Kooperatif
Joko Krismanto Harianja, Hani Subakti, Akbar Avicenna
Shopiah Anggraini Rambe, Muhammad Hasan
Yulia Rizki Ramadhani, Sri Hardianti Sartika
Betanika Nila Nirbita, Dina Chamidah, Ima Rahmawati
Hana Lestari, Maru Mary Jones Panjaitan
Penulis:
Joko Krismanto Harianja, Hani Subakti, Akbar Avicenna
Shopiah Anggraini Rambe, Muhammad Hasan
Yulia Rizki Ramadhani, Sri Hardianti Sartika
Betanika Nila Nirbita, Dina Chamidah, Ima Rahmawati
Hana Lestari, Maru Mary Jones Panjaitan
Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0821-6453-7176
IKAPI: 044/SUT/2021
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga buku yang berjudul Tipe-tipe Model
Pembelajaran Kooperatif ini dapat ditulis dan dikerjakan dengan baik
oleh tim penulis.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan buku ini
yang masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran kami
harapkan dari pada pengguna buku ini demi kesempurnaan edisi
selanjutnya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada editor buku
pendidikan Penerbit Yayasan KIta Menulis atas saran dan bantuannya.
Tim Penulis
Daftar Isi
1.1 Pendahuluan
Pada awal tahun 1970, Sir James Britton dan para ahli lainnya di Inggris
menciptakan sebuah prosedur pembelajaran aktif (active learning) yang
dikenal sebagai pembelajaran kooperatif (collaborative learning) berdasarkan
teori Vygotsky. Britton percaya bahwa pembelajaran seorang siswa berasal
dari komunitas pembelajar yang terdiri dari siswa lain. Britton menentang
memberikan definisi khusus tentang peran guru dan siswa, yang dianggapnya
sebagai pelatihan (penerapan penjelasan, instruksi, atau resep untuk tindakan).
Sebagai gantinya, dia merekomendasikan untuk menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok kecil dan membiarkan mereka menghasilkan suatu
bentuk budaya, komunitas, dan prosedur belajar mereka sendiri, yang
dianggap sebagai bentuk proses pembelajaran alami (belajar dengan membuat
respons intuitif terhadap apa pun yang dihasilkan oleh upaya seseorang).
Britton percaya bahwa sumber belajar yang paling tepat adalah dengan
melakukan dialog dan interaksi dengan siswa lain (dan kadang-kadang guru)
yang dihasilkan dari sikap saling ketergantungan secara positif untuk mencapai
tujuan belajar siswa.
2 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
dengan orang dewasa lainnya dan dengan guru, baik secara lisan dan tertulis,
membantu siswa belajar matematika saat mereka mengklarifikasi ide-ide
mereka sendiri dan mendengarkan orang lain. Bahasa matematika itu sendiri
adalah alat berpikir yang memfasilitasi pemahaman matematika dan
menghubungkannya dengan bahasa alami dan pemikiran sehari-hari.
Siswa perlu memiliki banyak pengalaman dalam berkomunikasi tentang
matematika dalam berbagai pengaturan. Beberapa pengalaman akan
melibatkan bekerja berpasangan. Sebagai contoh misalnya, siswa TK bisa
duduk berhadap-hadapan dengan yang satu memberikan arahan lain tentang
cara membuat menara kubus Unifix.
Pengalaman lain akan melibatkan bekerja dalam kelompok kecil, seperti ketika
siswa kelas sepuluh menggabungkan informasi dari beberapa petunjuk terpisah
untuk menemukan jarak di sekitar taman. Beberapa pengalaman akan
melibatkan menjelaskan sesuatu kepada seluruh kelas, sementara yang lain
mungkin melibatkan menggambar, membuat model, atau menulis dalam
jurnal.
Siswa perlu mempelajari penggunaan bahasa dan simbol matematika yang
tepat. Sebagian besar pengalaman yang berkaitan dengan komunikasi
matematis akan melibatkan penggunaan bahasa alami, tetapi beberapa juga
akan melibatkan penggunaan tabel, bagan, grafik, manipulatif, persamaan,
komputer, dan kalkulator.
Siswa seharusnya tidak hanya dapat menggunakan masing-masing media yang
berbeda ini untuk menggambarkan ide-ide matematika dan solusi masalah,
tetapi mereka juga harus dapat menghubungkan deskripsi yang diperoleh
dengan menggunakan media yang berbeda.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dalam menerapkan
model pembelajaran rally coach untuk meningkatkan keterampilan
komunikasi matematis siswa di dalam pembelajaran matematika, maka dapat
dibuktikan bahwa penerapan model pembelajaran rally coach berhasil
membantu siswa kelas tujuh sekolah pertama dalam meningkatkan
keterampilan komunikasi matematis dan hasil belajar matematika.
Penerapan model pembelajaran rally coach terbukti sangat efektif dalam
membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi matematis
dan hasil belajar matematika. Selain itu melalui penerapan model
10 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
interaksi antar siswa dengan tujuan agar mereka dapat belajar dengan baik
bersama-sama (Rahman, Sudiana and Lasmawan, 2017).
Saat proses pembelajaran model rally coach ini, siswa mendapat manfaat
langsung untuk belajar pembelajaran kreativitasnya dalam mengembangkan
kemampuan menulis narasi, memahami sudut pandang orang lain,
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan memberikan umpan
balik. Dengan kata lain, proses pembelajaran ini membantu orang lain, belajar
untuk menghargai orang lain, dan belajar untuk menerima kritik konstruktif.
Untuk mengembangkan kreativitas dalam menulis narasi yang digunakan
media gambar. Hal ini sesuai dengan perkembangan kognitif siswa kelas
empat sekolah dasar yang masih dalam tahap operasional konkret. Menurut
Piaget, tahap operasional konkret merupakan tahap perkembangan kognitif
ketiga yang berlangsung antara usia 7 sampai 11 tahun. Berdasarkan hal
tersebut, pembelajaran menulis narasi diharapkan dapat ditunjang dengan
menghadirkan media.
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media gambar. Media
gambar didesain dan dilengkapi dengan teks rumpang. Penggunaan media
gambar mempunyai keuntungan di antaranya fleksibilitas, portabilitas, mudah
digunakan dan ekonomis.
Hal ini dipertegas dengan pendapat ahli yang mengemukakan bahwa media
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan minat siswa. Pada akhirnya kreativitas menulis narasi akan tampak dengan
pemanfaatan media tersebut (Lestari, Pratiwi and Mudiono, 2017).
Bab 2
Model Student Team
Achievement Division (STAD)
2.1 Pendahuluan
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division)
merupakan model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang
dengan struktur kelompok heterogen. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Team Achievement Division) dapat digunakan dalam membuat
laporan penelitian dan efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Pembelajaran ini juga dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani
bertanya, mengemukakan pendapatnya, dan menghargai pendapat teman.
Selain itu dalam belajar siswa dihadapkan pada latihan soal atau pemecahan
masalah, oleh sebab itu pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team
Achievement Division) sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat
bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengerjakan tugas yang
dibebankan padanya.
Pembelajaran ini juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman, karena siswa terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif
16 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Selain itu ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division)
agar menjamin para siswa bekerja secara kooperatif.
Hal-hal tersebut meliputi.
1. Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa
bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan
bersama yang harus dicapai.
2. Para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari
bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan
bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung
jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.
Bab 2 Model Student Team Achievement Division (STAD) 17
Akhirnya kepada seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut dan di
dalam tes mereka tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim ini
selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok. Tim yang
mencapai kriteria tertentu diberikan sertifikat atau penghargaan.
