Anda di halaman 1dari 200

Tipe-Tipe Model Pembelajaran

Kooperatif
Joko Krismanto Harianja, Hani Subakti, Akbar Avicenna
Shopiah Anggraini Rambe, Muhammad Hasan
Yulia Rizki Ramadhani, Sri Hardianti Sartika
Betanika Nila Nirbita, Dina Chamidah, Ima Rahmawati
Hana Lestari, Maru Mary Jones Panjaitan

Penerbit Yayasan Kita Menulis


Tipe-Tipe Model Pembelajaran
Kooperatif
Copyright © Yayasan Kita Menulis, 2022

Penulis:
Joko Krismanto Harianja, Hani Subakti, Akbar Avicenna
Shopiah Anggraini Rambe, Muhammad Hasan
Yulia Rizki Ramadhani, Sri Hardianti Sartika
Betanika Nila Nirbita, Dina Chamidah, Ima Rahmawati
Hana Lestari, Maru Mary Jones Panjaitan

Editor: Abdul Karim & Janner Simarmata


Desain Sampul: Devy Dian Pratama, S.Kom.

Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0821-6453-7176
IKAPI: 044/SUT/2021

Joko Krismanto Harianja., dkk.


Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Yayasan Kita Menulis, 2022
xiv; 184 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978-623-342-418-9
Cetakan 1, April 2022
I. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
II. Yayasan Kita Menulis

Katalog Dalam Terbitan


Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak maupun mengedarkan buku tanpa
Izin tertulis dari penerbit maupun penulis
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga buku yang berjudul Tipe-tipe Model
Pembelajaran Kooperatif ini dapat ditulis dan dikerjakan dengan baik
oleh tim penulis.

Buku ini disusun untuk melengkapi keperluan dosen, guru dan


mahasiswa bidang ilmu pendidikan dengan pemahaman konsep dasar
pembelajaran kooperatif dan keterampilan dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Selain itu, buku ini diharapkan dapat menjadi keperluan
mendasar para pendidik guna menciptakan atmosfer kegiatan
pembelajaran yang berpusat kepada siswa (student-centered learning)
dengan mendorong para peserta didik untuk lebih aktif di dalam kegiatan
pembelajaran serta terlaksananya kegiatan pembelajaran yang interaktif
dan menyenangkan.

Pengembangan tipe model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran


merupakan suatu keniscayaan yang harus dipersiapkan dan dilakukan
para pendidik. Para pendidik merupakan ujung tombak keberhasilan
kegiatan pembelajaran di sekolah yang terlibat langsung dalam
merencanakan kegiatan pembelajaran. Kualitas kegiatan pembelajaran
yang dilakukan sangat bergantung pada perencanaan dan pelaksanaan
proses pembelajaran.

Proses kegiatan pembelajaran di sekolah bukan hanya sekedar untuk


memberikan ilmu dan pengetahuan kepada peserta didik. Pada saat ini,
proses kegiatan pembelajaran harus dibekali dengan memperhatikan
keperluan peserta didik yang paling mendasar, yaitu keperluan akan
ditingkatkannya keterampilan-keterampilan yang sifatnya dapat
membantu peserta didik menjadi sumber daya manusia yang siap pakai
untuk menghadapi berbagai macam tantangan baik pada saat ini dan
terlebih lagi pada saat yang akan datang. Keterampilan-keterampilan
tersebut misalnya seperti keterampilan berpikir, keterampilan
vi Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

komunikasi, keterampilan sosial, keterampilan memecahkan masalah,


keterampilan berkolaborasi dan masih banyak keterampilan-keterampilan
lain yang secara khusus dapat dikembangkan pada peserta didik melalui
kegiatan pembelajaran. Pengembangan dan peningkatan keterampilan-
keterampilan tersebut dapat dilaksanakan dengan merencanakan kegiatan
pembelajaran berbasis kooperatif. Kegiatan pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu kegiatan pembelajaran yang dapat membantu para
peserta didik untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan tersebut. Oleh karena itu, berangkat dari keperluan ini, para
penulis ber sehati sepikir untuk menulis buku ini guna membantu para
pendidik menciptakan kegiatan pembelajaran yang menarik, interaktif
dan menyenangkan melalui berbagai tipe model pembelajaran kooperatif.
Dan kami berharap buku ini dapat merangsang para pendidik untuk
menjadi pendidik yang kreatif dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran di sekolah.

Demikianlah buku Tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif ini penulis


susun agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para dosen,
guru, mahasiswa dan siapa saja yang memerlukan buku ini.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan buku ini
yang masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran kami
harapkan dari pada pengguna buku ini demi kesempurnaan edisi
selanjutnya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada editor buku
pendidikan Penerbit Yayasan KIta Menulis atas saran dan bantuannya.

Jakarta, Pebruari 2021

Tim Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................... v


Daftar Isi ............................................................................................................. vii
Daftar Gambar .................................................................................................. xi
Daftar Tabel ....................................................................................................... xiii

Bab 1 Model Pembelajaran Rally Coach


1.1 Pendahuluan ................................................................................................. 1
1.2 Tipe Pembelajaran Kooperatif.................................................................... 3
1.3 Model Pembelajaran Rally Coach.............................................................. 5
1.4 Penerapan Model Pembelajaran Rally Coach ........................................... 7
1.4.1 Pembelajaran Rally Coach Untuk Meningkatkan Keterampilan
Komunikasi Matematis Siswa Dalam Pembelajaran Matematika . 7
1.4.2 Pembelajaran Rally Coach Untuk Meningkatkan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Matematika ................ 10
1.4.3 Pembelajaran Rally Coach Untuk Meningkatkan Keterampilan
Berbicara (Speaking Skills) Siswa .................................................... 12
1.4.4 Pembelajaran Rally Coach Untuk Meningkatkan Kreativitas
Menulis Narasi.................................................................................... 13

Bab 2 Model Student Team Achievement Division (STAD)


2.1 Pendahuluan ................................................................................................. 15
2.2 Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team
Achievement Division)............................................................................... 17
2.3 Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team
Achievement Division)............................................................................... 18

Bab 3 Model Jigsaw


3.1 Pendahuluan ................................................................................................. 23
3.2 Langkah-Langkah Model Jigsaw ............................................................... 26
3.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Jigsaw ................................................ 31
viii Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Bab 4 Model Investigasi Kelompok


4.1 Pendahuluan ................................................................................................. 37
4.2 Investigasi Kelompok.................................................................................. 38
4.3 Tahap-Tahap Pembelajaran Investigasi Kelompok .................................. 42
4.4 Kelebihan dan Kekurangan Investigasi Kelompok .................................. 46

Bab 5 Model Pendekatan Struktural


5.1 Pendahuluan ................................................................................................. 49
5.2 Model Pembelajaran Struktural .................................................................. 50
5.2.1 Mencari Pasangan (Make a Match) ................................................. 50
5.2.2 Bertukar Pasangan ............................................................................. 51
5.2.3 Berkirim Salam dan Soal .................................................................. 52
5.2.4 Bercerita Berpasangan....................................................................... 53
5.2.5 Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray).............................. 54
5.2.6 Keliling Kelompok (Round Club).................................................... 56
5.2.7 Kancing Gemerincing ....................................................................... 58

Bab 6 Model Think-Pair Share


6.1 Pendahuluan ................................................................................................. 61
6.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think Pair Share.......................................................................................... 63
6.2.1 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think
Pair Share ........................................................................................... 63
6.2.2 Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think
Pair Share ........................................................................................... 65
6.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Think Pair Share ...................... 66
6.4 Tantangan Dalam Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share .... 69
6.5 Contoh Kegiatan Dalam Penerapan Model Pembelajaran
Think-Pair-Share ......................................................................................... 72

Bab 7 Model Time Paired Share


7.1 Fenomena Pembelajaran Kooperatif.......................................................... 75
7.2 Konsep Pembelajaran Pair Share ............................................................... 76
7.3 Langkah-Langkah Model Time Paired Share ........................................... 80
7.4 Penerapan Model Time Paired Share......................................................... 83
Daftar Isi ix

Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT)


8.1 Pendahuluan ................................................................................................. 87
8.2 Model Team Games Tournament (TGT) .................................................. 89
8.2.1 Hakikat Model Team Games Tournament ...................................... 92
8.2.2 Komponen Model Team Games Tournament ................................ 94
8.2.3 Langkah-Langkah Model Team Games Tournament .................... 99
8.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Team Games Tournament....... 102

Bab 9 Model Numbered Heads Together (NHT)


9.1 Pendahuluan ................................................................................................. 107
9.2 Definisi Numbered Head Together ............................................................ 110
9.3 Prosedur Numbered Head Together........................................................... 111
9.4 Karakteristik Numbered Head Together (NHT) ....................................... 114
9.5 Kelebihan dan Kelemahan Numbered Head Together (NHT) ................ 115

Bab 10 Model Picture and Picture


10.1 Pendahuluan............................................................................................... 119
10.2 Langkah-Langkah Model Picture and Picture......................................... 123
10.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Picture and Picture ........................... 130

Bab 11 Model Pembelajaran Problem Possing


11.1 Pendahuluan............................................................................................... 133
11.2 Konsep Problem Possing .......................................................................... 135
11.3 Karakteristik Problem Possing ................................................................. 138
11.4 Tipe Pembelajaran Problem Possing ....................................................... 140
11.5 Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Problem Possing ............................. 142
11.6 Tahapan Pembelajaran Problem Possing................................................. 143
11.7 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Problem Possing ................. 144

Bab 12 Model Rotating Trio Exchange


12.1 Pendahuluan............................................................................................... 147
12.2 Pembelajaran Kooperatif .......................................................................... 148
12.3 Model Pembelajaran Rotating Trio Exchange ........................................ 154

Daftar Pustaka .................................................................................................... 161


Biodata Penulis .................................................................................................. 177
x Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Daftar Gambar

Gambar 4.1: Pembelajaran Kooperatif............................................................38


Gambar 4.2: Tahap Investigasi Kelompok .....................................................43
Gambar 6.1: Step Dalam Model Pembelajaran Think-Pair-Share................66
Gambar 6.2: Contoh Catatan Siswa Dalam Model Pembelajaran Think-Pair-
Share............................................................................................68
Gambar 8.1: Alur Permainan Turnamen.........................................................96
Gambar 12.1: Kelebihan Model Pembelajaran Rotating Trio Exchange .....159
xii Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Daftar Tabel

Tabel 2.1: Langkah-Langkah Cooperative Learning Tipe STAD (Student


Team Achievement Division) .......................................................20
Tabel 2.2: Prosedur Penskoran Untuk Tipe STAD (Student Team
Achievement Division) ..................................................................20
Tabel 2.3: Contoh Lembar Skor Kuis Untuk Tipe STAD (Student Team
Achievement Division) ..................................................................21
Tabel 2.4: Contoh Lembar Rangkuman Tim Untuk Tipe STAD (Student Team
Achievement Division) ..................................................................22
Tabel 3.1: Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw .......29
Tabel 4.1: Tahap Pembelajaran Model Investigasi Kelompok .....................45
Tabel 4.2: Implementasi Model Pembelajaran Investigasi Kelompok .........46
Tabel 8.1: Kriteria Penilaian Penghargaan Kelompok...................................97
Tabel 9.1: Tahap NHT .....................................................................................113
xiv Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 1
Model Pembelajaran Rally
Coach

1.1 Pendahuluan
Pada awal tahun 1970, Sir James Britton dan para ahli lainnya di Inggris
menciptakan sebuah prosedur pembelajaran aktif (active learning) yang
dikenal sebagai pembelajaran kooperatif (collaborative learning) berdasarkan
teori Vygotsky. Britton percaya bahwa pembelajaran seorang siswa berasal
dari komunitas pembelajar yang terdiri dari siswa lain. Britton menentang
memberikan definisi khusus tentang peran guru dan siswa, yang dianggapnya
sebagai pelatihan (penerapan penjelasan, instruksi, atau resep untuk tindakan).
Sebagai gantinya, dia merekomendasikan untuk menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok kecil dan membiarkan mereka menghasilkan suatu
bentuk budaya, komunitas, dan prosedur belajar mereka sendiri, yang
dianggap sebagai bentuk proses pembelajaran alami (belajar dengan membuat
respons intuitif terhadap apa pun yang dihasilkan oleh upaya seseorang).
Britton percaya bahwa sumber belajar yang paling tepat adalah dengan
melakukan dialog dan interaksi dengan siswa lain (dan kadang-kadang guru)
yang dihasilkan dari sikap saling ketergantungan secara positif untuk mencapai
tujuan belajar siswa.
2 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Ini merupakan jantung dari pembelajaran secara kooperatif dan kolaboratif.


Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif merupakan landasan utama bagi
siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan pembelajaran baik secara
individu dan satu sama lain (Torrijo et al., 2021).
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran
yang mengedepankan prinsip student-centered learning (pembelajaran yang
berpusat kepada siswa). Biasanya dalam kegiatan pembelajaran yang
menerapkan model pembelajaran kooperatif, guru hanya bertindak sebagai
fasilitator selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Besarnya persentase penjelasan materi pembelajaran yang diberikan oleh guru
adalah berkisar tiga puluh persen dan sisanya sebesar tujuh puluh persen
adalah tugas siswa untuk menggali lebih banyak lagi pengetahuan dan
informasi dari materi yang sedang dipelajari, baik melalui penugasan maupun
kegiatan belajar di dalam kelas (Chen, 2021).
Dalam prinsip student-centered learning, siswa merupakan inti atau pusat dari
kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Guru sebagai fasilitator hanya
membantu siswa untuk memenuhi keperluan belajarnya agar mereka dapat
mencapai tujuan pembelajaran seperti yang diharapkan. Di samping itu, guru
berperan penting dan aktif dalam memberikan motivasi atau dorongan kepada
siswa untuk mengembangkan pengetahuan mereka secara akademik melalui
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang sifatnya diskusi bersama rekan sesama
siswa dan secara individu mencari informasi-informasi penting lainnya
berkaitan dengan materi pembelajaran.
Dengan kata lain bahwa dalam kegiatan pembelajaran ini, siswa diberikan
kebebasan untuk memiliki kesempatan dalam memfasilitasi proses belajarnya
sendiri untuk menggali lebih dalam ilmu pengetahuannya (deep learning) dan
mampu meningkatkan kualitasnya dalam berbagai macam keterampilan
(skills) seperti keterampilan berpikir, keterampilan komunikasi, keterampilan
sosial dan keterampilan pemecahan masalah yang baik (Akili, 2010).
Selama dalam kegiatan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran
kooperatif, baik guru dan siswa sama-sama berperan aktif. Guru secara aktif
memperhatikan bagaimana setiap siswa dalam mengikuti seluruh proses
kegiatan pembelajaran. Guru memberikan perhatian yang sama kepada setiap
siswa, siswa yang termasuk dalam kategori aktif maupun dalam kategori pasif.
Selain itu guru diharapkan menjadi penengah atau jembatan yang
Bab 1 Model Pembelajaran Rally Coach 3

menghubungkan apabila terjadi perbedaan pendapat di antara siswa pada saat


sedang berdiskusi.
Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa secara
definisi model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran di
mana siswa belajar dan bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang sama di bawah pengawasan dan tuntunan
guru.
Tujuan utama diterapkannya model pembelajaran kooperatif di dalam kegiatan
pembelajaran di dalam kelas adalah untuk membentuk pribadi siswa menjadi
individu yang tangguh karena bekerja dan bertumbuh bersama dengan siswa
lainnya di dalam kelompok pada saat belajar, baik dari sisi akademik maupun
keterampilan-keterampilan tertentu yang dapat dikembangkan bagi masa
depan siswa. Selain itu penerapan model pembelajaran kooperatif
membangkitkan kegairahan siswa untuk belajar lebih baik lagi untuk mengejar
hasil belajar yang tinggi dan membuat suasana belajar menjadi lebih
menyenangkan. Dengan demikian akan tercapai kegiatan pembelajaran yang
berarti.
Ada begitu banyak jenis model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan
di dalam kegiatan belajar dan mengajar. Jenis model yang sering digunakan
misalnya seperti rally coach, think pair share, time pair share dan masih
banyak jenis lainnya.
Pada bab pertama buku ini, akan dibahas model pembelajaran rally coach,
langkah-langkah penerapannya dan hasil penerapannya berdasarkan
pengalaman beberapa peneliti. Namun sebelum kita membahas lebih lanjut
perihal model pembelajaran rally coach ini, mari kita melihat kembali sambal
mengingat kembali tipe-tipe pembelajaran kooperatif pada bagian berikutnya
(Jolliffe, 2007).

1.2 Tipe Pembelajaran Kooperatif


Secara umum pembelajaran kooperatif dikategorikan ke dalam tiga tipe, yaitu
kelompok pembelajaran kooperatif formal (formal cooperative learning
groups), kelompok pembelajaran kooperatif informal (informal cooperative
learning groups) dan cooperative based groups (Jolliffe, 2007).
4 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Kelompok Pembelajaran Kooperatif Formal (Formal Cooperative


Learning Groups)
Kelompok pembelajaran kooperatif formal memberikan tugas dan proyek.
Individu yang berbagian dalam tipe pembelajaran kooperatif ini biasanya tetap
berkumpul bersama anggota kelompoknya untuk mengerjakan tugas-tugas
yang diberikan sampai selesai. Kelompok pembelajaran ini memiliki struktur
yang jelas.
Selain itu, guru yang bertugas untuk memilih setiap anggota di dalam
kelompok. Kegiatan pembelajaran yang termasuk dalam kelompok
pembelajaran formal biasanya bergantung pada setiap tugas yang diberikan.
Kapasitas kelompok bisa bersifat heterogen maupun homogen menurut
kemampuan akademik siswa. Setiap kelompok biasanya tiga sampai lima
orang siswa. Jumlah ini diyakini paling efektif dan sangat produktif.
Kelompok Pembelajaran Kooperatif Informal (Informal Cooperative
Learning Groups)
Tipe ini merupakan kebalikan dari kelompok pembelajaran kooperatif formal
dan tidak terstruktur dengan baik. Biasanya kegiatan pembelajaran di dalam
tipe pembelajaran kooperatif ini melibatkan kegiatan yang memakan waktu
selama beberapa menit.
Selain itu, biasanya setiap kelompok yang telah disusun terdiri dari dua hingga
tiga anggota saja. Kelompok pembelajaran kooperatif informal sangat cocok
digunakan untuk aktivitas yang durasinya cukup cepat seperti memeriksa
pemahaman, pemecahan masalah atau peninjauan cepat.
Cooperative Based Groups
Kelompok basis koperasi bersifat jangka panjang (berlangsung selama
setidaknya satu tahun), kelompok heterogen dengan keanggotaan yang stabil
yang tujuan utamanya adalah agar para anggota saling memberikan dukungan,
bantuan, dorongan, dan bantuan yang dibutuhkan masing-masing untuk
kemajuan akademis. Kelompok dasar memberi siswa hubungan jangka
panjang yang berkomitmen.
Bab 1 Model Pembelajaran Rally Coach 5

1.3 Model Pembelajaran Rally Coach


Model pembelajaran rally coach pertama kali diperkenalkan oleh para ahli dan
pemerhati bidang pendidikan yang tergabung dalam kelompok Kagan
Cooperative Learning. Spencer Kagan adalah seorang psikolog yang
memberikan banyak perhatian kepada penerapan model pembelajaran
kooperatif.
Dalam salah satu penelitiannya, Kagan memperkenalkan model pembelajaran
rally coach yang paling sering digunakan pada kelas Matematika. Beberapa
hasil penelitian yang menerapkan model pembelajaran ini dalam kegiatan
pembelajaran Matematika menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil
belajar siswa yang sangat signifikan.
Selain itu penerapan model pembelajaran rally coach juga memberikan
dampak positif terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran lainnya seperti
Bahasa Inggris. Selain peningkatan hasil belajar, penerapan model
pembelajaran rally coach juga memberikan dampak positif terhadap
keterampilan berpikir, keterampilan komunikasi, keterampilan sosial dan
keterampilan memecahkan masalah siswa (Harianja, 2019).
Model pembelajaran rally coach merupakan model pembelajaran yang
melibatkan pasangan siswa (dua orang siswa dalam satu kelompok) untuk
saling membantu dengan kemampuan yang berbeda. Dalam model
pembelajaran ini setiap pasangan bergiliran menyelesaikan masalah yang
diberikan oleh guru.
Permasalahan yang dikemukakan guru biasanya menggunakan buku teks atau
buku lembar kerja siswa (LKS). Selain keterampilan berpikir, keterampilan
sosial dan keterampilan komunikasi, pengembangan pengetahuan serta
prosedur pembelajaran dapat dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran
yang menerapkan model pembelajaran rally coach (Andriani, Waris and
Maf’ulah, no date).
Langkah-langkah dalam model pembelajaran rally coach adalah sebagai
berikut:
1. Mitra A memecahkan masalah.
6 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

2. Mitra B memperhatikan dan mendengarkan, mengoreksi bila perlu


dan memberikan komentar jika jawaban mitra A benar maka mitra B
memberikan pujian.
3. Mitra B menyelesaikan soal berikutnya.
4. Mitra A memperhatikan dan mendengarkan, mengoreksi, jika
diperlukan untuk merespons dan jika jawabannya benar maka
pasangan A memberikan pujian.

Pasangan kedua secara bergantian mengulangi pemecahan masalah sampai


soal atau masalah selesai. Keterampilan sosial yang dapat dikembangkan
dalam model pembelajaran rally coach adalah mendengarkan secara aktif,
mendorong kontribusi, mengikuti instruksi, memberi alasan, menawarkan
bantuan atau bimbingan, mengembangkan kesabaran, memuji, memecahkan
masalah, memberikan klarifikasi, diam, membangun tanggung jawab, berbagi
dan tetap pada tugas, berganti peran, bergiliran, membangun toleransi dan
bekerja sama.
Model pembelajaran rally coach termasuk tipe pembelajaran kooperatif formal
(formal cooperative learning). Pembelajaran kooperatif formal didefinisikan
sebagai kegiatan pembelajaran di mana siswa bekerja bersama di dalam
kelompok sesuai dengan pasangan kelompok yang telah ditentukan oleh guru
sebelumnya. Dalam menentukan pasangan kelompok, guru
mempertimbangkannya dengan matang sesuai dengan kemampuan masing-
masing siswa.
Selain itu kegiatan pembelajaran kooperatif formal biasanya dilaksanakan
selama satu jam pembelajaran selama beberapa minggu, untuk mencapai
tujuan belajar bersama dan menyelesaikan tugas dan tugas khusus bersama.
Guru dapat menyusun tugas apapun sesuai dengan kurikulum atau bidang
studi yang diajarkan. Model pembelajaran kooperatif formal dapat
dilaksanakan bagi siswa dari mulai pendidikan anak usia dini sampai siswa
sekolah menengah. Untuk menyusun pembelajaran kooperatif formal.
Belajar secara berkelompok secara kooperatif berbeda dengan belajar
kelompok. Pembelajaran kooperatif berbasis kelompok merupakan kelompok
belajar kooperatif heterogen jangka panjang dengan keanggotaan yang stabil di
mana siswa saling memberikan dukungan, dorongan, dan bantuan untuk
membuat kemajuan akademik dengan menghadiri kelas, menyelesaikan tugas,
mempelajari materi yang ditugaskan.
Bab 1 Model Pembelajaran Rally Coach 7

Penggunaan kelompok pada dasarnya cenderung meningkatkan kehadiran,


mempersonalisasi pekerjaan yang dibutuhkan dan meningkatkan kualitas
maupun kuantitas pembelajaran. Kelompok memiliki keanggotaan permanen
dan menyediakan hubungan teman sebaya yang peduli dalam rentang waktu
jangka panjang yang sangat diperlukan untuk membantu siswa berkembang
dengan cara yang sehat secara kognitif dan keterampilan sosial yang baik serta
memengaruhi anggota lainnya untuk mengerahkan upaya dalam berjuang
bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kelompok belajar dalam pembelajaran kelompok biasanya bertemu secara
formal untuk memberikan bantuan dan bantuan satu sama lain, memverifikasi
bahwa setiap anggota menyelesaikan tugas dan mencapai kemajuan yang
memuaskan melalui program akademik, dan mendiskusikan kemajuan
akademik setiap anggota. Dengan menerapkan kegiatan belajar secara
berkelompok dalam pembelajaran kooperatif seperti rally coach di dalam
misalnya, maka setiap masalah yang dianggap sulit atau kompleks dapat
terpecahkan sehingga tercapai suasana belajar yang menyenangkan.

1.4 Penerapan Model Pembelajaran


Rally Coach
Berikut ini dipaparkan beberapa contoh penerapan model pembelajaran rally
coach dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Contoh-contoh ini diambil
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti dan
pemerhati bidang pendidikan

1.4.1 Pembelajaran Rally Coach Untuk Meningkatkan


Keterampilan Komunikasi Matematis Siswa Dalam
Pembelajaran Matematika
Penerapan model pembelajaran rally coach di dalam kegiatan pembelajaran
matematika memberikan manfaat yang cukup signifikan untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi matematis siswa.
8 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Keterampilan komunikasi matematis mengacu pada kemampuan siswa untuk:


1. menyusun dan menghubungkan pemikiran matematis mereka melalui
komunikasi;
2. mengkomunikasikan pemikiran matematisnya yang logis dan jelas
kepada teman, guru, dan orang lain;
3. menganalisis dan menilai pemikiran matematis dan strategi yang
digunakan oleh orang lain, dan;
4. menggunakan bahasa matematika untuk mengungkapkan ide-ide
matematika dengan benar (Harianja, 2019).

Komunikasi ide-ide matematika akan membantu siswa memperjelas dan


memantapkan pemahaman mereka tentang matematika. Dengan berbagi
pemahaman matematika mereka dalam bentuk tertulis dan lisan dengan teman
sekelas mereka, guru, dan orang tua, siswa mengembangkan kepercayaan diri
sebagai pelajar matematika dan memungkinkan guru untuk lebih memantau
kemajuan mereka.
Matematika dapat dianggap sebagai bahasa yang harus bermakna jika siswa
ingin berkomunikasi secara matematis dan menerapkan matematika secara
produktif. Komunikasi memainkan peran penting dalam membuat matematika
menjadi sangat bermakna. Hal tersebut memungkinkan siswa untuk
membangun hubungan antara gagasan secara informal, gagasan intuitif, bahasa
abstrak dan simbolisme matematika.
Hal ini memainkan peran kunci dalam membantu siswa membuat hubungan
kritis antara representasi fisik, gambar, grafik, simbolis, verbal dan mental dari
ide-ide matematika. Ketika siswa melihat bahwa satu representasi, seperti
persamaan, dapat menggambarkan banyak situasi, mereka mulai memahami
kekuatan matematika. Ketika mereka menyadari bahwa beberapa cara untuk
merepresentasikan suatu masalah lebih bermanfaat daripada yang lain, mereka
mulai memahami fleksibilitas dan kegunaan matematika.
Komunikasi melibatkan berbagai kegiatan seperti berbicara, mendengarkan,
menulis, membaca, dan presentasi secara visual dengan gambar, grafik,
diagram, video, atau sarana visual lainnya. Masing-masing dapat membantu
siswa memahami matematika dan menggunakannya secara efektif.
Siswa juga harus menggunakan komunikasi untuk menghasilkan dan berbagi
ide. Berkomunikasi satu sama lain, dengan teman sebaya, dengan orang tua,
Bab 1 Model Pembelajaran Rally Coach 9

dengan orang dewasa lainnya dan dengan guru, baik secara lisan dan tertulis,
membantu siswa belajar matematika saat mereka mengklarifikasi ide-ide
mereka sendiri dan mendengarkan orang lain. Bahasa matematika itu sendiri
adalah alat berpikir yang memfasilitasi pemahaman matematika dan
menghubungkannya dengan bahasa alami dan pemikiran sehari-hari.
Siswa perlu memiliki banyak pengalaman dalam berkomunikasi tentang
matematika dalam berbagai pengaturan. Beberapa pengalaman akan
melibatkan bekerja berpasangan. Sebagai contoh misalnya, siswa TK bisa
duduk berhadap-hadapan dengan yang satu memberikan arahan lain tentang
cara membuat menara kubus Unifix.
Pengalaman lain akan melibatkan bekerja dalam kelompok kecil, seperti ketika
siswa kelas sepuluh menggabungkan informasi dari beberapa petunjuk terpisah
untuk menemukan jarak di sekitar taman. Beberapa pengalaman akan
melibatkan menjelaskan sesuatu kepada seluruh kelas, sementara yang lain
mungkin melibatkan menggambar, membuat model, atau menulis dalam
jurnal.
Siswa perlu mempelajari penggunaan bahasa dan simbol matematika yang
tepat. Sebagian besar pengalaman yang berkaitan dengan komunikasi
matematis akan melibatkan penggunaan bahasa alami, tetapi beberapa juga
akan melibatkan penggunaan tabel, bagan, grafik, manipulatif, persamaan,
komputer, dan kalkulator.
Siswa seharusnya tidak hanya dapat menggunakan masing-masing media yang
berbeda ini untuk menggambarkan ide-ide matematika dan solusi masalah,
tetapi mereka juga harus dapat menghubungkan deskripsi yang diperoleh
dengan menggunakan media yang berbeda.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dalam menerapkan
model pembelajaran rally coach untuk meningkatkan keterampilan
komunikasi matematis siswa di dalam pembelajaran matematika, maka dapat
dibuktikan bahwa penerapan model pembelajaran rally coach berhasil
membantu siswa kelas tujuh sekolah pertama dalam meningkatkan
keterampilan komunikasi matematis dan hasil belajar matematika.
Penerapan model pembelajaran rally coach terbukti sangat efektif dalam
membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi matematis
dan hasil belajar matematika. Selain itu melalui penerapan model
10 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

pembelajaran matematika dapat dilihat bahwa siswa mampu meningkatkan


kemampuan memecahkan masalah matematika.
Melalui penelitian tindakan kelas (PTK) yang telah dilakukan oleh penulis dan
observasi langsung di dalam kelas, hasil penerapan model pembelajaran rally
coach membuktikan bahwa siswa mampu memahami konsep matematika
secara luas melalui aktif berpartisipasi ketika sedang melakukan diskusi di
dalam kelompok-kelompok kecil. Kesempatan yang diberikan kepada setiap
siswa untuk menuangkan gagasan sebagai hasil pemahaman dari proses
matematika dalam bentuk pernyataan matematis seperti persamaan aljabar
telah tercapai dengan baik.
Selama proses ini berlangsung, siswa berusaha untuk menjelaskan kepada
siswa lain di dalam kelompoknya langkah-langkah yang harus ditempuh
dalam menyelesaikan masalah yang diberikan secara terstruktur. Melalui
kegiatan pembelajaran kooperatif menggunakan model rally coach,
pembelajaran matematika di dalam kelas menjadi lebih menarik dan interaktif
sehingga sudut pandang siswa terhadap pelajaran matematika menjadi lebih
baik dan penuh dengan apresiasi.
Kesempatan siswa untuk memecahkan matematika yang diberikan membantu
mereka dalam meningkatkan pemahaman dan penguasaan konsep matematika
sehingga tercipta pandangan positif terhadap pembelajaran matematika. Selain
itu, bukan hanya keterampilan komunikasi matematis yang dapat
dikembangkan, keterampilan lain yang dapat dikembangkan melalui
penerapan model pembelajaran rally coach adalah keterampilan berpikir kritis,
keterampilan berpikir analitis dan keterampilan berpikir sistematis.

1.4.2 Pembelajaran Rally Coach Untuk Meningkatkan


Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran
Matematika
Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan dalam melakukan analisis
terhadap suatu masalah, situasi, fakta, data dan bukti yang terkait dengannya.
Idealnya, berpikir kritis dilakukan secara objektif, artinya tanpa pengaruh
perasaan, opini atau bias pribadi dan hanya berfokus pada informasi faktual.
Berpikir kritis sangat penting bagi siapa pun yang ingin memiliki karir yang
sukses dan kehidupan profesional yang bermanfaat. Kemampuan untuk
Bab 1 Model Pembelajaran Rally Coach 11

menganalisis dan mengevaluasi situasi yang kompleks secara objektif akan


selalu berguna.
Keterampilan berpikir kritis pada siswa sangat diperlukan dan harus
dikembangkan. Keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan untuk
menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah yang timbul baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun untuk masalah yang timbul pada masa
mendatang. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam
kegiatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan keterampilan berpikir
kritis pada siswa adalah model pembelajaran rally coach.
Rally coach menjadi salah satu model pembelajaran yang sangat tepat untuk
meningkatkan dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Model
pembelajaran rally coach mendukung siswa untuk bekerja sama dengan siswa
lain dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan mengandalkan proses
berpikir yang tepat dalam memecahkan masalah serta kemampuan untuk
berkomunikasi dengan baik.
Model pembelajaran rally coach dapat merangsang aspek-aspek penting dalam
berpikir kritis seperti menganalisis, menentukan pemilihan konsep yang tepat,
merumuskan masalah, mengkomunikasikan proses penyelesaian atau
pemecahan masalah dan mengevaluasi hasil akhir pemecahan masalah
(Harianja, 2020).
Penerapan model pembelajaran rally coach pada kegiatan pembelajaran
matematika dengan materi simple linear equation and linear inequalities dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas tujuh sekolah menengah
pertama. Peningkatan keterampilan berpikir kritis ini dapat dilihat tercapainya
setiap indikator keterampilan berpikir kritis melalui tes yang diberikan setelah
siklus keempat. Hasil tes siswa akhir yang telah diperoleh menunjukkan
adanya peningkatan yang cukup signifikan pada nilai akademik siswa yang
merupakan bukti hasil implementasi model pembelajaran rally coach dalam
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Dilihat dari cara siswa menjawab atau memecahkan masalah yang diberikan
secara tertulis juga menunjukkan hasil proses berpikir siswa dan interpretasi
matematis yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis
siswa kelas tujuh telah mengalami peningkatan.
Sebagai saran untuk penelitian berikutnya, diharapkan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dalam menggunakan model pembelajaran rally coach
12 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

untuk meningkatkan keterampilan atau kemampuan lain seperti komunikasi


matematis, berpikir secara sistematis, berpikir secara analisis dan kemampuan
berpikir tingkat tinggi.
Diharapkan juga model pembelajaran rally coach dapat digunakan pada
penelitian-penelitian dengan pembelajaran lain di luar seperti fisika, biologi,
kimia atau ilmu-ilmu sosial.

1.4.3 Pembelajaran Rally Coach Untuk Meningkatkan


Keterampilan Berbicara (Speaking Skills) Siswa
Bahasa Inggris memiliki beberapa keterampilan dan komponen yang harus
dipelajari. Ada tiga komponen utama bahasa Inggris yaitu kosakata,
pengucapan, dan tata bahasa. Sedangkan bahasa ini memiliki empat
keterampilan. Ini dikategorikan ke dalam keterampilan reseptif dan
keterampilan produktif. Keterampilan reseptif adalah mendengarkan dan
membaca sementara keterampilan produktif adalah berbicara dan menulis
(Andriani, Waris and Maf’ulah, no date).
Berbicara adalah salah satu bahasa Inggris keterampilan yang berperan penting
dalam kehidupan manusia menjadi kegiatan karena merupakan sarana
komunikasi untuk menyampaikan pesan kepada orang lain rakyat. Dengan
menguasainya, orang dapat melaksanakan percakapan, memberi ide, dan
bertukar pikiran informasi dengan orang lain
Peneliti menerapkan rally coach model sebagai salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang tepat untuk mengajar berbicara. Pembelajaran
kooperatif berarti bahwa siswa bekerja berpasangan atau kelompok kecil.
Dalam rally coach, siswa bergiliran untuk memecahkan masalah atau jawaban
pertanyaan secara berpasangan.
Dalam menerapkan model ini, siswa akan memiliki lebih banyak kesempatan
untuk berbicara. Mereka berinteraksi dengan pasangan lain dengan mencoba
gunakan Bahasa Inggris. Melalui model ini, siswa keterampilan berbicara akan
meningkat karena mereka akan terbiasa menggunakan bahasa Inggris dalam
kegiatan kelas. Para siswa juga akan lebih percaya diri untuk berbicara karena
ada teman yang membantu mereka membagikan temuan ke orang lain
bersama-sama (Andriani, Waris and Maf’ulah, no date).
Bab 1 Model Pembelajaran Rally Coach 13

1.4.4 Pembelajaran Rally Coach Untuk Meningkatkan


Kreativitas Menulis Narasi
Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa Indonesia
yang dikembangkan pada pendidikan sekolah dasar. Kemampuan ini memiliki
aspek nilai tertinggi dibandingkan aspek yang lainnya. Kemampuan menulis
adalah kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat dan perasaan kepada
pihak lain melalui bahasa tulis.
Hal ini dipertegas dengan pendapat para ahli bahwa keterampilan menulis
adalah salah satu keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif
digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung maupun tidak secara
tatap muka dengan pihak lain. Pada pembelajaran menulis terdapat berbagai
jenis karangan yang diajarkan kepada siswa di antaranya menulis narasi.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu
proses untuk menuangkan ide, gagasan, perasaan dalam bentuk tertulis
sehingga pembaca dapat memahami isi tulisan dengan baik (Rahman, Sudiana
and Lasmawan, 2017).
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran rally coach
berbantuan media gambar. Model pembelajaran rally coach merupakan bagian
model pembelajaran kooperatif. Hal ini dikarenakan kelompok strategi
mengajar ini memberikan peran terstruktur bagi siswa sambil menekankan
interaksi antar siswa.
Pendapat tersebut sejalan dengan Slavin yang mengungkapkan bahwa
pembelajaran kooperatif dapat menyumbangkan ide siswa bekerjasama dalam
belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya sehingga mampu
membuat diri mereka belajar sama baiknya. Hal ini menunjukkan bahwa
model pembelajaran rally coach menekankan interaksi antar siswa dengan
tujuan agar mereka dapat belajar dengan baik bersama-sama. sedang belajar.
Hal ini disebabkan karena strategi mengajar ini memberikan peran terstruktur
bagi siswa sambil mengajar interaksi antar siswa. Pendapat tersebut sejalan
dengan Slavin yang mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
menyumbangkan ide siswa bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab
terhadap teman satu sehingga mampu membuat diri mereka belajar sama
dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran rally coach
14 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

interaksi antar siswa dengan tujuan agar mereka dapat belajar dengan baik
bersama-sama (Rahman, Sudiana and Lasmawan, 2017).
Saat proses pembelajaran model rally coach ini, siswa mendapat manfaat
langsung untuk belajar pembelajaran kreativitasnya dalam mengembangkan
kemampuan menulis narasi, memahami sudut pandang orang lain,
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan memberikan umpan
balik. Dengan kata lain, proses pembelajaran ini membantu orang lain, belajar
untuk menghargai orang lain, dan belajar untuk menerima kritik konstruktif.
Untuk mengembangkan kreativitas dalam menulis narasi yang digunakan
media gambar. Hal ini sesuai dengan perkembangan kognitif siswa kelas
empat sekolah dasar yang masih dalam tahap operasional konkret. Menurut
Piaget, tahap operasional konkret merupakan tahap perkembangan kognitif
ketiga yang berlangsung antara usia 7 sampai 11 tahun. Berdasarkan hal
tersebut, pembelajaran menulis narasi diharapkan dapat ditunjang dengan
menghadirkan media.
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media gambar. Media
gambar didesain dan dilengkapi dengan teks rumpang. Penggunaan media
gambar mempunyai keuntungan di antaranya fleksibilitas, portabilitas, mudah
digunakan dan ekonomis.
Hal ini dipertegas dengan pendapat ahli yang mengemukakan bahwa media
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan minat siswa. Pada akhirnya kreativitas menulis narasi akan tampak dengan
pemanfaatan media tersebut (Lestari, Pratiwi and Mudiono, 2017).
Bab 2
Model Student Team
Achievement Division (STAD)

2.1 Pendahuluan
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division)
merupakan model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang
dengan struktur kelompok heterogen. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Team Achievement Division) dapat digunakan dalam membuat
laporan penelitian dan efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Pembelajaran ini juga dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani
bertanya, mengemukakan pendapatnya, dan menghargai pendapat teman.
Selain itu dalam belajar siswa dihadapkan pada latihan soal atau pemecahan
masalah, oleh sebab itu pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team
Achievement Division) sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat
bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengerjakan tugas yang
dibebankan padanya.
Pembelajaran ini juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman, karena siswa terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif
16 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas serta dapat


memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Model pembelajaran kooperatif ini muncul akibat dari paradigma terhadap
pendidikan telah berubah, di antaranya:
1. Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.
2. Siswa membangun pengetahuan secara aktif.
3. Pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi siswa.
4. Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara siswa dan interaksi antar
guru dan siswa.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division)


tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division)
yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-
asalan.
Adapun unsur-unsur pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team
Achievement Division):
1. Saling ketergantungan positif.
2. Tanggung jawab perseorangan.
3. Tatap muka.
4. Komunikasi antar anggota.
5. Evaluasi proses kelompok.

