghubungkan anggota
dengan berbagai tata cara dalam kelompok. Standar tindakan anggota organisasi
akan menjadi tolok ukur dalam menilai bobot tindakan. Sebuah organisasi berfungsi
baik, bila anggotanya bersedia mengintegrasikan diri di bawah sebuah pola tingkah
laku (yang normatif), sehingga dapat dikatakan kehidupan bersama mungkin
apabila anggota-anggota bersedia memenuhi aturan yang telah ditentukan.
Dari pendapat para ahli diatas korupsi merupakan kejahatan yang luar bisa karena
kejahatan ini mengakibatkan dampak begitu serius di berbagai sektor dan apabila dibiarkan
terus menerus akan menjadi kejahatann yang biasa karena pelaku menganggap kejahatan
ini sudah lumrah dan hal yang biasa. Untuk itu harus dicegah sedini mungkin agar tidak
menjadi kejahatan yang turun temurun bagi generasi selanjutnya.
2.4 KORUPSI DI INDONESIA
Korupsi berasal dari Bahasa latin “corruption” atau “corruptus” yang berarti
kerusakan atau kebobrokan. Secara harafiah korupsi adalah kebusukan, keburukan,
kebejatan korupsi adalah perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang dan
sebagainya. Korupsi dapat pula dijelaskan sebagai korup, artinya busuk, suka menerima
suap, memakai kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan sebagainya. Koruptor artinya
orang yang melakukan korupsi. (Saputra, 2017)
Korupsi bukanlah merupakan sesuatu yang baru dalam sejarah peradaban manusia.
Fenomena ini telah dikenal dan menjadi bahan diskusi bahkan sejak 2000 tahun yang lalu
ketika seorang Perdana Menteri Kerajaan India bernama Kautilya menulis buku berjudul
Arthashastra. Demikian pula dengan Dante yang pada tujuh abad silam juga menulis
tentang korupsi (penyuapan) sebagai tindak kejahatan. Bahkan seorang Shakespeare juga
menyinggung korupsi sebagai bentuk kejahatan. Sebuah ungkapan terkenal pada tahun
1887 mengenai korupsi dari sejarawan Inggris, Lord Acton, yaitu ”power tends to corrupt,
absolute power corrupts absolutely”, hal ini menegaskan bahwa korupsi berpotensi muncul
di mana saja tanpa memandang ras, geografi maupun kapasitas ekonomi. (Badjuri, 2011)
Korupsi merupakan penyakit sosial yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan
merusak tatanan hidup bernegara. Korupsi di Indonesia sudah tergolong extra ordinary
crime karena telah merusak, tidak hanya keuangan negara dan juga potensi ekonomi suatu
negara, namun juga sudah merusak pilar-pilar sosial budaya, moral, politik, dan tatanan
hukum dan keamanan nasional negara. Oleh karena itu, pemberantasannya tidak bisa
hanya oleh instansi tertentu saja dan tidak bisa dengan pendekatan parsial. Hal itu harus
dilakukan secara komprehensif dan bersama-sama, oleh lembaga penegak hukum, lembaga
pemasyarakatan, dan setiap individu sebagai anggota masyarakat. (Suroto, 2015)
Banyak komentar negatif bahkan sampai umpatan-umpatan terhadap perilaku dan
pelaku tindak pidana korupsi. Muak, jengkel, putus asa, marah, dan hal-hal negatif lain
atas langgeng dan menjamurnya perilaku korupsi. Terlebih dalam tayangan televisi,
tersangka, terdakwa, dan bahkan terpidana seakan-akan menunjukkan show force maupun
berperilaku sebagai celebrity. (Waluyo, 2014)
Menjamurnya tindak pidana korupsi tentu membuat segenap bangsa Indonesia
gundah gulana. Ternyata korupsi terjadi pada pelbagai sektor dan juga kekuasaan
eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta sektor swasta (private sector). Oleh karena itu
pemberantasan korupsi merupakan salah satu fokus utama Pemerintah dan Bangsa
Indonesia. Upaya-upaya telah ditempuh, baik untuk mencegah maupun memberantas
korupsi secara serentak, mengingat tindak pidana korupsi sebagai white collar crime serta
sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Upaya-upaya itu sebenarnya telah
dilakukan dan diupayakan agar membuahkan hasil berupa tumbuhnya itikad
pemberantasan korupsi hingga ke pelosok Indonesia. Pada masa reformasi, selain
Kepolisian dan Kejaksaan sejumlah instansi pelaksanaan dan pendukung pemberantasan
korupsi juga dibentuk, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK), juga telah dibentuk pengadilan khusus tindak pidana korupsi. Semua itu
dilakukan dalam rangka mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi. (Waluyo, 2014)

