Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TUTORIAL 1

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas


“Asuhan Kebidanan Kasus Kompleks III”

DOSEN PEMBIMBING:
Mega Dewi Lestari.,M.Keb

DISUSUN OLEH:
Ayu Dwicahyani
314221152

S1 KEBIDANAN DAN PROFESI


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHTAN
UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas “LAPORAN TUTORIAL1”
Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulisan ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas “Asuhan Kebidanan Kasus Kompleks III”
pada program studi S1 Kebidanan dan Profesi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kesehatan
Universitas Jendral Acmad Yani Cimahi. Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya.
Saya mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhir kata, saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Aamiin.

Bandung Barat, Juni 2022

Penulis
CASE FINDING
1. Perempuan 38 tahun
2. Nyeri perut bawah
3. Lemas
4. Placenta belum lahir lebih dari45 menit
5. Melahirkan anak ke 7, 10 jam yang lalu oleh paraji
6. Ada perdarahan pervaginam
7. Sudah dilakukan manual placenta di Puskesmas tetapi tidak berhasil, Rujuk ke RSUD
MASALAH
1. Placenta belum lahir (dilakukan manual plasenta tidak berhasil)
2. Perdarahan pervaginam, nyeri perut bagian bawah, lemas
3. Anak ke 7, usia ibu 38 tahun (Resti)
4. Ditolong oleh Paraji
HIPOTESIS AWAL BERDASARKAN KASUS TERSEBUT
1. Placenta belum lahir berhubungan dengan grande multipara
2. Perdarahan berhubungan dengan placenta belum lahir
3. Placenta belum lahir berhubungan dengan usia ibu
4. Lemas berhubungan dengan perdarahan
5. Gagal manual berhubungan dengan kontraksi uterus
6. Placenta belum lahir berhubungan dengan tidak dilakukan nya manajemen aktif kala III
MORE INFO
1. Tanda-tanda vital
2. Riwayat persalinan sebelumnya
3. Riwayat pemeriksaan ANC
4. Riwayat KB
5. Riwayat persalinan sekarang
6. Riwayat asupan nutrisi
CASE FINDING
1. Perempuan 38 tahun
2. Nyeri perut bawah
3. Lemas
4. Placenta belum lahir lebih dari45 menit
5. Melahirkan anak ke 7, 10 jam yang lalu oleh paraji
6. Ada perdarahan pervaginam
7. Sudah dilakukan manual placenta di Puskesmas tetapi tidak berhasil, Rujuk ke RSUD
8. Ibu merasa cemas dan kesakitan
9. Riwayat Hypertensi saat melahirkan anak ke 6
10. Tidak ada Riwayat penyakit keluarga
11. Infus terpasang dari puskesmas
MASALAH
1. Placenta belum lahir (dilakukan manual plasenta tidak berhasil)
2. Perdarahan pervaginam, nyeri perut bagian bawah, lemas
3. Anak ke 7, usia ibu 38 tahun (Resti)
4. Ditolong oleh Paraji
5. Ada Riwayat Hypertensi pada kehamilan sebelumnya
6. Cemas dan kesakitan

HIPOTESIS AWAL BERDASARKAN KASUS TERSEBUT


1. Placenta belum lahir berhubungan dengan grande multipara
2. Perdarahan berhubungan dengan placenta belum lahir
3. Placenta belum lahir berhubungan dengan usia ibu
4. Lemas berhubungan dengan perdarahan
5. Gagal manual berhubungan dengan kontraksi uterus
6. Placenta belum lahir berhubungan dengan tidak dilakukan nya manajemen aktif kala III
7. Perdarahan berhubungan dengan Hypertensi
8. Placenta belum lahir berhubungan dengan Hypertensi
9. Cemas dan kesakitan berhubungan dengan placenta belum lahir
MORE INFO
1. Tanda-tanda vital
2. Riwayat persalinan sebelumnya
3. Riwayat pemeriksaan ANC
4. Riwayat KB
5. Riwayat persalinan sekarang
6. Riwayat asupan nutrisi
7. Jumlah perdarahan
8. Cek Lab

