com
penerbitwidina@gmail.com
penerbitwidina@gmail.com
PEMBELAJARAN DIGITAL
Tim Penulis:
Muhammad Hasan, Rahmi Munfangati, Mustika, I Kadek Dwi Gandika Supartha
Ratna Yulis Tyaningsih, Rachmat Satria, Darmawan Thalib, Ambar Sri Lestari
Ahmad Subagiyo, Kadek Ayu Ariningsih, Imanuddin Hasbi, Imamul Khaira.
Desain Cover:
Usman Taufik
Tata Letak:
Aji Abdullatif R
Proofreader:
Aas Masruroh
ISBN:
978-623-6092-95-8
Cetakan Pertama:
Juli, 2021
PENERBIT:
WIDINA BHAKTI PERSADA BANDUNG
(Grup CV. Widina Media Utama)
Komplek Puri Melia Asri Blok C3 No. 17 Desa Bojong Emas
Kec. Solokan Jeruk Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat
PRAKATA
Rasa syukur yang teramat dalam dan tiada kata lain yang patut kami
ucapkan selain mengucap rasa syukur. Karena berkat rahmat dan karunia
Tuhan Yang Maha Esa, buku yang berjudul “Pembelajaran Digital ” telah
selesai di susun dan berhasil diterbitkan, semoga buku ini dapat
memberikan sumbangsih keilmuan dan penambah wawasan bagi siapa saja
yang memiliki minat terhadap pembahasan tentang Pembelajaran Digital.
Akan tetapi pada akhirnya kami mengakui bahwa tulisan ini terdapat
beberapa kekurangan dan jauh dari kata sempurna, sebagaimana pepatah
menyebutkan “tiada gading yang tidak retak” dan sejatinya kesempurnaan
hanyalah milik tuhan semata. Maka dari itu, kami dengan senang hati secara
terbuka untuk menerima berbagai kritik dan saran dari para pembaca
sekalian, hal tersebut tentu sangat diperlukan sebagai bagian dari upaya
kami untuk terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan karya
selanjutnya di masa yang akan datang.
Terakhir, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak
yang telah mendukung dan turut andil dalam seluruh rangkaian proses
penyusunan dan penerbitan buku ini, sehingga buku ini bisa hadir di
hadapan sidang pembaca. Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak
dan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan ilmu pengetahuan di
Indonesia.
Juli, 2021
Tim Penulis
iii
penerbitwidina@gmail.com
DAFTAR ISI
iv
penerbitwidina@gmail.com
v
penerbitwidina@gmail.com
vi
penerbitwidina@gmail.com
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa internet telah mengubah keadaan
pendidikan secara drastis selama 20 tahun terakhir ini. Hal tersebut
memungkinkan komunikasi yang lebih terbuka dan cepat antara pendidik
dan peserta didik. Sebelum adanya internet dan teknologi, pendidik dan
sekolah memegang “monopoli” dalam menyebarkan ilmu pengetahuan.
Namun setelah adanya revolusi teknologi informasi, dunia berubah lebih
cepat dari sebelumnya.
Adanya disrupsi teknologi tersebut, menyebabkan dunia digital
semakin menembus domain pendidikan dan keterampilan, dengan
teknologi secara bertahap digunakan untuk menyampaikan pendidikan,
pengetahuan, dan keterampilan dengan cara yang baru dan inovatif.
Penetrasi ini digabungkan dengan perubahan masa depan pada mode dan
pola kerja, yang dengan sendirinya dipengaruhi oleh iklim ketidakpastian
ekonomi saat ini, serta oleh perubahan kebijakan di bidang pendidikan.
Peningkatan penggunaan teknologi digital yang cepat berubah di tempat
kerja, berdampak pada kebutuhan akan keterampilan baru. Penggunaan
teknologi ini telah berkontribusi untuk mengubah pembelajaran dan
penerbitwidina@gmail.com
2 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
4 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
C. REVOLUSI PENDIDIKAN
Revolusi digital dan era disrupsi teknologi merupakan istilah lain dari
era Industri 4.0. Salah satu keunggulan pada era Industri 4.0 yaitu
pengaplikasian kecerdasan buatan atau (artificial intelligence). Hampir
semua bidang terjadi secara otomatis dengan adanya perkembangan
teknologi. Salah satunya yaitu pada dunia pendidikan yang tidak terlepas
dari pengaruh perkembangan teknologi digital (Baharu et al., 2019). Era
digital sendiri terlahir dari pesatnya perkembangan era global atau
globalisasi.
Salah satu karya yang tidak dapat terpisahkan yaitu manusia adalah
pendidikan. Dengan pendidikan manusia dapat mengukir sejarah, akan
tetapi juga bukan tidak banyak karena persoalan pendidikan pula manusia
dapat menghancurkan peradaban dalam sejarah manusia. Jadi dapat
dikatakan bahwa pendidikan selalu beriringan dengan perkembangan
kehidupan manusia, dan perkembangan manusia selalu merubah arti
tentang pendidikan dalam diri manusia. Seiring dengan semakin
berkembangnya peradaban manusia maka kegiatan pendidikan semakin
beragam dalam jenis, bentuk, dan penyelenggaraannya. Hal tersebut tidak
akan dapat dipungkiri bahwa kebutuhan akan informasi akan terus
meningkat seiring dengan jaman sekarang. Informasi itu seperti berita, data,
pesan, fakta, pendapat, kritik, dan saran yang diperlukan agar kita dapat
memahami, maka karena itu, ketika kita mengambil keputusan atau
bertindak harus selaras dengan kondisi serta situasi di mana kita berada.
Pada awal kebudayaan, manusia memperoleh pendidikan dari alam
sekitarnya. Dalam perkembangan kemudian terdapat orang-orang tertentu
yang diberikan keahlian untuk memberikan pendidikan yang kemudian kita
kenal dengan sebutan “pendidik”. Namun pendidik sekarang ini bukanlah
satu satunya sumber bagi peserta didik untuk memperoleh pendidikannya.
Pendidik hanyalah salah satu sumber insani, dan disamping itu masih ada
lagi sumber non insani (Muhasim, 2017). Adapun contoh sumber non insani
yaitu lingkungan, alat, media dan sebagianya. Peranan pendidik sebagai
penyaji informasi tidak lagi tepat dalam perkembangan ini, karena hal itu
dapat dilakukan oleh media.
Ketika jumlah penduduk semakin bertambah, maka sumber daya alam
semakin berkurang, kesempatan mendapatkan pendidik yang kompeten
akan semakin kecil padahal pendidikan tetap harus dilaksanakan, maka
timbullah kenyataan kegiatan pendidikan selalu tidak sebanding dengan
yang diinginkan. Bertambahnya jumlah penduduk memang telah
diantisipasi dengan kebijakan “Pendidikan untuk Semua” (Hasan, 2018).
Yang terpenting menyangkut hal tersebut yaitu kesempatan seluruh
masyarakat untuk mengakses informasi dan dunia pendidikan harus dibuka
secara lebar. Ini artinya bahwa tidak ada diskriminasi kesempatan, bukan
hanya orang yang di kota mendapatkan pendidikan yang layak, namun siapa
6 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
8 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
berstrategi, seperti catur, teka teki silang, sudoku, dan permainan tebak-
tebakan yang telah disiapkan pada aplikasi handphone; (2) anak diajarkan
untuk belajar musik dan aktif dalam kegiatan olahraga yang dapat melatih
otak kanan untuk meningkatkan daya imajinatif; (3) membiasakan anak
untuk membaca dan memberikan mereka buku-buku inspiratif seperti
biografi orang-orang sukses di balik bisnis yang sukses seperti Google,
Amazon, dan Facebook untuk menginspirasi mereka bermotivasi cemerlang
dimanapun dia berada (Baharun et al., 2019).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan media informasi yang
semakin pesat, pendidikan sebagai investasi masa depan generasi bangsa
harus bisa menyesuaikan diri. Misalnya saja anak dapat memanfaatkan era
digital ini sebagai media pembelajaran di sekolah (Amiruddin, 2019). Akses
informasi di era digital ini memungkinkan peserta didik lebih mengetahui
informasi terlebih dahulu dibandingkan pendidik. Tentu hal ini tidak akan
membuat pendidik menjadi ketinggalan dibanding peserta didik, karena
keberadaan pendidik di kelas dan lingkungan sekolah yaitu untuk
mendampingi dan memfasilitasi peserta didik untuk belajar.
Dalam ilmu pedagogik, belajar dapat diartikan sebuah perubahan
tingkah laku peserta didik ke arah yang lebih baik. Tingkah laku yang
dimaksud bukan hanya berarti kemampuan peserta didik secara afektif,
tetapi juga kemampuan peserta didik dari sisi kognitif dan psikomotorik. Di
titik inilah, pendidik bisa dikatakan sebagai kelompok Digital Immigrant,
yang keberadaannya sangat penting bagi peserta didik untuk membimbing
peserta didik agar dapat belajar memanfaatkan penggunaan internet ke
arah yang lebih positif untuk keperluan belajar di sekolah.
Dengan kata lain, digital immigrant ada untuk membelajarkan para
digital native agar dapat memanfaatkan internet sebagai media
meningkatkan kualitas belajar anak. Dalam hal ini, orang tua dan pendidik
juga dituntut untuk mengikuti perkembangan arus informasi di era digital
melalui media sosial, sebagai contoh anak dapat diarahkan untuk
membentuk kelompok belajar secara berkesinambungan karena kanal
media sosial tidak terbatas ruang dan waktu.
Namun demikian, media sosial atau media lain di dunia maya hanyalah
alat (instrumen) bukan tujuan. Artinya, alat tidak bisa menggantikan posisi
pendidik, sebab alat tidak mempunyai sisi humanitas (kemanusiaan). Oleh
10 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
yaitu kemungkinan akan ada orang lain yang salah mengartikan arti
teknologi.
Dampak positif dan negatif pemanfaatan teknologi informasi dan
telekomunikasi (Ahmad, 2019) antara lain:
1. Manfaat Digital antara lain:
a. Informasi yang dibutuhkan akan semakin cepat dan mudah di akses
untuk kepentingan pendidikan.
b. Konsultasi dengan para ahli dibidangnya dapat dilakukan dengan
mudah walaupun ahli tersebut berada di tempat yang sangat jauh.
c. Perpustakaan online adalah perpustakaan dalam bentuk digital.
d. Diskusi online yaitu diskusi yang dilakukan melalui internet.
e. Inovasi dalam pembelajaran semakin berkembang dengan adanya
inovasi e-learning yang semakin memudahkan proses pendidikan.
f. Kemajuan juga akan memungkinkan berkembangnya kelas virtual
atau kelas yang berbasis teleconference yang tidak mengharuskan
sang pendidik dan peserta didik berada dalam satu ruangan.
g. Sistem administrasi pada sebuah lembaga pendidikan akan semakin
mudah dan lancar karena telah menggunakan penerapan sistem.
12 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
14 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
orang tua juga harus lebih memahami isi perangkat tersebut. selain peranan
orang tua dan pendidik juga sangat penting bantuan pemerintah untuk
mengatasi ini. jadi dapat simpulkan bahwa pembelajaran menggunakan
teknologi informasi digital sangat membantu dalam pendidikan, dan sangat
bagus untuk di gunakan di sekolah jika orang tua, pendidik dan sekolah
mampu menjadi digital parent bagi peserta didik.
H. RANGKUMAN MATERI
Tuntutan pembelajaran di masa kini harus bersifat terbuka dan dua
arah, beragam, multi disipliner serta terkait pada produktifitas kerja dan
kompetitif. Teknologi informasi dan telekomunikasi dengan murah dan
mudah akan menghilangkan batasan-batasan ruang dan waktu yang selama
ini membatasi dunia pendidikan. Sekarang ini banyak dampak-dampak yang
terjadi akibat semakin berkembangnya dunia digital di dalam negeri ini. Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan teknologi
informasi telah membawa transisi perubahan dari komunitas pengetahuan
menjadi komunitas dinamis berbasis informasi dan komunikasi digital.
Hal ini pembawa orientasi baru terhadap bagaimana pembelajaran
seharusnya dilakukan, yang selanjutnya membawa pengaruh baru juga
terhadap tanggung jawab, sensitivitas sosial, dan kemampuan logika serta
kejujuran. Semua hal ini akhirnya berpengaruh pada peran baru orang tua
dan pendidik.
Dalam era digital global hendaknya paling tidak dilakukan reorientasi
pembelajaran, yaitu pembelajaran yang memusatkan pada konstruksi
pencarian dan penemuan, pembelajaran yang menekankan pada kreativitas
dan inisiatif, dan pembelajaran yang menekankan pada interaksi dan kerja
sama. Reorientasi ini mengharuskan pula adanya reorientasi pada,
tanggung jawab, sensitivitas sosial dan kemampuan logika serta kejujuran.
Semua ini bermuara pada reorientasi pada peran baru orang tua dan
pendidik, yaitu sebagai agen perubahan, pembaharuan pengetahuan, dan
konsultan pada anak untuk mengawal di pendidikan sejak dini.
16 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, F. 2019. Tantangan Pendidikan di Era Digital, Bagaimana
Menyikapinya?,
http://madrasah.kemenag.go.id/didaktika/96/tantangan-
pendidikan-di-era-igitalbagaimana-menyikapinya.html, diakses pada
7 Mei 2021.
Amirah. 2014. Mendidik Anak di Era Digital (Kunci Sukses Keluarga Muslim).
LaksBang PRES Sindo: Yogyakarta.
Amiruddin, Noor. 2019. Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Era Digital. Prosiding Seminar Nasional Prodi PAI UMP Tahun
2019. ISBN: 978-602-6697-31-8.
Andriyani, I. N. 2018. Pendidikan Anak Dalam Keluarga di Era Digital.
FIKROTUNA: Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam, 7(1), 790-803.
Baharun, H., & Finori, F. D. 2019. Smart Techno Parenting: Alternatif
Pendidikan Anak Pada Era Teknologi Digital. Jurnal Tatsqif: Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Pendidikan, 17(1).
Baharun, H., & Maryam, S. 2019. Building Character Education Using Three
Matra of Hasan al-Banna’s Perspective in Pesantren. Jurnal
Pendidikan Islam, 4(2), 51-62.
Muhasim. 2017. Pengaruh Tehnologi Digital terhadap Motivasi Belajar
Peserta Didik. Palapa: Jurnal Studi Keislaman, 5(2), 53-77
Ozdamli, F. (2017). Attitudes And Opinions Of Special Education Candidate
Teachers Regarding Digital Technology. World Journal on Educational
Technology: Current Issues, 9(4), 191-200.
Putrawangsa, S., & Hasanah, U. 2018. Integrasi Teknologi Digital dalam
Pembelajaran di Era Industri 4.0. Jurnal Tatsqif, 16(1), 42-54.
18 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
PEMBELAJARAN DIGITAL
(FUNGSI, DESAIN DAN STRATEGI)
Rahmi Munfangati, S.S., M.Pd.
Universitas Ahmad Dahlan
A. PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang pembahasan terkait fungsi pembelajaran digital,
desain pembelajaran digital, dan strategi dalam pembelajaran digital.
2. Sebagai Pelengkap
Pembelajaran digital dikatakan mempunyai peran sebagai pelengkap
apabila materi pembelajaran yang bersifat elektronik dibuat dalam rangka
melengkapi materi pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik di
dalam kelas tatap muka (Lewis, 2002). Proses pembelajaran yang
menggunakan materi yang berfungsi sebagai komplemen ini biasanya
dilakukan dengan model Blended Learning. Materi pembelajaran disajikan
melalui media elektronik seperti website dan sejenisnya sehingga peserta
didik dapat mengaksesnya kapan saja di luar kelas tatap muka.
Dalam hal ini, materi pembelajaran yang sifatnya sebagai pelengkap
pembelajaran ini dapat digunakan sebagai materi reinforcement
(penguatan) dan enrichment (pengayaan). Materi reinforcement diberikan
kepada peserta didik yang memiliki skor rendah sehingga harus melakukan
remedial (pengulangan) atau mereka yang membutuhkan penanganan
khusus karena mengalami kesulitan dalam memahami materi pembelajaran
yang disampaikan oleh pengajar secara tatap muka di kelas (slow learners).