2.5 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA ANTI KORUPSI


DI INDONESIA
Upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak tahun
1957. Dalam perjalanannya, upaya tersebut merupakan sebuah proses pelembagaan yang
cukup lama dalam penanganan korupsi. Upaya-upaya tersebut adalah:
1. Operasi militer khusus dilakukan pada tahun 1957 untuk memberantas korupsi di
bidang logistik.
2. Dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dengan tujuan
melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
3. Pada tahun 1970 dibentik tim advokasi yang lebih dikenal dengan nama Tim Empat
yang bertugas memberikan rekomendasi penindakan korupsi kepada pemerintah.
4. Operasi Penertiban (Opstib) dibentuk pada tahun 1977 untuk memberantas korupsi
melalui aksi pendisplinan administrasi dan operasional.
5. Pada tahun 1987 dibentuk Pemsus Restitusi yang khusus menangani pemberantasan
korupsi di bidang pajak.
6. Pada tahun 1999 di bentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK) di bawah naungan Kejaksaan Agung. Pada tahun yang sama juga dibentuk
Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN).
7. Pada tahun 2002 dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedangkan KPKPN
melebur dan bergabung didalamnya.
Pemberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya sudah dilakukan sejak empat
decade silam. Sejumlah perangkat hukum sebagai instrument legal yang menjadi dasar
proses pemberantasan korupsi di Indonesia juga telah disusun sejak lama. Namun
efektifitas hukum dan pranata hukum yang belum cukup memadai menyebabkan iklim
korupsi di Indonesia tidak kunjuk membaik. Berdasarkan hasil survey di kalangan
pengusaha dan pebisnis oleh lembaga konsultan Political dan Economic Risk Consultancy
(PERC) yang berbasis di Hongkong, Indonesia masih dinilai sebagai negara paling korup
diantara 12 negara Asia tujuan investasi dunia. (Badjuri, 2011)
Strategi pemberantasan korupsi harus dibangun dan didahului oleh adanya itikad
kolektif, yaitu semacam kemauan dan kesungguhan (willingness) dari semua pihak untuk
bersama-sama tidak memberikan toleransi sedikitpun terhadap perilaku korupsi. Oleh
karena itu, dalam mewujudkan sebuah strategi yang efektif memberantas korupsi,
dibutuhkan pemenuhan prasyarat sebagai berikut:
Didorong oleh keinginan politik serta komitmen yang kuat dan muncul dari
kesadaran sendiri Menyeluruh dan seimbang Sesuai dengan kebutuhan, ada target, dan
berkesinambungan Berdasarkan pada sumber daya dan kapasitas yang tersedia Terukur
dan transparan dan bebas dari konflik kepentingan.
Sejak tahun 2002, KPK secara formal merupakan lembaga anti korupsi yang dimiliki
Indonesia. Pembentukan KPK didasari oleh UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi. Sesuai dengan UU tersebut, KPK memiliki tugas melakukan
tugas kordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi; supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi; penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan melakukan
pemantauan (monitoring) penyelenggaraan pemerintah negara.
Badjuri mengatakan bahwa, kewenangan yang dimiliki KPK adalah
mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
meletakkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada
instansi terkait; melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, meminta laporan instansi
terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Dengan demikian tugas dan
kewenangan yang dimiliki oleh KPK, maka KPK merupakan ujung tombak pemberantasan
korupsi di Indonesia. (Badjuri, 2011)