CASE FINDING
1. Perempuan 38 tahun
2. Nyeri perut bawah
3. Lemas
4. Placenta belum lahir lebih dari45 menit
5. Melahirkan anak ke 7, 10 jam yang lalu oleh paraji
6. Ada perdarahan pervaginam
7. Sudah dilakukan manual placenta di Puskesmas tetapi tidak berhasil, Rujuk ke RSUD
8. Ibu merasa cemas dan kesakitan
9. Riwayat Hypertensi saat melahirkan anak ke 6
10. Tidak ada Riwayat penyakit keluarga
11. Infus terpasang dari puskesmas
12. Pemeriksaan Fisik
BB : 46 kg, TB 158 cm, Ku : tampak sakit sedang (Compos Mentis), mata : konjungtiva
anemis, sklera : ikterik, Thorax : jantung S1 S2 reguler tunggal, Murmur (-), Galop (-),
Ekstremitas superior edema (-), akral hangat, inferior : edema (-), akral hangat,
Varices(-), Abdomen : inspeksi plat, striae (-), linea (-), V/V normal, kontraksi uterus
kurang baik, kandung kemih kosong, PD : tampak perdarahan, talipusat tidak
memanjang,
TTV
TD 160/70 mmHg, N 124 x/menit, R 28 x/m, S 360 c
Pemeriksaan Penunjang
Leukosit 15000 MM3, HB 8 g%, Hematokrit 23,4%, trombosit 260.000mm3, bleending
time 3 menit, klotingtime 10 menit, GDS 85mg/dl
13. Perjalanan rujukan 30 menit
MASALAH
1. Placenta belum lahir (dilakukan manual plasenta tidak berhasil)
2. Perdarahan pervaginam, nyeri perut bagian bawah, lemas
3. Anak ke 7, usia ibu 38 tahun (Resti)
4. Ditolong oleh Paraji
5. Ada Riwayat Hypertensi pada kehamilan sebelumnya
6. Cemas dan kesakitan
7. HB 8% (anemia sedang)
8. Tensi 160/70 mmHg, N 124x/m, R 28 x/m
9. Leukosit tinggi

HIPOTESIS AWAL BERDASARKAN KASUS TERSEBUT


1. Placenta belum lahir berhubungan dengan grande multipara
2. Perdarahan berhubungan dengan placenta belum lahir
3. Placenta belum lahir berhubungan dengan usia ibu
4. Lemas berhubungan dengan perdarahan
5. Gagal manual berhubungan dengan kontraksi uterus
6. Placenta belum lahir berhubungan dengan tidak dilakukan nya manajemen aktif kala III
7. Perdarahan berhubungan dengan Hypertensi
8. Placenta belum lahir berhubungan dengan Hypertensi
9. Cemas dan kesakitan berhubungan dengan placenta belum lahir
10. Anemia berhubungan dengan perdarahan
11. Placenta belum lahir berhubungan dengan anemia saat hamil
12. Leukosit tinggi berhubungan dengan infeksi
MORE INFO
1. Tanda-tanda vital
2. Riwayat persalinan sebelumnya
3. Riwayat pemeriksaan ANC
4. Riwayat KB
5. Riwayat persalinan sekarang
6. Riwayat asupan nutrisi
7. Jumlah perdarahan
8. Pemeriksaan penunjang
LO
1. Patofisiologi Kala III (Manajemen aktif kala III)
2. Retensio placenta (Patofisiologi, etiologi, macam-macam, komplikasi)
3. Penanganan awal dan penanganan di tempat rujukan retensio placenta dan proses
Rujukan
4. Tanda gejala Presyok
5. Tanda gejala inpeksi persalinan

DIAGNOSA
G7P6A0 Inpartu kala III dengan retensio placenta dan presyok
Masalah : Usia Resti

ASUHAN KEBIDANAN
1. Pemberian asupan nutrisi dan elektrolit
2. Dukungan emosional dan psikologis
3. Pencegahan infeki dan pemberian uterotonika
Lo (Learning Objektif)

1. Patofisiologis Kala III

Kala III dimulai dari lahirnya bayi hingga pengeluaran plasenta. Lama kala III pada

primigravida dan multigravida 6 hingga 15 menit.

a) Mekanisme pelepasan plasenta Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi

miometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta.