Perancangan materi secara khusus ini bertujuan agar memudahkan peserta
didik dalam memahami materi pembelajaran yang sebelumnya telah
disampaikan oleh pengajar di dalam kelas. Sementara itu, materi
enrichment diberikan kepada peserta didik yang memiliki skor tinggi atau
mereka yang dengan cepat dapat memahami dan menguasai materi
pembelajaran yang disampaikan oleh pengajar saat tatap muka di kelas
(fast learners), namun masih ingin mendapatkan informasi yang lebih
mendalam terkait dengan materi yang telah dipelajari. Materi ini memang
secara khusus dikembangkan dengan tujuan memantapkan tingkat
pemahaman dan penguasaan peserta didik terhadap materi pembelajaran
yang telah disampaikan oleh pengajar di dalam kelas.
3. Sebagai Pengganti
Pembelajaran digital dikatakan mempunyai peran sebagai pengganti
adalah saat peserta didik tidak dapat mengikuti seluruh proses
pembelajaran secara luring dan mengganti, baik sebagian maupun
20 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
22 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
digital, ada tiga komponen utama, yaitu sumber daya manusia, proses, dan
teknologi.
Namun demikian, ini bukan hal yang mudah. Misalnya, terkait dengan
perbedaan mendasar kelas konvensional yang memiliki konsep
pembelajaran tatap muka di kelas dan kelas digital yang tidak harus selalu
tatap muka di kelas, dari segi cara penyampaian materi serta aktivitas
pembelajaran yang dirancang harus disesuaikan agar proses pembelajaran
terlaksana secara efektif dan tujuan pembelajaran tercapai. Materi dan
media dalam pembelajaran digital juga lebih bervariasi, tidak hanya dalam
bentuk teks, tetapi juga dalam bentuk visual, audio, dan gerak. Selain itu,
pengelolaan desain pembelajaran digital juga memerlukan keberadaan
infrastruktur dan teknologi yang mendukung seperti komputer/laptop,
perangkat seluler, akses internet, aplikasi, CD/DVD ROM, dan sebagainya.
Penggunaan model Dick dan Carey dimaksudkan agar (1) pada tahapan
awal proses pembelajaran, peserta didik dapat mengetahui dan mampu
melakukan hal-hal yang berkaitan dengan materi di akhir pembelajaran, (2)
ada keterkaitan antar tiap komponen pembelajaran, khususnya strategi
pembelajaran dan hasil pembelajaran yang ingin dicapai, dan (3) urutan
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan
desain pembelajaran lebih terarah.
b. Model Kemp
Desain pembelajaran model Kemp membantu pendidik dalam
merancang program atau kegiatan dengan memahami kerangka teori dan
menerapkan teori tersebut untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang
lebih efektif dan efisien (Morrison, Ross, dan Kemp, 2004). Langkah-langkah
dari model desain pembelajaran ini di antaranya:
• Menentukan tujuan umum pembelajaran di setiap topik pembelajaran
• Menganalisis karakteristik peserta didik
• Menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
• Menentukan isi materi ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
• Mengembangkan instrumen penilaian awal sebagai dasar penentuan
level pengetahuan peserta didik terhadap suatu topik
• Memilih strategi pembelajaran dan memilih aktivitas pembelajaran
dan sumber belajar yang menyenangkan
• Mengkoordinasikan dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang
meliputi personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal
24 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
c. Model ASSURE
Model ASSURE yang dikemukakan oleh Heinich, Molenda, dan Russel
ini berorientasi pada kelas. Model ASSURE merupakan acuan prosedur
dalam merancang pelaksanaan pembelajaran secara sistematis dengan
memanfaatkan teknologi dan media. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut.
1) Analyzing learners (A)
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi dan
menganalisis karakteristik peserta didik yang disesuaikan dengan hasil
belajar. Ada beberapa hal yang perlu dianalisis dalam tahap ini, yakni
menganalisis karakteristik peserta didik berdasarkan karakteristik (ciri-
ciri) umum, kompetensi dasar spesifik seperti pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, serta gaya belajar.
2) Stating objectives (S)
Langkah selanjutnya adalah merumuskan standar dan tujuan
pembelajaran. Perumusan tujuan pembelajaran ini meliputi
merumuskan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang akan
dikuasai peserta didik, kondisi dan kinerja yang akan diamati, dan sikap
yang diinginkan.
3) Selecting methods, media, and materials (S)
Sesudah menganalisis karakteristik peserta didik dan merumuskan
tujuan pembelajaran, langkah yang ketiga adalah memilih metode atau
strategi pembelajaran, mendesain atau menentukan media yang akan
digunakan, serta merancang materi ajar yang akan diberikan.
4) Utilizing media and materials (U)
5) Requiring learner participation (R), Sebelum dilakukan penilaian,
peserta didik perlu dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran seperti
memecahkan masalah, simulasi, kuis, atau presentasi.
6) Evaluating and revising (E)
Rancangan yang telah dikembangkan perlu dinilai. Penilaian ini
melibatkan beberapa aspek seperti kualitas rancangan, pencapaian
peserta didik, pembelajaran yang dihasilkan, efektifitasnya bagi
pendidik maupun peserta didik.
d. Model ADDIE
ADDIE dikembangkan oleh Reiser dan Molenda. ADDIE memberikan
pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur suatu pelatihan,
kurikulum sekolah, atau pembelajaran yang lebih dinamis. Berikut adalah
penjabaran dari lima tahapan dalam model pengembangan ADDIE:
1) Analysis (analisa), Di tahap ini dilakukan analisis kebutuhan, yaitu
mengidentifikasi karakteristik peserta didik, mengidentifikasi masalah
(kebutuhan peserta didik) dan menganalisis tugas yang didasarkan atas
kebutuhan.
2) Design (mendesain), Tahap ini dikenal dengan istilah membuat blue
print (rancangan). Tahap ini terdiri dari merumuskan tujuan
pembelajaran yang SMAR (Specific, Measurable, Applicable, dan
Realistic), menyusun tes yang didasarkan pada tujuan pembelajaran
yang telah dibuat, menentukan strategi pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran tersebut dengan mempertimbangkan sumber
belajar yang relevan, lingkungan belajar, dan lain-lain.
3) Development (pengembangan), Tahap pengembangan merupakan
tahap mewujudkan rancangan menjadi kenyataan.
4) Implementation (penerapan), Dalam tahap ini, rancangan yang kita
kembangkan diterapkan.
5) Evaluation (evaluasi), Evaluasi digunakan untuk melihat apakah
rancangan yang telah dikembangkan berhasil atau tidak. Evaluasi ini
akan menjadi input terhadap rancangan yang sedang dikembangkan
sebagai bahan perbaikan sebelum diuji coba.
26 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
c. Ketersediaan infrastruktur
Fasilitas dan sumber daya apa yang tersedia untuk mendukung
penggunaan teknologi dalam pembelajaran digital? Apakah ada dana
yang dialokasikan untuk pengadaan peralatan khusus atau ruang kelas
digital? Apakah peserta didik memiliki akses ke komputer sekolah dan
lainnya? Apakah peserta didik memiliki peralatan digital pribadi yang
bisa digunakan di kelas atau digunakan secara mandiri di rumah, serta
jaringan internet?
d. Integrasi teknologi dengan pengajaran, pembelajaran, dan penilaian
Beberapa cara mengintegrasikan teknologi dengan pengajaran,
pembelajaran dan penilaian di antaranya: pembelajaran berbasis
proyek menggunakan teknologi, penilaian portofolio elektronik,
penggunaan perangkat seluler, penggunaan papan tulis interaktif,
penilaian akhir berbasis video, proyek berbasis web, proyek membuat
media seperti podcast dan video, proyek kolaborasi menggunakan
Google Docs, penggunaan media sosial, dan lain sebagainya.
e. Jenis kelas digital yang akan digunakan
Menurut Grgurovic (2010), ada dua tipe kelas digital yang dapat dipilih,
yaitu (1) Fully online (100% aktivitas pembelajaran dilaksanakan secara
daring, (2) Blended/Hybrid (gabungan antara pembelajaran daring dan
pembelajaran tatap muka).
f. Cara mengajar pendidik
Pendidik yang memanfaatkan teknologi perlu mengubah cara mereka
mengajar. Teknologi mengubah cara interaksi dan komunikasi antara
pendidik dan peserta didik. Hal ini memungkinkan pemanfaatan
berbagai jenis strategi pengajaran dan terciptanya cara-cara baru
untuk melibatkan peserta didik dan cara-cara baru untuk berinteraksi.
Pembelajaran digital juga mendorong lebih banyak otonomi di pihak
peserta didik, dan mengharuskan pendidik untuk memberikan lebih
banyak pilihan untuk peserta didik dalam membuat pilihan tentang
bagaimana mencari dan menggunakan konten.
g. Kesempatan mengikuti professional development
Pendidik membutuhkan dua jenis dukungan: pengetahuan teknis
tentang bagaimana untuk menggunakan teknologi, serta tentang cara
mengintegrasikannya ke dalam pembelajaran (Reinders, 2009). Oleh
28 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
4. Case-based learning
Melalui case-based learning, peserta didik mempelajari sesuatu
berdasarkan kasus-kasus yang telah terjadi mengenai subyek yang
hendak dipelajari. Strategi ini tergantung kepada nara sumber ahli dan
kasus-kasus yang dapat dikumpulkan tentang materi yang hendak
dipelajari. Peserta didik dapat mempelajari suatu materi dengan cara
menyerap informasi dari nara sumber ahli tentang kasus-kasus yang
telah terjadi atas materi tersebut.
5. Learning by exploring
Dengan learning by exploring, peserta didik mempelajari sesuatu
dengan cara melakukan eksplorasi terhadap subyek yang hendak
dipelajari. Peserta didik didorong untuk memahami suatu materi
dengan cara melakukan eksplorasi mandiri atas materi tersebut.
Aplikasi harus menyediakan informasi yang cukup untuk
mengakomodasi eksplorasi dari peserta didik. Peserta didik
mempelajari sesuatu dengan cara menetapkan suatu sasaran yang
hendak dicapai (goal-directed learning). Peserta didik diposisikan
dalam sebagai seseorang yang harus mencapai tujuan/sasaran dan
aplikasi menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan hal
tersebut. Peserta didik kemudian menyusun strategi mandiri untuk
mencapai tujuan tersebut.
30 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
6. Mental Gymnastic
Peserta didik melakukan kegiatan brain storming yaitu kegiatan curah
pendapat yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
sudah digariskan. Peserta didik mengumpulkan sejumlah topik-topik
yang menarik perhatiannya untuk kemudian didiskusikan dan
disampaikan kepada peserta didik yang lainnya.
32 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
E. RANGKUMAN MATERI
Pembelajaran digital memiliki tiga fungsi dalam proses pembelajaran.
Tiga fungsi tersebut adalah sebagai suplemen (tambahan), komplemen
(pelengkap), dan substitusi (pengganti). Pembelajaran digital dikatakan
mempunyai peran sebagai tambahan apabila peserta didik memiliki
kebebasan memilih untuk mengakses materi pembelajaran yang bersifat
elektronik maupun tidak. Pembelajaran digital dikatakan mempunyai peran
sebagai pelengkap apabila materi pembelajaran yang bersifat elektronik
dibuat dalam rangka melengkapi materi pembelajaran yang diberikan
kepada peserta didik di dalam kelas tatap muka. Sedangkan pembelajaran
digital dikatakan mempunyai peran sebagai pengganti adalah saat peserta
didik tidak dapat mengikuti seluruh proses pembelajaran secara luring dan
mengganti, baik sebagian maupun keseluruhan, proses pembelajaran
tersebut secara daring.
Desain pembelajaran merupakan perancangan pembelajaran secara
sistematis untuk mengoptimalkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas
proses pembelajaran. Desain pembelajaran meliputi menganalisis
kebutuhan peserta didik, menentukan tujuan pembelajaran,
mengembangkan bahan dan menentukan aktivitas pembelajaran, yang juga
mencakup penentuan sumber belajar, menentukan strategi pembelajaran
dan langkah-langkah pembelajaran, memilih atau merancang media
34 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
36 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi tentunya harus diimbangi dengan
peningkatan kualitas pendidikan terutama untuk menghasilkan
pembelajaran yang berkualitas. Pengembangan pembelajaran yang
dititikberatkan pada peserta didik merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan. Hal tersebut perlu dilaksanakan karena untuk membangun
sistem pembelajaran yang memungkinkan untuk mempunyai kemampuan
belajar yang lebih interaktif, tidak membosankan sebagai model variasi
pembelajaran. Pembelajaran digital (digital learning) suatu sistem yang
dapat memfasilitasi peserta didik belajar lebih luas, lebih banyak, dan
bervariasi. Fasilitas yang tersedia pada pembelajaran digital, membuat
tenaga pengajar dapat belajar tanpa adanya batasan ruang, waktu dan jarak.
Sehingga dapat belajar kapan dan dimana saja Adanya variasi dalam materi
pembelajaran sehingga tidak hanya dalam bentuk verbal, tetapi memiliki
variasi seperti teks, visual, audio, dan animasi. Pembelajaran digital
memiliki model diantaranya e-learning, model adjunct, model blended
learning dan model fully online. Setiap model memiliki ciri khas masing-
masing, misalnya dalam e-learning memiliki dua model yaitu model e-
Learning tutorial dan model Computer Supported Collaboration Learning
penerbitwidina@gmail.com
38 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
40 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
42 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
C. MODEL ADJUNCT
Dalam praktiknya e-learning merupakan kontinum yang memiliki tiga
kategori, yaitu: Adjunct, mixed/blended, fully online, seperti pada gambar1.
Keterangan:
a. Adjuct adalah pembelajaran face to face ditambah dengan materi
penunjang yang bisa dicari melalui internet atau menggunakan
bantuan komputer, LCD proyektor atau multimedia lainnya di dalam
kelas;
b. Mixed/Blended adalah menggunakan system pembelajaran daring
(jarak jauh)sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran
face to face;
c. Fully daring adalah proses pembelajaran dan interaksi sepenuhnya
dalam bentuk daring (jarak jauh) tanpa menggunakan face to face
sama sekali.
44 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
46 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
48 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
muka secara langsung antara tenaga pendidik dan peserta didik, tetapi
dengan melaksanakan kegiatan belajar mengajar online secara penuh, atau
istilah yang digunakan adalah pembelajaran daring atau fully online. Dalam
model ini tenaga pendidik dan peserta didik tidak bertemu secara langsung
serta tetap berada di tempat masing-masing, oleh sebab ini model ini juga
disebut sebagai Distance Learning atau pembelajaran jarak jauh.
Menurut Dogmen yang dikutip oleh (Yerusalem & dkk, 2015)
pembelajaran jarak jauh memiliki ciri-ciri di antaranya adalah:
a. Adanya organisasi yang mengatur cara belajar mandiri
b. Materi pembelajaran disampaikan melalui media
c. Tidak ada kontak langsung antara pengajar dengan pembelajar.
50 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
h. Information overload. Hal ini dapat terjadi jika antusiasme peserta didik
di dalam diskusi sangat tinggi, dengan banyaknya peserta didik saling
memberikan komentar, sehingga terjadi kelebihan informasi. Masalah
ini dapat diatasi dengan membatasi ukuran kelompok yang dapat
ditangani oleh media teknologi informasi dan komunikasi yang
digunakan. Diskusi online memungkinkan setiap individu untuk
memberikan komentar kapan saja tanpa perlu menunggu orang lain
berkomentar terlebih dahulu.
F. RANGKUMAN MATERI
1. Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) sangat
mempengaruhi model pembelajaran. Sehingga tenaga pendidik harus
dapat beradaptasi dengan perubahan dalam upaya peningkatan
kualitas pembelajaran
2. Model pembelajaran digital memiliki jenis yaitu model e-learning,
model adjunct, model blended learning, dan model fully online
3. Model adjunct adalah model tradisional, dikarenakan hanya sebagai
pengayaan atau tambahan saja
4. E-Learning adalah cara dalam kegiatan belajar mengajar yang
menggunakan media interconnected network (internet) sebagai media
koneksi antar media elektronik dalam proses belajar mengajar
tersebut. Sedangkan Blended Learning yaitu cara dalam kegiatan
belajar mengajar yang memadukan sistem pendidikan tradisional
dengan sistem yang berbasis digital
5. Model Fully Online dikenal juga dengan istilah pembelajaran jarak jauh
adalah memanfaatkan aplikasi dan sistem Learning Manajemen
System (LMS) yang perannya merubah porses pembelajaran
konvesional di dalam kelas ke dalam ruang-ruang yang berbasis digital
6. Peran pembelajaran jarak jauh adalah Asynchronous discussion,
Instructur control of online conference and roles, Questions and answer
communication protocol, Anonymity and pen name signatures,
Membership status lists, Voting, Special purpose scaling methods,
Information overload.
52 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
54 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Aplikasi pembelajaran digital saat ini menjadi solusi yang sangat efektif
untuk memudahkan kegiatan belajar mengajar baik secara online dan
offline bagi pengajar dan peserta didik. Pembelajaran digital adalah sistem
pembelajaran yang menggunakan teknologi atau praktik pengajaran yang
memanfaatkan teknologi informasi secara efektif. Pembelajaran digital
bukan hanya menggunakan laptop atau handphone tetapi merupakan
kombinasi antara teknologi, konten digital dan pengajaran. Peserta didik
sekarang ini merupakan generasi yang terbiasa dengan teknologi digital
(digital native) sehingga mereka sangat akrab dengan media pembelajaran
digital yang merupakan media canggih.
Peserta didik sekarang ini yang termasuk pada generasi Z yang lahir
antara tahun 1995-2010 menjadi pengguna computer, handphone dan
internet. Mereka juga sangat cekatan dalam mengembangkan dan
menggunakan berbagai sistem informasi yang sesuai dengan kebutuhan
saat ini(Prastiti, 2020). Tren teknologi digital sekarang ini yang
mempengaruhi peserta didik antara lain augmented reality, virtual reality,
mobile learning, Game Base Learning, Cloud Learning, redesigned learning
spaces (smartboards), artificial intelligence. Sebagai pendidik harus
penerbitwidina@gmail.com
56 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
1. Educandy
Educandy merupakan aplikasi pembelajaran game berbasis web yang
bisa digunakan untuk membantu dalam proses belajar mengajar. Terdapat
beragam permainan didalam educandy yang dapat disesuaikan pertanyaan
maupun kosakatanya sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Misalnya dalam permainan memory yang memiliki tantangan untuk
menguji daya ingat kosakata terntentu, dan masih banyak lagi jenis game
didalamnya. Untuk menggunakannya dapat mengakses websitenya di
www.educandy.com atau juga bisa mendownload di platform mobile.
Sumber:https://www.educandy.com/site/html5/bin/main.php?activity=noug
hts&quizid=235
Gambar Contoh Pembelajaran Berbasis Game di Educandy
2. Quizizz
Quizizz merupakan sebuah aplikasi pembelajaran berbasis web untuk
membuat permainan kuis interaktif yang dapat dimanfaatkan di dalam
kegiatan belajar mengajar (bisa digunakan untuk evaluasi pembelajaran).
Quizizz sekarang bisa diakses di playstore bagi pengguna android, sehingga
dalam penggunaannya lebih praktis dan tentunya mobile friendly.
Sumber: https://quizizz.com/join/game
Gambar Contoh Pembelajaran Berbasis Game di Quizizz
3. Wordwall
Wordwall merupakan aplikasi pembelajaran game yang berbasis web
edukasi yang sangat menarik. Pengguna bisa membuat berbagai macam
model kuis sesuai dengan kreatifitas. Berbagai kategori game pembelajaran
disediakan doleh wordwall seperti Match up, Random Wheel, Anagram,
Wordsearch, true or false, dan lainnya
Sumber: https://wordwall.net/resource/8976164/guess-food
Gambar Contoh Pembelajaran Berbasis Game di Wordwall
58 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
Sumber: VectorStock.com/20643440
Gambar Ilustrasi Mobile Learning
2. Akses internet semakin cepat dan harga yang semakin murah setiap
tahunnya, hal ini menyebabkan perkembangan M-learning menjadi
semakin pesat.
3. Aplikasi pembelajaran online sangat banyak jumlah dan pilihannya,
dengan berbagai kelebihan yang ditawarkan.
60 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
1. Facebook
Facebook adalah sebuah sosial media yang dirilis pertama kali pada
tahun 2006 dan sejak saat itu penggunanya terus berkembang dengan
pesat sampai sekarang. Pengguna facebook di Indonesia pada tahun 2021
telah mencapai 140 juta orang (Digital 2021 - We Are Social, 2021). Untuk
dapat mengakses facebook pengguna dapat mengakses
www.facebook.com atau dapat juga mengunduh aplikasi yang berbasis
mobile application.
Sumber:
https://web.facebook.com/groups/251502155764625/?hoisted_section_header_
type=recently_seen&multi_permalinks=826680448246790
Gambar Contoh Group Untuk Belajar Data Science
b. Facebook Note
Dengan fasilitas facebook note pengajar bisa menuliskan materi atau
sebuah pertanyaan kemudian bisa di tag ke seluruh peserta didik,
dalam hal ini bisa dimanfaatkan untuk proses diskusi
c. Facebook Application
Fasilitas facebook application memungkinkan pengajar untuk
membuat sebuah aplikasi pembelajaran, contohnya membuat game
edutainment seperti game geo challenge yang menguji pengetahuan
geografis dari para pemainnya.
d. Facebook Group
Facebook group dapat dimanfaatkan oleh pengajar untuk membuat
sebuah group dengan tema tertentu sesuai dengan materi
pembelajaran kemudian mengajak semua peserta didik untuk
bergabung digroup tersebut. Didalam group dapat dilakukan diskusi
antara pengajar dan peserta didik, sharing materi ataupun
melaksanakan kegiatan lainnya. Group ini dapat dikelola oleh pengajar
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka untuk melakukan
interaksi yang fleksible sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih
aktif
2. Instagram
Sejak diluncurkan pada tahun 2010 Instagram telah memiliki lebih dari
1 miliar pengguna aktif di seluruh dunia dan di Indonesia sendiri jumlah
penggunanya cukup banyak yaitu sekitar 85 juta orang (Digital 2021 - We
Are Social, 2021). Mayoritas pengguna Instagram di Indonesia adalah anak
muda, terdidik dan cukup mapan yang memiliki usia rata-rata 18-24 tahun
sebanyak 59 persen. Untuk dapat menggunakan Instagram pengguna dapat
mengakses www.instagram.com atau dapat juga mengunduh aplikasi
berbasis mobile application. Beberapa fasilitas yang dimiliki oleh Instagram
yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar diantaranya
yaitu:
a. Live streaming
Live streaming sama seperti teleconference yang memudahkan
interaksi antara pengajar dan peserta didik dalam hal monitoring
62 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
Sumber:www.instagram.com
Gambar Contoh Tampilan Instagram
3. Twitter
Twitter merupakan salah satu media sosial yang cukup digemari selain
facebook dan Instagram. Jumlah pengguna aktif twitter di Indonesia pada
bulan Januari 2021 sebanyak 14,5 juta pengguna(Digital 2021 - We Are
Social, 2021). Beberapa istilah yang terdapat didalam twitter seperti
mention, reply, retweet, timeline, hastag dan lain-lain dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan belajar mengajar. Salah satu yang bisa dimanfaatkan yaitu
fasilitas hastag atau tagar, misalkan seorang pengajar yang menjelaskan
tentang sebuah materi lalu setiap peserta didik meretweet hal tersebut
sesuai dengan pemahamannya. Hampir sama seperti membuat catatan
dibuku, untuk melakukan diskusi antara pengajar dan peserta didik
misalkan dengan hastag #BelajarSistemInformasi untuk diskusi tentang
Sumber: www.twitter.com
Gambar Tampilan Twitter
4. TikTok
TikTok adalah sebuah aplikasi media sosial berbasis video pendek yang
diluncurkan pada tahun 2016 oleh perusahaan teknologi China, ByteDance.
Pengguna Tik Tok dapat membuat, mengedit dan berbagi video pendek
yang dapat dilengkapi dengan filter dan disertai music sebagai pendukung.
Jumlah pengguna di Indonesia cukup banyak yaitu sekitar 30,7 juta pada
bulan Januari 2021 yang didominasi oleh generasi Z atau anak usia sekolah
mulai dari sekolah dasar sampai diperguruan tinggi. Oleh karena itulah
64 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
Sumber:www.tiktok.com
Gambar Tampilan TikTok
5. Youtube
Youtube merupakan media social berbasis video yang paling popular
di Indonesia, jumlah pengguna pada bulan Januari 2021 sebanyak 107 juta
orang(Digital 2021 - We Are Social, 2021). Rentang usia pengguna youtube
di Indonesia diantara 18-29 tahun dengan presentase 82%, dan pada usia
tersebut didominasi oleh remaja yang masih berstatus sebagai peserta didik.
Hal ini menyebabkan youtube dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran yang sangat efektif. Pengajar dapat mengupload video
pembelajaran yang telah dibuat ke youtube sehingga dapat diakses oleh
semua orang termasuk peserta didik yang menyebabkan mereka mendapat
Sumber: www.youtube.com
Gambar. Contoh Video Pembelajaran Youtube
66 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
Sumber: https://classroom.google.com/
Gambar Contoh Tampilan Google Classroom
Fungsi yang paling utama yang bisa dimanfaatkan oleh pengajar adalah
membuat kelas, memberi tugas dan langsung melakukan penilaian. Untuk
sumber materi pengajar bisa menambahkan materi dari youtube, google
form atau dokumen lain yang sudah tersimpan di google drive. Pengajar
juga bisa mengajak orang tua peserta didik untuk melihat hasil
pembelajaran yang telah dilakukan.
2. Edmodo
Edmodo adalah sebuah aplikasi pembelajaran online yang
dikembangkan oleh Nicolas Borg and Jeff O'Hara. Untuk menggunakan
Edmodo dapat mengakses https://new.edmodo.com untuk berbasis web
dan terdapat juga aplikasi berbasis mobile phone. Fasilitas yang disediakan
dapat memudahkan pengajar dan tenaga pendidik untuk melakukan
kegiatan belajar mengajar, seperti mempermudah pengajar dalam
membangun kelas virtual sesuai dengan pembagian di kelas nyata di
sekolah dimana dikelas tersebut terdapat pengelolaan materi, pengelolaan
tugas, pengelolaan quis dan pengelolaan nilai. Fasilitas yang dimiliki oleh
Edmodo hampir sama dengan yang dimiliki oleh google classroom, sehingga
bisa dikatakan kedua aplikasi ini memiliki kemampuan yang setara sehingga
pengguna memiliki banyak pilihan aplikasi yang dapat digunakan dalam
proses kegiatan belajar mengajar.
Sumber: https://new.edmodo.com
Gambar Tampilan Edmodo
3. Moodle
Moodle adalah singkatan dari Modular Object-Oriented Dynamic
Learning Environment yang dirilis secara resmi pada tahun 2002. Aplikasi ini
berbasis web sehingga seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan
menggunakan browser. Platform ini termasuk sebuah CMS (Content
Management System) yang dikhususkan untuk kegiatan belajar mengajar.
Karena merupakan sebuah CMS memungkinkan untuk pengguna moodle
untuk melakukan customization seperti menginstal bagian-bagian yang
diperlukan saja. Kepopuleran moodle berkembang dengan sangat pesat
semenjak dirilis, hingga saat ini ada lebih dari 190 juta pengguna di seluruh
68 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
dunia. Selain digunakan oleh sekolah dan kampus moodle juga banyak
digunakan oleh perusahaan besar didunia sebagai media belajar para
karyawannya.
Sumber: https://moodle.org/
Gambar Tampilan Moodle
F. RANGKUMAN MATERI
Pembelajaran digital saat ini menjadi solusi yang sangat efektif untuk
memudahkan kegiatan belajar mengajar baik secara online dan offline bagi
pengajar dan peserta didik. Pembelajaran digital adalah sistem
pembelajaran yang menggunakan teknologi atau praktik pengajaran yang
memanfaatkan teknologi informasi secara efektif. Terdapat banyak aplikasi
70 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
72 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Situasi kegiatan belajar mengajar di masa pandemi COVID-19 belum
bisa berlangsung secara normal. Meskipun Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan memberikan izin untuk sekolah yang sudah siap melakukan
pembelajaran secara tatap muka (luring) dengan mematuhi persyaratan
yang telah ditetapkan, tetapi masih banyak sekolah yang belum bisa
menerapkan pembelajaran secara luring. Metode pembelajaran secara
daring dinilai paling efektif untuk situasi saat ini dengan segala keterbatasan
yang ada. Oleh karena itu, sistem pendidikan harus melakukan inovasi
dalam mengemas pembelajaran yang dapat diterima peserta didik. Inovasi
yang dapat dilakukan yaitu pendidik dituntut harus ‘melek teknologi’ dalam
menggunakan dan memanfaatkan media internet untuk mengakses,
menyebarkan, dan mengomunikasikan informasi secara efektif kepada
peserta didik, yang disebut dengan kemampuan literasi digital atau literasi
teknologi. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal-hal yang bisa
dilakukan pendidik untuk mengembangkan kemampuan literasi digital, bab
ini secara khusus akan membahas tentang konten pembelajaran digital.
Sub-bab didalamnya berisi tentang 1) Pengertian konten pembelajaran
digital, 2) Jenis Konten Pembelajaran Digital, 3) Manfaat Konten
penerbitwidina@gmail.com
Sumber: https://www.sensorysolutions.co.uk
Gambar 1. Perumpamaan “Iceberg” yang menggambarkan hubungan antara
Explicit & Tacit Knowledge.
74 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
76 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
muka secara virtual adalah zoom cloud meetings, Google Meet, Cisco
WebEx, Microsoft Teams, Skype, dan lain-lain.
Secara umum, jenis konten pembelajaran digital terbagai dalam 2
kelompok besar, yaitu konten yang bersifat dinamis dan statis. Konten statis
adalah jenis konten yang merupakan hasil digitalisasi dari sumber fisik
seperti buku, jurnal, majalah, dll. Jenis konten ini tidak memungkinkan
terjadinya visualisasi pergerakan dan interaktivitas. Sementara, konten
dinamis adalah jenis konten yang memadukan teks, grafik, sound, animasi,
dan video. Jenis konten ini lebih menarik bagi peserta didik karena lebih
animatif dan interaktif (Lisnani, 2021). Hasil belajar peserta didik yang
menggunakan konten dinamis lebih baik jika dibandingkan dengan konten
statis. Pendapat ini diperkuat dengan penelitian yang menunjukkan metode
audio visual seperti yang terdapat pada konten dinamis lebih lama
ditangkap di memori peserta didik jika dibandingkan dengan metode audio
atau visual saja (Khoiroh, 2017). Secara lebih rinci, ditunjukkan pada Tabel
1.
78 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
a. Bisa dikemas dalam bentuk Ebook dan Flipbook yang menarik sehingga
bisa dibaca dengan menggunakan smartphone, tablet, atau laptop.
Konten berbasis teks bisa menggunakan format .pdf, .epub, .ppt, .lit,
dan lain-lain agar dapat dioperasikan dengan mudah.
b. Bisa ditambahkan audio, animasi, gambar atau ilustrasi visual lain
seperti grafik, tabel, dan diagram untuk memudahkan peserta didik
dalam memahami materi.
c. Pilih ukuran dan jenis font yang konsisten dan proporsional tetapi juga
tidak terlalu formal atau “kaku” sehingga tampilannya lebih estetik.
d. Jika diperlukan video animasi maka bisa ditambahkan link atau
barcode yang memudahkan peserta didik untuk mencari sumber
referensi.
2. Infografis
Infografis merupakan media yang dapat dijadikan sebagai konten
pembelajaran digital dengan menyajikan informasi/data yang
diinterpretasikan secara visual dalam bentuk grafis/gambar sehingga
peserta didik lebih tertarik dan lebih mudah mencerna informasi yang
disampaikan. Peranan infografis dalam pembelajaran dapat digunakan
untuk mengilustrasikan lini masa sejarah, menyorot statistik, menyajikan
isu/masalah, memberikan tips dan trik yang bermanfaat, dan mampu
menjelaskan instruksi atau prosedur yang sistematis. Dalam proses
pembelajaran, infografis dapat digunakan untuk hal-hal berikut:
a. Mengenalkan topik bahasan baru.
b. Menyajikan paparan kesimpulan hasil data uji statistik.
c. Memberikan stimulasi untuk berdiskusi.
d. Membuat projek atau tugas.
80 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
3. Video
Video pembelajaran ditinjau dari isinya terbagi dalam 3 kategori, yaitu
video berbasis teks, audio, dan audio-visual. Berdasarkan kajian tentang
tingkat keefektifan video sebagai media pembelajaran diperoleh video
berbasis teks 10%, audio 20%, dan audio-visual 50%. Ditinjau dari jenis
kegunaannya, video terbagi dalam 3 kategori, yaitu sebagai berikut.
a. Video narrator, Video ini bertujuan untuk memaparkan informasi
tanpa kehadiran penyaji/presenter dalam bentuk video.
b. Video presenter, Video ini bertujuan untuk memaparkan informasi
disertai kehadiran penyaji/presenter dalam bentuk video
c. Video demonstrasi, Video ini bertujuan untuk mendemonstrasikan
prosedur suatu kegiatan.
4. Gambar
Gambar dapat digunakan untuk mendukung bahan ajar berbasis teks
agar lebih menarik. Format gambar yang biasa digunakan
adalah .gif, .jpg, .jpeg, dan .png. Kebanyakan gambar yang beredar di
internet dibatasi oleh hak cipta. Oleh karena itu, penyusun sebaiknya
menggunakan gambar/foto hasil karya pribadi atau yang bersifat free
copyright image. Beberapa situs banyak yang menyediakan gambar yang
free copyright dengan hanya registrasi terlebih dahulu seperti:
Pexels Flickr
https://www.pexels.com/ https://www.flickr.com/
Pixabay Unplash
https://pixabay.com/ https://unsplash.com/
Freeimages
https://www.freeimages.com/
82 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
https://www.remove.bg/ https://photoscissors.com/
https://www.fotor.com/
5. Audio
Konten pembelajaran berbasis audio dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan singkat atau instruksi kegiatan dalam pembelajaran.
Aplikasi audio yang saat ini banyak digunakan suplemen pembelajaran yang
memperkaya pengalaman belajar siswa adalah podcast (Hutabarat, 2020).
pemanfaatan podcast dalam pembelajaran dapat dibagi dalam 3 kategori,
yakni: memperbesar flexibility dalam pembelajaran, meningkatkan
aksesibilitas belajar (khususnya dalam kaitan dengan penggunaan akses
mobile), serta memperkaya pengalaman belajar siswa (khususnya pada
mata ajar di kampus melalui penggunaan blended learning experiences)
(Laila, 2021). Beberapa tips untuk mengemas bahan ajar berbasis audio agar
dihasilkan suara yang berkualitas adalah sebagai berikut.
a. Menggunakan noise-cancelling microphone untuk merekam.
b. Menggunakan aplikasi audio recording dan editing, seperti Audacity.
c. Memilih backsound yang tepat. Sebaiknya memilih musik yang free
copyright.
6. Animasi
Konten pembelajaran animasi adalah konten pembelajaran digital
yang bersifat audio-visual. Konten jenis ini lebih banyak disukai peserta
didik karena hasil kompilasi antara gambar, teks, narasi, dan musik ilustrasi
sehingga konten pembelajaran menjadi lebih menarik. Animasi dapat
digunakan untuk menjelaskan suatu kejadian yang tidak bisa digambarkan
7. Simulasi
Simulasi adalah konten pembelajaran digital yang memberikan fasilitas
kepada peserta didik untuk berinteraksi baik dengan objek nyata maupun
maya. Simulasi dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan teknis
melakukan sesuatu, memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan
komunikasi secara interpersonal. Situs online resource yang menyediakan
aplikasi simulasi secara open souce di bidang fisika, kimia, matematika, ilmu
kebumian, dan biologi adalah Phet dengan link sebagai berikut.
https://phet.colorado.edu/in/
8. Kuis
Konten pembelajaran yang berbentuk kuis online saat ini banyak
tersedia di internet. Kuis online tersebut berbentuk permainan atau
gamifikasi yang berhadiah, kompetisi poin, interaktif, dan bisa digunakan
untuk mengukur hasil belajar peserta didik. Melalui platform kuis online ini
pendidik bisa mengajarkan segala hal ke peserta didik, mulai dari sekolah
dasar hingga universitas. Kuis menjadikan pembelajaran lebih
menyenangkan dan seru. Pendidik juga bisa menguji pengetahuan peserta
didik dan melihat hasilnya secara real time. Kuis online ini secara otomatis
akan mencatat jawaban peserta didik dan luarannya bisa berupa laporan
untuk setiap peserta didik atau pendidik bisa mengekspor semuanya ke
Excel. Melalui laporan tersebut, pendidik memiliki akses untuk mengetahui
jawaban peserta, waktu yang mereka habiskan untuk kuis, dan nilai akhir
dari peserta didik. Beberapa situs online yang menyediakan kuis online
adalah sebagai berikut.
84 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
Fyrebox Milikumi
https://www.fyrebox.com/id https://milikumi.com/
Quizizz Testmoz
https://quizizz.com/ https://testmoz.com/
Kahoot Quia
https://kahoot.com/ https://www.quia.com/web
Quizstar Thatquiz
http://quizstar.4teachers.org/indexs.jsp https://www.thatquiz.org/
9. Tugas
Konten pembelajaran berbasis tugas biasanya berada di dalam
Learning Manajemen System (LMS). Assignment adalah bentuk penugasan
yang disediakan Moodle untuk mengevaluasi kegiatan belajar peserta didik.
Melalui Assignment, peserta didik dapat mengirimkan tugas dalam bentuk
file. Jika dibandingkan dengan e-mail, pengiriman tugas melalui Moodle
lebih mudah dikelola karena pendidik dapat menilai dan memberikan
umpan baik/feedback yang dapat dibaca langsung oleh peserta didik. Menu
assignment dan umpan balik yang digunakan di Moodle ditunjukkan pada
Gambar 4.
86 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
Keterangan:
Allow submission from : waktu peserta didik menerima penugasan
Due date : batas pengumpulan tugas
Cut-off date : Penutupan tugas
Remind me to grade by : waktu notifikasi pendidik untuk menilai
tugas
Always show description : untuk menampilkan deskripsi tugas
sebaiknya dicentang (√)
Jenis tugas yang dapat dikirimkan peserta didik terbagi dalam 4 jenis,
diantaranya sebagai berikut.
a. Online text: Peserta didik memasukkan konten langsung ke kotak teks
di halaman pengiriman tugas. Hal ini berguna untuk makalah pendek
atau paragraf singkat.
b. File submission: Peserta didik mengunggah file di halaman pengiriman.
Hal ini berguna untuk mengirim makalah panjang atau pekerjaan
berbasis file lainnya.
c. Online text dan file submission: peserta didik dapat mengunggah file
dan mengetik teks secara online. Misalnya, peserta didik dapat
mengunggah file yang berisi esai dan menggunakan kotak teks online
untuk menulis catatan singkat yang ditujukan kepada pendidik.
d. Offline work (no online subission): pendidik juga dapat membuat
aktivitas penugasan tanpa opsi pengiriman online untuk peserta didik.
Ada beberapa jenis forum yang bisa digunakan di Moodle seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 8.
88 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
90 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
dapat belajar sendiri secara aktif tanpa bantuan pendidik seperti sistem
yang berjalan.
Kelebihan dari penerapan V-Lab sebagai alternatif dari pembelajaran
digital, diantaranya 1) mengatasi keterbatasan pada sumber daya dan
ruang dalam laboratorium dunia nyata, 2) memungkinkan untuk dapat
berbagi peralatan yang tergolong mahal, 3) memberikan stimulasi untuk
kolaborasi penelitian secara jarak jauh, 4) memungkinkan peserta didik
untuk mengembangkan projek secara mandiri, 5) memungkinkan
mengembangkan berbagai percobaan di lokasi yang berbeda, dan 6)
memberikan pengawasan dan intervensi dalam percobaan/eksperimen
berbahaya sehingga dapat mencegah kecelakaan (Wulandari & Vebrianto,
2017).
Laboratorium virtual dapat diterapkan pada mata kuliah praktik di
laboratorium, seperti kimia, fisika, atau biologi. Beberapa situs online
resource yang bersifat open source yang menyediakan aplikasi laboratorium
virtual pada matakuliah Biologi dan Kimia adalah Biointeractive dan
ChemCollective dengan link sebagai berikut.
https://www.biointeractive.org/
http://chemcollective.org/
dimanfaatkan baik di dalam kelas tatap muka maupun di luar kelas secara
virtual. Manfaat konten pembelajaran digital, di antaranya sebagai berikut.
1. Sebagai Alat Komunikasi
Konten pembelajaran digital dapat digunakan sebagai alat komunikasi
baik komunikasi antara dua orang (one-to-one communication)
maupun antara satu orang ke orang banyak (one-to-many
communication). Sarana yang dapat digunakan yaitu e-mail, chatting,
atau mailing list, facsimile (fax), skype, dll.
2. Memudahkan peserta didik untuk mengakses informasi
Konten pembelajaran digital memudahkan peserta didik untuk
mengakses informasi yang dibutuhkan. Banyak situs konten
pembelajaran digital yang menyediakan materi ajar secara gratis,
bahkan peserta didik dapat menyimpannya sehingga tidak mudah
hilang. Misalnya, zenius, ruangguru, Quipper School, Kelas Pintar,
Rumah Belajar, Brainly, dan lain-lain.
3. Sebagai media pembelajaran
Konten pembelajaran digital dapat digunakan sebagai media
pembelajaran yang dapat membantu pemahaman peserta didik
karena keterbatasan materi yang disampaikan pendidik secara virtual.
Misalnya, peserta didik yang mengalami kesulitan dalam
memvisualisasikan gambar grafik fungsi baik 2D maupun 3D dapat
memanfaatkan software seperti Cabri, Geogebra, Graphmatica,
MathGV, GraphCalc, Desmos, dan lain-lain.
92 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
dan menarik minat peserta didik dalam spekulasi atau berpikir di luar batas
pada umumnya. Pendekatan akan lebih berhasil jika dimulai dari bentuk
informal yang secara bertahap menuju definisi dan penjelasan formal.
Pendekatan seperti ini bisa dimulai dari skenario hipotesis, kemudian
peserta didik bisa membuat dugaan situasional. Pendidik bisa menyajikan
sebagian kecil informasi yang tujuannya untuk memancing rasa ingin tahu
peserta didik, bisa dikaitkan dengan benda-benda yang ada di sekitar
maupun contoh-contoh penerapan ilmu tersebut dalam berbagai bidang
untuk meyakinkan peserta didik bahwa yang dipelajari tersebut sangat
penting. Selanjutnya, peserta didik diberikan permasalahan yang
kontekstual dan diminta untuk mendiskusikan implikasinya tanpa
mengetahui konteks penuhnya. Kemudian, pendidik mengajak peserta
didik untuk menemukan dan mengeksplorasi pengalaman yang diperoleh.
94 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
5. Menguji apersepsi
Pendidik sebagai ahli materi pelajaran biasanya membuat konten
pembelajaran dari perspektif “yang tahu” yang berbagi informasi dengan
seseorang yang tidak tahu. Ibaratnya, peserta didik adalah kertas kosong
yang akan diberikan sejumlah informasi tertentu. Tentunya, perspektif yang
seperti ini salah karena mengabaikan fakta bahwa peserta didik sudah
mempunyai pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Dengan kata lain,
peserta didik sebenarnya telah mengembangkan massa perseptif mereka
yang sangat berharga dalam memproses dan memahami ide-ide baru.
Sebagai pendidik sangat penting untuk menguji apersepsi peserta didik
seberapa jauh pengalaman mereka sebelumnya dalam hal menarik
kesimpulan atau membuat lompatan intuitif.
96 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
G. RANGKUMAN MATERI
1. Konten pembelajaran digital adalah sumber belajar yang dikemas
dalam bentuk digital dan dipakai ulang dalam modul, unit, matakuliah,
atau program pembelajaran
98 | Pembelajaran Digital
penerbitwidina@gmail.com
a. Moodle
b. Google Classroom
c. Proquest
d. Edmodo
2. Berikut ini yang termasuk dalam kelompok sumber belajar adalah…
a. Manusia, media, alat
b. Manusia, media, lingkungan
c. Fasilitas, uang, lingkungan
d. Fasilitas, komunitas, sarana
3. Berikut ini adalah kemampuan yang harus dimiliki pendidik dalam
pengembangan pembelajaran di era digital, kecuali…
a. Personal Response System
b. Community of Practice
c. Interacting with others
d. Interactive Instruction
4. Berikut ini yang merupakan tiga faktor utama yang mempengaruhi
struktur pembelajaran digital adalah…
a. Knowledge ability, motivation, learning style
b. Digital divide, sumber belajar, komunikasi
c. Learning object, learning digital skill, interaksi
d. Sarana dan prasarana, SDM, sumber belajar
5. Seperangkat alat yang digunakan peserta didik untuk berinteraksi
dengan sebuah konten pembelajaran digital baik berupa teks, gambar,
atau video disebut…
a. Situational tools
b. Alternative tools
c. Interactive tools
d. Independent tools
DAFTAR PUSTAKA
Asbari, M., Wijayanti, L. M., Hyun, C. C., Purwanto, A., & Santoso, P. B.
(2019). Effect of Tacit and Explicit Knowledge Sharing on Teacher
Innovation Capability. Dinamika Pendidikan, 14(2), 227–243.
Battistutti, O. C., & Bork, D. (2017). Tacit to explicit knowledge conversion.
Cognitive Processing, 18(4), 461–477.
Hamidi, H., & Chavoshi, A. (2018). Analysis of the essential factors for the
adoption of mobile learning in higher education: A case study of
students of the University of Technology. Telematics and Informatics,
35(4), 1053–1070. https://doi.org/10.1016/j.tele.2017.09.016
Hutabarat, P. M. (2020). Pengembangan Podcast sebagai Media Suplemen
Pembelajaran Berbasis Digital pada Perguruan Tinggi. Jurnal Sosial
Humaniora Terapan, 2(2). https://doi.org/10.7454/jsht.v2i2.85
Kassymova, G. K., Kenzhaliyev, O. B., Kosherbayeva, A. N., Triyono, B. M., &
Ilmaliyev, Z. B. (2020). E-Learning, Dilemma And Cognitive
Competence. Journal of Talent Development and Excellence, 12(2s),
3689–3704.
Khoiroh, M. N. (2017). Pengaruh Penggunaan Media Statis-Dinamis pada
Sistem Reproduksi Manusia terhadap Penguasaan Konsep Siswa.
Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science,
Enviromental, and Learning, 14(1), 449–454.
Kumar Basak, S., Wotto, M., & Belanger, P. (2018). E-learning, M-learning
and D-learning: Conceptual definition and comparative analysis. E-
Learning and Digital Media, 15(4), 191–216.
https://doi.org/10.1177/2042753018785180
Laila, D. (2021). Inovasi Perangkat Pembelajaran Menggunakan Aplikasi
Podcast. Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Bahasa Dan
Sastra Indonesia (SemNas PBSI)-3, 7–12.
Legaki, N.-Z., Xi, N., Hamari, J., Karpouzis, K., & Assimakopoulos, V. (2020).
The effect of challenge-based gamification on learning: An
experiment in the context of statistics education. International
Journal of Human-Computer Studies, 144, 102496.
https://doi.org/10.1016/j.ijhcs.2020.102496
KRITERIA PENDIDIK
PROFESIONAL DI ERA DIGITAL
Rachmat Satria, M.Pd.
Universitas Negeri Malang
A. PENDAHULUAN
Dekade terakhir fokus pembelajaran pada peningkatan penggunaan
teknologi menjadi kebutuhan utama untuk mengajar dan belajar di
lingkungan yang baru (Bingimlas, 2009; Satria & Mustiningsih, 2019).
Integrasi teknologi digital dalam kurikulum pembelajaran membuka ruang
komunikasi antara pendidikan dan peserta didik dengan cara yang
sebelumnya tidak mungkin dilakukan (Dawes, 2001). Pendidik profesional
di era digital adalah mereka yang fasih menggunakan metode tekonologi
baru dalam praktik pengajaran mereka sehingga menjadikan pembelajaran
di ruang-ruang kelas lebih efektif (Keshavarz & Ghoneim, 2021).
Pengetahuan digital bagi pendidik menjadi tuntutan penting agar mampu
beradaptasi dengan perubahan lingkungan belajar yang cenderung lebih
dinamis, modern, dan bertransformasi dalam kehidupan generasi digital
untuk menyediakan akses pengetahuan yang lebih luas (Satria, 2021).
Realita yang terjadi di ruang-ruang kelas adanya kesenjangan
pengetahuan digital pendidik yang tidak berbanding lurus dengan kemajuan
teknologi atau bahkan tertinggal dengan peserta didiknya dalam memenuhi
penerbitwidina@gmail.com
dan spesifik, dan (3) inovasi pengetahuan baru dari yang sudah dihasilkan
sebelumnya (Cruz & Díaz, 2016).
Kajian-kajian terbaru terkait dengan tuntutan profesional mengajar di
era digital menggarisbawahi kesiapan pendidik untuk melakukan transisi
pembelajaran ke era digital yang memungkinkan peserta didik menggali
berbagai sumber belajar yang lebih luas maupun belajar secara mandiri.
Studi-studi berkaitan dengan integrasi teknologi di ruang kelas telah banyak
dibahas oleh peneliti terdahulu yang berpendapat bahwa teknologi yang
diintegrasikan di dalam kelas memberikan kesempatan bagi peserta didik
untuk belajar beroperasi di era informasi, mempersiapkan peserta didik
menjadi produktif di lingkungan kerja yang modern, mempersiapkan
sumber daya masa depan berdasarkan pemahaman yang tepat dalam
mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan di abad 21 (Grimus, 2000;
Yelland, 2001). Beberapa laporan penelitian telah memperkuat argumen ini
bahwa ruang kelas digital lebih unggul dibandingkan ruang kelas tradisional
(Holcomb, 2009; Suhr, Hernandez, Grimes, & Warschauer, 2010). Jelas,
seperti yang dikemukakan Lim & Tay (2006) bahwa peserta didik perlu
ditantang untuk mempelajari beragam masalah melalui beragam sudut
pandang sehingga dapat membentuk pola pembelajaran yang lebih
interaktif dan kolaboratif. Demikian pula, beberapa laporan riset terbaru
menyarankan para pendidik untuk mendesain program pembelajaran yang
relevan dengan kebutuhan masa depan peserta didik seperti halnya
pembelajaran seumur hidup dan berkualitas telah menjadi tuntutan
masyarakat modern yang bertransformasi pada inovasi pengetahuan,
pemahaman luas tentang dunia, aksesibilitas, dan fleksibilitas (Anagün,
2018; Guo, 2018; Kolenick, 2018).
Kemampuan adaptasi pendidik dengan dunia digital menjadi
kebutuhan sebagai alternatif jawaban yang tepat bagi mereka untuk
mengasah keterampilan digital maupun meningkatkan karier dan
keuntungan tersendiri untuk menutupi kelemahan yang kerap dialami
dalam mengelola pembelajaran konvensional. Bokek-Cohen (2018)
melaporkan bahwa konseptualisasi penguasaan digital menjadi jaminan
utama bagi pendidik yang telah memasuki usia lanjut agar dapat
beradaptasi dengan bentuk perubahan kerja dan konsisten untuk
meningkatkan prestasi kerja yang lebih baik. Argumen ini didukung oleh
laporan peneliti lainnya bahwa peluang besar masa depan peserta didik
berada di tangan pendidik profesional yang mampu mengajarkan
keterampilan yang relevan untuk mempersiapkan mereka bersaing secara
efektif dalam ekonomi digital global (McMullin & Reeve, 2014; Vucaj, 2020).
Berdasarkan pemaparan di atas, peranan pendidik profesional di era
digital menjadi tumpuan esensial untuk berinovasi pada setiap sistem
pembelajaran secara menyeluruh dan tanpa batas. Penulis memandang
bahwa pendidik hendaknya mempersiapkan diri untuk menghadapi
perubahan lingkungan belajar yang semakin kompleks dalam memenuhi
kriteria pendidikan profesional masa depan dan mengkaji bagaimana
tantangan dan peluang mengajar dengan teknologi digital untuk
mengoptimalkan pembelajaran yang lebih baik.
tenaga kerja untuk tahun 2020 di Eropa yaitu 35% dari tingkat kualifikasi
kompetensi yang harus dimiliki pekerja dituntut pada adaptasi dan inovasi
berbasis digital (Gil Serra & Roca-Piera, 2020). Oleh karenanya, pendidik
harus memperkaya literasi dan referensi untuk mengoptimalkan praktik
mengajarnya yang lebih baik, sehingga peran mereka sebagai fasilitator
pembelajaran menjadi lebih bernilai dan bermakna dalam mentransformasi
pengetahuan bagi peserta didiknya. Intinya, kemampuan membaca
peluang dan tantangan sehingga mampu mempersiapkan strategi yang
matang untuk menyiapkan lulusan peserta didik dengan menyesuaikan
pada kebutuhan individu masing-masing.
Konsep dan strategi pendidik di era digital berupaya menciptakan
sumber belajar yang dapat membangun ide dan konsep kritis pemikiran
peserta didik, selanjutnya mencoba mengamati berbagai kegiatan
pembelajaran peserta didik dan menarik perhatian mereka pada
pendekatan tertentu agar mendapatkan pemahaman konseptual tentang
pembelajaran dan penciptaan pengetahuan di era digital. Dalam
pandangan penulis, kekuatan besar peran pendidik profesional di era digital
sangat bergantung pada desain pembelajaran yang diciptakan seperti
seperangkat alat, metode, dan model yang ditawarkan bagi peningkatan
belajar peserta didik. Desain lingkungan belajar yang cerdas seharusnya
dapat mengartikulasikan penggunaan sumber daya teknologi yang semakin
beragam dan canggih dalam praktik mengajar. Dengan demikian, konteks
pembelajaran digital yang terus berubah perlu dipertegas kembali agar
sumber belajar atau perangkat pembelajaran digital terbiasa untuk
digunakan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah dengan tepat
dan benar.
D. RANGKUMAN MATERI
Identifikasi pendidik profesional terutama berkaitan dengan
keterampilan digital menjadi pembahasan para peneliti pendidikan akhir-
akhir ini. Hal ini dibicarakan agar sistem pendidikan memiliki kekuatan baru
untuk terus bertransformasi pada sistem pembelajaran masa depan yang
berubah cepat dan dinamis. Kemampuan adaptasi pendidik dengan dunia
digital menjadi kebutuhan sebagai alternatif jawaban yang tepat bagi
mereka untuk mengasah keterampilan digital maupun meningkatkan karier
DAFTAR PUSTAKA
Albion, P. R., Tondeur, J., Forkosh-Baruch, A., & Peeraer, J. (2015). Teachers’
professional development for ICT integration: Towards a reciprocal
relationship between research and practice. Education and
Information Technologies, 20(4), 655–673.
https://doi.org/10.1007/s10639-015-9401-9
Ally, M., & Tsinakos, A. (2014). Increasing access through mobile learning.
Canada: Commonwealth of Learning.
Anagün, Ş. S. (2018). Teachers’ perceptions about the relationship between
21st century skills and managing constructivist learning
environments. International Journal of Instruction, 11(4), 825–840.
https://doi.org/10.12973/iji.2018.11452a
Arranz, F. G., Blanco, S. R., & Miguel, F. J. R. S. (2017). Digital skills before
the advent of the fourth industrial revolution. Estudos Em
Comunicacao, 1(25), 1–11. https://doi.org/10.20287/ec.n25.v1.a01
Bagiritima, T. C., Tesha, J. M., & Kimani, M. (2019). Investigation on the poor
computer graphic design skills among art and design students at
university. International Journal of Humanities, Social Sciences and
Education, 6(10), 61–71. https://doi.org/10.20431/2349-
0381.0610007
Berry, B., & Moore, R. (2010). The teachers of 2030: Creating a student-
centered profession for the 21st century. In A Teacher Solutions 2030
Product (Vol. 67).
Bezuidenhout, A. (2018). Analysing the importance-competence gap of
distance educators with the increased utilisation of online learning
analysing the importance-competence gap of distance educators
with the increased utilisation of online learning strategies in a
developing worl. International Review of Research in Open and
Distributed Learning, 19(3), 264–281.
https://doi.org/10.19173/irrodl.v19i3.3585
Bingimlas, K. A. (2009). Barriers to the successful integration of ICT in
teaching and learning environments: A review of the literature.
Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education,
from
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=eric&AN=
EJ1118921&site=ehost-live&scope=site
Organization for Economic Cooperation and Development. (2016). Skill
Studies. Retrieved from
https://www.oecd.org/centrodemexico/laocde/
Qusthalani, Q. (2018). Portal Rumah Belajar; Cara Pintar Belajar Tanpa
Kertas. Retrieved from pena.belajar.kemdikbud.go.id website:
http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2018/12/portal-rumah-
belajar-cara-pintar-belajar-tanpa-kertas/
Reigeluth, C. M., & Karnopp, J. R. (2013). Reinventing schools: It’s time to
break the mold. Lanham, MD: Rowman & Littlefiel.
Reyna, J., Hanham, J., & Meier, P. (2018). The internet explosion, digital
media principles and implications to communicate effectively in the
digital space. E-Learning and Digital Media, 15(1), 36–52.
https://doi.org/10.1177/2042753018754361
Romeo, G. I. (2006). Engage, empower, enable: Developing a shared vision
for technology in education. In Engaged Learning and Emerging
Technologies. The Netherlands: Springer Science.
Sanjaya, W. (2012). Strategi pembelajaran: Berorientasi standar proses
pendidikan. Jakarta: Kencana.
Satria, R. (2021). Konsep dan strategi guru digital di era education 3.0. In
Education 3.0: Concepts, Administration, and Dynamics. Yogyakarta:
Bintang Pustaka Madani.
Satria, R., & Mustiningsih. (2019). Supervisor in era Industrial Revolution 4.0
and Society 5.0. 5th International Conference on Education and
Technology (ICET 2019). Advances in Social Science, Education and
Humanities Research, Volume 382, 596–601.
https://doi.org/doi.org/10.2991/icet-19.2019.147
Schellens, T., & Valcke, M. (2005). Collaborative learning in asynchronous
discussion groups: What about the impact on cognitive processing?
Computers in Human Behavior, 21(6), 957–975.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2004.02.025
Schmidt, V. H. (2017). Disquieting uncertainty: Three glimpses into the
future. European Journal of Futures Research, 5(6), 1–10.
LITERASI MEDIA
Darmawan Thalib, S.Pd., M.Pd.
Universitas Negeri Gorontalo
A. PENDAHULUAN
Literasi merupakan kemampuan yang wajib dipupuk pada diri peserta
didik sejak mereka masuk bangku sekolah. Sebab literasi hadir sebagai
benteng bagi peserta didik agar mereka kritis terhadap segala sesuatu.
Upaya peningkatan literasi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik dan perkembangan zaman yang juga diintegrasikan pada berbagai
aspek seperti spiritual, keilmuan, dan keterampilan. Berbagai program
literasi kini digalakkan menyusul survei yang menyebutkan kemampuan
literasi peserta didik Indonesia berada di peringkat bawah. Seperti survei
Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 yang
diselenggarakan lembaga OECD (Organization for Economic CO-operation
and Development) melaporkan bahwa performa akademis anak Indonesia
berada di peringkat bawah dari berbagai negara yang telah disurvei. Hal ini
tentu menjadi tolok ukur bahwa kualitas pendidikan Indonesia perlu
ditingkatkan.
Di tengah persoalan yang kini dihadapi, Indonesia memiliki tantangan
lain yang apabila tidak ditangani dapat menghambat proses literasi. Salah-
satunya, percepatan teknologi informasi yang populer disebut era industri.
Di era industri peran teknologi sangat dominan khususnya dalam hal
penerbitwidina@gmail.com
C. LITERASI MEDIA
Seiring berkembangnya arus informasi yang semakin kuat, berbagai
media digital muncul menjadi salah-satu wadah yang paling cepat
menyalurkan informasi kepada masyarakat. Sebagian berpikir bahwa
kemudahan ini sangat menguntungkan dalam hal komunikasi apalagi di
masa pandemi Covid-19, akan tetapi bagi dunia pendidikan tentu menjadi
hal baru yang perlu diatur sedemikian rupa agar keunggulannya tetap dapat
dimanfaatkan. Belum lagi tantangannya, telah diketahui bahwa berbagai
media yang menjadi wadah penyedia informasi tersebut sebagian besar
tujuannya untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga
terciptalah industri media yang terkadang tidak mempertimbangkan
kepentingan publik. Industri media membawa masyarakat pada kondisi
baru yang mana membuat mereka sejatinya belum sepenuhnya memahami
kelebihan dan kekurangannya sehingga belum memahami pemanfaatan
serta menghindari dampak negatifnya.
Di antara cara yang dapat ditempuh untuk menghadapi kondisi
tersebut adalah dengan melakukan literasi media khususnya bagi lembaga
pendidikan. Kata literasi tidak sekadar diartikan kemampuan dalam menulis
atau membaca, akan tetapi literasi merupakan sebuah kontinum dari
proses belajar yang dapat membantu individu untuk mencapai taraf hidup
yang lebih baik, mewujudkan tujuan hidupnya, mengembangkan potensi
diri, serta meningkatkan peran sertanya di masyarakat (Wahidin et al.,
2017). Literasi juga dapat berupa kecakapan individu dalam berkomunikasi,
berperilaku, bersosial dan mengatasi persoalan yang dijumpainya (Wahidin,
2018). Sedangkan media dalam konteks pembelajaran menurut Association
For Education and Communication Technologi (AECH) adalah wadah dalam
proses transfer informasi. Juga menurut Education Assosiation merupakan
benda yang dijadikan alat yang dapat menunjang kegiatan belajar (Sabri,
2005). Jadi, literasi media secara sederhana dapat dipahami kemampuan
dalam memanfaatkan berbagai bentuk media. Literasi media merupakan
keterampilan mudah diperoleh dan ditingkatkan sehingga bisa diterapkan
di dalam pendidikan dengan harapan para peserta didik sudah teredukasi
sebelum berinteraksi dengan berbagai media. Hal ini senada dengan
pernyataan Potter (2005) yang mengatakan bahwa literasi media
G. RANGKUMAN MATERI
Media sejatinya bersifat netral, yang berarti penggunalah yang
menentukan tujuan pemanfaatan media tersebut. Berdasarkan asumsi ini,
literasi media merupakan tindakan yang bersifat edukatif terutama
dilakukan oleh pihak sekolah kepada peserta didiknya. Media saat ini lekat
dengan proses belajar siswa di sekolah, berbagai materi penunjang dan
proses belajar mengajar memanfaatkan media dan jaringan internet. Oleh
karena itu, agar tujuan dari penggunaan media ini bisa sesuai dengan
harapan, maka pihak sekolah perlu mengedukasi para peserta didiknya
terkait etika dan moral dalam pemanfaatannya.
DAFTAR PUSTAKA
APJII. (2020). Laporan Survei Internet APJII. Indonesia Survey Center.
