Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan bayi baru lahir kurang dari 1 bulan (neonatal) menjadi hal yang sangat
penting karena akan menentukan apakah generasi kita yang akan datang dalam keadaan
sehat dan berkualitas. Upaya untuk meningkatkan kesehatan maternal dan neonatal
menjadi sangat strategis bagi upaya pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
Keberhasilan upaya tersebut dapat dilihat dari penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal).

Angka kematian bayi merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai
tingkat kesehatan masyarakat secara umum yang sekaligus memperlihatkan keadaan dan
sistem pelayanan kesehatan di masyarakat, karena dapat dipandang sebagai output dari
upaya peningkatan kesehatan secara keseluruhan. Penurunan AKB yang berdampak
langsung terhadap meningkatnya usia harapan hidup merupakan kredit poin dalam
menimbang keberhasilan pembangunan kesehatan. Ikterik merupakan salah satu dari
beberapa masalah yang sering timbul baik pada bayi baru lahir maupun pada bayi. Peran
bidan dan masyarakat atau ibu adalah bagian penting dalam mengatasi masalah bayi, oleh
karena bidan dan ibu harus dapat melakukan penanganan dan mencari solusi untuk
mengatasi masalah tersebut, khususnya masalah neonatus dan bayi yang ikterus.

1.2 Rumusan Masalah

- apa yang dimaksud dengan ikterus neonatorum?

- bagaimana klasifikasi ikterus neonatorum?

- bagaimana etiologi terjadinya ikterus neonatorum?

- bagaimana patofisiologi terjadinya ikterus neonatorum?

- bagaimana manifestasi klinik terjadinya ikterus neonatorum?

- bagaimana penatalaksanaan bayi dengan ikterus?

- apa saja komplikasi yang bisa ditimbulkan dengan adanya tetanus neonatorum?

1
1.3 Tujuan

Untuk mengetahui:

- ikterus neonatorum

- klasifikasi ikterus neonatorum

- etiologi terjadinya ikterus neonatorum

- patofisiologi terjadinya ikterus neonatorum

- manifestasi klinik terjadinya ikterus neonatorum

- penatalaksanaan bayi dengan ikterus

- komplikasi yang bisa ditimbulkan dengan adanya tetanus neonatorum?

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera
akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang
dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl (>17μmol/L) sedangkan
pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl (86μmol/L) (Etika et
al,2006). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada
kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum
total.

2.2 Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
2.2.1 Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi
karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
 Timbul pada hari kedua dan ketiga
 Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
 Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
 Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
 Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
 Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

2.2.2 Ikterus Patologi


Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-
tandanya sebagai berikut :
 Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
 Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
12,5% pada neonatus kurang bulan.

3
 Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
 Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
 Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
 Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Arief ZR, 2009. hlm. 29)

2.3 Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:
a) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain
adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin
ke sel hepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d) Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain (Hassan et al.2005)

2.4 Patofisiologi

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari
heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk

4
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut
dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam
plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar
dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan
menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin
terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh
bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan
diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang
ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai
senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan
hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah
normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan
menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam
darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini
akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut
ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).

2.5 Manifestasi klinis


Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-
kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek
pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.
Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan
atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson,
2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%

5
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f) Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)
Gambaran klinik ikterus patologis:
a) Timbul pada umur <36 jam
a) b. Cepat berkembang
b) c. Bisa disertai anemia
c) d. Menghilang lebih dari 2 minggu
d) Ada faktor resiko
e) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
a. Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c. Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d. Riwayat inkompatibilitas darah
e. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa(Etika
et al, 2006).
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat
dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap.
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi
sinar (Etika et al, 2006). Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus
secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut
Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang
ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-
masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar
bilirubinnya (Mansjoer et al, 2007).

6
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis
dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan
erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut(Etika et al, 2006).
2.6.3 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau
bayi-bayi yang tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah
lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia
bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar(Etika et al, 2006).

Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya:


Waktu Diagnosis banding Anjuran Pemeriksaan
Hari ke-1 *Penyakit hemolitik Kadar bilirubin serum berkala
Inkompatibilitas Hb, Ht, retikulosit,sediaan
darah(Rh,ABO) hapus darah golongan darah
Sferositosis.Anemia ibu/bayi, uji Coomb

7
hemolitik
nonsferositosis(defisiensi
G6PD)
Hari ke-2 s.d ke-5 Kuning pada bayi prematur Hitung jenis darah lengkap
Kuning fisiologik, Sepsis Urin mikroskopik dan biakan
Darah ekstravaskular, urin, Pemeriksaan terhadap
Polisitemia infeksi bakteri, golongan
Sferositosis kongenital darah ibu/bayi, uji Coomb
Hari ke-5 s.d ke-10 Sepsis, Kuning karena ASI Uji fingsi tiroid, Uji tapis
Def G6PD, Hipotiroidisme enzim G6PD, Gula dalam
Galaktosemia, Obat-obatan urin
Pemeriksaan terhadap sepsis
Hari ke-10 atau lebih Atresia biliaris, Hepatitis Urin mikroskopik dan biakan
neonatal Uji serologi TORCH, Alfa
Kista koledokusm, fetoprotein, alfa1antitripsin,
Sepsis(terutama Kolesistografi, Uji Rose-
infeksi saluran kemih), Bengal
Stenosis pilorik

2.7 Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus
yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai
lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin(misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma
meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan
albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun
sesudah terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini

8
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik
dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer et al, 2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
 Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
 Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
 Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
 Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct
positif(Hassan et al, 2005).
f. Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor inhibitif
terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan secara
rutin.
g. Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena(500-
1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level
bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum
diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel
retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang
dilapisi oleh antibody (Cloherty et al, 2008).
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolysis

9
2.8 Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi
tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus
otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.

10
BAB III
TINJAUAN KASUS
No Register : 632663
Nama Pengkaji : Ayu Dwicahyani
Tanggal pengkajian : 27 April 2016

Identitas Bayi
1. Nama Bayi : Bayi Ny. N
2. Umur Bayi : 6 hari
3. Hari/Tanggal/Jam lahir : Jum’at / 22 April 2016 / 08.40 WIB
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Berat badan sekarang : 2040 gram
6. Panjang badan sekarang : 44 cm

I. DATA SUBJEKTIF (S)


1. Penolong persalinan : Dokter
2. Tempat persalinan : RSUD
3. Jenis Persalianan : SC
4. BB lahir : 2210 gram
5. PB lahir : 44 cm
6. Warna ketuban : Jernih
7. Apgar score : 5/7

II. DATA OBJEKTIF (O)


Keadaan Umum bayi baik, tangis cukup kuat, gerak cukup aktif, sianosis (-) akral
hangat, minum (+) 12x10-15cc/ogt dan oral, muntah (-), kembung (-), BAB (+), BAK (+),
pada pemeriksaan labolatorium didapatkan Hb : 15,2 g/dl dan Bil T : 10,28 mg/dl.
 
III. ASSESMENT ( A )
Diagnosa : Bayi Ny. N kurang bulan kurang masa kehamilan usia 6 hari dengan ikterus
Masalah Potensial : Gangguan pemenuhan Nutrisi pada bayi
11
Antisipasi Masalah Potensial : Kolaborasi dengan dokter spesialis anak.

IV.PLANNING ( P )
1. Melakukan teknik mencuci tangan dengan metode 7 langkah sebelum dan sesudah
kontak langsung dengan bayi.
2. Melakukan observasi KU dan TTV
Kondisi Umum bayi baik
Nadi : 158 x/menit
Suhu : 36,8 o C
Respirasi : 58 x/menit
3. Menimbang berat badan bayi setiap hari
BB bayi : 2040 gram
4. Melakukan BLT 3x24 jam
5. Ganti popok bayi setiap kali bayi BAK/BAB
6. Memenuhi kebutuhan nutrisi bayi sesuai kebutuhan 12 x10 – 15 cc/ OGT dan oral

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ikterus neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.

3.2 Saran
Pencegahan dan penangana yang tepat dan terpadu sangat dibutuhkan untuk
mengurangi dan menekan angka kejadian ikterus di Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal. Ed. 2. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka

14

Anda mungkin juga menyukai