2.6 IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DALAM MENYIKAPI KORUPSI DI


INDONESIA
Pancasila merupakan cerminan kepribadian rakyat Indonesia sejatinya adalah nilai
ideal yang digariskan secara baik oleh pendiri bangsa. Ketika merumuskan Pancasila,
terdapat perdebatan yang mengarah kepada bagaimana model terbaik manusia Indonesia di
masa mendatang. Melalui diskusi intensif dan perdebatan intelektualitas, lahir konsepsi
Pancasila yang agung dan memiliki cita-cita luhur. Untuk itu, segala bentuk penyimpangan
dalam masyarakat Indonesia selayaknya dapat dikembalikan kepada lemahnya pemahaman
dan pengalaaman masyarakat Indonesia atas Pancasila. (Saputra, 2017)
Seseorang yang berjiwa Pancasilais juga menyadari bahwa Indonesia adalah negara
hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945), maka penting sekali menjunjung tinggi hukum dengan
tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum. Sebagai makhluk beragama, juga tak
ada satupun agama yang mengajarkan untuk merugikan kepentingan orang lain. Setiap
membela Pancasila adalah membela negara, dimana salah satu wujud bela negara dengan
melawan perbuatan korupsi yang merugikan masa depan bangsa. Korupsi sebagai bentuk
penyimpangan sosial jelas bertentangan dengan butir nilai dalam Pancasila. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa menekankan bahwa manusia Indonesia memiliki keimanan dan
percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang diketahui, Indonesia berkembang
enam agama resmi (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu) dan
semuanya menolak korupsi. Penolakan hadir disebabkan perilaku korupsi sangat
berlawanan dengan semangat manusia yang memiliki Tuhan dalam hidupnya.
Secara nyata koruptor sudan menafikan adanya tindakan yang merugikan orang lain
dan perbuatan dosa yang kelak akan mendapatkan pembalasannya. Tindakan pidana
korupsi juga melupakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu Maha Melihat segala perbuatan
hambanya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila ini menegaskan tindakan korupsi
mengabaikan pengakuan persamaan derajat, saling mencintai, sikap tenggang rasa,
membela kebenaran dan keadilan. Seorang koruptor tidak memiliki rasa keadilan dan
keadaban, sebab hak yang seharusnya dimiliki rakyat diambil secara sepihak untuk
kepentingan pribadinya.
Persatuan Indonesia. Seorang koruptor mementingkan nafsu dan urusan pribadinya
saja, mengabaikan betapa kesalahan yang diperbuatnya merusak sendi kehidupan
perekonomian, pembangunan sosial, melemahkan budaya positif di masyarakat dan
melunturkan rasa kecintaan kepada bangsa dan negara. Dengan melakukan korupsi, maka
dirinya merusak persatuan nasional karena perbuatan yang dilakukannya berdampak
kepada seluruh masyarakat Indonesia yang tidak dapat merasakan kenikmatan dan hasil
pembangunan di Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan. Munculnya perilaku koruptif khususnya di kalangan parlemen jelas menabrak
sila keempat. Kepercayaan masyarakat kepada parlemen luntur padahal amanah mereka
dalam sistem demokrasi dititipkan kepada para wakil rakyat. Ketika wakil rakyat justru
sibuk menguras anggaran negara, maka pelanggaran terhadap sila keempat sudah terjadi
dan mengundang sinisme masyarakat bahwa gedung wakil rakyat tak ubahnya tempat
pertemuan para koruptor.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tak ada lagi keadilan ketika
kesenjangan sosial semakin lebar disebabkan anggaran negara tidak lagi pro rakyat.
Kepentingan umum terganggu akibat tidak selesainya pembangunan karena dana
pembangunan tertahan di tangan para koruptor. Kemajuan pembangunan yang merata dan
kesempatan menikmati keadilan sosial hilang sudah ketika banyak sekali agenda
pembangunan tidak berjalan sesuai harapan. (Saputra, 2017)
Pancasila bukan sebuah bentuk aturan yang kaku dan bersifat terbuka. Sehingga
dalam implementasiannya dapat dikembangkan dalam berbagai dimensi kehidupan dan
melibatkan banyak pihak yang memiliki kepentingan sama menjaga dan mengamalkan
nilai Pancasila. Konteks mengatasi persoalan korupsi, implementasi nilai Pancasila dapat
dimulai dari kehidupan keluarga dengan membiasakan kewajiban menjalankan ajaran
agama sehingga mampu menjadi banteng moralitas dan garda terdepan dalam menilai
sebuah perbuatan baik-buruk maupun benar-salah kelak di mata Tuhan Yang Maha Esa.
Bagaimanapun korupsi bagaikan kata pepatah nila setitik, rusak susu sebelanga. Satu
orang manusia Indonesia melakukan korupsi maka dampaknya dirasakan seluruh
masyarakat Indonesia. Perbuatan korupsi akan merusak persatuan nasional karena
mengakibatkan pembangunan nasional terhenti disebabkan dana pembangunan dikorupsi
oknum tertentu. Seorang koruptor juga menjadi teladan buruk bagi generasi penerus,
karena menciptakan nilai negatif bahwa jika ingin kaya maka korupsilah. (Saputra, 2017)
Implementasi sila pertama sampai kelima dapat menggunakan banyak unsur
kehidupan seperti keluarga, masyarakat, pemerintah atau negara dan institusi pendidikan.
Semua ini bersinergi dalam mencegah dan menindak tegas perilaku korup di berbagai
bidang kehidupan. Selain itu perlu ditampilkan pula apresiasi terhadap personal maupun
lembaga sehingga dapat menjadi teladan bagi manusia Indonesia lainnya.