3.1 Pendahuluan
Teknik jigsaw adalah salah satu teknik pembelajaran kooperatif yang pertama
kali diterapkan oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas
pada tahun 1971, dan dipublikasikan pada tahun 1978. Pada awalnya
penelitian ini dipakai untuk tujuan agar mengurangi rasa kompetisi pembelajar
dan masalah ras yang terdapat di sebuah kelas yang berada di Austin Texas
(Zaini, 2002).
Kota Texas termasuk mengalami masalah rasis yang sangat parah, dan itu pun
memunculkan intervensi dari sekolah-sekolah untuk menghilangkan masalah
tersebut. Di dalam satu kelas banyak pembelajar Amerika keturunan Afrika,
keturunan Hispanik (Latin), dan pembelajar kulit putih Amerika untuk yang
pertama kalinya berada dalam sebuah kelas bersama-sama. Situasi pun
semakin memanas dan mengancam lingkungan belajar mereka.
Kemudian pada tahun 1971 Aronson dan teman-temannya menciptakan model
jigsaw dan mencoba untuk menerapkannya di dalam kelas. Eksperimen ini
terdiri dari membentuk kelompok pembelajaran (kelompok jigsaw), dimana
tiap pembelajar tergantung kepada anggota kelompoknya untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan untuk lulus dalam ujian. Tanpa memandang ras,
24 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
mereka digabungkan menjadi sebuah grup dan wajib bekerja sama di antara
sesama anggotanya agar mencapai sukses akademik.
Model jigsaw ini dikembangkan oleh Aronson dan kawan-kawannya sebagai
model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Teknik ini dapat
digunakan dalam pembelajaran membaca, menulis, berbicara, ataupun
mendengarkan. Dalam teknik ini guru memperhatikan skemata atau latar
belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini
agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.
Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong-
royong dan mempunyai kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Model jigsaw ini menuntut siswa
yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam pelaksanaan pembelajaran,
dan bukan gurunya. Guru hanya sebagai mediator dalam kegiatan proses
belajar mengajar.
Ketika dibandingkan dengan kelas tradisional dimana pembelajar-pembelajar
bersaing secara individu, pembelajar-pembelajar di dalam kelas jigsaw
menunjukkan diskriminasi yang lebih rendah, timbulnya rasa percaya diri, dan
prestasi akademik yang meningkat. Akhirnya, usaha keras Aronson dan
teman-temannya berhasil dengan sukses, maka kemudian metode jigsaw ini
diadaptasikan oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins
(Sugianto, 2010).
Tujuan pembelajaran kooperatif model jigsaw ini adalah untuk melatih peserta
didik agar terbiasa berdiskusi dan bertanggung jawab secara individu untuk
membantu pemahaman tentang suatu materi pokok kepada teman sekelasnya.
Pembinaan pengetahuan seperti ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi dinamis.
Model pembelajaran jigsaw ini harus dioptimalkan karena dapat meningkatkan
kemampuan berkreasi siswa dan tentunya meningkatkan prestasi siswa. Di
samping itu, pembelajaran ini juga dapat meningkatkan komunikasi siswa
karena berani menyampaikan apa yang telah ia peroleh dari kelompok lain,
maupun dari kelompok sendiri, sehingga siswa yang kurang percaya diri untuk
menyampaikan bisa terlatih dan lebih berani dengan pembelajaran model
jigsaw ini (Sugianto, 2010).
Bab 3 Model Jigsaw 25
dan mengajarkan apa yang telah mereka pelajari pada kelompok ahli,
dan;
3. Whole group jigsaw, yakni kelompok yang terbentuk pertama kali
sudah langsung menjadi kelompok ahli yang masing-masing
mempelajari persoalan yang berbeda dengan kelompok lain. Setelah
itu, masing-masing kelompok mengajarkan persoalannya kepada
kelompok lain melalui diskusi atau presentasi.
Model jigsaw ini didesain untuk meningkatkan tanggung jawab siswa dan
pembelajaran orang lain, karena siswa tidak hanya mempelajari materi yang
telah diperoleh, tetapi juga harus memberikan materi kepada orang lain. Model
pembelajaran ini terdiri dari kelompok kecil yang terdiri dari 2 orang atau lebih
untuk saling bekerja, saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan materi pelajaran yang harus dipelajari dan disampaikan kepada
anggota kelompok lain dalam kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran ini terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok
asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan
kemampuan yang berbeda-beda. Sedangkan kelompok ahli yaitu kelompok
siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan
untuk mempelajari dan memahami materi tertentu dan menyelesaikan tugas-
tugas yang berhubungan dengan materi yang kemudian dijelaskan kepada
anggota kelompok asal dan masing-masing diberi tanggung jawab untuk
keberhasilan masing-masing individu.
Menurut Rusman (2013), bahwa dalam model jigsaw ini terdapat 8 langkah
mudah agar siswa meraih sukses dalam belajar, yaitu:
1. siapkan materi, bagi materi menjadi beberapa sub topik;
2. jelaskan, beri penjelasan materi dan kompetensi dengan singkat;
3. buat kelompok heterogen, berdasarkan prestasi akademik, jenis
kelamin, dan kemampuan verbal;
4. baca materi, membaca berulang-ulang bukan menghafal;
5. diskusi kelompok ahli, siswa berdiskusi, mencatat poin penting, dan
berlatih presentasi;
6. presentasi di kelompok jigsaw, lakukan bergantian dengan waktu
relatif sama;
7. kumpulkan laporan, laporan inilah produk yang mereka hasilkan,
dan;
8. penilaian, teknik penilaian lisan lebih cocok daripada penilaian
tertulis.
Beberapa hal yang dapat menjadi kendala aplikasi model jigsaw di lapangan
yang harus dicarikan jalan keluarnya, menurut Zaini (2002), sebagai berikut:
1. Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah peer teaching
pembelajaran oleh teman sendiri, akan menjadi kendala karena
34 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Selain itu, faktor waktu juga kadang menjadi penghambat. Proses belajar
model jigsaw ini membutuhkan waktu lebih banyak, sementara waktu
pelaksanaan model ini harus disesuaikan dengan beban kurikulum.
36 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 4
Model Investigasi Kelompok
4.1 Pendahuluan
Model pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam
pembelajaran. Melalui model pembelajaran, guru dapat membantu peserta
didik mendapatkan ide, salah satu masalah dalam pembelajaran adalah
rendahnya pemahaman siswa terhadap suatu materi, sehingga tujuan dan hasil
pembelajaran yang diharapkan masih kurang maksimal. Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu metode pembelajaran yang dapat membuat siswa
menjadi lebih aktif dalam belajar.
Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap
prestasi belajar. Penelitian Laundgren (1994) menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif terhadap siswa
yang rendah hasil belajarnya. Senada dengan itu Johnson dan Johnson (dalam
Lie, 2000) mengemukakan belajar kooperatif menghasilkan prestasi yang lebih
tinggi.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok
yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan oleh para ahli
pendidikan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) berasal dari kata cooperative yang artinya
memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan akademik dan pemahaman
38 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
baik secara individu maupun kelompok serta saling membantu satu sama lain
(Wulandari, Mujib and Putra, 2016).
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi belajar dengan
membagi peserta didik ke dalam kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda-beda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik
harus bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran
yang dijelaskan oleh pendidik.
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang
mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok kecil yang mempunyai
kemampuan berbeda-beda dan dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan
bekerja sama.
cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam
pelaksananya mengacu pada berbagai teori investigasi.
Model pembelajaran investigasi kelompok menuntut para siswa untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam
ketrampilan proses kelompok (group process skills). Selain itu model
investigasi kelompok dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap
pertama sampai tahap akhir pembelajaran (Muhandaz, 2015).