Asnawir, & Usman, B. (2002). Media Pembelajaran. Ciputat Press.
Aufderheide, P. (1993). Media literacy: A report of the National Leadership
Conference on Media Literacy, The Aspen Institute Wye Center,
Queenstown, Maryland, December 7 - 9, 1992. Aspen Inst.
Baran, S. J. (1999). Introduction to Mass Communication and culture.
Mayfield Publishing Company.
Eadie, W. F. (Ed.). (2009). 21st century communication: A reference
handbook. Sage.
Ismail, S. (2011). Strategi pembelajaran Agama Islam berbasis PAIKEM.
RaSAIL Media Group.
Juliswara, V. (2017). Mengembangkan Model Literasi Media yang
Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax)
di Media Sosial. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 4(2), 142.
https://doi.org/10.22146/jps.v4i2.28586
Novianti, D., & Fatonah, S. (2018). Literasi Media Digital di Lingkungan
IbuIbu Rumah Tangga di Yogyakarta. Jurnal Ilmu Komunikasi, 16(1),
1–4.
Potter, W. J. (2005). Media literacy (3rd ed). Sage.
Rahmi, A. (2013). Pengenalan literasi media pada anak usia sekolah dasar.
Sawwa: Jurnal Studi Gender, 8(2), 261.
https://doi.org/10.21580/sa.v8i2.656
Rosenbaum, J. E., Beentjes, J. W. J., & Konig, R. P. (2008). Mapping Media
Literacy Key Concepts and Future Directions. Annals of the
International Communication Association, 32(1), 313–353.
https://doi.org/10.1080/23808985.2008.11679081
Sabri, A. (2005). Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching. Quantum
Teaching.
Silverblatt, A. (1995). Media Literacy: Keys to interpreting media messages.
Praeger.
Wahidin, U. (2018). Implementasi Literasi Media dalam Proses
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Edukasi
A. PENDAHULUAN
Pada era 4.0 yang merupakan revolusi digital ditandai dengan
perkembangan teknologi merupakan era dimana manusia terhubung
dengan perangkat teknologi dalam tatanan kehidupan sehari-hari dalam
segala aktivitas. Interaksi yang terjadi dilakukan dalam berbagai cara
sehingga mengaburkan batas kehidupan pribadi dan social terutama saat
terhubung secara online. Generasi yang lahir di era ini pun dinamakan
sebagai generasi digital yang memimpin evolusi dalam perubahan perilaku
yang akhirnya merubah kepekaan dan psikologi mereka. Dalam dunia
virtual maka tindakan seseorang dikatakan sebagai perilaku online individu
yang akan membentuk identitas digital mereka. Setiap individu
menunjukkan pola perilaku yang berbeda dalam konteks yang berbeda
(misalnya pribadi versus profesional) yang dapat digambarkan sebagai
personal digital yang berbeda. Seorang pakar bernama Schmidt (2018)
pencetus Google, pengusaha teknologi perangkat lunak dari
memprediksikan tahun 2020 manusia akan beraktivitas secara online dan
hal itu terjadi saat ini dimana semua kegiatan terhubung dalam dunia maya
yang memberikan kemudahan, fleksibilitas bagi penggunanya. Teknologi
digital yang terus bergerak cepat memberikan keuntungan bagi penyedia
penerbitwidina@gmail.com
inovasi, kerja sama dan berpikir kritis (Kurnia dan Engelbertus Wendratama,
2017).
kembali dalam penyajian konten yang baru namun tetap beretika dan
menerapkan prinsip kehati-hatian.
D. RANGKUMAN MATERI
Tantangan di era 4.0 ini semakin kompleks dengan beragama layanan
yang disediakan pada perangkat media digital saat ini, hal ini menandakan
bahwa masyarakat perlu memiliki pengetahuan bahkan ketrampilan yaitu
dalam literasi digital untuk memberi wawasan agar dapat menggunakan
teknologi dengan baik dan tidak merugikan pihak lain. Terdapat banyak
teori yang dikemukakan para ahli tentang elemen-elemen dalam literasi
digital yang perlu dipahami untuk dapat dimengerti pengguna teknologi
serta manfaat dari digital literasi maupun kompetensi apa yang harus
dimiliki sehingga dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang
semakin pesat dan selalu mengalami inovasi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Winerda, Indah dan Intan Rawit Sapanti. 2019. Literasi Digital Bagi Millenial
Moms. Yogyakarta : Samudra Biru
Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., & Nyoto, A. (2016). Transformasi pendidikan
abad 21 sebagai tuntutan pengembangan sumber daya manusia di
era global. In Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016.
Wheeler, Steve (2012). Digital literacies for engagement in emerging online
cultures. eLC Research Paper Series, 5, 14-25.
Willis Towers Watson. 2016. World Economic Forum Shaping the Future
Implications of Digital Media for Society project report. Digital Media
and Society Implications in a Hyperconnected Era. Committed To
Improving The State of The Word, 6.
Wright, B. (2015). Top 10 Benefits of Digital Skills:
http://webpercent.com/top-10- benefits-of-digital-skills/, diakses
tanggal 5 Juni 2021.
The Commission Of The European (2009). Commission Recommendation.
European Statistical System (Text with EEA relevance) (2009/498/EC)
https://eur-
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2009:168:0050:00
55:EN:PDF
https://www.liputan6.com/tag/bpjs-kesehatan
LITERASI INFORMASI
Apt. Ahmad Subagiyo, S.Si., M.Farm
Universitas Medika Suherman
A. PENDAHULUAN
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
resmi mendeklarasikan penyakit yang disebabkan Coronavirus disease 2019
(COVID-19) sebagai pandemi pada Senin, 9 Maret 2020. Pandemi dapat
diartikan sebagai luasnya penyebaran virus corona di dunia. Hal ini tidak
berkaitan dengan keganasan penyakitnya, meski terkesan menakutkan, tapi
lebih pada penyebarannya yang meluas. Penting bagi kita semua untuk
memahami cara mengurangi risiko, mengikuti perkembangan informasi dan
tahu apa yang dilakukan bila mengalami gejala (Subagiyo, 2021, p, 134).
Pada kasus pandemi Covid-19, pemerintah seringkali memberikan
penjelasan yang mengambang, tidak tegas dan kurang dapat memberikan
argumentasi yang berorientasi kepada “mutual benefit” antara Pemerintah
sebagai pihak pembuat kebijakan dan masyarakat sebagai penerima
kebijakan. Hal tersebut menimbulkan misinterpretasi dan kebingungan
terhadap kebijakan-kebijakan baik yang sedang disusun maupun sedang
dilaksanakan oleh pemerintah. Setiap kebijakan dari saat menjadi agenda,
perumusan, penetapan, pelaksanaan, hingga evaluasi harus menjadikan
komunikasi sebagai faktor penting dan berperan signifikan. Bagaimanapun,
penerbitwidina@gmail.com
1. INFODEMIK
Infodemik adalah banyaknya informasi yang beredar di masyarakat
sehingga sulit membedakan informasi yang benar dan tidak selama masa
pandemi. Hingga Oktober 2020, Kementerian Komunikasi dan Informasi
telah melakukan take down atau menghapus 1.759 unggahan/artikel hoax
terkait COVID-19. Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate,
mengungkapkan sejak tanggal 1 hingga 10 Maret 2021,
pihaknya menemukan terdapat 13 isu hoax terkait COVID-19. Total isu
hoax terkait COVID-19 berdasarkan data per 10 Maret 2021 sebanyak 1.470.
Angka total tersebut merupakan kumpulan isu hoax COVID-19 dari 23
Januari 2020 sampai 10 Maret 2021. Isu hoax tersebut tersebar sebanyak
2.697 di media sosial, paling banyak di platform Facebook dan Twitter.
Sementara itu sudah ada 2.360 konten hoax COVID-19 yang diturunkan,
yaitu 1.857 di Facebook, 438 di Twitter, 45 di YouTube dan 20 di Instagram
(CNN Indonesia, 2021).
Senin, 28 Maret 2021, António Guterres, Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui akun Twitter pribadinya
@antonioguterres mencuit:
Our common enemy is #COVID19, but our enemy is also an “infodemic”
of misinformation. To overcome the #coronavirus, we need to urgently
promote facts & science, hope & solidarity over despair & division.
Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO mengatakan
bahwa WHO tidak hanya memerangi pandemi, tetapi juga sedang
memerangi infodemik. Hal itu dikatakan pada pertemuan pakar kebijakan
dan keamanan luar negeri di Munich, Jerman, pada pertengahan Februari
2021, merujuk pada berita palsu yang "menyebar lebih cepat dan lebih
mudah daripada virus ini”.
WHO menjelaskan bahwa infodemik adalah informasi yang berlebihan
tentang suatu masalah, sehingga sulit untuk menemukan solusinya. Mereka
dapat menyebarkan informasi yang salah, disinformasi, dan rumor selama
3. SEARCH ENGINE
Saat ini, Google menjadi mesin pencari (search engine) utama yang
digunakan orang di dunia untuk mencari informasi melalui internet. Mesin
pencari adalah sistem perangkat lunak yang dirancang untuk melakukan
pencarian web (pencarian internet), yang berarti mencari World Wide Web
secara sistematis untuk informasi tertentu yang ditentukan dalam
permintaan pencarian web tekstual. Penulis mencoba mencari pengertian
“literasi informasi” dari mesin pencari Google. Dalam waktu 0,35 detik,
Google mampu menemukan 16.500.000 hasil. Jika sedang beruntung, maka
hasil pencarian dapat langsung tertuju pada satu laman yang dicari. Begitu
banyak hasil yang didapat, tidak lantas mempermudah langkah pencarian
selanjutnya. Perlu melakukan upaya penapisan dengan memilah dan
memilih, mana hasil pencarian yang sesuai dengan yang dicari.
Adakalanya, informasi yang diperoleh kemarin tidak dapat ditemukan
lagi hari ini. Tersesat dalam hutan belantara internet sering terjadi akibat
tidak mencatat URL, baik secara manual atau dengan menggunakan fasilitas
bookmark yang terdapat di browser. Tidak jarang hanya mendapatkan
halaman 400, 404, 500, 502, 503 dan sebagainya pada layar monitor sebagai
halaman error, yang artinya tidak memperoleh hasil pencarian. Meskipun
terbilang sebagai teknologi canggih di dunia, tidak banyak yang mengetahui
bahwa internet juga memiliki berbagai kekurangan. Kekurangan-
kekurangan tersebut umumnya berbentuk kesalahan program atau error
yang dibuat oleh internet, apakah karena koneksi jaringan atau website
yang diakses mengalami gangguan.
Literasi informasi secara langsung maupun tidak langsung,
berhubungan dengan teknologi informasi. Keterampilan memanfaatkan
teknologi informasi memungkinkan seorang individu mengakses informasi
menggunakan komputer, software aplikasi, database, dan teknologi lainnya.
Keterampilan dalam teknologi informasi mempengaruhi dan mendukung
literasi informasi. Literasi infomasi fokus pada konten, komunikasi, analisis,
mencari informasi, dan evaluasi, sedangkan teknologi informasi berfokus
pada pemahaman yang mendalam mengenai teknologi. Pemanfaatan
teknologi informasi akan mempermudah pencapaian dari aktivitas literasi
informasi.
b. Kredibilitas
Kredibilitas adalah menentukan sejauh mana sumber informasi dapat
dipercaya. Kredibilitas dapat dilihat dari:
- Kredibilitas pencipta dan penanggung jawab
Dilihat dari sejauh mana suatu lembaga dan pencipta menghasilkan
karya dan bagaimana latar belakang dari penanggung jawab dan
pencipta bisa dilihat dari biografi penanggung jawab.
- Proses pembuatan
Proses pembuatan dapat dilihat dari proses penelaan. Suatu karya
akan semakin berkualitas apabila melewati suatu proses penelaan
dari para ilmuwan.
- Pemanfaatan
Pemanfaatan sumber informasi dapat dilihat dari seberapa sering
orang menggunakan sumber informasi tersebut atau dengan kata
lain tingkat pemanfaatannya.
c. Kemutakhiran
Kemutakhiran sumber informasi dapat dilihat dari tahun terbit,
keterangan kapan revisi terakhir kali, keterangan kapan revisi secara
berkala dan daftar pustaka. Sedangkan kalau melalui sumber internet,
kemutakhiran dapat dilihat kapan situs tersebut dibuat dan kapan
terakhir kali di up date.
3. Mengakses informasi
Langkah-langkah dalam mengakses informasi adalah:
a. Mengetahui kebutuhan informasi.
b. Mengidentifikasi alat penelusuran yang relevan seperti di
perpustakaan OPAC, Katalog, WEBPAC dan di internet seperti search
engine, meta search engine.
c. Menyusun strategi penelusuran misalnya dengan operator boolean.
4. Menggunakan informasi
Sumber informasi yang ditawarkan di era globalisasi informasi sangat
banyak tetapi belum semua informasi tersebut sesuai dengan
kebutuhan informasi. Sehingga perlu melakukan seleksi terhadap
informasi dengan kriteria sebagai berikut:
a. Relevan
Informasi dikatakan relevan jika sesuai dengan masalah yang dibahas.
b. Akurat
Informasi yang akurat adalah informasi yang tidak menyesatkan.
Sehingga untuk membuktikannya perlu diperiksa terlebih dahulu.
c. Objektif
Suatu karya dikatakan objektif apabila berdasarkan fakta dan
fenomena yang dapat diamati.
d. Kemutakhiran
Kemutakhiran informasi dapat dilihat dari waktu pengumpulan
informasi, waktu publikasi, waktu pemberian hak cipta atau paten, dan
waktu publikasi sumber-sumber yang mendukung bila berbentuk
tulisan.
e. Kelengkapan dan kedalaman suatu karya
Kelengkapan dan kedalaman suatu karya dapat dilihat dari sejauh
mana kemampuan pencipta informasi menguasai bidang tersebut.
5. Menciptakan karya
Penciptaan suatu karya harus berdasarkan persyaratan COCTUC yaitu:
a. Clarifity (kejelasan)
Suatu karya ditulis harus berdasarkan langkah-langkah, tidak berbelit-
belit/langsung ke topik permasalahan, disusun secara logis dan
menggunakan sudut pandang yang konsisten.
b. Organization (organisasi)
Pengorganisasian suatu karya dilakukan dengan cara penyusunan ide-
ide yang akan dibahas dalam karya tersebut.
c. Coherence (koherensi dan pertalian)
Pertalian suatu karya dapat dilihat dari hubungan yang jelas antara ide-
ide maupun gagasan-gagasan yang dibahas dalam topik tersebut.
d. Transision (transisi)
Transisi diperlukan agar suatu informasi mudah dimengerti. Transisi
disebut juga dengan penghubung. Transisi dibuat antara kalimat-
kalimat, paragraf ke paragraf dan ide ke ide. Transisi juga bisa
dilakukan dengan menggunakan kata ganti.
e. Utility (kesatuan)
Suatu karya yang baik adalah apabila memiliki satu kesatuan misalnya
kalimat demi kalimat dan paragraf demi paragraf.
f. Conciseness (kepadatan)
Kepadatan suatu karya dapat dilakukan dengan cara menghindari
penggunaan kata-kata atau frase-frase berlebihan dan berbelit-belit.
Plagiarisme merupakan hal yang harus dihindari dalam menciptakan
suatu karya. Hal ini dilakukan dengan mencantumkan sumber
informasi yang diambil setiap kali digunakan.
6. Mengevaluasi
Kegiatan mengevaluasi suatu karya dapat dilakukan dengan membaca
karya yang akan dievaluasi. Kita harus membaca secara teliti agar
dapat melihat kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul baik pada
bagian pendahuluan, isi dan penutup.
7. Menarik pelajaran
Pelajaran dapat diperoleh berdasarkan kesalahan-kesalahan,
kegagalan-kegagalan dan pengalaman baik pengalaman sendiri
maupun orang lain. Pelajaran ini juga dilakukan dengan membuat
sebuah catatan mengenai apa saja yang telah dilakukan dan dipelajari.
Hal serupa dijelaskan oleh Campbell dalam Jesus (2008) bahwa ada
beberapa langkah-langkah dalam memperoleh kemampuan literasi
informasi yaitu:
1. Merumuskan kebutuhan informasi
Merumuskan kebutuhan informasi merupakan tahap awal dalam
melakukan penelusuran informasi. Kegunaan dari indentifikasi
informasi adalah seseorang akan mengetahui apa kegunaan informasi
yang dicari misalnya untuk pendidikan, kesehatan dan hubungan
dengan masyarakat.
2. Mengalokasikan dan mengevaluasi kualitas informasi.
Mengalokasikan informasi dapat dilakukan dengan cara manual atau
pun membuatnya ke dalam database agar suatu saat diperlukan bisa
ditemu kembali. Kualitas dari informasi dapat dilihat dari penggunaan
informasi tersebut dan kredibilitas dari informasi tersebut. Apabila
Hal yang sama juga dikatakan oleh California State University dalam
Hasugian (2009) bahwa manfaat kompetensi literasi informasi dalam dunia
perguruan tinggi yaitu:
1. Menyediakan metode yang telah teruji untuk dapat memandu
mahasiswa ke berbagai sumber informasi yang terus berkembang.
Sekarang ini individu berhadapan dengan informasi yang beragam dan
berlimpah. Informasi tersedia melalui perpustakaan, sumber-sumber
komunitas, organisasi khusus, media dan internet.
2. Mendukung usaha nasional untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Lingkungan belajar yang proaktif mensyaratkan setiap mahasiswa
memiliki kompetensi literasi informasi. Dengan keahlian informasi
tersebut maka mahasiswa akan selalu dapat mengikuti perkembangan
bidang ilmu yang dipelajarinya.
3. Menyediakan perangkat tambahan untuk memperkuat isi perkuliahan.
Dengan kompetensi literasi informasi yang dimilikinya maka
mahasiswa dapat mencari bahan-bahan yang berhubungan dengan
perkuliahan sehingga dapat menunjang isi perkuliahan tersebut.
4. Meningkatkan pembelajaran seumur hidup. Meningkatkan
pembelajaran seumur hidup adalah misi utama dari institusi
pendidikan tinggi. Dengan memastikan bahwa setiap individu memiliki
kemampuan intelektual dalam berpikir secara kritis yang ditunjang
dengan kompetensi informasi yang dimilikinya maka individu dapat
melakukan pembelajaran seumur hidup secara mandiri.
literasi ini telah banyak digunakan di seluruh dunia antara lain Amerika
Serikat, Italia, Belanda, Afrika Selatan, Taiwan, Selandia Baru dan Indonesia.
The Big 6 terdiri dari 6 keterampilan dan 12 langkah. Tiap-tiap
keterampilan memiliki beberapa langkah yaitu:
1) Task define
a. Define the information problem
b. Identify information needed
2) Information Seeking Strategies
a. Determine all possible sources
b. Select the best sources
3) Location and Access
a. Locate sources (intellectually and physically)
b. Find information within sources
4) Use of Information
a. Engage (e.g., read, hear, view, touch)
b. Extract relevant information
5) Synthesis
a. Organize from multiple sources
b. Present the information
6) Evaluation
a. Judge the product (effectiveness)
b. Judge the process (efficiency) (Eisenberg, 2007:1)
2. Seven Pillars
Model ini mengkombinasikan ide mengenai kemampuan yang meliputi
mengklarifikasi dan mengilustrasikan hubungan antara informasi
keterampilan dan keahlian TI, dan gagasan tentang kemajuan. Seven Pillars
model dibuat oleh SCONULL dan pertama kali keluar pada tahun 1999. Ada
beberapa keterampilan yaitu:
a. Recognize information need
b. Distinguish ways of addressing gap
c. Contruct strategies for locating
d. Locate and accsess
e. Compare and evaluate
f. Organise, apply, and communicate
3. Empowering Eight
Konsep baru dari model literasi informasi yang disebut Empowering
Eight merupakan hasil dari dua pelatihan literasi informasi yang berbeda.
Pelatihan pertama di Kolombo pada tahun 2004 dan pelatihan kedua di
Patiala pada tahun 2005. Workshop ini dihadiri oleh beberapa negara yaitu
Indonesia, India, Bangladesh, Maldiva, Malaysia, Nepal, Pakistan, Singapura,
Sri Lanka, Vietnam dan Thailand. Model literasi ini banyak digunakan di
negara-negara Asia karena mencerminkan kondisi orang Asia. Dan sekarang
model ini menjadi hak milik intelektual NILIS Sri Langka dengan beberapa
keterampilan yaitu:
1) Identifity
a. Define the topic or subject
b. Determine and understand the audience
c. Choose the relevant format for the finished product
d. Identify the key words
e. Plan a search strategy
f. Identify different types of resources where information maybe
found
2) Explore
a. Locate resources appropriate to the chosen topic
b. Find information appropriate to the chosen topic
c. Do interviews, field trips or other outside research
3) Select
a. Choose relevant information
b. Determine which sources are too easy, too hard, or just right
c. Record relevant information through note making or making a
visual organizer such as a chart, graph, or outline, etc
d. Identify the stages in the process
e. Collect appropriate citations
4) Organise
a. Sort the information
b. Distinguish between fact, opinion, and fiction
c. Check for bias in the sources
2. Selection
3. Exploration
4. Formulation
5. Collection
6. Search (Kuhlthau, 2004:90)
K. RANGKUMAN MATERI
Literasi informasi pertama kali dikemukakan oleh ketua American
Information Industry Association, Paul G. Zurkowski, pada tahun 1974
dalam proposalnya kepada The National Commission Libraries and
Information Science (NCLIS) di Amerika Serikat. Paul Zurkowski
menggunakan ungkapan ini untuk menggambarkan teknik dan
keterampilan yang dikenal sebagai literasi informasi, yaitu kemampuan
untuk menggunakan berbagai alat informasi dan sumber informasi utama
untuk memecahkan masalah mereka. Istilah literasi informasi selalu
dikaitkan dengan literasi komputer, keterampilan perpustakaan, dan
berpikir kritis yang menjadi pendukung perkembangan literasi informasi.
Literasi informasi adalah kemampuan untuk menemukan informasi
yang dibutuhkan, memahami bagaimana perpustakaan diatur, akrab
dengan sumber daya yang tersedia (termasuk format informasi dan alat
pencarian otomatis), dan pengetahuan tentang teknik yang biasa digunakan
dalam pencarian informasi. Ini termasuk keterampilan yang diperlukan
untuk mengevaluasi informasi dan menggunakannya secara efektif, seperti
memahami infrastruktur teknologi untuk mentransfer informasi kepada
orang lain, termasuk konteks dan dampaknya sosial, politik dan budaya.
Literasi informasi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
mencari, menemukan, menganalisis, mengevaluasi, dan
mengkomunikasikan informasi yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
informasi yang akan memecahkan berbagai masalah. Literasi informasi juga
didukung oleh peran perpustakaan dalam memperkenalkan istilah literasi
informasi dan memperoleh keterampilan literasi informasi.
Penguasaan teknologi informasi juga akan sangat memudahkan
seseorang untuk memiliki literasi informasi. Oleh karena itu, literasi
informasi merupakan proses belajar sepanjang hayat yang akan menjadi
DAFTAR PUSTAKA
Subagiyo, Ahmad, Peran Informasi Dalam Pembuatan Kebijakan Publik,
Kebijakan Publik, 2021, Bandung: Penerbit Widina
CNN Indonesia,
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210312163857-185-
616809/ada-1470-hoax-covid-19-hingga-maret-terbanyak-di-
facebook, diakses 25 April 2021
UN tackles ‘infodemic’ of misinformation and cybercrime in COVID-19 crisis,
https://www.un.org/en/un-coronavirus-communications-
team/un-tackling-%E2%80%98infodemic%E2%80%99-
misinformation-and-cybercrime-covid-19, diakses 24 April 2021
Cambridge Dictionary Online, https://dictionary.cambridge.org/ diakses 24
April 2021
Dictionary.com Unabridged. Retrieved September 26, 2007. "to expose or
excoriate (a claim, assertion, sentiment, etc.) as being pretentious,
false, or exaggerated: to debunk advertising slogans."
https://en.wikipedia.org/wiki/Debunker diakses 24 April 2021
Definition of debunk. Merriam-webster.com. diakses 25 April 2021.
Shapiro, J. J., & Hughes, S. K. (1996). Information Literacy as a Liberal Art:
Enlightenment Proposals for a New Curriculum. Educom Review, 31.
Reitz, Joan. M. (2021). Online Dictionary for Library and Information Science.
https://products.abc-clio.com/ODLIS/odlis_i.aspx, diakses 25 April
2021.
Hasugian, Joner. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi.
Medan: USU Press.
Bruce, C, 1997,The seven faces of information literacy, Adelaide: Auslib
Press
Liputan6, https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4495733/perangi-
hoaks-seputar-covid-19-dengan-literasi-digital-kritis-begini-
caranya diakses 25 April 2021
Garner, S. D. (Ed.). (2006). High-level colloquium on information literacy and
lifelong learning. Report of the meeting in Bibliotheca Alexandrina,
November 6–9, 2005. Retrieved November 30, 2010, from
http://archive.ifla.org/III/wsis/High-Level-Colloquium.pdf
A. PENDAHULUAN
Ki Hajar Dewantara sebagai pahlawan pelopor dunia Pendidikan di
Indonesia menyerukan kesadaran tentang pentingnya pendidikan bagi
pembangunan manusia dengan menyatakan bahwa ilmu dapat
mengantarkan kita menuju kemuliaan. Pendidikan membentuk cara
berpikir manusia dalam menghadapi perubahan dunia yang dinamis.
Eksistensi peradaban manusia merupakan impact dari proses dan telaah
berpikir terhadap pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam 1
(satu) fase hidup. Kompleksitas berpikir itulah yang membuat keberadaan
manusia menjadi bermakna dan berarti, bukan sekedar produk kelahiran
yang tanpa makna. Pendidikan yang dibentuk oleh Ki Hajar Dewantara
bertujuan untuk memerdekakan manusia Indonesia dari penjajahan.
Manusia yang merdeka memiliki kebebasan untuk membentuk suatu
bangsa yang beradab dan memiliki kedudukan yang mulia dimata manusia
lainnya.
Sebelum pesatnya perkembangan teknologi saat ini, pendidikan di
Indonesia menerapkan sistem pendidikan tradisional. Keterbatasan
penyelenggaraan pendidikan tradisional dapat kita lihat melalui sistem
pendidikan yang diterapkan. Pendidikan Tradisional dipengaruhi oleh faktor
penerbitwidina@gmail.com
kuliah, maka PTJJ ada pada kualitas bahan ajar, ketersediaan layanan
bantuan belajar melalui berbagai media serta kualitas evaluasi belajar
(Terbuka, n.d.).
Pendidikan terbuka tidak membiarkan suatu sistem pendidikan untuk
mengungkung pendidikan itu sendiri. Kebebasan pengelolaan
pembelajaran diberikan oleh pendidikan terbuka untuk memperluas
kesempatan bagi peserta didik untuk memahami dan memimpin dirinya
sendiri dalam kegiatan belajar (independent learning) atau disebut juga
dengan student centered. Prinsip belajar yang dikedepankan dalam
pendidikan terbuka adalah kesempatan belajar mandiri, fleksibilitas waktu
dan ruang belajar berdasarkan kebutuhan peserta didik, sistem support
lembaga pendidikan terhadap pendidik dan peserta didik. Di era digital,
sistem pendidikan terbuka adalah bentuk adaptif Sistem Pendidikan
Nasional dalam mewujudkan fungsi pendidikan nasional untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab sebagaimana yang terkandung dalam
Pasal 3 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
C. ADAPTASI DIGITAL
Era digital adalah era keemasan bagi peradaban dunia. Meski setiap hal
selalu memiliki dua sisi, teknologi telah memberikan lebih banyak dampak
yang positif di segala lini kehidupan manusia. Muncul sebuah pertanyaan,
akankah umat manusia kehilangan fungsinya setelah keberadaan teknologi
atau tidak. Jawabannya adalah adaptasi. Manusia adalah makhluk adaptif
yang akan selalu berubah menyesuaikan dengan keadaan. Insting manusia
selalu berusaha mempertahankan diri melewati proses seleksi alam.
Covid-19 merupakan sebuah momentum pengingat bahwa selama ini
pelaksanaan pendidikan di Indonesia masih tertinggal di bidang penerapan
teknologi. Lembaga-lembaga pendidikan tidak siap melaksanakan
pendidikan daring dikarenakan keterbatasan sarana prasarana (dari sisi
lembaga pendidikan maupun peserta didik) serta keterbatasan sumber
daya manusia (pendidik). Teknologi memainkan peranan penting dalam
metode pembelajaran. Penggunaan teknologi memudahkan penyampaian
dan penerimaan pesan dari materi yang disampaikan. Pendidikan berbasis
teknologi digital belum sepenuhnya menjangkau wilayah-wilayah pelosok.
Pemerataan akses teknologi bagi wilayah pelosok di Indonesia adalah upaya
untuk membangkitkan serta membuka peluang bagi daerah untuk
• Fungsi Integrasi
Sebagai makhluk sosial, penyusunan suatu kurikulum harus mampu
mengakomodir nilai integrasi sosial individu di dalam masyarakat.
• Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi yakni individu mampu mengakomodir perbedaan
setiap individu yang memungkinkan dorongan proses berpikir kritis
dan kompetitif.
• Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan yakni menyiapkan standar materi dalam keseluruhan
proses pembelajaran.
• Fungsi Pemilihan
Fungsi pemilihan dilakukan setelah fungsi diferensiasi dilaksanakan
sehingga dapat mengarahkan peserta didik pada pilihan minat lanjutan.
• Fungsi Diagnostik
Diagnostik yakni dengan pengetahuan yang mendalam terhadap
dirinya, maka setiap peserta didik mampu menentukan langkah
lanjutan untuk melakukan pengembangan diri secara terus menerus
dan berkelanjutan.
E. RANGKUMAN MATERI
Pendidikan terbuka berusaha menjangkau capaian belajar mandiri
(independent learning) peserta didik. Pembelajaran mandiri dilaksanakan
untuk menumbuhkan kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotor
sehingga dapat menghasilkan kegiatan atau produk kreatif yang berdaya
guna bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat. Proses belajar sebagai
perubahan tingkah laku, meningkatkan kemampuan dan kecakapan serta
membentuk pribadi yang matang secara intelegensi (IQ), emosi (SQ) dan
Spiritual (SQ). Terjadi efek domino dalam kegiatan belajar. Apa yang
dipelajari pada satu bidang ilmu membantu dalam mempelajari bidang ilmu
lainnya.
Teknologi memegang peranan penting dalam pelaksanaan pendidikan
terbuka. Pendidikan terbuka berbasis teknologi merupakan bentuk
perkembangan dari kondisi budaya global di abad ke-21. Pelaksanaan
pendidikan terbuka bagi masyarakat di era digital terserap secara universal.
Universalitas pendidikan terbuka di era digital adalah setiap individu dapat
menjadi pembelajar, dan setiap tempat dapat menjadi sekolah.
Universalitas pendidikan dapat menghapuskan sekat dan kesenjangan yang
masih terjadi dalam dunia pendidikan.
Pendidikan terbuka di era digital merupakan penyesuaian yang
dilakukan oleh sistem pendidikan untuk menghadapi era industri 4.0 dan
era industri berikutnya di masa yang akan datang. Seiring perkembangan,
pendidikan konvensional yang didominasi dengan ceramah dan aktifitas
teoritis harus bergeser ke pendidikan unkonvensional yang
mengedepankan praktik keterampilan dan kesiapan belajar mandiri. Dapat
dikatakan bahwa Kurikulum Merdeka Belajar merupakan satu langkah maju
dari zona nyaman aktifitas pendidikan monoton. Jika sebelumnya
pendidikan berlangsung dua arah antara pendidik dan peserta didik,
pendidikan selanjutnya memastikan komunikasi berjalan tiga arah yakni,
pendidik, peserta didik dan industri kerja.
DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Peraturan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) jenis hokum paten
awal ada sejak tahun 1470 di kota Venice wilayah bagian timur laut negara
Italia. Caxton, Galileo dan Guttenberg sebagai penemu-penemu yang
muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas
penemuannya. HAKI tersebut bersifat menarik ahli-ahli dari luar negeri,
bukan untuk pendapatan.
Peraturan mengenai paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan
Inggris di tahun 1500-an yaitu Statute of Monopolies (1623) dan akhir abad
ke 17 Perancis. Negara Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang
paten tahun 1791. Usaha harmonisasi bidang HaKI pertama kali terjadi
tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek
dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah
copyright atau hak cipta. Historis penerapan HaKI terlihat bahwa di negara
barat (western) penghargaan atas kekayaan intelektual atau apapun hasil
olah pikir individu sudah sangat lama diimplementasikan dalam budaya
mereka yang kemudian disusun dalam perundang-undangan.
penerbitwidina@gmail.com
WAKTU PENJELASAN
10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris [Paris Convention for the
Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967)]
berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi
Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena
Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah
ketentuan, yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28 ayat (1).
12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak
Cipta (UU Hak Cipta 1982) untuk menggantikan UU Hak Cipta
peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta 1982
dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan,
penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan
sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan
bangsa.
23 Juli 1986 Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI
di tanah air. Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di
bidang HKI melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim ini lebih dikenal
dengan sebutan Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34
adalah mencangkup penyusunan kebijakan nasional di bidang
HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI
dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah
terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim
Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan, antara
lain dengan mengambil inisiatif baru dalam menangani
perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di tanah air.
Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah
diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989
Pemerintah mengesahkan UU Paten.
19 September Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7 tahun 1987 sebagai
1987 perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam
penjelasan UU No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa
perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin
meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat
membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan
kreativitas masyarakat.
UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989, dan
UU Merek 1992.
2000 Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang KI,
yaitu UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31
tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU No 32 Tahun 2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
2001 Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan
perundang-undangan di bidang KI dengan Persetujuan TRIPS,
pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No.
14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 tahun 2001
tentang Merek. Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di
bidang terkait.
2002 UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan
UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak
diundangkannya.
Sumber: https://en.dgip.go.id/sejarah-perkembangan-
perlindungan-kekayaan-intelektual-ki
C. HAK CIPTA
Hak cipta merupakan salah satu bagian dari hak kekayaan intelektual
di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Definisi hak cipta dijabarkan
pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta (UUHC) yang menyebutkan bahwa:
“Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”
Artinya Hak Cipta adalah perlindungan hukum untuk sebuah karya
yang diwujudkan. Hak eksklusif yang dimaksud dalam pengertian di atas
terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pencipta yang memiliki hak
ekonomi dapat memperoleh manfaat ekonomi dari ciptaannya. Perlu
dipahami bahwa hak eksklusif adalah hak yang diperuntukkan hanya bagi
pencipta atau pemegang hak cipta yang sah, dengan begitu pihak lain tidak
boleh memanfaatkan suatu ciptaan tanpa seizin pencipta atau pemegang
hak cipta. Pihak lain yang ingin menggunakan suatu karya dapat menjadi
pemegang hak cipta dengan izin pencipta melalui perjanjian. Namun
pemegang hak hanya memiliki sebagian hak eksklusif, yaitu berupa hak
ekonomi karena hak moral adalah hak yang melekat pada pencipta secara
abadi.
Hak cipta ialah hak eksklusif yang dapat dialihkan kepada pihak lain
adalah berupa hak ekonomi atas ciptaan tersebut. Dengan memiliki hak
ekonomi, pencipta atau pemegang hak cipta dapat memanfaatkan ciptaan
tersebut untuk memperoleh keuntungan, antara lain dengan cara
menerbitkan ciptaan, menggandakan dan mendistribusikan ciptaan, serta
melakukan pertunjukan atas ciptaan. Hak Cipta bisa beralih atau dialihkan
kepada orang lain (Pasal 16 Ayat (2) UU HC). Beberapa sebab pengalihan
Hak Cipta yaitu: 1) Pewarisan; 2) Hibah; 3) Wakaf; 4) Wasiat; 5) Perjanjian
Tertulis; atau 6) Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dengan adanya pengalihan tersebut,
maka muncul dua pihak yakni Pencipta dan Pemegang Hak Cipta. Ciptaan
yang awalnya hanya dimiliki haknya oleh Pencipta, setelah pengalihan hak
menjadi dimiliki oleh Pencipta dan Pemegang Hak Cipta. Apabila hak
ekonomi tersebut sudah dialihkan seluruhnya ke pihak lain, maka pencipta
atau pemegang hak cipta tidak dapat menggunakan hak ekonomi tersebut
lagi. Selain dapat dialihkan, hak cipta merupakan barang tidak terwujud
(intangible) yang dianggap sebagai aset sehingga hak cipta juga dapat
dijadikan jaminan, misalnya digunakan sebagai jaminan utang.
D. LISENSI
Di era industry 5.0 yang serba maju dan semakin canggih ini
masyarakat sudah sering mendengar kata lisensi. Seseorang atau
perusahaan untuk mematenkan produk/merek dagangnya dengan cara
lisensi. Lisensi adalah pemberian izin untuk memproduksi suatu
produk/jasa tertentu, dimana produk/jasa tersebut sebelumnya sudah
dipatenkan oleh yang menciptakannya pertama kali.
Lisensi diartikan pula sebagai suatu bentuk pemberian izin untuk
memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual, dimana dapat diberikan oleh
pemberi lisensi kepada penerima dengan maksud supaya penerima lisensi
dapat melakukan kegiatan usaha atau memproduksi produk tertentu
dengan menggunakan hak atas kekayaan intelektual yang dilisensikan
tersebut.
Perjanjian lisensi adalah perjanjian diantara dua pihak ataupun lebih
dimana satu pihak sebagai pemilik atau pemegang lisensi bertindak
memberikan lisensi (licencor) kepada pihak yang bertindak sebagai
penerima lisensi, sehingga pihak penerima lisensi (licence) dapat dengan
legal atau izin untuk menggunakan hak paten dan hak untuk menggunakan
merek dagang, memproduksi dan memasarkan, dan menjual
produk/jasanya.
JENIS-JENIS
NO. PENJELASAN
LISENSI
1 Lisensi Hak Salah satu jenis lisensi adalah lisensi atas hak
Atas Kekayaan intelektual, misalnya perangkat lunak komputer.
Intelektual Pemilik lisensi memberikan hak kepada
pengguna untuk memakai dan menyalin sebuah
perangkat lunak yang memiliki hak paten
kedalam sebuah lisensi.
Lisensi atas hak intelektual biasanya memiliki
beberapa pasal/bagian didalamnya, antara lain
syarat dan ketentuan (term and condition),
wilayah (territory), pembaruan (renewal) dan
syarat-syarat lain yang ditentukan oleh pemilik
lisensi.
atas hak ekonomi yang terdapat pada ciptaan sehingga ia tidak dapat
melaksanakan haknya lagi setelah dialihkan. Sedangkan dalam pemberian
lisensi, hak ekonomi atas ciptaan tersebut hanya dapat digunakan oleh
pihak lain sebagai penerima lisensi tanpa mengalihkan kepemilikan atas hak
tersebut.
Dalam pembuatan perjanjian baik untuk pengalihan hak maupun
pemberian lisensi, Anda harus benar-benar memperhatikan hal-hal yang
tercantum dalam perjanjian. Misalnya untuk perjanjian pemberian lisensi,
Anda sebagai pencipta atau pemegang hak cipta berhak untuk
mendapatkan royalti sehingga hal tersebut perlu dicantumkan dalam
perjanjian beserta mekanisme dan jumlah besaran royalti yang akan
diterima.
E. RANGKUMAN MATERI
Hak Kekayaan Intelektual atau yang biasa disebut dengan HAKI adalah
hak yang didapatkan dari hasil olah pikir manusia untuk dapat menghasilkan
suatu produk, jasa, atau proses yang berguna untuk masyarakat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa HAKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis
hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam kekayaan
intelektual berupa karya yang dihasilkan oleh kemampuan intelektual
manusia.
Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang
memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu
pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup
pula program komputer. Perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi
salah satu andalan Indonesia dan berbagai negara dan berkembang
pesatnya teknologi informasi dan komunikasi mengharuskan adanya
pembaruan Undang-Undang Hak Cipta, mengingat Hak Cipta menjadi basis
terpenting dari ekonomi kreatif nasional. Dengan Undang-Undang Hak
Cipta yang memenuhi unsur pelindungan dan pengembangan ekonomi
kreatif ini maka diharapkan kontribusi sektor Hak Cipta dan Hak Terkait bagi
perekonomian negara dapat lebih optimal.
Lisensi merupakan pemberian izin untuk memproduksi suatu
produk/jasa tertentu, dimana produk jasa tersebut sebelumnya sudah
dipatenkan oleh yang menciptakannya pertama kali. Lisensi bisa pula
DAFTAR PUSTAKA
Isnaini, Y. (2009). Hak Cipta Dan Tantangannya Di Era Cyber Space. Ghalia
Indonesia
Sudaryat, Sudjana, Permata, R. R. (2010). Hak Kekayaan Intelektual.
Bandung: OASE Media.
Till Kreutzer, Kolten Terbuka – Pedoman Praktis Penggunaan Lisensi Creative
Commons, Perkumpulan Wikimedia Indonesia, halaman 9-10.
https://accurate.id/bisnis-ukm/pengertian-industri-kreatif/
https://libera.id/blogs/contoh-hak-cipta/Goodall, B. (1991). Understanding
holiday choice in in Cooper, C. (ed.) Progress in Tourism, Recreation
and Hospitality Management Volume Three. Pp58-77. London:
Belhaven
https://en.dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-
intelektual-ki
https://www.dosenpendidikan.co.id/lisensi/
https://creativecommons.org/licenses/?lang=id
http://dik.ipb.ac.id/hak-cipta/
http://www.robinmalau.com/salah-mengerti-creative-commons/
https://www.ilmuips.my.id/2020/07/pengertian-lisensi.html
WARGA DIGITAL
Imamul Khaira, S.E., S.Pd., M.M.
Universitas Haji Sumatera Utara
A. PENDAHULUAN
Kita memahami bahwa masyarakat dunia telah menghadapi Era
Society 5.0 hingga menciptakan kesadaran warga negara tentang peranan
penting digitalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Era
Society 5.0 ini, keterlibatan warga negara terhadap sumber daya internet
sangat besar. Khususnya di Indonesia, penggunaan internet pada tahun
2021 sekitar 202.6 juta jiwa dari jumlah total penduduk Indonesia pada
tahun 2021 sebesar 274,9 juta jiwa (Riyanto, 2021). Merujuk pada data
tersebut, tidak dapat dipungkiri saat ini aktivitas pengguna internet begitu
besar di Indonesia. Keseluruhan aktifitas tersebut kegiatan berselancar di
internet yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia adalah bersosial
media dan rata-rata usia mereka pada kisaran 16 sampai dengan 64 tahun
(Riyanto, 2021).
Tumbuhnya tingkat penggunaan internet ini memunculkan pertanyaan
bagi kita tentang “Bagaimana kemampuan penggunaan teknologi digital
bagi masyarakat Indonesia ?”. Selanjutnya muncul pula pertanyaan
“Bagaimana perilaku masyarakat kita dalam melakukan kegiatan digital
termasuk masalah etika dan hukum, keamanan berselancar di internet,
penerbitwidina@gmail.com
4. Hukum digital
Mengawasi kegiatan para peserta didik dalam menggunakan fasilitas
internet dan menyediakan punishment yang sesuai.
5. Menerapkan Kegiatan Digital Citizenship
Menerapkan dan melaksanakan seluruh proses kegiatan akademik dan
non akademik dengan menggunakan akses internet sembari
menunjukkan perilaku dan karakter tanggung jawab penggunaan
digital yang baik.
E. RANGKUMAN MATERI
Peserta didik hidup dalam berbagai kegiatan transformasi digital
dengan jangkauan yang sangat luas. Transformasi digital tidak hanya
membawa pengalaman baru bagi peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran, tetapi juga memperoleh dimensi baru dalam kehidupan
sehari-hari para peserta didik belajar dalam dunia digital yang serba online.
Tentu saja dalam kegiatan pembelajaran yang serba online ini peserta didik
telah menjadi warga digital. Istilah warga digital mewakili pandangan
komprehensif tentang penggunaan teknologi. Warga digital diartikan
sebagai sebuah konsep, yang membantu pendidik, dan orang tua untuk
memahami apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, anak-anak, atau
pengguna teknologi untuk tahu cara menggunakan teknologi dengan tepat.
Pendidik harus memberikan pemahaman tentang etika dan perilaku dalam
menggunakan teknologi dan internet kepada peserta didik untuk
menjadikan mereka sebagai warga digital yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
Anonim : Anonim adalah nama palsu atau fiktif, terutama yang digunakan
oleh seseorang sehingga orang lain tidak mengetahui identias asli mereka.
Circle Social : Dalam sekala 1 sampai dengan 10, circle social memiliki
hampir 90%nya melibatkan dominasi interaksi diantara interaksi dalam
satu kelompok sejenis.
Glosarium | 233
penerbitwidina@gmail.com
Digital : Berasal dari kata digitus, dalam bahasa Yunani berarti jari jemari.
Kata digital sudah resmi menjadi bahasa Indonesia. Ia merupakan kata sifat.
Menurut KBBI Daring, digital artinya “berhubungan dengan angka-angka
untuk sistem perhitungan tertentu; berhubungan dengan penomoran”.
Dalam bahasa Inggris, digital artinya “yang berhubungan dengan jari; mesin
hitung yang mempergunakan angka-angka untuk sistem-sistem
perhitungan tertentu”.
Digital Native : Seseorang yang lahir atau dibesarkan pada era teknologi
digital dan karenanya akrab dengan komputer dan internet sejak usia dini.
Hak Cipta: hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan? pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Internet: jenis jaringan komputer yang terhubung satu sama lain, yang akan
menyampaikan beberapa informasi yang dikirim melalui transmisi sinyal
dengan frekuensi yang telah disesuaikan.
Glosarium | 235
penerbitwidina@gmail.com
lingkungan belajar. Secara umum terbagi dalam tiga kelompok, yaitu visual,
auditori, dan kinestettik.
Lisensi: adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau
Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan
persyaratan tertentu.
Glosarium | 237
penerbitwidina@gmail.com
Pemegang Hak Cipta: adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak
yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima
lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ): Pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari
pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar
melalui teknologi informasi dan komunikasi, dan media lain.
Glosarium | 239
penerbitwidina@gmail.com
Glosarium | 241
penerbitwidina@gmail.com
PROFIL PENULIS
penerbitwidina@gmail.com
Mustika, S.Kom.,M.Kom.
Penulis lahir di Palembang, pada tanggal 4 Maret 1983.
Menyelesaikan pendidikan strata 1 bidang sistem informasi
di STMIK PalComTech Palembang pada tahun 2005. Penulis
kemudian melanjutkan studi Software Engineering dan
menyelesaikan pendidikan strata 2 di Universitas Bina Darma
Palembang pada tahun 2013. Sejak tahun 2008 sampai saat ini penulis
masih aktif mengajar. Penulis merupakan dosen tetap pada program studi
Ilmu Komputer di Universitas Muhammadiyah Metro sejak tahun 2018,
sebelumnya penulis merupakan dosen tetap pada Politeknik Palcomtech
Palembang. Fokus bidang keahlian penulis utamanya dibidang rekayasa
perangkat lunak dan multimedia. akan tetapi penulis juga tertarik untuk
mengamati dan membahas materi terkait bidang pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi terutama di bidang pendidikan.
hingga saat ini. Saat ini terlibat aktif dalam pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi. Fokus bidang penelitian yakni pendidikan, ilmu
pendidikan dan budaya.