Area plasenta menjadi lebih kecil sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding

uterus karena plasenta tidak elastis seperti uterus dan tidak dapat berkontraksi atau

beretraksi. Pada area pemisahan, bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan

darah ini menambah tekanan pada plasenta dan membantu pemisahan. Kontraksi uterus

selanjutnya juga membantu melepaskan pla senta dari uterus dan mendorongnya keluar

vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta

(Rohani, 2013:205-206)

b) Metode pelepasan plasenta Menurut Rohani (2013:207) ada dua metode untuk pelepasan

plasenta, yaitu sebagai berikut:

 Metode schultze

Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan merosot ke vagina

melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva

dengan selaput ketuban yang mengikuti di belakang seperti payung terbalik saat

terkelupas dari dinding uterus. Permukaan maternal plasenta tidak terlihat dan bekuan

darah berada dalam kantong yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang

menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan kuat dan
mengontrol perdarahan. Hal tersebut terjadi karena terdapat serat otot oblik dibagian

atas segmen uterus.

 Metode matthew duncan

Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk ke vulva dengan pembatas lateral

terlebih dahulu seperti kancing yang memasuki lubang baju, bagian plasenta tidak

berada dalam kantong. Pada metode ini kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban

yang tertinggal lebih besar karena selaput ketuban tidak terkelupas semua. Metode ini

adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah didalam uterus. Proses

pelepasan berlangsung lebih lama dan darah yang hilang sangat banyak (karena hanya

ada sedikit serat oblik dibagian bawah segmen)

c) Teknik memastikan pelepasan plasenta

Menurut Rohani (2013:207), untuk memastikan plasenta sudah lepas dapat dilakukan

pemeriksaan dengan 3 teknik, yaitu:

Kustner

Dengan meletakkan tangan disertai tekanan diatas simfisis, tali pusat ditegangkan,

maka bila tali pusat masuk berarti plasenta belum terlepas, apabila diam atau maju

berarti plasenta sudah terlepas.

 Klein

Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti plasenta belum

terlepas, tetapi bila plasenta diam atau turun berarti plasenta sudah lepas.

 Strassman

Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta

belum terlepas, tetapi apabila plasenta tidak bergetar berarti sudah terlepas.
a) Tanda pelepasan plasenta

Menurut Aprilia (2011:117) tanda pelepasan plasenta adalah sebagai berikut:

1. Tali pusat bertambah panjang.

2. Perubahan ukuran dan bentuk uterus dari bentuk diskoid menjadi globuler dan keras.

3. Semburan darah secara tiba-tiba.

4. Fundus uteri naik ke atas, lebih tinggi sedikit diatas pusat.

e) Manajemen aktif kala III

Tujuannya untuk mempersingkat kala III, mengurangi jumlah kehilangan darah, dan

mengurangi kejadian retensio plasenta dengan pemberian suntikan oksitosin 1 menit

pertama setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali pusat terkendali dan masase fundus

uteri (Rohani dkk.,2011:208).

II. Retensio placenta (Patofisiologi, etiologi, macam-macam, komplikasi)


 Retensio Plasenta

adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta selama 30 menit setelah bayi lahir. Hal

itu disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah

lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan

aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Bila

sebagian kecil plasenta masih tertinggal dalam uterus dan dapat menimbulkan

perdarahan post partum primer atau lebih sering sekunder.

 Patosisiologi Retensio placeta


Kondisi patofisiologis yang menyebabkan pada retensio plasenta, karena desidua basalis
tidak ada sebagian atau seluruhnya, sehingga plasenta melekat langsung pada
myometrium. Villi tersebut bisa tetap superficial pada otot uterus atau dapat menembus
lebih dalam. Keadaan ini bukan terjadi karena sifat invasiv trofoblast yang abnormal
melainkan karena adanya defek pada desidua. Pada daerah superficial myometrium
tumbuh sejumlah besar saluran vena di bawah plasenta. Ruptura sinus-sinus ini yang
terjadi ketika plasenta dikeluarkan secara paksa akan menimbulkan perdarahan dalam
jumlah banyak (Oxorn, 2010).
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas
sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta
yang belum lepas sama sekali dari dinding uterus karena:
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva).
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
desidua sampai mimetrium dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
c. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserio plasenta). (Sumarah, 2009).