2.7 GERAKAN DAN STRATEGI ANTI-KORUPSI BAGI MAHASISWA


A. Gerakan Anti Korupsi Bagi Mahasiswa
Meluasnya korupsi hingga ke tatanan struktural masyarakat yang terendah atau
semakin besarnya kuantitas dana yang dikorupsi menjadi peringatan bahwa daya
perlawanan terhadap korupsi harus ditingkatkan. Beriringan dengan itu, lembaga yang
memiliki otoritas untuk memberantas korupsi secara hukum mulai diperlemah.
Kekuatan hukum untuk mengekang korupsi menjadi bias akibat pertarungan yang
justru terjadi di badan inter-pranata dalam penegakkan hukum tersebut. Di sinilah
dibutuhkan suatu daya sosial yang memberikan aspirasi kolektif sehingga mampu
menuntut pemberantasan korupsi secara tegas dan sigap. Di sisi lain, mahasiswa
sebagai generasi muda perlu dipersiapkan sebagai penerus kepemimpinan bangsa.
Karena, pejabat yang kini bergelimangan harta hasil korupsi bisa jadi dulunya adalah
mahasiswa yang berteriak lantang tentang integritas dan keadilan. Untuk itulah,
kesadaran dan karakter anti-korupsi harus dibangun melalui pemahaman dan
pembentukan budaya masyarakat muda yang secara tegas menjauhi segala bentuk
korupsi. Dari internalisasi kultural yang berpengaruh hingga personal, diharapkan
mampu membentuk generasi anti-korupsi yang bertahan sejak dini hingga ketika
menjabat di kepemimpinan bangsa kelak.
Dilatar belakangi oleh hal di atas, perlu dirancang suatu konsep gerakan anti-
korupsi bagi mahasiswa Indonesia yang terdiri dari gerakan struktural dan kultural.
1. Gerakan Struktural
Gerakan struktural memiliki kecenderungan yang reaktif terhadap isu dan
melibatkan massa dalam jumlah besar dalam pelaksanaannya. Makna “struktural”
diartikan sebagai satu komponen di dalam pemerintahan yang memiliki keterlibatan
di dalam isu korupsi tertentu. Jadi, gerakan anti-korupsi yang bersifat struktural,
berarti memberikan satu aksi atau reaksi terhadap isu tertentu yang ditujukan
kepada pemerintah sebagai lembaga yang berwenang dalam penyelesaian isu
tersebut. Tujuan dari gerakan struktural ini adalah:
a. Memberikan pernyataan sikap pemuda
b. Memberikan tuntutan tertentu terhadap isu terkait
c. Menampilkan propaganda dan pencerdasan kepada public
d. Menunjukkan daya sosial yang menekankan pada semangat perlawanan
terhadap korupsi.
Salah satu bentuk dari gerakan struktural ini adalah aksi dan unjuk rasa terkait
kasus korupsi tertentu.
2. Gerakan Kultural
Gerakan kultural bertujuan untuk:
a. Memberikan pemahaman tentang korupsi dan bentuk nyata anti-korupsi di
dalam kemahasiswaan.
b. Menciptakan budaya anti-korupsi sejak dini.
c. Membentuk karakter generasi anti-korupsi.
Berbeda dengan sebelumnya, gerakan kultural ini cenderung bersifat aktif,
sehingga gerakan yang dilakukan tidak bergantung terhadap isu yang ada. Beberapa
model gerakan yang dapat dilakukan pada klasifikasi kultural diantaranya:
 Propaganda Integritas Akademik, salah satu bentuk kecil korupsi adalah
kecurangan akademik. Untuk itu, sebagai pemupukan budaya anti-korupsi,
perlu ditingkatkan propaganda integritas akademik bagi mahasiswa. Upaya ini
adalah untuk mencegah bibit-bibit korupsi yang mungkin tumbuh dari
kecurangan-kecurangan kecil yang terjadi dalam pelaksanaan aktivitas
akademik di kemahasiswaan.
 Pemahaman Korupsi dalam Pemerintahan Mahasiswa (Student governance),
dalam hal ini mahasiswa diberikan pemahaman tentang definisi korupsi secara
luas dan bagaimana cara pencegahannya. Selain itu, ditampilkan contoh-contoh
bentuk korupsi di dalam organisasi kemahasiswaan sebagai satu upaya
pemupukan kesadaran untuk tidak melakukan tindakan korupsi dalam unit
kelembagaan yang kecil. Dengan pemahaman yang ada tentang jenis korupsi
yang mungkin terjadi pada organisasi kemahasiswaan, diharapkan
penyelenggaraan kelembagaan yang bersih dari korupsi mulai dipraktikkan oleh
mahasiswa sejak dini.
 Propaganda Anti-Korupsi Mahasiswa Propaganda anti-korupsi mahasiswa
diterapkan dengan memberikan aksentuasi pada peran mahasiswa sebagai
penerus kepemimpinan. Bahwa sebagai generasi penerus yang mengharapkan
kondisi negara yang bersih, maka mahasiswa harus mampu menjaga
kebersihan perilakunya dari tindakan korupsi. Tujuan dari hal ini
menyadarkan peran sebagai generasi penerus serta menumbuhkan mental
anti-korupsi secara permanen. Mekanisme pembudayaan yaitu dengan cara
pemanfaatan media, propaganda, serta ajang-ajang yang melibatkan
mahasiswa dalam skala mikro hingga makro. Luaran utama dari gerakan ini
adalah timbulnya kesadaran untuk mempertahankan integritas anti-korupsi
sejak di bangku kuliah hingga bangku pemerintahan.
B. Strategi Anti-Korupsi
Upaya memerangi korupsi bukanlah hal yang mudah. Dari pengalaman Negara-
negara lain yang dinilai sukses memerangi korupsi, segenap elemen bangsa dan
masyarakat harus dilibatkan dalam upaya memerangi korupsi melalui cara-cara yang
simultan. Upaya pemberantasan korupsi meliputi beberapa prinsip, antara lain:
a. Memahami hal-hal yang menjadi penyebab korupsi.
b. Upaya pencegahan, investigasi, serta edukasi dilakukan secara bersamaan,
c. Tindakan diarahkan terhadap suatu kegiatan dari hulu sampai hilir (mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan aspek kuratifnya) dan meliputi berbagai
elemen.
Sebagaimana Hong Kong dengan ICAC-nya, maka strategi yang perlu
dikembangkan adalah strategi memerangi korupsi dengan pendekatan tiga pilar yaitu:
a. Strategi preventif adalah strategi upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan system
dan prosedur dengan membangun budaya organisasi yang mengedepankan prinsip-
prinsip fairness, transparency, accountability & responsibility yang mampu
mendorong setiap individu untuk melaporkan segala bentuk korupsi yang terjadi.
b. Strategi investigatif adalah upaya memerangi korupsi melalui deteksi, investigasi dan
penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi.
c. Sedangkan strategi edukatif adalah upaya pemberantasan korupsi dengan mendorong
masyarakat untuk berperan serta memerangi korupsi dengan sesuai dengan kapasitas
dan kewenangan masing-masing. Kepada masyarakat perlu ditanamkan nilai-nilai
kejujuran (integrity) serta kebencian terhadap korupsi melalui pesan-pesan moral.
Selain mengenal karakteristik korupsi, pengenalan diri diperlukan untuk
menentukan strategi yang efektif yang akan digunakan. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut, mahasiswa harus menyadari siapa dirinya, kekuatan dan kemampuan apa
yang dimilikinya yang dapat digunakan untuk menghadapi peperangan melawan
korupsi.
Apabila kita menilik ke dalam untuk mengetahui apa hakekat dari mahasiswa,
maka kita akan mengetahui bahwa mahasiswa mempunyai banyak sekali sisi. Disatu
sisi mahasiswa merupakan peserta didik, dimana mahasiswa diproyeksikan menjadi
birokrat, teknokrat, pengusaha, dan berbagai profesi lainnya. Dalam hal ini
mahasiswa dituntut untuk memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
dan kecerdasan spiritual. Hal tersebut disebabkan kecerdasan intelektual tidak dapat
mencegah orang untuk menjadi serakah, egois, dan bersikap negatif lainnya. Dengan
berbekal hal-hal tersebut, mahasiswa akan dapat menjadi agen pembaharu yang
handal, yang menggantikan peran-peran pendahulunya di masa yang akan datang
akan dapat melakukan perbaikan terhadap kondisi yang ada kearah yang lebih baik.
Di sisi lain, mahasiswa juga dituntut berperan untuk melakukan kontrol sosial
terhadap penyimpangan yang terjadi terhadap sistem, norma, dan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat. Selain itu, Mahasiswa juga dapat berperan dalam mempengaruhi
kebijakan publik dari pemerintah.

2.8 PERANAN MAHASISWA SEBAGAI ANTIKORUPSI


Pada dasarnya usaha pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya menjadi
tanggungjawab lembaga Negara saja yang dalam hal ini lembaga penegak hukum
khususnya KPK, akan tetapi usaha pemberantasan merupakan tanggungjawab semua
warga masyarakat Indonesia, oleh karena perbuatan koruptif telah masuk dalam semua
lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tanggungjawab usaha pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya menjadi
tangungjawab penegak hukum saja tapi juga menjadi tanggungjawab setiap elemen
masyarakat khususnya kaum muda yang merupakan generasi penerus bangsa dan
Negara. Peranan pemuda dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia sangatlah
penting peranannya. Pemuda merupakan the high human capital of Indonesia untuk
masa depan Indonesia merdeka, oleh karena itu, pemuda (young) harus mulai
mengambil peran dalam setiap usaha pembangunan bangsa dan Negara, khususnya
usaha pemberantasan korupsi untuk menciptakan Indonesia yang bersih dari KKN dan
untuk Indonesia sejahtera.
Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha
pemeberantasan korupsi di Indonesia, karena hanya dengan pendidikan penanaman
karakter anti karupsi kepada masyarakat khususnya pemuda dapat ditanamkan. Di
sinilah kaum muda dapat mengambil peranan dalam pemberantasan korupsi, mereka
harus menuntut ilmu dengan giat kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Penerapan terhadap hasil pendidikannya dapat dilakukan sejak dini, misalnya dengan
melakukan aksi-aksi sosial, baik dalam bentuk kerja bakti terhadap masyarakat atau
dengan aksi demonstrasi untuk menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Dengan
begitu maka pemuda dapat membawa perubahan terhadap bangsa dan Negara, karena di
situlah kekuatan pemuda berada, oleh karena itu tidak ayal jika mengakatakan bahwa
pemuda merupakan the agent of change.
Pendidikan budi pekerti adalah salah satu pendidikan penting untuk bekal hidup
setiap orang. Disini murid belajar memahami nilai-nilai yang diterima dan harus ditaati
dalam masyarakat tempat dia tinggal dan dalam masyarakat dunia. Dalam mempelajari
nilai-nilai ini akan ditemui manfaat jika kita mematuhi pagar aturan tersebut dan apa
akibatnya jika kita melanggarnya. Sebetulnya inti dari pendidikan anti korupsi adalah
bagaimana penanaman kembali nilai-nilai universal yang baik yang harus dimiliki oleh
setiap orang agar dapat diterima dan bermanfaat bagi dirinya sendiri serta
lingkungannya. Di antara sifat-sifat itu ada jujur, bertanggung jawab, berani, sopan,
mandiri, empati, kerja keras, dan masih banyak lagi.
Berikut adalah peran mahasiswa dalam anti-korupsi :
1. Moralitas
Sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan
interpersonal yang lebih tinggi sehingga memiliki moral, rasa peduli dan rasa
bertanggung jawab untuk turut memajukan Negara Indonesia dengan anti-korupsi.
Mahasiswa yang menyelesaikan pendidikannya cenderung memiliki tenggang rasa
yang lebih baik terhadap Negara dan masyarakat sekitarnya dan cenderung benci
terhadap tindakan korupsi.
2. Identifikasi korupsi
Mahasiswa fakultas tertentu memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan
menganalisa suatu tindakan korupsi lebih baik daripada masyarakat pada umumnya.
Mahasiswa memiliki pengetahuan mengenai standar-standar identifikasi dan analisis
korupsi dari segi finansial maupun hukum. Dengan kemampuan ini mahasiswa
diharapkan dapat memperbaiki kualitas penegakkan hukum di Indonesia
3. Pelaporan
Seorang mahasiswa yang telah mengidentifikasi adanya tindakan korupsi oleh
suatu entitas, cenderung berhasil melaporkan tindakan korupsi tersebut kepada
pemerintah karena mahasiswa dianggap memiliki suara yang lebih didengarkan oleh
pemerintah dan mampu menekan pemerintah. Selain itu mahasiswa cenderung lebih
berani untuk melaporkan tindakan korupsi tersebut karena mereka memiliki
pengetahuan akan prosedur dan langkah hukum untuk melaporkan suatu tindakan
korupsi.
4. Generasi masa depan
Ketika mahasiswa yang memiliki moralitas tinggi dan memiliki kemampuan
interpersonal tinggi naik dan menggantikan generasi sekarang yang dianggap penuh
dengan koruptor. Tindakan korupsi diharapkan dapat ditekan bahkan dihapuskan karena
adanya kesadaran dalam diri mahasiswa untuk turut memajukan Negara dengan tidak
melakukan korupsi.
Adapun dampak dari korupsi bagi bangsa Indonesia sangat besar dan komplek.
Menurut Soejono Karni, beberapa dampak korupsi adalah:
1. Rusaknya sistem tatanan masyarakat,
2. Ekonomi biaya tinggi dan sulit melakukan efisiensi,
3. Munculnya berbagai masalah sosial di masyarakat,
4. Penderitaan sebagian besar masyarakat di sektor ekonomi, administrasi, politik,
maupun hukum. Yang pada akhirnya menimbulkan sikap frustasi, ketidakpercayaan,
apatis terhadap pemerintah yang berdampak kontraproduktif terhadap pembangunan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Korupsi adalah salah satu tindakan atau penyakit berbahaya dalam kehidupan
masyarakat Indonesia karena sudah masuk ke dalam berbagai sendi kehidupan bangsa
Indonesia baik masyarakat atas maupun bawah, masuk ke dalam struktur pemerintahan
baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dengan adanya korupsi dapat menghambat
pembangunan sosial, ekonomi, memperlemah karakter bangsa dan menghasilkan banyak
dampak negatif lainnya.
Usaha untuk menghadapi korupsi, rakyat Indonesia harus kembali memperkuat dan
menginternalisasikan nilai Pancasila dalam kepribadian dan sikap kesehariannya. Setiap
orang beragama pasti menolak perbuatan korupsi karena merusak nilai keadilan dan
keadaban sebagai makhluk Tuhan yang memiliki nilai kemanusiaan untuk tidak mudah
merampas hak orang lain.
Korupsi juga membuat rakyat tidak percaya kepada pemimpinnya sehingga jelas
melanggar sila keempat. Dengan adanya korupsi pula sisi keadilan sosial masyarakat
Indonesia terusik karena menciptakan kesenjangan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
yang menjauhkan kita dari cita-cita negara adil dan Makmur sebagaimana mimpi para
pendiri bangsa ketika mendeklarasikan negara Indonesia.
Tanggungjawab usaha pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya menjadi
tangungjawab penegak hukum saja tapi juga menjadi tanggungjawab setiap elemen
masyarakat khususnya kaum muda yang merupakan generasi penerus bangsa dan Negara.
Peranan pemuda dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia sangatlah penting
peranannya. Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha
pemeberantasan korupsi di Indonesia, karena hanya dengan pendidikan penanaman
karakter anti karupsi kepada masyarakat khususnya pemuda dapat ditanamkan. Di sinilah
kaum muda dapat mengambil peranan dalam pemberantasan korupsi, mereka harus
menuntut ilmu dengan giat kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan
menyurakan anti-korupsi karena, suara-suara para pemuda kerap kali merepresentasikan
dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong
mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka
sendiri.
Kekuatan tersebut bagaikan pisau yang bermata dua, di satu sisi, mahasiswa mampu
mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk bertindak atas ketidakadilan sistem
termasuk didalamnya tindakan penyelewengan jabatan dan korupsi. Sedangkan di sisi yang
lain, mahasiswa merupakan faktor penekan bagi penegakan hukum bagi pelaku korupsi
serta pengawal bagi terciptanya kebijakan publik yang berpihak kepada kepentingan
masyarakat banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Badjuri, A. (2011). PERANAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) SEBAGAI


LEMBAGA ANTI KORUPSI DI INDONESIA (The Role of Indonesian Corruption
Exterminate Commission in Indonesia). Jurnal Bisnis Dan Ekonomi (JBE), 18(1), 84–96
Retrieved from,article=7671&val=548&title=PERANAN KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI (KPK) SEBAGAI LEMBAGA ANTI KORUPSI DI INDONESIA

Dewantara, A. W. (2017). Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (Indonesia dalam


Kacamata Soekarno). 102. https://doi.org/10.31227/OSF.IO/E7CQK

Saputra, I. (2017). Implementasi Nilai Pancasila dalam Mengatasi Korupsi di Indonesia.


PPKn, 2(1), 9–17.

Suroto. (2015). Terapi Penyakit Korupsi : Peran Pkn. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan,
5(10), 766–772.

Waluyo, B. (2014). OPTIMALISASI PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA


Bambang Waluyo Kejaksaan Agung Republik Indonesia Email. Jurnal Yuridis, 1(2),
169–182.

Yustisia. (2014). Pemahaman Masyarakat Tentang Korupsi. Yustisia Jurnal Hukum, 3(1), 80–
88.https://doi.org/10.20961/yustisia.v3i1.10124

De Asis, Maria Gonzales, Coalition-Building to Fight Corruption, Paper Prepared for the Anti-
Corruption Summit, World Bank Institute, November 2000.

Sulistyantoro,H.2004.Etika Kristen dalam Menyikapi Korupsi.2004:Kompas.


Ardyanto, Donny, 2002, Korupsi di sektor pelayanan Publik dalam Basyaib, H., dkk. (ed.) 2002,
Mencuri Uang Rakyat : 16 kajian Korupsi di Indonesia, Buku 2, Yayasan aksara dan
Patnership for Good Governance Reform, Jakarta

Tunggal I.S. dan Tunggal A.W, 2000, Audit Kecurangan dan Akuntansi Forensik, Harvarindo,
Jakarta.

http://www.pa-sintang.go.id/artikel-1426-memahami-bentukbentuk-perbuatan-korupsi.html

http://pencegahankorupsi.blogspot.com/2016/06/strategi-pemberantasan-korupsi-nasional.html

http://irham93.blogspot.com/2013/11/pengertian-korupsi-menurut-undang.html

https://www.zonareferensi.com/pengertian-korupsi/

http://sagalaoretoret.blogspot.com/2012/06/sejarah-korupsi-di-indonesia.ht

Anda mungkin juga menyukai