o Penolong:
1. Baju kamar tindakan
2. Sarung tangan DTT
3. Tensimeter dan stetoskop
C. Tindakan
1. Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi
kanan pasien. Atur posisi penolong sehingga pasien
berada pada ketinggian yang sama dengan pinggul
penolong.
2. Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak
memakai penopang kaki) dengan sedikit fleksi pada
artikulasio koksae.
3. Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan
ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan pada lipat
paha, yaitu pada perpotongan garis lipat paha dengan
garis horisontal yang melalui titik 1 sentimeter diatas
dan sejajar dengan tepi atas simfisis ossium pubis.
Pastikan pulsasi arteri teraba dengan baik.
4. Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung
jari dari titik pulsasi tersebut.
5. Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung
jari telunjuk, tengah, manis dan kelingking pada
umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah
tegak lurus.
6. Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai
bagian yang keras di bagian tengah/ sumbu badan ibu
dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai
aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis (yang
dipantau dengan ujung jari telunjuk dan tengah tangan
kanan) akan berkurang/ terhenti (tergantung dari
derajat tekanan pada aorta).
7.Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan
dengan perubahan pulsasi arteri femoralis).
Perhatikan:
Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi
dengan baik, usahakan pemberian preparat prostatglandin. Bila
bahan tersebut tidak tersedia atau uterus tetap tidak dapat
berkontraksi setelah pemberian prostatglandin, pertahankan posisi
demikian hingga pasien dapat mencapai fasilitas rujukan.
Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung
maka lakukan kompresi eksternal dan pertahankan posisi
demikian hingga pasien mencapai fasilitas rujukan.
Bila kompresi sulit untuk dilakuakan secara terus menerus maka
lakukan pemasangan tampon padat uterovaginal, pasang gurita ibu
dengan kencang dan lakukan rujukan.
Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus
berkontraksi dengan baik. Teruskan pemberian uterotonika
4) Pemeriksaan Fisik
inspeksi
a. Muka: Pada atonia uteri ibu terlihat pucat karena banyak
darah yang dikeluarkan dan ibu terlihat gelisah
dan bingung, oedema
b. Mata: Pada atonia uteri conjungtiva terlihat pucat.
c. Genetalia: Pada atonia Banyaknya keluar darah disertai gumpulan yang
melebihi batas normal
d. Extremitas atas dan bawah: Berkaitan dengan ada atau tidaknya sianosis.
Jika ibu sianosis indikasi bahwa ibu mengalami syok
Palpasi
a. Abdomen: TFU sulit susah dinilai, uterus lunak,lembek, dan
fundus uteri naik dan tidak berkontraksi
b. Genetalia: Tidak ada robekan jalan lahir dan tidak ada sisa
plasenta yang tertinggal
5) Uji Diagnostik
Pemeriksaan Hb untuk mengetahui atau memperkuat ibu anemia.
Analisa Data
Ibu P...G....A...... Kala III Dengan Atonia Uteri
Masalah Potensial
a. Anemia
b. Infeksi pp
PENATALAKSANAAN
1. Membina hubungan baik dengan ibu dan keluarga
e/ ibu dan keluarga merasa nyaman
2. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
Dilakukan agar ibu dan keluarga mengerti mengenai keadaan ibu
yang mengalami Atonia uteri.
e/ ibu dan keluarga dapat mengerti
3. Melakukan inform consent pada setiap tindakan
Inform consent di berikan pada keluarga untuk memberikan
persetujuan dan kewenangan pada bidan dalam melakukan setiap
tindakan.
e/keluarga pasien menyetujui inform consent
4. Cek uterus dengan melakukan masase fundus uteri segera setelah
lahirnya plasenta
e/tindakan telah dilakukan uterus tidak berkontraksi
5. Cek kelengkapan plasenta
e/tindakan telah dilakukan plasenta lengkap
6. Bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan lubang
serviks
e/tindakan telah dilakukan
7. Pastikan kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat di palpasi lakukan
pengosongan / kateralisasi dengan tehnik septic dan anti septic
e/tindakan telah dilakukan
8. Lakukan komperesi bimanual internal (KBI) selama 5 menit lalu observasi,
jika perdarahan mulai berhenti dan terjadi kontraksi lakukan KBI tambahan
selama 2 menit
e/tindakan telah dilakukan
9. Jika tidak berhenti lakukan KBE
e/tindakan telah dilakukan
10. Memberikan ergometrin 0,2 mg IM (kontaindikasi hipertensi) atau
misoprostol 600-1000 mcg
e/tindakan telah dilakukan
11. Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18 dan berikan 500 cc
RL+20 unit oksitosin drip
e/tindakan telah dilakukan
12. Melakukan KBI ulang, jika uterus tidak berkontraksi 1-2 menit
kolaborasi dengan DSOG atau siapkan rujukan
e/tindakan telah dilakukan
Selama rujukan dapat memberikan penanganan KAA.
Cara melakukan tindakan KAA:
1) Baringkan ibu diatas ranjang, penolong
menghadap sisi kanan pasien. Atur posisi
penolong sehingga pasien berada pada ketinggian
yang sama dengan pinggul penolong.
2) Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak
memakai penopang kaki) dengan sedikit fleksi
pada artikulasio koksae.
3. Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung
jari telunjuk dan tengah tangan kanan pada lipat paha, yaitu
pada perpotongan garis lipat paha dengan garis horisontal
yang melalui titik 1 sentimeter diatas dan sejajar dengan tepi
atas simfisis ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba
dengan baik.
4. Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari
dari titik pulsasi tersebut.
5. Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari
telunjuk, tengah, manis dan kelingking pada umbilikus ke
arah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus.
6. Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai bagian yang
keras di bagian tengah/ sumbu badan ibu dan apabila tekanan
kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka pulsasi
arteri femoralis (yang dipantau dengan ujung jari telunjuk
dan tengah tangan kanan) akan berkurang/ terhenti
(tergantung dari derajat tekanan pada aorta).
7. Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan
dengan perubahan pulsasi arteri femoralis).
8. Perhatikan:
a) Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak
berkontraksi dengan baik, usahakan pemberian
preparat prostatglandin. Bila bahan tersebut tidak
tersedia atau uterus tetap tidak dapat berkontraksi
setelah pemberian prostatglandin, pertahankan posisi
demikian hingga pasien dapat mencapai fasilitas
rujukan.
b)Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih
berlangsung maka lakukan kompresi eksternal dan
pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai
fasilitas rujukan.
c) Bila kompresi sulit untuk dilakuakan secara terus
menerus maka lakukan pemasangan tampon padat
uterovaginal, pasang gurita ibu dengan kencang
dan lakukan rujukan.
d) Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan
berhenti dan uterus berkontraksi dengan baik.
Teruskan pemberian uterotonika