Selain itu ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division)
agar menjamin para siswa bekerja secara kooperatif.
Hal-hal tersebut meliputi.
1. Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa
bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan
bersama yang harus dicapai.
2. Para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari
bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan
bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung
jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.
Bab 2 Model Student Team Achievement Division (STAD) 17

3. Untuk mencapai hasil yang maksimal para siswa yang tergabung


dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam
mendiskusikan masalah yang dihadapinya.
4. Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari
bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada
keberhasilan kelompoknya.

2.2 Hakikat Pembelajaran Kooperatif


Tipe STAD (Student Team Achievement
Division)
Tipe STAD (Student Team Achievement Division) adalah cara guru
menyampaikan suatu materi kemudian para siswa bergabung dalam kelompok
yang ditentukan secara heterogen berdasarkan prestasi siswa yang terdiri atas
empat sampai enam siswa untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh
guru.
Setelah itu mereka mengerjakan tes akhir, kemudian guru bersama siswa
menghitung skor perkembangan individu dan memberikan penghargaan
kepada kelompok yang memperoleh nilai terbesar. Tipe STAD (Student Team
Achievement Division) merupakan salah satu tipe cooperative learning yang
paling sederhana.
Pembelajaran Tipe STAD (Student Team Achievement Division) bertujuan
untuk mendorong siswa melakukan kerja sama, saling membantu
menyelesaikan tugas-tugas dan menerapkan keterampilan yang diberikan.
Dalam cooperative learning tipe STAD (Student Team Achievement
Division) ini siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat
sampai enam orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis
kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja di
kelompok mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah
menguasai materi tersebut.
18 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Akhirnya kepada seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut dan di
dalam tes mereka tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim ini
selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok. Tim yang
mencapai kriteria tertentu diberikan sertifikat atau penghargaan.

2.3 Penerapan Pembelajaran Kooperatif


Tipe STAD (Student Team Achievement
Division)
Penerapan cooperative learning tipe STAD (Student Team Achievement
Division) merujuk pada konsep Slavin dengan langkah-langkah yaitu:
1. Penyajian materi
Presentasi materi pelajaran dalam bentuk penyajian materi dan
informasi dilakukan di depan kelas pada awal setiap kali pertemuan.
Penyajian materi dilakukan melalui pengajaran secara langsung
dengan menggabungkan ceramah dan diskusi.
2. Kegiatan kelompok
Dalam kegiatan kelompok, guru memberikan permasalahan-
permasalahan yang harus dipecahkan oleh siswa yang disajikan
dalam bentuk LKS, di mana siswa harus dapat menemukan kembali
konsep-konsep dengan cara mengonstruksi pengetahuannya dengan
melakukan kerja sama dengan anggota kelompoknya. Dalam kegiatan
kelompok ini, setiap siswa bekerja sama, saling memberikan
informasi, saling memotivasi, dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru.
Apabila ada siswa yang belum memahami, maka temannya
bertanggung jawab untuk menjelaskannya. Karena akhir dari kegiatan
belajar mengajar ini seluruh siswa dapat memahami materi yang
diajarkan dan mendapatkan nilai yang optimal. Selama kegiatan
kelompok guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator yang
Bab 2 Model Student Team Achievement Division (STAD) 19

mengamati sekaligus menilai setiap kegiatan masing-masing


kelompok.
3. Tes
Secara individual setiap satu atau dua periode siswa diberi kuis. Kuis
tersebut diskor, dan tiap individu diberikan skor perkembangan.
Dalam mengerjakan kuis, siswa dalam satu kelompok tidak
diperkenankan saling membantu. Dengan demikian siswa
bertanggung jawab secara individu untuk memahami materi
pelajaran.
4. Perhitungan skor perkembangan individu
Setelah melaksanakan tes kemudian guru memberikan skor kepada
setiap individu sebagai nilai perkembangan individu yang merupakan
skor yang dapat disumbangkan untuk skor kelompok. Untuk
perhitungan skor perkembangan individu adalah dengan memberikan
kesempatan kepada setiap siswa untuk meraih prestasi maksimal agar
siswa dapat melakukan yang terbaik bagi dirinya berdasarkan prestasi
sebelumnya (skor awal). Skor kemudian dijumlahkan dengan skor
seluruh anggota kelompoknya sebagai sumbangan untuk skor
kelompok.
5. Penghargaan kelompok
Setelah menghitung skor perkembangan individu dan
menjumlahkannya dengan skor setiap anggota kelompoknya sebagai
sumbangan untuk skor kelompok, maka dilakukan perhitungan skor
kelompok. Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara
menjumlahkan jumlah skor perkembangan individu anggota dalam
kelompok dan hasilnya dibagi dengan jumlah anggota kelompok
tersebut, sehingga didapat skor rata-rata kelompok.

Dalam penghargaan terdapat prestasi kelompok, sebaiknya guru memberikan


penghargaan berupa bentuk hadiah tergantung dari kreativitas guru. Hal ini
dilakukan agar dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Penghargaan
kelompok (team reward) diberikan kepada tiga kelompok yang terdiri dari
good team, great team, dan super team.
20 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Berikut ini gambaran dalam bentuk tabel langkah-langkah cooperative


learning tipe STAD (Student Team Achievement Division) yang terdiri dari 6
(enam) tahap yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.1: Langkah-Langkah Cooperative Learning Tipe STAD (Student
Team Achievement Division)
Tahap Kegiatan Guru
Tahap 1 Guru menyampaikan cakupan materi yang
Menyampaikan tujuan dan memotivasi akan dipelajari, tujuan yang akan dicapai
siswa. dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2 Guru memberikan penghargaan baik terhadap


Menyajikan informasi. upaya maupun hasil belajar dan individu.

Tahap 3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana


Mengorganisasikan siswa ke dalam cara membentuk kelompok belajar agar
kelompok-kelompokbelajar. melakukan
transisi secara efisien.

Tahap 4 Guru membimbing kelompok-kelompok


Membimbing kelompok. belajar pada saatmereka mengerjakan tugas.

Tahap 5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang


Evaluasi. materi yang telah dipelajari atau masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya, dilanjutkan dengan kegiatan
merangkum.

Tahap 6 Guru memberikan penghargaan baik terhadap


Memberikan penghargaan. upaya maupun hasil belajar dan individu.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang penilaian dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division),
berikut ini diberikan tabel tentang (1) prosedur penskoran individual, (2)
contoh lembar penskoran kuis, (3) penentuan dan penghargaan skor tim, dan
(4) lembar rangkuman tim.
Prosedur Penskoran Untuk Tipe STAD (Student Team Achievement
Division)
Tabel 2.2: Prosedur Penskoran Untuk Tipe STAD (Student Team
Achievement Division)
Tahap Kegiatan Guru
Langkah 1 Setiap siswa diberikan skor-skor kuis yang
Berdasarkan Menetapkan skor dasar. lalu.

Langkah 2 Siswa memperoleh poin untuk kuis


yang Menghitung skor kuis terkini. berkaitan dengan pelajaran terkini.
Bab 2 Model Student Team Achievement Division (STAD) 21

Langkah 3 Kuis terkini mereka menyamai atau


Perkembangan menghitung skor ditentukan melampaui skor dasar mereka dengan
apakah skor perkembangan siswa mendapatkan menggunakan skala yang diberikan di
poin yang besarnya. bawah ini.

Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 0 poin

10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah 10 poin


skor dasar
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar 20 poin

Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin

Pekerjaan sempurna (tanpa melihat skor 30 poin


dasar)

Lembar Skor Kuis


Tabel 2.3: Contoh Lembar Skor Kuis Untuk Tipe STAD (Student Team
Achievement Division)
Waktu: ………. Waktu: ………………..
Kuis: Penjumlahan pecahan Kuis: ………………..
Nama
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
Siswa
Dasar Kuis Peningkatan Dasar Kuis Peningkatan
Nama
Nama
Nama
Nama
Nama
Nama
Nama
Nama
Nama

Penentuan dan Penghargaan Skor Tim


1. Langkah 1 (penentuan skor tim) skor tim dihitung dengan
menambahkan skor peningkatan tiap-tiap individu anggota tim dan
membagi dengan jumlah anggota tim tersebut.
2. Langkah 2 (penghargaan tim) tiap-tiap tim menerima suatu
penghargaan berdasarkan pada sistem poin.
22 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Lembar Rangkuman Tim


Tabel 2.4: Contoh Lembar Rangkuman Tim Untuk Tipe STAD (Student
Team Achievement Division)
Rata-rata tim Penghargaan
15 poin Tim baik
20 poin Tim hebat
25 poin Tim Super
Bab 3
Model Jigsaw

3.1 Pendahuluan
Teknik jigsaw adalah salah satu teknik pembelajaran kooperatif yang pertama
kali diterapkan oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas
pada tahun 1971, dan dipublikasikan pada tahun 1978. Pada awalnya
penelitian ini dipakai untuk tujuan agar mengurangi rasa kompetisi pembelajar
dan masalah ras yang terdapat di sebuah kelas yang berada di Austin Texas
(Zaini, 2002).
Kota Texas termasuk mengalami masalah rasis yang sangat parah, dan itu pun
memunculkan intervensi dari sekolah-sekolah untuk menghilangkan masalah
tersebut. Di dalam satu kelas banyak pembelajar Amerika keturunan Afrika,
keturunan Hispanik (Latin), dan pembelajar kulit putih Amerika untuk yang
pertama kalinya berada dalam sebuah kelas bersama-sama. Situasi pun
semakin memanas dan mengancam lingkungan belajar mereka.
Kemudian pada tahun 1971 Aronson dan teman-temannya menciptakan model
jigsaw dan mencoba untuk menerapkannya di dalam kelas. Eksperimen ini
terdiri dari membentuk kelompok pembelajaran (kelompok jigsaw), dimana
tiap pembelajar tergantung kepada anggota kelompoknya untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan untuk lulus dalam ujian. Tanpa memandang ras,
24 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

mereka digabungkan menjadi sebuah grup dan wajib bekerja sama di antara
sesama anggotanya agar mencapai sukses akademik.
Model jigsaw ini dikembangkan oleh Aronson dan kawan-kawannya sebagai
model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Teknik ini dapat
digunakan dalam pembelajaran membaca, menulis, berbicara, ataupun
mendengarkan. Dalam teknik ini guru memperhatikan skemata atau latar
belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini
agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.
Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong-
royong dan mempunyai kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Model jigsaw ini menuntut siswa
yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam pelaksanaan pembelajaran,
dan bukan gurunya. Guru hanya sebagai mediator dalam kegiatan proses
belajar mengajar.
Ketika dibandingkan dengan kelas tradisional dimana pembelajar-pembelajar
bersaing secara individu, pembelajar-pembelajar di dalam kelas jigsaw
menunjukkan diskriminasi yang lebih rendah, timbulnya rasa percaya diri, dan
prestasi akademik yang meningkat. Akhirnya, usaha keras Aronson dan
teman-temannya berhasil dengan sukses, maka kemudian metode jigsaw ini
diadaptasikan oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins
(Sugianto, 2010).
Tujuan pembelajaran kooperatif model jigsaw ini adalah untuk melatih peserta
didik agar terbiasa berdiskusi dan bertanggung jawab secara individu untuk
membantu pemahaman tentang suatu materi pokok kepada teman sekelasnya.
Pembinaan pengetahuan seperti ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi dinamis.
Model pembelajaran jigsaw ini harus dioptimalkan karena dapat meningkatkan
kemampuan berkreasi siswa dan tentunya meningkatkan prestasi siswa. Di
samping itu, pembelajaran ini juga dapat meningkatkan komunikasi siswa
karena berani menyampaikan apa yang telah ia peroleh dari kelompok lain,
maupun dari kelompok sendiri, sehingga siswa yang kurang percaya diri untuk
menyampaikan bisa terlatih dan lebih berani dengan pembelajaran model
jigsaw ini (Sugianto, 2010).
Bab 3 Model Jigsaw 25

Pengertian Model Jigsaw


Dari segi etimologi, jigsaw berasal dari bahasa Inggris, yang berarti gergaji
ukir. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle, yaitu sebuah teka teki
yang menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini
juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa
melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain
untuk mencapai tujuan bersama (Octavia, 2020).
Pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif
yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok
kecil yang terdiri atas empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa
bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara
mandiri (Zaini, 2002).
Dalam model pembelajaran jigsaw ini, siswa memiliki banyak kesempatan
untuk mengemukakan pendapat, dan mengolah informasi yang didapat,
meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung
jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang
dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya
Menurut Djamarah (2010), model pembelajaran jigsaw adalah pembelajaran
yang dilakukan dengan mendorong peserta didik untuk mengemukakan
pendapat dan mengelola informasi sehingga siswa secara langsung mampu
untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi dari materi yang telah
dipelajari.
Model pembelajaran jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang
membentuk beberapa anggota dalam satu kelompok siswa untuk bisa
bertanggung jawab atas materi yang diberikan. Tipe pembelajaran kooperatif
jigsaw adalah pembelajaran yang dilakukan dengan berkelompok dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada kelompok lainnya.
Dalam pembelajaran kooperatif model jigsaw terdapat 3 (tiga) karakteristik,
yaitu:
1. kelompok kecil;
2. belajar bersama, dan;
3. pengalaman belajar.

Esensi kooperatif learning adalah tanggung jawab individu dan tanggung


jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan
26 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

positif yang akan menjadikan kerja kelompok optimal. Keadaan ini


mendukung siswa dalam kelompoknya bekerja sama dan tanggung jawab
dengan sungguh-sungguh sampai suksesnya tugas-tugas dalam kelompok
(Arends, 2001).
Oleh sebab itu, berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model jigsaw adalah salah
satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang mengambil pola cara kerja
sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan
cara bekerja sama dengan siswa lain, saling ketergantungan positif dalam
kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara
heterogen, materi yang diberikan dalam bentuk teks dan setiap anggota
bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu dari bahan yang
diberikan untuk mencapai tujuan bersama.

3.2 Langkah-Langkah Model Jigsaw


Menurut Arends (2001), langkah-langkah pembelajaran model jigsaw ini
sesuai dengan namanya, dan teknis penerapannya juga bersifat maju mundur
seperti gergaji, dalam proses pembelajaran, sebagai berikut:
1. Pilih materi pelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen
(bagian).
2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan
mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari
ini. Guru menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang
siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini
dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap
menghadapi bahan pelajaran yang baru.
3. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah
materi pelajaran yang ada. Jika jumlah siswa sebanyak 50, sementara
jumlah materi pelajaran yang ada adalah 5, maka masing-masing
kelompok terdiri dari 10 orang. Jika jumlah ini dianggap terlalu
besar, maka dibagi lagi menjadi 5 orang, kemudian setelah proses
(diskusi kelompok) selesai, gabungkan kedua kelompok tersebut.
Bab 3 Model Jigsaw 27

4. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi


yang berbeda-beda.
5. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk
menyampaikan yang telah mereka pelajari dalam kelompok.
6. Kembalikan suasana kelas seperti semula, kemudian tanyakan
sekiranya ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam
kelompok.
7. Beri siswa beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka
terhadap materi yang baru saja mereka pelajari. Pengecekan
pemahaman siswa dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan mereka dalam memahami materi, dan;
8. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam
bahan pelajaran hari itu, diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau
dengan seluruh kelas.

Selanjutnya, Trianto (2010), menguraikan langkah-langkah model jigsaw,


yaitu:
1. Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5
atau 6 siswa dengan karakteristik heterogen.
2. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, dan
setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari
bahan akademik tersebut.
3. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung
jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan
selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian
bahan tersebut.
4. Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar (ahli)
kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota
lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar
(ahli), dan;
5. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home teams, para
siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah
dipelajari.
28 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah pembelajaran model jigsaw, antara lain:


1. Siswa dikelompokkan, dan tiap-tiap kelompok terdiri atas lima
sampai enam orang siswa, yang memiliki karakteristik berbeda-beda.
2. Tiap kelompok mempelajari materi yang berbeda-beda.
3. Semua memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan materi kepada
temannya ataupun kepada kelompok lainnya, dan;
4. Kegiatan belajar diakhiri dengan diskusi mengenai materi pelajaran
yang baru saja dipelajari (zaini, 2002).

Sugianto (2010), mengemukakan langkah-langkah dalam model pembelajaran


kooperatif tipe jigsaw, yaitu:
1. Peserta didik dikelompokkan menjadi 4 anggota tim.
2. Setiap anggota dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
3. Anggota dari tim yang berbeda telah mempelajari bagian atau sub
bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli)
untuk mendiskusikan sub bab mereka.
4. Setelah selesai, diskusi sebagai tim ahli setiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka
tentang sub bab yang mereka kuasai dan anggota lainnya
mendengarkan.
5. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
6. Guru memberi evaluasi mengenai materi pelajaran, dan;
7. Penutup.

Selanjutnya, Arends (2001), membagi pembelajaran kooperatif model jigsaw


ini ke dalam 3 kelompok, yaitu:
1. Within group jigsaw, yakni masing-masing anggota kelompok
bertanggung jawab untuk mempelajari satu bagian persoalan yang
harus dipecahkan kelompoknya, selanjutnya masing-masing harus
mengajarkan kepada anggota lain dalam satu kelompok.
2. Expert group jigsaw, yakni anggota kelompok dari semua kelompok
yang mendapat bagian persoalan yang sama berkumpul menjadi
kelompok ahli untuk bersama-sama mempelajari dan memecahkan
persoalan tersebut. Kemudian masing-masing ke kelompok asalnya
Bab 3 Model Jigsaw 29

dan mengajarkan apa yang telah mereka pelajari pada kelompok ahli,
dan;
3. Whole group jigsaw, yakni kelompok yang terbentuk pertama kali
sudah langsung menjadi kelompok ahli yang masing-masing
mempelajari persoalan yang berbeda dengan kelompok lain. Setelah
itu, masing-masing kelompok mengajarkan persoalannya kepada
kelompok lain melalui diskusi atau presentasi.

Tabel 3.1: Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw


(Arends, 2001)
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1 Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai
Menyampaikan tujuan dan pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya
memotivasi siswa topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa
Tahap 2 Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa
Menyajikan informasi dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan
Tahap 3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
Mengorganisasikan siswa ke dalam membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap
kelompok-kelompok belajar kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan
efisien
Tahap 4 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada
Membimbing kelompok bekerja dan saat mereka mengerjakan tugas
belajar
Tahap 5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
Evaluasi telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Tahap 6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
Memberikan penghargaan maupun hasil belajar individu dan kelompok
Menurut Rusman (2013), bahwa aktivitas-aktivitas model jigsaw, meliputi:
1. Membaca, para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang
diminta untuk menemukan informasi.
2. Diskusi kelompok ahli, para siswa dengan keahlian yang sama
bertemu untuk mendiskusikan dalam kelompok-kelompok ahli.
3. Laporan tim, para ahli kembali ke dalam kelompok mereka masing-
masing untuk mengajari topik-topik mereka kepada teman satu tim,
dan;
4. Kuis, para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup
semua topik.
30 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Model jigsaw ini didesain untuk meningkatkan tanggung jawab siswa dan
pembelajaran orang lain, karena siswa tidak hanya mempelajari materi yang
telah diperoleh, tetapi juga harus memberikan materi kepada orang lain. Model
pembelajaran ini terdiri dari kelompok kecil yang terdiri dari 2 orang atau lebih
untuk saling bekerja, saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan materi pelajaran yang harus dipelajari dan disampaikan kepada
anggota kelompok lain dalam kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran ini terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok
asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan
kemampuan yang berbeda-beda. Sedangkan kelompok ahli yaitu kelompok
siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan
untuk mempelajari dan memahami materi tertentu dan menyelesaikan tugas-
tugas yang berhubungan dengan materi yang kemudian dijelaskan kepada
anggota kelompok asal dan masing-masing diberi tanggung jawab untuk
keberhasilan masing-masing individu.
Menurut Rusman (2013), bahwa dalam model jigsaw ini terdapat 8 langkah
mudah agar siswa meraih sukses dalam belajar, yaitu:
1. siapkan materi, bagi materi menjadi beberapa sub topik;
2. jelaskan, beri penjelasan materi dan kompetensi dengan singkat;
3. buat kelompok heterogen, berdasarkan prestasi akademik, jenis
kelamin, dan kemampuan verbal;
4. baca materi, membaca berulang-ulang bukan menghafal;
5. diskusi kelompok ahli, siswa berdiskusi, mencatat poin penting, dan
berlatih presentasi;
6. presentasi di kelompok jigsaw, lakukan bergantian dengan waktu
relatif sama;
7. kumpulkan laporan, laporan inilah produk yang mereka hasilkan,
dan;
8. penilaian, teknik penilaian lisan lebih cocok daripada penilaian
tertulis.

Selain tahapan di atas, pelaksanaan kegiatan pembelajaran model jigsaw juga


dapat diterapkan melalui kerangka berikut:
1. Tahap pendahuluan, yaitu review, apersepsi dan motivasi.
Menjelaskan pada siswa tentang model pembelajaran yang dipakai
Bab 3 Model Jigsaw 31

dan menjelaskan manfaatnya. Pembentukan kelompok, setiap


kelompok terdiri dari 4 sampai 6 orang dengan kemampuan yang
heterogen, dan pembagian materi/ soal pada setiap anggota
kelompok.
2. Tahap penguasaan, yaitu siswa dengan materi atau soal yang sama
bergabung dalam kelompok ahli dan berusaha menguasai materi
sesuai dengan soal yang diterima, guru memberikan bantuan
sepenuhnya.
3. Tahap penularan, yaitu setiap siswa kembali ke kelompok asalnya,
tiap siswa dalam kelompok saling menularkan dan menerima materi
dari siswa lain, terjadi diskusi antar siswa dalam kelompok asal, dan
dari diskusi tersebut siswa memperoleh jawaban soal, dan;
4. Penutup, yaitu guru bersama siswa membahas soal, dan kuis atau
evaluasi (menilai, membandingkan, menyimpulkan,
mempertentangkan, mengkritik, mendeskripsikan, membedakan,
menerangkan, memutuskan, menafsirkan, menghubungkan dan
membantu (sugianto, 2010).

3.3 Kelebihan dan Kekurangan Model


Jigsaw
Octavia (2020), mengemukakan kelebihan model jigsaw, sebagai berikut:
1. dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif;
2. menjalin atau mempererat hubungan yang lebih baik antar siswa;
3. dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa, dan;
4. siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar
kooperatif daripada guru.

Kelebihan model jigsaw, sebagai berikut:


1. siswa diajarkan bekerja sama dalam kelompok;
2. siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah;
32 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

3. menerapkan bimbingan sesama teman;


4. rasa harga diri siswa yang lebih tinggi;
5. memperbaiki kehadiran;
6. penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar;
7. sikap apatis berkurang;
8. pemahaman materi lebih mendalam;
9. meningkatkan motivasi belajar siswa;
10. siswa saling ketergantungan positif dalam proses belajar mengajar;
11. setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompok;
12. dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama
dengan kelompok lain, dan;
13. setiap siswa saling mengisi satu sama lain (Arends, 2001).

Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan lingkungan belajar


dimana siswa belajar bersama dalam satu kelompok kecil yang heterogen,
untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Siswa melakukan interaksi
sosial untuk mempelajari materi yang diberikan kepadanya, dan bertanggung
jawab untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya.
Jadi siswa dilatih untuk berani berinteraksi dengan sesamanya. Pembelajaran
dengan model ini akan berkembang jika siswa menguasai pelajaran yang
tentunya didukung dengan buku-buku pelajaran yang relevan.
Menurut Rusman (2013), bahwa kelebihan model pembelajaran jigsaw ini,
antara lain:
1. meningkatkan kemampuan diri tiap individu;
2. saling menerima kekurangan terhadap perbedaan individu yang lebih
besar;
3. konflik antarpribadi berkurang;
4. sikap apatis berkurang;
5. pemahaman yang lebih mendalam;
6. motivasi lebih besar;
7. hasil belajar lebih tinggi;
8. retensi atau penyimpanan lebih lama;
9. meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi;
Bab 3 Model Jigsaw 33

10. cooperative learning dapat mencegah keagresifan dalam sistem


kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa
mengorbankan aspek kognitif.

Keuntungan menggunakan model jigsaw, yaitu:


1. mengembangkan keterampilan bertanya siswa;
2. siswa lebih intensif dalam melakukan penyelidikan;
3. mengembangkan bakat kepemimpinan;
4. guru lebih memperhatikan siswa;
5. peserta didik lebih aktif, dan;
6. mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar peserta
didik (Sugianto, 2020).

Beberapa kelemahan model jigsaw, yaitu:


1. jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan
keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-
masing maka akan dikhawatirkan kelompok akan macet;
2. jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah;
3. jika ada anggota kelompok yang hanya membonceng dalam
menyelesaikan tugas-tugas dan pasif dalam diskusi, dan;
4. menimbulkan waktu yang lebih lama, apalagi bila ada penataan ruang
belum terkondisi dengan baik, sehingga perlu waktu mengubah
posisi, yang juga dapat menimbulkan kegaduhan (Zaini, 2002).

Kekurangan pembelajaran kooperatif model jigsaw, antara lain:


1. keadaan kondisi kelas yang ramai, sehingga membuat siswa bingung,
dan;
2. siswa yang lemah dimungkinkan menggantungkan diri pada siswa
yang pandai (Arends, 2001).

Beberapa hal yang dapat menjadi kendala aplikasi model jigsaw di lapangan
yang harus dicarikan jalan keluarnya, menurut Zaini (2002), sebagai berikut:
1. Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah peer teaching
pembelajaran oleh teman sendiri, akan menjadi kendala karena
34 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan


didiskusikan bersama dengan siswa lain.
2. Sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan
materi pada teman, jika siswa tidak memiliki rasa kepercayaan diri.
3. Catatan siswa tentang nilai, kepribadian, dan perhatian siswa sudah
harus dimiliki oleh guru, dan hal ini biasanya dibutuhkan waktu yang
cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelompok itu.
4. Awal penggunaan model ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya
membutuhkan waktu dan persiapan yang matang sebelum model
pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
5. Aplikasi model ini pada kelas yang lebih besar (lebih dari 40) siswa,
sangat sulit, namun bisa diatasi dengan model team teaching.

Selanjutnya, menurut Sanjaya (2006), permasalahan yang sering dijumpai


dalam pembelajaran model jigsaw ini, yaitu:
1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung
mengontrol jalannya diskusi.
2. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan
mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk
sebagai tenaga ahli.
3. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.
4. Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok
yang anggotanya lemah semua.
5. Penugasan anggota kelompok untuk menjadi tim ahli sering tidak
sesuai antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari,
dan;
6. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk
mengikuti proses pembelajaran.

Menurut Sugianto (2010), bahwa tidak selamanya proses belajar dengan


model jigsaw ini berjalan dengan lancar. Terdapat beberapa hambatan yang
sering muncul, dan yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya
peserta didik dan pengajar dengan model jigsaw ini. Peserta didik dengan
pengajar masih terbawa kebiasaan model konvensional, pemberian materi
terjadi secara satu arah.
Bab 3 Model Jigsaw 35

Selain itu, faktor waktu juga kadang menjadi penghambat. Proses belajar
model jigsaw ini membutuhkan waktu lebih banyak, sementara waktu
pelaksanaan model ini harus disesuaikan dengan beban kurikulum.
36 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 4
Model Investigasi Kelompok

4.1 Pendahuluan
Model pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam
pembelajaran. Melalui model pembelajaran, guru dapat membantu peserta
didik mendapatkan ide, salah satu masalah dalam pembelajaran adalah
rendahnya pemahaman siswa terhadap suatu materi, sehingga tujuan dan hasil
pembelajaran yang diharapkan masih kurang maksimal. Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu metode pembelajaran yang dapat membuat siswa
menjadi lebih aktif dalam belajar.
Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap
prestasi belajar. Penelitian Laundgren (1994) menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif terhadap siswa
yang rendah hasil belajarnya. Senada dengan itu Johnson dan Johnson (dalam
Lie, 2000) mengemukakan belajar kooperatif menghasilkan prestasi yang lebih
tinggi.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok
yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan oleh para ahli
pendidikan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) berasal dari kata cooperative yang artinya
memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan akademik dan pemahaman
38 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

baik secara individu maupun kelompok serta saling membantu satu sama lain
(Wulandari, Mujib and Putra, 2016).
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi belajar dengan
membagi peserta didik ke dalam kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda-beda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik
harus bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran
yang dijelaskan oleh pendidik.
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang
mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok kecil yang mempunyai
kemampuan berbeda-beda dan dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan
bekerja sama.

Gambar 4.1: Pembelajaran Kooperatif (Turner69, 2019)

4.2 Investigasi Kelompok


Investigasi kelompok merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif
yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Investigasi atau
penyelidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan
kemungkinan siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan
kemandirian belajar siswa melalui berbagai kegiatan (Soppeng, 2009).
Kegiatan belajarnya diawali dengan pemecahan soal-soal atau masalah-
masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya
Bab 4 Model Investigasi Kelompok 39

cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam
pelaksananya mengacu pada berbagai teori investigasi.
Model pembelajaran investigasi kelompok menuntut para siswa untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam
ketrampilan proses kelompok (group process skills). Selain itu model
investigasi kelompok dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap
pertama sampai tahap akhir pembelajaran (Muhandaz, 2015).
Menurut Huda. M (2014:292) Model investigasi kelompok pertama kali
dikembangkan oleh Sharan dan Sharan (1976). Ini merupakan salah satu
model kompleks dalam pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa
untuk menggunakan skill berpikir level tinggi. Pada prinsipnya, strategi
investigasi kelompok sudah banyak diadopsi oleh berbagai bidang
pengetahuan, baik humaniora maupun saintifik. Akan tetapi dalam konteks
pembelajaran kooperatif model investigasi kelompok tetap menekankan pada
heterogenitas dan kerja sama antar siswa. Dalam investigasi kelompok guru
bertugas untuk menginisiasi pembelajaran dengan menyediakan pilihan dan
kontrol terhadap para siswa untuk memilih strategi penelitian yang akan
mereka gunakan.
Menurut Hamzah dan Mohamad (2014) dalam implementasi investigasi
kelompok, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan anggota
5-6 orang yang sifatnya heterogen. Kelompok ini dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat yang sama dalam
topik untuk diselidik, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik
yang terpilih. Kemudian, ia menyiapkan dan mempresentasikan laporan
kelompoknya kepada seluruh kelas.
Model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok adalah pembelajaran
yang melibatkan aktivitas siswa sehingga akan membangkitkan semangat serta
motivasi siswa untuk belajar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
oleh Kurniasih dan Sani (2015) bahwa model pembelajaran investigasi
kelompok adalah salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang
memiliki titik tekan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri
materi atau segala sesuatu mengenai materi pelajaran yang akan dipelajari.
Informasi tersebut bisa didapat dari bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari
buku pelajaran, perpustakaan, atau dari internet dengan referensi yang bisa
dipertanggung jawabkan” (Riadi, 2012).
40 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Kurniasih dan Sani (2015) model pembelajaran investigasi kelompok


ini ada tiga konsep utama, yaitu:
1. Penelitian, yaitu proses dinamika siswa memberikan respons terhadap
masalah dan memecahkan masalah tersebut.
2. Pengetahuan, yaitu pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik
secara langsung maupun tidak langsung.
3. Dinamika kelompok, yaitu menunjukkan suasana yang
menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan
berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui
proses saling berargumentasi.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran


kooperatif tipe investigasi kelompok merupakan pembelajaran yang dibentuk
dalam kelompok kecil yang lebih melibatkan aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik atau materi
yang telah ditentukan dengan cara bekerja sama di dalam kelompok tersebut.
Ciri-ciri Pembelajaran Investigasi Kelompok
Model pembelajaran investigasi kelompok merupakan kelompok kecil untuk
menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Model
pembelajaran ini mempunyai ciri-ciri, yakni sebagai berikut;
1. Pembelajaran kooperatif dengan model investigasi kelompok
berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
2. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerja sama
dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar
belakang. Setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide
dan pendapat, saling berdiskusi dan berargumentasi dalam
memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu
permasalahan yang dihadapi kelompok.
3. Pembelajaran kooperatif dengan model investigasi kelompok siswa
dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi,
semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari (Educhannel, 2022).
4. Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses
belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Bab 4 Model Investigasi Kelompok 41

5. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok suasana belajar


terasa lebih efektif, kerja sama kelompok dalam pembelajaran ini
dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian
dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman
lainnya.

Prinsip Model Pembelajaran Investigasi Kelompok


Kurniasih dan Sani (2015), mengemukakan hal penting untuk melakukan
model investigasi kelompok adalah:
1. Memiliki kemampuan kelompok
Kemampuan kelompok yang dimaksud adalah setiap siswa harus
dapat mengerjakan materi dalam kelompoknya dan mereka harus
mendapat kesempatan memberikan kontribusi masing-masingnya.
Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai
sumber, kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan
dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2. Rencana kooperatif
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana
yang mereka butuh kan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana
mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3. Peran guru
Di samping menjadi fasilitator, guru juga harus menyediakan sumber.
Guru juga harus berkeliling diantara kelompok-kelompok dan
memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa
mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan
kesulitan dalam interaksi kelompok.

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Investigasi Kelompok


Sharan (Supandi, 2005: 6) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran
pada model pemelajaran investigasi kelompok sebagai berikut:
1. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen.
2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang
harus dikerjakan.
42 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

3. Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk memanggil materi


tugas secara kooperatif dalam kelompoknya.
4. Masing-masing kelompok membahas materi tugas secara kooperatif
dalam kelompoknya.
5. Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua
kelompok atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil
pembahasannya.
6. Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil
pembahasannya.
7. Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi
kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan.
8. Evaluasi.

4.3 Tahap-Tahap Pembelajaran


Investigasi Kelompok
Pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran di atas tentunya harus berdasarkan
prinsip pengelolaan atau reaksi dari metode pembelajaran kooperatif model
investigasi kelompok. Dimana di dalam kelas yang menerapkan model GI,
pengajar lebih berperan sebagai konselor, konsultan, dan pemberi kritik yang
bersahabat (Educhannel, 2022).
Dalam kerangka ini pengajar seyogyanya membimbing dan mengarahkan
kelompok menjadi tiga tahap:
1. tahap pemecahan masalah;
2. tahap pengelolaan kelas;
3. tahap pemaknaan secara perseorangan.

Tahap pemecahan masalah berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan,


apa yang menjadi hakikat masalah, dan apa yang menjadi fokus masalah.
Tahap pengelolaan kelas berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan,
informasi apa yang saja yang diperlukan, bagaimana mengorganisasikan
kelompok untuk memperoleh informasi itu.
Bab 4 Model Investigasi Kelompok 43

Sedangkan tahap pemaknaan perseorangan berkenaan dengan proses


pengkajian bagaimana kelompok menghayati kesimpulan yang dibuatnya, dan
apa yang membedakan seseorang sebagai hasil dari mengikuti proses tersebut
(Thelen dalam Winataputra, 2001: 37).
Untuk lebih praktis model investigasi kelompok dapat diadaptasi dalam bentuk
kerangka operasional sebagai berikut:

Gambar 4.2: Tahap Investigasi Kelompok


Menurut Kurniasih dan Sani (2015) langkah-langkah model pembelajaran
investigasi kelompok, diantaranya:
1. Menyeleksi topik
Tahap pertama siswa memilih berbagai sub topik dalam materi yang
akan dipelajari atau dari gambaran yang diberikan oleh guru.
44 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Kemudian mengorganisir siswa menjadi kelompok-kelompok yang


berorientasi pada tugas yang beranggotakan 2 hingga 6 orang.
2. Merencanakan kerja sama
Bersama-sama dengan siswa, guru merencanakan berbagai prosedur
belajar, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik
dan sub topik yang telah dipilih dari langkah 1 di atas.
3. Pelaksanaan
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada
langkah (merencanakan kerja sama) di atas. Proses pelaksanaan
melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang
luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber
baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Dan guru harus
memastikan setiap kelompok tidak mengalami kesulitan.
4. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan menyintesis berbagai informasi yang
diperoleh pada langkah (pelaksanaan) dan merencanakan agar dapat
diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir
Dengan pengawasan guru, setiap kelompok mempresentasikan
berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas
saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai
topik tersebut.
6. Melakukan evaluasi
Bersama-sama siswa guru melakukan evaluasi mengenai kontribusi
tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.
Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok,
atau keduanya.