Menurut Huda. M (2014:292) Model investigasi kelompok pertama kali
dikembangkan oleh Sharan dan Sharan (1976). Ini merupakan salah satu
model kompleks dalam pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa
untuk menggunakan skill berpikir level tinggi. Pada prinsipnya, strategi
investigasi kelompok sudah banyak diadopsi oleh berbagai bidang
pengetahuan, baik humaniora maupun saintifik. Akan tetapi dalam konteks
pembelajaran kooperatif model investigasi kelompok tetap menekankan pada
heterogenitas dan kerja sama antar siswa. Dalam investigasi kelompok guru
bertugas untuk menginisiasi pembelajaran dengan menyediakan pilihan dan
kontrol terhadap para siswa untuk memilih strategi penelitian yang akan
mereka gunakan.
Menurut Hamzah dan Mohamad (2014) dalam implementasi investigasi
kelompok, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan anggota
5-6 orang yang sifatnya heterogen. Kelompok ini dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat yang sama dalam
topik untuk diselidik, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik
yang terpilih. Kemudian, ia menyiapkan dan mempresentasikan laporan
kelompoknya kepada seluruh kelas.
Model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok adalah pembelajaran
yang melibatkan aktivitas siswa sehingga akan membangkitkan semangat serta
motivasi siswa untuk belajar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
oleh Kurniasih dan Sani (2015) bahwa model pembelajaran investigasi
kelompok adalah salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang
memiliki titik tekan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri
materi atau segala sesuatu mengenai materi pelajaran yang akan dipelajari.
Informasi tersebut bisa didapat dari bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari
buku pelajaran, perpustakaan, atau dari internet dengan referensi yang bisa
dipertanggung jawabkan” (Riadi, 2012).
40 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Adapun kelebihan pada model pembelajaran dua tinggal dua tamu (two stay
two stray) (Gayatri et al., 2017) adalah sebagai berikut:
1. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan.
2. Belajar siswa lebih bermakna.
Bab 5 Model Pendekatan Struktural 57
Sedangkan kelemahan pada model pembelajaran dua tinggal dua tamu (two
stay two stray) adalah sebagai berikut:
1. Membutuhkan waktu yang lama.
2. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, terutama yang
tidak terbiasa belajar kelompok akan merasa asing dan sulit untuk
bekerja sama.
3. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan
tenaga).
4. Seperti kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya
diskusi, sehingga siswa yang kurang pandai memiliki kesempatan
yang sedikit untuk mengeluarkan pendapatnya.
5. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
6.1 Pendahuluan
Sering kali dalam proses pembelajaran bahwa belajar itu tidak memiliki
makna, dalam hal ini tidak adanya pemahaman dalam proses belajar tersebut
sehingga tidak adanya penalaran dalam mengaplikasikan pengetahuan yang
diperoleh di kehidupan. Belajar merupakan produk sikap dan tingkah laku
sebagai akibat dari seorang guru atau instruktur dalam mengajar. Bagaimana
guru memahami pembelajaran akan memengaruhi cara mengajar dan
bagaimana juga siswa dalam belajar (Cooper, Schinske and Tanner, 2021).
Penting bagi guru untuk mentransisikan konsep pembelajaran dari perolehan
pengetahuan sederhana, kepada peserta didik dengan hafalan menuju
konstruksi pengetahuan yang lebih konsekuen dengan penerapan
keterampilan. Memperluas proses pembelajaran dengan mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan dapat memerlukan perubahan substansial dalam
cara guru memahami dan mendekati proses belajar-mengajar. Model
pembelajaran pada dasarnya adalah suatu bentuk pembelajaran yang
menggambarkan dari awal sampai akhir dan disediakan secara khusus oleh
guru (Komalasari, 2017).
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas dan program pembelajaran. Model
62 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Beberapa siswa merasa lebih aman dan lebih santai ketika berbicara dalam
kelompok kecil, daripada harus berbicara di depan seluruh kelas (Adhiarsih,
2012; J, 2021). Model pembelajaran think-pair-share memberi mereka
kesempatan untuk merasa lebih nyaman berbagi pemikiran dan ide-ide.
Selain membangun keterampilan sosial, model pembelajaran ini juga
meningkatkan keterampilan berbicara dan mendengarkan siswa. Ketika dalam
share bertukar pikiran bersama, setiap siswa belajar mendengar kelompoknya.
Ini dapat membantu siswa memperluas kosa kata mereka saat mereka
mempelajari kata-kata baru dari rekan-rekannya dan membangun pengetahuan
mereka sebelumnya.
Kagan mengemukakan beberapa kelebihan yang dimiliki oleh model
pembelajaran think-pair-share, yaitu:
1. Siswa memiliki waktu berpikir yang sesuai, sifat reaksi mereka
berkembang.
2. Siswa secara efektif disibukkan dengan mempertimbangkan ide-ide
mereka dan teman kelompoknya.
3. Pola pikir siswa terbentuk.
4. Meningkatkan penalaran setelah proses pembelajaran di mana siswa
memiliki kesempatan untuk membicarakan dan memikirkan idenya.
5. Kebanyakan siswa berpikir bahwa lebih muda dan lebih nyaman
untuk berbicara dengan teman sekelompok, daripada di depan kelas.
Guru memilih seorang siswa secara acak untuk menjawab sebuah pertanyaan.
Sehingga memberikan pengaruh kepada siswa lainya, siswa lainnya memiliki
kesempatan untuk mengingat informasi secara mandiri dan melatih jawaban
mereka dengan pasangan kelompoknya, membuat mereka lebih mungkin
untuk siap untuk diskusi yang lebih luas.
Guru kemudian dapat memberikan "waktu tanggapan" setidaknya beberapa
detik bagi siswa untuk mendengarkan dan merenungkan apa yang dikatakan
temannya. Waktu respons ini memungkinkan untuk berpikir lebih jauh,
sebelum siswa membagikan reaksi, tanggapan, dan elaborasi mereka. Setelah
jeda yang tepat, teknik yang sangat berguna adalah tambah (add), membangun
(build), dan tantangan (challenge).
Menggunakan Cara Yang Berbeda Untuk Berbagi (Share)
Cara yang sangat ampuh dalam melakukan model pembelajaran think-pair-
share adalah dengan menggunakan papan tulis mini. Sehingga selama tahap
berpikir (think), siswa menuliskan apa yang dapat mereka ingat dan mencatat
beberapa pemikiran dan pendapat awal.
Selama tahap berpasangan (pair), siswa dapat menambah atau menghapus
pemikirannya. Kemudian, pada tahap berbagi (share), siswa memperlihatkan
papan tulis mininya dan membagikan apa yang mereka tulis di depan kelas
kepada seluruh siswa.
Pada akhirnya, model pembelajaran think-pair-share sama pada semua aspek
pada pengajaran lainnya, karena kuncinya adalah perencanaan yang cermat.
model pembelajaran think-pair-share merupakan teknik yang sangat berguna,
tetapi tetap membutuhkan lebih banyak waktu daripada pembelajaran kelas
conventional, jadi untuk memastikan bahwa waktu tersebut dapat digunakan
dengan baik, pertanyaan yang diajukan kepada siswa harus dirancang dengan
baik dan dipertimbangkan dengan cermat.
Mereka harus dikomunikasikan sehingga siswa benar-benar memahami apa
yang ditanyakan dan bahwa pertanyaan itu mengarah pada poin-poin penting
yang terkait dengan pelajaran.
72 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
yang seharusnya, mitra dapat memegang pena sambil berbagi. Di akhir, mitra
B memberikan tanggapan positif, seperti “Saya senang mendengarkan Anda
karena…” atau “Ide Anda yang paling menarik adalah…” dan pasangan
berganti peran.
Model Time Paired Share membuat siswa yang pemalu dan kurang banyak
bicara angkat bicara dan memaksa semua orang untuk mendengarkan selama
waktu tertentu. Melalui kegiatan ini, siswa akan meningkatkan keterampilan
berbicara dan mendengarkan secara setara dan mengenal teman sekelas
mereka lebih baik.
Selain itu, mendengarkan tanpa dorongan untuk merespons membantu
pendengar memusatkan perhatian pada pembicara dan mendengarkan hanya
untuk memahami, yang merupakan definisi dari mendengarkan secara aktif.
Pada pengajaran bahasa kedua, Time Paired Share dapat digunakan dengan
topik apa pun yang memungkinkan, tergantung pada kemampuan bahasa, baik
untuk mata pelajaran seperti sejarah atau sastra, dapat digunakan untuk
meminta pendapat atau interpretasi pribadi.
Ada dua perbedaan utama antara Pair Share dan Time Paired Share. Pertama,
di Time Paired Share, tanggapan diatur waktunya sehingga siswa memiliki
persamaan berbagi waktu. Ini sangat ideal untuk menciptakan kesetaraan
partisipasi untuk tanggapan yang rumit. Kedua, dalam Time Paired Share,
siswa akan bersambutan. Pair Share adalah untuk berbagi dua arah yang cepat
itu.
Manfaat Model Time Paired Share
Model pembelajaran Time Paired Share memungkinkan untuk digunakan
kapan saja. Tujuan dari model pembelajaran ini adalah agar setiap siswa dapat
berpartisipasi. Model ini adalah model pembelajaran yang tepat untuk
membuat semua siswa tetap terhubung lebih dalam, dan itu hanya
membutuhkan satu menit.
Pair Share berbeda dengan Pair Discussion atau Turn-N-Talk, yang di
dalamnya terdapat struktur, serta setiap pasangan cenderung melakukan
sebagian besar atau bahkan semua siswa dalam kelas akan berbicara. Pada
Time Paired Share, siswa sama-sama melakukan kegiatan berbagi
pengetahuan.
Selain itu, menurut Nakagawa (2003) model pembelajaran ini digunakan
untuk membangun hubungan yang positif antara siswa satu dengan siswa
78 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
4. Interaksi simultan
Dalam interaksi berurutan, ketika hanya satu siswa pada satu waktu
yang terlibat, guru berbicara (setidaknya) dua kali untuk setiap kali
seorang siswa berbicara. Dan ketika guru adalah peserta paling aktif
di kelas, siswa jelas tidak terlibat (dan kemungkinan besar juga
bosan). Strategi pembelajaran kooperatif sebaliknya dirancang untuk
menghasilkan interaksi simultan, sehingga melibatkan siswa
sebanyak mungkin secara bersamaan.
Pembelajaran yang merupakan salah satu dari model kooperatif ini memiliki
lima sesi umum dengan empat sesi utama yang merupakan dasar dari
pembelajaran yakni timing, think, pair dan share.
1. Langkah Timing
Pada langkah pertama pada saat awal pembelajaran, guru harus bisa
mendorong siswa agar kegiatan pembelajaran bisa berjalan. Pada
langkah ini guru mempresentasikan materi dan aturan dari think pair
share serta memberikan arahan waktu pada setiap sesi aktivitas model
pembelajaran think pair share.
2. Langkah Think (Berpikir mandiri)
Tanda aktivitas pembelajaran time paired share sudah dilaksanakan
adalah ketika guru mempresentasikan materi atau pertanyaan kepada
siswa. Pada langkah ini, siswa akan diberi kesempatan waktu untuk
berpikir (“think time”). Di mana waktu tersebut dimanfaatkan untuk
menjawab segala pertanyaan yang diberikan secara mandiri. Pada
tahap ini guru juga harus memahami kemampuan siswa sebelum
memberikan pertanyaan atau materi.
82 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
4. Kelas sosial
Gunakan strategi ini untuk memicu percakapan tentang kurikulum
studi sosial, karena banyak bidang subjek ini terhubung dengan
kehidupan nyata, kegiatan ini juga dapat membantu guru untuk
mengenal kelas. Coba ajukan pertanyaan seperti "Mengapa penting
bagi keluarga untuk bekerja sama?" atau "Bagaimana keluarga Anda
merayakan liburan?" guru dapat menghubungkan pertanyaan ini
dengan kurikulum kelas, belajar tentang siswa, dan memberi siswa
kesempatan untuk terikat dan belajar tentang satu sama lain.
Model Time Paired Share dapat menjadi alat yang efektif untuk mendorong
diskusi di kelas. Kegiatan kooperatif ini dapat dilakukan dengan anak-anak
dari segala usia, bahkan siswa SMP dan SMA. Metode apa pun yang dapat
merangsang keingintahuan siswa dengan cara yang menyenangkan adalah
sebuah alat pengajaran yang layak untuk digunakan.
Kelebihan dan Kekurangan Model Time Paired Share
Pada setiap strategi, metode maupun model yang dilakukan dalam suatu
pembelajaran, selalu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan Model
Time Paired Share memberikan siswa rasa lebih aman dan lebih santai ketika
berbicara dalam kelompok kecil, daripada harus berbicara di depan seluruh
kelas. Aktivitas ini memberi peserta didik kesempatan untuk merasa lebih
nyaman berbagi pemikiran mereka.
Selain membina keterampilan sosial, strategi ini juga meningkatkan
keterampilan berbicara dan mendengarkan siswa. Ketika pasangan bertukar
pikiran bersama, setiap siswa belajar dari pasangannya. Ini dapat membantu
siswa memperluas kosa kata mereka saat mereka mempelajari kata-kata baru
dari rekan-rekan mereka dan membangun pengetahuan mereka sebelumnya.
Adapun kelebihan lain dari model pembelajaran Time Paired Share, di
antaranya:
1. siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran;
2. melatih siswa untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas;
3. interaksi siswa mudah terjadi dan saling aktif;
4. lebih cepat membentuk kelompoknya karena berpasangan;
5. timbul rasa percaya diri kepada siswa;
Bab 7 Model Time Paired Share 85
Salah satu tantangan terbesar dari model pembelajaran ini adalah membuat
semua siswa benar-benar terlibat. Jelas, guru berharap bahwa telah memilih
pertanyaan yang cukup menarik untuk menarik perhatian siswa. Namun, guru
mungkin juga ingin mempertimbangkan cara lain untuk meningkatkan
kemungkinan partisipasi siswa.
Guru mungkin menawarkan nilai partisipasi yang terkait dengan produk
singkat yang dihasilkan siswa dari diskusi mereka. Atau guru dapat
menemukan cara untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang kemungkinan
kelompok mereka mungkin dipanggil untuk membagikan jawaban mereka
kepada seluruh kelas. Guru mungkin juga mempertimbangkan untuk
menggunakan beberapa pertanyaan pada ujian dan menjelaskan kepada siswa
bahwa itulah masalahnya.
Adapun kekurangan lain dari model pembelajaran Time Paired Share, di
antaranya:
1. banyak kelompok yang perlu diawasi guru;
2. ide yang dihasilkan siswa lebih sedikit karena hanya berpasangan;
3. bergantungnya siswa pada pasangannya;
4. kalau ada perselisihan yang tidak mau mengalah tidak ada
penengahnya.
86 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 8
Model Team Games
Tournament (TGT)
8.1 Pendahuluan
Keberhasilan dalam sebuah proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantara faktor internal dan juga faktor eksternal. Seperti yang kita
pahami bersama faktor keberhasilan sebuah pembelajaran di dalam kelas jika
dilihat dari faktor internal meliputi motivasi, minat siswa, dan juga keaktifan
siswa.
Di sisi lain keberhasilan sebuah pembelajaran dipengaruhi pula oleh faktor
eksternal yang paling utama ialah pemilihan model pembelajaran yang akan
digunakan oleh pendidik. Pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas
merupakan sebuah kegiatan yang dirancang oleh seorang pendidik untuk
peserta didik agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar mengajar.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh seorang pendidik maka sudah
semestinya seorang pendidik mengerti dan memahami bagaimana karakteristik
peserta didik yang akan diajarkannya, menguasai materi yang akan
disampaikan, mengetahui cara yang akan digunakan dalam menyajikan sebuah
materi ajar serta menguasai dan memahami bentuk dan jenis penilaian yang
88 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Penghargaan bagi tim atau kelompok dapat memacu motivasi siswa untuk
berkompetisi mendapatkan penghargaan apabila kelompoknya dapat
memenuhi suatu kriteria tertentu. Setiap siswa dalam kelompok memiliki
tanggung jawab individu dalam menentukan keberhasilan kelompoknya.
Setiap siswa dalam kelompok tidak boleh egois tetapi harus membantu siswa
lainnya yang kesulitan agar semua anggota kelompok dapat mengerjakan tugas
tanpa bantuan rekan sekelompoknya.
Setiap siswa dalam kelompok juga memiliki kesempatan yang sama dalam
menentukan keberhasilan kelompok. Setiap usaha yang anggota kelompok
lakukan akan berimbas pada penghargaan yang dicapai kelompok. Semakin
keras usaha setiap anggota kelompok maka semakin tinggi pula penghargaan
yang dicapai oleh kelompok tersebut.
Metode Students Teams Learning meliputi metode Student Team-
Achievement Divisions (STAD), metode Team Game Tournament (TGT), dan
metode Jigsaw II (Huda, 2013) berpartisipasi aktif dalam penguasaan materi
pelajaran sehingga mereka dapat mengerjakan soal yang berkaitan dengan
materi pelajaran tersebut secara mandiri tanpa adanya bantuan dari teman
sekelompoknya.
Metode Team Game Tournament (TGT) memiliki dinamika yang sama
dengan metode Student Team- Achievement Divisions (STAD), akan tetapi
dalam metode Team Game Tournament (TGT) menggunakan permainan yang
memacu motivasi siswa untuk berkompetisi (Slavin, 2015) Siswa dalam
kelompok memainkan permainan akademik dalam turnamen yang hasilnya
berpengaruh pada skor kelompok di setiap pertemuan. Setiap kelompok yang
berhasil mencapai kriteria tertentu akan mendapatkan penghargaan.
Metode Team Game Tournament (TGT) memiliki ciri-ciri yakni:
1. siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil;
2. games tournament;
3. penghargaan kelompok (Rusman, 2016).
mereka dapatkan satu sama lain, tetapi saat permainan berlangsung, teman satu
kelompok dilarang untuk memberikan bantuan.
Kesamaan lain antara TGT dan STAD adalah dalam pembentukan kelompok
dan penyampaian materi, tetapi di dalam model pembelajaran TGT, kuis
diganti dengan turnamen di mana siswa memainkan game akademik yang
menyenangkan dengan anggota dan kelompok lain agar dapat
menyumbangkan skor setinggi-tingginya untuk kelompok mereka.
Lebih lanjut Huda (2013) mengemukakan penerapan TGT mirip dengan
STAD dalam hal komposisi kelompok, format instruksional, dan lembar
kerjanya. Bedanya jika STAD fokus pada komposisi kelompok berdasarkan
kemampuan, ras, etnik, dan gender, maka TGT umumnya fokus hanya pada
level kemampuan saja. (Trianto, 2013) menambahkan, pada model TGT siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3–5 orang untuk
memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh
tambahan poin untuk skor tim mereka.
Pada model ini, TGT juga menambahkan dimensi kegembiraan dengan
mengganti kuis pada STAD menjadi permainan atau turnamen. Huda (2013)
menyatakan, dengan menerapkan model pembelajaran TGT siswa akan
menikmati bagaimana suasana turnamen, dan karena mereka berkompetisi
dengan kelompok yang memiliki kemampuan setara, membuat TGT terasa
lebih fair dibandingkan kompetisi dalam pembelajaran tradisional pada
umumnya.
Berpijak dari beberapa penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan model
pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran yang menggunakan teknik
belajar tim/kelompok yang biasanya berjumlah 4-5 anak (bisa menyesuaikan
dengan jumlah anak yang ada di dalam kelas), kemudian, di dalamnya
menerapkan unsur permainan turnamen untuk memperoleh poin bagi skor tim
mereka. Berbeda dengan pembagian di dalam model pembelajaran kooperatif
lainnya, pembagian di dalam TGT yakni berdasarkan tingkat kemampuan
siswa dan kelompok harus terdiri dari siswa- siswa yang heterogen.
Keterangan:
A-1 : Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan tinggi
A-2 : Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan
sedang 1
A-3 : Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan
sedang 2
A-4: Anggota kelompok A yang memiliki kemampuan rendah
B-1: Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan tinggi
B-2: Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan sedang 1
B-3: Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan sedang 2
B-4: Anggota kelompok B yang memiliki kemampuan rendah
C-1: Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan tinggi
C-2: Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan sedang 1
C-3: Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan sedang 2
C-4: Anggota kelompok C yang memiliki kemampuan rendah
4. Penghargaan Kelompok (Team Recognition)
Tim yang mencapai skor rata-rata berdasarkan kriteria tertentu akan
mendapatkan penghargaan khusus, seperti sertifikat yang menarik
atau menempatkan foto anggota tim mereka di ruang kelas.
Lebih lanjut menurut (Slavin, 2015), dalam TGT terdiri dari beberapa aktivitas
pembelajaran sebagai berikut:
1. Persiapan pembelajaran yaitu guru perlu menyusun materi agar dapat
disajikan dalam bentuk presentasi kelas, belajar kelompok dan
turnamen akademik. Beberapa perangkat pembelajaran yang
mendukung proses pembelajaran di antaranya rancangan program
pembelajaran, bahan ajar presentasi kelas, lembar kerja kegiatan
kelompok, lembar kerja turnamen akademik dan lembar tes hasil
98 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
3. Seluruh siswa dikenai kuis, pada waktu kuis berlangsung siswa tidak
diperkenankan saling membantu satu sama lain, walaupun teman satu
kelompok.
Shoimin (2014) menerangkan beberapa langkah yang harus diikuti oleh guru
dalam penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament di kelas,
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penyajian kelas (Class Presentation), guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, pokok materi, dan penjelasan singkat mengenai LKS
yang dibagikan kepada kelompok. Kegiatan ini bisa dilakukan
dengan menggunakan metode ceramah yang dipimpin oleh guru.
2. Belajar dalam kelompok (Teams), guru membagi kelas ke dalam
beberapa kelompok, biasanya terdiri dari 5-6 orang siswa (tergantung
jumlah siswa di dalam kelas), setiap kelompok terdiri dari anggota
dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Kemudian siswa
mendiskusikan masalah yang diberikan oleh guru dalam LKS
3. Permainan (Games), permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang relevan dengan materi dan dirancang untuk menguji
Bab 8 Model Team Games Tournament (TGT) 101
Selain itu Setiani dan Priansa (2015) menjelaskan beberapa kelebihan dari
model pembelajaran Team Games Tournament antara lain sebagai berikut:
1. Keterlibatan peserta didik dalam belajar mengajar.
2. Peserta didik menjadi semangat dalam belajar.
104 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
9.1 Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu fondasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, baik pendidikan formal maupun nonformal. Keduanya saling
melengkapi dalam proses pendidikan. Sekolah ataupun Perguruan Tinggi
sebagai salah satu lembaga pendidikan dituntut untuk menyelenggarakan
pendidikan dengan baik. Hal ini sebagai upaya untuk mendapatkan generasi
yang siap bersaing di masyarakat.
Proses pembelajaran harus dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan kemampuannya sehingga dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Ketika tujuan telah ditetapkan, peserta didik akan mengarahkan
sikapnya dalam mencapai tujuan tersebut (Estrapala and Reed, 2020).
Tujuan merupakan salah satu komponen pembelajaran. Pembelajaran tidak
akan berjalan dengan baik jika komponen pembelajaran tidak berinteraksi
secara bersamaan (Pane and Darwis Dasopang, 2017). Untuk itu, pengajar,
peserta didik, dan tujuan pembelajaran harus berinteraksi dengan baik agar
pembelajaran dapat berjalan dengan optimal.
108 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Dengan meminta peserta didik bekerja sama dalam kelompok, model ini
memastikan bahwa setiap anggota mengetahui jawaban dari masalah atau
pertanyaan yang diajukan oleh pengajar. Karena tidak ada yang tahu nomor
mana yang akan dipanggil, semua anggota tim harus bersiap. Model
pembelajaran kooperatif ini mendorong diskusi dan akuntabilitas individu dan
kelompok dan bermanfaat untuk mengkaji dan mengintegrasikan materi
pembelajaran. Setelah instruksi langsung pada materi, kelompok mendukung
setiap anggota dan memberikan kesempatan untuk latihan, dan diskusi tentang
konten materi.
NHT adalah salah satu cara untuk membantu peserta didik bekerja secara
kooperatif dengan cara menempatkan mereka dalam bentuk kelompok kecil
yang terdiri dari tiga, empat atau lima siswa dan mengaturnya dalam sistem
bilangan. NHT adalah suatu model yang bertujuan untuk melibatkan peserta
didik dalam proses belajar mengajar sesuai dengan kebutuhan.
Para peserta didik secara tidak langsung dipaksa untuk terlibat dalam semua
fase dalam NHT (Trianto, 2009). Kagan membagi 4 (empat) fase dasar sebagai
sintaksnya, yaitu
1. Fase I: Penomoran
Pada tahap ini pengajar membagi peserta didik menjadi beberapa
kelompok yang terdiri dari 3 sampai 5 orang dan setiap anggota
kelompok diberi nomor dari 1 sampai 5.
Bab 9 Model Numbered Heads Together (NHT) 113
6. Proses diskusi dapat berjalan dengan lancar jika ada peserta didik
yang hanya sekedar menyalin karya peserta didik yang pandai tanpa
memiliki pemahaman yang memadai.
7. Jika ada kelompok yang homogen maka tidak adil bagi kelompok
yang berisi peserta didik yang lemah.
118 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bab 10
Model Picture and Picture
10.1 Pendahuluan
Mengajar bukanlah tugas yang ringan bagi seorang guru. Dalam mengajar
guru harus berhadapan dengan sekelompok siswa, di mana mereka adalah
makhluk hidup yang memerlukan bimbingan dan pembinaan untuk menuju
kedewasaan. Siswa setelah mengalami proses pendidikan dan pengajaran
diharapkan telah menjadi manusia dewasa yang sadar tanggung jawab
terhadap diri sendiri, berjiwa wiraswasta, berpribadi dan bermoral (Daryanto,
2010).
Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik maka diperlukan suatu
perencanaan yang matang sebelum proses pembelajaran dilaksanakan.
Rencana ini tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Menurut
(Muslich, 2008) rencana yang dimaksud yaitu rancangan pembelajaran mata
pelajaran per unit/materi yang akan diterapkan oleh guru dalam pembelajaran
di kelas.
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan belajar dan mengajar, di
mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang
berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa
sebagai sarana pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup
120 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
menjadi susunan yang tepat, dan dapat mengembangkan interaksi antar siswa.
Model pembelajaran ini memiliki sifat aktif, inovatif, kreatif, dan
menyenangkan. Gambar-gambar tersebut menjadi faktor utama dalam proses
pembelajaran.
Berikutnya (Prihatiningsih & Setyanigtyas, 2018) juga mengatakan bahwa
model pembelajaran picture and picture merupakan suatu model belajar yang
menggunakan gambar dan dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis. Selain
itu, model picture and picture ini juga melibatkan keaktifan dan kerja sama
siswa dalam pembelajaran yaitu siswa melakukan diskusi kelompok dan
menyampaikan hasil diskusinya sehingga proses pembelajaran yang dilakukan
akan lebih berkesan dan bermakna.
Model pembelajaran picture and picture dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa karena model pembelajaran picture and picture adalah
model pembelajaran yang memakai gambar yang dipasangkan secara logis,
jadi guru perlu menyiapkan media gambar sebagai media utama dalam
pembelajaran ini (Nasution, Sahyar, & Sirait, 2016).
Model pembelajaran picture and picture mengupayakan siswa dapat belajar
secara aktif, berangkat dari pengalaman siswa dan mengajak siswa untuk
berpikir kritis (Syukron, Subyantoro, & Yuniawan, 2016). Proses
pembelajaran dengan model picture and picture, siswa diajak secara sadar
untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan kelompoknya, setiap siswa dalam
kelompok dilatih untuk berpikir secara kritis untuk menemukan sebuah cara
menyusun gambar menjadi urutan yang logis dan dapat memberikan alasan
yang mendukung urutan dari penyusunan gambar tersebut (Lubis, 2017;
Chasanah & Siradjuddin, 2018; Nurudin, 2018).
Dengan demikian model pembelajaran picture and picture salah satu strategi
pembelajaran yang bisa membantu tenaga pendidik dalam menerapkan
pembelajaran sehingga dapat menciptakan suasana belajar lebih bermakna,
menyenangkan, kreatif, serta dapat mengikut sertakan anak didik aktif dalam
proses belajar, secara mental, intelektual, fisik maupun sosial sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar pada anak didik.
Bab 10 Model Picture and Picture 123
baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar
lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
3. Guru menyediakan gambar-gambar yang akan digunakan (berkaitan
dengan materi).
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat
aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar
yang ditunjukkan oleh guru atau oleh temannya. Dengan Picture atau
gambar kita akan menghemat energi kita dan siswa akan lebih mudah
memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya
sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar
dengan video atau demonstrasi yang kegiatan tertentu.
4. Guru menunjuk siswa secara bergilir untuk mengurutkan atau
memasangkan gambar-gambar yang ada.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena
penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa
terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa
merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan.
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutkan,
dibuat, atau di modifikasi.
5. Guru memberikan pertanyaan mengenai alasan siswa dalam
menentukan urutan gambar.
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau
tuntutan KD dengan indikator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-
banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu
sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.
6. Dari alasan tersebut guru akan mengembangkan materi dan
menanamkan konsep materi yang sesuai dengan kompetensi yang
ingin dicapai.
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus
memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan
meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain
dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam
126 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Gumay dan Ali (2019) juga menjelaskan langkah-langkah model picture and
picture adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Guru menyampaikan pengantar pembelajaran.
3. Guru memperlihatkan gambar-gambar yang telah disiapkan.
4. Siswa dipanggil secara bergantian untuk mengurutkan gambar
menjadi urutan logis.
5. Guru menanyakan alasan logis urutan gambar, setelah gambar
menjadi/guru harus bisa menanamkan konsep atau materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Faktor-Faktor Penghambat
Sedangkan faktor-faktor penghambat pelaksanaan model pembelajaran picture
and picture dapat disebutkan sebagaimana berikut:
1. Kesulitan dalam menghadapi perbedaan individu siswa. Perbedaan
individu murid meliputi: intelegensi, watak, dan latar belakang
kehidupannya. Dalam satu kelas, terdapat anak yang pandai, sedang,
dan anak yang kurang pandai. Ada pula anak yang nakal, pendiam,
pemarah, dan lain sebagainya. Dalam mengatasi hal ini guru
sebaiknya tidak terlalu terikat pada perbedaan individu siswa, tetapi
guru harus melihat siswa dalam kesamaannya secara klasikal,
walaupun kedua individu anak pun harus mendapat perhatian.
2. Kesulitan dalam menentukan materi yang cocok dengan siswa.
Materi yang diberikan kepada siswa haruslah disesuaikan dengan
kondisi kejiwaan dan jenjang pendidikan mereka.
3. Kesulitan dalam memilih metode yang sesuai dengan materi
pelajaran. Metode mengajar haruslah disesuaikan dengan materi
pelajaran dan juga dengan tingkat kejiwaan siswa, sehingga dalam
proses belajar mengajar hendaknya digunakan berbagai macam
metode agar murid tidak cepat bosan dalam belajar.
4. Kesulitan dalam memperoleh sumber dan alat-alat pembelajaran.
Alat-alat dan sumber yang digunakan dalam pembelajaran haruslah
disesuaikan dengan materi pelajaran, dan seorang guru haruslah
pintar-pintar memilih alat-alat dan sumber belajar yang sesuai dengan
materi yang akan diajarkan.
5. Kesulitan dalam mengadakan evaluasi dan pengaturan waktu.
Kadang-kadang kelebihan waktu atau kekurangan waktu dapat
menyebabkan kegagalan dalam melaksanakan rencana-rencana yang
telah ditentukan sebelumnya. Hal ini dapat teratasi apabila seorang
guru telah berpengalaman dalam mengajar (Tutupary, 2017).
130 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
11.1 Pendahuluan
Pendidikan saat ini menuntut siswa untuk mampu berpikir mencapai level
kognitif C4 (meng-analisis) C5 (mengevaluasi) dan C6 (mencipta). Pendidikan
memiliki paradigma baru di era globalisasi. Education is now oriented to
develop the compe-tence of learners so that they can find their own way in the
midst of a dynamic and ambiguous world.
Kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi, salah satunya memecahkan
masalah, perlu mendapat perhatian dari guru. Kemampuan pemecahan
masalah berperanan penting dalam pembentukan kompetensi sosial siswa di
masyarakat agar mereka mampu beradaptasi di lingkungan yang dinamis.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah adalah metode pembelajaran problem
posing. Problem posing adalah suatu kegiatan pembelajaran dimana siswa
terlibat langsung dalam pembuatan soal dan menyelesaikannya sesuai dengan
konsep atau materi yang telah dipelajari.
134 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
menstimulus siswa untuk berperan aktif dalam mengajukan suatu soal atau
permasalahan dan secara mandiri siswa menjawab permasalahan tersebut
(Pusfita and Fitriyani, 2015)
Adapun menurut Yuliati & Saputra (2019) problem possing dapat disebut
sebagai model pembelajaran yang mendorong siswa aktif dan
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, berpikir kritis dan
kreatif. Problem possing dapat menstimulus siswa untuk merumuskan
masalah, memecahkan masalah, memberikan solusi atas permasalahan yang
sedang dikaji.
Bentuk lain dari Problem Posing, yaitu pemecahan masalah dengan melalui
elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian bagian yang
lebih simpel sehingga dipahami.
Menurut Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 kegiatan elaborasi, guru:
1. Membiasakan siswa membaca dan menulis yang beragam melalui
tugas-tugas tertentu yang bermakna.
2. Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi dan lain-lain
untuk memunculkan gagasan-gagasan baru baik secara lisan maupun
tertulis.
3. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan
masalah dan bertindak tanpa rasa takut.
4. Memfasilitasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
5. Memfasilitasi siswa berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar.
6. Memfasilitasi siswa membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik
lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok.
7. Memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja individual maupun
kelompok.
8. Memfasilitasi siswa melakukan pameran turnamen, festival, serta
produk yang dihasilkan.
9. Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri siswa.
Problem posing dengan ciri khas elaborasi inilah yang akan mengantarkan
siswa dalam memahami konsep dengan cara mengidentifikasi serta
Bab 11 Model Pembelajaran Problem Possing 137
menyintesis dari suatu masalah sehingga melatih daya nalar berpikir kritis
dengan cara pengajuan/pembentukan soal.
Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan yaitu:
1. Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari
pengalaman siswa.
2. Pembentukan soal dari soal yang sudah ada.
Santoso, et al., (2019) menjelaskan bahwa ada syarat yang harus dimiliki siswa
agar dapat mengajukan masalah adalah kemampuan membaca, kemampuan
memahami informasi yang disajikan dan kemampuan mengkomunikasikan
pola pikir bertanya dalam bentuk kata-kata, baik lisan maupun tulisan.
Sedangkan Komalasari et al., (2018) menyatakan bahwa situasi atau informasi
dalam problem posing dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Problem posing bebas
Pada situasi problem posing bebas, siswa tidak diberikan informasi
yang harus dipatuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-
luasnya untuk membentuk masalah sesuai dengan apa yang
dikehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan
sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan masalah.
2. Problem posing semi terstruktur
Pada situasi problem posing semi terstruktur, siswa diberi situasi atau
informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau
menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan
pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan
140 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Bonotto (2013) menyatakan bahwa pengajuan masalah terdiri dari dua aspek
penting, yaitu accepting dan challenging. Accepting berkaitan dengan
kemampuan siswa memahami situasi yang diberikan oleh guru atau situasi
yang sulit ditentukan. Sementara challenging, berkaitan dengan sejauh mana
siswa merasa tertantang dari situasi yang diberikan sehingga melahirkan
kemampuan untuk mengajukan masalah.
Apa yang akan dijadikan sebagai informasi yang telah diketahui tergantung
pada tujuan pembelajaran. Kegiatan yang dapat dilakukan pada fase ini adalah
memilih titik awal, mendaftar informasi yang diketahui, mendaftar apa yang
tidak ada, dan yang belum ada, membuat pertanyaan, dan menganalisis
masalah.
Kelebihan
1. Membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan
terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan
untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat
meningkatkan performancenya dalam pemecahan masalah.
2. Merupakan tugas kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan
kreatif.
3. Mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan memecahkan
masalah dan sikap siswa terhadap matematika.
4. Dapat mempromosikan sikap inkuiri dan membentuk pikiran yang
berkembang dan fleksibel.
5. Mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
6. Berguna untuk mengetahui kesalahan atau miskonsepsi siswa.
7. Mempertinggi kemampuan pemecahan masalah siswa, sebab
pengajuan masalah memberikan penguatan-penguatan dan
memperkaya konsep-konsep dasar.
8. Menghilangkan kesan “keseraman” dan “kekunoan” dalam belajar.
9. Mempersiapkan pola pikir atau kriteria berpikir matematis,
berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah.
siswa dapat beragam dan guru harus menilai apakah masalah yang
diajukan tersebut benar/salah, apakah sesuai dengan informasi yang
ada, atau apakah dapat dipahami siswa lain (Yuliati and Saputra,
2019).
Bab 12
Model Rotating Trio Exchange
12.1 Pendahuluan
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di suatu kelas atau
pembelajaran dalam tutorial. Joyce dan Weil menyatakan bahwa model
pembelajaran ialah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pelajaran dikelas atau yang lain.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Model pembelajaran adalah suatu pedoman atau kerangka konseptual yang
digunakan guru untuk membantu peserta didik dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar untuk mencapai tujuan mengajar.
Di samping itu model pembelajaran juga diartikan sebagai suatu rencana
pengajaran yang menunjukkan pola pembelajaran tertentu, yang polanya dapat
dilihat oleh aktivitas guru dan siswa, serta sumber belajar yang digunakan
dalam mewujudkan kondisi pembelajaran atau sistem lingkungan yang
memungkinkan siswa belajar. Dalam model pembelajaran terdapat rangkaian
karakteristik aktivitas guru dan siswa dalam peristiwa pembelajaran yang
148 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Filsuf dan psikolog di tahun 1930-an dan 40-an seperti John Dewey, Kurt
Lewin, dan Morton Deutsh juga mempengaruhi teori pembelajaran kooperatif
yang dipraktikkan saat ini. Dewey percaya bahwa penting bagi siswa untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sosial yang dapat digunakan
di luar kelas, dan dalam masyarakat demokratis. Teori ini menggambarkan
siswa sebagai penerima pengetahuan yang aktif dengan mendiskusikan
informasi dan jawaban dalam kelompok, terlibat dalam proses belajar bersama
daripada menjadi penerima informasi yang pasif (misalnya guru berbicara,
siswa mendengarkan).
Kontribusi Lewin terhadap pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan
menjalin hubungan antar anggota kelompok agar berhasil melaksanakan dan
mencapai tujuan pembelajaran. Kontribusi Deutsh untuk pembelajaran
kooperatif adalah saling ketergantungan sosial yang positif, gagasan bahwa
siswa bertanggung jawab untuk berkontribusi pada pengetahuan kelompok.
Sejak itu, David dan Roger Johnson telah secara aktif berkontribusi pada teori
pembelajaran kooperatif.
Pada tahun 1975, mereka mengidentifikasi bahwa pembelajaran kooperatif
mempromosikan rasa saling menyukai, komunikasi yang lebih baik,
penerimaan dan dukungan yang tinggi, serta menunjukkan peningkatan
berbagai strategi berpikir di antara individu-individu dalam kelompok. Siswa
yang menunjukkan lebih kompetitif kurang dalam interaksi dan kepercayaan
dengan orang lain, serta dalam keterlibatan emosional mereka dengan siswa
lain.
Pada tahun 1994 Johnson dan Johnson menerbitkan 5 elemen (saling
ketergantungan positif, akuntabilitas individu, interaksi tatap muka,
keterampilan sosial, dan pemrosesan) yang penting untuk pembelajaran
kelompok yang efektif, pencapaian, dan keterampilan sosial, pribadi, dan
kognitif tingkat tinggi (misalnya, pemecahan masalah, penalaran, pengambilan
keputusan, perencanaan, pengorganisasian, dan refleksi).
Menurut Brown & Ciuffetelli Parker (2009) dan Siltala (2010) Pembelajaran
kooperatif adalah suatu pendekatan untuk mengorganisasikan kegiatan kelas
ke dalam pengalaman belajar akademik dan sosial. Ini berbeda dari kerja
kelompok, dan telah digambarkan sebagai "menstrukturkan saling
ketergantungan yang positif”.
Siswa harus bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas secara
kolektif menuju tujuan akademik. Tidak seperti pembelajaran individual, yang
150 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Definisi berikut ini juga didapatkan dari beberapa ahli yang menjadi proponen
dalam dunia Pendidikan, seperti: Johnson and Johnson (Orlich, et al., 2007)
memberikan definisi cooperative learning is learning based on a small-group
approach to teaching that holds students accountable for both individual and
group achievement.
Suprijono (2013) secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-
pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang
untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Johnson, et al. (Fetsch & Yang, 2002) memandang bahwa “Cooperation is
considerably more effective than interpersonal competition and individualistic
efforts in promoting achievement and productivity and cooperation without
intergroup competition seems to promote higher achievement and productivity
than cooperation with intergroup competition”.
Definisi ini mengandung makna bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran yang bersifat kompetisi perseorangan dan
pembelajaran kooperatif lebih dapat meningkatkan prestasi dan produktivitas
belajar dibandingkan dengan kompetisi dalam kelompok.
Arends (1997) menyebutkan bahwa: The cooperative learning model provides
a framework within with teacher can foster important social learning and
human relations goals. Arends memandang bahwa model pembelajaran
kooperatif menyediakan suatu kerangka bagi guru untuk dapat membantu
kepentingan pengembangan pembelajaran dan tujuan hubungan manusia.
Trianto (2007), mengatakan di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama
dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang
sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama
lain saling membantu.
Nur (2000), seluruh model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur
tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan
dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan
struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran
yang lain.
Riyanto (2010) mengatakan hakikat pembelajaran kooperatif adalah metode
pembelajaran yang dirancang untuk melatih kecakapan akademis (academic
skills), keterampilan sosial (social skill) dan interpersonal skill. Suprijono
Bab 12 Model Rotating Trio Exchange 153
Jadi model pembelajaran kooperatif tipe RTE merupakan cara yang efektif
untuk mengubah pola belajar dalam kelas. Pembelajaran ini memiliki prosedur
yang memberi siswa lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling
bekerja sama dengan kelompok berbeda.
Model pembelajaran ini merupakan upaya yang tepat untuk mengembangkan
kemampuan kognitif siswa. Tidak terdapat kebosanan pada saat proses
pembelajaran karena peserta didik akan dirotasi. Oleh karena itu, pembelajaran
tipe ini sangat membantu peserta didik untuk memperoleh hasil belajar yang
maksimal.
Kelebihan Model Rotating Trio Exchange memberi peluang bagi siswa untuk
meningkatkan kemampuan bekerja dalam tim. Bekerja dalam tim dapat
membantu siswa mengembangkan sejumlah keterampilan yang semakin
penting dalam dunia profesional (Caruso & Woolley, 2008; Mannix & Neale,
2005).
Bab 12 Model Rotating Trio Exchange 159
Model RTE ini juga memberi kemudahan bagi guru untuk memberi penilaian
atau mengevaluasi kemampuan siswa melalui observasi kegiatan kelompok
pada saat diskusi sedang berlangsung. Sementara kelompok demi kelompok
sedang berdiskusi, guru akan berkeliling untuk melihat kelompok mana yang
membutuhkan bantuan atau motivasi. Dalam hal ini guru akan menjadi
motivator dan supervisor. Sementara memotivasi dan menyupervisi, guru juga
akan memberi penilaian atau evaluasi terhadap kegiatan tersebut.
Tiga kelebihan model pembelajaran Rotating Trio Exchange yaitu: Team
Building, Immediate Learning Involvement dan on the spot assessment dapat
dilihat dalam gambar di atas.
Kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe RTE adalah:
1. Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat mendorong siswa
untuk berani, dengan menciptakan suasana yang tidak tegang
melainkan akrab.
2. Siswa yang pintar cenderung mendominasi diskusi.
3. Memerlukan waktu yang banyak dalam pelaksanaannya karena setiap
kelompok harus dirotasikan untuk membentuk kelompok baru.
4. Siswa membutuhkan penyesuaian dengan kelompok baru setiap
terjadi rotasi, yang memungkinkan bagi siswa menghadapi kesulitan
beradaptasi dengan anggota baru dalam kelompoknya.
5. Bagi guru, terkadang tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai
dengan tingkat kemampuan berpikir para siswa secara umum.
nasional, internasional, dan tetap ingin aktif, kreatif, bekerja dan berkarya untuk
kemajuan bersama.