 Jenis-jenis perlekatan plasenta yang abnormal yaitu:

1) Plasenta Adhesiva

Tipis sampai hilangnya lapisan jaringan ikat Nitabush, sebagian atau

seluruhnya sehingga menyulitkan lepasnya plasenta saat terjadi saat terjadi

kontrakti dan retraksi otot uterus.

2) Plasenta Akreta

a) Hilangnya lapisan jaringan ikat longgar nitabush sehingga plasenta

sebagian atau seluruhnya mencapai lapisan desidua basalis.

b) Dengan demikian agak sulit melepaskan diri saat kontraksi atau retraksi

otot uterus.

c) Dapat terjadi tidak diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas.


d) Plasenta manual sering tidak lengkap seningga perlu diikuti dengan

kuretase.

3) Plasenta Inkreta

a) Implantasi jonjot plasenta sampai mencapai otot uterus, sehingga tidak

mungkin lepas sendiri.

b) Perlu dilakukan plasenta manual, tetapi tidak akan lengkap dan harus

diikuti:

 Kuretase tajam dan dalam

 Histerektomi

4) Plasenta Perkreta

a) Jonjot plasenta menembus lapisan otot dan sampai lapisan peritoneum

kavum abdominalis. Retensio plasenta tidak diikuti perdarahan.

b) Plasenta manual sangan sukar, bila dipaksa akan terjadi perdarahan dan

sulit dihentikan atau perforasi.

c) Tindakan defintif hanya histerektomi.

5) Plasenta Inkarserata

Plasenta telah lepas dari implantasinya, tetapi tertahan oleh karena kontraksi

SBR.

Pada kasus retensio, plasenta harus dikeluarkan karena dapat

menimbulkan perdarahan dan infeksi. Jika plasenta tidak dikeluarkan, maka

dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi

degenerasi sel ganas korio karsinoma.


Tanda dan gejala retensio plasenta
1. Plasenta belum lahir setelah 30 menit, disertai
perdarahan pervaginam
2. Uterus berkontraksi
3. Tali pusat bisa putus akibat traksi berlebih
4. Inversio uteri akibat tarikan tali pusat dan
dorongan fundus
5. Perdarahan lanjutan

Penilaian Klinik Retensi Plasenta


Separasi atau Akreta Plasenta
Gejala Plasenta Akreta
Parsial inkarserata
Konsistensi
Kenyal Keras Cukup
Rahim
2 jari dibwh
TFU Sepusat Sepusat
pusat

Bentuk Rahim Diskoid Agak Globuler Diskoid

Perdarahan Sedang s/d Banyak Sedang Sedikit atau Tidak ada

Tali Pusat Terjulur Terjulur Tidak Terjulur


Ostium Uteri Sebagian Terbuka Konstriksi Terbuka

Separasi Plasenta Lepas Sebagian Sudah Lepas Melekat Seluruhnya


Syok Sering Terjadi Jarang Terjadi Jerag Terjadi

 Etiologi Retensio Plasenta


 Kontraksi
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta, plasenta melekat erat
pada dinding uterus oleh sebab villi chorialis menembus desidua sampai miometrium
bahkan sampai dibawah peritonium (Plasenta akreta-perkreta), plasenta yang sudah
keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau salah dalam
penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus.
(Sumarah, 2009).
 Multiparitas dan Grandemultipara
Ibu multiparitas cenderung mengalami retensio plasenta karena bekas implasntasi
plasenta persalinan yang lalu menyebabkan kecacatan pada endometrium serta
menyebabkan berkurangnya vaskularisasi. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin
maka plasenta melakukan perluasan implantasi sehingga villi korialis menembus
dinding uterus lebih dalam, perluasan implantasi ini dapat menimbulkan terjadinya
plasenta adhesiva sampai perkreta (Nikilah, 2009).
 Usia
Ibu bersalin dengan usia dibawah 20 tahun fungsi organ reproduksi wanita belum
berkembang secara sempurna, sedangkan pada wanita yang lebih dari 35 tahun
fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga dapat terjadi komplikasi-
komplikasi, seperti retensio plasenta (Wiknjosastro, 2007). Pada banyak wanita
dengan meningkatnya usia terjadi penurunan kecukupan decidua secara progresif
sehingga mengganggu tempat perlekatan pada plasenta (Oxorn, 2010).
Makin tua usia ibu maka akan terjadi kemunduran yang progresif dari
endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin diperlukan
pertumbuhan plasenta yang lebih luas, plasenta akan mengadakan perluasan
implantasi dan vili khorialis akan menembus dinding uterus lebih dalam lagi
sehingga akan terjadi plasentaadhesiva sampai perkreta (Oxorn, 2010).
Upaya pencegahan terjadinya retensio plasenta penting dilakukan terkait umur ibu
bersalin tertalu tua (> 35 tahun) dengan memberikan pertolongan persalinan
menerapkan manajemen aktif kala III persalinan yang tepat. Manajemen aktif kala
tiga persalinan dapat mempercepat kelahiran plasenta, sehigga kejadian retensio
plasenta yang sebenarnya dapat dicegah (Wiknjosastro, dkk, 2008). Selain itu, bagi
ibu agar hamil pada usia reproduktif (20-35 tahun) untuk melakukan ANC minimal 4
kali selama hamil, sehingga komplikasi kehamilan dan persalinan dapat dicegah atau
diminimalkan dan retensio plasenta tidak terjadi.
 Paritas
Ibu dengan paritas tinggi terjadi kemunduran dan cacat pada endometrium yang
mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas implantasi plasenta pada persalinan
sebelumnya, sehingga vaskularisasi menjadi berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dan janin, plasenta akan mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis
akan menembus dinding uterus lebih dalam lagi sehingga akan terjadi
plasentaadhesiva sampai perkreta (Nikilah, 2009).
Pada paritas tinggi juga mengalami peningkatan resiko kejadian retensio plasenta
pada persalian berikutnya, hal ini karena pada setiap kehamilan jaringan fibrosa
menggantikan serat otot di dalam uterus sehingga dapat menurunkan
kontraktilitasnya dan pembuluh darah menjadi lebih sulit di kompresi dan
menyebabkan perlengketan ditempat implantasi (Fraser & Coper, 2009).
Upaya mencegah retensio plasenta dengan paritas tinggi pada ibu hamil dapat
pemenuhan asuhan nutrisi yang seimbang dengan tinggi kalori untuk mencegah
komplikasi kehamilan, terutama KEK dan anemia. Selain itu, pentingnya ibu hamil
ANC secara teratur minimal 4 kali dan mendapatkan konseling bila mengalami
anemia atau KEK.
 Anemia
Anemia pada ibu hamil dan bersalin dapat menyebabkan kontraksi serat-serat
myometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah
pada tempat perlengketan plasenta menjadi lemah sehingga memperbesar resiko
terjadinya retensio plasenta karena myometrium tidak dapat berkontraksi.
Ibu dengan anemia dapat menimbulkan gangguan pada kala uri yang diikuti
retensio plasenta dan perdarahan postpartum (Wiknjosastro, 2007). Ibu yang
memasuki persalinan dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah (di bawah 10g/dl)
dapat mengalami penurunan yang lebih cepat lagi jika terjadi perdarahan,
bagaimanapun kecilnya. Anemia berkaitan dengan debilitas yang merupakan
penyebab lebih langsung terjadinya retensio plasenta (Fraser & Coper, 2009).
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kejadian
retensio plasenta adalah pemberian tablet Fe kepada ibu hamil saat ANC dengan
dikonsumsi secara teratur dan memberikan konseling tentang penanganan anemia.
Selain itu, petugas Rumah sakit bila mendapatkan ibu hamil dengan anemia untuk
memberikan penyuluhan tentang pentingnya asupan nutrisi seimbang kehamilan dan
merujuk ke Puskesmas untuk penanganan lebih lanjut sehingga kejadian anemia pada
ibu hamil dapat dicegah dan retensio plasenta saat hamil tidak terjadi atau dapat
dicegah.

 Komplikasi Perdarahan Postpartum


 Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan cairan
tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit. Syok hipovolemik adalah
suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga dapat
mengakibatkan multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Perdarahan
merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena
perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang
terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang
tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera
limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau
majemuk (Grace, 2006).
 DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.
Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah suatu keadaan
hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau keadaan,
dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh.
Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat, beberapa jam sampai satu
sampai dua hari (acute DIC) dan dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan (chronic DIC). Pada DIC akut terjadi penggumpalan
darah dalam waktu singkat, hal ini mengakibatkan sebagian besar bahan-bahan
koagulasi, seperti trombosit, fibrinogen dan lain faktor pembekuan (I sampai XIII)
dipergunakan dalam proses penggumpalan tersebut, oleh karena itu, keadaan ini
disebut juga consumption coagulapathy atau defibrinolysis syndrome. Kesemuanya
ini berakibat terjadinya perdarahan dari yang ringan sampai berat.
Penyebab Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang
biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Karena jumlah faktor
pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan. Orang-orang yang
memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC yaitu Wanita yang telah menjalani
pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim
masuk ke dalam aliran darah, Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan
endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan), Penderita
leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat (McKay
dan William, 2004: 129).
 Amenorhea sekunder
Amenorhea sekunder adalah keadaan dimana seorang wanita pernah mengalami
menstruasi, kemudian berhenti selama 3 siklus atau selama 6 bulan. Penyebabnya
yaitu karena hipotensi, anemia, infeksi, kelainan organ reproduksi, terdapat jaringan
parut di dinding rahim atau kelemahan kondisi tubuh secara umum dan stres
psikologis (Joseph dan Nugroho, 2011:40). Komplikasi perdarahan post partum
primer yang paling berat yaitu syok. Bila terjadi syok yang berat dan pasien selamat,
dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi
dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai sepsis. Pada perdarahan yang
disertai oleh pembekuan intravaskuler merata dapat terjadi kegagalan fungsi organ-
organ seperti gagal ginjal mendadak (Chalik, 2000).

III. Penanganan awal dan penanganan di tempat rujukan retensio placenta dan proses
Rujukan
Penanganan Awal Retensio Placenta
1. Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% / Ringer Laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 UNIT IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 UNIT
dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% / Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit
hingga perdarahan berhenti.
2. Lakukan tarikan tali pusat terkendali
3. Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara hati-
hati.
4. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan metronidazol 500
mg IV).
5. Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi
perdarahan hebat atau infeksi.

Penanganan Retensio Placenta di tempat Rujukan


1. Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan
kecepatan 60 tetes/menitdan 10 UNIT IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 UNIT dalam
1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
perdarahan berhenti
2. Lakukan tarikan tali pusat terkendali
3. Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara hati-
hati
4. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV DAN metronidazol
500 mg IV).
5. Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi
perdarahan hebat atau infeksi.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Penunjang Retensio Plasenta
1) Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Hb untuk menetukan
apakah ibu anemia atau tidak apabila ibu terkena anemia akan rentan terjadinya
perdarahan karena sel darah merah yang ada di dalam tubuh kurang sehingga asupan
nutrisi yang disalurkan kedalam tubuh berkurang sehingga bisa menyebabkan otot
uterus melemah dan tidak bisa bekerja maksimal (Sari, 2011).
a) Pemeriksaan Hb
Pemeriksaan hemoglobin merupakan salah satu dari pemeriksaan darah
rutin yang sering dilakukan di laboratorium puskesmas, klinik ataupun rumah
sakit. Pemeriksaan hemoglobin dilakukan dengan beberapa metode seperti
metode sahli, sianmethemoglobin yang dapat dilakukan dengan cara manual
maupun cara otomatis (Norsiah, 2015); (Suryani, 2018).
b) Pemeriksaan hematocrit
Hematokrit adalah volume eritrosit yang di pisahkan dari plasma dengan
memutarnya di dalam tabung khusus yang nilainya di nyatakan dalam persen.
Hematokrit adalah perbandingan bagian dari darah yang mengandung eritrosit
terhadap volume seluruh darah yang dihitung dalam % (Sutedjo, 2009);
(Rahmatillah, 2018).
2) Pemeriksaan leukosit
Lekosit memiliki fungsi defensif dan reparatif. Defensif artinya dapat
mempertahankan tubuh terhadap benda asing termasuk bakteri penyebab infeksi atau
penyakit melalui proses fagositosis, imunitas humoral dan seluler. Lekosit yang
berperan dalam fungsi defensif adalah monosit, netrofil dan limfosit. Fungsi reparatif,
artinya lekosit dapat memperbaiki dan mencegah terjadinya kerusakan terutama
kerusakan vaskuler. Sel lekosit yang berperan dalam proses reparatif adalah sel
basofil (Evelyn, 2009).
3) Pemeriksaan trombosit
Pemeriksaan trombosit merupakan salah satu pemeriksaan yang banyak
diminta dilaboratorium klinik. Hal ini disebabkan oleh peranannya yang penting
dalam upaya membantu menegakkan diagnosis, memberikan terapi, gambaran
prognosis, dan follow up penyakit. (Bakta,2007) Terdapat beberapa metode
pemeriksaan hitung jumlah trombosit, diantaranya adalah menggunakan cara manual
dan automatic. Cara manual antara lain cara langsung dan cara tak langsung. Cara tak
langsung menggunakan sediaan darah apus sedangkan cara automatic menggunakan
alat analyzer (Gandasoebrata, 2001); (Umar & Aulya, 2016).
4) Pemeriksaan glukosa
Glukosa darah sewaktu (GDS) merupakan pemeriksaan kadar glukosa darah
yang dilakukan setiap hari tanpa memperhatikan makanan yang dimakan dan kondisi
tubuh orang tersebut. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu adalah pemeriksaan gula
darah yang dilakukan setiap waktu, tanpa ada syarat puasa dan makan. Pemeriksaan
ini dilakukan sebanyak 4 kali sehari pada saat sebelum makan dan sebelum tidur
sehingga dapat dilakukan secara mandiri (Andreassen, 2014); (Laila, 2018).
Proses Rujukan Retensio Placenta
IV. Tanda gejala Presyok

Penyebab Tanda dan Gejala


Atonia uteri  Perdarahan segera setelah plasenta lahir
 Uterus tidak berkontraksi atau lembek
Retensio Plasenta  Plsenta belum dilahirkan dalam 30 menit stelah anak lahir
Sisa Plasenta  Plasena atau sebagian selaput (mengandung pembekuan
darah) tidak lengkap
 Perdarahan dapat timbul dalam 6-10 hari PP disertai sub
involusi
Robekan jalan lahir  Perdarahan segera,
 Warna darah berwarna merah segar
Ruftur uteri  Perdarahan segera
 Nyeri perut yang hebat
 Kontraksi hilang
Inversio uteri  Fundus uteri tidak teraba
 Lumen vagina teraba masa
 Nyeri ringan sampai berat
Gangguan pembekuan darah  Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat gumpalan
darah
 Gangguan pembekuan darah
 Ada faktor predisposisi (solusio plasenta, IUFD, ekplmasia,
emboli ar ketuban)

a. Kelas I
1. 900 ml à 15%
2. Menimbulkan gejala pucat, volume darah menurun, tidak kembali dengan pengobatan
akut
b. Kelas II
1. Kehilangan 1200-1500 ml
2. Manifestasi tanda klinisà nadi meningkat, respirasi, perubahan tekanan darah,
ekstremitas dingin
c. Kelas III
1. Over hipotensi
2. Kehilangan darah 1800-2100 ml
3. Tachicardi 120-160/menit
4. Ekstremitas dinginsekali, tachipnea
d. Kelas IV
1. Menggambarkan perdarahan yang masive
2. Volume kehilangan 40%
3. Syok dan tekanan darah, pulse susah dipegang
4. Dapat menyebabkan collaps sirkulasi dan cardiac arest
Kejadian perdarahan ini terjadi kurang lebih 3% pada wanita hamil. Perdarahan
pascasalin dapat terjadi perlahan-lahan dan tidak segera disadari oleh penolong, sampai si
ibu berada dalam kondisi pre-syok/syok, sehingga seorang tenaga kesehatan harus
mampu mendeteksi adanya perdarahan pascasalin, dengan mengenali tanda dan gajala
perdarahan.