Menurut Slavin (2005) enam tahapan di dalam pembelajaran kooperatif


dengan model investigasi kelompok sebagai berikut:
Bab 4 Model Investigasi Kelompok 45

Tabel 4.1: Tahap Pembelajaran Model Investigasi Kelompok


Tahap I Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk
Mengidentifikasi topik dan membagi memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki.
siswa ke dalam kelompok. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.

Tahap II Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh


Merencanakan tugas anggota. Kemudian membuat perencanaan dari
masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan
sumber apa yang akan dipakai.

Tahap III Siswa mengumpulkan, menganalisis dan


Membuat penyelidikan. mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan
mengaplikasikan bagian mereka ke dalam
pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah
kelompok.

Tahap IV Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang


Mempersiapkan tugas akhir akan dipresentasikan di depan kelas.

Tahap V Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok


Mempresentasikan tugas akhir lain tetap mengikuti.

Tahap VI Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah


Evaluasi. diselidiki dan dipresentasikan.
Dari berbagai pendapat di atas mengenai tahap pelaksanaan model
pembelajaran investigasi kelompok, maka dapat diuraikan tahapnya sebagai
berikut:
1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyeleksi topik
dan mengatur siswa dalam pembentukan kelompok heterogen.
2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok.
3. Masing-masing kelompok membahas topik yang telah diberikan
secara kooperatif.
4. Kelompok mempersiapkan laporan akhir untuk dipresentasikan di
depan kelas.
5. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas.
6. Guru memberikan apresiasi kepada siswa atau kelompok yang telah
melakukan presentasi dan membuat soal ulangan yang mencakup
seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.
46 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Tabel 4.2: Implementasi Model Pembelajaran Investigasi Kelompok


Model Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Investigasi Kelompok
Siswa dibagi dalam beberapa Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok
kelompok (3-5 siswa) yang heterogen (3-5 siswa)
Pada tahap mengamati siswa mendengarkan
Siswa diberi penjelasan tentang tugas
penjelasan dari guru tentang maksud pembelajaran
kelompok yang harus dikerjakan
dan tugas kelompok yang harus dikerjakan
Guru mengundang ketua-ketua kelompok untuk
Ketua-ketua kelompok maju ke depan
memberikan tugas berupa LKS secara kooperatif
untuk diberikan tugas kelompok
dalam kelompoknya
Masing-masing kelompok membahas Siswa mengumpulkan informasi dari setiap anggota
tugas yang diberikan kelompok.
Setelah melakukan diskusi tentang permasalahan,
Siswa mencatat membuat kesimpulan
siswa menulis hasil diskusi tersebut dan selanjutnya
dari hasil diskusi
untuk memprentasikan di depan kelas
Siswa mempresentasikan hasil diskusi Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok di
depan kelas.

4.4 Kelebihan dan Kekurangan


Investigasi Kelompok
Menurut Kurniasih dan Sani (2015), model pembelajaran investigasi
kelompok memiliki kelebihan yaitu sebagai berikut:
1. Model pembelajaran investigasi kelompok memiliki dampak positif
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Penerapan model ini mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
3. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerja sama
dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar
belakang.
4. Model ini juga melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik
dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.
5. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar
mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Bab 4 Model Investigasi Kelompok 47

Adapun kelebihan dari model pembelajaran investigasi kelompok menurut


Shoimin. A (2014:81) adalah:
1. Secara pribadi
a. dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas;
b. memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif dan aktif;
c. rasa percaya diri dapat lebih meningkat;
d. dapat belajar untuk memecahkan dan menangani suatu masalah;
e. mengembangkan antusiasme dan rasa pada fisik.
2. Secara Sosial
a. meningkatkan belajar bekerja sama;
b. belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru;
c. belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis;
d. belajar menghargai pendapat orang lain;
e. meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.
3. Secara akademis
a. siswa terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang
diberikan;
b. bekerja secara sistematis;
c. mengembangkan dan memilih keterampilan fisik dalam berbagai
bidang;
d. merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya;
e. mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat;
f. selalu berpikir tentang cara atau strategi yang digunakan
sehingga didapat suatu kesimpulan yang berlaku umum.

Sedangkan kekurangan dari investigasi kelompok adalah:


1. Sedikitnya materi yang disampaikan pada satu kali pertemuan.
2. Sulitnya memberikan penilaian secara personal.
3. Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran investigasi
kelompok. Model ini cocok untuk diterapkan pada suatu topic yang
menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan yang dialami sendiri.
4. Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif.
48 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

5. Siswa yang tidak tuntas memahami materi prasyarat akan mengalami


kesulitan saat menggunakan model ini.
Bab 5
Model Pendekatan Struktural

5.1 Pendekatan Struktural


Pendekatan struktural merupakan pembelajaran yang memberi kesempatan
pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain (Zaim,
2014). Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-
kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain,
namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai
alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti pembelajaran diawali
dengan mengajukan pertanyaan oleh guru dan meminta siswa untuk
memikirkan jawabannya secara individu. Kemudian secara berpasangan, siswa
mendiskusikan hasil pemikirannya untuk menemukan jawaban paling benar.
Setelah itu beberapa pasangan berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang
mereka diskusikan.
Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja
saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan
kooperatif, daripada penghargaan individual. Ada struktur yang dikembangkan
untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang
untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok.
50 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Dua macam struktur yang terkenal adalah think-pair-share dan numbered-


head-together yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi
akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu.
Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur
yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial (Sumantri, 2019).

5.2 Model Pembelajaran Struktural


Terdapat beberapa model pembelajaran pada model pendekatan struktural
(Siregar, 2018) adalah sebagai berikut:

5.2.1 Mencari Pasangan (Make a Match)


Pembelajaran model make a match yaitu pembelajaran yang teknik
mengajarnya dengan mencari pasangan melalui kartu pertanyaan dan jawaban
yang harus ditemukan dan didiskusikan oleh pasangan tersebut (Wijanarko,
2017).
Adapun langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran mencari
pasangan (make a match) (Wijanarko, 2017) adalah sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang telah diisi beberapa konsep
atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian untuk kartu
soal, dan satu bagian untuk kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan masing-masing kartu yang telah diberikan
tulisan kartu soal atau kartu jawaban.
3. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya
(kartu jawaban atau kartu soal).
4. Setiap siswa dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktu dan
diberi poin. Jika siswa yang tidak dapat mencocokkan kartunya
dengan kartu temannya akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
yang telah disepakati.
5. Setelah satu babak, kartu dikocok kembali agar setiap siswa
mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, begitu pun seterusnya
sampai pembelajaran selesai.
Bab 5 Model Pendekatan Struktural 51

6. Siswa dapat bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang


memegang kartu yang cocok.
7. Para siswa mendiskusikan penyelesaian tugas secara bersama-sama.
8. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap
materi pelajaran.

Menurut Wijanarko, (2017) terdapat kelebihan dalam penggunaan model


pembelajaran mencari pasangan (make a match) yaitu sebagai berikut:
1. Siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau
topik dalam suasana yang menyenangkan.
2. Teknik ini biasanya digunakan dalam semua mata pelajaran dan bisa
digunakan untuk semua usia.
3. Suasana gembira akan tumbuh dalam setiap proses pembelajaran.
4. Siswa akan bekerja sama dan terwujud secara dinamis dan;
5. Munculnya dinamika gotong royong seluruh siswa yang merata.

Selain manfaat yang akan dirasakan oleh siswa, pembelajaran struktural


dengan model pembelajaran mencari pasangan (make a match) juga memiliki
kelemahan yaitu sebagai berikut:
1. Memerlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan.
2. Waktu yang tersedia perlu untuk dibatasi sehingga siswa tidak terlalu
banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.
3. Guru perlu mempersiapkan bahan dan alat untuk pembelajaran, dan
4. Akan tercipta kegaduhan dan keramaian yang tidak terkendali.

5.2.2 Bertukar Pasangan


Bertukar pasangan merupakan suatu metode pembelajaran yang dilaksanakan
dengan membagi siswa menjadi berpasangan untuk mengerjakan suatu tugas
dari guru kemudian salah satu pasangan dari kelompok tersebut bergabung
dengan pasangan lainnya untuk saling menanyakan dan mengukuhkan
jawaban masing-masing (Burhanuddin et al., 2019).
Adapun langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran bertukar
pasangan (Hidayah, 2021) adalah sebagai berikut:
52 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

1. Guru mengarahkan siswa untuk melakukan prosedur/ teknik mencari


pasangan.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing siswa mengerjakannya
dengan pasangannya masing-masing.
3. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan pasangan lainnya.
4. Kedua pasangan tersebut berpasangan, kemudian saling menanyakan
dan mengukuhkan jawaban mereka masing-masing.
5. Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian
dibagikan pada pasangan semula.

Adapun kelebihan pada model pembelajaran bertukar pasangan (Hidayah,


2021) adalah sebagai berikut:
1. Siswa dilatih untuk dapat bekerja sama mempertahankan
pendapatnya.
2. Semua siswa terlibat setiap proses pembelajaran.
3. Melatih siswa untuk lebih teliti, cermat, cepat, dan tepat.

Sedangkan kelemahan pada model pembelajaran bertukar pasangan adalah


sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama.
2. Guru tidak dapat mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
3. Siswa kurang untuk konsentrasi.

5.2.3 Berkirim Salam dan Soal


Model pembelajaran berkirim salam dan soal memberikan siswa kesempatan
untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat
pertanyaan sendiri sehingga mereka akan merasa lebih terdorong untuk belajar
dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman-temannya (Aisyah, &
Rahayu, 2021).
Menurut Aisyah, & Rahayu, (2021), kegiatan yang dilaksanakan pada model
pembelajaran berkirim salam dan soal ini adalah sebagai berikut:
1. Guru membagi siswa dalam kelompok.
2. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, kemudian
membagikan materi untuk masing-masing kelompok.
Bab 5 Model Pendekatan Struktural 53

3. Setiap kelompok ditugaskan untuk menulis beberapa pertanyaan dan


membuat yel-yel sebagai ucapan salam yang akan dikirimkan ke
kelompok lain. Adapun ketentuannya yaitu kelompok satu
menuliskan pertanyaan untuk kelompok dua, kelompok dua
menuliskan pertanyaan untuk kelompok tiga, dan begitu pun dengan
kelompok-kelompok selanjutnya. Guru bertugas untuk membimbing
dan mengawasi siswa untuk membuat soal.
4. Masing-masing kelompok mengirimkan satu atau dua orang
utusannya yang akan ke kelompok lain untuk menyampaikan salam
dan soal dari kelompoknya.
5. Setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dan kelompok lain.
6. Setelah selesai, maka perwakilan dari masing-masing kelompok maju
ke depan untuk menyampaikan jawaban dari soal yang telah
didapatkannya masing-masing dan mencocokkan dengan jawaban
kelompok yang membuat soal. Pada tahap ini, guru bertugas untuk
memberikan bimbingan sambil memantapkan materi pembelajaran.
7. Jika jawaban benar, maka kelompok tersebut mendapatkan satu poin,
dan kelompok dengan poin tinggi akan mendapatkan hadiah dari
guru.

5.2.4 Bercerita Berpasangan


Teknik mengajar bercerita berpasangan (Paired Storytelling) dikembangkan
sebagai pendekatan interaktif antar siswa, pengajar, dan bahan pelajaran
(Rismayanti, 2017). Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca,
menulis, mendengarkan, ataupun bercerita. Teknik ini menggabungkan
kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Bahan pelajaran
yang paling cocok digunakan dalam teknik ini adalah bahan yang bersifat
naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya
bahan-bahan yang lainnya.
Karakteristik bercerita berpasangan (Rismayanti, 2017) adalah sebagai berikut:
1. Memerhatikan latar belakang siswa, guru memperhatikan skemata
atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa
54 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih


bermakna.
2. Siswa dirangsang berpikir, agar dapat mengembangkan kemampuan
berpikir dan kemampuan berimajinasi. Buah-buah pemikiran mereka
akan dihargai, sehingga siswa merasa makin terdorong untuk belajar.
Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong
royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi, dan
3. Digunakan untuk suasana tingkat siswa.

Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran bercerita berpasangan


(Herawati, 2019) adalah sebagai berikut:
1. Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua
bagian.
2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan
mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari
itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menyatakan
apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut, kegiatan
brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa
agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.
3. Guru membentuk siswa agar berpasangan.
4. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama,
sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua.
5. Kemudian, siswa disuruh mendengarkan atau membaca bagian
masing-masing.
6. Sambil membaca/ mendengarkan, siswa disuruh mendengarkan atau
mencatat dan mendaftar beberapa kata/ frasa kunci yang ada dalam
bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa disesuaikan dengan
panjang teks bacaan.
7. Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata/ frasa
kunci dengan pasangan masing-masing.
8. Sambil mengingat-ingat/ memperlihatkan bagian yang telah dibaca/
didengar sendiri, masing-masing siswa berusaha untuk mengarang
bagian lain yang belum dibaca atau didengar berdasarkan kata-kata/
Bab 5 Model Pendekatan Struktural 55

frasa kunci dari pasangannya. Siswa telah membaca/ mendengarkan


bagian yang pertama berusaha untuk menulis apa yang terjadi
selanjutnya, sedangkan siswa yang membaca/ mendengarkan bagian
yang kedua menuliskan apa yang terjadi sebelumnya.
9. Sebagai catatan, versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan
bahan yang sebenarnya. Tujuan kegiatan ini bukan untuk
mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan
partisipasi siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar. Setelah selesai
menulis beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan
hasil karangan mereka.
10. Kemudian, guru memberikan bagian cerita yang belum terbaca
kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tertentu.
11. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam
bahan pelajaran hari ini. Diskusi bisa dilaksanakan antara pasangan
atau dengan seluruh kelas.

Adapun kelebihan pada model pembelajaran bercerita berpasangan (Herawati,


2019) adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan
keterampilan berdiskusi.
3. Para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka, dan
berpartisipasi dalam diskusi.
4. Dapat memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati pribadi
temannya, menghargai pendapat orang lain, dan saling membantu
dalam usahanya mencapai tujuan.

Sedangkan kelemahan pada model pembelajaran bercerita berpasangan adalah


sebagai berikut:
1. Menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya
mengajar yang berbeda-beda pula.
56 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

2. Keberhasilan strategi kerja kelompok/ bercerita berpasangan ini


bergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau
untuk bekerja sendiri.

5.2.5 Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray)


Metode two stay two stray (dua tinggal dua tamu) adalah salah satu model
pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok
membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan
karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-
kegiatan individu (Gayatri et al., 2017).
Model pembelajaran ini bertujuan untuk mengarahkan siswa agar lebih aktif,
baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga
menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Dalam pembelajaran ini siswa
dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya
ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk
menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan
rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada
siswa (Sulistyanti et al., 2019).
Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran dua tinggal dua tamu
(two stay two stray) (Gayatri et al., 2017) adalah sebagai berikut:
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
2. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan
meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke
kelompok yang lain.
3. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Adapun kelebihan pada model pembelajaran dua tinggal dua tamu (two stay
two stray) (Gayatri et al., 2017) adalah sebagai berikut:
1. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan.
2. Belajar siswa lebih bermakna.
Bab 5 Model Pendekatan Struktural 57

3. Lebih berorientasi pada keaktifan berpikir siswa.


4. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
5. Memberikan kesempatan terhadap siswa untuk menentukan konsep
sendiri dengan cara memecahkan masalah.
6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreativitas
dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya.
7. Membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman; dan
8. Meningkatkan motivasi belajar siswa.

Sedangkan kelemahan pada model pembelajaran dua tinggal dua tamu (two
stay two stray) adalah sebagai berikut:
1. Membutuhkan waktu yang lama.
2. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, terutama yang
tidak terbiasa belajar kelompok akan merasa asing dan sulit untuk
bekerja sama.
3. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan
tenaga).
4. Seperti kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya
diskusi, sehingga siswa yang kurang pandai memiliki kesempatan
yang sedikit untuk mengeluarkan pendapatnya.
5. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

5.2.6 Keliling Kelompok (Round Club)


Model pembelajaran Round Club atau keliling kelompok adalah kegiatan
pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu
mengonstruksi konsep (Elina, & Kosmajadi, 2020). Menyelesaikan persoalan
atau inkuiri.
Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak partisipatif),
tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan
gender, karakter) ada kontrol dan fasilitasi, serta meminta tanggung jawab
hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Model pembelajaran ini
dimaksudkan agar masing-masing anggota kelompok mendapat serta
pemikiran anggota lain.
58 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru ketika menggunakan model


pembelajaran round club (Elina, & Kosmajadi, 2020) adalah sebagai berikut:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar.
2. Guru membagi siswa menjadi kelompok.
3. Guru memberikan tugas atau lembar kerja.
4. Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan
memberikan pandangan dan pemikiran mengenai tugas yang sedang
mereka kerjakan.
5. Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya.
6. Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran
jarum jam atau dari kiri ke kanan.

Adapun kelebihan pada model pembelajaran keliling kelompok (round club)


(Elina, & Kosmajadi, 2020) adalah sebagai berikut:
1. Adanya tanggung jawab setiap kelompok.
2. Adanya pemberian sumbangan ide pada kelompoknya.
3. Lebih dari sekedar belajar kelompok.
4. Bisa saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat, pandangan
serta hasil pemikiran.
5. Hasil pemikiran beberapa kepala lebih kaya daripada satu kepala.
6. Dapat membina dan memperkaya emosional.

Sedangkan kelemahan pada model pembelajaran keliling kelompok (round


club) adalah sebagai berikut:
1. Banyak waktu yang terbuang dalam pembelajaran keliling kelompok.
2. Suasana kelas menjadi ribut.
3. Tidak dapat diterapkan pada mata pelajaran yang memerlukan
pengayaan.

5.2.7 Kancing Gemerincing


Kancing gemerincing merupakan model pembelajaran berkelompok yang
mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran (Mukeriyanto
et al., 2019). Penerapan model pembelajaran kancing gemerincing
Bab 5 Model Pendekatan Struktural 59

memberikan ruang berpikir dan mengutamakan keaktifan siswa dalam proses


pembelajaran melalui teknik permainan kancing.
Dengan memberikan ruang berpikir yang cukup, maka siswa akan lebih
leluasa untuk menggali dan mengembangkan gagasan yang turut mendukung
pengembangan potensi dirinya. Melalui keaktifan siswa akan lebih mudah
untuk memahami materi, karena mereka mengalami, menghayati dan
mengambil pembelajaran dari pengalamannya, serta rasa percaya diri siswa
akan terbangun.
Kehebatan model pembelajaran kancing gemerincing dapat dibuktikan dari
hasil penelitian Muna, & Afriansyah, (2016) tentang peningkatan kemampuan
pemahaman matematis siswa melalui pembelajaran kooperatif teknik kancing
gemerincing dan number head together.
Hasil penelitian dari Afriansyah dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan
model pembelajaran kancing gemerincing dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman matematis. Selanjutnya hasil penelitian Azizah, et al., (2019)
bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif teknik kancing gemerincing
dapat meningkatkan aktivitas belajar.
Model pembelajaran kancing gemerincing dikembangkan oleh Spencer Kagan
(Muna, & Afriansyah, 2016) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing atau bisa
juga dengan benda-benda kecil lainnya, seperti biji-bijian, potongan
sedotan dan lain-lain.
2. Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-
masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing (jumlah
kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan).
3. Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat,
maka dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan
meletakkannya di tengah-tengah meja kelompok.
4. Jika kancing yang dimiliki oleh seorang siswa telah habis, maka
siswa tersebut tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga
menghabiskan kancing mereka.
5. Jika semua kancing sudah habis sedangkan tugas belum selesai,
kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi
kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali.
60 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 6
Model Think-Pair Share

6.1 Pendahuluan
Sering kali dalam proses pembelajaran bahwa belajar itu tidak memiliki
makna, dalam hal ini tidak adanya pemahaman dalam proses belajar tersebut
sehingga tidak adanya penalaran dalam mengaplikasikan pengetahuan yang
diperoleh di kehidupan. Belajar merupakan produk sikap dan tingkah laku
sebagai akibat dari seorang guru atau instruktur dalam mengajar. Bagaimana
guru memahami pembelajaran akan memengaruhi cara mengajar dan
bagaimana juga siswa dalam belajar (Cooper, Schinske and Tanner, 2021).
Penting bagi guru untuk mentransisikan konsep pembelajaran dari perolehan
pengetahuan sederhana, kepada peserta didik dengan hafalan menuju
konstruksi pengetahuan yang lebih konsekuen dengan penerapan
keterampilan. Memperluas proses pembelajaran dengan mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan dapat memerlukan perubahan substansial dalam
cara guru memahami dan mendekati proses belajar-mengajar. Model
pembelajaran pada dasarnya adalah suatu bentuk pembelajaran yang
menggambarkan dari awal sampai akhir dan disediakan secara khusus oleh
guru (Komalasari, 2017).
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas dan program pembelajaran. Model
62 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan


prosedur sistematis dalam mengelompokkan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan dari pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi
perancang pembelajaran (Suprijono, 2011; Simarmata et al., 2021).
Pembelajaran bermakna harus dibedakan dari pembelajaran hafalan karena
pembelajaran yang bermakna akan menghasilkan pemahaman sedangkan
pembelajaran hafalan akan berakibat pengetahuan yang disampaikan oleh guru
tidak akan bertahan lama dalam ingatan siswa sehingga tidak melatih pola
pikir siswa. Ausubel mengidentifikasi 2 kondisi penting untuk pembelajaran
yang bermakna (Ausubel, 1963). Penggunaan bahan ajar oleh guru yang
memiliki potensi bermakna dan yang menurut siswa dan kesiapan siswa dalam
belajar, hal ini bergantung pada tujuan dan niat siswa untuk belajar.
Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna
di dalam kelas, model pembelajaran kolaboratif think-pair-share yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan dapat diaplikasikan dalam proses
pembelajaran (Kagan and Kagan, 2009).
Model pembelajaran think-pair-share ini memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bekerja sama dengan siswa lainnya, serta mengkomunikasikan
ide-idenya. Model pembelajaran jenis ini dilakukan dalam tiga tahap utama,
yaitu tahap ide atau think, tahap berpasangan atau paired, tahap berbagi atau
share.
Model think-pair-share melibatkan pemberian tugas dengan pertanyaan yang
kompleks kepada siswa dan memberi mereka waktu untuk berpikir secara
individu. Kemudian secara berpasangan, mereka melaporkan hasil tugasnya,
mendiskusikan pemikiran mereka sendiri dan kemudian memperbaiki hasil
tugasnya.
Kemudian setelah berdiskusi secara berkelompok, hasil dari tugasnya akan
dibagi dan diinformasikan di depan kelas dengan siswa lainnya. Think-pair-
share mendorong partisipasi dan keaktifan siswa dalam berdiskusi dan
mendorong pembentukan kritik argumen baik dalam kelompok kecil maupun
besar.
Bab 6 Model Think-Pair Share 63

6.2 Kelebihan dan Kekurangan Model


Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share
Think-pair-share merupakan strategi pembelajaran aktif yang dirancang untuk
memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk berpikir dan berbicara
mengenai pengetahuan yang mereka pelajari. Model pembelajaran Think-pair-
share pada awalnya diusulkan oleh Profesor Frank Lyman pada tahun 1981
sebagai strategi pembelajaran aktif yang efektif selama lebih dari 20 tahun
(Reynolds and Shih, 2015; Lee, Li and Shahrill, 2018; Sembert et al., 2021).
Saat menerapkan model pembelajaran think-pair-share, pertama-tama guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa dan member mereka waktu untuk
berpikir secara individual dan juga meminta kepada siswa untuk menuliskan
ide-ide mereka.
Kemudian, siswa berpasangan dengan siswa lain dalam kelompok kecil dan
mendiskusikan pertanyaan dan masalah tersebut. Selanjutnya, guru memanggil
beberapa siswa untuk menyampaikan pemikiran mereka di depan kelas.
Langkah-langkah berpikir dan berpasangan dari model think-pair-share sangat
penting untuk mendukung keterlibatan pembelajaran siswa.

6.2.1 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe


Think Pair Share
Frank Lyman menggunakan model think-pair-share untuk memecahkan dan
meminimalisir masalah siswa (Lyman, 1981). Model pembelajaran think-pair-
share membiasakan siswa berlatih berbicara dengan ide-ide mereka dan
membuat siswa aktif berpartisipasi dalam diskusi kelas. Pentingnya
kepercayaan diri bagi siswa merupakan bagian penting dalam proses
pembelajaran (Warman, 2013; Suryono, 2021).
Hal tersebut memberikan dampak positif untuk mencapai hasil belajar dan
meningkatkan semangat, keberanian dan stimulasi kepada peserta didik, ketika
guru menyajikan materi dan meminta siswa untuk menyampaikan ide-ide
mereka dalam proses belajar.
64 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Beberapa siswa merasa lebih aman dan lebih santai ketika berbicara dalam
kelompok kecil, daripada harus berbicara di depan seluruh kelas (Adhiarsih,
2012; J, 2021). Model pembelajaran think-pair-share memberi mereka
kesempatan untuk merasa lebih nyaman berbagi pemikiran dan ide-ide.
Selain membangun keterampilan sosial, model pembelajaran ini juga
meningkatkan keterampilan berbicara dan mendengarkan siswa. Ketika dalam
share bertukar pikiran bersama, setiap siswa belajar mendengar kelompoknya.
Ini dapat membantu siswa memperluas kosa kata mereka saat mereka
mempelajari kata-kata baru dari rekan-rekannya dan membangun pengetahuan
mereka sebelumnya.
Kagan mengemukakan beberapa kelebihan yang dimiliki oleh model
pembelajaran think-pair-share, yaitu:
1. Siswa memiliki waktu berpikir yang sesuai, sifat reaksi mereka
berkembang.
2. Siswa secara efektif disibukkan dengan mempertimbangkan ide-ide
mereka dan teman kelompoknya.
3. Pola pikir siswa terbentuk.
4. Meningkatkan penalaran setelah proses pembelajaran di mana siswa
memiliki kesempatan untuk membicarakan dan memikirkan idenya.
5. Kebanyakan siswa berpikir bahwa lebih muda dan lebih nyaman
untuk berbicara dengan teman sekelompok, daripada di depan kelas.

Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa kegiatan think-pair-share


memberikan banyak manfaat dalam proses pembelajaran. Siswa secara
individu mampu meluaskan pemikirannya dikarenakan ada waktu untuk
berpikir sehingga meningkatkan kualitas jawaban mereka.
Menurut Jones, tanggung jawab siswa juga meningkat karena setiap siswa
harus melaporkan hasil idenya dan membagikannya kepada seluruh siswa di
depan kelas. Dengan adanya banyak anggota kelompok kecil mendorong
setiap siswa untuk terlibat secara aktif sehingga siswa yang jarang atau tidak
pernah berbicara di depan kelas setidaknya berbagi ide atau jawaban dengan
kelompok pasangannya. Kelebihan lainnya adalah pemahaman siswa
mendalam terhadap topik tersebut.
Bab 6 Model Think-Pair Share 65

6.2.2 Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe


Think Pair Share
Penerapan model pembelajaran think-pair-share di kelas tidak hanya memiliki
kelebihan tetapi juga kekurangan, seperti pada banyaknya siswa yang
ditangani oleh guru. Dengan banyaknya kelompok siswa yang ada, otomatis
akan membuat guru kewalahan. Disini guru dituntut harus pandai
mengakomodasi semua kendala yang muncul. Selain itu, adanya perbedaan
pendapat kadang kurang dapat diatasi.
Beberapa kekurangan lain, seperti:
1. Memerlukan koordinasi simultan di setiap kegiatan berkelompok.
2. Penggunaan ruang kelas membutuhkan perhatian yang khusus dan
fokus.
3. Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menghabiskan
waktu belajar. Untuk itu, guru harus dapat merencanakan dengan
matang sehingga meminimalkan pemborosan waktu.
4. Beberapa kelompok melaporkan dan perlu dipantau.
5. Lebih sedikit pikiran dan ide-ide yang muncul.
6. Tidak ada mediator ketika terjadi perselisihan.
7. Bergantung kepada pasangan kelompoknya.
8. Jumlah siswa yang ganjil akan berpengaruh pada pembentukan
kelompok, karena ada siswa yang tidak memiliki pasangan
kelompok.
9. Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan
pelaksanaannya.
10. Model pembelajaran think-pair-share belum banyak diterapkan di
sekolah.
11. Memerlukan kemampuan dan keterampilan guru, sebaiknya guru
mengintervensi selama waktu pembelajaran.
12. Untuk setiap pertemuan siapkan materi pembelajaran dengan tingkat
kesulitan yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa.
13. Mengubah kebiasaan belajar siswa dari mendengarkan ceramah
menjadi belajar berpikir menjadi memecahkan masalah dalam
kelompok, merupakan suatu kesulitan bagi siswa.
66 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

14. Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata siswanya memiliki


daya tampung yang rendah dan waktu yang terbatas.
15. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
16. Beberapa siswa ada yang bingung, ada yang kehilangan kepercayaan
diri, dan saling mengganggu karena siswa baru mengetahui model
pembelajaran think-pair-share.

6.3 Langkah-Langkah Model


Pembelajaran Think Pair Share
Model pembelajaran think-pair-share sangat cocok untuk guru dan siswa yang
baru mengenal dan akan menerapkan pembelajaran kolaboratif. Model
pembelajaran ini dapat digunakan dalam berbagai konteks dan materi. Namun,
agar efektif, siswa harus dapat mempertimbangkan pertanyaan atau masalah.
Saat siswa mempertimbangkan pertanyaan atau masalah, mereka harus
memperoleh beberapa manfaat dari memikirkannya lebih lanjut dengan teman
sekelompok, seperti ketika ada beberapa jawaban yang benar untuk sebuah
pertanyaan.
Di sisi lain, memberikan siswa pertanyaan singkat yang hanya memiliki satu
jawaban yang benar, seperti, "Berapa 5 + 2?" segera terasa membosankan bagi
siswa, karena tidak banyak informasi dan ide yang dapat dibagikan dengan
teman sekelompok atau seluruh kelas.

Gambar 6.1: Step Dalam Model Pembelajaran Think-Pair-Share (Gentile


Devaki, 2018)
Bab 6 Model Think-Pair Share 67

Pada langkah "think" mengharuskan siswa untuk diam sementara dan


memikirkan pertanyaan yang diberikan oleh guru. Pada saat ini siswa, dapat
menuliskan beberapa ide atau pendapat mereka sebagai tanggapan atas
pertanyaan itu. Beberapa guru dapat menetapkan batas waktu untuk langkah
strategi " think " dan "pair". Pada langkah strategi “share”, siswa dapat
membagikan ide-ide mereka dalam beberapa cara.
Salah satu caranya adalah dengan meminta semua siswa berdiri, dan setelah
setiap siswa merespons, dia duduk, seperti halnya siswa yang lainnya dengan
respons serupa. Ini berlanjut sampai semua orang duduk. Cara lain adalah
bergerak cepat di kelas, meminta siswa merespons dengan cepat, satu demi
satu.
Tanggapan dapat direkam pada proyektor sebagai bahan untuk diskusi di masa
mendatang. Variasi lain adalah setelah langkah "share", siswa diminta untuk
menuliskan ide-ide mereka. Mengumpulkan tanggapan siswa dan menilai
setiap masalah dalam pemahamannya masing-masing.
Menurut Kagan ada lima tahapan dalam langkah penerapan think-pair-share,
yaitu (Kagan and Kagan, 2009):
1. Pemilahan siswa ke dalam kelompok model pembelajaran think-pair-
share dimulai dengan membagi siswa ke dalam kelompok pasangan
secara acak. Alasan memilih secara acak adalah untuk menghindari
perbedaan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa
memiliki kemampuan rendah. Selain itu, mereka akan memiliki
kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain, dan dapat
membangun rasa hormat kepada orang lain.
2. Terlebih dahulu, mewakili subjek atau pertanyaan setelah itu
menawarkan pembuka percakapan atau poin kepada siswa.
Pertanyaan ini harus kompleks dan memiliki banyak cara dan macam
jawaban. Misalnya, "apa yang anda pikirkan tentang
penjelasan/deskripsi?" Jika mereka membaca konten, penyelidikan
mungkin "apa pesan dalam konten?" hal tersebut memengaruhi siswa
untuk berpikir lebih jauh dan mendalam, sehingga mereka dapat
memberikan tanggapan dan pendapat dengan berbagai perspektif.
3. Memberikan waktu kepada siswa untuk mencari tahu, guru harus
memberikan siswa beberapa menit untuk memikirkan jawaban atas
68 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

pertanyaan atau masalah yang diberikan sebelumnya. Mereka harus


menyelidiki pertanyaan tersebut dan menggunakan alasan atas dasar
jawabannya. Idealnya, setiap siswa memiliki jawaban alternatif untuk
dibagikan dengan teman sekelompoknya.

Gambar 6.2: Contoh Catatan Siswa Dalam Model Pembelajaran Think-Pair-


Share (Devaki, 2018)
Meminta siswa untuk memeriksa tanggapannya dengan rekan sekelompoknya
sehingga teman sekelompoknya memberikan pendapatnya juga, setiap siswa
akan berbagi solusi. Mereka akan berbagi pendapat mereka dan berbicara satu
sama lain untuk menemukan jawaban terbaik. Selain itu, langkah ini dapat
dikembangkan menjadi tingkat yang lebih besar, misalnya kelompok
berpasangan menjadi empat kelompok.
Tujuannya, ada berbagai rencana yang dapat dibagikan mengingat tujuan
sebenarnya untuk menemukan jawaban terbaik, dan hal demikian membuat
siswa meningkatkan pola pikirnya. Pada akhirnya, kegiatan ini
memberdayakan siswa dalam membuat pemahaman, dan meningkatkan
keterampilan instruktif dan kepercayaan diri.
Penyampaian pendapat dari satu siswa ke siswa lainnya secara bergiliran. Dan
pada akhirnya, dengan memanggil beberapa siswa untuk memberikan
rencananya kepada siswa di dalam kelas. Beberapa siswa memberikan
jawaban mereka, dan yang lain dapat memberikan tanggapan mereka dengan
jawaban yang berbeda. Bila ditemukan beberapa kesalahan maka anggota
kelompok lainnya akan mengoreksi.
Bab 6 Model Think-Pair Share 69

Dengan demikian, proses pembelajaran dengan model pembelajaran think-


pair-share di dalam kelas dapat meningkatkan kualitas siswa dalam proses
pembelajaran, baik secara kognitif maupun afektif. Perubahan tersebut antara
lain meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan
meningkatkan kolaborasi siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu,
meningkatkan motivasi siswa untuk ikut serta dalam belajar dan meningkatkan
kemampuannya.

6.4 Tantangan Dalam Penerapan Model


Pembelajaran Think Pair Share
Salah satu tantangan dalam mengaplikasikan model pembelajaran think-pair-
share adalah keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Berikut beberapa
kendala yang terjadi pada saat penerapan model pembelajaran think pair share:
Tidak Mempersingkat Waktu Dalam Kegiatan "Think"
Salah satu tantangan terbesar dalam menerapkan model pembelajaran think-
pair-share adalah memastikan untuk tidak mempersingkat waktu dalam
kegiatan think. Ketika guru mengajukan pertanyaan kepada siswa, hal yang
pertama dilakukan siswa adalah berbicara dengan temannya, sehingga
melewatkan tahap think. Dengan memastikan waktu berpikir atau think yang
cukup disediakan sebelum ke langkah berpasangan (pair) dan berbagi (share)
dilakukan dapat mencegah masalah ini.
Selama waktu berpikir (think), siswa dapat menuliskan tanggapan awal
mereka sehingga mudah mengingat informasi dan pengetahuannya terhadap
memori jangka panjang. Pada pengaplikasiannya langsung mengharuskan
setiap siswa untuk mengingat informasi secara individual.
Jika siswa diminta untuk mengingat informasi secara berpasangan atau
kelompok, beberapa siswa akan kehilangan kesempatan untuk mengingat
materi. Mungkin juga sulit untuk mengukur apakah seorang siswa mengingat
informasi itu sendiri dengan benar atau menyampaikan sesuatu yang dikatakan
oleh temannya.
Dengan memberi waktu berpikir (think), mempersiapkan tanggapan siswa
sehingga ketika mereka berbicara dengan kelompok pasangannya, siswa
70 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

memiliki ide-ide atau pendapat untuk dibagikan, dan berpotensi menimbulkan


faktor lain: think, pair, compare, dan share.
Pada Saat Pair, Siswa Wajib Mendengarkan
Pastikan bahwa selama tahap berpasangan (pair) dan berbagi (share), setiap
siswa mendengarkan dengan fokus dan memperhatikan pasangan
kelompoknya. Siswa dapat ditandai "A" dan "B" (misalnya, dengan urutan
abjad nama mereka) sehingga ketika guru menyuruh siswa "A" untuk
berbicara, siswa "B" mendengarkan dan kemudian bergantian.
Cara yang sangat ampuh untuk membuat siswa bertanggung jawab dalam
mendengarkan rekan-rekan mereka adalah dengan memperjelas bahwa mereka
kemungkinan akan diminta untuk melaporkan di depan kelas apa yang
dikatakan pasangan kelompoknya. Guru harus aktif mendukung siswa dalam
mendengarkan, karena sering kali hal ini menjadi elemen yang diremehkan
dari penerapan model pembelajaran think-pair-share.
Tanggapan dari pasangan kelompoknya selama berdiskusi, akan mendorong
siswa untuk menambahkan poin tambahan pada jawaban mereka, yang
sebelumnya tidak terpikir secara individual. Waktu berpasangan (pair) juga
memberi siswa ruang nyaman untuk menemukan apakah jawaban dan
pemikiran mereka sejalan dengan pasangan kelompoknya serta mendiskusikan
pertanyaan apa pun yang mungkin timbul.
Hal ini dapat menjadi metode yang ampuh untuk mengaktifkan siswa sebagai
sumber belajar satu sama lain di dalam kelas. Dan memberikan kesempatan
bagi siswa untuk melatih kosakata yang akan mereka gunakan dalam
pelaporan di depan kelas.
Pada Saat Share, Berikan Jeda Sebagai Waktu Tanggapan
Setelah diskusi berpasangan (share), siswa berbagi pemikiran mereka dengan
pasangan kelompoknya. Untuk lebih meningkatkan kepercayaan diri siswa
sebelum diskusi di depan kelas, berikan pujian kepada siswa saat berjalan di
sekitar kelas dengan mendengarkan percakapan dan tanggapan individu,
sehingga siswa merasa bersemangat nantinya untuk berbagi di depan dengan
seluruh siswa.
Meskipun memuji siswa secara berlebihan tidak efektif, dengan menegaskan
kepada siswa bahwa apa yang mereka katakan layak untuk dibagikan dengan
seluruh siswa kemungkinan akan membuat siswa lebih bersedia untuk
membagikan ide-ide mereka, dan meningkatkan kepercayaan diri mereka.
Bab 6 Model Think-Pair Share 71

Guru memilih seorang siswa secara acak untuk menjawab sebuah pertanyaan.
Sehingga memberikan pengaruh kepada siswa lainya, siswa lainnya memiliki
kesempatan untuk mengingat informasi secara mandiri dan melatih jawaban
mereka dengan pasangan kelompoknya, membuat mereka lebih mungkin
untuk siap untuk diskusi yang lebih luas.
Guru kemudian dapat memberikan "waktu tanggapan" setidaknya beberapa
detik bagi siswa untuk mendengarkan dan merenungkan apa yang dikatakan
temannya. Waktu respons ini memungkinkan untuk berpikir lebih jauh,
sebelum siswa membagikan reaksi, tanggapan, dan elaborasi mereka. Setelah
jeda yang tepat, teknik yang sangat berguna adalah tambah (add), membangun
(build), dan tantangan (challenge).
Menggunakan Cara Yang Berbeda Untuk Berbagi (Share)
Cara yang sangat ampuh dalam melakukan model pembelajaran think-pair-
share adalah dengan menggunakan papan tulis mini. Sehingga selama tahap
berpikir (think), siswa menuliskan apa yang dapat mereka ingat dan mencatat
beberapa pemikiran dan pendapat awal.
Selama tahap berpasangan (pair), siswa dapat menambah atau menghapus
pemikirannya. Kemudian, pada tahap berbagi (share), siswa memperlihatkan
papan tulis mininya dan membagikan apa yang mereka tulis di depan kelas
kepada seluruh siswa.
Pada akhirnya, model pembelajaran think-pair-share sama pada semua aspek
pada pengajaran lainnya, karena kuncinya adalah perencanaan yang cermat.
model pembelajaran think-pair-share merupakan teknik yang sangat berguna,
tetapi tetap membutuhkan lebih banyak waktu daripada pembelajaran kelas
conventional, jadi untuk memastikan bahwa waktu tersebut dapat digunakan
dengan baik, pertanyaan yang diajukan kepada siswa harus dirancang dengan
baik dan dipertimbangkan dengan cermat.
Mereka harus dikomunikasikan sehingga siswa benar-benar memahami apa
yang ditanyakan dan bahwa pertanyaan itu mengarah pada poin-poin penting
yang terkait dengan pelajaran.
72 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

6.5 Contoh Kegiatan Dalam Penerapan


Model Pembelajaran Think-Pair-Share
Salah satu keberlanjutan dari model pembelajaran think-pair-share adalah
write-pair-share, di mana siswa diberi kesempatan untuk menuliskan jawaban
mereka sebelum mendiskusikannya dengan pasangan kelompoknya. Guru
dapat mengumpulkan tanggapan tertulis dari setiap siswa atau setiap pasangan
kelompok sebelum atau setelah membahas jawabannya.
Hal tersebut dapat berguna untuk pertanyaan, di mana siswa akan mendapat
manfaat dari menggambar grafik atau menggunakan rumus khusus untuk
mensintesis informasi.
Berikut beberapa kegiatan dalam penerapan model pembelajaran think-pair-
share:
1. Pada kegiatan membaca
Pada saat pembelajaran kemampuan pemahaman membaca model
pembelajaran think-pair-share dapat digunakan untuk memeriksa
pemahaman siswa. Dengan membahas 5W (who, what, when, where,
dan why) kepada siswa untuk memahami semua bagian cerita.
Siswa ditugasi dan diberikan kesempatan untuk berdiskusi terkait
bacaan tersebut, dengan menanyakan beberapa pertanyaan, seperti:
karakter favorit mereka dan mengapa; bagaimana jika siswa dapat
mengubah alur cerita?; apa yang akan terjadi jika...
2. Pada pembelajaran matematika
Dengan memanfaatkan model pembelajaran think-pair-share saat
menangani masalah rumus. Situasi kompleks ini terkadang sulit
dipahami oleh siswa dan melalui model pembelajaran ini dapat
membantu siswa bekerja sama untuk menemukan jawaban yang
benar. Pasangan kelompoknya dapat meninjau kembali langkah-
langkah untuk menemukan hasil bagi dalam masalah perkalian dan
pembagian sederhana juga.
3. Pada pembelajaran sains
Ada berbagai topik ilmiah yang dapat didiskusikan oleh siswa.
Misalnya, pada beberapa siswa belajar dan memahami proses
Bab 6 Model Think-Pair Share 73

pertumbuhan tanaman, dengan membentuk diskusi tentang


bagaimana tanaman mulai dari biji kecil dan tumbuh menjadi
tanaman?
4. Penelitian sosial
Gunakan model pembelajaran think-pair-share untuk memicu
percakapan mengenai kurikulum studi sosial. Karena banyak bidang
subjek ini terhubung dengan kehidupan nyata, kegiatan ini juga dapat
membantu guru untuk mengenal kelasnya.
Dengan mengajukan beberapa pertanyaan, seperti: mengapa penting
bagi keluarga untuk bekerja sama?; atau bagaimana keluarga kamu
merayakan liburan. Guru juga dapat menghubungkan pertanyaan
tersebut dengan kurikulum kelas, belajar mengenali siswa, dan
memberi siswa kesempatan untuk terikat dan belajar tentang satu
sama lain.
74 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 7
Model Time Paired Share

7.1 Fenomena Pembelajaran Kooperatif


Hal apakah yang pertama diamati guru ketika mengajar dengan strategi
pembelajaran kooperatif ? Guru akan mengamati kemampuan bekerja sama
siswa dan menawarkan kesempatan kepada siswa untuk mengenal teman
sekelasnya dengan lebih baik. Hal ini akan membantu menciptakan komunitas
kelas yang lebih baik dan suasana yang lebih hangat di dalam kelas.
Pembelajaran kooperatif, mengurangi keterlepasan siswa dan mendukung
kebutuhan alami siswa untuk melakukan interaksi sosial alih-alih
mengontraskannya, namun pembelajaran kooperatif akan membantu untuk
meminimalkan masalah pengelolaan kelas.
Selain itu, menurut Gillies (2016) strategi pembelajaran kooperatif sering
menawarkan siswa untuk istirahat dari pelajaran, memberikan juga
kemungkinan untuk bergerak di dalam kelas. Strategi pembelajaran kooperatif
tidak hanya sangat terukur tetapi sebagian besar siswa membutuhkan waktu
yang sangat sedikit atau tanpa persiapan. Model-model pembelajaran dalam
kooperatif dapat berlangsung kurang dari lima menit, karena dengan waktu
singkat ini semua siswa di kelas ditantang dan dilibatkan. Guru dapat memulai
dengan menerapkan pembelajaran dengan satu strategi tunggal dan kemudian
mengevaluasi hasilnya di kelas maupun sekolah yang berbeda.
76 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

7.2 Konsep Pembelajaran Pair Share


Pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran di mana siswa bekerja
sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran
bersama di bawah bimbingan guru (Gillies, 2016). Strategi pembelajaran
kooperatif menawarkan siswa kemungkinan untuk belajar dengan menerapkan
pengetahuan dalam lingkungan yang lebih mirip dengan yang akan mereka
hadapi dalam kehidupan kerja masa depan mereka. Guru mendapat
kesempatan untuk bekerja pada kompetensi inti dan komunikasi siswa dan soft
skill, yang berharga bagi keberhasilan siswa dalam kehidupan dan pekerjaan,
mengintegrasikannya ke dalam kurikulum sekolah.
Model pembelajaran Pair Share merupakan salah satu dari strategi
pembelajaran kooperatif. Konsep dari pembelajaran Pair Share adalah cara
cepat dan mudah untuk mendapatkan keterlibatan siswa secara penuh. Pada
setiap detail dalam pelajaran, guru meminta siswa beralih ke pasangan dan
melakukan kegiatan berbagi dua arah, dalam hal ini pasangan yang dimaksud
adalah teman sekelas.
Siswa dapat berbagi apapun, seperti berbagi ide, jawaban, dan pendapat,
perasaan mereka, atau solusi. Kegiatan berbagi ide dengan model
pembelajaran ini sangat cepat karena komunikasi terjadi antara dua arah.
Model pembelajaran Pair Shared terbagi menjadi dua jenis yaitu, Time Paired
Share (TmPS) dan Think Paired Share (TPS). Pada bab ini, kita hanya akan
membahas model pembelajaran Time Paired Share (TmPS).
Konsep Model Time Paired Share
Media Komunikasi tidak hanya mencakup berbicara, membaca, dan menulis,
tetapi juga mendengarkan. Kemampuan mendengarkan siswa justru akan
menjadi fokus dalam model pembelajaran Time Paired Share. Model
pembelajaran ini sangat cocok bagi siswa untuk berinteraksi dan berlatih
bahasa, sehingga dapat digunakan dalam setiap mata pelajaran di mana
konteksnya adalah segalanya dan memastikan setiap siswa akan berbicara dan
mendengarkan dalam jumlah waktu yang sama.
Menurut Kagan (2009) setelah memberikan topik dan beberapa waktu untuk
memikirkannya, guru meminta siswa untuk berpasangan dan menyatakan
berapa lama mereka akan berbagi- satu atau dua menit adalah awal yang baik.
Secara berpasangan, pasangan A berbagi dan pasangan B mendengarkan.
Untuk memeriksa dengan cepat apakah orang yang berbicara adalah orang
Bab 7 Model Time Paired Share 77

yang seharusnya, mitra dapat memegang pena sambil berbagi. Di akhir, mitra
B memberikan tanggapan positif, seperti “Saya senang mendengarkan Anda
karena…” atau “Ide Anda yang paling menarik adalah…” dan pasangan
berganti peran.
Model Time Paired Share membuat siswa yang pemalu dan kurang banyak
bicara angkat bicara dan memaksa semua orang untuk mendengarkan selama
waktu tertentu. Melalui kegiatan ini, siswa akan meningkatkan keterampilan
berbicara dan mendengarkan secara setara dan mengenal teman sekelas
mereka lebih baik.
Selain itu, mendengarkan tanpa dorongan untuk merespons membantu
pendengar memusatkan perhatian pada pembicara dan mendengarkan hanya
untuk memahami, yang merupakan definisi dari mendengarkan secara aktif.
Pada pengajaran bahasa kedua, Time Paired Share dapat digunakan dengan
topik apa pun yang memungkinkan, tergantung pada kemampuan bahasa, baik
untuk mata pelajaran seperti sejarah atau sastra, dapat digunakan untuk
meminta pendapat atau interpretasi pribadi.
Ada dua perbedaan utama antara Pair Share dan Time Paired Share. Pertama,
di Time Paired Share, tanggapan diatur waktunya sehingga siswa memiliki
persamaan berbagi waktu. Ini sangat ideal untuk menciptakan kesetaraan
partisipasi untuk tanggapan yang rumit. Kedua, dalam Time Paired Share,
siswa akan bersambutan. Pair Share adalah untuk berbagi dua arah yang cepat
itu.
Manfaat Model Time Paired Share
Model pembelajaran Time Paired Share memungkinkan untuk digunakan
kapan saja. Tujuan dari model pembelajaran ini adalah agar setiap siswa dapat
berpartisipasi. Model ini adalah model pembelajaran yang tepat untuk
membuat semua siswa tetap terhubung lebih dalam, dan itu hanya
membutuhkan satu menit.
Pair Share berbeda dengan Pair Discussion atau Turn-N-Talk, yang di
dalamnya terdapat struktur, serta setiap pasangan cenderung melakukan
sebagian besar atau bahkan semua siswa dalam kelas akan berbicara. Pada
Time Paired Share, siswa sama-sama melakukan kegiatan berbagi
pengetahuan.
Selain itu, menurut Nakagawa (2003) model pembelajaran ini digunakan
untuk membangun hubungan yang positif antara siswa satu dengan siswa
78 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

lainnya dalam berbagi informasi, meningkatkan berpikir kritis, meningkatkan


kemampuan berkomunikasi, dan penguasaan bahan yang ditentukan
Strategi dalam model pembelajaran ini memiliki konten dengan struktur bebas
yang dapat digunakan kembali dalam konteks sekolah yang berbeda dan kita
akan belajar bagaimana menggunakan beberapa di antaranya. Menurut Li et al.
(2013) strategi dapat digunakan baik berpasangan maupun kelompok dan
dirancang untuk memenuhi semua yang disebut prinsip, saling ketergantungan
positif, akuntabilitas individu, partisipasi setara, dan interaksi simultan:
1. Saling ketergantungan pribadi
Secara umum kita berbicara tentang saling ketergantungan positif
ketika keuntungan untuk satu adalah manfaat bagi yang lain.
Pasangan dan anggota kelompok mengalami diri mereka sebagai
sebuah tim dan berada di sisi yang sama bekerja menuju tujuan yang
sama. Untuk memastikan saling ketergantungan yang positif bekerja
dalam suatu pembelajaran kooperatif, maka ada dua syarat harus
dipenuhi: siswa harus merasa berada di sisi yang sama dan ada tugas
harus membutuhkan kerja sama
2. Akuntabilitas perorangan
Di kelas kooperatif, siswa bekerja sama sebagai tim untuk membuat
dan belajar, tetapi pada akhirnya setiap siswa bertanggung jawab atas
kinerjanya sendiri. Justru untuk memenuhi saling ketergantungan
positif dan akuntabilitas individu bahwa dalam setiap strategi
pembelajaran kooperatif siswa diberikan waktu untuk
berpikir/bekerja sendiri dan untuk berinteraksi dengan teman sebaya.
3. Keseimbangan partisipasi
Kerja berpasangan dan kelompok biasanya disambut dengan sangat
baik oleh siswa, tetapi masalahnya adalah sulit untuk memeriksa
apakah siswa sama-sama bekerja. Strategi pembelajaran kooperatif
justru memastikan setiap siswa dalam setiap tim atau pasangan sama-
sama berkontribusi terhadap pencapaian akhir. Mereka sebenarnya
dirancang untuk membuat siswa berinteraksi dan membuat semua
orang di setiap langkah kegiatan memenuhi tugas tertentu. Dengan
cara ini otonomi dan kerja sama siswa ditingkatkan.
Bab 7 Model Time Paired Share 79

4. Interaksi simultan
Dalam interaksi berurutan, ketika hanya satu siswa pada satu waktu
yang terlibat, guru berbicara (setidaknya) dua kali untuk setiap kali
seorang siswa berbicara. Dan ketika guru adalah peserta paling aktif
di kelas, siswa jelas tidak terlibat (dan kemungkinan besar juga
bosan). Strategi pembelajaran kooperatif sebaliknya dirancang untuk
menghasilkan interaksi simultan, sehingga melibatkan siswa
sebanyak mungkin secara bersamaan.

Karakteristik Model Time Paired Share


Model Time Paired Share memiliki tiga tahapan atau karakteristik dalam
pembelajaran, seperti namanya yang terdiri tiga kata yakni time (waktu),
paired (berpasangan) dan share (berbagi dalam segala hal termasuk
pengetahuan ke satu individu atau grup belajar). Berikut penjelasan lebih
lengkapnya:
1. Time (Waktu)
Pada sesi ini pengajar menyampaikan sebuah pertanyaan atau materi
ke seluruh siswa di kelas. Dan siswa mempunyai kesempatan 3
hingga 5 menit untuk bisa menyiapkan jawaban secara individu.
Kekuatan pada sesi ini adalah siswa bisa mempunyai waktu untuk
berpikir untuk menentukan jawaban secara mandiri.
2. Pair (Berpasangan)
Guru akan menginstruksikan ke siswa untuk membuat grup belajar
yang terdiri dari dua pasangan bebas, tapi lebih diutamakan teman
satu bangku. Selanjutnya siswa akan melakukan diskusi dengan
pasangan mengenai pertanyaan atau materi yang telah disampaikan
guru. Pada proses diskusi pasti akan terjadi penyatuan opini dan
pendapat tentang pikiran mereka mengenai pertanyaan. Proses ini
berjalan dalam waktu 6 hingga 8 menit.
3. Share (Berbagi)
Saat sesi ini guru menginstruksikan siswa untuk mempresentasikan
atau membagikan hasil diskusi grup mengenai pertanyaan atau materi
kepada teman satu kelas. Membagikan pikiran atau hasil tugas
tersebut dilakukan di kelas agar setiap siswa bisa tahu dan akan
80 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

terjadi sintesis. Tugas guru di sini adalah dengan membimbing setiap


jawaban yang dirasa kurang tepat. Sesi ini adalah langkah tuntas dari
sesi di atas. Karena sesi ini bisa membuat setiap grup belajar bisa
lebih memahami setiap pendapat dari sebuah materi. Ini juga bisa
mendorong lebih menguasai setiap apa yang dikatakan guru ketika
meluruskan jawaban yang kurang tepat.

7.3 Langkah-Langkah Model Time


Paired Share
Proses Time Paired Share merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang
memberdayakan keterampilan metakognitif dan meningkatkan hasil belajar
kognitif. Pembelajaran ini menekankan pada manajemen waktu siswa dalam
setiap tahap pembelajarannya. Sintaks dari Time Paired Share mirip dengan
Think Paired Share, perbedaannya yaitu guru memberikan waktu pada setiap
tahap pembelajarannya yang bertujuan memberdayakan kemampuan
metakognitif (Zubaidah & Mahanal, 2016). Time Paired Share merupakan
salah satu struktur pembelajaran kooperatif paling efektif.
Siswa dibagi menjadi dua kelompok. Guru kemudian akan menentukan siswa
mana yang “A” dan mana yang “B” (sewaktu saya menjadi siswa yang
mengajar saya katakan siswa yang paling dekat dengan pintu adalah “A” dan
siswa yang paling dekat dengan jendela adalah “B.” Masih banyak lagi cara
kreatif menentukan “A” dan “B”).
Guru kemudian memberikan pertanyaan kepada siswa, memberi tahu mereka
apakah siswa A atau B yang akan menjawab terlebih dahulu, dan memberi
siswa waktu tertentu untuk mendiskusikan jawabannya dengan pasangannya.
Mitra harus secara aktif mendengarkan (di sinilah keterampilan mengajar
masuk). Siswa kemudian beralih ke siswa yang belum menjawab pertanyaan
dan mengikuti proses yang sama.
Adapun sintaks model Time Paired Share yang diadaptasi dari Nakagawa
(2003) adalah:
1. Tahap timed, guru menentukan waktu tiap tahap pada bagian pair dan
share.
Bab 7 Model Time Paired Share 81

2. Tahap pair, siswa berpasangan dan diberi nomor 1 atau 2 untuk


mendapat tugas berbicara terlebih dahulu tentang topik tertentu
dengan waktu tertentu. Siswa lainnya mendengarkan apa yang
dibicarakan siswa tersebut, setelah waktu berbicara selesai siswa
yang mendengarkan menyampaikan respons ke teman yang bertugas
berbicara atau menyampaikan responsnya ke teman yang bertugas
berbicara dengan waktu tertentu. Kemudian teman yang bertugas
berbicara juga menyampaikan pendapatnya terkait respons dari
temannya dengan waktu tertentu
3. Tahap share, guru secara acak memilih sejumlah siswa, dan meminta
mereka untuk menyampaikan responsnya terhadap pendapat
pasangannya dengan menyampaikannya ke dalam forum kelas.
Kemudian siswa yang mendengarkan diberi kesempatan berbicara
dengan topik lain yang ditetapkan Kegiatan tersebut kemudian
dilakukan seterusnya sampai soal atau pertanyaan selesai terjawab.

Pembelajaran yang merupakan salah satu dari model kooperatif ini memiliki
lima sesi umum dengan empat sesi utama yang merupakan dasar dari
pembelajaran yakni timing, think, pair dan share.
1. Langkah Timing
Pada langkah pertama pada saat awal pembelajaran, guru harus bisa
mendorong siswa agar kegiatan pembelajaran bisa berjalan. Pada
langkah ini guru mempresentasikan materi dan aturan dari think pair
share serta memberikan arahan waktu pada setiap sesi aktivitas model
pembelajaran think pair share.
2. Langkah Think (Berpikir mandiri)
Tanda aktivitas pembelajaran time paired share sudah dilaksanakan
adalah ketika guru mempresentasikan materi atau pertanyaan kepada
siswa. Pada langkah ini, siswa akan diberi kesempatan waktu untuk
berpikir (“think time”). Di mana waktu tersebut dimanfaatkan untuk
menjawab segala pertanyaan yang diberikan secara mandiri. Pada
tahap ini guru juga harus memahami kemampuan siswa sebelum
memberikan pertanyaan atau materi.
82 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

3. Langkah Pair (Berpasangan)


Pada langkah ini, guru akan membuat grup belajar berpasangan. Guru
memberikan arahan bahwa pembuatan grup belajar bisa teman
sebangku atau teman lainnya. Ini agar pembelajaran bisa lebih efisien
dan efektif. Selanjutnya siswa akan melakukan diskusi tentang
materi, persoalan dan mendapatkan jawaban setelah apa yang telah
diutarakan oleh guru.
4. Langkah Share (Berbagai)
Pada tahap ini siswa akan mengutarakan jawabannya di depan kelas
dengan diberikan Batasan waktu, paparan yang dilakukan oleh siswa
ini bisa dilakukan secara individu atau dengan grup. Setiap siswa
akan mendapatkan nilai sesuai dengan hasil pemikiran yang telah
mereka utarakan.
5. Langkah Penghargaan
Pada langkah ini siswa akan memperoleh apresiasi bisa berbentuk
nilai. Ini harus berdasarkan pada apa yang telah mereka utarakan dari
hasil diskusi. Penilaian juga bisa bersandar dari aktivitas individu dan
grup. Lebih utama lagi saat guru bisa menilai dari cara siswa
menyampaikan presentasi di depan kelas.

Sebelum guru menerapkan lima tahap di atas, guru terlebih dahulu


memberikan penjelasan materi yang akan dibahas oleh siswa baik secara
individu maupun berpasangan. Jika hal ini tidak dilaksanakan, kemungkinan
akan membuat siswa kebingungan mengenai materi yang hendak dibahas.
Adapun langkah-langkah yang harus guru lakukan pada model pembelajaran
ini adalah sebagai berikut:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2. Guru memberikan apersepsi mengenai materi yang disampaikan.
3. Guru menyampaikan isi materi.
4. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa kemudian siswa
diberikan waktu untuk berpikir.
5. Siswa berpikir untuk memperoleh jawaban (contoh: waktu kurang
lebih 3 menit).
6. Siswa diminta untuk berpasangan dengan temannya.
Bab 7 Model Time Paired Share 83

7. Siswa berdiskusi dengan pasangannya untuk memecahkan pertanyaan


guru, dengan diberikan batasan waktu.
8. Siswa menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas, dengan
diberikan batasan waktu.
9. Guru memberikan kesimpulan dan meluruskan jawaban siswa dan
menambah jawaban siswa.

7.4 Penerapan Model Time Paired Share


1. Kelas Bahasa
Ketika kelas menyelesaikan sebuah buku, bisa digunakan untuk
memeriksa pemahaman mereka. Ajaklah siswa untuk membahas lima
W (siapa, apa, kapan, di mana, dan mengapa) untuk memahami
semua bagian cerita. Mintalah mereka mendiskusikan siapa karakter
favorit mereka dan mengapa. Tanyakan kepada mereka, "Bagaimana
jika Anda mengubah alur cerita? Apa yang akan terjadi jika...?"
2. Kelas Matematika
Dimanfaatkan untuk menangani masalah kata, situasi kompleks ini
terkadang sulit dipahami oleh anak kecil, dan strategi ini dapat
membantu siswa bekerja sama untuk menemukan jawaban yang
benar. Guru juga tidak terbatas pada masalah kata. Pasangan dapat
meninjau langkah-langkah untuk menemukan produk atau hasil bagi
dalam masalah perkalian dan pembagian sederhana juga.
3. Kelas Sains
Ada berbagai topik ilmiah yang dapat didiskusikan siswa. Misalnya,
jika beberapa siswa berjuang untuk memahami proses pertumbuhan
tanaman, mengapa tidak memimpin diskusi tentang bagaimana
tanaman mulai dari biji kecil dan tumbuh menjadi produk akhir?
Perjalanan ruang angkasa juga merupakan topik diskusi yang bagus.
Berapa banyak yang siswa ketahui tentang Stasiun Luar Angkasa
Internasional? Bagaimana astronaut hidup, makan, dan bekerja?
84 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

4. Kelas sosial
Gunakan strategi ini untuk memicu percakapan tentang kurikulum
studi sosial, karena banyak bidang subjek ini terhubung dengan
kehidupan nyata, kegiatan ini juga dapat membantu guru untuk
mengenal kelas. Coba ajukan pertanyaan seperti "Mengapa penting
bagi keluarga untuk bekerja sama?" atau "Bagaimana keluarga Anda
merayakan liburan?" guru dapat menghubungkan pertanyaan ini
dengan kurikulum kelas, belajar tentang siswa, dan memberi siswa
kesempatan untuk terikat dan belajar tentang satu sama lain.

Model Time Paired Share dapat menjadi alat yang efektif untuk mendorong
diskusi di kelas. Kegiatan kooperatif ini dapat dilakukan dengan anak-anak
dari segala usia, bahkan siswa SMP dan SMA. Metode apa pun yang dapat
merangsang keingintahuan siswa dengan cara yang menyenangkan adalah
sebuah alat pengajaran yang layak untuk digunakan.
Kelebihan dan Kekurangan Model Time Paired Share
Pada setiap strategi, metode maupun model yang dilakukan dalam suatu
pembelajaran, selalu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan Model
Time Paired Share memberikan siswa rasa lebih aman dan lebih santai ketika
berbicara dalam kelompok kecil, daripada harus berbicara di depan seluruh
kelas. Aktivitas ini memberi peserta didik kesempatan untuk merasa lebih
nyaman berbagi pemikiran mereka.
Selain membina keterampilan sosial, strategi ini juga meningkatkan
keterampilan berbicara dan mendengarkan siswa. Ketika pasangan bertukar
pikiran bersama, setiap siswa belajar dari pasangannya. Ini dapat membantu
siswa memperluas kosa kata mereka saat mereka mempelajari kata-kata baru
dari rekan-rekan mereka dan membangun pengetahuan mereka sebelumnya.
Adapun kelebihan lain dari model pembelajaran Time Paired Share, di
antaranya:
1. siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran;
2. melatih siswa untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas;
3. interaksi siswa mudah terjadi dan saling aktif;
4. lebih cepat membentuk kelompoknya karena berpasangan;
5. timbul rasa percaya diri kepada siswa;
Bab 7 Model Time Paired Share 85

6. melatih siswa untuk berbicara di depan umum.

Salah satu tantangan terbesar dari model pembelajaran ini adalah membuat
semua siswa benar-benar terlibat. Jelas, guru berharap bahwa telah memilih
pertanyaan yang cukup menarik untuk menarik perhatian siswa. Namun, guru
mungkin juga ingin mempertimbangkan cara lain untuk meningkatkan
kemungkinan partisipasi siswa.
Guru mungkin menawarkan nilai partisipasi yang terkait dengan produk
singkat yang dihasilkan siswa dari diskusi mereka. Atau guru dapat
menemukan cara untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang kemungkinan
kelompok mereka mungkin dipanggil untuk membagikan jawaban mereka
kepada seluruh kelas. Guru mungkin juga mempertimbangkan untuk
menggunakan beberapa pertanyaan pada ujian dan menjelaskan kepada siswa
bahwa itulah masalahnya.
Adapun kekurangan lain dari model pembelajaran Time Paired Share, di
antaranya:
1. banyak kelompok yang perlu diawasi guru;
2. ide yang dihasilkan siswa lebih sedikit karena hanya berpasangan;
3. bergantungnya siswa pada pasangannya;
4. kalau ada perselisihan yang tidak mau mengalah tidak ada
penengahnya.
86 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 8
Model Team Games
Tournament (TGT)

8.1 Pendahuluan
Keberhasilan dalam sebuah proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantara faktor internal dan juga faktor eksternal. Seperti yang kita
pahami bersama faktor keberhasilan sebuah pembelajaran di dalam kelas jika
dilihat dari faktor internal meliputi motivasi, minat siswa, dan juga keaktifan
siswa.
Di sisi lain keberhasilan sebuah pembelajaran dipengaruhi pula oleh faktor
eksternal yang paling utama ialah pemilihan model pembelajaran yang akan
digunakan oleh pendidik. Pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas
merupakan sebuah kegiatan yang dirancang oleh seorang pendidik untuk
peserta didik agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar mengajar.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh seorang pendidik maka sudah
semestinya seorang pendidik mengerti dan memahami bagaimana karakteristik
peserta didik yang akan diajarkannya, menguasai materi yang akan
disampaikan, mengetahui cara yang akan digunakan dalam menyajikan sebuah
materi ajar serta menguasai dan memahami bentuk dan jenis penilaian yang
88 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

akan dipilih untuk melakukan pengukuran terhadap ketercapaian tujuan


pembelajaran tersebut.
Peran terbesar dalam keberhasilan sebuah proses pembelajaran di dalam kelas
yakni model pembelajaran. Melalui model pembelajaran yang tepat maka akan
menghasilkan hasil yang tepat juga seperti tujuan pembelajaran yang tercapai.
Sebelum seorang pendidik melakukan pemilihan atas model yang akan
digunakan maka seorang pendidik terlebih dahulu perlu memahami berbagai
hal mengenai pendekatan dan strategi yang akan dilakukan.
Pemahaman mengenai hal ini akan memberikan tuntunan kepada seorang
pendidik untuk dapat memilah, memilih, ataupun menetapkan dengan tepat
metode pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran
berlangsung. Perlu dipahami bahwasanya setiap pendekatan pembelajaran
yang dipilih memiliki pandangan yang berbeda tentang konsepsi dan juga
makna dalam proses pembelajaran, pandangan yang berbeda pula terhadap
guru, dan pandangan terhadap peserta didik. Perbedaan-perbedaan inilah yang
kemudian mengakibatkan model atau strategi pembelajaran yang akan
dikembangkan menjadi berbeda, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap
proses pembelajaran yang cenderung berbeda pula.
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai sebuah prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
(Trianto, 2013) mengartikan model belajar sebagai pola yang digunakan
sebagai pedoman guna merancang pembelajaran di kelas atau tutorial.
Sedangkan menurut Arend (dalam Mulyono, 2018)), model belajar merupakan
kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam
pengorganisasian pengalaman belajar guna mencapai kompetensi belajar.
Macam model pembelajaran yang ada saat ini begitu bervariasi dan salah
satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu
meningkatkan efektivitas dari sebuah pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
akan lebih banyak menuntut siswa untuk aktif di dalam kelas dan dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif ini maka akan mengubah peran
guru yang tadinya adalah teacher centered learning atau yang kita biasa kenal
dengan pembelajaran yang berpusat pada guru berubah menjadi student
centered learning atau pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Model pembelajaran kooperatif ini juga diyakini mampu digunakan pada
pembelajaran yang memiliki kompleksitas yang tinggi dan mampu membantu
Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT) 89

pendidik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkannya. Model


pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menempatkan siswa dalam
kelompok.
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) merupakan bagian
dari pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengembangkan keterampilan dalam berinteraksi sesama kelompok yang
diperlukan dunia saat ini Model Teams Games Tournament (TGT) secara
umum penerapannya menggunakan turnamen akademik di mana kelompok
belajar siswa berlomba dengan anggota tim yang lain untuk meraih skor
tertinggi (Slavin, 2015).

8.2 Model Team Games Tournament


(TGT)
Metode Team Game Tournament (TGT) merupakan salah satu metode dari
pembelajaran kooperatif yang melibatkan peran serta siswa sebagai tutor
sebaya dan mengandung unsur permainan (Hamdayama, 2016). Dalam
pembelajaran kooperatif, para siswa diarahkan untuk saling membantu teman
dalam kelompoknya yang mengalami kesulitan agar semua anggota kelompok
dapat memahami materi pelajaran secara mendalam.
Pembelajaran kooperatif terdiri dari metode-metode pembelajaran yang terbagi
menjadi tiga yakni:
1. Metode Students Teams Learning.
2. Metode Supported Cooperative Learning.
3. Metode Informal (Huda, 2013).

Metode Students Teams Learning adalah metode pembelajaran yang


mengarahkan para siswa untuk bekerja sama dalam sebuah tim atau kelompok.
Metode Students Teams Learning lebih mengedepankan tujuan kelompok
daripada tujuan individual. Tiga konsep penting dalam metode Students Teams
Learning yaitu penghargaan bagi tim, tanggung jawab individu, dan
kesempatan sukses yang sama (Slavin, 2015).
90 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Penghargaan bagi tim atau kelompok dapat memacu motivasi siswa untuk
berkompetisi mendapatkan penghargaan apabila kelompoknya dapat
memenuhi suatu kriteria tertentu. Setiap siswa dalam kelompok memiliki
tanggung jawab individu dalam menentukan keberhasilan kelompoknya.
Setiap siswa dalam kelompok tidak boleh egois tetapi harus membantu siswa
lainnya yang kesulitan agar semua anggota kelompok dapat mengerjakan tugas
tanpa bantuan rekan sekelompoknya.
Setiap siswa dalam kelompok juga memiliki kesempatan yang sama dalam
menentukan keberhasilan kelompok. Setiap usaha yang anggota kelompok
lakukan akan berimbas pada penghargaan yang dicapai kelompok. Semakin
keras usaha setiap anggota kelompok maka semakin tinggi pula penghargaan
yang dicapai oleh kelompok tersebut.
Metode Students Teams Learning meliputi metode Student Team-
Achievement Divisions (STAD), metode Team Game Tournament (TGT), dan
metode Jigsaw II (Huda, 2013) berpartisipasi aktif dalam penguasaan materi
pelajaran sehingga mereka dapat mengerjakan soal yang berkaitan dengan
materi pelajaran tersebut secara mandiri tanpa adanya bantuan dari teman
sekelompoknya.
Metode Team Game Tournament (TGT) memiliki dinamika yang sama
dengan metode Student Team- Achievement Divisions (STAD), akan tetapi
dalam metode Team Game Tournament (TGT) menggunakan permainan yang
memacu motivasi siswa untuk berkompetisi (Slavin, 2015) Siswa dalam
kelompok memainkan permainan akademik dalam turnamen yang hasilnya
berpengaruh pada skor kelompok di setiap pertemuan. Setiap kelompok yang
berhasil mencapai kriteria tertentu akan mendapatkan penghargaan.
Metode Team Game Tournament (TGT) memiliki ciri-ciri yakni:
1. siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil;
2. games tournament;
3. penghargaan kelompok (Rusman, 2016).

Model Team Games Tournament merupakan salah satu model pembelajaran


yang sangat mudah diterapkan pada proses pembelajaran. Model pembelajaran
ini hampir sama dengan model pembelajaran Team Achievement Division
(STAD). Perbedaan mendasar dari keduanya adalah kompetisi dalam
turnamen yang akan dilakukan (Azizah et al., 2021).
Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT) 91

Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) atau yang dikenal


dengan pembelajaran permainan-turnamen-tim dikembangkan pertama kali
oleh David De Vries dan Keith Edward yang selanjutnya dikembangkan
kembali oleh Slavin. Team Games Tournament menempatkan peserta didik
dalam kelompok belajar dengan jumlah berkisar 5-6 orang peserta didik
dengan kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda-beda. Model
pembelajaran ini akan membuat sebuah kelompok belajar dan selanjutnya
kelompok tersebut akan saling berkompetisi dan dengan model seperti ini
maka model ini akan mampu merangsang peserta didik untuk aktif.
Hal ini dikarenakan setiap peserta didik yang tidak aktif akan tergerak untuk
ikut membantu timnya dan bekerja sama menyelesaikan permasalahan yang
diberikan selama proses pembelajaran. Model Team Games Tournament lebih
mementingkan keberhasilan kelompok dibandingkan dengan keberhasilan
secara individual. Keberhasilan setiap kelompok akan sangat tergantung pada
penguasaan materi pada masing-masing kelompok.
Slavin (2015) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran model Team
Games Tournament terdiri dari lima tahapan yakni tahap pertama yaitu
penyajian kelas (class presentation), tahap kedua yaitu belajar dalam kelompok
(teams), tahap ketiga yaitu permainan (games), tahap keempat yaitu
pertandingan (tournament), dan tahap terakhir yaitu penghargaan pada
kelompok yang memenangkan (recognition) yang akan kita bahas lebih lanjut
pada subbab ini. Penerapan model Team Games Tournament ini memiliki
kemudahan dalam penerapannya.
Hal ini dikarenakan dalam melaksanakan model ini tidak menggunakan
fasilitas pendukung lain atau tidak memerlukan peralatan atau fasilitas
pendukung yang lain. Penerapan yang mudah ini sering kali membuat
pendidik menggunakan model pembelajaran ini untuk menarik minat peserta
didik dalam proses pembelajaran. TGT memiliki kelebihan yaitu siswa dapat
berinteraksi dan bersosialisasi secara terbuka dengan grupnya masing-masing
(Fauzi et al., 2019).
Team Game Tournament (TGT) adalah strategi pembelajaran yang membantu
siswa untuk menganalisis dan menguasai materi pelajaran (Huda, 2013).
Dalam metode Team Game Tournament (TGT) setiap siswa. Model
pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) telah memberikan efek positif
pada hasil belajar siswa seperti prestasi, hubungan ras, memberikan perhatian
bersama, dan saling menghargai (Slavin, 2015) Efektivitas Teams Games
92 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Tournament (TGT) menggunakan kerja sama tim telah memberikan persepsi


keberhasilan nilai kognitif (DeVries & Edwards, 1974).

8.2.1 Hakikat Model Team Games Tournament


Suyono (2011) mengatakan bahwa belajar adalah aktivitas yang selalu
dilakukan dan dialami manusia. Pada proses pembelajaran maka pemilihan
model pembelajaran haruslah tepat. Model pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran dengan kerja kelompok. Kelompok yang dimaksud
di sini bukanlah semata-mata sekumpulan orang, namun kelompok yang
berinteraksi, memiliki tujuan, dan berstruktur.
Model pembelajaran TGT merupakan salah satu tipe model pembelajaran
kooperatif. (Slavin, 2015) mengemukakan TGT adalah model pembelajaran
kooperatif menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis, di
mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain
yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Model TGT adalah
suatu model pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan
sejumlah pertanyaan kepada siswa. Setelah itu siswa pindah ke kelompok
masing- masing untuk mendiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan-
pertanyaan atau masalah-masalah yang diberikan guru. Sebagai ganti tes
tertulis siswa akan bertemu di meja turnamen.
Model pembelajaran Team Games Tournament merupakan salah satu model
pembelajaran yang dikembangkan oleh Slavin pada tahun 1995 untuk
membantu siswa dalam mereview dan menguasai materi pelajaran (Huda,
2013). Model pembelajaran ini juga terbukti dapat meningkatkan skill- skill
dasar, pencapaian, interaksi positif antar siswa, harga diri, dan sikap
penerimaan pada siswa-siswa lain yang memiliki perbedaan.
Model ini merupakan suatu pendekatan yang memerlukan kerja sama antar
kelompok dengan mengembangkan kerja sama antar personal juga. Di dalam
penerapan dan penggunaan model pembelajaran ini terdapat juga unsur
permainan di dalamnya. Permainan yang ada di dalam model pembelajaran
Team Games Tournament mengandung persaingan dan berdasarkan aturan-
aturan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam melakukan permainan diharapkan setiap kelompok dapat
mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya untuk bersaing dan
memperoleh suatu kemenangan. Menggunakan model TGT di dalam kelas
dapat membantu guru untuk meningkatkan pemahaman dan motivasi di antara
Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT) 93

siswa dan akhirnya dapat meningkatkan motivasi belajar dalam jangka


panjang.
Setiani dan Priansa (2015) menjelaskan model pembelajaran TGT adalah
model yang dilaksanakan dengan cara mengelompokkan peserta didik secara
heterogen dan kemudian memberikan tugas kepada setiap kelompok dengan
permasalahan yang sama atau berbeda-beda. Untuk setelah itu kelompok harus
bekerja secara individual dan berdiskusi secara kelompok.
Isjoni (2011) berpendapat TGT adalah satu tipe pembelajaran yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan
5-6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras
yang berbeda. Saat melakukan pembelajaran, guru menyajikan materi dan
siswa harus bekerja bersama kelompoknya untuk menyelesaikan LKS yang
diberikan oleh guru terhadap kelompoknya.
Setiap anggota kelompok wajib mengemukakan kepada salah satu anggotanya
apabila ada salah seorang dari mereka yang masih belum paham dan mengerti
tentang materi yang dibahas dalam LKS. Namun, apabila di dalam kelompok
tersebut tidak ada yang paham, maka mereka dapat mengajukan pertanyaan
pada guru.
Team Games Tournament (TGT) pada umumnya sama dengan STAD, kecuali
yakni TGT menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis
dan sistem skor kemajuan individu di mana peserta didik berlomba sebagai
wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang dinerja akademiknya setara
dengan mereka (Wisudawati & Sulistyowati, 2015).
Shoimin (2014) mengemukakan pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang
mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Dalam praktiknya model pembelajaran TGT memiliki banyak kesamaan
dengan dinamika penerapan model STAD (Student Achievement Divisions),
tetapi model pembelajaran TGT menambahkan unsur kegembiraan di
dalamnya yang didapatkan dari permainan yang digunakan. Teman dalam satu
tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan
dengan mempelajari lembar kegiatan dan mengemukakan permasalahan yang
94 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

mereka dapatkan satu sama lain, tetapi saat permainan berlangsung, teman satu
kelompok dilarang untuk memberikan bantuan.
Kesamaan lain antara TGT dan STAD adalah dalam pembentukan kelompok
dan penyampaian materi, tetapi di dalam model pembelajaran TGT, kuis
diganti dengan turnamen di mana siswa memainkan game akademik yang
menyenangkan dengan anggota dan kelompok lain agar dapat
menyumbangkan skor setinggi-tingginya untuk kelompok mereka.
Lebih lanjut Huda (2013) mengemukakan penerapan TGT mirip dengan
STAD dalam hal komposisi kelompok, format instruksional, dan lembar
kerjanya. Bedanya jika STAD fokus pada komposisi kelompok berdasarkan
kemampuan, ras, etnik, dan gender, maka TGT umumnya fokus hanya pada
level kemampuan saja. (Trianto, 2013) menambahkan, pada model TGT siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3–5 orang untuk
memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh
tambahan poin untuk skor tim mereka.
Pada model ini, TGT juga menambahkan dimensi kegembiraan dengan
mengganti kuis pada STAD menjadi permainan atau turnamen. Huda (2013)
menyatakan, dengan menerapkan model pembelajaran TGT siswa akan
menikmati bagaimana suasana turnamen, dan karena mereka berkompetisi
dengan kelompok yang memiliki kemampuan setara, membuat TGT terasa
lebih fair dibandingkan kompetisi dalam pembelajaran tradisional pada
umumnya.
Berpijak dari beberapa penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan model
pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran yang menggunakan teknik
belajar tim/kelompok yang biasanya berjumlah 4-5 anak (bisa menyesuaikan
dengan jumlah anak yang ada di dalam kelas), kemudian, di dalamnya
menerapkan unsur permainan turnamen untuk memperoleh poin bagi skor tim
mereka. Berbeda dengan pembagian di dalam model pembelajaran kooperatif
lainnya, pembagian di dalam TGT yakni berdasarkan tingkat kemampuan
siswa dan kelompok harus terdiri dari siswa- siswa yang heterogen.

8.2.2 Komponen Model Team Games Tournament


Komponen utama dalam suatu model pembelajaran adalah, hal-hal yang harus
ada di dalam sebuah langkah-langkah pembelajaran, agar pembelajaran yang
dilaksanakan menggunakan model pembelajaran tersebut dapat berjalan
dengan lancar, efektif dan menghemat waktu.
Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT) 95

Model Team Games Tournament, di dalam penerapannya pada pembelajaran,


ada beberapa hal yang menjadi komponen utama. (Asmani, 2016)
mengemukakan yang menjadi komponen utama dalam pelaksanaan model
pembelajaran Team Games Tournament adalah (1) penyajian kelas, (2)
kelompok, (3) game, dan (4) turnamen (5) penghargaan kelompok.
1. Penyajian Kelas
Yakni di awal pembelajaran guru menyampaikan materi yang
biasanya disampaikan dengan pengajaran langsung atau ceramah.
Materi yang disampaikan hanya garis besar saja.
2. Kelompok
Yaitu kelompok atau tim di dalam TGT biasanya terdiri dari 4-5
anak, tetapi dapat bervariasi tergantung dengan jumlah siswa di
dalam kelas. Kemudian fungsi dari kelompok tersebut adalah agar
mereka dapat bersama-sama memahami dan mendalami materi serta
permasalahan yang diberikan guru dalam LKS.
3. Game
Terdiri atas permainan-permainan sederhana yang bertujuan untuk
menguji pengetahuan yang didapat oleh siswa, seperti contohnya
dalam kegiatan siswa memilih kartu nomor dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor tersebut, apabila
pertanyaan yang dijawab tersebut benar, maka akan mendapatkan
skor.
4. Turnamen
Di dalam turnamen, masing-masing peserta mengambil nomor
undian, yang kemudian ada siswa yang bertugas membaca soal,
menjawab pertanyaan, dan membacakan kunci jawaban, posisi
tersebut harus di tukar, agar masing- masing siswa merasakan tugas-
tugas tersebut.
5. Penghargaan kelompok
Penghargaan kelompok adalah saat guru mengumumkan kelompok
yang menjadi pemenang, setelah itu masing-masing kelompok akan
mendapatkan hadiah apabila rata-rata skor kelompok memenuhi
kriteria yang telah ditentukan.
96 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2015) menjelaskan terdapat lima komponen dalam melaksanakan


model pembelajaran kooperatif tipe TGT, yakni:
1. Presentasi Kelas (Class Presentation)
Presentasi kelas merupakan pengajaran langsung seperti diskusi
pelajaran yang dipimpin oleh guru, atau dapat juga dengan
menggunakan presentasi audiovisual.
2. Kelompok/Tim (Teams)
Tim terdiri dari tiga sampai lima siswa (tergantung jumlah siswa di
dalam kelas) yang memiliki komposisi kelompok berdasarkan
kemampuan akademik, ras, etnik, dan gender yang heterogen. Siswa
belajar bersama dalam tim untuk memastikan bahwa setiap anggota
kelompoknya telah benar-benar siap melakukan pertandingan di meja
turnamen.
Skor turnamen yang diperoleh tiap individu akan memengaruhi skor
kelompok. Artinya, keberhasilan kelompok sangat dipengaruhi oleh
keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok. Belajar
dalam tim biasanya berupa pembahasan permasalahan bersama,
membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan
pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
3. Turnamen/Permainan (Game & Turnamen)
Pertanyaan dalam game dirancang dari materi yang relevan dengan
materi yang telah disampaikan guru pada presentasi kelas untuk
menguji pengetahuan siswa yang telah diperoleh. Turnamen adalah
susunan beberapa game yang dipertandingkan di meja turnamen.

Gambar 8.1: Alur Permainan Turnamen


Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT) 97

Keterangan:
A-1 : Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan tinggi
A-2 : Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan
sedang 1
A-3 : Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan
sedang 2
A-4: Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan rendah
B-1: Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan tinggi
B-2: Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan sedang 1
B-3: Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan sedang 2
B-4: Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan rendah
C-1: Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan tinggi
C-2: Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan sedang 1
C-3: Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan sedang 2
C-4: Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan rendah
4. Penghargaan Kelompok (Team Recognition)
Tim yang mencapai skor rata-rata berdasarkan kriteria tertentu akan
mendapatkan penghargaan khusus, seperti sertifikat yang menarik
atau menempatkan foto anggota tim mereka di ruang kelas.

Tabel 8.1: Kriteria Penilaian Penghargaan Kelompok (Trianto, 2013)


Kriteria (Rata-Rata Tim) Penghargaan
30 – 40 Good Team
40 – 45 Great Team
45 - ke atas Super Team

Lebih lanjut menurut (Slavin, 2015), dalam TGT terdiri dari beberapa aktivitas
pembelajaran sebagai berikut:
1. Persiapan pembelajaran yaitu guru perlu menyusun materi agar dapat
disajikan dalam bentuk presentasi kelas, belajar kelompok dan
turnamen akademik. Beberapa perangkat pembelajaran yang
mendukung proses pembelajaran di antaranya rancangan program
pembelajaran, bahan ajar presentasi kelas, lembar kerja kegiatan
kelompok, lembar kerja turnamen akademik dan lembar tes hasil
98 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

belajar siswa. Selanjutnya guru menempatkan siswa ke dalam


kelompok yang beranggotakan empat sampai lima orang. Pembagian
kelompok ini berdasarkan kemampuan akademik sehingga dalam
satu kelompok ini terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan
akademik tinggi, sedang dan rendah.
2. Presentasi Kelas yaitu guru memperkenalkan materi pembelajaran
yang akan dibahas dengan cara pengajaran secara langsung.
Presentasi kelas di sini bukan berarti guru menyampaikan seluruh
materi pembelajaran, melainkan guru hanya memberikan pokok
materi pembelajaran. Pengembangan pokok materi pembelajaran
akan dikembangkan oleh siswa sendiri. Penjelasan tentang
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT juga dijelaskan
pada saat presentasi kelas
3. Belajar kelompok yaitu Peserta didik akan dibagi pada kelompok
kecil yang anggotanya telah dikondisikan oleh guru agar menjadi
kelompok heterogen. Pada tahap ini siswa mempelajari materi dan
mengerjakan tugas yang diberikan dalam lembar kerja secara
berkelompok. Setiap kelompok dalam kegiatan ini melakukan diskusi
untuk memecahkan masalah serta saling membantu dalam memahami
materi yang sedang dipelajari
4. Turnamen yaitu Peserta didik akan memainkan turnamen akademik
setiap akhir sesi pembelajaran. Turnamen akademik ini dilakukan
untuk menguji pemahaman siswa setelah belajar kelompok. Siswa
akan dibagi ke dalam meja akademik. Meja akademik dirancang
berisi perwakilan setiap kelompok belajar dan memiliki kemampuan
akademik yang relatif sama
5. Penghargaan kelompok yaitu skor kelompok dihitung berdasarkan
pada skor turnamen anggota kelompok, dan tim dihargai jika mereka
mencapai kriteria yang diterapkan.
Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT) 99

8.2.3 Langkah-Langkah Model Team Games Tournament


Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan guru dalam penggunaan atau
penerapan model pembelajaran Team Games Tournaments, yakni menurut
(Slavin, 2015) adalah sebagai berikut:
1. Presentasi di kelas, yakni guru menyampaikan materi sekilas di depan
kelas.
2. Belajar tim, yakni para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim
mereka untuk menguasai materi pembelajaran.
3. Turnamen, yakni para siswa harus memainkan permainan akademik
dalam kemampuan yang setara atau homogen.
4. Rekognisi tim, yakni pemberian skor atau penghitungan skor
turnamen yang diperoleh oleh setiap anggota tim tiap kelompok, dan
kelompok tersebut akan rekognisi apabila mereka berhasil melampaui
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan menurut Taniredja (2012) model Teams Games Tournament


(TGT) memiliki beberapa sintak di antaranya:
1. penyajian kelas (class presentations);
2. kelompok (teams);
3. permainan (games);
4. kompetisi (tournaments);
5. pengakuan kelompok (teams recognition).

Sedangkan Trianto (2013) mengemukakan langkah-langkah dalam


pembelajaran TGT yang harus diperhatikan dan dilakukan secara urut adalah:
1. Siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan empat
orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis
kelamin dan suku.
2. Guru menyiapkan pelajaran dan kemudian siswa bekerja di dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah
menguasai pelajaran tersebut.
100 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

3. Seluruh siswa dikenai kuis, pada waktu kuis berlangsung siswa tidak
diperkenankan saling membantu satu sama lain, walaupun teman satu
kelompok.

Penjabaran lain mengenai langkah-langkah pembelajaran dikemukakan oleh


(Wisudawati & Sulistyowati, 2015) menjabarkan ada beberapa urutan kegiatan
dalam menerapkan model pembelajaran Team Games Tournament di kelas.
Urutan kegiatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran: yakni menyampaikan pembelajaran. Waktu 1-2
periode kelas dengan materi yang telah ditentukan.
2. Belajar tim: para peserta didik mengerjakan lembar kegiatan dalam
tim mereka untuk menguasai materi, waktu 1-2 periode kelas.
Lembar kegiatan terdiri atas dua lembar kegiatan dan dua lembar
jawaban untuk tiap tim.
3. Turnamen: para peserta didik memainkan game akademik dalam
kemampuan yang homogen dengan meja turnamen tiga peserta.
4. Rekognisi tim: skor dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim
dan tim tersebut akan merekognisi apabila mereka berhasil
melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Shoimin (2014) menerangkan beberapa langkah yang harus diikuti oleh guru
dalam penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament di kelas,
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penyajian kelas (Class Presentation), guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, pokok materi, dan penjelasan singkat mengenai LKS
yang dibagikan kepada kelompok. Kegiatan ini bisa dilakukan
dengan menggunakan metode ceramah yang dipimpin oleh guru.
2. Belajar dalam kelompok (Teams), guru membagi kelas ke dalam
beberapa kelompok, biasanya terdiri dari 5-6 orang siswa (tergantung
jumlah siswa di dalam kelas), setiap kelompok terdiri dari anggota
dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Kemudian siswa
mendiskusikan masalah yang diberikan oleh guru dalam LKS
3. Permainan (Games), permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang relevan dengan materi dan dirancang untuk menguji
Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT) 101

pengetahuan yang didapat peserta didik dari penyajian kelas dan


belajar kelompok
4. Pertandingan atau lomba (Tournament), dalam turnamen guru
mengurutkan setiap anggota di dalam kelompok sesuai dengan
tingkat kemampuan mereka.
5. Penghargaan kelompok (Team Recognition), setelah turnamen
berakhir, guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang,
masing-masing tim akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila
mereka memperoleh skor yang sesuai dengan kriteria.

Berdasarkan beberapa langkah yang dikemukakan diatas, maka detail dari


sebuah pembelajaran yang menggunakan model TGT adalah sebagai berikut:
1. Penyajian kelas
a. Pembukaan
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi yang akan
dipelajari, tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi
(prasyarat belajar). saat pembelajaran di kelas guru harus sudah
mempersiapkan worksheet dan soal turnamen
2. Pengembangan
Guru memberikan penjelasan materi secara garis besar agar siswa
mempunyai bekal untuk melaksanakan diskusi dengan kelompok dan
pada saat melakukan turnamen.
a. Belajar kelompok
Guru membacakan anggota kelompok dan meminta siswa untuk
berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
Kelompok biasanya terdiri dari 4 atau 5 orang siswa anggota
heterogen. Dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, ras, dan
etnis. Guru memerintahkan kepada siswa untuk belajar dalam
kelompok asal.
Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama
teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan
anggota agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
Biasanya belajar kelompok ini mendiskusikan masalah bersama-
102 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

sama, membandingkan jawaban dan memperbaiki pemahaman


yang salah tentang suatu materi. Kelompok merupakan bagian
utama dalam TGT. Dalam segala hal perhatian ditempatkan pada
anggota kelompok agar melakukan yang terbaik untuk kelompok
dan dalam kelompok melakukan yang terbaik untuk membantu
sesama anggota yang tidak bisa mengerjakan soal dan memiliki
pertanyaan yang terkait dengan soal tersebut, maka teman
sekelompoknya mempunyai tanggung jawab untuk menjelaskan
soal atau pertanyaan tersebut.
Jika dalam satu kelompok tersebut tidak ada yang bisa
mengerjakan maka siswa bisa meminta bimbingan guru. Setelah
belajar kelompok sesuai guru meminta kepada perwakilan
kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. Dalam
pembelajaran TGT guru bertugas sebagai fasilitator berkeliling
dalam kelompok jika ada kelompok yang mengalami kesulitan.
b. Validasi Kelas
Artinya guru meminta tiap-tiap kelompok untuk menjawab soal-
soal yang sudah di diskusikan sesuai dengan kelompoknya dan
guru menyimpulkan jawaban dari masing-masing kelompok
untuk didiskusikan bersama.
c. Turname
Sebelum turnamen dilakukan guru membagi siswa kedalam meja
meja turnamen. Setelah masing-masing siswa berada dalam meja
turnamen berdasarkan unggulan masing-masing kemudian guru
membagikan satu set seperangkat soal turnamen. Satu set
seperangkat turnamen terdiri dari soal turnamen, kartu soal,
lembar jawaban, poin gambar smile, dan lembar skor turnamen.
Semua seperangkat soal untuk masing masing meja adalah sama

8.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Team Games


Tournament
Sebelum menerapkan suatu model pembelajaran, ada baiknya apabila guru
memperhatikan kelebihan dan kekurangan dari model tersebut. Hal ini
Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT) 103

dimaksudkan agar kekurangan dari model yang akan digunakan dapat


diminimalisir sebelum diterapkan di dalam pembelajaran.
Slavin (2015) menyebutkan ada beberapa keuntungan dari penggunaan
permainan dalam kegiatan belajar kelompok dari model pembelajaran Team
Games Tournament, yakni:
1. Bermanfaat khusus dalam mengajarkan aspek-aspek kognitif tingkat
tinggi seperti analisis.
2. Dengan adanya persaingan untuk mendapatkan kemenangan maka
akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi siswa.
3. Dan dengan menggunakan teknik permainan ini akan terbentuk suatu
situasi belajar yang menyenangkan, serta tentunya akan sangat
memengaruhi tingkat konsentrasi dari siswa itu sendiri.
4. Kecepatan dalam menyerap materi pelajaran, jumlah mata pelajaran
dan kematangan pemahamannya juga akan meningkat.

Taniredja (2012) mengemukakan beberapa kelebihan dari model pembelajaran


Team Games Tournament, antara lain:
1. Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi
dan menggunakan pendapatnya.
2. Rasa percaya diri menjadi tinggi.
3. Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil.
4. Motivasi belajar siswa bertambah.
5. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi pelajaran.
6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi antara siswa
dengan siswa dan antara siswa dengan guru.
7. Kerja sama antar siswa akan membuat interaksi belajar dalam kelas
menjadi hidup dan tidak membosankan.

Selain itu Setiani dan Priansa (2015) menjelaskan beberapa kelebihan dari
model pembelajaran Team Games Tournament antara lain sebagai berikut:
1. Keterlibatan peserta didik dalam belajar mengajar.
2. Peserta didik menjadi semangat dalam belajar.
104 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

3. Pengetahuan yang diperoleh peserta didik bukan semata-mata dari


guru, tetapi juga dikonstruksikan oleh siswa itu sendiri.
4. Dapat menumbuhkan sikap positif dalam diri siswa.
5. Hadiah dan penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan
bagi peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang lebih tinggi.
6. Pembentukan kelompok- kelompok kecil dapat mempermudah guru
dalam memonitor peserta didik dalam bekerja sama.

Shoimin (2014) mengidentifikasi beberapa kelebihan dari model pembelajaran


kooperatif tipe Team Games Tournament, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Model ini tidak hanya membuat peserta didik yang cerdas (memiliki
kemampuan akademik yang tinggi) lebih menonjol di kelas, tetapi
peserta didik dengan kemampuan akademik lebih rendah juga dapat
berperan aktif dalam pembelajaran terutama saat berdiskusi dalam
kelompok.
2. Dengan model pembelajaran ini, akan menumbuhkan rasa
kebersamaan dan saling menghargai sesama anggota kelompoknya.
3. Di dalam model pembelajaran TGT, peserta didik lebih bersemangat
untuk mengikuti pembelajaran, karena pembelajaran yang disajikan
lebih menyenangkan dan ada penghargaan untuk setiap kelompok
tiap akhirnya.
4. Peserta didik merasa lebih senang mengikuti pembelajaran, karena
ada unsur permainan atau turnamen di dalam pembelajaran.

Kelemahan dari Model Pembelajaran Teams Games Tournament:


1. Dalam model pembelajaran ini, harus menggunakan waktu yang
sangat lama.
2. Dalam model pembelajaran ini, guru dituntut untuk pandai memilih
materi pelajaran yang cocok untuk model ini.
3. Guru harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelum
diterapkan. Misalnya membuat soal untuk setiap meja turnamen atau
lomba, dan guru harus tahu urutan akademis peserta didik dari yang
tertinggi hingga terendah.
Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT) 105

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disintesis beberapa


keuntungan dari penerapan model pembelajaran Team Games Tournament
(TGT) antara lain adalah dapat meningkatkan prestasi akademik siswa
khususnya dalam aspek kognitif; melibatkan siswa secara aktif di dalam
pembelajaran; pengetahuan siswa bukan semata-mata dari guru, karena
sebelumnya siswa berdiskusi bersama kelompoknya menyelesaikan LKS yang
diberikan oleh guru pada mereka; menumbuhkan sikap positif seperti kerja
sama, toleransi dan menerima serta menghargai pendapat orang lain;
penambahan unsur permainan membuat siswa lebih bersemangat dalam
mengikuti pembelajaran; suasana pembelajaran di kelas lebih hidup dan
menyenangkan.
106 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 9
Model Numbered Heads
Together (NHT)

9.1 Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu fondasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, baik pendidikan formal maupun nonformal. Keduanya saling
melengkapi dalam proses pendidikan. Sekolah ataupun Perguruan Tinggi
sebagai salah satu lembaga pendidikan dituntut untuk menyelenggarakan
pendidikan dengan baik. Hal ini sebagai upaya untuk mendapatkan generasi
yang siap bersaing di masyarakat.
Proses pembelajaran harus dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan kemampuannya sehingga dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Ketika tujuan telah ditetapkan, peserta didik akan mengarahkan
sikapnya dalam mencapai tujuan tersebut (Estrapala and Reed, 2020).
Tujuan merupakan salah satu komponen pembelajaran. Pembelajaran tidak
akan berjalan dengan baik jika komponen pembelajaran tidak berinteraksi
secara bersamaan (Pane and Darwis Dasopang, 2017). Untuk itu, pengajar,
peserta didik, dan tujuan pembelajaran harus berinteraksi dengan baik agar
pembelajaran dapat berjalan dengan optimal.
108 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum pertama yang menekankan


pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pembelajaran semacam ini
lebih disukai oleh peserta didik (Sun, Looi and Xie, 2014). Kurikulum telah
menuntut peserta didik untuk lebih aktif dalam belajar. Peserta didik bukan
hanya objek tetapi menjadi subjek dalam pembelajaran.
Hal ini membuat pengajar senantiasa berinovasi dalam setiap pembelajaran.
Seorang pengajar harus kreatif dalam merangsang peserta didik untuk berpikir
menemukan masalah. Selain itu seorang pengajar harus memiliki teknik atau
model agar peserta didik dapat belajar dengan baik dan dapat dengan mudah
memahami materi yang disampaikan. Proses pembelajaran yang lemah dapat
memengaruhi hasil belajar dan aktivitas peserta didik menjadi rendah.
Dalam kurikulum 2013, peran pengajar dan peserta didik harus seimbang
dalam proses pembelajaran untuk menciptakan suasana yang energik, dan
kondusif. Untuk itu, ada pembaruan kurikulum yang bertujuan untuk
memperkenalkan metode inovatif dan membuat sejarah pendidikan menjadi
lebih baik (Öztürk, 2011).
Keaktifan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran dapat dilihat
dari partisipasi dalam melaksanakan tugas, keterlibatan dalam proses
pemecahan masalah, aktif bertanya kepada peserta didik lain atau kepada
pengajar ketika tidak memahami materi pembelajaran, keaktifan mencari
informasi untuk memecahkan masalah, keterlibatan dalam diskusi kelompok
sesuai dengan instruksi pengajar, keinginan untuk memulai kemampuan
terhadap hasil yang diperoleh, kemampuan untuk menggunakan atau
menerapkan apa yang telah diperoleh dalam menyelesaikan tugas atau masalah
yang dihadapi (Sudjana, 2010).
Setiap peserta didik dalam proses pembelajaran harus aktif, agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan optimal dan nyaman. Hasil belajar peserta
didik berkaitan dengan kemampuannya dalam memahami materi yang telah
diberikan atau diajarkan.
Hasil belajar adalah sesuatu yang dilakukan individu dalam memahami
sesuatu melalui berbagai prosedur pelatihan dan pengalaman untuk
menghasilkan keterampilan dalam sikap, kebiasaan, kecerdasan dan
pemahaman (Sudjana, 2011). Hasil belajar antara peserta didik yang satu
dengan peserta didik yang lain tidak sama, dikarenakan kemampuan berpikir
dan pengalaman yang berbeda.
Bab 9 Model Numbered Heads Together (NHT) 109

Pada kenyataannya, peserta didik umumnya tidak aktif mengungkapkan


pendapat atau mengajukan pertanyaan tentang materi selama proses
pembelajaran dan pengajar masih menggunakan model tanya jawab dan
penugasan, serta dalam penyampaian materi belum menggunakan alat peraga
atau menggunakan media secara maksimal, sehingga memengaruhi aktivitas
dan hasil belajar peserta didik.
Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu adanya model pembelajaran yang
cocok untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Salah satu
model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan aktivitas
peserta didik adalah Numbered Heads Together (NHT). Dalam model ini,
peserta didik diberi kesempatan untuk berbagi ide dan menemukan jawaban
yang paling tepat.
NHT adalah jenis metode pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
memengaruhi pola interaksi peserta didik dan sebagai alternatif kelas
tradisional (Trianto, 2010) dan merupakan metode pembelajaran yang lebih
baik dibandingkan dengan metode konvensional (Lince, 2016). Model NHT
merupakan salah satu jenis model pembelajaran kooperatif yang
mengedepankan pembelajaran peserta didik dalam diskusi kelompok kecil di
kelas (Suzerli, Alberida and Yogica, 2019).
Dalam proses pembelajaran, peserta didik akan dibagi menjadi beberapa
kelompok dan diberi nomor yang berbeda. Nomor yang akan dipanggil oleh
pengajar akan menyampaikan hasil diskusi atau menjawab pertanyaan dari
pengajar. Model pembelajaran ini membuat peserta didik lebih aktif dalam
diskusi kelompok dan mengkomunikasikan hasilnya kepada peserta didik lain.
Oleh karena itu, model ini cocok untuk meningkatkan keaktifan peserta didik
di dalam kelas (Sutipnyo and Mosik, 2018). Peningkatan keaktifan peserta
didik akan berpengaruh pada hasil belajarnya. Model NHT memiliki empat
langkah utama yaitu numbering, questioning, thinking together (heads
together), dan answer (Mahmud and Idham, 2017).
110 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

9.2 Definisi Numbered Head Together


Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. Salah satunya adalah dengan menggunakan model yang tepat
dalam Proses Belajar Mengajar. Tentunya model yang kita gunakan cenderung
mengarah pada Model Pembelajaran Kreatif. Ada beberapa Model
Pembelajaran Kreatif. Salah satunya adalah Numbered Head Together (NHT)
(Leasa and Corebima, 2017).
Model pembelajaran cukup sering digunakan oleh pendidik dalam melakukan
Penelitian Tindakan Kelas. Number Head Together (NHT) adalah pendekatan
yang melibatkan lebih banyak peserta didik dalam materi yang tercakup dalam
pembelajaran dan memeriksa pemahaman mereka tentang isi pembelajaran
(Lince, 2016).
Model Numbered Head Together dikembangkan oleh Kagan Spencer. Model
ini dapat digunakan untuk semua pembelajaran dan semua tingkatan peserta
didik. Numbered Heads Together adalah model pembelajaran kooperatif yang
meminta setiap peserta didik bertanggung jawab untuk mempelajari materi
pembelajaran. Peserta didik ditempatkan dalam kelompok dan setiap orang
diberi nomor (dari satu sampai jumlah maksimum dalam setiap kelompok).
Pengajar mengajukan pertanyaan dan peserta didik “menempatkan kepala
mereka bersama-sama” untuk mencari tahu jawabannya. Pengajar memanggil
nomor tertentu untuk menanggapi sebagai juru bicara kelompok. Numbered
Head Together merupakan rangkaian penyampaian materi dengan
menggunakan kelompok sebagai wadah untuk menyatukan persepsi peserta
didik terhadap pertanyaan yang diajukan atau ditanyakan oleh pengajar yang
kemudian akan dipertanggungjawabkan oleh peserta didik sesuai dengan
nomor permintaan pengajar dari masing-masing kelompok.
Menurut Anita Lie, Numbered Head Together adalah jenis pembelajaran
kooperatif yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk
berbagi ide dan mempertimbangkan jawaban yang benar (Lie, 2009).
Numbered Head Together adalah model yang dirancang untuk membuat
peserta didik bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Model ini dapat
meningkatkan aktivitas dan akademik peserta didik. Yang paling penting
dalam model ini adalah semua peserta didik memiliki nomor dan peserta didik
akan bertanggung jawab dengan nomor yang mereka dapatkan.
Bab 9 Model Numbered Heads Together (NHT) 111

Dengan meminta peserta didik bekerja sama dalam kelompok, model ini
memastikan bahwa setiap anggota mengetahui jawaban dari masalah atau
pertanyaan yang diajukan oleh pengajar. Karena tidak ada yang tahu nomor
mana yang akan dipanggil, semua anggota tim harus bersiap. Model
pembelajaran kooperatif ini mendorong diskusi dan akuntabilitas individu dan
kelompok dan bermanfaat untuk mengkaji dan mengintegrasikan materi
pembelajaran. Setelah instruksi langsung pada materi, kelompok mendukung
setiap anggota dan memberikan kesempatan untuk latihan, dan diskusi tentang
konten materi.

9.3 Prosedur Numbered Head Together


Numbered Head Together mendorong peserta didik untuk memecahkan
masalah atau pertanyaan yang diberikan dalam kelompok dan berbagi apa
yang sudah mereka ketahui dengan orang lain. Selain itu, berdasarkan Olsen
dan Kagan bahwa ada empat elemen kunci dari grup NHT.
Kelompok terdiri dari saling ketergantungan positif, pembentukan kelompok,
akuntabilitas individu dan keterampilan sosial (Richards and Rodgers, 1986).
1. Saling ketergantungan positif
Muncul ketika setiap anggota kelompok menyadari bahwa membantu
satu anggota akan berdampak pada semua anggota dalam kelompok
dan menjatuhkan satu anggota akan berdampak pada semua anggota.
Oleh karena itu, mereka harus saling membantu dan mendukung
untuk kebaikan mereka sendiri karena skor kelompok merupakan
hasil akumulasi dari setiap anggota kelompok.
2. Pembentukan kelompok
Faktor ini adalah yang paling penting di antara unsur-unsur lain untuk
menciptakan saling ketergantungan yang positif dalam kelompok.
Richards dan Rodgers menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
terlibat dalam pembentukan kelompok di antaranya (Richards and
Rodgers, 1986):
a. Menetapkan ukuran kelompok. Satu kelompok biasanya terdiri
dari tiga sampai lima orang.
112 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

b. Pengajar juga perlu mempertimbangkan beberapa faktor dalam


pembentukan kelompok seperti tingkat kesulitan tugas, usia
anggota kelompok, dan keterbatasan waktu pembelajaran.
c. Membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok. anggota
setiap kelompok dapat berupa pilihan pengajar atau pilihan
peserta didik. Dapat dilaksanakan jika anggota kelompok dibagi
secara acak. Namun, pengajar yang dipilih disarankan untuk
membuat kelompok yang terdiri dari peserta didik yang
heterogen dalam prestasi, etnis dan jenis kelamin.
d. Peran peserta didik dalam kelompok menjadi salah satu aspek
yang juga perlu diperhatikan pengajar.
e. Anggota setiap kelompok memiliki perannya masing-masing
dalam kegiatan kelompok. Seorang anggota dapat menjadi ketua
kelompok.
3. Akuntabilitas individu
Hal ini berkaitan dengan kinerja individu. Misalnya, pengajar
memanggil nomor peserta didik secara acak untuk berbagi ide atau
menjawab pertanyaan yang diberikan.
4. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial membentuk cara bagaimana peserta didik
berinteraksi dan berbagi ide satu sama lain sebagai rekan satu tim.

NHT adalah salah satu cara untuk membantu peserta didik bekerja secara
kooperatif dengan cara menempatkan mereka dalam bentuk kelompok kecil
yang terdiri dari tiga, empat atau lima siswa dan mengaturnya dalam sistem
bilangan. NHT adalah suatu model yang bertujuan untuk melibatkan peserta
didik dalam proses belajar mengajar sesuai dengan kebutuhan.
Para peserta didik secara tidak langsung dipaksa untuk terlibat dalam semua
fase dalam NHT (Trianto, 2009). Kagan membagi 4 (empat) fase dasar sebagai
sintaksnya, yaitu
1. Fase I: Penomoran
Pada tahap ini pengajar membagi peserta didik menjadi beberapa
kelompok yang terdiri dari 3 sampai 5 orang dan setiap anggota
kelompok diberi nomor dari 1 sampai 5.
Bab 9 Model Numbered Heads Together (NHT) 113

2. Fase II: Mengajukan Pertanyaan


Ajukan pertanyaan atau masalah ke kelas dan beri waktu lima belas
menit kepada kelompok-kelompok itu "Head Together"
3. Fase III: Heads Together
Peserta didik menyatukan kepala mereka untuk memutuskan satu
jawaban yang tepat untuk memastikan bahwa setiap anggota
kelompok mengetahui jawaban yang telah disepakati.
4. Fase IV: Menjawab Soal
Pengajar memanggil sebuah nomor secara acak dan hanya peserta
didik dengan nomor tersebut yang menjawab soal.

Berikut adalah tabel yang menjelaskan bagaimana fase-fase NHT diterapkan


dan prosedur pengajaran yang digunakan pengajar dalam mengajar dengan
menggunakan model NHT.
Tabel 9.1: Tahap NHT (Trianto, 2009)
Fase Aktivitas Pengajar
Pengajar membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok,
setiap kelompok terdiri dari sekitar tiga sampai enam peserta
Fase I: Penomoran
didik, kemudian masing-masing anggotanya diberi nomor dari
satu sampai enam.
Pengajar memberikan beberapa pertanyaan kepada peserta
didik. Pertanyaannya bisa spesifik dengan menggunakan
Fase II: Mengajukan Pertanyaan
kalimat tanya atau kalimat yang berdasar tujuan proses belajar
mengajar
Fase ini adalah waktu diskusi. Peserta didik diberi waktu yang
sama untuk mendiskusikan jawaban dari pertanyaan dalam
Fase III: Berpikir Bersama kelompoknya. Waktu yang diberikan harus singkat, artinya
waktunya dibatasi agar akses semua kelompok mendapat
kesempatan melakukan diskusi.
Setelah memberikan waktu kepada semua peserta didik untuk
berdiskusi tentang topik pembelajaran, pengajar memanggil
seorang peserta didik (bertanya secara acak, namun usahakan
untuk melihat peserta didik yang memiliki kemampuan
Fase IV: Menjawab Soal
rendah) atau dapat dilakukan dengan menggunakan undian.
Kemudian, peserta didik yang mendapat giliran untuk
menjawab harus mengangkat tangan dan menjawab
pertanyaan dengan berani di depan kelas.
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pada awal proses belajar
mengajar peserta didik dibagi menjadi kelompok yang terdiri dari 3-6 peserta
didik dalam satu kelompok. Kemudian setiap peserta didik diberi nomor 1-6
sebagai identitasnya.
114 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Setelah memberikan nomor, pengajar memberikan soal-soal untuk dipecahkan


oleh kelompoknya. Tahap terakhir seorang peserta didik akan ditunjuk secara
acak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dengan berani mewakili
jawaban kelompoknya.

9.4 Karakteristik Numbered Head


Together (NHT)
Model Number Heads Together (NHT) memiliki empat ciri/karakteristik yang
terdapat pada semua model pembelajaran kooperatif yaitu (Cruickshank,
Jenkins and Metclaf, 2006):
1. Bagaimana tim kelompok dibuat
Dalam membagi kelompok pengajar harus mempertimbangkan
bahwa harus bersifat heterogen baik dari jenis kelamin dan
kemampuan akademik. Hal ini bertujuan agar peserta didik lebih
mudah bekerja dalam tim sehingga peserta didik dapat meningkatkan
keterampilan secara bersama-sama. Heterogenitas dalam suatu
kelompok juga akan mengembangkan kepribadian dan perkembangan
sosial peserta didik.
2. Memilih tugas yang akan didiskusikan oleh peserta didik
Pemilihan tugas sangat berpengaruh terhadap efektivitas
pembelajaran kooperatif dan harus sesuai dengan kemampuan peserta
didik. Saat diberi tugas, semua anggota kelompok diminta untuk
menguasai materi yang diberikan. Jika peserta didik menemukan
beberapa masalah saat mendiskusikan tugas, peserta didik yang sudah
mengerti bertugas menjelaskan materinya.
3. Aturan perilaku kelompok
Adalah tentang meningkatkan tanggung jawab individu yang harus
dipertimbangkan sebagian besar anggota kelompok. Akan tetapi,
tujuan pembelajaran kooperatif tidak hanya fokus untuk membuat
peserta didik memahami materi tetapi juga membangun kemampuan
Bab 9 Model Numbered Heads Together (NHT) 115

pribadi untuk mengatur kelompok dan meningkatkan akuntabilitas


individu untuk mempercayai pemimpin kelompok.
4. Motivasi dan sistem penghargaan
Motivasi peserta didik muncul karena adanya kesempatan untuk
memahami materi. Sedangkan sistem reward akan tumbuh untuk
membuat motivasi peserta didik semakin besar. Melalui sistem
reward peserta didik akan termotivasi untuk memahami materi.
Dalam hal ini, hadiah bukan hanya hadiah tetapi kesepakatan juga
dikenal sebagai sebuah hadiah.

9.5 Kelebihan dan Kelemahan


Numbered Head Together (NHT)
Numbered Heads Together adalah model yang memiliki beberapa keunggulan
selama proses belajar mengajar. NHT dapat mendorong saling ketergantungan
positif karena anggota saling bergantung satu sama lain untuk sampai pada
jawaban yang baik dan membantu setiap anggota untuk dapat menjelaskan
jawabannya.
Ada beberapa kelebihan model Numbered Heads Together (NHT) di
antaranya (Arend, 1986; Widyaningtyas, Winarni and Murwaningsih, 2018):
1. Dapat meningkatkan prestasi akademik peserta didik dan dapat
diterapkan pada hampir semua bidang studi.
2. Semua peserta didik menjadi siap.
3. Dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik.
4. Peserta didik berdiskusi dengan serius.
5. Peserta didik yang lebih pintar dapat mengajar orang lain.
6. Dapat mengurangi dominasi dari peserta didik yang pandai sehingga
partisipasi peserta didik yang setara akan terlihat, karena peserta
didik harus menjawab pertanyaan, semua peserta didik termasuk
yang pemalu atau lemah harus berpartisipasi dalam melaporkan
jawabannya.
116 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

7. Dapat memotivasi peserta didik untuk belajar. NHT dapat


memotivasi peserta didik karena tekniknya memiliki rasa kompetisi
dan menyenangkan bagi peserta didik. Selain itu, peserta didik akan
termotivasi karena dibantu oleh teman satu timnya. Karena
termotivasi, peserta didik akan berpartisipasi aktif selama
pembelajaran.
8. Dapat mendorong tutor sebaya dari peserta didik pintar yang tahu
jawabannya kepada anggota tim lain yang tidak. Harus mengajari
rekan-rekan dan menerima pembaca tutor sebaya, pertukaran
informasi jauh lebih dinamis daripada menghafal hafalan dan
membaca buku teks secara individu.

Dapat disimpulkan bahwa Numbered Heads Together memberikan banyak


keuntungan untuk peserta didik karena ketika mereka bekerja sama dalam
kelompok, setiap anggota kelompok harus mengetahui jawaban yang benar
sehingga mereka harus saling membantu. Para peserta didik tidak pernah tahu
nomor berapa yang akan dipanggil oleh pengajar sehingga mereka harus siap
dan konsentrasi.
Selain itu juga dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik dalam
menjelaskan jawaban khususnya bagi peserta didik kelas bawah yang biasanya
malu di kelas. Hal ini juga dapat membuat peserta didik aktif dan antusias
dalam proses pembelajaran.
Kelemahan model yaitu (Shoimin, 2014; Widyaningtyas, Winarni and
Murwaningsih, 2018):
1. Ada kemungkinan nomor yang telah disebutkan akan dipanggil
kembali oleh pengajar.
2. Beberapa anggota kelompok mungkin tidak dipanggil oleh pengajar.
3. Tidak terlalu aplikatif dalam jumlah peserta didik yang besar karena
membutuhkan waktu yang lama.
4. Kemungkinan beberapa anggota kelompok tidak dipanggil oleh
pengajar karena keterbatasan waktu.
5. Peserta didik yang pintar akan cenderung mendominasi sehingga
dapat membuat peserta didik yang lemah memiliki sikap interior dan
pasif.
Bab 9 Model Numbered Heads Together (NHT) 117

6. Proses diskusi dapat berjalan dengan lancar jika ada peserta didik
yang hanya sekedar menyalin karya peserta didik yang pandai tanpa
memiliki pemahaman yang memadai.
7. Jika ada kelompok yang homogen maka tidak adil bagi kelompok
yang berisi peserta didik yang lemah.
118 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 10
Model Picture and Picture

10.1 Pendahuluan
Mengajar bukanlah tugas yang ringan bagi seorang guru. Dalam mengajar
guru harus berhadapan dengan sekelompok siswa, di mana mereka adalah
makhluk hidup yang memerlukan bimbingan dan pembinaan untuk menuju
kedewasaan. Siswa setelah mengalami proses pendidikan dan pengajaran
diharapkan telah menjadi manusia dewasa yang sadar tanggung jawab
terhadap diri sendiri, berjiwa wiraswasta, berpribadi dan bermoral (Daryanto,
2010).
Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik maka diperlukan suatu
perencanaan yang matang sebelum proses pembelajaran dilaksanakan.
Rencana ini tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Menurut
(Muslich, 2008) rencana yang dimaksud yaitu rancangan pembelajaran mata
pelajaran per unit/materi yang akan diterapkan oleh guru dalam pembelajaran
di kelas.
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan belajar dan mengajar, di
mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang
berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa
sebagai sarana pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup
120 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

berbagai komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas


pembelajaran.
Hamdani (2011:72) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan upaya guru
untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, bakat,
dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara
guru dan siswa.
Berikutnya (Wahyudin, 2010:160) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah
suatu proses yang sudah dilakukan manusia sedari awal keberadaan mereka di
muka bumi, barangkali semenjak sejak jutaan tahun yang silam. Karena umat
manusia telah melakukan pembelajaran sedemikian lama, maka mungkin ada
anggapan bahwa banyak sekali yang telah diketahui tentang proses
pembelajaran.
Berdasarkan pengertian pembelajaran di atas, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang
memungkinkan guru dapat mengajar dan siswa dapat menerima materi yang
diajarkan oleh guru secara sistematik dan saling memengaruhi dalam kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada suatu
lingkungan belajar.
Model pembelajaran picture and picture yang merupakan bentuk model
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kelompok-kelompok dengan
menggunakan media gambar yang dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan
logis. Dari model ini siswa diajak secara sadar dan terencana untuk
mengembangkan interaksi di antara mereka agar bisa saling asah, saling asih,
dan saling asuh. Dan model ini memiliki karakteristik yang inovatif dan
kreatif.
Menurut Sukarman et al (2019) pembelajaran kooperatif adalah strategi
pembelajaran melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk
saling berinteraksi. Sedangkan (Rusman, 2011:204) mengatakan bahwa
kooperatif learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa
bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang
umumnya terdiri 4-5 orang. Model pembelajaran picture and picture ini dapat
digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan tentunya dengan kreativitas
guru.
Bab 10 Model Picture and Picture 121

Definisi Model Picture and Picture


Husniatun (2020) mengatakan picture and picture salah satu model yang
menggunakan bantuan media gambar yang digunakan dengan cara
dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan yang masuk akal, penerapan bisa
melalui kecepatan atau ketepatan anak didik dalam memasang atau
mengurutkan gambar maka jika anak didik dapat menyelesaikan dengan waktu
yang ditentukan serta tepat maka anak tersebut akan mendapat poin.
Menurut Wiyati (2018) menjelaskan bahwa model pembelajaran picture and
picture yaitu model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-
kelompok dalam menyelesaikan tugas kemudian dibantu dengan penggunaan
media gambar untuk diurutkan ataupun dipasangkan menjadi urutan yang
masuk akal.
Sedangkan Hamdani (2011) menyatakan picture and picture adalah suatu
model pembelajaran yang menggunakan gambar dan dipasangkan atau
diurutkan menjadi urutan logis, sehingga siswa yang cepat mengurutkan
gambar jawaban atau soal yang benar, sebelum waktu yang ditentukan habis
maka merekalah yang mendapat poin.
Mayasari & Fauziddin (2018) juga menyampaikan bahwa model pembelajaran
picture and picture merupakan model pembelajaran di mana siswa dituntut
lebih aktif, inovatif dan kreatif dalam proses pembelajaran yang menggunakan
banyak gambar. Dan model ini memiliki karakter yang inovatif, kreatif, dan
tentunya menciptakan suasana menyenangkan.
Maka dari itu model pembelajaran picture and picture merupakan model
pembelajaran yang menggunakan gambar yang dipasangkan atau di susunkan
dalam susunan yang logis. Fokus pembelajaran melalui model ini adalah
gambar sebagai media dalam proses pengajaran. Gambar-gambar yang
disajikan atau disampaikan menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran
karena siswa akan belajar memahami konsep atau fakta dengan cara
mendeskripsikan dan menghitung gambar-gambar yang diberikan kepadanya
berdasarkan ide atau gagasannya.
Dalam proses pembelajaran, penggunaan media gambar dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk secara aktif dan kreatif menemukan sendiri
materi pembelajaran dengan bantuan guru (Munawaroh & Rofi’ah, 2017).
Dalam kajian Wahyudi et al (2021) model pembelajaran picture and picture
adalah model pembelajaran yang ditekankan pada gambar yang disusunkan
122 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

menjadi susunan yang tepat, dan dapat mengembangkan interaksi antar siswa.
Model pembelajaran ini memiliki sifat aktif, inovatif, kreatif, dan
menyenangkan. Gambar-gambar tersebut menjadi faktor utama dalam proses
pembelajaran.
Berikutnya (Prihatiningsih & Setyanigtyas, 2018) juga mengatakan bahwa
model pembelajaran picture and picture merupakan suatu model belajar yang
menggunakan gambar dan dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis. Selain
itu, model picture and picture ini juga melibatkan keaktifan dan kerja sama
siswa dalam pembelajaran yaitu siswa melakukan diskusi kelompok dan
menyampaikan hasil diskusinya sehingga proses pembelajaran yang dilakukan
akan lebih berkesan dan bermakna.
Model pembelajaran picture and picture dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa karena model pembelajaran picture and picture adalah
model pembelajaran yang memakai gambar yang dipasangkan secara logis,
jadi guru perlu menyiapkan media gambar sebagai media utama dalam
pembelajaran ini (Nasution, Sahyar, & Sirait, 2016).
Model pembelajaran picture and picture mengupayakan siswa dapat belajar
secara aktif, berangkat dari pengalaman siswa dan mengajak siswa untuk
berpikir kritis (Syukron, Subyantoro, & Yuniawan, 2016). Proses
pembelajaran dengan model picture and picture, siswa diajak secara sadar
untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan kelompoknya, setiap siswa dalam
kelompok dilatih untuk berpikir secara kritis untuk menemukan sebuah cara
menyusun gambar menjadi urutan yang logis dan dapat memberikan alasan
yang mendukung urutan dari penyusunan gambar tersebut (Lubis, 2017;
Chasanah & Siradjuddin, 2018; Nurudin, 2018).
Dengan demikian model pembelajaran picture and picture salah satu strategi
pembelajaran yang bisa membantu tenaga pendidik dalam menerapkan
pembelajaran sehingga dapat menciptakan suasana belajar lebih bermakna,
menyenangkan, kreatif, serta dapat mengikut sertakan anak didik aktif dalam
proses belajar, secara mental, intelektual, fisik maupun sosial sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar pada anak didik.
Bab 10 Model Picture and Picture 123

Prinsip dan Tujuan Model Picture and Picture


Prinsip dan tujuan model picture and picture menurut (Istarani, 2011:6) adalah
sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua
anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung
jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung
jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok
kooperatif.

Dengan demikian berdasarkan prinsip dan tujuan dari model pembelajaran


picture and picture di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan model
pembelajaran ini melatih siswa untuk dapat bekerja sama dengan teman yang
lainnya dan belajar bertanggung jawab dengan tugas yang di dapat.

10.2 Langkah-Langkah Model Picture


and Picture
Salah satu faktor yang mempunyai peran dalam menciptakan keberhasilan
proses pembelajaran adalah model pembelajaran. Penerapan model
pembelajaran yang sesuai dalam pembelajaran akan mendorong guru
menyampaikan materi tanpa mengakibatkan siswa bosan. Namun sebaliknya,
siswa diharapkan dapat tertarik mengikuti pelajaran dengan keingintahuan
yang berkelanjutan.
124 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Esminarto (2016:16) menjelaskan bahwa model pembelajaran perlu dipahami


guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam
meningkatkan hasil pembelajaran. Di dalam penerapannya, model
pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-
masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang
berbeda-beda. Menurut Rusman (2012) model-model pembelajaran sendiri
biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan.
Adapun langkah-langkahnya pelaksanaan model picture and picture menurut
(Khairani, 2017) adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin.
2. Guru memperlihatkan gambar-gambar yang telah disiapkan.
3. Langkah selanjutnya siswa dipanggil secara bergantian untuk
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
4. Guru menanyakan logis urutan yang gambar.
5. Setelah gambar menjadi urut, guru harus bisa menanamkan konsep
atau materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.

Menurut Suprijono (2009) langkah-langkah dari pelaksanaan model picture


and picture terdiri atas enam langkah yaitu:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang
ingin dicapai.
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang
menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan.
Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana
yang harus dikuasainya. Di samping itu guru juga harus
menyampaikan indikator-indikator ketercapaian KD, sehingga
sampai di mana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh
peserta didik.
2. Memberikan materi pengantar sebelum kegiatan.
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari
sini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran.
Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini.
Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian
siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang
Bab 10 Model Picture and Picture 125

baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar
lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
3. Guru menyediakan gambar-gambar yang akan digunakan (berkaitan
dengan materi).
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat
aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar
yang ditunjukkan oleh guru atau oleh temannya. Dengan Picture atau
gambar kita akan menghemat energi kita dan siswa akan lebih mudah
memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya
sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar
dengan video atau demonstrasi yang kegiatan tertentu.
4. Guru menunjuk siswa secara bergilir untuk mengurutkan atau
memasangkan gambar-gambar yang ada.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena
penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa
terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa
merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan.
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutkan,
dibuat, atau di modifikasi.
5. Guru memberikan pertanyaan mengenai alasan siswa dalam
menentukan urutan gambar.
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau
tuntutan KD dengan indikator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-
banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu
sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.
6. Dari alasan tersebut guru akan mengembangkan materi dan
menanamkan konsep materi yang sesuai dengan kompetensi yang
ingin dicapai.
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus
memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan
meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain
dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam
126 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

pencapaian KD dan indikator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa


siswa telah menguasai indikator yang telah ditetapkan.

Berikutnya Junaedi (2008) memberikan rincian langkah-langkah pelaksanaan


model pembelajaran picture and picture di antaranya:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan
dengan materi.
4. Guru menunjuk/ memanggil siswa secara bergantian memasang/
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan
konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan/rangkuman.

Sedangkan menurut Riyanto (2009) membagi langkah–langkah metode


pembelajaran picture and picture diantaranya:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai dalam proses
pembelajaran.
2. Guru menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan
berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Berdasarkan alasan urutan gambar tersebut guru memulai
menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin
dicapai.
7. Guru menyimpulkan dan rangkuman.
Bab 10 Model Picture and Picture 127

Gumay dan Ali (2019) juga menjelaskan langkah-langkah model picture and
picture adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Guru menyampaikan pengantar pembelajaran.
3. Guru memperlihatkan gambar-gambar yang telah disiapkan.
4. Siswa dipanggil secara bergantian untuk mengurutkan gambar
menjadi urutan logis.
5. Guru menanyakan alasan logis urutan gambar, setelah gambar
menjadi/guru harus bisa menanamkan konsep atau materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diketahui langkah-langkah


pelaksanaan model pembelajaran picture and picture di antaranya:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan
dengan materi.
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Guru menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang
ingin dicapai berdasarkan alasan dari siswa.
7. Guru memberikan kesimpulan/rangkuman materi ajar.

Beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan model


pembelajaran picture and picture adalah sebagai berikut:
Faktor-Faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung pelaksanaan model pembelajaran picture and picture
diantaranya dapat dilihat dari segi guru, sumber/sarana/fasilitas, dan siswa.
Tutupary (2017) mengatakan bahwa faktor-faktor pendukung pelaksanaan
suatu metode pembelajaran adalah:
128 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

1. Sikap mental guru


Para guru hendaknya menyadari tentang perlunya pembaharuan
metode belajar mengajar. Untuk itu para konservatif diharapkan
mengikuti tentang pembaharuan tersebut. Sehingga mempunyai
kesiapan mental untuk melaksanakan pendekatan belajar aktif (active
learning strategy) sebagai hasil dari adanya pembaharuan pendidikan.
2. Kemampuan guru
Para guru hendaknya mempunyai beberapa kemampuan yang dapat
menunjang keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar. Seorang guru dituntut untuk mampu menguasai isi pokok
pelajaran yang akan disampaikan dalam mengajar. Guru harus
mampu mengatur siswa dengan baik, mengembangkan metode
mengajar yang diterapkan, mengadakan evaluasi dan membimbing
siswanya dengan baik.
3. Penyediaan alat peraga/media
Dalam kegiatan belajar mengajar maka alat atau media sangat
diperlukan agar dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Alat
atau media ini harus diupayakan selengkap mungkin agar segala
aktivitas mengajar dapat dibantu dengan media tersebut. Sehingga
guru tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga dalam penyampaian
materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan.
4. Kelengkapan kepustakaan
Kepustakaan sebagai kelengkapan dalam menunjang keberhasilan
pengajaran, hendaknya diisi dengan berbagai buku yang relevan
sebagai upaya untuk pengayaan terhadap pengetahuan dan
pengalaman siswa. Semakin siswa banyak membaca buku akan
semakin pula banyak pengetahuan yang dimiliki sehingga wawasan
siswa terhadap materi pelajaran akan semakin bertambah, dan pada
akhirnya tujuan pengajaran akan mudah tercapai secara efektif dan
efisien.
Bab 10 Model Picture and Picture 129

Faktor-Faktor Penghambat
Sedangkan faktor-faktor penghambat pelaksanaan model pembelajaran picture
and picture dapat disebutkan sebagaimana berikut:
1. Kesulitan dalam menghadapi perbedaan individu siswa. Perbedaan
individu murid meliputi: intelegensi, watak, dan latar belakang
kehidupannya. Dalam satu kelas, terdapat anak yang pandai, sedang,
dan anak yang kurang pandai. Ada pula anak yang nakal, pendiam,
pemarah, dan lain sebagainya. Dalam mengatasi hal ini guru
sebaiknya tidak terlalu terikat pada perbedaan individu siswa, tetapi
guru harus melihat siswa dalam kesamaannya secara klasikal,
walaupun kedua individu anak pun harus mendapat perhatian.
2. Kesulitan dalam menentukan materi yang cocok dengan siswa.
Materi yang diberikan kepada siswa haruslah disesuaikan dengan
kondisi kejiwaan dan jenjang pendidikan mereka.
3. Kesulitan dalam memilih metode yang sesuai dengan materi
pelajaran. Metode mengajar haruslah disesuaikan dengan materi
pelajaran dan juga dengan tingkat kejiwaan siswa, sehingga dalam
proses belajar mengajar hendaknya digunakan berbagai macam
metode agar murid tidak cepat bosan dalam belajar.
4. Kesulitan dalam memperoleh sumber dan alat-alat pembelajaran.
Alat-alat dan sumber yang digunakan dalam pembelajaran haruslah
disesuaikan dengan materi pelajaran, dan seorang guru haruslah
pintar-pintar memilih alat-alat dan sumber belajar yang sesuai dengan
materi yang akan diajarkan.
5. Kesulitan dalam mengadakan evaluasi dan pengaturan waktu.
Kadang-kadang kelebihan waktu atau kekurangan waktu dapat
menyebabkan kegagalan dalam melaksanakan rencana-rencana yang
telah ditentukan sebelumnya. Hal ini dapat teratasi apabila seorang
guru telah berpengalaman dalam mengajar (Tutupary, 2017).
130 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

10.3 Kelebihan dan Kelemahan Model


Picture and Picture
Istarani (2011) mengatakan ada 5 (lima) kelebihan model pembelajaran picture
and picture, yakni:
1. Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran
guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai dan materi secara
singkat terlebih dahulu.
2. Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan
gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari.
3. Dapat meningkat daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa
disuruh guru untuk menganalisis gambar yang ada.
4. Dapat meningkatkan tanggung jawab siswa, sebab guru menanyakan
alasan siswa mengurutkan gambar.
5. Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamati langsung
gambar yang telah dipersiapkan oleh guru.

Sedangkan kelemahan model pembelajaran picture and picture menurut


(Istarani, 2011) diantaranya:
1. Sulit menemukan gambar-gambar yang bagus dan berkualitas serta
sesuai dengan materi pelajaran.
2. Sulit menemukan gambar-gambar yang sesuai dengan daya nalar atau
kompetensi siswa yang dimiliki.
3. Baik guru maupun siswa kurang terbiasa dalam menggunakan
gambar sebagai bahan utama dalam membahas suatu materi
pelajaran.
4. Tidak tersedianya dana khusus untuk menemukan atau mengadakan
gambar-gambar yang diinginkan.
Bab 10 Model Picture and Picture 131

Selanjutnya menurut (Umar, 2019) menyatakan kelebihan model pembelajaran


picture and picture sebagai berikut:
1. Memudahkan siswa untuk memahami yang dimaksudkan guru ketika
menyampaikan materi pelajaran.
2. Siswa cepat tanggap atas materi yang disampaikan karena diiringi
dengan gambar-gambar.
3. Siswa dapat membaca satu per satu sesuai dengan petunjuk yang ada
pada gambar-gambar yang diberikan.
4. Adanya saling berkompetensi antar siswa dalam menyusun gambar
yang telah dipersiapkan oleh guru, sehingga suasana kelas terasa
hidup.
5. Siswa lebih kuat mengingat konsep-konsep atau bacaan yang ada
pada gambar.
6. Menarik bagi siswa dikarenakan melalui audio visual dalam bentuk
gambar-gambar.
7. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori
dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri.
8. Guru lebih mengetahui kemampuan siswa masing-masing.

Sedangkan, kelemahan dari pemakaian model ini adalah:


1. Tidak mudah menentukan gambar yang dapat disesuaikan dengan
kemampuan berfikir peserta didik.
2. Belum terbiasanya guru dan siswa menggunakan model ini.
3. Perlu disediakan alokasi dana, untuk menyesuaikan gambar yang
dibutuhkan (Dayanti & Taufina, 2020).

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran


picture and picture tidak hanya mempunyai kelebihan, tetapi memiliki
kelemahan. Akan tetapi kelemahan tersebut dapat diatasi dengan ide-ide yang
dimiliki oleh setiap orang.
132 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 11
Model Pembelajaran Problem
Possing

11.1 Pendahuluan
Pendidikan saat ini menuntut siswa untuk mampu berpikir mencapai level
kognitif C4 (meng-analisis) C5 (mengevaluasi) dan C6 (mencipta). Pendidikan
memiliki paradigma baru di era globalisasi. Education is now oriented to
develop the compe-tence of learners so that they can find their own way in the
midst of a dynamic and ambiguous world.
Kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi, salah satunya memecahkan
masalah, perlu mendapat perhatian dari guru. Kemampuan pemecahan
masalah berperanan penting dalam pembentukan kompetensi sosial siswa di
masyarakat agar mereka mampu beradaptasi di lingkungan yang dinamis.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah adalah metode pembelajaran problem
posing. Problem posing adalah suatu kegiatan pembelajaran dimana siswa
terlibat langsung dalam pembuatan soal dan menyelesaikannya sesuai dengan
konsep atau materi yang telah dipelajari.
134 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Pengertian Model Pembelajaran


Model pembelajaran merupakan prosedur dalam mengorganisasikan
pengalaman dan kegiatan belajar secara sistematis guna mencapai tujuan
pembelajaran (Haji, 2011). Model pembelajaran menjadi salah satu hal penting
yang mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
pendapat Eggen, bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai strategi
pembelajaran yang dirancang untuk mencapai tujuan belajar.
Adapun yang dikemukakan oleh Joyce dan Weil, model pembelajaran adalah
desain pembelajaran secara sistematis yang digunakan oleh guru dalam
pembelajaran di kelas dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Hidayah and Leonard, 2013).
Pendapat lain dari Suyitno dalam (Amalya. R., 2015) menjelaskan bahwa
model pembelajaran merupakan tahapan-tahapan pembelajaran tertentu yang
diimplementasikan dalam kegiatan belajar untuk mencapai kompetensi
pembelajaran. Tahapan inilah yang menjadi sarana guru untuk mentransfer
pengetahuan dan pemahaman kepada siswa agar tujuan pembelajaran tercapai
efisien dan efektif.
Secara lebih konkret, model pembelajaran dapat dijelaskan sebagai kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur pembelajaran secara sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman dan kegiatan belajar dan pembelajaran
guna mencapai tujuan (Pusfita and Fitriyani, 2015). Model pembelajaran
mengacu kepada pendekatan yang digunakan dan mencakup tujuan, tahapan
kegiatan, lingkungan dan pengelolaan pembelajaran di kelas (Robbah and
Setiawani, 2015).
Penggunaan model pembelajaran tentunya disesuaikan dengan konten atau
materi ajar sehingga mewujudkan lingkungan belajar yang mendorong siswa
untuk belajar (Fathurrohman and Sulistyorini, 2012). Model pembelajaran
memiliki berbagai macam yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas.
Beberapa model pembelajaran tentunya mempunyai kekurangan dan
kelebihan.
Namun model pembelajaran yang baik digunakan harus memenuhi ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Melibatkan siswa secara emosional dan intelektual dengan berbagai
kegiatan yang mendorong siswa untuk menganalisis, melakukan dan
membentuk sikap.
Bab 11 Model Pembelajaran Problem Possing 135

2. Siswa diikutsertakan secara aktif dan kreatif.


3. Model pembelajaran menekankan guru sebagai fasilitator, motivator,
mediator dan koordinator dalam proses pembelajaran.
4. Guru menggunakan berbagai macam metode, media maupun sumber
belajar yang relevan.

Model pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam


implementasi pembelajaran di kelas. Guru diharapkan dapat memilih dan
menggunakan model pembelajaran yang tepat dan sesuai untuk mengarahkan
guru pada pembelajaran yang berkualitas dan efektif (Afandi, Chamalah and
Wardani, 2013).

11.2 Konsep Problem Possing


Model pembelajaran problem possing mulai dikembangkan pada tahun 1997
oleh Lyn D. pada pembelajaran matematika, kemudian sejalannya waktu,
model ini diterapkan pula pada pembelajaran lainnya. Problem possing berasal
dari istilah bahasa inggris, yakni “problem” berarti masalah atau soal dan
“pose” berarti mengajukan. Problem possing dapat diartikan sebagai model
pembelajaran yang mendorong siswa aktif mengembangkan, membuat dan
menyusun soal dalam proses pembelajaran di kelas (Kadir, 2011).
Menurut Shoimin dalam Pusfita & Fitriyani (2015), Problem possing
mempunyai tiga pengertian yakni:
1. Problem possing merumuskan soal sederhana atau perumusan ulang
soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan
dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
2. Problem posing merumuskan soal yang berkaitan dengan syarat-
syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari
alternatif pemecahan lain.
3. Problem posing merumuskan atau, membuat soal dari situasi yang
diberikan.

Dari ketiga pengertian tersebut, Shoimin mengemukakan bahwa model


problem possing sebagai suatu gambaran pelaksanaan pembelajaran
136 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

menstimulus siswa untuk berperan aktif dalam mengajukan suatu soal atau
permasalahan dan secara mandiri siswa menjawab permasalahan tersebut
(Pusfita and Fitriyani, 2015)
Adapun menurut Yuliati & Saputra (2019) problem possing dapat disebut
sebagai model pembelajaran yang mendorong siswa aktif dan
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, berpikir kritis dan
kreatif. Problem possing dapat menstimulus siswa untuk merumuskan
masalah, memecahkan masalah, memberikan solusi atas permasalahan yang
sedang dikaji.
Bentuk lain dari Problem Posing, yaitu pemecahan masalah dengan melalui
elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian bagian yang
lebih simpel sehingga dipahami.
Menurut Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 kegiatan elaborasi, guru:
1. Membiasakan siswa membaca dan menulis yang beragam melalui
tugas-tugas tertentu yang bermakna.
2. Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi dan lain-lain
untuk memunculkan gagasan-gagasan baru baik secara lisan maupun
tertulis.
3. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan
masalah dan bertindak tanpa rasa takut.
4. Memfasilitasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
5. Memfasilitasi siswa berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar.
6. Memfasilitasi siswa membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik
lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok.
7. Memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja individual maupun
kelompok.
8. Memfasilitasi siswa melakukan pameran turnamen, festival, serta
produk yang dihasilkan.
9. Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri siswa.

Problem posing dengan ciri khas elaborasi inilah yang akan mengantarkan
siswa dalam memahami konsep dengan cara mengidentifikasi serta
Bab 11 Model Pembelajaran Problem Possing 137

menyintesis dari suatu masalah sehingga melatih daya nalar berpikir kritis
dengan cara pengajuan/pembentukan soal.
Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan yaitu:
1. Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari
pengalaman siswa.
2. Pembentukan soal dari soal yang sudah ada.

Pengajuan soal dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa karena


pengajuan soal merupakan sarana untuk merangsang kemampuan tersebut.
Dengan membuat soal, siswa perlu membaca informasi yang diberikan dan
mengkomunikasikan pertanyaan dari informasi yang ada dapat menyebabkan
ingatan siswa jauh lebih baik.
Kemudian, dalam pengajuan soal diberikan kesempatan menyelidiki dan
menganalisis informasi untuk dijadikan soal. Kegiatan menyelidiki tersebut
bagi siswa menentukan apa yang dipelajari, kemampuan menerapkan
penerapan perilaku selama kegiatan belajar. Hal tersebut menunjukkan
kegiatan pengajuan soal dapat memantapkan kemampuan belajar siswa (Rianti
and Amelia, 2018)
Daryanti, Nugraha & Sutarni (2018) menjelaskan bahwa pengajuan soal dapat
diaplikasikan dalam tiga bentuk kognitif matematika yaitu pre-solution posing
yaitu membuat soal dari situasi yang diadakan, Within solution posing yaitu
siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub
pertanyaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang
bersangkutan, post-solution posing yaitu siswa mampu memodifikasi kondisi
soal yang telah diselesaikan untuk menghasilkan soal-soal yang baru yang
lebih menantang.
Menurut Komalasari et al., (2018) penyusunan soal-soal baru dapat digali dari
soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi bibit untuk
soal baru dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau lebih
karakteristik soal terdahulu.
Problem Posing diharapkan memancing siswa untuk menemukan pengetahuan
yang bukan diakibatkan dari ketidaksengajaan melainkan melalui upaya
mereka untuk mencari hubungan-hubungan dalam informasi yang
dipelajarinya. Semakin luas informasi yang dimiliki akan semakin mudah pula
menemukan hubungan-hubungan tersebut. Pada akhirnya, penemuan
138 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

pertanyaan serta jawaban yang dihasilkan terhadapnya dapat menyebabkan


perubahan dan ketergantungan pada penguatan luar pada rasa puas akibat
keberhasilan menemukan sendiri, baik berupa pertanyaan atau masalah
maupun jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

11.3 Karakteristik Problem Possing


Dalam mencari pemecahan masalah tidak harus didapatkan satu solusi.
Seorang guru harus melatih siswanya untuk mencari kemungkinan solusi yang
lain dengan mengembangkan konsekuensi yang diterima jika mereka
mengambil salah satu solusi masalah tersebut.
Dalam pembelajaran problem posing masalah yang diajukan tidak harus baru.
Hal tersebut juga menyangkut pembentukan kembali dari permasalahan yang
telah ada atau pembentuk masalah dari masalah yang telah ada atau bahkan
pembentuk masalah yang telah diperoleh solusinya.
Keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan cara menerapkan model
pembelajaran problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan
belajar. Siswa tidak hanya menerima materi dari guru, melainkan siswa juga
berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Jadi dalam model
pembelajaran problem posing ini tidak hanya dapat meningkatkan kreativitas
siswa tetapi juga hasil belajar yang baik.
Rosidi (2019) telah mengklasifikasikan Problem Posing seperti:
1. Pre-Solution
Sebelum penyelesaian masalah, dimana beberapa masalah dihasilkan
secara teliti dari stimulus yang disajikan seperti sebuah gambar, kisah
atau cerita, diagram, paparan dan lain-lain.
2. During (within-solution)
Selama penyelesaian masalah ketika siswa secara sengaja merubah
suatu hasil dan kondisi dari permasalahan.
3. After Problem Posing (post-solution)
Setelah penyelesaian masalah, ketika pengalaman dari konteks
penyelesaian masalah diterapkan pada situasi yang baru.
Bab 11 Model Pembelajaran Problem Possing 139

Informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda


manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, masalah, atau
penyelesaian dari suatu masalah (Amalya. R., 2015).
Selain itu jenis informasi dalam problem posing ada dua, yaitu:
1. Informasi bergambar
Informasi bergambar ini dibedakan lagi menjadi dua, yaitu:
a. Informasi bergambar yang disertai keterangan gambar.
b. Informasi bergambar yang tidak disertai keterangan gambar,
kecuali berupa kata sebagai penjelas gambar.
2. Informasi tidak bergambar
Informasi tak bergambar atau informasi yang hanya berupa kalimat
saja dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Informasi yang berupa kalimat saja.
b. Informasi berupa kalimat pertanyaan saja.
c. Informasi berupa kalimat pertanyaan dan kalimat pernyataan.

Santoso, et al., (2019) menjelaskan bahwa ada syarat yang harus dimiliki siswa
agar dapat mengajukan masalah adalah kemampuan membaca, kemampuan
memahami informasi yang disajikan dan kemampuan mengkomunikasikan
pola pikir bertanya dalam bentuk kata-kata, baik lisan maupun tulisan.
Sedangkan Komalasari et al., (2018) menyatakan bahwa situasi atau informasi
dalam problem posing dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Problem posing bebas
Pada situasi problem posing bebas, siswa tidak diberikan informasi
yang harus dipatuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-
luasnya untuk membentuk masalah sesuai dengan apa yang
dikehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan
sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan masalah.
2. Problem posing semi terstruktur
Pada situasi problem posing semi terstruktur, siswa diberi situasi atau
informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau
menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan
pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan
140 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang


diketahuinya untuk membuat masalah.
3. Problem posing terstruktur
Pada situasi problem posing terstruktur, informasi atau situasinya
berupa masalah atau selesaian dari suatu masalah.

Bonotto (2013) menyatakan bahwa pengajuan masalah terdiri dari dua aspek
penting, yaitu accepting dan challenging. Accepting berkaitan dengan
kemampuan siswa memahami situasi yang diberikan oleh guru atau situasi
yang sulit ditentukan. Sementara challenging, berkaitan dengan sejauh mana
siswa merasa tertantang dari situasi yang diberikan sehingga melahirkan
kemampuan untuk mengajukan masalah.

11.4 Tipe Pembelajaran Problem


Possing
Model Pembelajaran Problem Posing memiliki beberapa jenis model seperti
dibawah ini:
Problem Posing Secara Berkelompok
Pembelajaran dengan problem posing ini menekankan pada pembentukan atau
perumusan soal oleh siswa baik secara individu, maupun secara berkelompok.
Setiap selesai pemberian materi guru memberikan contoh tentang cara
pembuatan soal dan memberikan informasi tentang materi pembelajaran dan
bagaimana menerapkannya dalam problem posing secara berkelompok (Kadir,
2011).
Penggunaan kerja secara kelompok untuk mengajar mempunyai tujuan agar
siswa mampu bekerja sama dengan teman-teman yang lain dalam mencapai
tujuan.
Keuntungan belajar kelompok adalah:
1. Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
Bab 11 Model Pembelajaran Problem Possing 141

2. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan


keterampilan berdiskusi.
3. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai
individu serta kebutuhan belajar.
4. Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka dan mereka
lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi.
5. Dalam memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai
pendapat orang lain, hal mana mereka telah saling membantu
kelompok dalam usaha mencapai tujuan bersama (Rianti and Amelia,
2018).

Problem Posing Secara Individu


Pengajuan masalah secara individu yang dimaksud dalam tulisan ini adalah
proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas, dengan seorang guru
sebagai fasilitator dan diikuti oleh semua siswa di dalam kelas. Selanjutnya,
secara perorangan atau individu, siswa mengajukan dan menjawab pertanyaan
baik secara verbal maupun tertulis berdasarkan situasi atau informasi yang
telah diberikan oleh guru.
Sama halnya dengan pengajuan masalah (soal) secara kelompok. Pengajuan
masalah secara individu juga memiliki kelebihan. Pertanyaan yang diajukan
secara individu berpeluang untuk dapat diselesaikan (solvable) dari pada
terlebih dahulu dipikirkan secara matang, sungguh-sungguh dan tanpa
intervensi pikiran dari siswa lainnya, dapat menjadi lebih berbobot. Selain itu
aktivitas siswa berupa pertanyaan, tanggapan, saran atau kritikan dapat
membantu siswa untuk lebih mandiri dalam belajar (Silver, 2013).
142 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

11.5 Tujuan dan Manfaat Pembelajaran


Problem Possing
Menurut pendapat para ahli, yang dikutip oleh Irawati (2014) Tatang
mengatakan bahwa problem posing dapat:
1. Membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan kesukaan
terhadap pelajaran sebab ide-ide siswa dicobakan untuk memahami
masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan
kemampuannya dalam pemecahan masalah.
2. Membentuk siswa berpikir kritis dan kreatif.
3. Mempromosikan semangat inkuiri dan membentuk pikiran yang
berkembang dan fleksibel.
4. Mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
5. Mempertinggi kemampuan pemecahan masalah sebab pengajuan soal
memberi penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep
dasar.
6. Menghilangkan kesan keseraman dan kekunoan dalam belajar.
7. Memudahkan siswa dalam mengingat materi pelajaran.
8. Memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran.
9. Membantu memusatkan perhatian pada pelajaran.
10. Mendorong siswa lebih banyak membaca materi pelajaran.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa model


pembelajaran problem posing ini memiliki banyak tujuan dan manfaat dalam
proses pembelajaran apabila diterapkan pada siswa sehingga model ini dapat
menjadi salah satu alternatif bagi guru untuk pemilihan model pembelajaran
yang efektif.
Bab 11 Model Pembelajaran Problem Possing 143

11.6 Tahapan Pembelajaran Problem


Possing
Langkah-langkah pembelajaran problem posing menurut Bonotto (2013)
sebagai berikut:
1. Memberikan kepada siswa soal cerita tanpa pertanyaan, tetapi semua
informasi yang diperlukan untuk memecahkan soal tersebut ada.
Tugas siswa adalah membuat pertanyaan berdasar informasi tadi.
2. Guru menyeleksi sebuah topik dan meminta siswa untuk membagi
kelompok. Tiap kelompok ditugaskan membuat soal cerita sekaligus
penyelesaiannya. Soal-soal tersebut dipecahkan oleh kelompok-
kelompok lain. Sebelumnya soal diberikan kepada guru untuk di
pilih. Soal-soal tersebut nanti digunakan sebagai latihan.
3. Siswa diberikan soal dan diminta untuk mendaftar sejumlah
pertanyaan yang berhubungan dengan masalah. Sejumlah pertanyaan
kemudian diseleksi dari daftar tersebut untuk diselesaikan.
Pertanyaan dapat bergantung dengan pertanyaan lain. Bahkan dapat
sama, tetapi kata-katanya berbeda.

Kaberman & Dori (2009) juga menyatakan bahwa langkah-langkah problem


posing yaitu sebagai berikut:
1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa, penggunaan
alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
2. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
3. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan
siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini
dapat pula dilakukan secara kelompok.
4. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk
menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat
menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang
diajukan oleh siswa.
5. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
144 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Berbeda dengan pendapat di atas, Silver (2013) menyatakan fase problem


posing sebagai berikut.
1. Accepting Pada fase accepting, siswa mengekspor sesuatu hal dari
suatu fenomena.
Kegiatan yang dilakukan adalah mengekspor sesuatu yang baru,
siswa dapat melakukan:
a. melakukan pengamatan;
b. membuat pertanyaan, dan membuat dugaan; eksplorasi internal
dan eksternal; eksplorasi eksak dan perkiraan; eksplorasi
historikal; dan mendaftar hal-hal yang dipertanyakan.
2. What-If –Not Pemberian konteks dalam soal, tidak selalu mudah
untuk memahami apa yang telah diketahui.

Apa yang akan dijadikan sebagai informasi yang telah diketahui tergantung
pada tujuan pembelajaran. Kegiatan yang dapat dilakukan pada fase ini adalah
memilih titik awal, mendaftar informasi yang diketahui, mendaftar apa yang
tidak ada, dan yang belum ada, membuat pertanyaan, dan menganalisis
masalah.

11.7 Kelebihan dan Kekurangan


Pembelajaran Problem Possing
Pembelajaran problem posing cukup memberikan banyak manfaat bagi siswa.
Pengajuan masalah merupakan salah satu pendekatan yang mampu
meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Pengajuan masalah dapat bermanfaat dan digunakan dalam mempertemukan
sejumlah tujuan belajar yang banyak dan bervariasi, baik dalam strategi
pembelajaran berkelompok maupun pembelajaran secara individu (Kartika
Irawati, 2014).
Sedangkan menurut Siswono dalam menyebutkan beberapa kelebihan dan
kelemahan problem possing, yaitu sebagai berikut:
Bab 11 Model Pembelajaran Problem Possing 145

Kelebihan
1. Membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan
terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan
untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat
meningkatkan performancenya dalam pemecahan masalah.
2. Merupakan tugas kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan
kreatif.
3. Mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan memecahkan
masalah dan sikap siswa terhadap matematika.
4. Dapat mempromosikan sikap inkuiri dan membentuk pikiran yang
berkembang dan fleksibel.
5. Mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
6. Berguna untuk mengetahui kesalahan atau miskonsepsi siswa.
7. Mempertinggi kemampuan pemecahan masalah siswa, sebab
pengajuan masalah memberikan penguatan-penguatan dan
memperkaya konsep-konsep dasar.
8. Menghilangkan kesan “keseraman” dan “kekunoan” dalam belajar.
9. Mempersiapkan pola pikir atau kriteria berpikir matematis,
berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah.

Berdasarkan kelebihan diatas, problem posing dapat membantu siswa


menemukan topik dengan lebih tajam dan memungkinkan siswa untuk
memperoleh pemahaman yang mendalam. Problem posing juga dapat
mendorong siswa untuk menciptakan ide-ide baru dalam setiap topik.
Kelemahan
1. Sering kali siswa melakukan penipuan, siswa hanya meniru atau
menyalin hasil pekerjaan temannya, tanpa mengalami peristiwa
belajar.
2. Membutuhkan waktu yang lebih banyak bagi siswa untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan. Menyita waktu yang lebih
banyak bagi pengajar, khususnya waktu koreksi tugas siswa.
3. Memerlukan keahlian khusus dan kemampuan guru dalam
mengarahkan siswa membuat masalah, sebab masalah yang dibuat
146 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

siswa dapat beragam dan guru harus menilai apakah masalah yang
diajukan tersebut benar/salah, apakah sesuai dengan informasi yang
ada, atau apakah dapat dipahami siswa lain (Yuliati and Saputra,
2019).
Bab 12
Model Rotating Trio Exchange

12.1 Pendahuluan
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di suatu kelas atau
pembelajaran dalam tutorial. Joyce dan Weil menyatakan bahwa model
pembelajaran ialah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pelajaran dikelas atau yang lain.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Model pembelajaran adalah suatu pedoman atau kerangka konseptual yang
digunakan guru untuk membantu peserta didik dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar untuk mencapai tujuan mengajar.
Di samping itu model pembelajaran juga diartikan sebagai suatu rencana
pengajaran yang menunjukkan pola pembelajaran tertentu, yang polanya dapat
dilihat oleh aktivitas guru dan siswa, serta sumber belajar yang digunakan
dalam mewujudkan kondisi pembelajaran atau sistem lingkungan yang
memungkinkan siswa belajar. Dalam model pembelajaran terdapat rangkaian
karakteristik aktivitas guru dan siswa dalam peristiwa pembelajaran yang
148 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

dikenal dengan sintaksis dengan empat karakteristik model pembelajaran


dengan kurikulum. Kurikulum ini merupakan pedoman pelaksanaan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu melalui komponen
perubahan kurikulum.
Ciri-ciri Model pembelajaran mencakup: rasional dan berpikiran logis
berdasarkan teori-teori pembelajaran yang sudah disusun oleh peneliti
sebelumnya, berorientasi pada landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana
siswa belajar, sikap mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran yang
ditentukan dapat dilaksanakan dengan baik dan mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran dan mendukung lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran tercapai.
Jenis-jenis model pembelajaran yang dijelaskan oleh para ahli beragam. Salah
satu referensi yang paling sering digunakan adalah model pembelajaran
Richard Arends (2012) yang terdiri dari delapan jenis. Di antaranya presentasi
dan penjelasan, langsung, media visual dan teks, inkuiri, teaching thinking,
berbasis kasus, kooperatif, dan berbasis masalah. Selain jenisnya yang
beragam, pengaplikasiannya juga beragam dan bergantung pada tujuan
pembelajaran yang dirumuskan oleh guru. Maka dari itu, jenis-jenisnya dapat
disesuaikan dengan konteks kebutuhan yang bersangkutan.
Pada bab ini kita akan memperkenalkan salah satu model pembelajaran
kooperatif yaitu model Rotating Trio Exchange.

12.2 Pembelajaran Kooperatif


Sebelum Perang Dunia II, ahli teori sosial seperti Allport, Watson, Shaw, dan
Mead mulai membangun teori pembelajaran kooperatif setelah menemukan
bahwa kerja kelompok lebih efektif dan efisien dalam kuantitas, kualitas, dan
produktivitas secara keseluruhan jika dibandingkan dengan bekerja sendiri.
Namun, baru pada tahun 1937 ketika peneliti May dan Doob menemukan
bahwa orang yang bekerja sama dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama, lebih berhasil dalam mencapai hasil, daripada mereka yang berusaha
secara mandiri untuk menyelesaikan tujuan yang sama. Selanjutnya, mereka
menemukan bahwa orang yang berprestasi secara mandiri memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk menampilkan perilaku kompetitif.
Bab 12 Model Rotating Trio Exchange 149

Filsuf dan psikolog di tahun 1930-an dan 40-an seperti John Dewey, Kurt
Lewin, dan Morton Deutsh juga mempengaruhi teori pembelajaran kooperatif
yang dipraktikkan saat ini. Dewey percaya bahwa penting bagi siswa untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sosial yang dapat digunakan
di luar kelas, dan dalam masyarakat demokratis. Teori ini menggambarkan
siswa sebagai penerima pengetahuan yang aktif dengan mendiskusikan
informasi dan jawaban dalam kelompok, terlibat dalam proses belajar bersama
daripada menjadi penerima informasi yang pasif (misalnya guru berbicara,
siswa mendengarkan).
Kontribusi Lewin terhadap pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan
menjalin hubungan antar anggota kelompok agar berhasil melaksanakan dan
mencapai tujuan pembelajaran. Kontribusi Deutsh untuk pembelajaran
kooperatif adalah saling ketergantungan sosial yang positif, gagasan bahwa
siswa bertanggung jawab untuk berkontribusi pada pengetahuan kelompok.
Sejak itu, David dan Roger Johnson telah secara aktif berkontribusi pada teori
pembelajaran kooperatif.
Pada tahun 1975, mereka mengidentifikasi bahwa pembelajaran kooperatif
mempromosikan rasa saling menyukai, komunikasi yang lebih baik,
penerimaan dan dukungan yang tinggi, serta menunjukkan peningkatan
berbagai strategi berpikir di antara individu-individu dalam kelompok. Siswa
yang menunjukkan lebih kompetitif kurang dalam interaksi dan kepercayaan
dengan orang lain, serta dalam keterlibatan emosional mereka dengan siswa
lain.
Pada tahun 1994 Johnson dan Johnson menerbitkan 5 elemen (saling
ketergantungan positif, akuntabilitas individu, interaksi tatap muka,
keterampilan sosial, dan pemrosesan) yang penting untuk pembelajaran
kelompok yang efektif, pencapaian, dan keterampilan sosial, pribadi, dan
kognitif tingkat tinggi (misalnya, pemecahan masalah, penalaran, pengambilan
keputusan, perencanaan, pengorganisasian, dan refleksi).
Menurut Brown & Ciuffetelli Parker (2009) dan Siltala (2010) Pembelajaran
kooperatif adalah suatu pendekatan untuk mengorganisasikan kegiatan kelas
ke dalam pengalaman belajar akademik dan sosial. Ini berbeda dari kerja
kelompok, dan telah digambarkan sebagai "menstrukturkan saling
ketergantungan yang positif”.
Siswa harus bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas secara
kolektif menuju tujuan akademik. Tidak seperti pembelajaran individual, yang
150 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

dapat bersifat kompetitif, siswa belajar secara kooperatif memanfaatkan


sumber daya dan keterampilan satu sama lain (saling meminta informasi,
mengevaluasi ide satu sama lain, memantau pekerjaan satu sama lain, dll.).
Selanjutnya peran guru berubah dari memberikan informasi menjadi
memfasilitasi belajar siswa. Semua orang berhasil ketika kelompok berhasil.
Ross dan Smyth (1995) menggambarkan tugas pembelajaran kooperatif yang
sukses sebagai tugas intelektual yang menuntut, kreatif, terbuka, dan
melibatkan tugas berpikir tingkat tinggi.
Kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu
secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu
kelompok atau satu tim. Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning
adalah suatu metode pembelajaran atau strategi dalam belajar dan mengajar
yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja dengan
kata lain pembelajaran dilakukan dengan membuat sejumlah kelompok
dengan jumlah peserta didik 2-5 anak yang bertujuan untuk saling memotivasi
antar anggotanya untuk saling membantu agar tujuan dapat tercapai secara
maksimal.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menggunakan
sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku
yang berbeda (heterogen). Pembelajaran kooperatif dikenal sebagai
pembelajaran secara berkelompok.
Akan tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja
kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas
yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara
terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi efektif di antara anggota
kelompok.
Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama
dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. Cooperative
learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif
sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Berikut ini adalah pengertian pembelajaran kooperatif menurut para ahli:
Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative learning (pembelajaran kooperatif)
merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan
Bab 12 Model Rotating Trio Exchange 151

menggunakan kelompok belajar kecil dimana siswa bekerja sama untuk


mencapai tujuan belajar”.
Damon dan Phelps, Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran
yang menerapkan interaksi kelompok teman sebaya. Eggen and Kauchak
(1996:279) “Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk
mencapai tujuan bersama”.
Sunal dan Hans, Cooperative Learning adalah suatu pembelajaran dengan
menggunakan cara pendekatan atau strategi khusus untuk memberi dorongan
kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
Para ahli lainnya memberi definisi pada pembelajaran kooperatif, seperti:
Stahl (1999), “cooperative learning is equated with any group activity or
project since all members of these groups are expected to cooperate in order to
complete their assignments”. Ini berarti bahwa dalam pembelajaran kooperatif
terjadi suatu aktivitas kelompok, semua anggota kelompok dapat bekerjasama
untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Djajadisastra, Cooperative Learning
adalah suatu metode belajar kelompok, yaitu murid atau siswa disusun
berdasarkan kelompok waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal dan
tugas-tugas (Tukiran Taniredja, dkk, 2011).
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama
siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Solihatin, E., dan Rahardjo (dalam
Tukiran Taniredja, dkk, 2011)
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu
sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama
dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua
orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Slavin (Isjoni, 2011), “In cooperative learning methods, students work together
in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Ini
berarti bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok
kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang
peserta didik lebih bergairah dalam belajar.
152 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Definisi berikut ini juga didapatkan dari beberapa ahli yang menjadi proponen
dalam dunia Pendidikan, seperti: Johnson and Johnson (Orlich, et al., 2007)
memberikan definisi cooperative learning is learning based on a small-group
approach to teaching that holds students accountable for both individual and
group achievement.
Suprijono (2013) secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-
pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang
untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Johnson, et al. (Fetsch & Yang, 2002) memandang bahwa “Cooperation is
considerably more effective than interpersonal competition and individualistic
efforts in promoting achievement and productivity and cooperation without
intergroup competition seems to promote higher achievement and productivity
than cooperation with intergroup competition”.
Definisi ini mengandung makna bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran yang bersifat kompetisi perseorangan dan
pembelajaran kooperatif lebih dapat meningkatkan prestasi dan produktivitas
belajar dibandingkan dengan kompetisi dalam kelompok.
Arends (1997) menyebutkan bahwa: The cooperative learning model provides
a framework within with teacher can foster important social learning and
human relations goals. Arends memandang bahwa model pembelajaran
kooperatif menyediakan suatu kerangka bagi guru untuk dapat membantu
kepentingan pengembangan pembelajaran dan tujuan hubungan manusia.
Trianto (2007), mengatakan di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama
dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang
sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama
lain saling membantu.
Nur (2000), seluruh model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur
tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan
dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan
struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran
yang lain.
Riyanto (2010) mengatakan hakikat pembelajaran kooperatif adalah metode
pembelajaran yang dirancang untuk melatih kecakapan akademis (academic
skills), keterampilan sosial (social skill) dan interpersonal skill. Suprijono
Bab 12 Model Rotating Trio Exchange 153

(2009) pembelajaran kooperatif adalah jenis kerja kelompok termasuk bentuk-


bentuk kegiatan yang dibimbing dan diarahkan oleh guru. Pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan
untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-
kelompok kecil yang saling bekerja sama dan diarahkan oleh guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”.
Pembelajaran kooperatif secara luas diakui sebagai praktik pedagogis yang
mempromosikan sosialisasi dan pembelajaran di antara siswa dari taman
kanak-kanak hingga tingkat perguruan tinggi dan di berbagai bidang studi.
Pembelajaran kooperatif melibatkan siswa bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama atau menyelesaikan tugas kelompok. Minat pembelajaran
kooperatif telah berkembang pesat selama tiga dekade terakhir karena
penelitian telah diterbitkan yang secara jelas menunjukkan bagaimana
pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mempromosikan prestasi
dalam membaca,menulis dan berbicara.
Pembelajaran Kooperatif memiliki beberapa elemen. Brown & Ciuffetelli
Parker (2009) membahas 5 elemen dasar dan esensial untuk pembelajaran
kooperatif:
1. Saling ketergantungan positif
a. siswa harus berpartisipasi penuh dan berusaha keras dalam
kelompoknya;
b. setiap anggota kelompok memiliki tugas/peran/tanggung jawab
oleh karena itu harus percaya bahwa;
c. mereka bertanggung jawab atas pembelajaran mereka dan
kelompok mereka.
2. Interaksi Promosi Tatap Muka
a. anggota saling mempromosikan kesuksesan pemahaman dan;
b. penyelesaian tugas.
3. Akuntabilitas Individu
a. setiap siswa harus menunjukkan penguasaan materi yang
dipelajari. setiap siswa;
154 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

b. bertanggung jawab atas pembelajaran dan pekerjaan mereka, oleh


karena itu menghilangkan kemalasan sosial.
4. Keterampilan Sosial
a. keterampilan sosial yang harus diajarkan agar pembelajaran
kooperatif berhasil terjadi;
b. keterampilan termasuk komunikasi yang efektif (keterampilan
interpersonal dan kelompok, kepemimpinan, pengambilan
keputusan, membangun kepercayaan dan keterampilan
manajemen konflik).
5. Keterampilan Manajemen Konflik
a. pemrosesan kelompok;
b. sering kali kelompok harus menilai keefektifannya dan
memutuskan bagaimana hal itu dapat diatasi dan ditingkatkan.

12.3 Model Pembelajaran Rotating Trio


Exchange
Permasalahan yang sering muncul dalam setiap proses pembelajaran, telah
mendorong beberapa praktisi pendidikan untuk menciptakan berbagai model
pembelajaran. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model
cooperative learning tipe Rotating Trio Exchange (RTE).
Menurut Isjoni (2016) model cooperative learning tipe rotating trio exchange
(RTE) adalah model pembelajaran dimana dalam satu kelompok terdiri dari 3
orang siswa, yang diberi nomor 0, 1, dan 2, nomor 1 berpindah searah jarum
jam dan nomor 2 sebaliknya berlawanan arah jarum jam sedangkan nomor 0
tetap di tempat.
Setiap kelompok diberikan pertanyaan untuk didiskusikan. Setelah itu,
kelompok dirotasikan kembali dan terjadi trio yang baru. Setiap trio baru
tersebut diberikan pertanyaan baru untuk didiskusikan, dengan cara pertanyaan
yang diberikan ditambahkan sedikit tingkat kesulitan.
Menurut Silberman (2009) bahwa model cooperative learning tipe Rotating
Trio Exchange (RTE) merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif
Bab 12 Model Rotating Trio Exchange 155

bagi siswa untuk berdiskusi tentang berbagai masalah pembelajaran dengan


beberapa anak di dalam kelas.
Pertukaran tiga anak yang dirotasikan, akan berjalan dengan mudah jika
dilengkapi dengan materi pelajaran yang mendukung. Berdasarkan teori dari
para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Rotating Trio Exchange
(RTE) adalah salah satu model pembelajaran cooperative learning yang
menerapkan pembelajaran secara berkelompok dimana siswa pada setiap
kelompok terdiri atas tiga orang (trio). Trio tersebut akan diputar dengan
ketentuan satu anggota tetap di tempat.
Model pembelajaran Rotating Trio Exchange (RTE) adalah salah satu model
pembelajaran kooperatif dan merupakan model pembelajaran berkelompok
dengan jumlah tiga orang satu kelompok dan bertujuan untuk memotivasi di
antara sesama anggota kelompok agar mendapatkan hasil belajar secara
maksimal.
Model pembelajaran Rotating Trio Exchange adalah Model pembelajaran
yang menurut beberapa pendapat adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran pertukaran tiga memutar (Rotating Trio
Exchange) adalah sebuah cara mendalam bagi peserta didik untuk
berdiskusi tentang berbagai masalah dengan beberapa (namun
biasanya tidak semua) teman kelasnya. Pertukaran ini dapat dengan
mudah dilengkapi dengan materi pelajaran. Diskusi kelas merupakan
suatu desain kegiatan untuk menghasilkan pemufakatan kelompok
melalui pembacaan dan perenungan yang bertujuan untuk
menstimulasi kemampuan analisis, interpretasi, serta
mengembangkan atau mengubah perilaku.
2. Model Rotating Trio Exchange (Pertukaran Tiga Memutar) dirancang
untuk melibatkan siswa secara langsung ke dalam pembelajaran agar
mereka belajar aktif dan membantu untuk membangun perhatian serta
minat mereka, memunculkan keingintahuan, dan merangsang
berfikir.
3. Tipe Rotating Trio Exchange adalah model pembelajaran kooperatif,
dimana peserta didik akan dibagi dalam kelompok yang terdiri dari
tiga orang. Setiap kelompok akan mendiskusikan pertanyaan yang
sama, setelah selesai peserta didik akan dirotasi untuk membentuk
156 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

kelompok baru. Model ini juga mengembangkan sebuah lingkungan


belajar aktif dengan menciptakan suasana dimana siswa dapat
bergerak secara fisik untuk saling bertukar pikiran dan pendapat
untuk memperoleh pengetahuan.
4. Model pembelajaran tipe RTE (Rotating Trio Exchange) merupakan
salah satu model pembelajaran kooperatif. Isjoni mengatakan bahwa
Model ini, kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari
3 orang, kelas ditata sehingga setiap kelompok dapat melihat
kelompok lainnya di kiri dan di kanannya, berikan pada setiap trio
tersebut pertanyaan yang sama untuk didiskusikan.
Setelah selesai berilah nomor untuk setiap anggota trio tersebut.
Contohnya nomor 0, 1 dan 2 kemudian perintahkan nomor 1
berpindah searah jarum jam dan nomor 2 sebaliknya, berlawanan
jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap di tempat. Ini akan
mengakibatkan timbulnya trio baru. Berikan kepada setiap trio baru
tersebut pertanyaan-pertanyaan baru untuk didiskusikan,
tambahkanlah sedikit tingkat kesulitan. Rotasikan kembali siswa
seusai setiap pertanyaan yang telah disiapkan. Sehingga terjadi timbal
balik yang sejalan dan selaras.
5. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi
dan bekerja sama dengan lebih banyak teman, memberikan
pengalaman baru berdiskusi dengan teman yang mungkin belum
pernah diajak berdiskusi, karena metode Rotating Trio Exchange
(Pertukaran Tiga Memutar) merotasi semua siswa dalam kelas
sehingga setiap rotasi kelompok yang akan dihasilkan berbeda-beda.

Dalam proses pembelajaran melalui strategi Rotating Trio Exchange siswa


akan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran, hal tersebut dikarenakan
dalam metode ini kelas akan dibuat sedemikian rupa sehingga setiap siswa
dituntut untuk mampu memahami materi yang diperoleh untuk kemudian
ditransfer ke siswa yang lain.
Guru hanya sebagai sutradara yang merancang proses pembelajaran dan
memastikan bahwa terjadi interaksi timbal balik antar siswa. Sehingga, proses
penerimaan atau pemahaman materi pelajaran benar-benar merupakan hasil
interaksi aktif antar siswa itu sendiri.
Bab 12 Model Rotating Trio Exchange 157

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Rotating Trio Exchange


Menurut Silberman langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kooperatif
Rotating Trio Exchange adalah sebagai berikut:
1. Membuat berbagai macam pertanyaan yang membantu siswa
memulai diskusi tentang isi pelajaran dengan menggunakan
pertanyaan yang tidak ada jawaban betul atau salah.
2. Membagi siswa ke dalam kelompok yang masing-masing
beranggotakan tiga orang (trio).
3. Memberikan masing-masing trio sebuah pertanyaan pembuka
(pertanyaan yang sama bagi tiap-tiap kelompok trio) untuk
didiskusikan.
4. Setelah diskusi selesai, guru meminta trio-trio menentukan nomor 0,
1, atau 2 bagi masing-masing dari anggotanya. Siswa dengan nomor
1 untuk memutar satu trio searah jarum jam. Siswa dengan nomor 2
untuk memutar dua trio searah jarum jam, sedangkan nomor 0 tetap
di tempat.
5. Memberi pertanyaan baru dengan tingkat kesulitan yang lebih
dibandingkan pertanyaan pembuka.
6. Lakukan perputaran berulang kali. Perputaran dengan diskusi
membantu siswa saling mengenal satu sama lain, belajar tentang
sikap, pengetahuan, dan pengalaman.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif


tipe RTE merupakan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa dalam
mengulang materi agar siswa terlatih dalam menemukan atau menguasai
konsep dan pembelajaran berpusat pada siswa.
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Rotating Trio Exchange
Kelebihan model pembelajaran cooperative learning tipe Rotating Trio
Exchange adalah:
1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
pandangan dan pengalaman yang diperoleh siswa secara bekerja
sama. Siswa berkarakter diam cenderung jarang bicara di depan
158 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

banyak orang. Model pembelajaran rotating trio exchange memberi


peluang bagi siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya karena
hanya berbicara di hadapan dua orang temannya.
2. Melatih siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan
mengemukakan pendapat.
3. Menolong siswa untuk memiliki motivasi tinggi karena mendapat
dorongan teman sekelompok.
Di dalam kelompok kecil cenderung dapat beradaptasi lebih cepat
karena hanya mencoba mengerti dua orang teman.
4. Mengembangkan keterampilan berpikir lebih baik dengan adanya
pembaharuan anggota dalam setiap kelompok setelah diskusi selesai.
5. Mengurangi rasa bosan dalam proses belajar karena dalam setiap
diskusi siswa selalu dirotasikan sehingga menemukan teman diskusi
yang selalu baru.
6. Memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangannya yang
berbeda dengan adanya struktur yang jelas dengan waktu yang
singkat dan teratur.
7. Meningkatkan sikap gotong royong.
8. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Jadi model pembelajaran kooperatif tipe RTE merupakan cara yang efektif
untuk mengubah pola belajar dalam kelas. Pembelajaran ini memiliki prosedur
yang memberi siswa lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling
bekerja sama dengan kelompok berbeda.
Model pembelajaran ini merupakan upaya yang tepat untuk mengembangkan
kemampuan kognitif siswa. Tidak terdapat kebosanan pada saat proses
pembelajaran karena peserta didik akan dirotasi. Oleh karena itu, pembelajaran
tipe ini sangat membantu peserta didik untuk memperoleh hasil belajar yang
maksimal.
Kelebihan Model Rotating Trio Exchange memberi peluang bagi siswa untuk
meningkatkan kemampuan bekerja dalam tim. Bekerja dalam tim dapat
membantu siswa mengembangkan sejumlah keterampilan yang semakin
penting dalam dunia profesional (Caruso & Woolley, 2008; Mannix & Neale,
2005).
Bab 12 Model Rotating Trio Exchange 159

Pengalaman kelompok yang positif, apalagi, telah terbukti berkontribusi pada


pembelajaran siswa, retensi dan keberhasilan perguruan tinggi secara
keseluruhan (Astin, 1997; Tinto, 1998; National Survey of Student
Engagement, 2006).
Jika bekerja dalam tim ini terstruktur dengan benar, seperti model
pembelajaran RTE, proyek kelompok dapat memperkuat keterampilan yang
relevan dengan pekerjaan kelompok dan individu, termasuk kemampuan
untuk: membagi tugas kompleks menjadi beberapa bagian dan langkah,
merencanakan dan mengelola waktu, memperbaiki pemahaman melalui
diskusi dan penjelasan, memberi dan menerima umpan balik tentang kinerja,
mengembangkan keterampilan komunikasi yang lebih kuat.
Di samping itu model pembelajaran RTE juga mendorong siswa untuk terlibat
langsung dalam diskusi. Dalam hal ini mereka dilatih untuk mengatasi masalah
Bersama-sama, menerima dukungan sosial dan dorongan untuk mengambil
risiko, mengembangkan pendekatan baru untuk menyelesaikan perbedaan,
membangun identitas bersama dengan anggota kelompok lainnya,
menemukan rekan yang efektif untuk ditiru.
Model ini juga menolong siswa untuk mengembangkan suara dan perspektif
mereka sendiri dalam hubungannya dengan teman sebaya. Sementara manfaat
belajar potensial dari kerja kelompok signifikan, hanya dengan menugaskan
kerja kelompok tidak menjamin bahwa tujuan ini akan tercapai. Faktanya,
proyek kelompok dapat – dan sering terjadi – menjadi bumerang jika tidak
dirancang, diawasi, dan dinilai dengan cara yang mendorong kerja tim yang
bermakna dan kolaborasi yang mendalam.

Gambar 12.1: Kelebihan Model Pembelajaran Rotating Trio Exchange


160 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Model RTE ini juga memberi kemudahan bagi guru untuk memberi penilaian
atau mengevaluasi kemampuan siswa melalui observasi kegiatan kelompok
pada saat diskusi sedang berlangsung. Sementara kelompok demi kelompok
sedang berdiskusi, guru akan berkeliling untuk melihat kelompok mana yang
membutuhkan bantuan atau motivasi. Dalam hal ini guru akan menjadi
motivator dan supervisor. Sementara memotivasi dan menyupervisi, guru juga
akan memberi penilaian atau evaluasi terhadap kegiatan tersebut.
Tiga kelebihan model pembelajaran Rotating Trio Exchange yaitu: Team
Building, Immediate Learning Involvement dan on the spot assessment dapat
dilihat dalam gambar di atas.
Kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe RTE adalah:
1. Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat mendorong siswa
untuk berani, dengan menciptakan suasana yang tidak tegang
melainkan akrab.
2. Siswa yang pintar cenderung mendominasi diskusi.
3. Memerlukan waktu yang banyak dalam pelaksanaannya karena setiap
kelompok harus dirotasikan untuk membentuk kelompok baru.
4. Siswa membutuhkan penyesuaian dengan kelompok baru setiap
terjadi rotasi, yang memungkinkan bagi siswa menghadapi kesulitan
beradaptasi dengan anggota baru dalam kelompoknya.
5. Bagi guru, terkadang tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai
dengan tingkat kemampuan berpikir para siswa secara umum.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan model cooperative learning tipe


Rotating Trio Exchange di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap model
pembelajaran memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing dalam
setiap pelaksanaannya, sehingga guru harus bisa meminimalisir kekurangan
tersebut agar pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
cooperative learning tipe Rotating Trio Exchange tidak terhambat.
Daftar Pustaka

Adhiarsih, N. L. (2012) USING THE THINK-PAIR-SHARE TECHNIQUE


TO IMPROVE STUDENTS’ SPEAKING ABILITY AT SMP NEGERI
4 NGAGLIK GRADE VIII IN THE ACADEMIC YEAR OF
2012/2013. Universitas Negeri Yogyakarta.
Afandi, M., Chamalah, E. and Wardani, O. (2013) Model dan Metode
Pembelajaran Di Sekolah. Semarang: UNINSULA PRESS, Computer
Physics Communications. doi: 10.1016/j.cpc.2008.12.005.
Aisyah, I. S., & Rahayu, G. D. S. (2021). Hasil Belajar Siswa Kelas Iv Sekolah
Dasar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Berkirim Salam
Soal. COLLASE (Creative of Learning Students Elementary Education),
4(2), 291-297.
Akili, W. (2010) Engaging Students in Learning through Cooperative Learning
Strategies, Proceedings of the 2010 ASEE North Midwest Sectional
Conference. Iowa State University.
Amalya. R., Y. I. (2015) ‘Penerapan Pendekatan Problem Posing Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah’, Jurnal Pendidikan
Matematika, 1(2), pp. 81–88.
Ambarsari, et. al. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe RTE Terhadap Hasil
Belajar IPS di SD,
Andriani, F., Waris, A. and Maf’ulah (no date) ‘The Implementation of Rally
Coach Model To Improve The Students’ Speaking Skill’, Journal of
English Language Teaching Society, 2019(1), pp. 1–7.
Arend, R. I. (1986) Learning to Teach. New York: McGraw-Hill.
162 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Arends, R.I. (2001) “Learning to Teach,” New York: McGrawHill.


Asmani, J. M. (2016). Tips Efektif Cooperative Learning. Diva Press.
Aunurrahman. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Ausubel, D. P. (1963) The Psychology of Meaningful Verbal Learning. Grune
& Stratton.
Azizah, M., Gummah, S., & Sukroyanti, B. A. (2019). Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Teknik Kancing Gemerincing untuk
Meningkatkan Aktivitas Siswa. Jurnal Penelitian dan Pengkajian Ilmu
Pendidikan: e-Saintika, 2(2), 127-134.
Azizah, N., Nengsih, E. W., Wati, L., Rahimah, & Nastiti, L. R. (2021). The
perspective on monopoly as media in physics learning by using teams
games tournament. Journal of Physics: Conference Series, 1760(1).
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1760/1/012015
Bonotto, C. (2013) ‘Artifacts as sources for problem-posing activities’,
Educational Studies in Mathematics, 83(1), pp. 37–55. doi:
10.1007/s10649-012-9441-7.
Bruce Joyce & Marsha Weil. (2003). Models of Teaching Fifth Edition.New
Delhi. Prentice-Hall, Inc.
Burhanuddin, B., Hasmawati, H., & Muddin, M. (2019). Peranan model
pembelajaran “bertukar pasangan” pada keterampilan berbicara.
Cecep, H. et al. (2021). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Karawang: Yayasan Kita
Menulis.
Chasanah, F. U., & Siradjuddin. (2018). Penggunaan Metode Picture and
Picture dalam Pembelajaran,” Jurnal IPS Meningkatkan, 6(1), hal. 808–
817.
Chen, R. (2021) ‘A Review of Cooperative Learning in EFL Classroom’, Asian
Pendidikan, 1(1), pp. 1–9. doi: 10.53797/aspen.v1i1.1.2021.
Cooper, K. M., Schinske, J. N. and Tanner, K. D. (2021) ‘Reconsidering the
Share of a Think–Pair–Share: Emerging Limitations, Alternatives, and
Opportunities for Research’, CBE—Life Sciences Education. American
Society for Cell Biology (lse), 20(1), p. fe1. doi: 10.1187/cbe.20-08-0200.
Daftar Pustaka 163

Cruickshank, D. ., Jenkins, D. . and Metclaf, K. . (2006) The Act of Teaching


4th Analysis and Application. New Jersey: Merrill Prentice Hall.
D.Odhi Rohman Triwicaksono.(2015/2016) Imlplementasi Metode Kooperatif
Tipe RTE Dalam
Daryanti., & Taufina. (2020) “Penggunaan Media Pembelajaran dalam Model
Picture and Picture Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa,” Jurnal
Basicedu, 4(2), hal. 484- 490.
Daryanto. (2010) “Belajar dan Mengajar,” Bandung: Yrama Widya.
Daryati, D., Nugraha and Sutarni, N. (2018) ‘Pengaruh penggunaan metode
problem posing terhadap kemampuan memecahkan masalah’, Jurnal
Pendidikan Ilmu Sosial (JPIS), 27(1), pp. 31–42.
Defita Purba Sari. (2017) “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe
Rotating Trio Exchange (Rte)
Devaki, V. (2018) ‘Breaching the silence ! Engaging the Students to Learn
through Think , Pair , Share Cooperative Learning Strategy’, International
Journal of Creative Research Thoughts (IJCRT), 6(2).
Djamarah, Syaiful Bahri. (2010) “Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif, Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis,” Jakarta: Rineka Cipta.
Educhannel (2022) Model Pembelajaran Group Investigation, educhannel.id.
Available at: https://educhannel.id/blog/artikel/model-pembelajaran-
group-investigation.html.
Elina, E., & Kosmajadi, E. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Round Club
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. In Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan (Vol. 2, pp. 180-186).
Erya Santoso, F., Elvis Napitupulu, E. and Amry, Z. (2019) ‘Metacognitive
Level Analysis of High School Students in Mathematical Problem-
Solving Skill’, American Journal of Educational Research, 7(12), pp.
919–924. doi: 10.12691/education-7-12-4.
Esminarto. (2016) ”Implementasi Model STAD dalam Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa,” Jurnal Riset dan Konseptual. Briliant, 1 (1), hal. 16-23.
164 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Estrapala, S. and Reed, D. K. (2020) ‘Goal-Setting Instruction: A Step-by-Step


Guide for High School Students’, Intervention in School and Clinic,
55(5), pp. 286–293. doi: 10.1177/1053451219881717.
Fathurrohman, M. and Sulistyorini (2012) Belajar dan Pembelajaran :
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Sesuai Standar Nasional. Yogyakarta:
Teras.
Fauzi, M. F., Buhun, M. F., & Purwadi, A. (2019). The Influence of Teams
Games Tournament (TGT) toward Students’ Interest in Arabic Language
Learning. Izdihar : Journal of Arabic Language Teaching, Linguistics,
and Literature, 2(2), 135. https://doi.org/10.22219/jiz.v2i2.9986
Fauziddin, Moh & Diana Mayasari. (2018) “Pemanfaatan Metode Picture and
Picture Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Rendah di
Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan Tambusai, 2(1), hal. 264–74.
Gayatri, E. R. P., Bahar, A., & Handayani, D. (2017). Perbandingan penerapan
model pembelajaran learning cycle (5e) dan two stay two stray. Alotrop,
1(1).
Gillies, R. M. (2016). Cooperative learning: Review of research and practice.
Australian Journal of Teacher Education, 41(3), 39–54.
Gumay, O. P. U., & Ali, M. (2019) ”Penerapan Model Picture and Picture pada
Pembelajaran Fisika Kelas VII SMP Negeri Pasenan Silampari," Jurnal
Pendidikan Ilmu Fisika, 1(1), hal. 52–59.
Haji, S. (2011) ‘Pendekatan Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika
Di Sekolah Dasar’, Kependidikan Triadik, 14(1), pp. 55–63.
Hamdani. (2011) “Strategi Belajar Mengajar,” Bandung : Pustaka Setia.
Hamdayama, J. (2016). Metodologi Pengajaran. PT Bumi Aksara.
Harianja, J. K. (2019) ‘Implementasi Cooperative Learning dengan
Menggunakan Strategi Rally Coach untuk Mengembangkan
Keterampilan Komunikasi Matematis’, DWIJA CENDEKIA: Jurnal
Riset Pedagogik, 3(2), pp. 175–182.
Harianja, J. K. (2020) ‘Implementasi Rally Coach Untuk Mengembangkan
Keterampilan Berpikir Kritis Pada Pelajaran Matematika’, Scholaria:
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 10(2), pp. 162–170.
Daftar Pustaka 165

Hasan, M. et al. (2021). Pengelolaan Lingkungan Belajar. Makassar: Yayasan


Kita Menulis.
Herawati, E. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Bercerita Berpasangan
Dalam Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Memahami Materi
Ungkapan Perintah. Jpg: Jurnal Penelitian Guru Fkip Universitas Subang,
2(2), 264-273.
Hidayah, A. A. and Leonard (2013) ‘Penggunaan Metode Problem Posing
Dalam Proses Pembelajaran Matematika’, Majalah Ilmiah Faktor, 1(1),
pp. 1–11.
Hidayah, N. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam Kelas V di Sekolah Dasar Negeri 006 Bente Kecamatan
Mandah (Doctoral dissertation, STAI Auliaurrasyidin Tembilahan).
Huda, M. (2013). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Pustaka Belajar.
Husniatun. (2020) “Penerapan Model Pembelajaran Picture and Picture Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Pada Muatan Pembelajaran Bahasa
Indonesia Di Kelas 1. A SDN 03/IX Senaung,” Jurnal Lirerasiologi, 3(2),
hal. 69–81.
Isjoni. (2015). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok
(Bandung: Alfabeta, cetakan ke 8,
Isjoni. (2011). Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar
Kelompok. Alfabeta.
Isjoni. (2016). Cooperatif Learning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok.
Bandung: Alfabeta.
Istarani. (2011) ”Model Pembelajaran Inovatif (Reverensi Guru dalam
Menentukan Model Pembelajaran),” Medan: Media Persada.
J, R. (2021) Effectiveness of Think-Pair Share Strategy in Improving Visually
Impaired Students ’ Speaking Skill At Slb-a Yapti Makassar. Universitas
Hasanuddin.
Jamal Mirdad & /Sakinah Dharmasraya (2020), Model-Model Pembelajaran:
Empat Rumpun Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio
Exchange (Rte) Pada Siswa Kelas XI SMAN 4 Bantimurung”, Jurnal
Dinamika,Vol. 8, No. 1, h. 16.
166 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Jolliffe, W. (2007) Cooperative Learning in the Classroom: Putting it into


Practice. First, Paul Chapman Publishing. First. Londin: Paul Chapman
Publishing.
Junaedi, dkk. (2008) ”Strategi Pembelajaran,” Surabaya: Lapis PGMI.
Kaberman, Z. and Dori, Y. J. (2009) ‘Question posing, inquiry, and modeling
skills of chemistry students in the case-based computerized laboratory
environment’, International Journal of Science and Mathematics
Education, 7(3), pp. 597–625. doi: 10.1007/s10763-007-9118-3.
Kadir, K. (2011) ‘Impelementasi Pendekatan Pembelajaran Problem Posingdan
Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Matematika’, Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan, 17(2), p. 203. doi: 10.24832/jpnk.v17i2.18.
Kagan, S. and Kagan, M. (2009) Kagan Cooperative Learning. Kagan
Publishing.
Kartika Irawati, R. (2014) ‘Pengaruh Model Problem Solving dan Problem
Posing serta Kemampuan Awal terhadap Hasil Belajar Siswa’, Jurnal
Pendidikan Sains, 2(4), pp. 184–192. doi: 10.17977/jps.v2i4.4534.
Khairani. (2017) ”Model-Model Pembelajaran,” Padang: Universitas Negeri
Padang.
Kholifah, N. et al. (2021). Inovasi Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Kita
Menulis.
Komalasari, K. (2017) ‘Pembelajaran kontekstual: konsep dan aplikasi’. PT.
Refika Aditama.
Komalasari, Y. et al. (2018) ‘Menganalisis Kemampuan Mathematical Problem
Possing Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa SMA’, UNION: Jurnal
Ilmiah Pendidikan Matematika, 6(3), pp. 359–368. doi:
10.30738/union.v6i3.3092.
Leasa, M. and Corebima, A. D. (2017) ‘The effect of numbered heads together
(NHT) cooperative learning model on the cognitive achievement of
students with different academic ability’, Journal of Physics: Conference
Series, 795(012071), pp. 1–9. doi: 10.1088/1742-6596/755/1/011001.
Lee, C., Li, H.-C. and Shahrill, M. (2018) ‘Utilising the Think-Pair-Share
Technique in the Learning of Probability’, International Journal on
Daftar Pustaka 167

Emerging Mathematics Education, 2(1), p. 49. doi:


10.12928/ijeme.v2i1.8218.
Lestari, A. W., Pratiwi, Y. and Mudiono, A. (2017) ‘Peningkatan Kreativitas
Menulis Narasi Melalui Penerapan Kooperatif Model Rally Coach
Berbantuan Media Gambar Untuk Siswa Sekolah Dasar’, Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, pp. 1220–1225.
Li, M. P. &, & Lam, B. H. (2013). Cooperative Learning.
www.ied.edu.hk/aclass/
Lie, A. (2009) Cooperatif Learning: Mempraktikan Cooperatif Learning di
Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Lince, R. (2016) ‘Creative Thinking Ability to Increase Student Mathematical
of Junior High School by Applying Models Numbered Heads Together’,
Journal of Education and Practice, 7(6), pp. 206–212. Available at:
https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1092494.pdf.
Lubis, R. R. (2017) ”Model Pembelajaran Picture and Picture untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa,” Prosiding Seminar Nasional
Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, hal.417–420.
Lyman, F. (1981) The responsive classroom discussion. Anderson,. College
Park: University of Maryland College of Education.
Mahmud, S. and Idham, M. (2017) Strategi Belajar Mengajar. Syiah Kuala
University Press.
Mangal, S. K. and Mangal, U. (2009) Essential of Educational Technology.
New Delhi: PHI Learning Private Limited.
Muhandaz, R. (2015) ‘PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK TERHADAP
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII
MTSN KOTA PADANG’, Suska Journal of Mathematics Education,
1(1), p. 35. doi: 10.24014/sjme.v1i1.1338.
Mukeriyanto, M., Mastur, Z., & Mulyono, M. (2019). Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kancing
Gemerincing Berbasis Budaya Jawa. In PRISMA, Prosiding Seminar
Nasional Matematika (Vol. 2, pp. 171-177).
Mulyono, A. (2018). Anak Kesulitan Belajar. Rineka Cipta.
168 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Muna, D. N., & Afriansyah, E. A. (2016). Peningkatan Kemampuan


Pemahaman Matematis Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif Teknik
Kancing Gemerencing dan Number Head Together. Mosharafa: Jurnal
Pendidikan Matematika, 5(2), 169-176.
Munawaroh, M., & Rofi’ah. (2017) ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
Picture and Picture Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran
IPA di Kelas III Di MI Tarbiyatusshibyan,” Attadib Journal of
Elementary Education, 1(2), hal. 94–111.
Muslich, Masnur . (2008) “KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,”
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Musyadad, V. F. et al. (2022). Pendidikan Karakter. Medan: Yayasan Kita
Menulis.
Nakagawa, J. J. (2003). Spencer Kagan’s Cooperative Learning Structures. 2nd
Peace as a Global Language Confrence Proceedings & Supplement.
Nasution, U. S. Z., Sahyar, & Sirait, M. (2016) ”Pengaruh Model Problem
Based Learning dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Effect of
Problem Based Learning and Model Critical Thinking Ability To
Problem,” Jurnal Pendidikan Fisika, 5(2), hal. 112–117.
Nurudin, N. (2018) ”Pembelajaran Picture and Picture,” Edum Journal, 1(2),
hal. 62–68.
Octavia, Shilphy A. (2020) “Model-Model Pembelajaran,” Yogyakarta:
Deepublish.
Öztürk, İ. H. (2011) ‘Curriculum Reform and Teacher Autonomy in Turkey: the
Case of the HistoryTeachi̇ng’, Online Submission, 4(2), pp. 113–128.
Available at: https://eric.ed.gov/?id=ED522675.
Pane, A. and Darwis Dasopang, M. (2017) ‘Belajar dan Pembelajaran’,
FITRAH:Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, 3(2), p. 333. doi:
10.24952/fitrah.v3i2.945.
Panggabean, S. et al. (2021). Konsep dan Strategi Pembelajaran. Medan:
Yayasan Kita Menulis.
Panggabean, S. et al. (2022). Pengantar Manajemen Pendidikan. Medan:
Yayasan Kiita Menulis.
Daftar Pustaka 169

Prihatiningsih, E., & Setyanigtyas, E. W. (2018) “Pengaruh Penerapan Model


Pembelajaran Picture and Picture dan Model Make A Match Terhadap
Hasil Belajar Siswa,” Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar. JPSd, 4(1), hal.
1–14.
Purba, F. J. (2022). Strategi-Strategi Pembelajaran. Medan: Yayasan Kita
Menulis.
Purba, S. et al. (2021). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Medan:
Yayasan Kita Menulis.
Purba, S. et. al. (2021). Teori Manajemen Pendidikan. Medan: Yayasan Kita
Menulis.
Pusfita, D. and Fitriyani, H. (2015) ‘Penerapan Model Pembelajaran Problem
Posing Untuk Meningkatkan Kreativitas’, Seminar Nasional Pendidikan,
Sains dan Teknologi, pp. 71–77.
Rahman, A., Sudiana, N. and Lasmawan, W. (2017) ‘Pengaruh Implementasi
Model Kooperatif Tipe Rally Coach Berbantuan Media Gambar
Terhadap Kemampuan Menulis Narasi Dengan Pengendalian
Kecerdasan Linguistik Pada Siswa Kelas V Gugus XIII Kecamatan
Buleleng’, PENDASI: Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 1(1), pp. 35–
44.
Ramadhani, Y. R. et al. (2021). Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan. Medan:
Yayasan Kita Menulis.
Ramdhani, R. F. Pendidikan Kewirausahawan. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Reynolds, B. and Shih, Y.-C. (2015) ‘Teaching Adolescents EFL by Integrating
Think-Pair-Share and Reading Strategy Instruction: A Quasi-
Experimental Study’, RELC Journal, 46, pp. 221–235. doi:
10.1177/0033688215589886.
Rezeki Amaliah.(2017) “Hasil Belajar Biologi Materi Sistem Gerak Dengan
Menerapkan Model
Riadi, M. (2012) Model Pembelajaran Group Investigation, KajianPustaka.com.
Available at: https://www.kajianpustaka.com/2012/10/model-
pembelajaran-group-investigation.html.
170 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Rianti, E. and Amelia, F. (2018) ‘Efektivitas Problem Solving Dan Problem


Posing Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Vii
Smpn 47 Batam’, Cahaya Pendidikan, 4(2), pp. 46–56.
Richards, J. C. and Rodgers, T. S. (1986) Approaches and Methods in Language
Teaching, Cambridge Language Teaching Library.
Rismayanti, R. (2017). Penerapan teknik paired story telling untuk
meningkatkan hasil belajar kognitif siswa pada mata pelajaran akidah
akhlak pokok bahasan akhlak terpuji: Penelitian tindakan Kelas di Kelas
IV B MI At-Taufiq Bandung (Doctoral dissertation, UIN Sunan Gunung
Djati Bandung).
Riyanto, Yatim. (2009) ”Paradigma Baru Pembelajaran,” Jakarta: Kencana.
Robbah, H. and Setiawani, S. (2015) ‘Penerapan Pendekatan Pembelajaran
Problem Posing untuk Meningkatkan Aktivitas dan Ketuntasan Hasil
Belajar Matematika Siswa Pokok Bahasan Program Linier Kelas XIIA
SMA Darus Sholah Tahun Ajaran 2013/2014’, Kadikma, 6(1), pp. 9–16.
Robyn M. Gillies. (2014 ) Cooperative Learning: Developments in Research
Rosidi, I. (2019) ‘Perbandingan Problem Solving Dan Problem Posing Ditinjau
Dari Kreativitas Verbal Terhadap Kemampuan Penyelesaian Masalah
Ipa’, Education and Human Development Journal, 5(1), pp. 105–114. doi:
10.33086/ehdj.v5i1.1331.
Rusman. (2011) “Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru,” Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rusman. (2011) ”Manajemen Kurikulum,” Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran: Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Rusman. (2016). Model-Model Pembelajaran. Rajawali Press.
Sahril, et all (2020), Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange:
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Untuk Meningkatkan Aktivitas
Dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Karang Sari
Kecamatan Padang Ratu , Universitas Lampung, h. 15
Sanjaya, Wina. (2006) “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan,” Jakarta: Kencana Prenada Media.
Daftar Pustaka 171

Sembert, P. J. et al. (2021) ‘Think-Pair-Share as a Springboard for Study


Buddies in a Virtual Environment’, Excelsior: Leadership in Teaching
and Learning, 14(1), pp. 51–60. doi:
10.14305/jn.19440413.2021.14.1.04.
Setiani, A., & Priansa, D. J. (2015). Manajemen Peserta Didik dan Model
Pembelajaran. Alfabeta.
Shoimin, A. (2014) 68 Model Pembelajaran Interaktif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Shoimin, A. (2014). Model Pembelajaran Inovatif dalam Berkurikulum 2013.
PT. Remaja Rosdakarya.
Silberman, M. (2013). Pembelajaran Aktif: 101 Strategi untuk Mengajar Secara
Aktif. Diterjemahkan oleh Yovita Hardiwati. Jakarta: PT Indeks
Silberman, Melvin L. (2016). Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif.
Bandung: Penerbit Nuansa.
Silver, E. A. (2013) ‘Problem-posing research in mathematics education:
Looking back, looking around, and looking ahead’, Educational Studies
in Mathematics, 83(1), pp. 157–162. doi: 10.1007/s10649-013-9477-3.
Simarmata, J. et al. (2021) Teori Belajar dan Pembelajaran. Yayasan Kita
Menulis.
Siregar, R. E. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Struktural Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA. JURNAL GLOBAL EDUKASI, 1(5),
583-589.
Siregar, R. S., et al. (2021). Manajemen Sistem Pembelajaran. Medan: Yayasan
Kita Menulis.
Siregar, R. S., et al. (2022). Konsep Dasar Ilmu Pendidikan. Medan: Yayasan
Kita Menulis.
Slavin, R. E. (2015). Cooperative Learning (15th ed.). Nusamedia.
Subakti, H. et al. (2021). Asas Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Medan:
Yayasan Kita Menulis.
Subakti, H. et al. (2021). Inovasi Pembelajaran. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Subakti, H. et al. (2021). Metodologi Penelitian Pendidikan. Medan: Yayasan
Kita Menulis.
172 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Subakti, H. et al. (2022). Landasan Pendidikan. Medan: Yayasan Kita Menulis.


Sudarmanto, E. at el. (2022). Metode Riset Kuantitatif dan Kualitatif. Medan:
Yayasan Kita Menulis.
Sudjana, N. (2010) Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Sudjana, N. (2011) Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Rosda Karya.
Sugianto. (2010) “Model-Model Pembelajaran Inovatif,” Surakarta: Yuma
Pustaka.
Sukarman., & Lisnani, L., & Inharjnto, A. (2019) “Kajian Komparatif Model
Pembelajaran Example-Non Example dan Picture and Picture pada Mata
Pelajaran IPA,” Journal of Physics. Conference Series, 1157(2), hal. 1-5.
Sulistyanti, L., Siahaan, J., & Junaidi, E. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran
Two Stay Two Stray (TSTS) Dipadukan dengan Metode Demonstrasi
Terhadap Hasil Belajar Kimia. Chemistry Education Practice, 2(1), 17-
23.
Sumantri, D. (2019). Pembelajaran Akidah Akhlak dengan Strategi Cooperative
Learning. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam, 9(1), 1-10.
Sun, D., Looi, C. K. and Xie, W. (2014) ‘Collaborative Inquiry with a Web-
Based Science Learning Environment: When Teachers Enact It
Differently’, Educational Technology and Society, 17(4), pp. 390–403.
Available at: https://www.jstor.org/stable/jeductechsoci.17.4.390.
Suprijono, A. (2011) ‘Model-model pembelajaran’, Jakarta: Gramedia Pustaka
Jaya, 45.
Suprijono, Agus. (2009) ”Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM,”
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryono (2021) Pentingnya Rasa Percaya Diri terhadap Prestasi Belajar Siswa.
STFK Ledalero.
Sutipnyo, B. and Mosik, M. (2018) ‘The Use of Numbered Heads Together
(NHT) Learning Model with Science, Environment, Technology, Society
(SETS) Approach to Improve Student Learning Motivation of Senior
High School’, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 14(1), pp. 26–31. doi:
10.15294/jpfi.v14i1.13929.
Daftar Pustaka 173

Suyono, H. (2011). Belajar dan pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Suzerli, T. F., Alberida, H. and Yogica, R. (2019) ‘Effect of Cooperative
Learning Model Numbered Head Together (NHT) to Social Attitudes
Toward Competency Seventh Grade Students of SMPN 1 Padang’,
Bioeducation Journal, 3(1), pp. 17–26. doi: 10.24036/bioedu.v3i1.97.
Syam, S. (2022). Belajar dan Pembelajaran. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Syukron, A., Subyantoro, S., & Yuniawan, T. (2016). ”Peningkatan
Keterampilan Menulis Naskah Drama dengan Metode Picture and
Picture,” Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(2), hal. 49–
53.
Taniredja, T. (2012). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Alfabeta.
Torrijo, F. J. et al. (2021) ‘Combining Project Based Learning and Cooperative
Learning Strategies in a Geotechnical Engineering Course’, Education
Sciences, 11(467), pp. 1–16.
Trianto (2009) Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
Trianto (2010) Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep.
Jakarta: Kencana.
Trianto. (2008). Mendesain Pembelajaran Kontekstual di Kelas. Suarabaya:
Cerdas Pustaka Publisher. Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil
Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Karang Sari Kecamatan Padang
Ratu , Universitas Lampung, h. 15
Trianto. (2010) “Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif Konsep,
Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan,” Jakarta: Kencana.
Trianto. (2013). Model Pembelajaran Terpadu. PT Bumi Aksara.
Turner69 (2019) Cooperative Learning: Team Work Makes the Dream Work,
Science Teaching. Available at: https://sites.miamioh.edu/edt431-
531/2019/10/cooperative-learning-team-work-makes-the-dream-work/
(Accessed: 19 February 2022).
Tutupary, R. (2017) “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and
Picture Untuk Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini di
174 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Kelompok Bermain,” Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan, 1(2),


hal. 148–68.
Umar, E. (2019) “Penerapan Model Pembelajaran Picture and Picture Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas II SD Negeri 37 Mandau,”
Jurnal Pajar, 3(5), hal. 1035-1042.
Utami, N. R. et al. (2021). Supervisi Pendidikan. Bogor: Yayasan Kita Menulis.
Wahyudi, G., R, S., & Arief, D. (2021) ”Pengembangan Bahan Ajar Tematik
Berbasis Model Picture and Picture di Sekolah Dasar,” Jurnal Basicedu,
5(2), hal. 1060–1066.
Wahyudin. (2010) “Materi Pembelajaran Matematika Kelas Rendah,”
Bandung: Penerbit Mandiri.
Warman, D. (2013) ‘Hubungan kepercayaan diri dengan hasil belajar Geografi
kelas XI IPS di SMA N 1 Bayang kabupaten Pesisir selatan’, Jurnal
Pendidikan Geografi, 1st(1st), pp. 1–10.
Widyaningtyas, H., Winarni, R. and Murwaningsih, T. (2018) ‘Teachers’
Obstacles in Implementing Numbered Head Together in Social Science
Learning’, International Journal of Evaluation and Research in Education
(IJERE), 7(1), p. 25. doi: 10.11591/ijere.v7i1.11625.
Wijanarko, Y. (2017). Model pembelajaran Make a Match untuk pembelajaran
IPA yang menyenangkan.
Wisudawati, & Sulistyowati. (2015). Metodologi Pembelajaran IPA. PT Bumi
Aksara.
Wiyati. (2018) “Penerapan Model Pembelajaran Picture and Picture Untuk
Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas I Sekolah
Dasar,” Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, 7(1), hal. 88–
95.
Wulandari, P., Mujib, M. and Putra, F. G. (2016) ‘Pengaruh Model
Pembelajaran Investigasi Kelompok berbantuan Perangkat Lunak Maple
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis’, Al-Jabar : Jurnal
Pendidikan Matematika, 7(1), pp. 101–106. doi:
10.24042/ajpm.v7i1.134.
Daftar Pustaka 175

Yuliati, Y. and Saputra, D. S. (2019) ‘Model Pembelajaran Problem Posing


Dalam Meningkatan Kemampuan Berpikir Kritis’, Jurnal Cakrawala
Pendas, 5(2), pp. 40–44.
Yuni Yuliyati, et. Al. (2016) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Rotating Trio Exchange (RTE) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Fisika, Jurnal Pendidikan Fisika Vol.
4 No. 2, September 2016, h. 102.
Zaim, M. (2014). Metode penelitian bahasa: Pendekatan struktural.
Zaini, Hisyam. (2002) “Strategi Pembelajaran Kooperatif,” Jakarta: Rineka
Cipta.
Zubaidah, S., & Mahanal, S. (2016). Scientific Inquiry in Lecture View project
Education material View project. Proceeding Biology Education
Conference , 209–2014.
https://www.researchgate.net/publication/322316704
176 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Biodata Penulis

Joko Krismanto Harianja lahir di Belawan, pada 29


Desember 1988. Penulis tercatat sebagai lulusan
jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera
Utara (USU), Medan pada tahun 2009 dan magister
Teknologi Pendidikan, Universitas Pelita Harapan
(UPH), Jakarta pada tahun 2021. Penulis saat ini
bekerja sebagai seorang pendidik, peneliti dan
penulis dalam bidang Fisika, Matematika dan Ilmu
Pendidikan.

Hani Subakti, S.Pd., M.Pd. lahir di Kota Samarinda


pada tanggal 19 Januari 1989. Penulis mencatatkan
namanya sebagai lulusan terbaik tingkat universitas
program pascasarjana pada wisuda gelombang II
tahun 2017 dari Magister Pendidikan Bahasa
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Mulawarman. Dosen Bahasa Indonesia
yang kerap disapa Bapak Hani ini adalah anak bungsu
dari pasangan Alm. H. Sukardi (Bapak) dan Hj.
Mudjiati (Ibu). Penulis telah menikah dengan
Irmayanti, S.Pd dan kini telah dikaruniai tiga orang buah hati. Anak pertama
adalah Alm. Abqary Faqih Ainurahman, anak kedua Aghata Fathi Yusuf, dan
anak ketiga Azqiya Fayra Maryam. Penulis kini berkerja sebagai dosen tetap
yayasan di Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda. Penulis juga aktif
dan produktif di dalam dunia tulis menulis. Ini dibuktikan dengan telah terbitnya
buku-buku yang dihasilkan dalam bentuk buku fiksi ataupun buku nonfiksi di
antaranya: 8 Konsepsi Landasan Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi; 2 Jurus
Jitu Menulis Tugas Akhir dan Skripsi; Bus 46 Malam : Kumpulan Puisi;
Keterampilan Berpantun Bahasa Indonesia Sebagai Warisan Leluhur Untuk
Bangsa yang Berbudaya; Antologi Puisi Terkunci dalam Imajinasi; Dasar-Dasar
Perencanaan Pendidikan; Efektivitas Menulis Slogan dan Poster pada
178 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran; Inovasi Pembelajaran; Metodologi Penelitian Pendidikan; Asas


Bahasa Indonesia Perguruan Tinggi; Inovasi Pendidikan; Teori Manajemen
Pendidikan; Konsep dan Strategi Pembelajaran; Pendidikan Kewirausahaan;
Asa Menggapai Ilmu di Tengah Pandemi: Antologi Puisi; Eksistensi Ilmu di
Antara Pandemi: Antologi Puisi; Pergulatan Ilmu Kala Pandemi: Antologi
Puisi; Elaborasi Ilmu Sosial Untuk Covid-19: Pengajaran, Pembelajaran Serta
Esistensi Lembaga Pendidikan Selama Covid-19; Strategi Komunikasi,
Mobilitas Sosial Serta Perubahan Perilaku Masyarakat Dalam Menghadapi
Penyebaran Covid-19; Manajemen Supervisi Pendidikan; Supervisi
Pendidikan; Dasar Dasar Ilmu Pendidikan; Bahasa Indonesia Akademik Untuk
Penulisan Laporan Ilmiah; Manajemen Sistem Pembelajaran; Pembelajaran
Berbasis Riset; Riset Kualitatif dan Kuantitatif Dalam Bidang Kesehatan;
Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Pendidikan; Dasar-Dasar Pendidikan;
Pengelolaan Lingkungan Belajar; Landasan Pendidikan; Pengantar Manajemen
Pendidikan; Konsep Dasar Ilmu Pendidikan; Strategi-Strategi Pembelajaran;
Belajar dan Pembelajaran; Pendidikan Karakter; Metode Riset Kuantitatif dan
Kualitatif; Pendidikan Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Evaluasi pada
Pembelajaran Era Society 5.0.
Posel: hanisubakti@uwgm.ac.id

Akbar Avicenna, S.Pd., M.Pd. Lulus S1 dan S2


pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Universitas Muhammadiyah Makassar,
pada tahun 2006 dan 2014. Saat ini sedang
melanjutkan studi jenjang S3 Doktoral di Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin (UNHAS)
Makassar. Penulis juga tercatat sebagai Dosen Tetap
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, FKIP Universitas Muhammadiyah
Makassar, pada tahun 2015-sekarang. Selain itu,
penulis juga sebagai Dosen Luar Biasa di Institut
Teknologi dan Bisnis (ITB) Nobel Makassar dan STIE AMKOP Makassar.
Mengampu mata kuliah, Linguistik Umum, Sosiolinguistik, Psikolinguistik,
Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran BI, Evaluasi Pembelajaran BI,
Bahasa Indonesia, Pengantar Pendidikan, Perkembangan Peserta Didik, Profesi
Kependidikan dan Metodologi Penelitian. Penulis aktif melakukan penelitian
yang diterbitkan di beberapa jurnal, juga aktif dalam berbagai seminar regional,
Biodata Penulis 179

nasional, internasional, dan tetap ingin aktif, kreatif, bekerja dan berkarya untuk
kemajuan bersama.

Shopiah Anggraini Rambe, S.Pd.I., M.Hum. Lahir


di Aek Goti, Labuhanbatu Selatan, saat ini berdomisili
di Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu.
Menyelesaikan S-1 di Institut Agama Islam Negeri
Sumatera Utara (IAIN-SU) dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang Magister Linguistik Terapan
Bahasa Inggris (S-2) di Universitas Negeri Medan
(UNIMED). Bekerja sebagai Dosen Tetap di
Universitas Al Washliyah Labuhanbatu. Memiliki
hobi membaca dan menulis, beberapa hasil tulisan
telah terbit dalam artikel ilmiah di Jurnal Nasional
maupun Internasional.

Dr. Muhammad Hasan, S.Pd., M.Pd. Lahir di


Ujung Pandang, 6 September 1985. Merupakan
dosen tetap dan peneliti di Program Studi Pendidikan
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Negeri Makassar. Memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Ekonomi dari Universitas Negeri
makassar, Indonesia (2007), gelar magister
Pendidikan Ekonomi dari Universitas Negeri
Makassar, Indonesia (2009), dan gelar Dr. (Doktor)
dalam bidang Pendidikan Ekonomi dari Universitas
Negeri Makassar, Indonesia (2020). Tahun 2020 hingga tahun 2024 menjabat
sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri
Makassar. Sebagai peneliti yang produktif, telah menghasilkan lebih dari 100
artikel penelitian, yang terbit pada jurnal dan prosiding, baik yang berskala
nasional maupun internasional. Sebagai dosen yang produktif, telah
menghasilkan puluhan buku, baik yang berupa buku ajar, buku referensi, dan
buku monograf. Selain itu telah memiliki puluhan hak kekayaan intelektual
berupa hak cipta. Muhammad Hasan merupakan editor maupun reviewer pada
puluhan jurnal, baik jurnal nasional maupun jurnal internasional. Minat kajian
utama riset Muhammad Hasan adalah bidang Pendidikan Ekonomi, Literasi
180 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Ekonomi, Pendidikan Informal, Transfer Pengetahuan, Bisnis dan


Kewirausahaan. Disertasi Muhammad Hasan adalah tentang Literasi dan
Perilaku Ekonomi, yang mengkaji transfer pengetahuan dalam perspektif
pendidikan ekonomi informal yang terjadi pada rumah tangga keluarga pelaku
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, sehingga dengan kajian tersebut membuat
latar belakang keilmuannya lebih beragam dalam perspektif multiparadigma,
khususnya dalam paradigma sosial. Muhammad Hasan sangat aktif
berorganisasi sehingga saat ini juga merupakan anggota dari beberapa
organisasi profesi dan keilmuan, baik yang berskala nasional maupun
internasional karena prinsipnya adalah kolaborasi merupakan kunci sukses
dalam karir akademik sebagai dosen dan peneliti. Dalam kaitannya dengan
Merdeka belajar-Kampus Merdeka (MBKM), saat ini Muhammad Hasan
terlibat sebagai Ketua Tim Penyusun Kurikulum Program Studi Pendidikan
Ekonomi yang mendukung MBKM, terlibat dalam pelatihan Dosen Penggerak
MBKM, dan saat ini terlibat sebagai Dosen pengajar/pembimbing dalam
beberapa bentuk kegiatan pembelajaran MBKM, seperti pertukaran
mahapeserta didik, asisten mengajar di satuan pendidikan, dan magang/praktik
kerja.
Email Penulis: m.hasan@unm.ac.id

Yulia Rizki Ramadhani, M.Pd. lahir pada tanggal 4


April 1989 di Padangsidimpuan, merupakan anak
pertama dari Bapak Drs. Yuswin Harputra, M.Pd dan
Ibu Lisdawaty. Menyelesaikan program sarjana
jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Graha
Nusantara Padangsidimpuan tahun 2012. Selanjutnya
menyelesaikan program magister jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris di Universitas HKBP Nommensen
pada tahun 2017 dan bergabung menjadi dosen tetap
di Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan.
Aktif sebagai tutor online Pendidikan Bahasa Inggris
di Universitas Terbuka sejak tahun 2018 hingga sekarang. Juga aktif dalam
kepenulisan buku dan jurnal nasional. Serta terlibat sebagai reviewer di
beberapa jurnal nasional. Beberapa penelitiannya pernah didanai oleh
Kemeristekdikti dengan Skema Penelitian Dosen Pemula sebagai ketua pada
tahun 2019 sampai 2021 dan di tahun yang sama dengan judul yang berbeda
berperan sebagai anggota peneliti.
Biodata Penulis 181

Sri Hardianti Sartika lahir di Sumedang pada 2


September. Pada tahun 2018, tercatat sebagai lulusan
Magister Guruan Program Studi Pendidikan
Ekonomi di Universitas Pendidikan Indonesia. Sejak
tahun 2019 memegang posisi mengajar pada Jurusan
Pendidikan Ekonomi di Universitas Siliwangi,
Tasikmalaya. Fokus bidang ilmu pada pendidikan,
pengajaran, khusunya di bidang pendidikan ekonomi.

Betanika Nila Nirbita, S.Pd., M.Pd merupakan


dosen tetap Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi. Lahir
pada tanggal 15 September 1992 di Boyolali, Jawa
Tengah. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana pada
tahun 2015 dari Pendidikan Ekonomi BKK
Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Jenjang
pendidikan magister ia tempuh setelah menyelesaikan studi sarjana pada tahun
2016 dan lulus pada tahun 2018. Penulis secara aktif juga menulis pada artikel-
artikel yang terkait dengan pendidikan, media pembelajaran, akuntansi dan juga
perpajakan. Saat ini penulis masih secara aktif menjadi dosen dalam
pembelajaran akuntansi dan perpajakan.

Dina Chamidah, S. Pd., S.H., M. Si., M. Kn., C.


STMI Dosen di Program Studi Pendidikan Biologi,
Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya. Memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Biologi dari FPMIPA Universitas Negeri
Surabaya, juga Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum
Universitas Kartini, Surabaya. Magister Sains dari
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,
juga Magister Kenotariatan dari Universitas
Surabaya, Pendidikan Khusus Advokat PERADI dari
Universitas Surabaya, Pendidikan Sekolah Trainer dan Motivator Indonesia di
Yogyakarta dan sekarang sebagai Awardee LPDP pada Program Doktoral
182 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Pendidikan Biologi di Universitas Negeri Malang. Anggota Organisasi: PBI,


IDRI, PDRI, FDI, Kodepena, KPII, ADI, FKDI, Divisi Pelatihan TAPLAI 2
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (LEMHANNAS RI),
Jakarta, Indonesia. Sejak tahun 1999-sekarang sebagai Direktur Sukses
Makmur Rahardja. Pernah menjabat sebagai Notaris Pengganti di Kota
Mojokerto dan juga pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Biologi, Tim Sistem Penjaminan Mutu Internal (STMI), Tim Pengembang ISO
9001: Sertifikasi Sistem Penjaminan Mutu 2015 di Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya, juga sebagai anggota EURASIA (TERA, STRA, SSHRA, HBSRA).
Tahun 2018 sebagai Kandidat DPR RI Dapil IV Jatim dan delegasi UWKS
untuk Seminar International, MoU, Executive Meeting, FGD dan Pertukaran
Budaya dengan Saurashtra University, Christ Institute, dan Philippines
University. Juga sebagai delegasi UWKS untuk Visiting Lecturer di King
Abdulaziz University, Jeddah, UAE. Tahun 2018 menerima Penghargaan
sebagai Pemakalah Seminar International di India dan memperoleh Dana
Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT) sebagai anggota
peneliti. Dari tahun 2019 menjadi Editor Team di Journal Pakistan Science
Mission (PSM), International Referee Board di TAFFD’s dan Reviewer di
Prosiding Semnas Cendekiawan ke-5 Tahun 2019. Mulai tahun 2020 sebagai
Team Peer Reviewer Jurnal Teknosains Kodepena, Member dari IAN
(International Association of Neuroscience), ISDR (International Society for
Dermatology Research), Ikatan Ilmuwan Indonesia International (i4),
Ambassador of Sustainability, Wakil Ketua Divisi Akademik dan Publikasi
Ilmiah Mata Garuda 2.0, Pengurus Divisi Temu Ilmiah Neurosaintis Muda
Indonesia, International Board Referee di TAFFD’s Journal-USA, Magazine
Team the US the Library of Congress “Magazine of the Future Discussions”,
TAFFD’s, Los Angeles, California-US, International Advisory Committee di
ICASETM, dan juga sebagai Founder, Owner dan Advokat di DC Law Firm.
Tahun 2021 sebagai Editorial Board International Scientific Committee of
Moroccoan Journal of Quantitative and Qualitative Research (MJQ2R),
Scientific Committee di QQR21: The 3rd Edition of International Conference
of MJQR Quantitative and Qualitative Approach and Techniques for Applied
Sciences, Kenitra, Morocco. Juga sebagai Editor Team Proceedings ADRI
International Conference, Expert Reviewer di AEIC (Academic Exchange
Information Centre) dan AEIC Annual Academic Committees, Ambassador
dan Memberships Sustainability IYS (Impact Youth Sustainability), Mitra
Bestari Jurnal Tropical Genetics GeMI (Genetikawan Muda Indonesia), Jurnal
Inovasi Hasil Pengabdian Masyarakat (JIPEMAS) Universitas Islam Malang,
Biodata Penulis 183

dan Reviewer Jurnal Biogenesis. Tahun 2022 sebagai Reviewer di International


Conference on Computing Science, Communication and Security (COMS2),
Springer Nature. Minat utama saya adalah Biologi, Pendidikan Biologi, Ilmu
Biologi Reproduksi, Zoologi, Pendidikan, Manajemen Pendidikan,
Manajemen, Teknologi Pendidikan, Hukum dan Kenotariatan.

Dr. Ima Rahmawati, M. Pd., dilahirkan di Jakarta.


Saat ini aktif sebagai Tenaga Pengajar di Institut
Agama Islam Sahid dan Audit Internal di Yayasan
Wakaf Sahid Husnul Khotimah (YWSHK). Aktif
menulis dalam berbagai jurnal nasional maupun
internasional dengan core manajemen, metodologi
penelitian, administrasi pendidikan, kebijakan
pendidikan, perencanaan pendidikan dan sains.
Kegiatan lainnya, aktif sebagai pengurus di Ikatan
Alumni Universitas Pakuan Bogor (ILUNI), sebagai
anggota di Asosiasi Profesi Ikatan Sarjana
Manajemen dan Administrasi Pendidikan Indonesia (ISMAPI), dan anggota di
Asosiasi Perkumpulan Prodi MPI Indonesia (PPMPI). Ima juga memiliki
sejumlah gelar non akademik seperti Certified International Of Internal Quality
Audit (CIIQA) dan Certified International Quantitative Research (CIQnR) dari
Komite Akreditasi Nasional (KAN) serta Sertifikasi lainnya seperti Auditor ISO
9001:2015 dari SGS Academy dan ISO 19011:2018 dari Multi Kompetensi
Training & Consultation.

Hana Lestari, M.Pd. Berasal dari Kabupaten Bogor.


Tercatat sebagai dosen fakultas ilmu tarbiyah dan
keguruan di IAI Sahid dan Asesor Badan Akreditasi
Nasional Sekolah/Madrasah. Mahasiswa lulusan dari
Universitas Negeri Jakarta dan saat ini sedang
melanjutkan studi doktoral di Universitas Pendidikan
Indonesia.
184 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Maru Mary Jones Panjaitan lahir di Tomuan


Dolok, Sumatera Utara pada 22 Desember 1968. Ia
tercatat sebagai lulusan IKIP Jakarta dan lulusan AUP
( Adventist University of the Philippines). Wanita
yang kerap disapa Mary ini adalah anak dari pasangan
A. Panjaitan (ayah) dan R. Tampubolon (ibu). Maru
Mary Jones Panjaitan telah memiliki pengalaman
mengajar di berbagai jenjang pendidikan dari
Kindergarten hingga mengajar orang dewasa. Ia telah
mulai mengajar dari tahun 1992 di berbagai lembaga
pendidikan baik di Jakarta maupun di Sumatera Utara. Sejak Tahun 2004 hingga
saat ini, Ia menjadi dosen Bahasa Inggris di Akademi Keperawatan Surya
Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai