Pendidikan Menengah
Pratiwi Bernadetta Purba, Jailani Syahputra Siregar
Maru Mary Jones Panjaitan, Lari Andres Sanjaya
Agung Nugroho Catur Saputro, Ester Julinda Simarmata
Firmanul Catur Wibowo, Devi Eka Wardani Meganingtyas
Rumiris Lumban Gaol, Karwanto, David Soputra
Penulis:
Pratiwi Bernadetta Purba, Jailani Syahputra Siregar
Maru Mary Jones Panjaitan, Lari Andres Sanjaya
Agung Nugroho Catur Saputro, Ester Julinda Simarmata
Firmanul Catur Wibowo, Devi Eka Wardani Meganingtyas
Rumiris Lumban Gaol, Karwanto, David Soputra
Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0821-6453-7176
IKAPI: 044/SUT/2021
Pratiwi Bernadetta Purba., dkk.
Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Yayasan Kita Menulis, 2022
xiv; 180 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978-623-342-604-6
Cetakan 1, Oktober 2022
I. Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
II. Yayasan Kita Menulis
Gambar 4.1: (a) Original Bloom Taxonomy, (b) Revised Bloom Taxonomy 45
Gambar 4.2: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Pengetahuan ................................................................................46
Gambar 4.3: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Pemahaman ................................................................................46
Gambar 4.4: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Aplikasi .......................................................................................47
Gambar 4.5: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Analisis ........................................................................................47
Gambar 4.6: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Sintesis .........................................................................................48
Gambar 4.7: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Evaluasi .......................................................................................48
Gambar 4.8: Domain Afektif Dan Beberapa Kata Kerja Aktif Yang
Digunakan Dalam Menulis Tujuan Pembelajaran Dalam Domain
Afektif .........................................................................................50
Gambar 4.9: Taksonomi Dikembangkan Untuk Domain Psikomotorik......51
Gambar 7.1: Klasifikasi Pengembangan Bahan Ajar ....................................86
Gambar 7.2: Tampilan Halaman Awal dan Penjelasan Tentang Model
Pembelajaran ADI ......................................................................91
Gambar 7.3: Tampilan Untuk Diskusi Kelompok dan Tampilan Pendesain ..91
Gambar 7.4: Desain Pengembangan Bahan ajar Web ...................................92
Gambar 7.5: Alur Pengembangan Bahan Ajar MOS ....................................95
Gambar 7.6: Tampilan Utama .........................................................................96
Gambar 7.7: Tampilan Menu Home ...............................................................96
Gambar 7.8: Menu Materi dan Simulasi.........................................................97
Gambar 7.9: Materi Isotermal dan Simulasi Isotermal ..................................97
Gambar 7.10: Kuis............................................................................................98
Gambar 7.11: Desain Pengembangan Bahan Ajar MOS ..............................98
Gambar 8.2: Model Komunikasi Berpusat Pesan ..........................................104
Gambar 8.2: Model Komunikasi SMCR .......................................................104
xii Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Gambar 8.2: Model Komunikasi yang Berpusat pada Makna Barnlund .....106
Daftar Tabel
1.1 Pendahuluan
Pembelajaran adalah suatu proses yang mengombinasikan antara belajar dan
mengajar di mana belajar berfokus pada apa yang dilaksanakan siswa
sedangkan mengajar berfokus pada apa yang dilaksanakan guru sebagai guru
yang dalam aktivitasnya guru menggunakan segala sumber dan potensi yang
ada untuk berinteraksi secara positif dengan siswa dan membentuk suasana
belajar yang aktif dan menyenangkan dengan.
Usman (2012) mendefinisikan pembelajaran sebagai inti dari keseluruhan
proses pendidikan di mana guru berperan utama. Pembelajaran adalah
rangkaian proses aktivitas di mana guru memiliki hubungan timbal balik yang
edukatif dengan siswa untuk mencapai tujuan tertentu.
Wragg (2003) berpendapat bahwa pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang memudahkan siswa untuk belajar tentang fakta,
keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana serasi hidup dengan sesama, atau
suatu hasil belajar yang diharapkan. Pembelajaran ialah proses yang
dibutuhkan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan agar dapat diterapkan
kepada siswa. Pembelajaran menurut Lefrancois (2000) adalah
mempersiapkan berbagai kejadian eksternal dalam suasana belajar untuk
2 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Terdapat dua aspek respons siswa pada saat proses pembelajaran yaitu aspek
reaksi dan aspek tanggapan.
1. Aspek reaksi mencakup keingintahuan, kepuasan, dan senang.
Keingintahuan adalah modal sejati untuk benar-benar belajar.
Kepuasan ialah suatu situasi terpenuhinya harapan dan keinginan.
Pelayanan dianggap memuaskan jika layanan tersebut mampu
memenuhi keinginan seseorang. Mengukur kepuasan adalah hal yang
penting dalam penyediaan layanan. Senang ialah reaksi yang
diberikan karena kepuasan dan kelegaan, tanpa merasakan kecewa
dan susah.
2. Aspek tanggapan mencakup rasa, antusias, dan perhatian
Rasa adalah respons yang diberikan sesuai dengan yang dirasakan.
Antusias adalah wujud sikap yang ditampilkan dengan sikap
bersemangat dalam menanggapi hal yang terjadi. Sedangkan
perhatian adalah aspek psikologis yang berfokus pada suatu objek
yang berasal dari diri siswa.
Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah aktivitas yang dilaksanakan siswa dan guru dalam
proses belajar mengajar dengan memanfaatkan mental, panca indera, dan
intelektual.
10 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
2.1 Pendahuluan
Karakteristik anak masing-masing berbeda-beda, guru perlu memahami
karakteristik awal anak didik sehingga ia dapat dengan mudah untuk
mengelola segala sesuatu yang berkaitan dengan pembelajaran termasuk
pemilihan strategi pengelolaan, bagaimana menata pengajaran, dan
kemampuan yang dimiliki mereka sehingga komponen pengajaran dapat
sesuai dengan karakteristik dari siswa yang akhirnya pembelajaran tersebut
dapat lebih bermakna.
Guru harus mengenal karakteristik peserta didik, karena dengan mengenal
karakteristik peserta didik membantu guru dalam mengantarkan mereka untuk
mengejar cita-cita yang diinginkan. Memahami karakter peserta didik butuh
kesungguhan dan keterlibatan hati pikiran guru sehingga dia dapat memahami
karakternya dengan baik dan benar.
Karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi pengajaran.
Variabel ini didefinisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas individu siswa.
Aspek-aspek berkaitan dapat berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya
belajar, kemampuan berpikir dan kemampuan awal yang telah dimilikinya.
14 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Empat pokok dari karakteristik siswa yang harus dipahami oleh guru yaitu :
1. Kemampuan dasar seperti kemampuan kognitif atau intelektual.
2. Latar belakang kultural lokal, status sosial, status ekonomi, dan
agama.
3. Perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, dan minat.
4. Cita-cita, pandangan ke depan, keyakinan diri, dan daya tahan.
Karakteristik
Karakteristik berasal dari kata karakter yaitu sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain, tabiat, watak,
berubah menjadi karakteristik. Sedangkan menurut kamus Bahasa Indonesia
bahwa karakteristik adalah mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan
tertentu.
Karakteristik siswa merupakan mencerminkan pola kelakuan dan kemampuan
hasil dari pembawaan dan lingkungan sosial sehingga menentukan pola dari
kegiatan aktivitas.
Beberapa pendapat tentang arti karakteristik, yakni:
1. Menurut Tadkiroatun Musfiroh, karakter mengacu kepada
serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi
(motivations), dan keterampilan (skills).
Bab 2 Karakteristik dan Kebutuhan Siswa 15
Setiap peserta didik memiliki karakter dan gaya belajar yang berbeda-beda.
Sebagian dari peserta didik memiliki otak yang mampu menyerap banyak
informasi sekaligus, namun ada juga yang hanya mampu menyerap dan
memproses info sedikit demi sedikit. Ada yang mampu menyimpan dan
mengeluarkan kembali informasi dalam otak dengan cepat sementara ada yang
melakukan hal tersebut dengan lambat.
Disadari atau tidak, banyak peserta didik yang merasa terluka secara
emosional, merasa gagal, dan tidak berarti ketika harus menghadapi kenyataan
bahwa mereka tidak bisa memenuhi harapan orang- orang yang ada di
sekelilingnya. Atau bahkan tidak mampu memenuhi harapan dan tuntutan
orang tua terutama dibidang akademis. Dalam hal ini, guru sebagai fasilitator
harus dapat memahami karakter dan gaya belajar peserta didik.
Banyak manfaat yang dapat dipetik bila seorang guru mampu mengenal
kepribadian dan karakter siswanya dengan baik. Beberapa manfaat tersebut
adalah :
1. Mengetahui kelebihan yang mereka miliki dan dapat
meningkatkannya.
2. Mendeteksi kelemahan yang mereka miliki dan memperbaikinya
mengetahui potensi-potensi yang ada pada diri mereka dan
mengoptimalkannya untuk kesuksesan dimasa yang akan datang.
3. Menyadarkan mereka bahwa mereka masih memiliki banyak
kekurangan sehingga pantang untuk bersikap sombong dan
merendahkan orang lain.
4. Dapat mengetahui jenis pekerjaan apa yang paling cocok untuk
mereka dimasa akan datang sesuai dengan kepribadian dan karakter
mereka sehingga kita dapat mengarahkannya menjadi lebih baik.
5. Mengenal diri sendiri dapat membantu anak didik untuk
berkompromi dengan diri sendiri dan orang lain dalam berbagai
situasi.
6. Mengenal kepribadian (personality) diri dapat membantu mereka
menerima dengan ikhlas segala kelebihan dan kekurangan diri
sendiri, sekaligus bertoleransi terhadap kelebihan dan kelemahan
orang lain.
Bab 2 Karakteristik dan Kebutuhan Siswa 17
3.1 Pendahuluan
Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam menguasai suatu keahlian dan
digunakan untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
Pengertian kemampuan memahami dalam kamus bahasa Indonesia,
kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup,
melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan).
Menurut Nana Sudjana, pemahaman adalah hasil belajar, misalnya peserta
didik dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri atas apa yang
dibacanya atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan
guru dan menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dengan kata lain,
memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi.
Kemampuan berhubungan erat dengan kecakapan, seperti disebutkan oleh
Akhmat Sudrajat. Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda
dalam melakukan tindakan. Kecakapan ini memengaruhi potensi yang ada
dalam diri individu tersebut. Proses pembelajaran mengharuskan siswa
mengoptimalkan segala kecakapan yang dimiliki.
26 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Jenis -jenis kemampuan yang perlu dilihat dalam diri siswa antara lain:
kemampuan berbahasa, kemampuan logika/berhitung. kemampuan bayang
ruang, kemampuan olah tubuh, kemampuan bermusik, kemampuan
interpersonal, kemampuan intrapersonal, kemampuan naturalis, keingintahuan,
inisiatif, ketekunan. kemampuan adaptasi. kepemimpinan. kesadaran sosial
dan budaya dan empati.
Kemampuan juga bisa disebut dengan kompetensi. Kata kompetensi berasal
dari bahasa inggris “competence” yang berarti ability, power, authority, skill,
knowledge, dan kecakapan, kemampuan serta wewenang. Jadi kata
kompetensi dari kata competent yang berarti memiliki kemampuan dan
keterampilan dalam bidangnya sehingga ia mempunyai kewenangan atau
otoritas untuk melakukan sesuatu dalam batas ilmunya tersebut. Kemampuan
yaitu kapasitas seorang individu untuk melakukan berbagai tugas dalam suatu
pekerjaan.
Nurhasanah menyatakan bahwa mampu artinya bisa, sanggup melakukan
sesuatu sedangkan kemampuan artinya kesanggupan, kecakapan. Ruang
lingkup kemampuan cukup luas, meliputi kegiatan berupa perbuatan, berpikir,
berbicara, melihat dan sebagainya. Akan tetapi dalam pengertian sempit
biasanya kemampuan lebih ditujukan kepada kegiatan yang berupa perbuatan.
Jadi kemampuan adalah kompetensi mendasar yang perlu dimiliki siswa yang
mempelajari lingkup materi dalam suatu pelajaran pada jenjang tertentu.
Kompetensi merupakan perpaduan dari tiga domain pendidikan yang meliputi
ranah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terbentuk dalam pola pikir
dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar ini, kompetensi dapat
berarti pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh
seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan
perilaku- perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Dari pengertian-pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian
yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktik
dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakan.
Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat
melihatnya dari berbagai segi. Jadi kemampuan memahami adalah
kemampuan seseorang atau siswa dalam memahami atau mengerti tentang apa
yang telah dipelajari.
Bab 3 Analisis Kemampuan Awal Siswa 27
untuk memeriksa kemampuan awal siswa terdapat dua jenis pertanyaan yaitu
pertanyaan survei bebas (open-ended) dan pertanyaan tertutup (closed-ended).
Pertanyaan open- ended adalah pertanyaan yang memungkinkan siswa
menjawab dalam format teks open-ended. Siswa bisa menjawab berdasarkan
ilmu pengetahuan, perasaan dan pemahaman mereka secara lengkap. Artinya
jawaban atas pertanyaan ini tidak terbatas pada serangkaian opsi ‘ ya’ atau
‘tidak’, ‘benar’ atau ‘salah’. Pertanyaan open-ended memungkinkan guru
untuk menyelidiki lebih dalam jawaban siswa, mendapatkan informasi penting
tentang subjek yang ada.
Tanggapan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian dapat digunakan
untuk memperoleh informasi secara rinci dan deskriptif tentang suatu topik
guna memperoleh data yang akurat tentang kemampuan awal siswa dalam
subjek yang sedang dan akan dipelajari.
Pertanyaan closed-ended (tertutup) meminta siswa menjawab dengan opsi.
Dan jawaban opsi ini lebih terbatas dan sempit. Siswa kurang bebas
mengekspresikan dirinya atau pengetahuan yang dimiliki. Guru juga tidak
mendapatkan informasi yang lengkap tentang kemampuan awal siswa jika
pertanyaan memakai closed-ended.
Contoh pertanyaan open-ended:
Siswa menyukai pertanyaan open-ended karena mereka bisa mengontrol 100%
atas pertanyaan yang ingin mereka tanggapi. Selain itu, mereka juga tidak
merasa dibatasi oleh jumlah pilihan yang terbatas. Seni dari pertanyaan open-
ended adalah para siswa tidak pernah bisa hanya memberikan jawaban dengan
satu kata saja. Bisa saja dalam bentuk daftar, kalimat atau sesuatu yang lebih
panjang misalnya sampai satu paragraf.
Pertanyaan open-ended umumnya memotivasi siswa atau responden untuk
menyampaikan umpan balik mereka dengan jawaban yang lebih luas dan
mungkin di luar ekspektasi. Pertanyaan ini cocok untuk menggali informasi
lebih dalam tentang hal seperti apa yang membuat siswa kesulitan atau apa
yang menjadi pertimbangan mereka.
Berikut ini adalah beberapa contoh pertanyaan open-ended yang
membutuhkan jawaban berupa penjelasan:
1. How do you plan to use your existing skills to improve organizational
growth, if hired? (Bagaimana Anda berencana menggunakan
30 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Namun, ada banyak cara berbeda untuk menilai keterampilan siswa, dan tes
pilihan ganda perlu dipahami dalam spektrum pilihan.
Mintalah siswa menulis jawaban mereka untuk menunjukkan pemikiran
mereka. Alat penilaian lain yang kuat bagi guru adalah meminta siswa
menuliskan jawaban mereka atas pertanyaan. Meminta siswa hanya memilih
opsi yang benar akan membuat batasan pada informasi yang akan diperoleh
oleh guru. Gunakanlah penilaian tertulis yang memaksa siswa untuk
menyusun jawaban unik mereka sendiri dan untuk menunjukkan pemikiran
dan alasan di baliknya.
Sebuah penilaian tertulis bisa datang dalam berbagai bentuk, tergantung pada
keterampilan dan pengetahuan tes ini dirancang untuk menilai. Baik satu
pertanyaan, beberapa pertanyaan, atau banyak pertanyaan, tes tertulis memiliki
beberapa keunggulan yang tidak dapat dengan mudah direplikasi dalam
penilaian pilihan ganda:
1. Keuntungan 1: Siswa dipaksa untuk menunjukkan sejauh mana
pengetahuan mereka. Tidak ada yang namanya "menebak" pada tes
tertulis. Siswa mengetahui materi atau tidak, dan format tes
mengharuskan mereka mengungkapkan pemahaman mereka daripada
hanya menggelembungkan kata-kata orang lain.
2. Keuntungan 2: Artikulasi adalah bagian dari penilaian. Sementara tes
pilihan ganda dapat membantu menilai pemikiran siswa, hal itu
memungkinkan sedikit ruang untuk artikulasi siswa. Sebuah penilaian
tertulis sebaliknya mengharuskan siswa melakukan dua tugas penting
- berpikir dan artikulasi dari pemikiran itu.
3. Keuntungan 3: Siswa dapat menjelaskan pemikiran mereka. Siswa
sering mencoba untuk "berdebat" alasan mereka untuk memilih
jawaban pilihan ganda tertentu yang, dalam pikiran mereka,
tampaknya dapat dibenarkan pada saat itu. Apakah mereka memiliki
alasan yang baik atau tidak, jika kita merenungkannya, keterampilan
itulah – mengidentifikasi dan berdebat untuk mempertahankan
jawaban seseorang – yang benar-benar kita ingin siswa lakukan.
Penilaian tertulis menawarkan format bagi siswa untuk
mempertahankan jawaban mereka dengan membuktikan alasan
mereka dibenarkan.
Bab 3 Analisis Kemampuan Awal Siswa 33
Tes tertulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan
memberikan jawaban tertulis. Penulisan tes tertulis merupakan kegiatan yang
paling penting dalam menyiapkan bahan ujian. Setiap butir soal yang ditulis
harus berdasarkan rumusan indikator yang sudah disusun dalam kisi-kisi.
Selanjutnya pemahaman siswa juga bisa diukur dengan memberikan tes
kepada peserta didik di awal pembelajaran, dengan memberikan tes terkait
materi yang akan diajarkan anda akan dengan mudah mengetahui sejauh mana
tingkat kedalaman pemahaman siswa terhadap materi yang akan diajarkan.
Tes tertulis tersebut bisa dalam bentuk soal-soal pertanyaan yang terdiri dari
beberapa nomor, intinya hasil dari tes yang diberikan bisa merepresentasikan
kemampuan siswa/pemahaman awal siswa terkait materi yang akan dipelajari.
Namun kelemahan/kekurangan dari metode ini adalah anda harus meluangkan
waktu untuk memeriksa final result test (hasil tes siswa) yang bisa jadi
jumlahnya cukup banyak.
34 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
kompleksitas yang lebih besar dari waktu ke waktu membantu siswa (dan
instruktur) melihat apa yang mereka pelajari. Buat peta konsep isi-kosong di
mana beberapa lingkaran kosong atau beberapa garis tidak berlabel. Berikan
peta tersebut kepada siswa untuk diselesaikan.
Pengertian Ranah kognitif menurut para ahli di antaranya, Drever yang dikutip
oleh Yuliana Nurani dan Sujiono mengatakan bahwa “kognitif adalah istilah
umum yang mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi,
penangkapan makna, penilaian dan penalaran” sedangkan menurut Piaget,
menyebutkan bahwa “kognitif adalah bagaimana anak beradaptasi dan
menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian di sekitarnya”. Piaget
memandang bahwa anak memainkan peranan aktif di dalam menyusun
pengetahuannya mengenai realitas, anak tidak pasif menerima informasi.
Walaupun proses berpikir dan konsep anak mengenai realitas telah
dimodifikasi yang dikutip oleh Winda Gunarti mengemukakan bahwa
“kognitif adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk mengenal,
menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga dan menilai.
Dari berbagai penilaian yang telah disebutkan semua diatas dapat dipahami
bahwa kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan oleh psikolog untuk
menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi,
pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang
memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa
depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana
individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan,
memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
Kemampuan kognitif merupakan salah satu kemampuan dasar yang dimiliki
anak usia 5-6 tahun. Apabila kita berbicara kemampuan dasar, maka kita akan
menghubungkannya dengan istilah “potensi”. Dalam banyak buku psikologis
potensi sering diartikan sebagai pembawaan sejak lahir. Ketika seorang
manusia sejak lahir dia membawa segudang potensi, namun potensi tersebut
harus didukung oleh orang-orang dewasa yang ada di sekitarnya agar dapat
berkembang secara optimal dan maksimal.
Perkembangan kognitif merupakan perkembangan dari pikiran. Pikiran
merupakan bagian dari otak, bagian yang digunakan untuk bernalar , berpikir
dan memahami sesuatu. Setiap hari pikiran anak berkembang ketika mereka
belajar tentang orang yang ada di sekitarnya. Belajar berkomunikasi dan
membaca mendapatkan lebih banyak pengalaman lainnya, kognitif dapat
diartikan sebagai kemampuan verbal, kemampuan memecahkan masalah dan
kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.
Kemampuan kognitif senantiasa berkembang dan sering kali kita menyebutkan
dengan istilah lebih intelek dan cerdas. Kemampuan kognitif dapat
38 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
berkembang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor gen (pembawaan) dan
lingkungan.
Affective Domain (Ranah Afektif)
Ranah ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan
emosi, seperti minat, sikap, apersepsi, dan cara penyesuaian diri. Ranah ini
terbagi dalam beberapa aspek yaitu:
1. Aspek penerimaan, mencakup kepekaan akan adanya suatu
perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu,
seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru.
2. Aspek partisipasi, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara
aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3. Aspek penilaian/penentuan sikap, mencakup kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap suatu dan membawa diri sesuai
dengan penilaian itu.
4. Aspek organisasi, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan
5. Aspek pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan untuk
menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi
milik pribadi dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengukur
kehidupan sendiri
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan
nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai
tingkah laku. Seperti: perhatiannya terhadap mata pelajaran Fiqih,
kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran Fiqih disekolah, motivasinya
yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai fiqih yang di terimanya,
penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru Fiqih dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1. Penerimaan (receiving/Attending)
Penerimaan (receiving/attending)adalah kepekaan seseorang dalam
menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya
Bab 3 Analisis Kemampuan Awal Siswa 39
4.1 Pendahuluan
Dari beberapa literatur dan riset tentang pembelajaran, menunjukkan
kemiripan dalam mendefinisikan tujuan pembelajaran, yaitu:
1. Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang apa yang diharapkan
akan dapat dilakukan siswa sebagai hasil dari suatu kegiatan belajar
(Jenkins and Unwin, 2001).
2. Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang apa yang diharapkan
untuk diketahui, dipahami, dan/atau dapat ditunjukkan oleh
pembelajar setelah menyelesaikan suatu proses pembelajaran (ECTS
Users’ Guide, 2005).
3. Tujuan pembelajaran adalah pernyataan eksplisit tentang apa yang
kami ingin siswa kami ketahui, pahami, atau dapat lakukan sebagai
hasil dari menyelesaikan kursus kami (University of New South
Wales, Australia, URL 4).
44 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Gambar 4.1: (a) Original Bloom Taxonomy, (b) Revised Bloom Taxonomy
Ketika berbicara tentang mengajar, Bloom selalu menganjurkan bahwa ketika
mengajar dan menilai siswa kita harus ingat bahwa belajar adalah sebuah
proses dan bahwa guru harus mencoba untuk mendapatkan proses pemikiran
siswa untuk naik ke tahap sintesis dan evaluasi tingkat tinggi. Area "berpikir"
ini biasa disebut domain kognitif ("mengetahui") karena melibatkan proses
berpikir.
Gambar 4.2: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Pengetahuan
1. Pengetahuan
Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengingat fakta tanpa harus memahaminya. Beberapa kata kerja aktif
yang digunakan untuk menilai pengetahuan ditunjukkan pada
Gambar 4.2.
2. Pemahaman
Pemahaman dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
memahami dan menafsirkan informasi yang dipelajari. Beberapa kata
kerja tindakan yang digunakan untuk menilai pemahaman
ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Pemahaman
3. Aplikasi
Aplikasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang dipelajari dalam situasi baru, misalnya
menempatkan ide dan konsep untuk bekerja dalam memecahkan
Bab 4 Pengembangan Tujuan Pembelajaran 47
Gambar 4.4: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Aplikasi
4. Analisis
Analisis dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memecah
informasi ke dalam komponen-komponennya, misalnya mencari
hubungan dan ide-ide antar-hubungan (pemahaman tentang struktur
organisasi). Beberapa kata kerja tindakan yang digunakan untuk
menilai analisis ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Analisis
5. Sintesis
Sintesis dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyatukan
bagian-bagian. Beberapa kata kerja aktif yang digunakan untuk
menilai sintesis ditunjukkan pada gambar 4.6.
48 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Gambar 4.6: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Sintesis
6. Evaluasi
Evaluasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menilai nilai
materi untuk tujuan tertentu. Beberapa kata kerja tindakan yang
digunakan untuk menilai evaluasi ditunjukkan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7: Beberapa Kata Kerja Aktif Yang Digunakan Untuk Menilai
Evaluasi
Perhatikan bahwa kata kerja yang digunakan dalam enam kategori di atas tidak
eksklusif untuk satu kategori tertentu. Beberapa kata kerja muncul di lebih dari
satu kategori. Misalnya, perhitungan matematis mungkin hanya melibatkan
penerapan rumus yang diberikan (aplikasi - tahap 3) atau mungkin melibatkan
analisis (tahap 4) serta aplikasi.
Bab 4 Pengembangan Tujuan Pembelajaran 49
5. Karakterisasi
Pada tingkat ini individu memiliki sistem nilai dalam hal keyakinan,
ide, dan sikapnya yang mengendalikan perilaku mereka dengan cara
yang konsisten dan dapat diprediksi, misalnya menunjukkan
kemandirian dalam bekerja secara mandiri, menunjukkan komitmen
profesional terhadap praktik etis, menunjukkan penyesuaian pribadi,
sosial dan emosional yang baik, mempertahankan kebiasaan
kesehatan yang baik, dll.
Kategori utama dari domain afektif dan beberapa kata kerja aktif yang biasa
digunakan saat menulis tujuan pembelajaran untuk domain ini ditunjukkan
pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8: Domain Afektif Dan Beberapa Kata Kerja Aktif Yang
Digunakan Dalam Menulis Tujuan Pembelajaran Dalam Domain Afektif
Bloom dan rekan-rekannya serta penulis berikutnya telah menghubungkan
berbagai tingkatan dalam domain afektif dengan kata kerja tertentu. Namun,
tingkat detail ini tidak diperlukan dalam konteks saat ini.
Hierarki ini dan beberapa contoh kata kerja tindakan untuk menulis tujuan
pembelajaran dalam domain psikomotorik ditunjukkan pada Gambar 4.9.
telah menulis lebih dari sembilan tujuan pembelajaran, Anda telah bertindak
terlalu jauh!
Salah satu poin terpenting yang ditekankan dalam literatur adalah bahwa
tujuan pembelajaran tidak boleh hanya menjadi "daftar keinginan" dari apa
yang mampu dilakukan siswa setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran harus dijabarkan secara sederhana dan jelas serta harus
mampu dinilai secara sah.
Seperti yang telah dibahas, Taksonomi Bloom (Bloom, 1956) adalah salah satu
alat bantu yang paling berguna untuk menulis tujuan pembelajaran yang baik.
Taksonomi menyediakan daftar kata kerja yang sudah jadi dan karenanya
merupakan "toolkit" yang berguna yang menyediakan kosakata untuk menulis
tujuan pembelajaran.
Ada kesepakatan yang baik dalam literatur mengenai rekomendasi bahwa
ketika menulis tujuan pembelajaran, penekanannya harus pada kata kerja aktif
dan bahwa istilah-istilah tertentu harus dihindari:
1. Cobalah untuk menghindari kata kerja yang ambigu seperti
"mengerti", "tahu", "sadar" dan "menghargai" (Bingham J., 1999).
2. Kata kerja konkret seperti "define", "apply" atau "analyse" lebih
membantu untuk penilaian daripada kata kerja seperti "be exposed
to", "understand", "know" "be familiar with" (Osters dan Tiu, 2003).
3. Kata kerja yang tidak jelas seperti "tahu" atau "mengerti" tidak
mudah diukur. Ganti, "identifikasi", "definisikan", "jelaskan" atau
"tunjukkan" (Institut Teknologi British Columbia, 1996).
4. Kehati-hatian harus diambil dalam menggunakan kata-kata seperti
'memahami' dan 'mengetahui' jika Anda tidak dapat memastikan
bahwa siswa akan memahami apa artinya mengetahui atau
memahami dalam konteks tertentu (McLean dan Looker, 2006).
5. Kata kerja yang berkaitan dengan hasil pengetahuan - "tahu",
"mengerti", "menghargai" - cenderung agak kabur, atau untuk fokus
pada proses yang telah dilalui siswa daripada hasil akhir dari proses
itu, jadi gunakan kata kerja tindakan - "memecahkan", mengevaluasi,
menganalisis - untuk menunjukkan bagaimana siswa dapat
menunjukkan perolehan pengetahuan itu (Unit Pendidikan dan
Pengembangan Staf UCE, URL 7).
Bab 4 Pengembangan Tujuan Pembelajaran 55
Kata kerja tertentu tidak jelas dan tunduk pada interpretasi yang berbeda dalam
hal tindakan apa yang mereka tentukan. Kata kerja semacam itu menyerukan
perilaku terselubung yang tidak dapat diamati atau diukur. Jenis kata kerja ini
harus dihindari: mengetahui, menyadari, menghargai, belajar, memahami,
menjadi akrab (American Association of Law Libraries, URL 3.).
Moon (2002) merangkum permasalahan yang disebabkan oleh penggunaan
istilah-istilah yang tidak jelas dalam menulis tujuan pembelajaran sebagai
berikut:
Kesalahan umum lainnya dalam penulisan tujuan pembelajaran adalah bahwa
mereka mengacu pada pembelajaran dan bukan representasi pembelajaran.
Tujuan pembelajaran yang ditulis dengan buruk mungkin mengatakan,
misalnya: "Di akhir modul, peserta didik diharapkan untuk mengetahui praktik
kesehatan dan keselamatan dari pekerjaan laboratorium (Kimia level 1)". Kami
hanya dapat mengetahui apakah siswa mengetahui praktik-praktik ini jika dia
disebabkan untuk menunjukkan pengetahuannya. Dia mungkin diminta untuk
menulis laporan, untuk menjawab pertanyaan, untuk menjelaskan praktik
secara lisan dan sebagainya" (Moon, 2002 hlm. 66).
Fry et al. (2000) ketika memberikan saran praktis untuk menulis tujuan
pembelajaran merekomendasikan penggunaan "kata kerja tindakan yang tidak
ambigu" dan membuat daftar banyak contoh kata kerja dari Taksonomi
Bloom.
Gosling dan Moon (2001) memberikan saran ringkas kepada pembaca tentang
penulisan tujuan pembelajaran:
Jaga agar tujuan pembelajaran tetap sederhana, biasanya hanya menggunakan
satu kalimat dengan satu kata kerja di setiap hasil dan menghindari jargon yang
tidak perlu. Kadang-kadang lebih dari satu kalimat dapat digunakan untuk
kejelasan (Gosling dan Moon, 2001 hlm. 20).
Pedoman berikut mungkin dapat membantu saat menulis Tujuan
pembelajaran:
1. Mulailah setiap tujuan pembelajaran dengan kata kerja aktif, diikuti
oleh objek kata kerja diikuti oleh frasa yang memberikan konteks.
2. Gunakan hanya satu kata kerja per tujuan pembelajaran.
3. Hindari istilah-istilah yang tidak jelas seperti mengetahui,
memahami, belajar, mengenal, mengenal, dan menyadarinya.
56 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
4. Hindari kalimat yang rumit. Jika perlu gunakan lebih dari satu
kalimat untuk memastikan kejelasan.
5. Memastikan bahwa hasil pembelajaran modul terkait dengan hasil
keseluruhan program
6. Tujuan pembelajaran harus dapat diamati dan diukur.
7. Memastikan bahwa tujuan pembelajaran mampu dinilai.
8. Saat menulis tujuan pembelajaran, ingatlah skala waktu di mana hasil
tersebut harus dicapai. Selalu ada bahaya bahwa seseorang bisa
terlalu ambisius ketika menulis tujuan pembelajaran. Tanyakan pada
diri Anda apakah realistis untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam
waktu dan sumber daya yang tersedia.
9. Saat Anda bekerja untuk menulis tujuan pembelajaran, ingatlah
bagaimana hasil ini akan dinilai, yaitu bagaimana Anda tahu jika
siswa telah mencapai hasil pembelajaran ini? Jika tujuan
pembelajarannya sangat luas, mungkin sulit untuk dinilai secara
efektif. Jika tujuan pembelajaran sangat sempit, daftar tujuan
pembelajaran mungkin terlalu panjang dan detail.
10. Sebelum menyelesaikan tujuan pembelajaran, tanyakan kepada
kolega Anda dan mungkin mantan siswa apakah tujuan pembelajaran
itu masuk akal bagi mereka.
11. Saat menulis tujuan pembelajaran, cobalah untuk menghindari
membebani daftar dengan tujuan pembelajaran yang diambil dari
bagian bawah Taksonomi Bloom (misalnya Pengetahuan dan
Pemahaman dalam domain kognitif). Cobalah untuk menantang
siswa untuk menggunakan apa yang telah mereka pelajari dengan
memasukkan beberapa hasil pembelajaran yang diambil dari kategori
yang lebih tinggi (misalnya Aplikasi, Analisis, Sintesis dan Evaluasi)
dari Taksonomi Bloom.
Ini adalah praktik standar ketika menulis tujuan pembelajaran untuk suatu
modul, bahwa daftar tujuan pembelajaran biasanya didahului oleh frasa seperti
"Setelah berhasil menyelesaikan modul ini, siswa harus dapat ......".
Bab 5
Pengembangan Bahan Ajar
5.1 Pendahuluan
Proses pembelajaran selain bergantung pada keberadaan guru (baca: pendidik),
juga bergantung pada keberadaan bahan ajar. Bahan ajar berisi materi
pelajaran yang diajarkan atau dipelajari oleh siswa. Guru dan bahan ajar
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Tidak adanya salah
satunya, maka proses pembelajaran akan tidak maksimal. Salirawati (2018)
menyatakan bahwa tidak pernah dijumpai seorang guru mengajar tanpa
memerlukan bahan ajar. Artinya, bahan ajar merupakan komponen integral
yang sangat dibutuhkan dalam membantu kelancaran proses pembelajaran di
kelas.
Secara garis besar, fungsi bahan ajar bagi guru adalah untuk mengarahkan
semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan substansi
kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. Fungsi bahan ajar bagi
siswa untuk menjadi pedoman dalam proses pembelajaran dan merupakan
substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari. Bahan ajar juga berfungsi
sebagai alat evaluasi pencapaian hasil pembelajaran (Adica, 2022).
Oleh karena pentingnya bahan ajar dalam proses pembelajaran, sudah
sewajarnya jika setiap guru belajar dan berusaha menyusun bahan ajarnya
sendiri, mulai dari bahan ajar yang sederhana seperti handout atau print out
58 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
PowerPoint hingga bahan ajar yang kompleks seperti diktat, modul ataupun
buku ajar.
Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar secara sederhana dimaknai sebagai bahan untuk mengajar. Apapun
bahan materi ajar yang dipergunakan guru untuk mengajar dapat dikategorikan
sebagai bahan ajar. Bahan ajar dipergunakan oleh siswa sebagai sumber
belajar karena di dalam bahan ajar terkandung materi ajar yang dipelajari
siswa. Karena dipergunakan baik oleh guru maupun siswa, maka keberadaan
bahan ajar dalam proses pembelajaran menjadi sangat penting. Tanpa
keberadaan bahan ajar tersebut maka proses pembelajaran akan berlangsung
tidak maksimal.
Bayangkan jika dalam proses pembelajaran guru hanya menjelaskan materi
pelajaran sedangkan siswa hanya bisa mendengarkan dan memperhatikan
penjelasan gurunya tanpa memiliki bahan ajar yang disampaikan oleh gurunya,
apa yang terjadi pada siswa? Ya betul sekali, pemahaman siswa terhadap
materi pelajaran tidak akan maksimal. Dan bahkan jika ada siswa yang
mengalami kesulitan memahami penjelasan gurunya, ia tidak memiliki
kesempatan lagi untuk membaca lagi dan mendalami materi pelajaran yang
baru saja dijelaskan gurunya.
Bandingkan jika siswa juga memiliki bahan ajar yang disampaikan oleh
gurunya, maka siswa bisa membaca dan mendalami kembali materi pelajaran
ketika di rumah. Dan apa akibatnya? Ya, pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran akan jauh lebih baik karena siswa dapat mengulangi proses
belajarnya secara mandiri di rumah.
Bahan ajar merupakan seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang
berisikan materi pelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi
yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan
yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau sub kompetensi dengan
segala kompleksitasnya (Widodo and Jasmadi, 2008).
Salirawati (2018) menyatakan bahwa bahan ajar berperan penting dalam
penyelenggaraan proses pembelajaran sebagai salah satu sarana sumber belajar
yang utama, efektif, dan efisien. Ia menambahkan bahwa bahan ajar yang baik
adalah yang telah memenuhi kriteria-kriteria tertentu, antara lain memiliki
kebenaran konsep, keluasan dan kedalaman konsep sesuai yang digariskan
kurikulum, kejelasan kalimat yang digunakan, penggunaan bahasa baku dan
benar, pendekatan yang sesuai, evaluasi yang menyeluruh, keterlaksanaannya
Bab 5 Pengembangan Bahan Ajar 59
dalam proses pembelajaran, serta tinjauan fisik bahan ajar yang dapat menarik
dan sesuai dengan tata tulis ilmiah.
Bahan ajar sangat penting bagi guru maupun siswa dalam proses
pembelajaran. Tanpa bahan ajar akan sulit bagi guru untuk meningkatkan
efektivitas pembelajaran. Demikian pula tanpa bahan ajar akan sulit bagi siswa
untuk mengikuti proses belajar di kelas, apalagi jika gurunya mengajarkan
materi dengan cepat dan kurang jelas. Mereka dapat kehilangan jejak, tanpa
mampu menelusuri kembali apa yang telah diajarkan gurunya. Oleh sebab itu,
bahan ajar dianggap sebagai bahan yang dapat dimanfaatkan, baik oleh guru
maupun siswa, sebagai salah satu instrumen untuk memperbaiki mutu
pembelajaran (Adica, 2022).
Ellington dan Race (1997) dalam (Adica, 2022) mengelompokkan jenis bahan
ajar berdasarkan bentuknya. Mereka mengelompokkan jenis bahan ajar
tersebut ke dalam 7 jenis:
60 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
menyusun bahan ajar sebaiknya sebelum mulai menulis bahan ajar terlebih
dahulu banyak-banyak membaca literatur yang berkaitan dengan materi ajar
yang akan ditulisnya.
Selain membaca, guru juga harus berusaha bisa memahami materi yang
dibacanya dengan sangat baik, serta dapat menuangkan pemahamannya
tentang materi yang dibacanya ke dalam bahan ajar yang akan ditulisnya
dengan bahasa sendiri sesuai pemahamannya. Bahan ajar yang ditulis dengan
menggunakan bahasa sendiri akan terasa lebih enak dibaca, tidak kaku dan
bahasanya mengalir.
Berbeda halnya dengan ketika bahan ajar yang dibuat guru kebanyakan berisi
kutipan-kutipan langsung dari literatur yang dibaca tanpa melakukan proses
parafrase. Bahan ajar yang terlalu banyak mengandung kalimat kutipan
langsung akan terasa bahasanya kurang enak dibaca, kaku dan tidak mengalir
tulisannya.
Bahasa
Seorang guru yang akan menulis bahan ajar setidaknya harus menguasai
bahasa dengan baik, termasuk pungtuasi, diksi, penggunaan kalimat efektif,
dan variasi kalimat. Das Salirawati (2018) menjelaskan makna dari istilah-
istilah tersebut. Pungtuasi atau penggunaan tanda baca sangat penting dikuasai
oleh penulis bahan ajar karena tanda baca yang salah dapat mengubah
arti/makna kalimat, bahkan dapat menyebabkan salah persepsi. Pungtuasi
terutama berhubungan dengan nilai rasa orang yang membaca.
Lebih lanjut, Salirawati (2018) menjelaskan tentang diksi. Diksi merupakan
pilihan kata yang tepat yang diberlakukan dalam suatu penulisan. Diksi
memegang peranan penting, dan utama dalam pencapaian tujuan penyusunan
suatu bahan ajar. Diksi meliputi bagaimana seorang penulis bahan ajar mampu
memilih kata yang mengandung makna konotatif atau denotatif, kata tunggal
atau idiom, kata umum, dialek, atau istilah. Salirawati (2018) menegaskan
bahwa salah dalam memilih kata dapat memengaruhi makna dan jiwa dari isi
bahan ajar yang dibuat.
Kalimat efektif adalah kalimat yang disusun untuk mencapai daya informasi
yang tepat dan baik. Hal ini bertujuan memudahkan pemahaman terhadap apa
yang kita tulis. Suatu kalimat dikatakan efektif jika struktur bahasa mendukung
gagasan/ide yang dikemukakan serta jelas subjek dan predikatnya sehingga
mudah dipahami (Salirawati, 2018).
66 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Terkait variasi kalimat yang digunakan dalam menyusun bahan ajar, Salirawati
(2018) menjelaskan bahwa hal itu dimaksudkan agar pembaca tidak mudah
bosan karena monotonnya kalimat. Variasi kalimat dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti memvariasikan penggunaan kata, pembukaan kalimat,
dan susunan Subjek-Predikat-Objek.
Ketaatan Tata Tulis yang Berlaku
Penulisan bahan ajar dibatasi oleh aturan-aturan tata tulis yang berlaku agar
dihasilkan karya tulis yang baik dan berkualitas. Mulai dari margin, bentuk dan
ukuran huruf, serta ukuran dan jenis kertas yang dipakai jika bahan ajar akan
dicetak dalam jumlah banyak. Dalam hal ini, termasuk tata letak tulisan dan
gambar (jika ada) dan kontras warna (jika akan dicetak berwarna). Selain
untuk pemenuhan aspek estetika, yang lebih penting adalah keterbacaan materi
dalam bahan ajar tersebut (Salirawati, 2018).
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dalam Salirawati
(2018), bahan ajar yang berkualitas harus memenuhi empat komponen
kelayakan, yaitu kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafikan.
Keempat komponen kelayakan tersebut harus menjadi pertimbangan bagi
penyusun bahan ajar jika ingin menghasilkan bahan ajar yang berkualitas.
Komponen kelayakan bahan ajar yang pertama adalah terkait isi yang meliputi
7 hal sebagai berikut:
1. cakupan materi;
2. akurasi materi;
3. kemutakhiran;
4. mengandung wawasan produktivitas;
5. merangsang keingintahuan (curiosity);
6. mengembangkan kecakapan hidup (life skills);
7. mengandung wawasan kontekstual.
Dan komponen kelayakan bahan ajar yang terakhir adalah kegrafikaan yang
terdiri dari 3 hal sebagai berikut:
1. Ukuran bahan ajar.
2. Bagian kulit bahan ajar terdiri dari desain, tata letak, tipografi kulit
bahan ajar, dan ilustrasi kulit bahan ajar.
3. Bagian isi bahan ajar terdiri dari tata letak isi, tipografi isi, dan
ilustrasi isi.
Berkaitan dengan kriteria kelayakan bahan ajar menurut BSNP tersebut di atas,
Salirawati (2018) menyatakan bahwa jika guru penulis bahan ajar dapat
memenuhi semua kriteria tersebut, itu sungguh luar biasa. Namun, jika hanya
sebagian saja yang dapat terpenuhi, terutama kriteria-kriteria yang esensial, hal
itu dapat dimaklumi selama tidak mengganggu proses pemahaman peserta
didik yang berakibat terjadi miskonsepsi.
68 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Bab 6
Pengembangan Media
Pembelajaran
6.1 Pendahuluan
Belajar merupakan proses atau perubahan yang terjadi pada diri setiap orang
sepanjang hidupnya. Proses belajar tersebut terjadi sebab adanya interaksi
dengan seseorang di dalam lingkungannya. Belajar dapat terjadi kapan saja
dan di mana saja. Perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang baik
itu perubahan pengetahuan, keterampilan ataupun sikapnya merupakan
pertanda bahwa seseorang tersebut telah belajar.
Belajar juga dapat berproses di sekolah maupun di luar sekolah seperti di
dalam keluarga dan juga di masyarakat. Pengertian belajar menurut Sabri
dalam (Musfiqon, 2012) adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman
dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku,
baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi
segenap aspek pribadi.
Pembelajaran merupakan suatu usaha sadar guru/pengajar untuk membantu
peserta didik agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta
didik tersebut.
70 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Media dapat didefinisikan dalam arti luas dan dapat digunakan dalam berbagai
bidang, antara lain bidang komunikasi yang disebut dengan media komunikasi,
dalam bidang tanaman biasa disebut dengan media tanam, dan pada dunia
Pendidikan/pembelajaran biasa disebut dengan media Pendidikan atau media
pembelajaran (Suryani, Dkk, 2020).
Pada umumnya media dapat kita pahami sebagai perantara dari suatu
informasi dari si pemberi informasi kepada si penerima informasi. Media yang
digunakan juga sangat beragam sesuai dengan jenis informasi yang akan
disampaikan. Pengertian media dalam proses belajar mengajar lebih diartikan
sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap,
memproses, dan menyusun kembali informasi visual maupun verbal (Kustandi
and Bambang Sutjipto, 2013).
Media pembelajaran merupakan sarana yang digunakan untuk meningkatkan
kegiatan proses belajar mengajar. Bentuk-bentuk media pembelajaran sangat
banyak, sehingga guru harus dapat memilih dengan cermat agar tepat
menggunakannya di dalam kegiatan pembelajaran. Media juga dapat disebut
sebagai pembawa informasi atau pesan. Dengan adanya media pembelajaran
yang efektif akan sangat membantu para pendidik agar bekerja lebih ekstra,
bekerja keras, bekerja lebih intens, kreatif dan inovatif (Rusli, Hermawan and
Supuwiningsih, 2017)
Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari Bahasa Latin medius yang merupakan bentuk jamak
dari kata medium yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar”.
Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan
(Hasanudin, 2017).
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat siswa sedemikian rupa, sehingga proses belajar mengajar
dapat dilakukan (Soesana et al., 2022; Widyastuti et al., 2022).
Media pembelajaran juga dapat dikatakan sebagai alat yang digunakan oleh
guru agar dapat dipergunakan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Yang mana guru sebagai pendidik harus memilih media
pembelajaran yang secara efektif dapat digunakan untuk menyampaikan bahan
pembelajaran agar peserta didik terlibat secara aktif (Sani, 2019)
Bab 6 Pengembangan Media Pembelajaran 71
Gerlach dan Ely (1971) dalam (Arsyad, 2014) menyebutkan tiga ciri media
yang menjadi petunjuk bagaimana media digunakan dan apa saja yang dapat
dilakukan oleh media dan guru tidak mampu melakukannya.
Ciri Fiksatif
Ciri yang menunjukkan kemampuan media merekam, menyimpan,
melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa
atau objek yang dapat diurut dan disusun kembali dengan media seperti
fotografi, video tape, audio tape, disket computer, dan film.
Suatu objek yang telah diambil gambarnya (direkam) dengan kamera atau
video kamera dengan mudah dapat direproduksi dengan mudah kapan saja
diperlukan. Dengan ciri fiksatif ini, media memungkinkan suatu rekaman
kejadian atau objek yang ada pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa
mengenal waktu.
Ciri Manipulatif
Perubahan kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri
manipulatif. Kejadian yang berlangsung berhari-hari dapat disajikan dalam
waktu dua atau tiga menit dengan Teknik pengambilan gambar timelapse
recording. Contohnya, seperti proses larva terbentuk dari kepompong lalu
menjadi kupu - kupu dapat dipercepat dengan menggunakan teknik rekaman
fotografi tersebut.
Selain dapat dipercepat, suatu kejadian juga dapat diperlambat pada saat
ditayangkan kembali hasil suatu rekaman video. Contoh lain, proses loncat
galah atau reaksi kimia dapat diamati melalui bantuan kemampuan manipulatif
dari media. Gerakan dapat direkam dengan foto kamera untuk foto. Gambar
72 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
hidup dapat direkam (video, motion film) kejadian dapat diputar mundur ke
belakang.
Media (rekaman video atau audio) dapat diedit sehingga guru hanya
menampilkan bagian-bagian penting/utama dari ceramah, pidato atau urutan
suatu kejadian dengan memotong bagian-bagian yang salah, maka penafsiran
yang salah dapat membingungkan juga dapat menyesatkan hingga mampu
membuat perubahan sikap mereka ke arah yang tidak diinginkan.
Ciri Distributif
Ciri distributif dari media menggambarkan suatu objek atau kejadian
ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut
disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang
relatif sama mengenai kejadian itu. Distribusi media bukan hanya berlaku pada
satu kelas maupun beberapa kelas pada sekolah yang ada wilayah tertentu,
misalnya rekaman video, audio, disket komputer dapat disebar ke mana saja
dan kapan saja.
Prinsip Relevansi
Pertimbangan kesesuaian media dengan materi yang akan disampaikan juga
perlu pertimbangan guru dalam memilih media pembelajaran. Tuntutan
terhadap guru untuk memilih media yang sesuai dengan tujuan, isi, strategi
pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
Ada dua macam relevansi, yaitu relevansi ke dalam dan relevansi keluar.
Relevansi ke dalam adalah media pembelajaran dipilih untuk
mempertimbangkan kesesuaian dan sinkronisasi antara tujuan, isi, strategi dan
evaluasi materi pembelajaran. Dan juga relevansi ke dalam
mempertimbangkan pesan, guru, siswa, dan desain media yang akan
digunakan dalam pembelajaran.
Relevansi keluar adalah pemilihan media yang disesuaikan dengan kondisi
perkembangan masyarakat. Memilih media dan menyesuaikan dengan apa
yang biasa digunakan masyarakat secara luas.
Prinsip produktivitas
Produktivitas dalam pembelajaran dapat dipahami pencapaian tujuan
pembelajaran secara optimal dengan menggunakan sumber daya yang ada,
baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam.
Guru dituntut untuk dapat menganalisis apakah media yang akan digunakan
dapat meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran atau tidak. Jika media
yang digunakan dapat menghasilkan dan mencapai target dan tujuan
pembelajaran lebih bagus dan banyak maka media tersebut dikategorikan
media produktif
Twoli et al dalam (Rusli, Dkk, 2017) mendeskripsikan kriteria pemilihan
media sebagai berikut:
1. Memilih media atau materi terbaik yang tersedia untuk agar terwujud
goal atau tujuan pembelajaran.
2. Materi harus membuat situasi belajar lebih realistis dan konkret.
3. Media dan materi harus sesuai dengan usia, kecerdasan, minat dan
pengalaman peserta didik.
4. Media dapat membuat belajar agar lebih mudah dan cepat.
5. Media harus menyajikan informasi dalam cara yang menarik.
74 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
kelas, misalnya globe atau peta suatu daerah. Objek yang sangat kecil
dan sulit dilihat juga dapat diamati dengan menggunakan media
tentang objek tersebut.
Media pembelajaran juga dapat digunakan untuk memanipulasi
keadaan, misalnya menampilkan suatu proses atau gerakan yang
sangat cepat dan sulit diikuti seperti gerakan putaran kipas angin,
atau sebaliknya dapat mempercepat Gerakan-gerakan yang lambat,
seperti Gerakan pertumbuhan tanaman.
3. Menambah gairah dan motivasi belajar siswa
Belajar dengan menggunakan media dapat menambah motivasi
belajar, sehingga perhatian dan penguasaan siswa terhadap materi
pembelajaran akan lebih meningkat. Misalnya, guru menunjukkan
video tentang metamorfosis pada kupu-kupu, kemudian memberikan
tugas kepada siswa untuk mencari informasi tentang metamorfosis
lipas dan belalang. Siswa akan lebih tertarik mempelajari tentang
metamorfosis melalui pengamatan video, daripada dengan membaca
buku saja
7.1 Pendahuluan
Pengembangan bahan ajar merupakan usaha praktis untuk mempelajari prinsip
dan prosedur desain, implementasi dan evaluasi bahan ajar di sekolah
menengah. Sebelum membahas lebih jauh tentang pengembangan bahan ajar
mari kita lihat negara-negara lain mengembangkan bahan ajar. Negara-negara
di seluruh dunia telah mengalami transformasi dan modernisasi karena budaya,
politik, sosial, ilmiah, ekonomi, dan kondisi lain yang diciptakan oleh
teknologi.
Perkembangan teknologi sangat pesat, namun, sebagian besar terlalu cepat
bagi lembaga pendidikan untuk sepenuhnya memahami dan menciptakan
tanggapan dari kemajuan teknologi. Pemerintah di seluruh dunia telah
berinvestasi dalam pendidikan dan mendukung modernisasi pendidikan, dan
inisiatif otoritas pendidikan mereka muncul untuk fokus pada transformasi
pendidikan pedagogis praktik jauh dari berpusat pada guru tradisional ke
berpusat pada pembelajaran modern pendekatan yang diberdayakan oleh
perkembangan teknologi kontemporer dan praktik.
84 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Para Ilmuwan pedagogis membedakan klasifikasi bahan ajar dalam tiga arah.
Pertama bahan didaktik, kedua alat didaktik yang digunakan untuk
penggunaannya, ketiga bahan ajar yang kompleks yang dirancang untuk
melaksanakan pendidikan dengan bantuan bahan didaktik dan peralatan.
Penggunaan bahan ajar didaktik dalam pengajaran ilmu pendidikan
membutuhkan kepatuhan dengan prosedur tertentu. Dalam melatih kan konsep
kepada peserta didik agar memperoleh pengetahuan baru, dan materi yang
akan diberikan adalah umum untuk semua. Dalam hal ini banyak digunakan
dalam visual dan produk video (Harrell, et al., 2021).
86 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
supremasi kegiatan didaktik. Di awal itu abad, inovasi yang paling baru
diadopsi dalam pendidikan adalah papan tulis yang menggunakan kapur.
Selanjutnya, Papan tulis yang menggunakan spidol menggantikan papan tulis
kapur yang lebih kecil dan lebih murah. Sebaliknya, papan tulis yang dipasang
di dinding, diizinkan guru untuk mempresentasikan ke seluruh kelas sekaligus.
Sedangkan saat ini, Abad 20 bahan ajar berubah dengan penambahan film,
radio, televisi, dan proyektor ditambahkan pilihan baru, tetapi paradigma
instruksional tetap sama (Molenda, et al., 2022).
Media komputer telah menghadirkan teka-teki bagi para pendidik. Haruskah
komputer menjadi tutor, alat untuk media mengajar. Puluhan tahun setelah
diperkenalkan, pendidik masih bergulat dengan bagaimana mengintegrasikan
satu media komputasi dalam pembelajaran. Sementara komputer di kelas dapat
mendukung kuliah interaktivitas dan keterlibatan peserta didik daripada
pendekatan didaktik. Model pengajaran berbasis media mengundang tingkat
interaktivitas dan keterlibatan peserta didik yang jauh lebih tinggi daripada
pendekatan didaktik (Popa, et al., 2020).
Bahan ajar E-Learning untuk pembelajaran melibatkan beberapa elemen di
antaranya guru/dosen/pendidik, siswa/peserta didik, kurikulum, konten, dan
aspek pedagogis. Beberapa bagian ini sudah ditetapkan oleh kurikulum,
misalnya, beberapa konten memang tidak bisa digantikan media komputer
atau media simulasi atau yang lainnya sehingga secara substantif kurikulum
masih diperlukan tatap muka tradisional.
Di dalam menerapkan bahan ajar untuk pembelajaran di kelas pendidikan
harus cermat dan memenuhi kriteria (Abdukarimova, et al., 2021) sebagai
berikut:
1. Guru dan peserta didik harus fasih menggunakan media.
2. Pedagogi harus disesuaikan dengan lingkungan baru, sekaligus
memenuhi capaian pembelajaran yang ada.
3. Konten bahan ajar yang dibuat akan menjadi signifikan apabila
interaktif dan visual.
4. Pendidik akan memiliki alat untuk melakukan kontrol yang lebih
besar karena menggunakan media E-Learning sebagai desain
instruksional.
5. Pendidik akan memiliki tingkat percepatan kolaborasi tinggi apabila
mengembangkan bahan ajar dengan rekan sejawat.
Bab 7 Pengembangan Bahan Pembelajaran 89
Berdasarkan Tabel di atas bahwa a hanya 24% dari 40 peserta didik yang
menyatakan bahwa bahan ajar yang mereka gunakan mudah untuk memahami
suatu materi. Selanjutnya hanya 12% peserta didik yang telah menggunakan
bahan ajar berbantuan website. Padahal bahan ajar berbantuan website ini
dapat memudahkan peserta didik untuk belajar mandiri selama pandemi, juga
dapat melatih peserta didik untuk mampu mengembangkan kompetensi
pengetahuan, keterampilan dan sikapnya karena dalam bahan ajar tersebut
dapat dipadukan berbagai materi pembelajaran, seperti teks, video, animasi
dsb.
Rinenggo, et al., (2019) menegaskan bahwa bahan ajar berbantuan website
dapat dimanfaatkan untuk memperkuat aspek pemahaman peserta didik dalam
pengetahuan mereka. Sehingga memungkinkan siswa untuk lebih fokus dalam
belajar serta memahami pelajaran yang diberikan (Yachina, Valeeya, &
Sirazeeya, 2016). Walaupun belum berbantuan website, penelitian sebelumnya
yang telah dilakukan oleh Handayani, dkk (2019) menunjukkan kelayakan
buku teks fisika yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan
kognitif dan argumentasi siswa. Survei menunjukkan bahwa 84% peserta didik
kesulitan untuk berargumentasi ketika melakukan pembelajaran melalui video
conference. Sehingga 86% peserta didik memerlukan bahan ajar berbantuan
website.
Karakteristik E-Learning Wix Website Dengan ADI
Pada tahap ini peneliti sekaligus mulai membuat bahan ajar hukum newton
berbantuan website. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun materi
yang akan digunakan pada bahan ajar yang akan dikembangkan dalam bentuk
teks, video gambar dan animasi. Lalu bahan ajar tersebut ditautkan ke dalam
website.
Adapun beberapa aplikasi yang digunakan dalam mendesain bahan ajar
berbantuan website ini adalah sebagai berikut:
1. Isi Materi
Pada bagian isi materi, materi langsung disertakan di website builder
wix website dengan menggunakan Microsoft Word 365.
2. Pembuatan Video
Pada bagian video, aplikasi yang digunakan yaitu KineMaster.
Aplikasi ini memudahkan peneliti dalam mengedit video karna relatif
mudah untuk digunakan, memiliki banyak efek, transisi dan filter.
Bab 7 Pengembangan Bahan Pembelajaran 91
Berikut adalah desain bahan ajar Hukum Newton model Argument Driven
Inquiry (Winarsih, et al.,2022) sebagai berikut:
Revisi Produk
Data kuesioner yang diperoleh dalam proses validasi oleh ahli materi, media
dan pembelajaran, selanjutnya kuesioner tersebut dianalisis, kemudian hasilnya
digunakan dalam tahapan memperbaiki produk. Saran yang diberikan selama
proses pengujian bahan ajar berbantuan website, digunakan untuk
memperbaiki kekurangan pada bahan ajar yang dikembangkan agar produk
yang dihasilkan dapat digunakan untuk melatih keterampilan argumentasi
siswa SMA. Desain Pengembangan bahan ajar ditunjukkan pada gambar 7.4.
kesempatan untuk siswa terlibat dalam proses berpikir tingkat tinggi. Dengan
menggunakan media pembelajaran simulasi dalam pembelajaran dapat melatih
peserta didik mengkomunikasikan hasil-hasil pengamatan atau percobaan yang
telah dilakukan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Khoroshko et al.,
2019) hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran jarak jauh untuk saat
ini dapat diselesaikan dengan desain dan pengembangan laboratorium virtual.
Menurut penelitian Ji (2016), menunjukkan bahwa sistem pengajaran Massive
Open Online Course multimedia dapat meningkatkan antusiasme peserta didik
dalam pembelajaran serta meningkatkan efisiensi belajar peserta didik dengan
pembelajaran interaksi online.
Sistem multimedia Massive Open Online lebih adaptif dengan kebutuhan
zaman sekarang. Menurut penelitian Vlachopoulos & Makri, (2017),
menunjukkan bahwa game dan simulasi memiliki dampak positif pada tujuan
pembelajaran.
Penelitian ini mengidentifikasi tiga hasil pembelajaran mengintegrasikan
simulasi ke dalam proses pembelajaran: kognitif, afektif dan psikomotor.
Penggunaan game dan simulasi dapat menjadi daya tarik sehingga efisien
untuk tujuan pedagogis.
Karakteristik Massive Online Simulation (MOS)
Media pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah media
Massive Online Simulation (MOS), dimana media ini dapat diakses dimana
pun dan kapan pun. Massive Online Simulation ini dapat dijalankan di
berbagai software (mozilla firefox,chrome, dll).
Selain itu, media pembelajaran Massive Online Simulation ini berisi materi,
simulasi dan kuis di dalamnya. Media Massive Online Simulation ini dibuat
untuk mendukung pembelajaran fisika di kelas.
Media Massive Online Simulation berisi simulasi proses-proses
termodinamika antara lain menyajikan materi dan simulasi proses isobarik,
isokhorik, isotermal dan isentropik. Selain itu, simulasi ini menyajikan grafik
hubungan dari setiap proses-proses termodinamika yang terjadi serta
menyajikan partikel gas secara mikroskopik dengan model simulasi interaktif.
Serta kuis yang terdapat pada media pembelajaran Massive Online Simulation
(MOS) menyajikan soal yang dapat meningkatkan peserta didik dalam
mengasah keterampilan (Lestari, et al., 2021).
Bab 7 Pengembangan Bahan Pembelajaran 95
Gambar 7.11: Desain Pengembangan Bahan Ajar MOS (Lestari, et al., 2021)
Bab 7 Pengembangan Bahan Pembelajaran 99
1. Analyze
Tahap analisis merupakan tahap awal dalam penelitian
pengembangan yang dilakukan. Studi literatur bertujuan
mengidentifikasi hasil penelitian-penelitian terdahulu untuk dijadikan
landasan untuk melakukan penelitian yang akan diusulkan. Analisis
kebutuhan akan media pembelajaran bertujuan untuk memperoleh
informasi mengenai permasalahan dalam pembelajaran fisika
terutama pada proses-proses termodinamika di sekolah.
Analisis kebutuhan dilakukan melalui penyebaran kuesioner akan
kebutuhan media menggunakan Google Form kepada guru dan
peserta didik di SMA. Sedangkan analisis tes keterampilan peserta
didik bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan
yang dimiliki peserta didik di SMA yang dilakukan melalui
penyebaran soal menggunakan Google Form.
Aspek yang diukur yaitu mengubah bentuk penyajian, membaca
tabel, membaca grafik, menyimpulkan hasil percobaan. Hasil dari
beberapa analisis tersebut menjadi dasar untuk mengembangkan
media pembelajaran fisika yaitu Massive Online Simulation (MOS)
dalam meningkatkan keterampilan peserta didik.
2. Design
Tahap design merupakan tahap peneliti membuat rancangan media
pembelajaran yang akan diimplementasikan kepada peserta didik.
Adapun desain pada produk pengembangan media pembelajaran
yang akan dikembangkan dilakukan dengan:
a. menentukan spesifikasi produk media;
b. memilih materi dan topik materi yang akan dikembangkan;
c. menyusun storyboard.
8.1 Pendahuluan
Setiap manusia pasti akan membutuhkan komunikasi dalam kehidupannya.
Hal ini tak lepas dari sifat manusia sebagai makhluk individu sekaligus
makhluk sosial, di mana setiap orang pasti memerlukan orang lain dalam
hidupnya. Oleh karena itu, komunikasi juga dapat dikatakan sebagai suatu
proses sosial yang mendasar dan vital dalam kehidupan manusia.
Menurut Evertt M. Rogers, suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada
penerima dengan tujuan untuk merubah perilakunya merupakan arti dari
komunikasi. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Theodore Herbert, yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses
yang di dalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seseorang
kepada orang lain, umumnya hal ini dilakukan dalam rangka mencapai
beberapa tujuan khusus.
Adapun Wilbur Schramm menyatakan komunikasi sebagai tindakan
melaksanakan kontak antara pengirim dan penerima dengan bantuan pesan, di
mana pengirim dan penerima memiliki beberapa pengalaman bersama yang
102 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
memberi arti pada pesan dan simbol yang dikirim oleh pengirim dan diterima
serta ditafsirkan oleh penerima (Suranto, 2015).
Berdasarkan definisi-definisi komunikasi yang telah diungkapkan tersebut,
komunikasi secara mendasar dapat diartikan sebagai suatu proses
penyampaian informasi atau proses penciptaan gagasan atau ide yang
disampaikan oleh pengirim kepada penerima. Desain pesan atau informasi
yang akan disampaikan oleh pengirim kepada penerima turut menentukan
kesuksesan dari suatu komunikasi.
Salah satu pakar yang terkenal dalam teori pembelajaran adalah Gagne. Beliau
pada tahun 1972 mengemukakan bahwa belajar adalah mekanisme di mana
seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks.
Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai
yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai
macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas. Kemampuan-
kemampuan tersebut diperoleh peserta didik dari: (1) stimulus dan lingkungan,
dan (2) proses kognitif.
Menurut Gagne (1977), belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat
internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang
berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan
(kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan
dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan). Selain itu,
dalam usaha mengatur kondisi eksternal diperlukan berbagai rangsangan yang
dapat diterima oleh panca indera, yang dikenal dengan nama media dan
sumber belajar (Miarso dalam Warsita, 2008).
Pembelajaran menurut Gagne hendaknya mampu menimbulkan peristiwa
belajar dan proses kognitif. Peristiwa pembelajaran (instructional events)
adalah peristiwa dengan urutan sebagai berikut:
1. menimbulkan minat dan memusatkan perhatian agar peserta didik
siap menerima pelajaran;
2. menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik tahu apa yang
diharapkan dalam belajar itu;
3. mengingat kembali konsep/ prinsip yang telah dipelajari sebelumnya
yang merupakan prasyarat;
4. menyampaikan materi pembelajaran;
5. memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar;
Bab 8 Komunikasi Dalam Pembelajaran 103
5. Budaya
Pada aspek budaya, tidak hanya menyangkut tentang bahasa dan
informasi saja, namun juga berkaitan dengan tata krama dan etika.
Hal ini berarti bahwa dalam berkomunikasi, seorang komunikator
harus menyesuaikan dengan budaya komunikannya, baik dalam
penggunaan bahasa verbal maupun nonverbal. Hal ini bertujuan agar
tidak menimbulkan kesalahan persepsi antara komunikator dengan
komunikannya.
9.1 Pendahuluan
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Mencapai suatu tujuan tidak
mudah diperlukan suatu semangat.
Salah satu tujuan pendidikan adalah menghasilkan siswa yang bersemangat
untuk terus belajar, semangat untuk menambah ilmu pengetahuan, kreatif dan
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga proses belajar diharapkan tidak
hanya terjadi pada pendidikan formal tapi pendidikan non formal di sepanjang
perjalanan hidup seseorang. Faktor yang menentukan berhasil tidaknya proses
belajar mengajar salah satunya yaitu motivasi belajar.
Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di
dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan
dari kegiatan belajar. Motivasi menjadi hal yang memiliki peran penting dalam
suatu pembelajaran. Ketika suatu pembelajaran membutuhkan suatu pemikiran
yang semakin rumit dan kompleks, suasana belajar akan menjadi tidak
bergairah, sehingga motivasi diperlukan untuk mengaktifkan kembali suasana
pembelajaran menjadi lebih bersemangat dan antusias.(Arief and Sudin, 2016).
116 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
tetapi bisa jadi dari guru yang tidak berhasil menumbuhkan motivasi belajar
siswa sehingga minat belajar menurun dan hasil belajar rendah dengan
demikian motivasi peserta didik merupakan elemen penting untuk kualitas
pengajaran dan proses belajar.
Motivasi belajar adalah daya penggerak yang ada dalam diri seorang siswa
baik bersifat intrinsik maupun ekstrinsik yang dapat menimbulkan suatu
kegiatan dalam proses pembelajaran, memberi arah dan menjamin
kelangsungan belajar serta berperan dalam penumbuhan beberapa sikap
positif, seperti antusias siswa, rasa senang belajar sehingga menambah
pengetahuan dan keterampilan, atau dengan kata lain motivasi belajar
merupakan dukungan atau kegiatan dari luar dan dalam yang menimbulkan
kegiatan atau arah belajar untuk mencapai tujuan yang dikehendaki siswa
(Zurriyati and Mudjiran, 2021).
Jadi adanya motivasi akan memberikan dorongan, arah dan perbuatan yang
akan dilakukan dalam upaya mencapai tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Dengan demikian Motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha
dan pencapaian prestasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan
menunjukkan hasil yang baik
paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian orang mau
melakukan sesuatu.
Dalam kegiatan pembelajaran guru dituntut terampil dalam memberikan
motivasi ekstrinsik tersebut terlebih jika materi pembelajaran kurang menarik
atau membosankan, jadi agar dalam aktivitas pembelajaran siswa selalu
bergairah mengikuti pembelajaran guru harus memberikan motivasi.
10.1 Pendahuluan
Evaluasi pembelajaran di tingkat pendidikan menengah sangat penting
dilakukan, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil belajar.
Komponen pembelajaran yang saling terkait yaitu:
1. tujuan/kompetensi;
2. isi/materi/bahan;
3. strategi/kegiatan, dan;
4. evaluasi/penilaian.
menyatakan bahwa aplikasi Quiziz cocok untuk setiap melakukan tes, 83,3
peran yang menyatakan bahwa aplikasi Quiziz membuat siswa lebih rileks
mengerjakan ujian. Ke depan alat asesmen formatif berbasis digital perlu
dikembangkan lagi dalam melakukan evaluasi pembelajaran.
Hasil penelitian Wardanti and Mawardi (2022), menunjukkan bahwa:
1. Kinerja guru dalam melakukan pembelajaran tematik berbasis
lingkungan pada domain 1, perencanaan dan persiapan pembelajaran
berada pada kategori sangat baik dengan ketercapaian persentase
82%.
2. Pada domain 2, pengelolaan kelas juga berada pada kategori sangat
baik dengan ketercapaian persentase 80%.
3. Pada domain 3, proses pembelajaran berada pada kategori baik
dengan tingkat ketercapaian persentase 67%.
4. Pada domain 4, tanggung jawab profesional berada pada kategori
baik dengan persentase 71%.
Dalam hal ini, tentu saja perlu menentukan kriteria penilaian, penyusunan
program penilaian, pengumpulan data nilai, menentukan penilaian keadaan
pembelajaran. Hal ini perlu waktu yang cukup lama, mengingat banyak faktor
terutama tenaga teknik evaluasi maupun hambatan dari lingkungan masyarakat
itu sendiri. Lepas dari pro dan kontra, pengembangan sistem penilaian tidak
harus mengikuti model penilaian pendidikan secara umum, melainkan
dikembangkan sistem penilaian yang komprehensif sesuai dengan tenaga
pendidikan yang ada.
Oleh karena itu, lima aspek yang dikemukakan diatas minimal harus diketahui
oleh guru agar ia dapat menentukan strategi pembelajaran sesuai dengan
kondisi peserta didik. Proses pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta
didik merupakan upaya dan jalan utama untuk mencapai hasil belajar yang
optimal.
Penilaian terhadap masukan instrumental mencakup-dimensi-dimensi sebagai
berikut, yaitu:
1. kurikulum;
2. sumber dan sarana belajar;
3. kemampuan guru mengajar.
Dengan penilaian ini diharapkan ada usaha dari guru untuk selalu berusaha
meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengajaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Penggunaan alat pembelajaran dan
penilaian berbasis web berkembang di perguruan tinggi di seluruh dunia.
Pengembangan dan evaluasi alat penilaian formatif berbasis web untuk
mahasiswa sangat penting untuk dilakukan dalam upaya melakukan evaluasi
pembelajaran.
Alat penilaian formatif berbasis web dievaluasi oleh sampel mahasiswa
sarjana, mahasiswa pascasarjana dan staf akademik dalam departemen
psikologi untuk menentukan kesesuaian dan sensitivitas alat tersebut. Hasil tes
percontohan ini menunjukkan bahwa pengembangan alat semacam itu sesuai
dan layak untuk siswa Master yang belajar psikologi (Costa et al., 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Penilaian proses pembelajaran dalam berbagai bentuknya adalah
elemen kunci dalam setiap proses pengajaran.
2. Penggunaan alat penilaian diri selama proses pengajaran
meningkatkan kinerja akademik sekitar satu poin dari sepuluh dan
menghasilkan tingkat kepuasan yang baik di antara siswa dan guru.
3. Penggunaan alat penilaian diri dengan sendirinya tidak cukup untuk
membawa perubahan dalam cara siswa belajar.
4. faktor-faktor lain harus diselidiki untuk wawasan yang lebih besar
tentang variabel-variabel yang terlibat dalam proses pembelajaran
siswa (Cosi et al., 2020)
136 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Dalam penilaian formatif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Penilaian formatif digunakan untuk membuat perubahan serta untuk
mengubah kesenjangan antara pembelajaran saat ini dan tujuan yang
diinginkan.
2. Penilaian formatif adalah proses yang berkelanjutan, diintegrasikan
ke dalam pembelajaran untuk mengumpulkan bukti tentang
bagaimana pembelajaran siswa berkembang menuju tujuan
pembelajaran.
3. Penilaian formatif melibatkan berbagai metode dan strategi penilaian,
tidak ada satu cara untuk melakukan penilaian formatif; (4) Umpan
balik yang membantu peserta didik bergerak maju adalah pusat
penilaian formatif.
4. Penilaian formatif melibatkan siswa dalam penilaian diri tentang
bagaimana pembelajaran mereka berkembang sehingga mereka dapat
menjadi pembelajar aktif dalam pembelajaran, bekerja dengan guru
untuk menutup kesenjangan antara tingkat pemahaman saat ini dan
tujuan pembelajaran yang diinginkan (Margaret Heritage, 2010).
Penilaian formatif dimaksudkan untuk menutup kesenjangan antara
di mana peserta didik saat ini berada dan di mana peserta didik dan
guru ingin berada di akhir pelajaran.
Umpan balik yang dihasilkan dari penilaian formatif harus digunakan
untuk membuat perubahan dalam status pembelajaran siswa dan
membantu mereka menutup kesenjangan antara status mereka saat ini
dan tujuan pembelajaran yang dimaksudkan. Ketika kesenjangan
ditutup, kesenjangan lain terbuka saat pembelajaran siswa pindah ke
tahap berikutnya, dan penilaian formatif digunakan untuk menutup
kesenjangan sekali lagi (Margaret Heritage, 2010).
Dengan kata lain, ia dapat berfungsi sebagai umpan balik dan remedial
pembelajaran. Penilaian terhadap proses pembelajaran masih kurang mendapat
perhatian dibandingkan dengan penilaian terhadap hasil pembelajaran yang
jarang dilakukan oleh para guru, sehingga strategi pembelajaran tidak
menunjukkan adanya perubahan yang berarti dari waktu ke waktu dan dari
situasi. Kecenderungan ini hampir terjadi di semua tingkat dan jenjang
pendidikan.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Purwanto, 1988), yang menyatakan bahwa
penilaian atau evaluasi berfungsi untuk mendapatkan data pembuktian yang
akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan
siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Di samping itu juga dapat
digunakan bagi guru-guru untuk mengukur atau menilai sampai di mana
keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar dan
metode-metode mengajar yang digunakan.
Prosedur dan kriteria penilaian pembelajaran di sekolah menurut Purwanto
(1988), dapat dijelaskan sebagai berikut”
Program Tes
Suatu program mengandung makna keteraturan, sistem dan perencanaan.
Suatu program terdiri dari serangkaian tindakan atau kejadian yang telah
ditetapkan setelah melalui proses yang matang.
Demikian pula halnya program evaluasi dan tes harus disusun sedemikian rupa
agar memudahkan guru menyelenggarakan evaluasi dan tes sekolah. Dalam
program evaluasi dan tes telah dirancang, misalnya berapa kali tes akan
dilakukan; kapan dan apa yang akan diberikan dalam ulangan umum dan
berbagai alat yang sekiranya perlu mendapat perhatian.
Program tes sekolah, seharusnya membuat rencana pelaksanaan tes buatan
guru dan tes yang telah dibakukan, tetapi sekolah-sekolah kita dewasa ini baru
sampai pada taraf, penggunaan tes buatan guru dan tes yang telah dibakukan.
Tes yang telah dibakukan masih dalam usaha perintisan.
Karena itu kepala sekolah dan para guru disyaratkan agar paling tidak mampu
membuat program tes buatan guru, tentu saja program tes ini harus disusun
140 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Pengadministrasian Tes
Pengadministrasian tes berkenaan dengan pelaksanaan program tes, terutama
yang berkaitan dengan logistik program tes sekolah, yaitu meliputi:
1. Penjadwalan tes.
2. Persiapan tes bagi siswa yang tidak hadir.
Bab 10 Evaluasi Pembelajaran 141
Pemilihan Tes
Untuk memperoleh tes-tes yang bermakna bagi suatu tujuan, perlu
diperhatikan tiga pertimbangan pokok, yakni siapa yang memilih tes-tes itu,
jenis tes yang harus dipergunakan, prosedur yang terbaik untuk membuat tes.
Terkait pemilihan tes, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Siapa yang sebenarnya memilih tes?
Orang yang bertanggung jawab memilih tes-tes yang akan digunakan,
biasanya tergantung pada besar kecilnya sistem sekolah
bersangkutan. Pada sistem sekolah yang besar, orang yang
bertanggung jawab memilih tes-tes terdiri dari orang-orang yang
berkualifikasi tinggi, seperti pemimpin lembaga atau personal urusan
siswa. Sedangkan sekolah-sekolah yang tergolong biasa tanggung
jawab memilih tes adalah kepala sekolah atau penilik sekolah. Untuk
tes-tes prestasi dapat dilakukan oleh panitia guru.
2. Jenis-jenis tes apa yang seharusnya digunakan?
Penggunaan suatu jenis tes, yakni tes yang dibakukan (standardized
test) atau tes yang tak kan dibakukan (non-standardized test)
bergantung pada pertimbangan-pertimbangan yang dipergunakan
dalam memilih tes-tes tersebut. Kalau kita ingin mengukur status
intelektual dari suatu kelas atau sekolah, maka akan lebih baik
dipergunakan materi tes prestasi yang dibakukan dan penafsirannya
dilakukan dengan reference group. Sedangkan kalau kita hendak
mengukur dalam rangka memecahkan masalah-masalah
instruksional, akan lebih baik jika dipergunakan tes-tes buatan guru.
Penskoran Tes
Penskoran tes yaitu hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan
menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah:
142 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
11.1 Pendahuluan
Undang-undang tentang pendidikan No. 20 tahun 2003 memberikan definisi
pendidikan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan potensi diri peserta
didik, baik dari segi kerohanian, kepribadian, kecerdasan, keterampilan, dan
akhlak mulia melalui kegiatan belajar mengajar di ruang kelas, rumah,
lingkungan, atau tempat-tempat lainnya. Secara umum tujuan dari pendidikan
itu sendiri tercantum pada alinea keempat pembukaan UUD 1945, yakni untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa (Noor, 2018).
Lebih lanjut lagi, tujuan dari pendidikan itu ialah untuk mengembangkan
potensi peserta didik untuk meningkatkan wawasan pengetahuannya dan
mengembangkan kemampuannya untuk berpikir secara kritis. Dengan
demikian secara umum pengembangan kecerdasan itu mencakup aspek
potensi kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Oleh karena itu perlu
ditetapkan suatu standar penilaian untuk menentukan apakah siswa tersebut
sudah menguasai materi pembelajaran yang diberikan kepadanya dengan baik.
Namun dalam proses belajar mengajar ada saja siswa yang mengalami
kesulitan untuk menguasai materi pembelajaran. Dan kesulitan ini akan
terwujud dengan tidak berhasilnya siswa untuk menyelesaikan standar
pencapaian yang telah ditentukan oleh guru. Ketidakberhasilan siswa untuk
146 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
mencapai standar ketuntasan boleh jadi disebabkan oleh banyak faktor. Faktor
itu bisa berasal dari kemampuan siswa sendiri, dan bisa juga berasal dari
kurang mampunya guru untuk menerapkan pelajaran tersebut kepada
siswanya.
Siswa yang belum dapat mencapai standar pencapaian yang telah ditetapkan
oleh guru seyogyanya tidak dapat melanjutkan pembelajaran ke tingkat
pembahasan berikutnya. Siswa tersebut harus mengulangi proses pembelajaran
pada materi yang belum tuntas tersebut. Salah satu cara untuk menanggulangi
proses pembelajaran ulang tersebut ialah melalui proses pembelajaran
remedial.
Definisi Pembelajaran Remedial
Kata remedial berasal dari bahasa Inggris ‘remedy’ yang berarti
menyembuhkan, mengobati, atau membuat sesuatu menjadi lebih baik.
Dengan demikian pembelajaran remedial memiliki arti untuk menyembuhkan
atau membuat seseorang menjadi lebih baik dalam pencapaian
pembelajarannya. Remedial ini juga berkonotasi sebagai upaya guru untuk
mengoptimalkan hasil belajar siswa secara sistematis dan terprogram dengan
baik (Karyanto, 2011).
Pembelajaran remedial merupakan satu bentuk pembelajaran yang diberikan
oleh guru kepada siswa untuk memperbaiki capaian kriteria ketuntasan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Setiap mata pelajaran yang diajarkan itu
memiliki tujuan instruksional yang harus dicapai oleh siswa sebelum
diperbolehkan memasuki tahap pembelajaran berikutnya.
Dengan kata lain, seorang siswa itu baru boleh melanjutkan pelajarannya ke
jenjang materi berikut bila ia telah menguasai isi pelajaran sebelumnya.
Dengan kata lain pembelajaran remedial ini menjadi suatu upaya pemberian
bantuan kepada siswa, khususnya yang mengalami kesulitan belajar untuk
mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.
Hasil tes formatif pada materi pembahasan pertama menjadi titik acuan apakah
siswa tersebut sudah bisa melanjutkan pembelajarannya ke materi pembahasan
yang berikutnya. Bila nilai formatif tersebut di bawah standar nilai pencapaian
yang telah ditetapkan sebelumnya, maka siswa tersebut harus mengulangi
pembelajaran tersebut melalui layanan remedial. Sedangkan siswa yang telah
mencapai target pembelajaran akan meneruskan pembelajarannya atau masuk
ke tahap pengayaan. Biasanya siswa yang menjalani program pembelajaran
remedial adalah siswa-siswa yang kemampuan belajarnya lambat.
Bab 11 Pembelajaran Remedial 147
Ada juga ahli pendidikan yang lain yang memberikan penjelasan tujuan
pembelajaran remedial sebagai berikut (Hermawati, Nurcahyono and Setiani,
2018):
1. Fungsi korektif, yakni untuk perbaikan terhadap indikator
pembelajaran yang belum dikuasai siswa.
2. Fungsi pemahaman, untuk mengetahui pribadi siswa yang mengikuti
pembelajaran.
3. Fungsi pengayaan, untuk memperkaya pengetahuan materi
pembelajaran siswa.
4. Fungsi penyesuaian, memungkinkan pembelajaran yang dilakukan
oleh siswa disesuaikan dengan kemampuannya.
5. Fungsi akselerasi, untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih baik
dengan penyesuaian waktu yang lebih efisien.
6. Fungsi terapeutik, untuk memperbaiki kondisi kepribadian siswa,
khususnya di bidang pembelajaran.
Bab 11 Pembelajaran Remedial 149
Demikian pula halnya dengan penilaian. Guru tidak dapat menggunakan satu
metode penilaian saja, tetapi harus menggunakan berbagai bentuk penilaian
yang lain yang dapat membantu siswa untuk mengekspresikan pengetahuan
dan kemampuannya dengan baik.
Pembelajaran Remedial Harus Memberikan Umpan Balik
Umpan balik adalah hasil dari suatu pembelajaran yang ditanyakan kembali
oleh guru untuk mendapatkan informasi akan hal-hal yang perlu diperbaiki.
Dalam hal ini guru pembimbing harus segera melakukan kegiatan umpan
balik. Hal ini penting dilakukan agar siswa yang menjalani layanan remedial
segera diketahui kemampuannya.
Guru perlu memberikan beberapa pertanyaan yang sifatnya untuk mengetahui
sampai sejauh mana siswa telah menguasai materi pembelajaran. Guru bisa
memberikan beberapa pertanyaan seputar materi yang diberikan kepada siswa.
Setelah guru mendapatkan respons dari siswa, maka guru harus segera
memberikan koreksi terhadap beberapa konsep yang masih perlu diperbaiki
dan memberitahukannya kepada siswa tersebut.
Dalam hal ini tanggapan guru itu harus segera disampaikan kepada siswa,
tidak boleh berlama-lama. Sebab penundaan perbaikan konsep siswa yang
belum tepat akan berdampak penumpukan konsep yang salah pada diri siswa.
Pembelajaran Remedial Satu Hal Yang Berkesinambungan Dengan
Pembelajaran Reguler
Artinya apa yang dipelajari pada program reguler, itu juga yang dipelajari pada
program remedial. Hal ini bisa memberikan keuntungan kepada guru
pembimbing, karena guru tersebut telah terlebih dahulu mengetahui bagian-
bagian yang harus diperbaiki. Dan hal ini tentu akan lebih memudahkan bagi
guru pembimbing untuk memberikan layanan remedialnya kepada siswa
tersebut.
Di samping itu guru juga bisa meminta bantuan dari siswa tertentu yang
berprestasi untuk membantu siswa yang remedial untuk menemaninya belajar.
Hal ini terjadi karena siswa yang berprestasi tersebut juga telah mempelajari
materi pelajaran yang sama dengan siswa yang remedial.
Bab 11 Pembelajaran Remedial 151
Misalnya mungkin saja materi pembelajaran itu akan lebih mudah dimengerti
bila menggunakan alat audio visual, sehingga siswa dapat mengamati secara
langsung variasi-variasi materi ajar yang lebih menarik. Boleh jadi juga materi
ajar tersebut sulit dipelajari karena membutuhkan bahan unjuk kerja, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini dituntut agar guru lebih kreatif untuk mencari
solusinya.
Hal lain yang bisa menjadi kendala belajar siswa adalah mengenai strategi
pembelajarannya. Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, bahwa siswa-
siswa di suatu ruangan kelas itu memiliki keberagaman kemampuan dan cara
belajar yang berbeda-beda pula . Terlebih lagi adanya perbedaan minat belajar
di kalangan siswa (Kesulitan Belajar et al., 2019).
Mungkin ada siswa yang strategi pembelajarannya adalah visual, tetapi ada
juga yang audio, bahkan ada juga yang strategi pembelajarannya itu adalah
kinestesis. Ditambah lagi dengan minat yang berbeda-beda. Mungkin ada
siswa yang tidak terlalu berminat di matematika, tetapi ada juga siswa yang
berminat di matematika. Sudah barang tentu siswa yang memiliki minat tinggi
di bidang tertentu akan lebih mudah menguasai materi pelajaran yang
diberikan.
Ada beberapa ciri siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya, antara
lain (Studi, Guru and Dasar, 2016):
1. Hasil pencapaian baik ulangan maupun tugas dan ujian yang rendah.
Umumnya di bawah rata-rata. Bahkan ada yang sangat jauh di bawah
standar. Bahkan juga setelah siswa tersebut berusaha dengan sekuat
tenaganya untuk belajar, namun hasilnya juga masih di bawah rata-
rata.
2. Sikap tingkah laku selama belajar yang kurang baik. Misalnya tidak
peduli dengan pembelajaran, malas mengerjakan tugas, mengantuk,
mengganggu teman, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena minat
belajar yang kurang. Minat belajar kurang karena pembelajaran itu
boleh jadi menjadi suatu beban bagi siswa tersebut.
3. Kecepatan belajar dan daya tangkap yang rendah. Dan hal ini
berdampak kepada malas dan lambat dalam mengerjakan tugas,
malas datang ke kelas, dan akhirnya suka bolos untuk menghindari
154 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Kesulitan belajar siswa itu ada yang ringan, misalnya siswa mendapatkan nilai
jelek karena siswa tersebut kurang memperhatikan sewaktu guru menerangkan
pelajaran. Ada juga kesulitan sedang. Kesulitan sedang ini mungkin terjadi
karena siswa memiliki masalah di luar ruang kelas. Misalnya siswa berasal
dari keluarga yang tidak utuh, mungkin ayah atau ibunya telah bercerai.
Sedangkan kesulitan berat misalnya bila siswa tersebut memiliki faktor
bawaan, seperti cacat, kemampuan intelegensi yang rendah dan lain
sebagainya. Dalam hal inilah seorang guru harus arif dan bijaksana dalam
menangani masalah kesulitan belajar ini. Khususnya dalam tahap
mempersiapkan materi pembelajaran nantinya.
Pengamatan permasalahan belajar siswa juga dapat dianalisis melalui teknik
diagnosis kesulitan belajar. Hal ini dapat dilaksanakan melalui tes prasyarat,
tes diagnostik, wawancara, dan pengamatan. Tes prasyarat adalah tes untuk
mengetahui apakah siswa telah menguasai kompetensi yang diajarkan atau
belum. Biasanya tes prasyarat ini mencakup tes pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam
menguasai kompetensi tertentu. Misalnya untuk mengetahui kesulitan siswa
untuk memahami pembahasan persamaan kuadrat, asas Bernoulli, dan
sebagainya. Sedangkan wawancara dilakukan dengan interaksi lisan dengan
peserta didik untuk menggali lebih dalam permasalahan belajar siswa
(Rusilowati and Rusilowati, 2015).
Pada tahap perencanaan ini guru perlu mempersiapkan waktu, tempat, metode,
dan pendekatan serta alat-alat peraga yang dibutuhkan siswa untuk belajar
remedial. Misalnya mengenai waktu pelaksanaannya. Kapan sebaiknya
pembelajaran remedial itu sebaiknya diberikan kepada siswa. Apakah
langsung setelah guru mendapatkan hasil belajar siswa, atau mungkin diberi
selang beberapa hari setelah ada hasil belajar?
Materi remedial dan alat ukur keberhasilan yang akan digunakan juga perlu
mendapat perhatian khusus. Misalnya bahan ajar apa saja dari topik umum
bahasan yang harus diulang oleh siswa, strategi apa yang akan dipergunakan,
dan tugas-tugas apa saja yang harus diberikan, pendekatan bagaimana yang
sebaiknya dipergunakan, dan lain sebagainya. Bahkan juga media
pembelajarannya juga harus dipersiapkan. Semua hal ini perlu mendapat
perhatian khusus dari guru. Sebab guru pembimbing pembelajaran remedial
sangat berpengaruh dalam keberhasilan siswa selanjutnya.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, (1999) Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta: Rineka Cipta, , h.126. 30Abu Ahmadi dan Widodo Supriono,
Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 105.
Tabrani Rusyan, (2006) Kunci Sukses Belajar, Bandung: Sinergi Pustaka
Indonesia, , h. 96. Wina Sanjaya Kurikulum dan Pembelajaran, h. 258
Tarmuji, N. H., Nassir, A. A., Ahmad, S., Abdullah, N. M., & Idris, A. S. (2018).
Students’ acceptance of e-learning in mathematics: Comparison between
LMS and MOOC using SEM PLS approach. AIP Conference
Proceedings, 1974. https://doi.org/10.1063/1.5041708
Tes Ani Rusilowati, P. and Rusilowati, A. (2015) ‘PENGEMBANGAN TES
DIAGNOSTIK SEBAGAI ALAT EVALUASI KESULITAN
BELAJAR FISIKA’, PROSIDING : Seminar Nasional Fisika dan
Pendidikan Fisika, 6(1).
Ugwuanyi, C. S., Okeke, C. I. O. and Mokhele-Makgalwa, M. L. (2021)
‘University Academics’ Perceptions Regarding the Use of Information
Technology Tools for Effective Formative Assessment: Implications for
Quality Assessment through Professional Development’, International
Journal of Higher Education, 11(1), p. 1. doi: 10.5430/ijhe.v11n1p1.
Usman, M.I. (2012) ‘Model Mengajar dalam Pembelajaran: Alam Sekitar,
Sekolah Kerja, Individual, dan Klasikal’, Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, 15(2), pp. 251–266.
Vlachopoulos, D., & Makri, A. (2017). The effect of games and simulations on
higher education: a systematic literature review. International Journal of
Educational Technology in Higher Education, 14(1), 1–33.
https://doi.org/10.1186/s41239-017-0062-1
Wardanti, T. S. and Mawardi, M. (2022) ‘Evaluasi Pembelajaran Tematik
Terpadu Berbasis Lingkungan Menggunakan Model Charlotte
Danielson’, EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 4(4), pp.
5773–5782. doi: 10.31004/edukatif.v4i4.3440.
Warsita, Bambang. (2008) “Teori Belajar Robert M. Gagne dan Implikasinya
pada Pentingnya Pusat Sumber Belajar,” Jurnal Teknodik, 12(1), hal. 64-
78.
Waruwu, T. (2020) ‘IDENTIFIKASI KESULITAN BELAJAR PADA
PEMBELAJARAN IPA DAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
170 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Zhorova, I. et al. (2022) ‘Teachers’ training for the use of digital tools of the
formative assessment in the implementation of the concept of the New
Ukrainian School’, Educational Technology Quarterly, 2022(1), pp. 56–
72. doi: 10.55056/etq.11.
Zurriyati, E. and Mudjiran, M. (2021) ‘Kontribusi Perhatian Orang Tua Dan
Motivasi Belajar Terhadap Keterlibatan Siswa Dalam Belajar (Student
Engagement) Di Sekolah Dasar’, Jurnal Basicedu, 5(3), pp. 1555–1563.
Available at: https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/889.
172 Strategi Mengajar Di Tingkat Pendidikan Menengah
Biodata Penulis
merupakan kontribusi keduanya dalam menulis buku. Hal ini merupakan salah
satu impiannya untuk dapat terus berkontribusi di dunia pendidikan.
pada Scopus ID: 57211533290. Sinta ID: 6010248. Orchid ID: 0000-0002-
9062-7602. Google Scholar: uaxbD1wAAAAJ dan Garuda ID: 3548029.