V. Tanda-Tanda Infeksi
Pengertian
Infeksi Post partum merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin.
(Saifuddin, 2006). Infeksi post partum atau puerperalis adalah semua peradangan yang
disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genitalia pada waktu
persalinan dan perawatan masa post partum. Infeksi puerperalis adalah keadaan yang
mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa post partum (Prawirohardjo,
2007). Jadi yang dimaksud dengan infeksi puerperalis adalah infeksi bakteri pada traktus
genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu 38oC. Infeksi
post partum/puerperalis ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28
hari setelah persalinan (Bobak, 2004).

Etiologi
Penyebab infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob patogen
yang 11 merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar.
Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah Streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang
sering menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic Masuknya secara eksogen dan menyebabkan
infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alatalat yang tidak steril, tangan
penolong dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan
sebagai penyebab infeksi di rumah sakit.
c. Escherichia coli Sering berasal dari kandung kemih dan rektum menyebabkan infeksi
terbatas.
d. Clostridium welchii Kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada
abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi post partum antara lain demam, nyeri di
daerah infeksi, terdapat tanda kemerahan pada daerah yang terinfeksi, fungsi organ
terganggu. Gambaran klinis infeksi post partum adalah sebagai berikut:
a. Infeksi lokal Warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada luka, lokea bercampur
nanah, mobilitas terbatas, suhu tubuh meningkat.
b. Infeksi umum Sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah menurun, nadi
meningkat, pernafasan meningkat dan sesak, penurunan kesadaran hingga koma,
gangguan involusi uteri, lokea berbau, bernanah dan kotor.
Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter
kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, terdapat benjolan-benjolan karena banyak vena
yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya
kumankuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering
mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum yang
semuanya merupakan tempat masuknya kumankuman patogen. Proses radang dapat
terbatas pada lukaluka tersebut atau menyebar di luar luka asalnya.
Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke
dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b. Droplet infeksi. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal
dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya yang berada di
ruang tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar
bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernapasan
dilarang memasuki kamar bersalin.
c. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-
penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran
udara kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat
yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu post
partum.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban.
e. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intra partum biasanya berlangsung pada waktu
partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan
pemeriksaan dalam. Gejala-gejalanya antara lain, kenaikan suhu tubuh biasanya
disertai dengan leukositosis dan takikardi, denyut jantung janin dapat meningkat pula.
Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-
kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati
amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin
DAFTAR PUSTAKA

Di, B., Bob, R. H., & Kalianda, S. K. M. (2015). 168-510-1-Sm. VIII(1).


Gumilar,dkk.. 2018. pendarahan pasca salin. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
https://www.researchgate.net/publication/326694371

Lumbanraja. 2017. Kegawatdaruratan Obstetri. Medan: USU Press

Marshall, J., dan Raynor, M. 2014. Myles Textbook for Midwives. Sixteenth Edition.
International Edition. Curchil Livingstone.

Puteri, M. D., Hafifah, N. Y., Banjarmasin, U. M., & Banjarmasin, U. M. (2021). Initium variety
journal. Initium Variety Journal, 1(1), 1–6.
Ulya, Y., Annisa, N. H., & Idyawati, S. (2021). Faktor Umur dan Paritas Terhadap Kejadian
Retensio Plasenta. Indonesian Journal of Midwifery (IJM), 4(1), 51.
https://doi.org/10.35473/ijm.v4i1.845
Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
Varney, Hellen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Volume 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai