Anda di halaman 1dari 140

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU i

PENGEMBANGAN MODEL
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER
PENGEMBANGAN MODEL
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani

Penerbit PÀRAMITA Surabaya

iv PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


PENGEMBANGAN MODEL
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani
Surabaya: Pàramita, 2020
X+128 hal ; 148 mm x 210 mm0

ISBN : 978-602-204-728-5

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU

BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER


Oleh : Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani
Layout : Agung Surya
Cover : Agung Surya

Penerbit & Percetakan : “PÀRAMITA”


Email: info@penerbitparamita. com
http://www. penerbitparamita. com
Jl. Menanggal III No. 32 Telp. (031) 8295555, 8295500
Surabaya 60234 Fax : (031) 8295555

Pemasaran “PÀRAMITA”
Jl. Letda Made Putra 16B Telp. (0361) 226445, 8424209
Denpasar Fax : (0361) 226445

Cetakan 2020

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU v


KATA PENGANTAR

Om Suastyastu,

Rasa angayubhagia penulis haturkan kehadapan Ida


Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan anugrah kemampuan kepada penulis untuk
menyelesaikan penelitian hingga terwujudnya buku laporan hasil
penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan alternatif
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan Agama
Hindu di Sekolah.

Penulisan buku ini paling tidak dimaksudkan untuk


mengingatkan kepada semua pihak, khususnya pihak-pihak yang
berkecipung dalam dunia pendidikan, tentang bahaya kerusakan
moral tersebut, dan yang terpenting adalah bagaimana menemukan
jalan keluar yang dapat kita lakukan untuk memecahkan masalah
tersebut. Pengembangan model pendidikan agama Hindu berbasis
Karakter antara lain merupakan salah satu solusi jangka panjang
yang harus dilakukan. Satu solusi yang harus menjadi perhatian
kita semua adalah pendidikan karakter yang dilaksanakan secara
sadar, terencana, dan sistemik di lembaga pendidikan sekolah.
Sekolah harus dapat kita jadikan ladang yang subur untuk
menyemaikan dan menumbuhkan pilai-pilar nilai karakter bagi
generasi masa depan di negeri ini.

Pengembangan model Pendidikan agama Hindu


berbasis karakter harus disemaikan dan ditumbuhkan di ketiga

vi PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


jalurpendidikan secara sinergis melalui. Kerja sama antara ketiga
jalur pendidikan harus dapat diterapkan dalam pelaksanaan
pendidikan agama Hindu berbasis karakte di sekolah. Buku
ini ditulis dengan tujuan untuk dapat dijadikan rujukan atau
bahkan pegangan bagi para pegiat pendidikan dalam ketiga jalur
pendidikan tersebut. Oleh karena itu, maka dalam buku ini akan
dijelaskan hal-hal yang praktis, mudah, dan sederhana, untuk
dapat dipraktikkan dalam proses penyelenggaraan pendidikan di
rumah, sekolah, dan masyarakat.. Oleh karena itu, maka contoh-
contoh yang bersifat ”the best practices” akan diupayakan untuk
diberikan contoh lebih banyak dalam buku ini dalam pelaksanaan
pendidikan karakter di satuan pendidikan sekolah. Namun
demikian, untuk dapat menjadi bekal dalam pelaksanaan tersebut,
sudah barang tentu pada awalnya perlu diberikan teori-teori atau
konsep-konsep tentang pendidikan karakter. Akhirnya, kembali
kita, tidak boleh tidak, harus dapat menggabungkan secara
sinergis antara teori dan praktik pendidikan karakter.

Hasil penelitian ini menjadi modal awal yang kemudian


berkembang menjadi bahan untuk penyusunan buku tentang
model Pendidikan Agama Hindu berbasis Karakter ini. Atas
dorongan dari berbagai pihak, khususnya penerbit yang memang
telah lama bekerja sama dengan penulis, buku tentang model
pendidikan agama Hindu berbasis karakter ini akhirnya dapat
diwujudkan dalam bentuk buku. Kepada semua pihak yang telah
ikut memberikan dukungan dalam penerbitan buku ini, penulis
tidak lupa menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi upaya kemanusiaan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU vii


untuk meningkatkan kualitas model pembelajaran Pendidikan
Agama berbasis karakter anak-anak bangsa di negeri kita tercinta

OM Santih, santih, santih OM

Denpasar, 24 Oktober 2018

Peneliti,

viii PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................v
DAFTAR ISI.............................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ...........................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................9
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................9
1.3.1 Tujuan Umum......................................................9
1.3.2 Tujuan Khusus.....................................................10
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................10
1.4.1 Manfaat Teoretis..................................................10
1.4.2 Manfaat Praktis....................................................11
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI DAN MODEL
PENELITIAN...............................................................13
2.1 Kajian Pustaka...........................................................13
2.2 Konsep.......................................................................18
2.2.1 Pengembangan.....................................................18
2.2.2 Pembelajaran Agama Hindu......................... 22
2.3 Landasan Teori...........................................................24
2.3.1 Teori Psikologi.....................................................24

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU ix


2.3.2 Teori Kognitif Sosial.........................................26
2.3.3 Teori Perubahan Sosial......................................28
2.4 Model Penelitian.....................................................30
BAB III METODE PENELITIAN...........................................32
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian.............................32
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................33
3.3 Jenis dan Sumber Data............................................33
3.4 Intrumen Penelitian.................................................34
3.5 Teknik Penentuan Informan....................................35
3.6 Metode Pengumpulan Data.....................................36
3.6.1 Observasi...........................................................37
3.6.2 Wawancara........................................................37
3.6.3 Studi Dokumen.................................................37
3.7 Teknik Analisis Data...............................................39
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data.....................42
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................43
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................43
4.1.1 Letak Geografis SMA Negeri 1 Pekutatan.......44
4.1.2 Keadaaan Sarana dan Prasarana Guru/Pegawai......52
4.2 Pengembangan Model Aktivitas Pembelajaran
Agama Hindu Berbasis Pendidikan Karakter.........57

x PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


4.2.1 Tahap Studi Pendahuluan....................................58
4.2.2 Tahap Studi Pengembangan................................68
4.2.2.1 Pengembangan Draf Awal Model Aktivitas..68
4.2.2.2 Revisi Model................................................81
4.3 Implikasi Pengembangan Model Aktivitas Pembelajaran
Agama Hindu Berbasis Pendidikan Karakter...................... 88
4.3.1 Adanya Penguatan Religiusitas............................88
4.3.2 Peningkatan Sikap Kejujuran...............................94
4.3.3 Pengembangan Sikap Disiplin.............................96
4.3.4 Adanya Penguatan Sikap Peduli...........................102
4.3.5 Peningkatan Sikap Tanggungjawab.....................104
4.3.6 Tumbuhnya Rasa Hormat Menhormati................106
4.3.7 Peningkatan Sikap Sopan Santun.........................108
4.3.8 Tumbuhnya Sikap Proaktif...................................111
4.4 Pembahasan.................................................................112

BAB V SIMPULAN DAN SARAN.........................................117


5.1 Simpulan....................................................................117
5.2 Saran..........................................................................120
DAFTAR PUSTAKA................................................................122

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU xi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Bali yang termasuk wilayah kepulauan Indonesia dengan
penduduk yang dominan sebagai pemeluk agama Hindu kaya
akan keanekaragaman sumber daya alam. Bali memiliki potensi
sumber daya alam dan ragam budaya yang bagus dan menarik,
juga terkenal dengan eksotika alam yang begitu indah dan
menjanjikan baik berupa hutan, gunung, pantai, dan danau.
Untuk menjaga kelestarian sumber daya alam dan ragam budaya
tersebut pemerintah Provinsi Bali telah membentuk kawasan
konservasi untuk melindungi kelangsungan ragam hayati dan
non hayati yang ada. Berbagai pengembangan pendidikan telah
dibentuk oleh pemerintah provinsi Bali dan tersebar di masing-
masing wilayah Kabupaten di Bali.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi
dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter
pribadi atau kelompok yang unik sebagai warga Negara.
Pendidikan merupakan proses pembentukan manusia yang
diselenggarakan oleh pemerintah bersama masyarakat. Hal ini
diperlukan karena semakin banyak masalah Negara terkait krisis
multidimensi di Indonesia satu dekade terakhir yang memerlukan
pemecahan berbasis bukti (evidence-based) terutama dari disiplin
ilmu humaniora, termasuk pendidikan dan pengajaran berbasis
budaya dan karakter masyarakat. Suyanto (2012: 6) menyatakan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 1


terjadi disorientasi dalam implementasi nilai-nilai Pancasila,
bergesernya nilai etika, memudarnya kesadaran terhadap nilai
budaya bangsa, ancaman disintegrasi, melemahnya kemandirian
bangsa.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Selanjutnya pada pasal 3 dinyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Hal ini menunjukkan bahwa hakekat pendidikan tidak
hanya mengacu pada pengembangan intelegensi akademik
tetapi juga pada pengembangan kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual manusia. Sementara itu insan Indonesia
kompetitif mengandung makna berkepribadian unggul dan gemar
akan keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri, pantang
menyerah, pembangun dan pembina jejaring, bersahabat dengan
perubahan, inovatif dan menjadi agen perubahan, produktif, sadar
mutu, berorientasi global dan belajar sepanjang hayat.

2 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


Pada era globalisasi ini yang ditandai dengan perubahan di
berbagai sektor kehidupan yang begitu cepat, bangsa Indonesia
mengalami beberapa masalah, salah satunya adalah krisis jati diri
atau identitas nasional. Krisis ini berimplikasi pada melemahnya
karakter kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Menurut
pandangan Pemerintah Indonesia (2010 dikutip oleh Sukadi,
2011: 2) ada enam masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia
terkait dengan karakter bangsa, yaitu disorientasi dan belum
dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi
bangsa; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam
mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila, bergesernya nilai-nilai
etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa;
ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian
bangsa.
Di Bali ada beberapa fenomena sosial terkait dengan krisis
moral salah satu bentuk perubahan tata nilai tersebut seperti
diungkapkan Naisbitt dan Aburdene dalam Megatrends 2000
adalah "lemahnya keyakinan keagamaan, sikap individualistis,
materialistis dan hedonistis" (Rahmat, 1991: 71). Keadaaan ini
berlawanan dengan ajaran Hindu sekaligus tidak mendukung
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kondisi objektif terlihat
pada berbagai data hasil penelitian, terungkap bahwa proses
pembelajaran belum dilaksanakan secara optimal, sehingga
perannya sebagai mata pelajaran yang berorientasi pada
pembentukan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta akhlak mulia belum dapat dicapai secara
efektif.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 3


Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kementrian Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan
program nasional yang bertujuan untuk membentuk karakter
dan budaya bangsa pada siswa. Tekad pemerintah menjadikan
pengembangan karakter tak terpisahkan dari sistem pendidikan
nasional harus dimaknai serius karena untuk melaksanakan
pendidikan karakter, pemerintah membutuhkan masukan antara
lain menyangkut model-model pengembangan karakter dan
budaya bangsa sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam sistem
pendidikan nasional.
Oleh karena itu unsur-unsur pengembangan karakter
harus diintegrasikan disemua mata pelajaran dan setiap guru
harus mampu menerapkan pendidikan karakter tersebut di
setiap pembelajarannya. Pengintegrasian pendidikan karakter ke
dalam mata pelajaran paling jelas terlihat dalam mata pelajaran
PKn dan Pendidikan Agama. Kedua mata pelajaran ini secara
substantif seharusnya mampu memberikan pendidikan karakter
sehingga rapuhnya moral manusia dapat dihindari. Namun dari
hasil analisis terhadap silabus dan materi pembelajaran kedua
mata pelajaran tersebut di SMAN , terutama pada mata pelajaran
Agama Hindu, menunjukkan bahwa materi ajar untuk mata
pelajaran pendidikan agama Hindu hanya materi yang sifatnya
kognitif dan belum sama sekali mengembangkan materi yang ada
dalam ranah afektif. Padahal seharusnya pelajaran agama Hindu
lebih menekankan pada ranah afektif karena kontennya sendiri
menuntut adanya pemahaman terhadap aturan dan nilai luhur
budaya Bali.
Pendidikan memiliki tanggung jawab yang kompleks
tehadap beban yang diberikan kepada guru dan siswa secara terus

4 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


menerus. Pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah bersama
masyarakat diharapkan mampu merubah pengetahuan setiap
siswa melalui teori-teori yang dipelajarinya. Proses pendidikan
yang diberikan oleh guru kepada siswa diharapkan mampu
meningkatkan pengetahuan sesuai dengan standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional
Pendidikan.
Pengembangan pendidikan agama Hindu dilakukan untuk
menyiapkan manusia-manusia Hindu yang bisa menyesuaikan
diri dan berkualitas, yang tercermin melalui kemampuan berpikir,
berkomunikasi, dan berperilaku sesuai dengan identitas ajaran
agama Hindu yang bersumber pada konsep ajaran tri kaya
parisudha dan Tri Hita Karana. Penyesuaian ini dimaksudkan
untuk mengikuti dan memadukan kegiatan pembelajaran
secara koprehensif sehingga nantinya siswa dapat tumbuh
dan berkembang menjadi manusia dewasa yang dilandasi oleh
nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tumbuh dan berkembang
di lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa berada. Hal
ini diperjelas oleh pendapatnya Sanjaya (2006: 25) yang
mengatakan bahwa anak harus mendapatkan pendidikan sejak
dini agar tumbuh dan berkembang sesuai proses pendidikan
yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan yang ada di
lingkungannya. Sebab kegiatan pembelajaran adalah suatu
proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola
untuk memungkinkan siswa membentuk perubahan tingkah
laku dengan melakukan penyesuaian terhadap lingkungan.
Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya peranan dan
efektifitas pendidikan agama dalam membentuk peserta didik
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta berakhlak

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 5


mulia adalah: (1)Pendidikan agama selama ini dilaksanakan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang kurang sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai, (2) Materi pembelajaran
Pendidikan agama yang lebih banyak bersifat teori, terpisah-
pisah, terisolasi atau kurang terkait dengan mata pelajaran lain
dan bahkan antar sub mata pelajaran agama itu sendiri, (3) Model
pembelajarannya bersifat konvensional yakni lebih menekankan
pada pengayaan pengetahuan (kognitif pada tingkat yang rendah)
dan pada pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psiko-
motorik). Sehingga pendidikan agama yang bertujuan untuk
membentuk siswa yang memiliki pengetahuan tentang ajaran
agama serta mampu mengaplikasikan dalam bentuk akhlak mulia
belum dapat digapai. (Salamah, 2004).
Upaya untuk mengkaji kembali pelaksanaan pembelajaran
pendidikan agama Hindu di lembaga pendidikan formal
terutama, semakin mendesak apabila dikaitkan dengan kenyataan
dilapangan yakni seperti; (1) adanya berbagai krisis kepercayaan,
yang ditandai munculnya ketegangan, konflik di beberapa
daerah. (2) Krisis akhlak yang tandai dengan semakin banyaknya
kejahatan, baik berupa tindak kekerasan seperti; tawuran,
penyalahgunaan narkona dan lain-lain yang selalu meningkat
setiap tahunnya. (Republika, 2002) Melalui pendidikan agama
yang diselenggarakan di sekolah dengan baik, diharapkan para
siswa akan dapat menghindari sifat-sifat tercela tersebut. Peran
pendidikan agama Hindu diharapkan dapat mengatasi dampak
negatif tersebut dengan menggunakan berbagai model dan strategi
yang dapat menjawab tantangan tersebut.
Untuk mengkaji pendidikan agama Hindu yang dapat
meningkatkan kecerdasan afektif, kognitif, dan psikomotorik

6 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


peserta didik tidak dapat dilepaskan dengan unsur-unsur seperti:
guru, siswa, kurikulum, lingkungan, serta model pembelajaran yang
dipilih oleh guru. Aspek-aspek tersebut akan sangat menentukan
hasil belajar yang diharapkan baik yang berupa dampak pengajaran
maupun dampak penggiringnya. Upaya untuk mengoptimalkan
aspek-aspek yang berpengaruh dalam pembelajaran tersebut,
salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah misalnya
dengan melaksanakan pembaharuan kurikulukum, yang dikenal
dengan kurikulum berbasis kompetensi, KTSP dan kurikulum
2013. Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas tahun 2002
mengungkapkan bahwa ciri-ciri kurikulum berbasis kompetensi
adalah: Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik
secara individual maupun klasikal, Berorientasi pada proses dan
hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi, Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi apa saja
yang memenuhi unsur edukatif, Penilaian yang menekankan pada
proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi. (Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.
(Pengembangan Kompetensi Lintas Kurikulum. 2013).
Kebijakan tersebut memberikan peluang dan sekaligus
tantangang bagi guru-guru untuk lebih memutakhirkan
pembelajarannya sesuai dengan tuntutan perkembangan. Model
pembelajaran pendidikan agama Hindu di SMA Negeri Pekutatan
masih bersifat konvensional menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Pemikiran untuk mengembangkan dan menyegarkan model-
model pembelajaran pendidikan agama Hindu yang tepat
merupakan hal yang sangat urgen.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 7


Pengembangan Model pembelajaran Agama Hindu tidak
saja pemahaman secara kognitif tetapi tercermin juga aspek
afektif, dan psikomotoriknya. mengidentifikasi prinsip karakter
dalam pendidikan dan pembelajaran yang menekankan pada
pembangun relasi insani yang luhur antara pendidik dengan
peserta didik dalam mewariskan nilai-nilai budaya dan untuk
memberikan gambaran terkait prinsip yang dikembangkan,
peneliti membahasnya melalui analisis terhadap kegiatan Lesson
Study sebagai pendekatan pendidikan.
Berdasarkan hasil observasi pada saat melakukan
penjajagan tempat penelitian ditemukan bahwa kesulitan yang
paling banyak dialami oleh guru-guru agama Hindu SMA Negeri
Pekutatan adalah bagaimana strategi mengajar Agama Hindu
dapat mendorong siswa untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang
diajarkan, yaitu silih asah, silih asuh, silih asih. Aspek substansial
tersebut diperoleh melalui analisis terhadap proses berpikir dan
refleksi guru terhadap interaksi pedagogis di dalam kelas yang
terekam selama kegiatan Lesson Study. Oleh karena itu merupakan
sesuatu yang sangat mendesak untuk mengembangkan pendidikan
karakter sebagai landasan pendidikan dan pengembangan dalam
pembelajaran Agama Hindu yang memiliki tujuan utama
membangun pendidikan berbasis agama dan budaya lokal.
Berdasakan pada latar belakang diatas, maka peneliti
memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji Pengembangan
Model Pembelajaran PendidikanAgama Hindu Berbasis Pendidikan
Karakter di SMA Negeri Pekutatan Kecamatan Pekutatan
Kabupaten Jembrana, sehingga elaborasi pendidikan Hindu
kedepan dapat bercermin dalam paradigma pendidikan Hindu.

8 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pengembangan Model Aktivitas


Pembelajaran Agama Hindu berbasis Pendidikan Karakter
di SMA Negeri Pekutatan Kecamatan Pekutatan Kabupaten
Jembrana ?

2. Bagaimanakah Implikasi dari Pengembangan Model


Aktivitas Pembelajaran Agama Hindu Berbasis Pendidikan
Karakter Pada siswa SMA Negeri Pekutatan Kecamatan
Pekutatan Kabupaten Jembrana ?

1.3. Tujuan Penelitian


Pada prinsipnya setiap aktivitas yang dilakukan oleh
seseorang tentunya tentunya memiliki tujuan yang pasti,
begitu juga dengan penelitian yang peneliti lakukan. Hal
ini didasarkan bahwa tujuan merupakan arah dan petunjuk
yang akan dicapai dalam kegiatan penelitian. Adapun
tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk menjawab
permasalah yang diangkat dalam proses penelitian. Tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini berkaitan erat dengan
focus permasalahan yang akan dibahas menyangkut dua aspek
yaitu, tujuan yang bersifat umum dan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum


Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui, memahami dan mengkaji tentang Pengembangan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 9


aktivitas Model Pembelajaran Agama Hindu Berbasis
Pendidikan Karakter di SMA Negeri Pekutatan Kecamatan
Pekutatan Kabupaten Jembrana.

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari penelitian yang dilaksanakan,
yaitu dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Untuk Mengungkap Pengembangan Model


Aktivitas Pembelajaran Agama Hindu Berbasis
Pendidikan Karakter di SMA Negeri Pekutatan
Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana

2. Untuk menemukan Implikasi Pengembangan Model


Aktivitas Pembelajaran Agama Hindu Berbasis
Pendidikan Karakter di SMA Negeri Pekutatan
Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana.

1.4. Manfaat Penelitian


Setiap kegiatan sudah tentu ada manfaat atau nilai guna
yang ingin dicapai yaitu berupa hasil yang dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan saat ini maupun yang akan datang, karena suatu
hasil penelitian akan dirasakan sangat berguna apabila memiliki
kegunaan yang optimal. Adapun manfaat yang diharapkan dari
hasil penelitian ini mencakup dua hal, yaitu manfaat teoretis dan
manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumbangan
dalam aspek keilmuan dan pengembangan pendidikan, terkait

10 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


dengan model pembelajaran dalam upaya untuk menggali kualitas
guru bidang pendidikan agama Hindu menggunakan pendekatan-
pendekatan baru atau inovatif dalam proses pembelajaran
pendidikan agama Hindu. Selanjutnya dapat mengembangkan
ranah keilmuan terutama dalam bidang pendidikan agama
Hindu dan menjadi salah satu sumber pengetahuan yang dalam
prakteknya memunculkan beragam interpretasi sesuai dengan
dinamika dan perkembangan peradaban manusia serta Sebagai
sumber inspirasi bagi peneliti lain, terutama yang tertarik untuk
mengkaji ulang dan mengembangkan hasil penelitian ini.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan


kecakapan hidup (life skill education), yang mampu
membentuk insan-insan yang dapat berpikir global (think
globally), berkomitmen nasional (commit nationally), dan
berbuat lokal (act locally) bagi peserta didik

2. Dengan pengintegrasian pembentukan karakter, peserta


didik dapat dibekali dengan berbagai pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai kepribadian untuk hidup di
tengah-tengah masyarakat majemuk, dan dididik untuk
memiliki kecerdasan multidimensional yaitu kecerdasan
fisik, emosional, sosial, moral, dan spiritual. Secara sosial
budaya, peserta didik diberikan penanaman nilai-nilai
kehidupan sosial budaya yang bersumber dari nilai-nilai
luhur kearifan lokal, nilai-nilai Pancasila, dan nilai-nilai
global yang dinamis.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 11


3. Dengan dibekali lebih awal berbagai nilai pendidikan
karakter dan pemahaman untuk dapat menghargai
perbedaan dan persamaan yang ada di lingkungan
masyarakatnya, sehingga tercipta budaya saling pengertian,
saling menghargai diantara peserta didik. Hal ini jelas
sangat bermanfaat dalam mengembangkan pendidikan
karakter di sekolah.

3. Dengan pengembangan pembelajaran pendidikan Agama


Hindu yang berbasis pembentukan karakter, pembelajaran
pendidikan Agama difokuskan bukan hanya pada
penanganan taksonomi kognitif semata, melainkan juga
ditekankan pada afektif, yang merupakan aspek yang
sangat vital dalam pembentukan karakter.

12 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka


Kajian pustaka yang dimaksud adalah uraian tentang konsep
ataupun teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah-
masalah dalam penelitian. Dengan demikian, kajian pustaka secara
tidak langsung dapat memberikan inspirasi, membuka wawasan
kerangka berpikir. Kajian pustaka sekaligus dapat menjadi acuan
dalam pemahaman yang sifatnya teoretis dan konseptual yang
berhubungan dengan penelitian.

Suteler (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “


Peranan Guru Agama Hindu Dalam Menumbuhkembangkan
Karakter Siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kediri
Tabanan” menjelaskan bahwa adanya beberapa kendala yang
muncul dalam menumbuhkembangkan karakter siswa SMA
Negeri 1 Kediri. Pertama, adanya krisis moralitas siswa. Kedua,
terbatasnya koleksi buku agama Hindu pada sekolah ini. Ketiga,
guru cenderung berfokus pada materi pembelajaran yang akan
diajarkan tanpa menghubungkan dengan kenyataan riil di
sekolah dan di masyarakat. Keempat, terpengaruhnya siswa
dengan adanya perkembangan kepariwisataan dunia. Kelima,
terpengaruhnya siswa dengan adanya budaya global. Keenam,
adanya pertentangan pikiran pada diri siswa tentang teori dan
praktik. Ketujuh, kurangnya komunikasi antara guru agama
Hindu dan siswa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 13


yang akan dilaksanakan adalah dari segi objek penelitiannya
yang mana dalam penelitian di atas mengambil objek peranan
guru dalam Hindu Dalam Menumbuhkembangkan Karakter
sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil
objek dalam pengembangan model pembelajaran. Kontibusi
penelitian ini dalam penelitian yang akan dilaksanakan adalah
sebagai pengenalan mengenai faktor yang dihadapi guru dalam
pembelajaran agama Hindu.

Wardhani (2012) dalam hasil penelitiannya yang berjudul


“Faktor-faktor yang berhubungan dengan karakter siswa
Hindu pada SMA Negeri di provinsi Bali tahun ajaran 2012”.
Penelitianya menjelaskan bahwa, dalam pembentukan karakter,
lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah memiliki peranan
yang strategis, karena keluarga sebagai lembaga pendidikan
yang pertama dan utama berfungsi mewariskan nilai-nilai
agama, budaya, etika, moral, dan spiritual kepada putra-putrinya.
Sementara sekolah sebagai lembaga pendidikan formal bertugas
untuk mentranformasikan sains dan ilmu pengetahuan serta nilai-
nilai sosial budaya yang dapat menghasilkan sumber daya manusia
(SDM) yang bermutu dan memiliki daya saing. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa terbentuknya prilaku yang berkarakter
sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan lingkungan
sekolah serta lingkungan sekolah yang lebih luas (masyarakat),
di samping potensi dan keyakinan atau sikap percaya diri yang
dimiliki oleh individu.

Penelitian Wardhani memberikan deskripsi terhadap


pembentukan prilaku berkarakter di pengaruhi oleh faktor

14 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil Penelitian Wardhani
memiliki korelasi pada penelitian pengembangan Model
Pembelajaran Agama Hindu Berbasis karakter pada siswa SMAN
Pekutatan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana untuk
melihat kerjasama lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat
dalam mewariskan nilai-nilai agama, budaya, etika, moral,
spiritual, dan ilmu pengetahuan dan sains agar terbentuknya
prilaku berkarakter. Perbedaan yang terdapat pada penelitian
ini hanya pada lokasi penelitian, dan model pembelajaran ,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani dilakukan di
lingkungan sekolah, meskipun di lakukan di lingkungan sekolah
penelitian wardhani tidak mengesampingkan peranan keluarga
dan masyarakat dalam pembentukan prilaku berkarakter.
Berdasarkan pada uraian tersebut penelitian yang dilakukan oleh
Wardhani berkontribusi pada penelitian ini yang pada prinsipnya
sama-sama fokus pada pengembangan karakter.

Setiawan (2013) dalam penelitiannya berjudul “Peran


Pendidikan Karakter Dalam Mengembangkan Kecerdasan
Moral”. Penelitiannya menjelaskan bahwa, pentingnya
peran pendidikan karakter secara intensif sebagai esensi
pengembangan kecerdasan moral (building moral intelligence).
Perspektif ini menempatkan moral sebagai aspek lingkungan
utama menentukan karakterisasi peserta didik. Oleh karena itu,
kecerdasan moral harus secara sadar dipelajari dan ditumbuhkan
melalui pendidikan karakter secara aplikatif. Pada tahap awal
implementasi pendidikan karakter di tingkat persekolahan perlu
dilakukan melalui pengkondisian moral (moral conditioning),

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 15


yang kemudian berlanjut dengan latihan moral (moral training).
Desain pendidikan karakter seperti ini berfungsi sebagai wahana
sistemik pengembangan kecerdasan moral yang membekali
peserta didik dengan kompetensi kecerdasan plus karakter.
Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan menjelaskan pelaksanaan
pengembangan karakter untuk membentuk anak yang memiliki
kecerdasan moral dan plus karakter melalui upaya pengkondisian
moral (moral conditioning) dan latihan moral (moral training).
Upaya pelaksanaan pengembangan karakter yang dilaksanakan
oleh Setiawan pada penelitian sebagai pembanding, karena
pada penelitian ini berhaluan pada teori Thomas lickona yang
pengembangan karakternya dilakukan dengan penanaman
kecerdasan moral (moral knowing), penghayatan dalam sikap
(moral felling) dan pengamalan dalam bentuk prilaku (moral
acting). Pengembangan karakter yang pada penelitian ini untuk
mengembangkan karakter anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dapat menjadi


rujukan terhadap karakter yang ingin dikembangkan, melalui
tahap pengkondisian moral (moral conditioning) dan selanjutnya
diberikan latihan-latihan (moral training) atau pembiasaan untuk
menjadi kebiasaan (habit) yang baik bagi anak. Penelitian yang
dilakukan oleh Setiawan pada penelitian ini memiliki korelasi
dalam pengembangan karakter Hindu.

Mahadiputra (2013) dalam penelitiannya yang berjudul


Implementasi Tri Hita Karana dalam Meningkatkan Karakter
Siswa Hindu di Sekolah Dasar Negeri No. 2 Nyambu Kecamatan
Kediri Kabupaten Tabanan menjelaskan bahwa Pola penerapan

16 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


Tri Hita Karana dalam meningkatkan karakter siswa diantaranya
Penerapan bidang Parahyangan yang pelaksanaannya meliputi:
pelaksanaan yadnya yang dilakukan meliputi pelaksanaan nitya
karma dan naimitika karma. Penerapan bidang pawongan dengan
menumbuhkan kesadaran siswa untuk menaati tata tertib sekolah,
melaksanakan ajaran susila terutama tri kaya parisudha sebagai
wujud nyata pelaksanaan implementasi Tri Hita Karana dalam
menjaga keharmonisan hubungan dengan sesama. Penerapan
bidang palemahan, dengan meningkatkan disiplin dan tanggung
jawab dalam menjaga kebersihan alam dilingkungan sekolah di
Sekolah Dasar Negeri No. 2 Nyambu. Dampak implementasi Tri
Hita Karana dalam meningkatkan karakter siswa Hindu yaitu
melalui implementasi Tri Hita Karana siswa diharapkan dimasa
yang akan datang akan dapat meningkatkan karakter siswa yang
nantinya berdampak dalam perubahan perilaku siswa yang
selalu menerapkan nilai-nilai ajaran agamanya. Respon positif
siswa dalam bidang parahyangan, dengan terjaganya kebersihan
tempat suci dengan baik serta pelaksanaan sembahyang yang
lebih tertib. Di bidang pawongan, siswa berkata yang sopan
kepada orang lain. Dampak terhadap lingkungan (palemahan),
yaitu melalui pengelolaan lingkungan hidup kondisi lingkungan
Sekolah Dasar Negeri No. 2 Nyambu menjadi asri, ini menjadikan
suasana belajar siswa menjadi sangat nyaman, kesehatan warga
sekolah yang meningkat dan kondisi lingkungan yang bersih serta
penataan halaman sekolah yang menjadi lebih baik. Kontribusi
penelitian ini terhadap penelitian yang akan dilaksanakan adalah
pentingnnya ajaran Hindu seperti Tri Hita Karana atau yang
lainnya dalam pembentukan karakter anak dalam keluarga serta

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 17


dapat memberikan pemahaman mengenai beberapa dampak yang
diperoleh.
Elmubarok (2009) bukunya ”Membumikan Pendidikan
Nilai”. Membangun karakter (Character building) adalah proses
mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga berbentuk
unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang
lain. Karakter berbeda antara satu dengan yang lainnya. Proses
membangun karakter memerlukan disiplin tinggi karena tidak
pernah mudah dan seketika atau instan.
Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu
menjadi kebiasaan dan membentuk watak atau tabiat seseorang.
Buku ini penulis gunakan sebagai gambaran mengenai pendidikan
nilai yang sangat erat hubungannya dengan buku ini karena
buku ini membahas nilai-nilai pendidikan. Perbedaan buku ini
dengan penelitian yang akan dilakukan lebih menekankan pada
pembinaan pendidikan karakter dengan penguatan nilai-nilai
karakter terhadap anak.

2.2 Konsep

2.2.1 Pengembangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Pustaka
Phoenix, 1993: 538) disebutkan bahwa kata pengembangan
berasal dari kata dasar kembang yang artinya meluas, membesar.
Kata dasar “kembang” mendapat konfik “pe + an”, sehingga
menjadi pengembangan. Munculnya kata “peng” karena frefik
“pe” menilai tiga bentuk yaitu: “pe”, “pen”, “peng”, sehingga
kata dasar kembang diletakan dengan konfiks pe-an, dan

18 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


dari hasil tersebut terbentuk kata pengembangan. Pemakaian
pengembangan dapat dilakukan dalam berbagai aspek perbuatan.
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan
kemampuan teknis teoretis, konseptual, dan moral sesuai
dengan kebutuhan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan
meningkatkan keahlian teoretis, konseptual, dan moral, sedangkan
pelatihan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis.
Andrew F. Sikula mendefinisikan pengembangan sebagai suatu
proses pendidikan jangka panjang menggunakan suatu prosedur
yang sistematis dan terorganisasi yang memungkinkan seseorang
belajar pengetahuan konseptual dan teoretis untuk tujuan umum”.
Menurut Permen Diknas No. 22, Tahun 2006 Pengembangan
Model Pendidikan Karakter Terintegrasi Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa,
fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.
Menurut Borg and Gall (1983), educational research
and development is a procces used to develop and validate
educational product. Hal itu dapat diartikan bahwa penelitian
pengembangan pendidikan adalah sebuah proses yang digunakan
untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan.
Hasil dari penelitian pengembangan tidak hanya pengembangan
produk yang sudah ada, tetapi juga untuk menemukan pengetahuan
atau jawaban atas permasalahan praktis. Metode penelitian
pengembangan juga didefinisikan sebagai suatu metode penelitian
yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji
keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2011:297).

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 19


Sanjaya (2006: 134) menegaskan bahwa pengembangan
adalah suatu usaha memperluas potensi–potensi yang memiliki
melalui suatu proses belajar (pelatihan program pengembangan
pribadi. Pengembangan adalah memperluas atau memperlebar
suatu permasalahan. Menyimak dari pendapat diatas,
pengembangan adalah suatu usaha mengembangkan potensi yang
dimiliki untuk memperoleh sesuatu yang lebih. Pengembangan
dalam pembelajaran merupakan suatu langkah penambahan
materi secara terstruktur dan terencana dengan meningkatkan
perubahan perilaku kearah yang positif guna dapat mencapai
penyempurnaan sesuai dengan kegiatan yang dijalankan.
Pengembangan berarti diarahkan  pada suatu program
yang telah atau sedang dilaksanakan menjadi program yang
lebih baik. Hal ini seiring dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Adimiharja dan Hikmat, (2001:12 dalam Sugiarta, 2007:24)
bahwa “pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan
sumber, memperluas kesempatan, mengakui keberhasilan, dan
mengintegrasikan kemajuan”.
Model pengembangan 4-D (four D) merupakan model
pengembangan perangkat pembelajaran. Model ini dikembangkan
oleh S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel.
Model pengembangan 4D terdiri atas empat tahap utama, yaitu
(1) define (pembatasan), (2) design (perancangan), (3) develop
(pengembangan) dan (4) disseminate (penyebaran), atau diadaptasi
Model 4-P, yaitu Pendefinisian, Perancangan, Pengembangan,
dan Penyebaran seperti tampak pada gambar 5 berikut.

20 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


21

Gambar 3: Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D Thigarajan


Gambar 3 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D Thigarajan
(Trianto,
(Trianto, 2007: 66) 2007: 66)
Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan,
Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, pengembangan yang
pengembangan yang dimaksud adalah perluasan atau
dimaksud adalah kembali
pendisainan perluasan atau pembelajaran
pendisainan kembali pembelajaran
agama agama Hindu
berbasis Pendidikan
Hindu berbasis PendidikanKarakter, yang
Karakter, yang merupakan
merupakan suatu
suatu upaya
upaya penyelenggaraan pendidikan agama Hindu untuk
penyelenggaraanstimulus
memberikan pendidikan terhadap
agama Hindukompleksitas
untuk memberikanpendidikan
stimulus
yang kiankompleksitas
terhadap meningkat. pendidikan yang kian meningkat.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 21


2.2.2 Pembelajaran Agama Hindu
Pembelajaran adalah suatu proses yang kompleks yang
terjadi pada diri manusia. Proses itu terjadi karena adanya
interaksi antar seorang dengan lingkungan, salah satu perubahan
Belajar adanya peurbahan tingkat pengetahuan, keterampilan dan
sikap.

Kegiatan pembelajaran bertujuan untuk memperoleh


informasi pemahaman akan sesuatu hal atau memperoleh keahlian
belajar akan berdaya guna bila berproses, secara mandiri. Belajar
mandiri mengandalkan inisatif pribadi, mendayagunakan sumber-
sumber belajar dari orang lain memilih dan menerapkan strategi
belajar tertentu dan mengevaluasi hasil belajar.

Simpulannya Pembelajaran adalah suatu kegiatan atau


aktivitas untuk menumbuhkan proses belajar yang menghasilkan
perubahan pada diri individu yang belajar. Hal ini dapat dilakukan
dari pengalaman pembelajaran merupakan upaya pemecahan
masalah yang selalu muncul dalam kehidupan manusia seperti
masalah-masalah sosial yang dihadapi. Semua masalah
tersebut memerlukan pemecahan melalui belajar dalam konteks
pendidikan. Belajar terjadi karena suatu usaha yang terjadi pada
individu merupakan prilaku kompleks tindakan interkasi antara
belajar dan pembelajaran.

Secara harfiah agama itu dapat diartikan dharma


atau kebenaran yang abadi yang mencakup seluruh jalan
kehidupan (way of life) manusia. Agama adalah kepercayaan
hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang
Hyang Widhi yang kekal dan abadi. Sudarta (2001: 5)

22 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


menjelaskan bahwa ada banyak difinisi tentang agama. Tetapi
difinisi itu tidak ada yang sempurna karena itu tidak dapat
memuaskan semua orang. Salah satu difinisi agama itu
ialah kepercayaan kepada Tuhan serta segala sesuatu yang
bersangkut paut dengan kepercayaan itu. Pengakuan atas
keberadaan agama ini secara psikis memiliki landasan yang
kuat. William James pakar psikologi agama menjelaskan
tentang adanya keinginan manusia yang tumbuh dan baik
dalam fisik yang material seperti, banyaknya perbuatan
manusia yang tidak sejalan dengan perhitungan material.
Dalam tindakan keagamaan terlihat berbagai bentuk sifat
ketulusan, keiklasan, kerinduan, kecintaan dan pengorbanan.
Selain itu gejala psikis keagamaan itu memiliki karakter yang
tidak selaras dengan semua gejala umum psikis manusia
(Muthatiari, 1990:25).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama


Hindu merupakan suatu upaya untuk membina pertumbuhan
jiwa masyarakat dan pertumbuhan jiwa raga anak didik untuk
menanamkan ajaran agama Hindu menjadi keyakinan dan
landasan segenap kegiatan umat dalam semua prikehidupannya
serta mengarahkan pertumbuhan tata kemasyarakatan umat
Hindu, dan membentuk manusia-manusia Pancasilais yang
astiti bhakti (bertaqwa) kepada Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang maha Esa.Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan
bahwa pembelajaran agama Hindu dalam kontek penelitian ini
dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang dipersiapkan
secara sistematis dalam mengorganisasikan bahan pembelajaran
agama Hindu untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran
agama Hindu pada SMA Negeri Pekutatan diharapkan dengan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 23


pembelajaran berbasis pendidikan Karakter dapat meningkatkan
penguasaan terhadap materi pendidikan agama Hindu dalam
aktivitas kehidupan beragama yang nyata dihadapi oleh siswa
dalam kehidupan bermasyarakat.

2.3 Landasan Teori

2.3.1Teori Psikologi sebagai Paradigma Pendidikan

1) Paradigma Humanis

Pertengahan abad 20 dalam bidang psikologi belajar


muncul aliran baru yaitu aliran humanism yang kemudian
diikuti aliran terbaru, yaitu: aliran sibernetik.Salah satu
tokoh psikologi belajar kognitif yang pendapatnya juga
dijadikan landasan bagi aliran humanistic, yaitu : Ausubel
(Hamzah B. Uno dkk, 2004 :18) yang mengemukakan
bahwa seseorang akan belajar dengan baik jika pengatur
kemajuan belajar (advance organizers) didefinisikan
dan dipresentasikan dengan baik dan tepat. Pengatur
kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang
mencangkup isi pelajaran.

Paradigma humanis menyadarkan diri pada teori bahwa


proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia
itu sendiri. Teori tersebut bersifat eklektik , artinya teori
apapun dapat dimanfaatkan asalkan bertujuan untuk
“memanusiakan manusia”(Hamzas B. Uno, 2004:21).
Dalam praktek teori humanistic terwujud, antara
lain:dalam pendekatan dan teori yang diusulkan Ausubel,

24 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


Bloom dan Krathwohl, Kolb dan Habermas .Ausubel
menemukan pendekatan belajar bermakna : Bloom dan
Krathwohl mengungkapkan taksonomi belajar : Kolb
mengemukakan empat tahapan belajar, yaitu :pengalaman
kongri, pengalaman aktif dan reflektif, konsep tualisasi,
eksperimentasi aktif : dan Habermas berteori bahwa tingkat
belajar yang paling tinggi adalah mencapai pemahaman dan
kesadaran tentang transformasi kultural .

2) Paradigm rekonstruksionis memandang manusia sebagai


mahkluk social. Manusia tumbuh dan berkembang dalam
keterkaitannya dengan proses social dan sejarah pada
masyarakat. Pendidikan mempunyai peranan untuk
mengadakan pembaharuan dan pembangunan masyarakat.
Dalam khasanah ilmu pendidikan terdapat pemikiran
filosifis yang menekankan fungsi pendidikan kepada
pelestarian warisan agung yang dianggap berguna bagi
pengembangan intelektualitas dan moralitas di masyarakat
manapun dan kapanpun.

Paradigma rekonstruksi Sosial juga relevan untuk dijadikan


landasan. Pada pemikiran filsafat pendidikan ini, tugas
guru beserta lembaga pendidikan tidak hanya melestarikan
“hadiah masa lampau yang agung”, tetapi juga menawarkan
perubahan dan kemajuan bagi masyarakat di lingkungan
setempat.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 25


3) Paradigma Strukturisasi

Mengikuti teori strukturisasi (Giddens, 1984) budaya dan


karakter suatu masyarakat tidak pernah final dan selesai,
melainkan selalu dalam proses menjadi yang tak kenal
akhir. Di satu sisi, budaya dan karakter tersebut merupakan
medium yang bersifat menuntun dan menentukan. Di
sisi lain, ia merupakan hasil (outcome) yang ditentukan/
diproduksi secara terus menerus oleh pelaku/ pemilik
budaya bersangkutan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
budaya dan karakter suatu bangsa senantiasa direproduksi
dan diproduksi secara terus menerus. Para pendidik
dalam suatu masyarakat tentunya perlu secara sadar
dan terencana memainkan peran selaku reproduser dan
produser budaya bangsa yang tanggap terhadap tuntunan
perubahan zaman. Dengan demikian perlu kemampuan
untuk mengintegrasikan pendidikan watak dan tugas
kesehariannya sebagai pendidikan.

2.3.2 Teori Belajar Kognitif Sosial dari Albert Bandura


Albert Bandura (lahir di Mundare, Kanada, 4 Desember
1952) adalah seorang psikolog, yang menerima gelar sarjana
muda di bidang psikologi dari University of British of Columbia
pada tahun 1949. Kemudian, melanjutkan studinya ke Universitas
Lowa dan meraih gelar Ph.D pada tahun 1952. Pada tahun 1953,
kemudian mulai mengajar di Universitas Stanford.
Bandura menekankan dua hal penting yang sangat
mempengaruhi prilaku manusia yaitu pembelajaran observational

26 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


(modelling) yang lebih dikenal dengan teori pembelajaran sosial
dan regulasi diri. Lewat teori observational learning, Bandura
beranggapan bahwa masalah proses psikologi terlalu dianggap
penting, atau sebaliknya hanya ditelaah sebagian saja. Orang dapat
melibatkan diri dalam pikiran simbolik, orang cenderung untuk
membimbing dirinya sendiri dalam belajar, dan lingkungannya
dapat dipengaruhi prilaku tiruan. Menurut Bandura, yang penting
ialah kemapuan seseorang untuk mengabtraksikan informasi dari
prilaku orang lain (Djaali, 2013 : 93).
Permodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar
sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura
sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara
selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Seseorang belajar
menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku
orang lain (model), hasil pengamatan ini kemudian dimantapkan
dengan cara menghubungan dengan pengalaman baru dengan
pengamatan sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Dengan
jalan ini memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk
mengekpresikan tingkah laku yang dipelajarinya.
Peranan utama model prilaku dari luar dirinya, memberikan
berbagai kemungkinan pada dirinya, yaitu (1) prilaku itu
dicontohkan/ditiru, (2) prilaku itu memperkuat atau memperlemah,
dan (3) prilaku itu menyebabkan pindah ke prilaku yang sama
sekali baru. Urutan langkah dalam observasi pembelajaran adalah
model prilaku, model diperhatikan, prilaku dikode dan disimpan
(coding and memorizing), diproleh kode simbolis, motivasi
berprilaku, kemampuan berprilaku dan prilaku (Djaali, 2013: 94).

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 27


Asumsi dasar teori Pembelajaran Bandura disebut sosial-
kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang
peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi
karena adanya pengaruh lingkungan social. Individu akan
mengamati prilaku di lingkungannya sebagai model, kemudian
ditirunya sehingga menjadi prilaku miliknya. Dengan demikian,
maka teori Bandura ini disebut teori pembelajaran melalui
peniruan. Prilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap
prilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu proses
bagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga
bersesuaian dengan keadaan dirinya atau tujuannya.
Teori Kognitif Sosial dari A. Bandura digunakan untuk
mengkaji Bentuk Pengembangan Model Pembelajaran Agama
Hindu Berbasis Pendidikan Karakter di SMA Negeri Pekutatan
Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana melalui pencontohan
atau peniruan prilaku yang terdapat dalam lingkungan anak
seperti orang tua dirumah, prilaku guru, teman sebaya, atau
prilaku yang dilihat sehari-hari, model pun dapat datang dari suatu
perumpamaan seperti cerita, radio, TV, film, atau dari berbagai
pristiwa lainnya dan model yang dinyatakan dalam uraian verbal
(kata-kata) yang memberikan arahan untuk melakukan sesuatu.

2.3.3 Teori Perubahan Sosial


Martono (2012: 5) di dalam sistem sosial masyarakat
selalu mengalami perubahan. Masyarakat tidak ada yang tidak
mengalami suatu perubahan, walaupun dalam taraf yang paling
kecil sekalipun, masyarakat akan selalu berubah. Perubahan
tersebut dapat berupa perubahan yang kecil sampai pada  taraf
perubahan yang sangat besar yang mampu memberikan pengaruh

28 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


yang besar pula bagi aktivitas atau perilaku manusia.Perubahan
dapat mencakup aspek yang sempit maupun yang luas. Aspek
yang sempit dapat meliputi aspek perilaku dan pola pikir individu.
Aspek yang luas dapat berupa perubahan dalam tingkat struktur
masyarakat yang nantinya dapat mempengaruhi perkembangan
masyrakat  di masa yang akan datang.  Masyarakat bergerak
dari masyarakat nomaden menuju masyarkat modern. Studi
perubahan sosial dalam sosiologi dapat dikatagorikan ke dalam
kajian makrososiologi dan mikrososiologi. 
Makrososiologi dalam teori perubahan sosial merupakan
sosiologi yang mempelajari pola-pola sosial berskala besar
terutama dalam pengertian komparatif dan historis, misalnya
antara masyarakat atau bangsa tertentu. Sedangkan mikrososiologi
merupakan sosiologi yang mempelajari pola-pola sosial yang
berskala lebih kecil dari makrososiologi, misalnya antar individu
dalam suatu masyarakat. Studi mengenai perubahan sosial
hampir selalu membahas mengenai modernisasi sebagi isu
sentral. Teknologi merupakan faktor yang harus diperhitungkan
dalam mempengaruhi proses perubahan sosial. Bahkan, teknologi
hampir selalu menjadi ciri modernitas. Modernisasi dalam jangka
waktu tertentu memunculkan sebuah proses yang dinamakan
globalisasi, proses penyatuan berbagai bentuk kelompok manusia
menjadi satu wujud. Terdapat banyak faktor yang mengakibatkan
terjadinya perubahan sosial diantaranya, Teknologi,  Pendidikan.
Berdasarkan pembahasan Teori Perubahan Sosial diatas
sangat relevan dipergunakan untuk mengkaji permasalahan
mengenai Implikasi Pengembangan Model Pembelajaran
Agama Hindu Berbasis Pendidikan Karakter di SMA Negeri
Pekutatan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 29


2.4 Model Penelitian
Penelitian ini akan digambarkan alur pemikiran, 30yaitu dari
mana, ke mana dan apa yang akan dibahas serta untuk apa semua
itu dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Bagan 2.1
MODEL PENELITIAN

PENDIDIKAN

FORMAL NON-FORMAL
INFORMAL

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN AGAMA HINDU


BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

FAKTOR PENGEMBANGAN BENTUK IMPLIKASI


PAH BERBASIS PENDIDIKAN PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN MODEL
KARAKTER MODEL PENDIDIKAN PAH
AGAMA HINDU

SISWA YANG SADHU DAN


BERKARTER MULIA

Keterangan bagan:

: Materi objek dari awal hingga akhir

: tanda arah alur pemikiran

Penjelasan Model penelitan


30 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU
Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini mempengaruhi perilaku anak

yang semakin hilangnya nilai-nilai karakter bangsa, untuk itu butuh cara untuk
Penjelasan Model penelitan
Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini mempengaruhi
perilaku anak yang semakin hilangnya nilai-nilai karakter bangsa,
untuk itu butuh cara untuk mengatasinya dan menyelesaikannya.
Dalam pelaksanaan pengembangan pendidikan karakter
memang tidak mudah, butuh proses yang cukup lama untuk
mengimplementasikannya. Pengembangan pendidikan karakter
tidak sepenuhnya dibebankan kepada sekolah saja namun butuh
kerja sama dan tanggung jawab bersama antara keluarga, lembaga
pendidikan, masyarakat, institusi kepolisian, dan media cetak dan
elektronik dalam pembentukan karakter seorang anak.
Pihak yang pertama yang sangat berpengaruh dalam
Pengembangan pendidikan karakter adalah keluarga atau orang
tua, bagaimana orang tua dalam bertindak dan berperilaku
dalam kehidupan sehari-hari yang dilihat oleh anaknya , anak
lebih banyak meniru dan meneladan dari orang tua yang akan
menyebabkan suatu kebiasaan untuk anak-anaknya.
Kerangka berfikir pelaksanaan Pengembangan Model
Pendidikan Agama Hindu berbasis Pendidikan karakter pada masa
kanak-kanak dalam lingkungan keluarga sangat perlu ditanamkan
sehingga terbentuk ana yang sadhu dan berkarakter mulia.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 31


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi agama,
agama di samping sebagai sebuah keyakinan juga merupakan
gejala sosial. Artinya, agama yang dianut melahirkan berbagai
tindakan sosial yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
bersama. Kadang-kadang perilaku tersebut saling mempengaruhi
satu sama lain norma-norma dan nilai-nilai agama diduga sangat
berpengaruh terhadap tindakan individu ataupun masyarakat.
Dengan kata lain, dalam penelitian ini juga digunakan logika-
logika dan teori soiologi untuk menggambarkan perkembangan
fenomena sosial keagamaan serta pengaruh suatu fenomena
terhadap fenomena lain (Ali, 2002: 100). Penelitian ini juga
dimaksudkan untuk mendeskripsikan hubungan dialektis
antara berbagai kekuatan dalam masyarakat di lokasi Penelitian
(Sunardi, 2003: 28; Kahmad, 2000: 51). Pendekatan sosiologi
pendidikan, karena pedagogi sebagai batang tubuh yang berfungsi
memproduksi dan mereproduksi nilai budaya
Berdasarkan pandangan tersebut maka penelitian ini adalah
penelitian kualitatif secara umum didefinisikan sebagai penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, simbol, dan
perilaku yang dapat diamati. Dengan demikian jika mengacu
pada pemikiran Triguna (1997: 137) bahwa penelitian kualitatif
lebih bersifat humanistik dan melibatkan perasaan.

32 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri Pekutatan
Kecamatan Pekukatan Kabupaten Jembrana, pemilihan lokasi
penelitian tersebut, karena proses pada sekolah tersebut belum
mengintegrasikan pendidikan karakter pada mata pelajaran
pendidikan agama Hindu dan strategi pembelajaran pada guru
mengajar masih bersifat konvensional. Penelitian ini memerlukan
waktu penelitian kurang lebih 7 (tujuh) bulan, yang dimulai dari
Pebruari sampai bulan September 2018.

3.3 Jenis dan Sumber Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
tentang Brayut, dengan mengamati data-data lapangan berupa
tinggalan budaya dan perilaku keagamaan. Data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data ini bisa diperoleh
melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian. Untuk
menunjang data kualitatif tersebut diperlukan data kuantitatif
yang akan tergambar dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-
diagram.
Berkaitan dengan sumber data, mengingat penelitian
ini adalah penelitian kancah yang bersifat kualitatif maka
pengumpulan data dilakukan secara langsung dengan cara
mengamati kehidupan sosial masyarakat serta mewawancarai
para informan di lokasi penelitian. Sumber data dalam penelitian
ini adalah sumber data primer dan sekunder, data yang bersumber
pada pengalaman empiris dalam kehidupan masyarakat serta
keterangan-keterangan yang diberikan informan tersebut
digolongkan sebagai sumber data primer. Untuk mempertajam

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 33


hasil analisis tentu diperlukan sumber-sumber data dari pandangan
para ahli yang bisa diperoleh lewat tulisan-tulisan ilmiah, jurnal
maupun buku-buku. Jurnal, hasil penelitian, makalah, sebagai
bahan kajian utama guna menemukan teori, model, korelasi
dan alternatif solusi permasalahan dalam proses pembelajaran
pendidikan Hindu, data tersebut dapat dikategorikan sebagai data
sekunder dalam penelitian ini.

3.4. Instrumen Penelitian


Penelitian ini adalah instrumen utama dan terpenting
dalam penelitian kancah, karena data yang dikumpulkan adalah
data yang bersifat kualitatif yang bersumber dari kata-kata atau
ungkapan-ungkapan tentang adaptasi budaya. Hal ini diperoleh
peneliti dengan melihat, mendengar, ataupun bertanya yang
mengharuskan peneliti tanggap terhadap situasi dan kondisi
lingkungan; mudah menyesuaikan diri; mendasarkan diri atas
keluasan wawasan pengetahuan, serta mampu memproses
data secepatnya (Moleong, 1998: 121-123). Untuk menunjang
kegiatan penelitian diperlukan pula instrumen penelitian yang
lain seperti berikut.

(a) Pedoman wawancara, yang berisi beberapa pertanyaan


yang nantinya bisa dikembangkan pada waktu mengadakan
penelitian. Pedoman wawancara ini diperlukan sebagai
pemandu dalam melakukan wawancara sehingga
pertanyaan-pertanyaan bisa lebih terarah dan efektif
untuk menggali data, sesuai dengan kebutuhan penelitian
sebagaimana dinyatakan dalam rumusan masalah.

34 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


(b) Alat perekam suara (tape recorder)
Alat perekam suara ini diperlukan untuk merekam
dan menyimpan data ketika melakukan wawancara.
Penggunaan alat perekam ketika wawancara harus
mendapat persetujuan dari informan, oleh karenanya
diperlukan pendekatan terlebih dahulu kepada informan
sehingga suasana wawancara tidak berlangsung kaku atau
menegangkan dengan hadirnya alat perekan dimaksud.

(c) Alat perekam gambar (kamera photo)


Alat ini digunakan untuk merekam dan menyimpan data
peristiwa atau tindakan yang dipandang penting sesuai
dengan kebutuhan penelitian.

(d) Alat tulis menulis.


Alat tulis menulis diperlukan untuk mencatat data yang
diperoleh dari hasil wawancara mendalam, pengamatan
di lapangan, serta data-data yang diperoleh dari hasil studi
kepustakaan dan analisis dokumen.

3.5 Teknik Penentuan Informan


Dalam penelitian kancah, pengumpulan data berupa
informan yang diberikan oleh para informan sangat menentukan
keberhasilan penelitian dimaksud. Oleh karena itu, kejelian
menentukan informan menjadi salah satu kunci penting dalam
penelitian kualitatif. Informan yang baik adalah orang yang bisa
diajak bicara dengan mudah, yang mengerti tentang informasi
yang dibutuhkan peneliti, dan senang diajak bekerjasama

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 35


(Endraswara, 2006: 121). Dalam penelitian budaya populasi tidak
diperlukan, karena konteks lebih dipentingkan dari pada jumlah.
Dalam penelitian ini penentuan informan teknik porpusive
sampling. Informan yang dipilih adalah para guru, wakil kepala
sekolah, siswa, dan tokoh masyarakat, di lokasi penelitian dengan
pertimbangan-pertimbangan (1) enkulturasi menuh, artinya
informan mengetahui dan memahami budayanya dengan baik;
(2) keterlibatan langsung, artinya informan terlibat dalam suasana
budaya, menggunakan pengetahuannya untuk membimbing
tindakannya, meninjau hal-hal yang mereka ketahui; (3) suasana
budaya yang didak dikenal. Dalam hal ini yang dimaksud adalah
peneliti menentukan informan yang bukan berasal dari wilayah
yang sama dengan peneliti; (4) waktu yang cukup, maksudnya
harus dipilih informan yang memiliki cukup waktu untuk
diwawancarai, atau dengan kata lain dipilih informan yang tidak
terlalu sibuk; (5) non-analitis artinya sebaiknya dipilih informan
yang tidak melakukan analisis mengenai arti atau signifikansi dari
kejadian dan tindakan itu. Baik juga memilih informan yang bisa
memberikan analisis dan interpretasi dengan penuh pengertian
mengenai berbagai kejadian itu dari perspektif “teori penduduk
asli (folk theory) (Spradley, 1997: 59-70; Endraswara, 2003:
2006-207). Dengan demikian teknik puposive sampling dalam
pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.

3.6. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan cara kerja, terkait dengan apa
yang harus diperbuat dalam rangka mencapai tujuan penelitian,
Pemilihan metode dalam proses pengumpulan data sangat
tergantung pada sifat dan karakteristik penelitian yang dilakukan.

36 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


Penelitian dapat dipercaya hasilnya secara ilmiah, apabila data
diperoleh dengan cara-cara ilmiah pula. Untuk kepentingan
itu, cara mengali data dalam sebuah penelitian terutama dalam
penelitian kualitatif mempunyai empat teknik yaitu : (1) observasi,
(2) wawancara, (3) Studi dokumen dan (4) Studi Kepustakaan .

3.6.1 Observasi
Suparlan sebagaimana dikutip Sudikan (2001: 87) dalam
melakukan pengamatan, ada 8 (delapam) hal yang harus
diperhatikan yaitu (1) ruang dan waktu, (2) pelaku, (3) kegiatan,
(4) benda-benda atau alat-alat, (5) waktu, (6) Peristiwa, (7) tujuan,
(8) perasaan. Kedelapan hal tersebut saling mengait sehingga
dibutuhkan perhatian secara total terhadap sesuatu yang diamati,
dan dilakukan secara intens dalam kurun waktu yang cukup lama.
Observasi merupakan pengamatan dan penglihatan,
sedangkan dalam dunia penelitian observasi berarti mengamati dan
mendengar dalam rangka memahami, mencari jawaban, mencari
bukti terhadap fenomena sosial keagamaan (perilaku, kejadian-
kejadian, keadaan, benda, dan simbol-simbol tertentu) selama
beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi
dengan mencatat, merekam, memotret, fenomena tersebut guna
penemuan dan analisis (Suprayoga,2016:167). Dalam penelitian
ini peneliti mengumpulkan data dengan mengadakan pencatatan
langsung maupun tidak langsung dengan cara sistematis pada
obyek yang diteliti untuk mengetahui keadaan yang sesungguhnya
di lapangan sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji.
Dengan melakukan pengamatan / non partisipatif di
lapangan dalam waktu yang cukup lama diharapkan dapat

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 37


diperoleh data yang lebih bersifat natural, maksudnya data atau
perilaku yang tidak dibuat-buat karena diketahui ada kegiatan
penelitian. Observasi dilakukan baik menyangkut aktivitas
kesehariannya maupun dalam hubungannya dengan kegiatan
keagamaan yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu dengan
mengarahkan perhatian kepada hal-hal seperti bentuk kegiatan
yang dilakukan, keadaan tata ruang dan tata kegiatan social,
peralatan yang digunakan, urutan serta waktu kegiatan, luapan
emosinya pada waktu melaksanakan kegiatan serta tujuan yang
ingin dicapai oleh kegiatan tersebut. Hasil observasi ini akan
dipilah dan dipilih sesuai dengan kebutuhan penelitian. Observasi
dilakukan menyangkut aktivitas keseharian dan religious dalam
kaitan dengan pengembangan model pembelajaran pendidikan
agama Hindu berbasis pendidikan karakter.

3.6.2 Wawancara Mendalam


Wawancara merupakan suatu cara untuk memperoleh
data yang dilakukan dengan tanya jawab secara sistematis dan
kronologis. Jadi penekanannya adalah sebuah pertanyaan yang
disusun sistematis sesuai dengan obyek penelitian. Menurut
Endraswara tujuan utama wawancara antara lin (a) untuk menggali
pemikiran konstruktif seorang informan, yang menyangkut
peristiwa, organisasi, perasaan, perhatian, dan sebagainya yang
terkait dengan aktivitas budaya, (b) untuk merekonstruksi
pemikiran ulang tentang hal ikhwal yang dialami informan masa
lalu atau sebelumnya, (c) untuk mengungkap proyeksi pemikiran
informan tentang kemungkinan budaya miliknya dimasa dating
(Endraswara, 2006: 151).

38 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


Wawancara ini dilakukan secara mendalam kepada para
informan, seperti kepala sekolah, guru pengajar tokoh agama/
komite sekolah, tokoh masyarakat, dan yang memiliki kualitas
dalam obyek penelitian yang dilakukan. Dengan menggunakan
teknik ini diharapkan akan mampu menghasilkan sebuah
informasi yang mendukung tentang apa yang akan menjadi
pengkajian dalam penelitian ini.

3.6.3 Studi Dokumen


Teknik ini merupakan sebuah cara pengumpulan data
dengan jalan mengumpulkan data dari dokumen dan literatur
yang terdapat di perpustakaan. Data dari setiap dokumen, naskah,
teks manuskrip dan jurnal, dapat juga dipergunakan dalam studi
dokumen, namun hanya yang memiliki koherensi dan sinergisme
dengan masalah penelitian.

3.7 Teknik Analisis Data


Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif
dan interpretative., dengan memaparkan secara apa adanya semua
temuan penelitian. Pada tahap awal, semua data yang terkumpul
melalui survey dipaparkan secara rinci terkait dengan identifikasi
masalah dalam pembelajaran pendidikan agama Hindu di SMAN
Pekutatan, yang meliputi penentuan; pendekatan, metode, dan
strategi pembelajaran; materi dan media pembelajaran; dan
jenis dan bentuk asesmen. Selanjutnya, pada tahap kedua, yaitu
pengembangan Model pembelajaran pendidikan agama Hindu
yang berbasis pendidikan karakter, data yang terkait dari uji
ahli, uji empiris terbatas maupun uji lapangan (empiris luas) akan
dilaporkan secara rinci, sehingga akan tergambar dengan jelas
bagaimana hasil uji pakar dan uji lapangan, sehingga menghasilkan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 39


produksi desain yang reliabel dan handal. Data yang terkumpul
dianalisis dengan proses seperti diagram yang digambarkan 40
oleh Huberman dan Miles (dalam Bungin,ed., 2003: 69; Atmaja,
2002: 13). Diagram ini menggambarkan bahwa pengumpulan
data dan analisis data yang terdiri dari tiga kegiatan utama, yakni
penyajian data, reduksi
data, dan penarikan data, dan merupakan
kesimpulan/verifikasi penarikan kesimpulan/verifikasi
rangkaian kegiatan yang tak
merupakan rangkaian kegiatan yang tak terpisahkan satu dengan
terpisahkan satu dengan lainnya. Prosesnya berbentuk siklus, bukan linier
lainnya. Prosesnya berbentuk siklus, bukan linier

Gambar 1: Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif

Data Data Display


Colection

Data
Reduction

Conclution
Drawing &
verification

Tanda panah dua arah menunjukkan alur analisis data bersifat timbal balik.

Tanda panah satu arah menunjukkan alur proses analisis data

(Sumber : Huberman dan Miles sebagaimana dikutip Faisal dalam Bungin ed.,

2003: 69)

Diagram di atas menunjukkan bahwa antara kegiatan pengumpulan dan

40pengolahan data tidak dapat MODEL


PENGEMBANGAN dipisahkan PENDIDIKAN
satu sama lain, keduanya
AGAMA berlangsung
HINDU

simultan. Prosesnya berbentuk siklus. Hasil pengumpulan data (data collection)


Diagram di atas menunjukkan bahwa antara kegiatan
pengumpulan dan pengolahan data tidak dapat dipisahkan satu
sama lain, keduanya berlangsung simultan. Prosesnya berbentuk
siklus. Hasil pengumpulan data (data collection) perlu direduksi
(data reduction). Hasil reduksi data ini juga perlu dioranisasikan
ke dalam suatu bentuk tertentu (display data) sehingga terlihat
41
sosoknya secara lebih untuh. Pengorganisasian data ini bisa
berbentuk sketsa, synopsis, matrik, atau bentuk-bentuk lain,
yang diperlukan sehingga mempermudah upaya pemaparan dan
atau bentuk-bentuk lain, yang diperlukan sehingga mempermudah upaya
penegasan simpulan (conclution drawing and verification).
pemaparan dan penegasan simpulan (conclution drawing and verification).
Sesuai dengan diagram siklus analisis data di atas, menurut
Sesuai dengan diagram siklus analisis data di atas, menurut Faisal
Faisal (Bungin,ed., 2003: 70) prosesnya tidaklah ‘sekali jadi’,
(Bungin,ed., 2003: 70) prosesnya tidaklah ‘sekali jadi’, melainkan berinteraktif
melainkan berinteraktif secara bolak balik. Perkembangannya
secara bolak balik. Perkembangannya bersifat sikuensial dan interaktif, yang pada
bersifat sikuensial dan interaktif, yang pada dasarnya melingkar
seperti diagram 2 berikut ini.
dasarnya melingkar seperti diagram 2 berikut ini.

Gambar 2. Putaran dari Pengumpulan Data menuju Deskripsi dan Teori.

Penjelalajahan
Pelakcakan
Kenyataan
Lapangan

Pemahaman Deskripsi
Ikhtisar dan Pilihan
Teoretis
Data

Pola-pola
Tema-tema,
Konsep-Konsep
Kategori-
Kategori

Tanda panah menunjukkan alur pengolahan data yang berlangsung secara siklus

Diambil dari tulisan Sanafiah Faisal dalam Bungin, ed., 2003 : 71.

Seberapa banyak proses perputaran tersebut sangat tergantung pada

PENGEMBANGAN MODEL
kompleksitas permasalahan PENDIDIKAN
yang hendak AGAMA
dijawab. Juga tergantung HINDU
pada seberapa 41
tajam pisau analisis yang dipakai saat mengumpulkan data. Pisau analisis yang
Seberapa banyak proses perputaran tersebut sangat
tergantung pada kompleksitas permasalahan yang hendak
dijawab. Juga tergantung pada seberapa tajam pisau analisis yang
dipakai saat mengumpulkan data. Pisau analisis yang dimaksud
menurut Sanafiah (2003, 71) adalah kepekaan dan ketajaman
daya lacak si peneliti dalam melakukan komparasi pada saat si
peneliti melakukan proses pengumpulan data di lapangan.

3.8. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data


Teknik penyajian data yang digunakan dalam penelitian
ini secara naratif dan penulisan tidak bersifat penafsiran atau
evaluatif. Penyajian ini didasarkan atas data yang diperoleh dari
sumber data yang berupa pengembangan model pembe;ajaran
yang kemudian dianalisis dengan tahapan klasifikasi, interpretasi
dan penarikan kesimpulan yang berupa kata-kata terhadap
fenomena yang dikaji dalam penelitian ini. Penafsiran dan
evaluasi didasarkan atas data itu sendiri yaitu hasil penelitian itu
tidak ditafsirkan oleh para pembaca.

42 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Mengahadapi era yang ditandai dengan perubahan bebagai
tata nilai, maka perlu sejak dini dan berkelanjutan kepada
anak-anak diberikan pendidikan dan pembinaan intensif dan
terpadu. Sejalan dengan pola pikir masyarakat rasa kebutuhan
akan pendidikan dan dalam rangka pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan, maka pemerintah mendirikan gedung-
gedung sekolah secara bertahap.
Lokasi penelitian ini mengambil tempat di Sekolah Menengah
Atas (SMA) Negeri 1 Pekutatan Kabupaten Jembrana Provinsi
Bali . Desa Pekutatan merupakan perbatasan antar Kabupaten
Kabupaten Tabanan dengan Kabupaten Jembrana. Sekolah yang
berada di desa Pekutatan ini dibangun dan mendapatkan SK
pada tanggal 1 januari 1990, bangunan-bangunan tersebut ditata
sedemikian rupa sehingga terjalin hubungan fisik bangunan
yang ideal. yang dipadati dengan bangunan menurut konsep Tri
Hita Karana yakni sebuah bangunan Padma Sana dan sebuah
Bangunan Pengijeng atau Penunggun Karang (Tugu) sebagai
Parahyangan, guna memuja keagungan dari Ida Sang Hyang
Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon keselamatan.
Salah satu wujud nyata kegiatan ini, dimana setiap rerahinan
(purnama/tilem) dan hari raya besar Agama Hindu yaitu hari raya
Saraswati diadakan persembahyangan bersama oleh guru dan
para peserta didik khususnya bagi yang beragama Hindu. Sebagai
pawongan telah dibangun Kantor Kepala Sekolah, Ruang Guru,

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 43


ruangan untuk melaksanakan interaksi belajar mengajar (kelas),
toilet dan kantin. Sebagai palemahan telah ditatanya perkebunan
yang apik dan rapi di sekitar sekolah dan pada tempat-tempat
tertentu.
Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Pekutatan
terdapat pelinggih (Padma sana) tempat sembahyang, ruang guru,
ruang belajar, ruang perpustakaan, dan kantin sekolah. Terkait
gambaran umum lokasi penelitian akan diuraikan: (1) Letak
geografis SMA Negeri 1 Pekutatan, (2) Sarana dan Prasarana dan
Jumlah Guru/pegawai.

4.1.1 Letak Geografis SMA Negeri 1 Pekutatan

Kabupaten Jembrana merupakan salah satu bagian dari


pulau Bali yang terletak di bagian barat Pulau Bali terdiri dari lima
kecamatan yaitu kecamatan Melaya, Negara, Jembrana, Mendoyo,
dan kecamatan Pekutatan. Secara geografis, Kabupaten Jembrana
terletak pada posisi titik koordinat 80 09' 58" - 80 28' 02" LS dan
1140 26' 28" - 1150 51' 28" BT. Salah satu kecamatan yang menjadi
lokus penelitian adalah kecamatan Pekutatan khususnya di SMA
Negeri 1 Pekutatan terletak di Kecamatan Pekutatan bagian paling
timur dari kabupaten Jembrana. Wilayahnya termasuk ke dalam
Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.
Secara demografi SMA Negri 1 Pekutatan ini terletak di
Desa Pekutatan hampir ada di jantung Kecamatan Pekutatan dan
tidak mengherankan pendukung sekolah ini adalah masyarakat
yang heterogen, baik budaya, adat istiadat, prilaku serta keadaan
sosial ekonominya. Lokasi SMA Negeri 1 Pekutatan berjarak 48
Km dari kota Negara berada di ketinggian 1600 M dari pemukaan

44 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


serta keadaan sosial ekonominya. Lokasi SMA Negeri 1 Pekutatan berjarak 48

Km dari kota Negara berada di ketinggian 1600 M dari pemukaan air laut

berbatasan dengan : Sebelah Utara Kantor Perkebunan Propinsi Bali , Sebelah


air laut berbatasan dengan : Sebelah Utara Kantor Perkebunan
Propinsi
Selatan HutanBali , Sebelah
Kabupaten Selatan
Tabanan HutanHutan
Sebelah Barat Kabupaten
KabupatenTabanan
Buleleng,
Sebelah Barat Hutan Kabupaten Buleleng, dan Sebelah Timur
dan Sebelah Timur Pusat Perkantoran Pemerintah Kecamatan Pekutatan.
Pusat Perkantoran Pemerintah Kecamatan Pekutatan.
Salah
Salah satusatu kecamatan
kecamatan yang yang menjadi
menjadi lokus penelitian
lokus penelitian adalah
adalah kecamatan
kecamatan Pekutatan khususnya di SMA Negeri 1 Pekutatan
Pekutatan
terletak khususnya di SMAPekutatan
di Kecamatan Negeri 1 Pekutatan terletak ditimur
bagian paling Kecamatan
dari
kabupaten
Pekutatan Jembrana.
bagian Wilayahnya
paling timur termasuk
dari kabupaten Jembrana.ke dalam Kabupaten
Wilayahnya termasuk ke
Jembrana Provinsi Bali.
dalam Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.
Kecamatan Pekutatan yang merupakan lokasi Sekolah
Gambar: 4.1
Peta Kabupaten Jembrana

(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jembrana )

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 45


Menengah Atas (SMA) Negeri 1 satu-satunya yang dimiliki oleh
Kecamatan Pekutatan dimana SMAN 1 Pekutatan didirikan
pada tahun 1990 merupakan daerah yang strategis dengan
potensi wisata, seperti daerah Bunut Bolong, dan lokasi sejarah
”Monumen Pangkung Jukung” dan daerah perkampungan
nelayan di pantai Pekutatan.
Sejak berdiri tahun 1990 sampai sekarang berarti sekolah
ini telah berjalan melaksanakan kegiatan belajar selama 19 tahun.
Dari kurun waktu itu telah berhasil menamatkan banyak peserta
didik selain itu dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar
SMAN 1 Pekutatan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
sebagaimana diharapkan, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas output yang dihasilkan sekolah ini. Hal ini ditunjukkan
dengan data kelulusan dan data peserta didik yang meneruskan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Demikain juga sambutan
dari masyarakat dari tahun ketahun yang mempercayakan anaknya
dididik dan dibina di SMAN 1 Pekutatan Kabupaten Jembrana.
Kepeminpinan atau kepala SMAN 1 Pekutatan mengalami
sembilan kali pergantian. Kepala Sekolah yang pertama yaitu Drs.
I Wayan Lantera dari Tahun 1990 s/d 1992, kemudian digantikan
oleh Drs. I Ketut Litha Sunarta dari tahun Tahun 1993 s/d 1998
ke Diknas, kemudian digantikan lagi Drs. Ketut Tjawi dari tahun
1999 s/d 2000, Drs. I Made Dwi Wahyudi dari tahun 2000 s/d
2004, 2000 s/d 2004 dari tahun 2004 s/d 2006, Drs. I Made
Gunada, M.Pd. dari tahun 2006 s/d 2010, Drs. I Nyoman Gede
Suarsa dari tahun 2010 s/d 2012, Drs. I Gde Suyasa Ardana dari

46 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


47

tahun Tahun 2012 s/d 2016 dan di tahun 2017-sekang ini adalah
I Suyasa
Wayan Ardana
Raidari tahun Tahun (PLT).
Gelgel,S.Pd. 2012 s/d 2016
Daridan di tahun
tahun 2017-sekang
1990-an ini
sampai
sekarang SMARai
adalah I Wayan Negeri 1 Pekutatan
Gelgel,S.Pd. (PLT). Darimengalami
tahun 1990-anperubahan yang
sampai sekarang
cukup pesat dari masa ke masa. Dari jumlah peserta didik yang
SMA Negeri 1 Pekutatan mengalami perubahan yang cukup pesat dari masa ke
awalnya berjumlah 54 orang dan sekarang menjadi 745 Orang.
masa. Dari jumlah peserta didik yang awalnya berjumlah 54 orang dan sekarang
(wawancara dengan IGusti Ngurah Komang Kusumayadi,S.Pd,
M.Pd
menjaditanggal
745 10 September
Orang. 2018)dengan IGusti Ngurah Komang
(wawancara

Kusumayadi,S.Pd, M.Pd tanggal 10 September 2018)

Gambar: 4.2
Peta Kecamatan Pekutatan

Sumber : Kantor Camat Kecamatan Pekutatan Tahun 2018

Kecamatan Pekutatan
Kecamatan merupakan
Pekutatan daerah yangdaerah
merupakan sangat potensial dalam
yang sangat
potensial dalam
pengembangan pengembangan
pariwisata dan kegiatanpariwisata dan
ekonomi serta kegiatanLokasi
pendidikan. ekonomi
dan
serta pendidikan. Lokasi dan letak SMA Negeri 1 Pekutatan Letak
letak SMA Negeri 1 Pekutatan Letak sekolah dekat dengan pusat perkantoran
sekolah dekat dengan pusat perkantoran kecamatan Pekutatan
kecamatan Pekutatan merupakan tempat yang sangat strategis bagi komunikasi

aktivitas pendidikan dan perkantoran serta pelayanan publik. Disebelah utara


PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 47
SMAN 1 Pekutatan adalah Kantor Perkebunan Propinsi, yang merupakan tempat

untuk belajar bagi peserta didik tentang lingkungan hidup. Letaknya yang dekat
merupakan tempat yang sangat strategis bagi komunikasi
aktivitas pendidikan dan perkantoran serta pelayanan publik.
Disebelah utara SMAN 1 Pekutatan adalah Kantor Perkebunan
Propinsi, yang merupakan tempat untuk belajar bagi peserta didik
tentang lingkungan hidup. Letaknya yang dekat dengan Polsek
Pekutatan merupakan potensi yang positif dalam menciptakan
suasana pembelajaran yang aman dan kondusif, terutama dalam
mengatasi berbagai permasalahan remaja dan peserta didik.
Letak yang strategis lain adalah Puskesmas Pekutatan, Hotel Puri
Dajuma, Perkampungan Nelayan, Monumen Pangkung Jukung,
Pasar Pekutatan , yang semuanya merupakan potensi dinamis bagi
pengembangan sumber belajar antara sekolah dengan lingkungan
masyarakat.
Sejak berdiri tahun 1990 sampai sekarang berarti sekolah
ini telah berjalan melaksanakan kegiatan belajar selama 19 tahun.
Dari kurun waktu itu telah berhasil menamatkan banyak peserta
didik selain itu dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar
SMA Negeri 1 Pekutatan dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan sebagaimana diharapkan, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas output yang dihasilkan sekolah ini. Hal ini
ditunjukkan dengan data kelulusan dan data peserta didik yang
meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Demikain
juga sambutan dari masyarakat dari tahun ketahun yang
mempercayakan anaknya didiknya dan dibina di SMA Negeri 1
Pekutatan Kabupaten Jembrana.

48 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


Gambar. 4.3

Foto Pintu Gapura Masuk SMA Negeri 1 Pekutatan

(Sumber. Dokumentasi Srie, 2018).


Gambar. 4.4

Foto Gapura Masuk SMA Negeri 1 Pekutatan

(Sumber. Dokumentasi Srie, 2018).

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 49


Dalam melaksanakan program pendidikan dan kegiatan
belajar mengajar sebagai suatu lembaga pendidikan, maka
SMA Negeri 1 Pekutatan mempunyai harapan untuk berperan
didalamnya. Adapun harapan ini berupa:
1. Dapat menjaga kepercayaan masyarakat yang mempunyai
minat besar dan kepercayaan penuh menitipkan anakanya
untuk dibina dan dididik di sekolah ini.
2. Dapat mengasilkan yang mempunyai kualitas sumber
daya manusia yang berbakti kepada Tuhan, berbudi pekerti
luhur, unggul dalam prestasi, disiplin, serta berwawasan
budaya dan lingkungan.
3. Mengasilkan peserta didik yang prosentase melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi 100 % dan
prosentase diterima di sekolah negeri semakin meningkat.
4. Menciptakan proses belajar mengajar yang seusai dengan
PAKEM yaitu Pendidikan Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif,
dan menyenangkan.
5. Menciptakan lingkungan sekolah yang betul-betul
memberikan nuansa nyaman untuk kegiatan belajar
mengajar, dimana anak-anak dapat ruang gerak lebih luas
dengan tetap berpatokan pada kelestarian dan wawasan
lingkungan.
6. Menyediakan sarana prasarana yang dapat menunjang
seluruh kegiatan belajar mengajar.

50 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


7. Menciptakan suatu hubungan harmonis serta kerukunan
antara personal sekolah, pihak seoalh dengan orang tua/
wali peserta didik, pihak sekolah dengan masyarakat luas.

Menyadari peran SMA Negeri 1 Pekutatan sebagai salah


satu lembaga pendidikan, ada beberapa faktor yang menjadi
acuan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan yaitu :
peningkatan mutu pembinaan disipin dan budi pekerti, sarana
parasarana yang memadai, ketenagaan yang mencukupi. Dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan tujuan
pendidikan Nasional SMA Negeri 1 Pekutatan mempunyai Visi “
Mewujudkan Sekolah Berprestasi, membina akhlaq, berwawasan
yang dilandasi nilai-nilai budaya luhur sesuai dengan Budaya
Kota Negara”. Sedangkan Misi SMA Negeri 1 Pekutatan adalah:
1. Mewujudkan sistem Pendidikan Nasional yang
demokratis dan berkualitas;
2. Mewujudkan sistem pendidikan yang dapat
mengembangkan kepribadian yang dinamis dan
produktif serta berdaya saing global;
3. Mewujudkan kondisi sekolah yang kondusif
berlandaskan budaya;
4. Menumbuhkembangkan semangat keunggulan pada
seluruh warga sekolah;
5. Meningkatkan pendidikan agama, akhlak, budi pekerti
dan semangat nasionalisme yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari;
6. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam
penguasaan ilmu-ilmu dasar dan komunikasi yang

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 51


menunjang perkembangan iptek dan pengembangan
aktivitas dan kretativitas peserta didik;
7. Mengembangkan kemampuan membaca, menulis,
berhitung dan komunikasi.
Visi dan misi dari SMA Negeri 1 Pekutatan sangat
mendukung dalam mengembangkan masyarakat di
lingkungan sekolah tersebut. Dalam suatu organisasi
seperti lingkungan sekolah jika memiliki visi dan misi
yang jelas maka tujuan yang akan dicapai dapat di capai
dengan jelas dan baik.

4.1.2 Keadaan Sarana dan Prasarana, Guru/pegawai.

1, Keadaan Sarana dan Prasarana


SMA Negeri 1 Pekutatan memiliki luas areal seluruhnya
15.565 m2 dengan luas bangunan 2317 m2, Pagar sekolah 600 m2
sepenuhnya tanah milik negara. Gedung SMA Negeri 1 Pekutatan
pada umumnya dalam kondisi baik. Jumlah ruang kelas untuk
menunjang kegiatan belajar memadai. Saat ini luas bangunan
2389 m2, digunakan untuk Ruang Kepala Sekolah, Ruang TU,
Ruang Kelas 15 kelas, ruang Lab IPA, ruang Perpustakaan, ruang
serbaguna, ruang OSIS, ruang BK, ruang UKS, ruang koprasi
peserta didik, WC guru ( 2 ), WC Peserta didik (14) dan, 1 ruangan
untuk kegiatan rapat.
Sarana dan prasarana pendidikan terdiri dari mobile
(bangku belajar, meja belajar, kursi, almari, meja, kursi tamu
dan lain-lain), papan data, papan tulis, alat peraga, dan lain-lain.
Tiap ruangan kelas dilengkapi dengan mobile sesuai dengan
kebutuhannya seperti : 1 buah almari, 20 set bangku dan meja

52 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


belajar, 1 set meja dan kursi guru, 1 papan tulis, 1 papan absen, 1
papan data dan lain-lain. Ruang kantor kepala sekolah dilengkapi
dengan : 1 set meja kursi tamu, 1 rak piala, 1 almari ATK, 1 meja
kerja, 1 rak keuangan dan buku stambuk, 3 papan data untuk
guru diisi dengan : 12 set meja kursi guru, 1 alamari iventaris, 1
alamari alat peraga, 1 papan pengumuman.

2.Keadaan Guru
Mengenai guru-guru di SMA Negeri 1 Pekutatan
pendidikannya cukup memadai, setiap tahun semakin meningkat.
Jumlah keseluruhan peserta didik pada saat sekarang tepatnya
pada tahun pelajaran 2018/2019 adalah berjumlah 745 orang,
dimana diantaranya 396 orang laki-laki dan 348 orang perempuan.
Seluruh peserta didik tersebut dibina oleh 47 orang personil yang
terdiri atas 1 orang kepala sekolah, 25 orang guru PNS, 11 orang
guru Kontrak, 6 Orang pegawi PNS, dan 5 Pegawai kontrak..
Dilihat dari segi kelengkapan guru dan pegawai sudah dipandang
memadai.
Selain para guru yang secara formal mendidik di sekolah,
pembinaan terhadap peserta didik secara tidak langsung juga
dibantu oleh orang tua peserta didik dan masyarakat (komite
sekolah), dimana peran komite tersebut sangat penting di dalam
kelangsungan dan kelancaaran proses kegiatan belajar mengajar.
Tanpa adanya dukungan dari orang tua peserta didik dan
masyarakat atau komite sekolah, maka proses belajar mengajar
tidak akan berlangsung secara maksimal sesuai dengan apa yang
menjadi harapan para peserta didik, guru dan juga orang tua
peserta didik ataupun masyarakat. Keadaan guru dan pegawai
SMA Negeri 1 Pekutatan dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 53


54

Tabel 4.1
Keadaan Guru dan Staf Tata Usaha SMA N 1 Pekutatan

NO NAMA /NIP JABATAN STATUS

1 I Wayan Rai Gelgel, S.Pd Plt.Kep.Sekolah PNS


Nip. 19670702 199002 1 002
2 Drs.Simon Rubianto Guru Sejarah PNS
Nip. 19670103 199403 1 011
3 R.Sri Woeljanto,HS,S.Pd Guru Kimia PNS
Nip. 19680507 1993 01 1 002
4 I Nyoman Mulyana, S.Pd Guru Penjasks PNS
19641231198404 1 032
5 Ni Made Sukarti, S.Pd Guru Matematika PNS
NIP. 19670805 199002 2 004
6 Ni Nyoman Eryantini, S.Pd Guru Matematika PNS
Nip. 19681231 199202 2 005
7 Drs. I Nyoman Maliada,M.Pd. Guru Bk/ Koordinator BK PNS
Nip. 19571231 198012 1 045
8 Ni Nyoman Sudiartini,S.Pd Guru Agama Hindhu PNS
Nip. 19611225 199103 2 002
9 Ni Nyoman Yani, S.Ag Guru Agama,Pend.Seni PNS
Nip. 19631231 198703 2 206
10 Ni Made Astuti,S.Pd Guru Fisika PNS
Nip. 19630606 199002 2 002
11 I Nengah Hartawan, S.Pd.Kim. Guru Kimia PNS
19651231 199103 1 128
12 I Gede Miana, S.P.d Guru Fisika PNS
Nip. 19671231 199103 1 091
13 I Wayan Sutama,S.Pd Guru Bahasa Indonesia PNS
Nip. 19671231 199105 1 002
14 Ni Wayan Berdikari, S.Pd Guru Fisika PNS
Nip. 19680611 199403 2 008
15 Dra. Ni Komang Tri Suandeni Guru PPKn PNS
Nip. 19680813 199702 2 005
16 Juni Herjanti, S.Pd Guru Biologi PNS
Nip. 19700614 199301 2 001
17 Gst. Komang Kusmayadi, S.Pd Guru Matematika PNS
Nip. 19700530 199802 1 004
Bhs dan Sastra Daerah PNS
18 Ni Putu Sumiathi, S.Pd Bali
NIP.19620408 198603 2 006
19 Ni Wayan Sri Ardani, SPd Guru Bahasa Inggris PNS
Nip. 19800108 200604 2 024

54 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


20 Drs. I Ketut Gunawan Guru Sejarah PNS
Nip. 19631231 200701 1 479
21 I Gede Dody Marwita, S.Pd Guru Bahasa Indonesia PNS
Nip. 19770502 200701 1 033
22 Ni Putu Sudareny, SE Ekonomi/ Akuntansi PNS
19821205200803 2 001
23 Ni Komang Sudiasih,S.Pd Guru Bahasa Inggris PNS
Nip. 19810818 200803 2 002
24 I Made Wira Adi Santika, S.Si Guru TIK PNS
NIP.19860522 201001 1 022
25 Fahmi Syaifudin, S.Pd Guru Bahasa Jepang PNS
19860522 201201 1 004
26 Guru Sejarah Guru Kontrak
Kadek Adi Fitria Negara,S.Pd.
27 Guru Bahasa Indonesia Guru Kontrak
Ni Putu Puspa Rita Dewi, S.Pd
28 Guru Geografi Guru Kontrak
I Komang Agus Adnyana Putra,S.
29 Guru Ekonomi Guru Kontrak
Ni Made Ika Natalia Pradnyani, S.E
30 Guru Bahasa Indonesia Guru Kontrak
I Gede Yodi Saputra, S.Pd
31 Guru Bahasa Inggris Guru Kontrak
Ni Made Yeni Biwirat, S.Pd
32 BK Guru Kontrak
I Kadek Dwi Artayana, S.Pd
33 Guru Bahasa Bali Guru Kontrak
Ni Wayan Parwati, S.Pd
34 BK Guru Kontrak
K.Gd. Adhie Rakha Ciwi,S.Pd
35 Gusti Ngurah Arya Yudha Guru Penjaskes Guru Kontrak
Parmitha,S.Pd.
36 Seni Desain Grafis Guru Kontrak
I Ketut Utara Yana, S.Sn
37 Drs. I Made Sunartha Kepala TU PNS
Nip. 19590929 198603 1 022
38 Putu Wirdana,B.A Inventaris PNS
Nip. 19621231 198303 1 248
39 I Made Sudania Bendaharawan PNS
Nip. 19681231 200701 1 195
40 I Putu Wardana Kepegawaian PNS
Nip. 19770918 200701 1 017
41 I Gst. Agung Komang Wibawa Kepeserta didikan PNS
Nip. 19731220 200701 1 024
42 I Ketut Putra Arjana Persuratan PNS
Nip.19700120 201212 1 003
43 Umum/Kurikulum Pegawai Kontrak
I Komang Eka Ariawan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 55


44 Umum Pegawai kontrak
Nyoman Budiasih
45 Umum/Perlengkapan Pegawai kontrak
Ni Komang Suardani
I Putu Surya Yoga Kusuma
46 Operator Sekolah Pegawai Kontrak

47 Petugas Malam Pegawai Kontrak


I Ketut Warka

Pembinaan parapara
Pembinaan peserta didik yang
peserta didikadayangdi pegawai
ada diSMA Negeri SMA
pegawai 1
Negeri 1selain
Pekutatan, Pekutatan, selain
pendidikan formalpendidikan
atau interaksi formal atau interaksi
belajar mengajar belajar
di kelas, juga
mengajar di kelas, juga diisi dengan kegiatan yang dilakukan di
diisi
luardengan kegiatan yang
jam sekolah yang dilakukan
disebut di luar jam sekolah
dengan kegiatanyang ekstrakurikuler.
disebut dengan
di pegawai SMA Negeri 1 Pekutatan mengembangkan kegiatan
kegiatan ekstrakurikuler. di pegawai SMA Negeri 1 Pekutatan mengembangkan
ekstrakurikuler berupa kegiatan kepramukaan, yang diikuti oleh
pesertaekstrakurikuler
kegiatan didik kelasberupaX sampai dengan kelas
kegiatan kepramukaan, yang XII.
diikuti Peserta didik
oleh peserta
bebas (boleh mengikuti atau tidak mengikuti). Selain ekstra
didik kelas X sampai dengan kelas XII. Peserta didik bebas (boleh mengikuti atau
kepramukaan juga diadakan ekstrakurikuler olahraga yaitu
permainan
tidak bulutangkis,
mengikuti). Selain ekstra taekondo
kepramukaanyangjuga dibina
diadakan oleh guru olah
ekstrakurikuler
raga, yang mana para pemainnya adalah peserta didik-peserta
olahraga yaitu permainan
didik yang memilikibulutangkis, taekondodan
minat, bakat yangprestasi
dibina oleh guru tinggi
yang olah raga,pada
permainan tersebut.
yang mana para pemainnya adalah peserta didik-peserta didik yang memiliki

minat, bakat dan prestasi yang tinggi pada permainan tersebut.

56 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


57

3. Struktur Organisasi, Data Sekolah dan Keadaan Guru

Gambar 4.5

Struktur organisasi SMA Negeri 1 Pekutatan

KEPALA SEKOLAH DEWAN/KOMITE


I Wayan Rai Gelgel,
S.Pd DRS I GEDE WANA

UNIT TATA USAHA


PERPUSTAKAAN I GEDE JIWA

JABATAN GURU

GURU GURU GURU GURU GURU


GURU

KOPERASI GAJI PEMBANTU KEAGAMAAN TU PENJAGA


KOMITE UMUM SEKOLAH

SISWA

4.2 Pengembangan Model Aktivitas Pembelajaran Agama Hindu


Berbasis Pendidikan Karakter di SMA Negeri Pekutatan Kecamatan
4.2 Pengembangan Model Aktivitas Pembelajaran Agama
Pekutatan Kabupaten Jembrana
Hindu Berbasis Pendidikan Karakter di SMA Negeri
Pekutatan
Penelitian Kecamatan Pekutatan
ini adalah penelitian pengembanganKabupaten
yang bertujuan Jembrana
untuk

mengembangkan Model aktivitas pembelajaran Agama Hindu berbasis


Penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang
bertujuan
pendidikanuntuk mengembangkan
karakter ModelDesain
di SMA Negeri Pekutatan. aktivitas pembelajaran
penelitian ini

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 57


Agama Hindu berbasis pendidikan karakter di SMA Negeri
Pekutatan. Desain penelitian ini dikembangkan berdasarkan
model Frenkel (1990), yang terdiri dari tiga tahap umum yaitu (1)
tahap studi pendahuluan, (2) tahap studi pengembangan dan (3)
tahap evaluasi.

4.2.1. Tahap Studi Pendahuluan


Pada tahap ini dilaksanakan 2 kegiatan yaitu melaksanakan
observasi awal dan menganalisis silabus. Observasi awal bertujuan
untuk melihat kondisi di kelas sehubungan dengan aktivitas
yang dilaksanakan dalam pembelajran agama Hindu berbasis
pendidikan karakter. Setelah observasi awal dilaksanakan analisis
terhadap silabuas yang dipergunakan dalam mengajarkan Agama
Hindu yang berbasis pendiidkan karakter. Hasil dari kedua
kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Observasi Awal
Observasi awal dilakukan dengan tujuan: (1) mengobservasi
aktifitas pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas,
(2) mengidentifikasi berbagai masalah yang dihadapi yang
mencakup penentuan KI dan KD, tema/sub tema bahan ajar,
pendekatan, metode dan strategi pembelajaran, materi dan media
pembelajaran, dan jenis serta bentuk asesmen. Dari hasil observasi
yang dilakukan ditemukan hal-hal sebagai berikut :

a) Hasil analisis terhadap RPP ditemukan bahwa (1) dalam


merencanakan pembelajaran guru masih membuat aktivitas
pembelajaran yang sangat tradisional yaitu masih semua guru
menggunakan metode ceramah dan aktivitas pembelajaran

58 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


masih individual, (2) Masih belum secara eksplisit ditulis
nilai karakter apa yang diajarkan, sehingga guru tidak
memberi penekanan pada hal tersebut

b) Hasil observasi terhadap proses belajar-mengajar juga


menunjukkan hal yang sama dengan Perencanaan yang
dibuat. Malah terlihat lebih jelek karena di perencanaan
dikatakan menggunakan metode pembelajaran Contekstual
namun dalam implementasi RPP aktivitas yang dilakukan
hanya menggunakan metode ceramah.

c) Selain analisis terhadap RPP dan observasi saat pelaksanaan


proses belajar mengajar ada beberapa permasalahan yang
juga ditemukan pada guru-guru agama Hindu di SMA Negeri
Pekutatan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana
kesulitan menentukan indikator pencapaian standar. Hal
tersebut terlihat dari indikator yang hanya terpaku pada
pengembangan aspek kognitif semata. Selain itu, berdasarkan
wawancara dengan guru agama Hindu Ni Made Sudiartini,S.
Pd dan Ni Nyoman Yani,S.Ag (wawancara 19 Agustus
2018) ditemukan pula bahwa aspek pengembangan karakter
pada masing-masing indikator belum tercakup dalam silabus
yang dikembangkan di sekolah.

d) Dismping ketiga kegiatan diatas, dalam tahap pendahuluan


ini dilakukan juga analisis silabus yang bertujuan mengetahui
KI, KD, dan indikator serta aspek silabus lainnya yang
tercantum dalam silabus yang telah dikembangkan di sekolah
bersangkutan. Dari hasil analisis tersebut, akan ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 59


KI, KD, dan indikator mana dapat dijadikan dasar pendidikan
berbasis pengembangan karakter.
Silabus, sebagai produk utama pengembangan kurikulum,
merupakan sebuah rencana pembelajaran yang terdiri dari standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, strategi pembelajaran, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar (BSNP:2006). Pada dasarnya, silabus
memiliki 4 komponen dasar yang dapat diintegrasikan dengan
komponen pembelajaran setiap mata pelajaran sebagai satu
kesatuan, yaitu: (1) Standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2)
Tema dan subtema pendidikan karakter yang perlu dikembangkan
dalam pembelajaran agar perangkat kompetensi dimaksud
tercapai, (3) Pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang
cocok dikembangkan agar suasana pembelajaran pengembangan
karakter terefleksi di dalamnya untuk mencapai kompetensi, (4)
Teknik dan jenis asesmen untuk menilai hasil belajar pendidikan
karakter.

2) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar


Kompetensi merupakan perpaduan pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak. McAshan (dalam Mulyasa, 2002)
mengartikan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi
bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku
afektif, kognitif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sementara itu, Tim Pengembang Sertifikasi Kependidikan (2004)
menjelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat tindakan
cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang

60 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Dalam
konsep kompetensi tersebut terkandung aspek, (1) pengetahuan
(knowledge): kesadaran dalam bidang kognitif; (2) pemahaman
(understanding): kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki
oleh individu; (3) kemampuan (skill): sesuatu yang dimiliki oleh
individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan
kepadanya; (4) nilai (value): suatu standar perilaku yang telah
diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang;
(5) sikap (attitude): perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak
suka atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari
luar); dan (6) minat (interest): kecenderungan seseorang untuk
melakukan suatu perbuatan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
kompetensi merupakan suatu perpaduan dari nilai dan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan, yang harus dimiliki oleh
seseorang untuk melakukan suatu tindakan cerdas dalam
mencapai tujuannya. Standar Kompetensi adalah kompetensi
yang dapat dilakukan atau ditampilkan dalam suatu mata
pelajaran; kompetensi dalam mata pelajaran tertentu yang harus
dimiliki oleh peserta didik; kompetensi yang harus dimiliki oleh
lulusan dalam suatu mata pelajaran (Depdiknas, 2003).
Kompetensi Inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai
Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang peserta
didik pada setiap tingkat kelas atau program. Kompetensi Inti
ibaratnya adalah anak tangga yang harus ditapaki peserta didik
untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang Sekolah Dasar
sampai pada jenjang SMTA. Sebagai anak tangga menuju ke
kompetensi lulusan multidimensi, Kompetensi Inti juga memiliki

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 61


multidimensi. Pada ranah sikap, Kompetensi Inti dipecah menjadi
dua sikap: pertama, sikap spiritual yang terkait dengan tujuan
pendidikan nasional membentuk peserta didik yang beriman
dan bertakwa; kedua, sikap sosial yang terkait dengan tujuan
pendidikan nasional membentuk peserta didik yang berakhlak
mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Kompetensi
Inti bukan untuk diajarkan melainkan untuk dibentuk melalui
pembelajaran berbagai kompetensi dasar dari sejumlah Mata
pelajaran yang relevan. Tiap Mata pelajaran harus mengacu pada
Kompetensi Inti yang telah dirumuskan. Semua Mata pelajaran
yang diajarkan dan dipelajari pada kelas harus berkontribusi
terhadap pembentukan Kompetensi Inti.
Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai
berikut:
1) Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap
spiritual;
2) Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap
sosial;
3) Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti
pengetahuan;
4) Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti
keterampilan.
Kompetensi Dasar adalah kompetensi minimal dalam mata
pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan; kompetensi minimal
yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik
dari standar kompetensi untuk suatu mata pelajaran (Depdiknas,
2003). Kompetensi Dasar adalah kemampuan untuk mencapai

62 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


Kompetensi Inti yang harus diperoleh peserta didik melalui
pembelajaran. Kompetensi dasar dirinci untuk memastikan
bahwa capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan
saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara
pada sikap. Dalam hal ini, kompetensi yang harus dimiliki oleh
lulusan peserta didik SMA dalam bidang pendidikan berkarakter.
Kompetensi dasar dalam kelompok Kompetensi Inti sikap (KI-
1 dan KI-2) bukanlah untuk peserta didik karena kompetensi
ini tidak diajarkan, tidak dihafalkan, dan tidak diujikan, tetapi
sebagai pegangan bagi pendidik bahwa dalam mengajarkan Mata
pelajaran tersebut ada pesan-pesan sosial dan spiritual sangat
penting yang terkandung dalam materinya. Kompetensi dasar
yang berkenaan dengan sikap spiritual (mendukung KI-1) dan
individual-sosial (mendukung KI-2) dikembangkan secara tidak
langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik
belajar tentang pengetahuan (mendukung KI-3) dan keterampilan
(mendukung KI-4).
Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai
dengan pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:
1) Kelompok 1 : Kelompok kompetensi dasar sikap spiritual
dalam rangka menjabarkan KI-1
2) Kelompok 2 : Kelompok kompetensi dasar sikap sosial
dalam rangka menjabarkan KI-2
3) Kelompok 3 : Kelompok kompetensi dasar pengetahuan
dalam rangka menjabarkan KI-3
4) Kelompok 4 : Kelompok kompetensi dasar keterampilan
dalam rangka menjabarkan KI-4.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 63


Dari 30 KI dengan 96 KD yang diidentifikasi dari kurikulum
Agama Hindu SMA berhasil digali melalui instrumen kebutuhan
PAH-BPK dan dianalisis dengan menggunakan analisis faktor,
sehingga diperoleh KI dan KD PAH-BPK sebagai berikut.
Tabel 4.2

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar PAH-BPK dalam


Pembelajaran Agama Hindu di Sekolah Menengah Atas

Kelas X
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan mengamalkan 1.1 Menghayati ajaran Catur
ajaran agama yang dianutnya Asrama
1.2 Menghayati ajaran Catur
Warna
1.3 Menghayati konsep Astika
dan Nastika
1.4 Menghayati kitab Upaveda
1.5 Menghayati wewaran dan
wuku dalam wariga
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku 2.1 Mengembangkan perilaku cinta
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli damai, responsif dan proaktif
(gotong royong, kerjasama, toleran, melalui contoh ajaran Catur
damai), santun, responsif dan pro-aktif Asrama
dan menunjukkan sikap sebagai bagian
dari solusi atas berbagai permasalahan 2.2.Mengembangkan perilaku
dalam berinteraksi secara efektif gotong royong dan kerjasama
dengan lingkungan sosial dan alam melalui konsep Catur Warna
serta dalam menempatkan diri sebagai dalam sastra Veda
cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia.

64 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


3.Memahami,menerapkan, 3.1 Memahami hakekat Yajňa dalam
menganalisis pengetahuan faktual, kanda-kanda Ramayana
konseptual, prosedural berdasarkan 3.2 Menyebutkan nilai-nilai Yajňa
rasa ingintahunya tentang ilmu dalam Ramayana
pengetahuan, teknologi, seni, 3.3Menunjukkan aplikasi Upaveda
budaya, dan humaniora dengan dalam kehidupan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, 3.4 Menjelaskan padewasan (baik
kenegaraan, dan peradaban terkait buruknya waktu)
penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural
pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah
4. Mengolah, menalar, dan menyaji 4.1 Mendemonstrasikan lagu
dalam ranah konkret dan ranah abstrak kerohanian (betulkah
terkait dengan pengembangan dari kompetensi dasarnya
yang dipelajarinya di sekolah secara cuma ini saja?
mandiri, dan mampu menggunakan
metoda sesuai kaidah keilmuan

Kelas XI
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran 1.1 Mengamalkan ajaran Catur
agama yang dianutnya Purusārtha
1.2 Mengamalkan ajaran Astangga
Yoga
1.3 Menghayati ajaran Wiwaha/
Perkawinan dalam agama
Hindu
1.4 Mengamalkan ajaran Catur
Marga sebagai jalan
berhubungan dengan Hyang
Widhi
1.5 Mengamalkan ajaran Wibuthi
Marga
1.6 Menghayati isi kitab Manawa
Dharma Sastra

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 65


2.Menghayati dan mengamalkan perilaku 2.1 Mengembangkan perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli jujur, disiplin, peduli dan
(gotong royong, kerjasama, toleran, ramah dengan menjalankan
damai), santun, responsif dan pro- ajaran catur purusarta dalam
aktif dan menunjukkan sikap sebagai kehidupan sehari-hari
bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi 2.2 Mengembangkan perilaku
secara efektif dengan lingkungan bertanggung-jawab, peduli,
sosial dan alam serta dalam santun dan cinta damai,
menempatkan diri sebagai cerminan untuk menciptakan keluarga
bangsa dalam pergaulan dunia dan rumah tangga yang
Sukhinah
3.Memahami, menerapkan, dan 3.1Menjelaskan pelaksanaan
menganalisis pengetahuan faktual, Hatta Yoga dan Yoga Asana
konseptual, prosedural, dan metakognitif 3.2 Menjelaskan hakekat Yajňa
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang dalam Astadasa Parwa
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, Mahabharata
budaya, dan humaniora dengan wawasan
3.3 Menyebutkan nilai-nilai Yajňa
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dalam Mahabharata
dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan 3.4 Menyebutkan contoh-contoh
pengetahuan prosedural pada bidang perilaku Catur Marga
kajian yang spesifik sesuai dengan 3.5 Menyebutkan sloka-sloka
bakat dan minatnya untuk memecahkan Bhagawad Gīta yang terkait
masalah dengan Bhakti Marga dan
Karma Marga
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam 4.1 Melafalkan beberapa sloka
ranah konkret dan ranah abstrak Bhagawadgita
terkait dengan pengembangan dari
yang dipelajarinya di sekolah secara 4.2 Melantunkan sloka-sloka
mandiri, bertindak secara efektif dan dalam Manawa Dharma
kreatif, serta mampu menggunakan Sastra
metoda sesuai kaidah keilmuan

66 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


KELAS: XII

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR


1.Menghayati dan mengamalkan 1.1 Menghayati konsep Yantra,
ajaran agama yang dianutnya Tantra dan Mantra
1.2 Menghayati ajaran Tri Mala dan
Catur Pataka
2.Menghayati dan mengamalkan 2.1 Mengamalkan ajaran Yantra,
perilaku jujur, disiplin, Mantra, Tantra dalam
tanggungjawab, peduli (gotong pelaksanaan ajaran Agama
royong, kerjasama, toleran, Hindu
damai), santun, responsif dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap 2.2 Mengamalkan sikap disiplin
sebagai bagian dari solusi atas dan bertanggung-jawab dalam
berbagai permasalahan dalam melaksanakan Nawa Widha
berinteraksi secara efektif dengan Bhakti
lingkungan sosial dan alam serta
dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia
3.Memahami, menerapkan, menganalisis 3.1 Menjelaskan ajaran Yantra, Tantra
dan mengevaluasi pengetahuan dan Mantra dalam kehidupan
faktual, konseptual, prosedural, dan
3.2 Menjelaskan ajaran Moksha dalam
metakognitif berdasarkan rasa ingin
Susastra Veda
tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora 3.3 Menyebutkan sumber-sumber
dengan wawasan kemanusiaan, Hukum Hindu Susastra Veda
kebangsaan, kenegaraan, dan
3.4 Menjelaskan kebudayan Prasejarah
peradaban terkait penyebab fenomena
dan Sejarah di Indonesia
dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada 3.5 Menjelaskan toeri-teori masuknya
bidang kajian yang spesifik sesuai agama Hindu dari India ke
dengan bakat dan minatnya untuk Indonesia
memecahkan masalah
3.6 Mengetahui Tri Mala dan Catur
Pataka sebagai pengetahuan untuk
menghindari perilaku kurang baik
dalam kehidupan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 67


4.Mengolah, menalar, menyaji, dan 4.1 Memperaktikan ajaran Nawa
mencipta dalam ranah konkret Widha Bhakti sebagai bentuk
dan ranah abstrak terkait dengan Sradha dan Bhakti umat Hindu
pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara 4.2 Mengamati penerapan Hukum
mandiri serta bertindak secara Hindu sesuai dengan Desa, Kala
efektif dan kreatif, dan mampu dan Patra
menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan

A. Tema dan Sub Tema


Tema merupakan pokok pikiran (KBBI, 1995). Tema
dan subtema materi pelajaran merupakan pokok pikiran yang
digunakan sebagai dasar pembelajaran dalam mata pelajaran
tertentu yang dikaitkan dengan lintas kultur guna terciptanya
proses belajar-mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang diharapkan. Dalam silabus yang telah dikembangkan
sebelumnya di sekolah bersangkutan, tema terdapat pada masing-
masing standar kompetensi pada tiap kelasnya . Berdasarkan
studi pendahuluan tersebut selanjutnya dikembangkanlah model
ktivitas pembelajaran yang berbasis pendidikan karakter.

4.2.2. TAHAP STUDI PENGEMBANGAN

4.2.2.1 Pengembangan Draft Awal Model Aktivitas


Dalam tahapan ini dikembangkanlah draft awal model
aktivitas pembelajaran Agama Hindu berbasis pendidikan
Karakter. Dalam pembelajaran di SMA Negeri Pekutatan didisain
beberapa pendekatan dan metode yang digunakan sebagai dasar
untuk mengembangkan aktifitas pembelajaran agama Hindu

68 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


berbasis pendidikan karakter . Pendekatan yang dipergunakan
sebagai dasar adalah: (1) Model Pembelajaran Penanaman
Nilai, (2) Model Pembelajaran Berbasis Perkembangan
Penalaran Moral, (3) Model Pembelajaran Analisis Nilai, (4)
Model Pembelajaran Klsifikasi Nilai, (5) Model Pembelajaran
Project Citizen, dan (6) Model Pembelajaran Berbasis Budaya
Spiritual; sedangkan metode yang dipergunakan adalah metode
pembelajaran kooperatif, partisipatori, inkuiri, diskusi, ceramah,
tanya jawab, penugasan dan sosiodrama yang sekaligus menjadi
aktivitas pembelajarannya. Prosedur pembelajaran (sintaks) dari
masing-masing pendekatan dan metode secara garis besar dapat
dipaparkan sebagai berikut.

(1) Model Aktifitas Pembelajaran untuk Penanaman Nilai


Model aktivitas penanaman nilai berasumsi bahwa
peserta didik perlu menerima nilai-nilai yang dianggap luhur
maupun nilai-nilai modern yang telah diterima oleh dominan
dalam masyarakat. Model aktivitas pembelajaran nilai seperti
ini berasal dari keyakinan ideologi pendidikan perenialisme
dan esensialisme. Menurut pandangan kedua ideologi ini, tugas
pendidikan nilai adalah mentransmisikan nilai-nilai luhur dalam
masyarakat kepada peserta didik agar memungkinkan peserta
didik mengambil peran dalam masyarakat yang dianggap telah
mapan dalam penerapan nilai-nilai utama yang berasal dari
pandangan hidup mereka. Ciri utama pembelajaran penanaman
nilai-nilai adalah para peserta didik harus menerima nilai-nilai
yang diajarkan oleh orang dewasa dan mereka harus mengubah
nilai-nilai yang dianggap tidak relevan oleh kelas dominan
dalam masyarakat. Dalam masyarakat indonesia yang religius

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 69


mapan, model penanaman nilai ini dianggap paling cocok diterapkan dalam
dan memiliki nilai-nilai agama dan telah memiliki nilai-nilai
pendidikan nilai dalam rangka pembentukan karakter bangsa. Pembelajaran
Pancasila yang dianggap mapan, model penanaman nilai ini
dianggap
penanaman paling cocok
nilai dapat diterapkan
dilakukan dalampembelajaran
dengan metode pendidikanlangsung
nilai dalam
atau
rangka pembentukan karakter bangsa. Pembelajaran penanaman
ceramah, simulasi, bermain peran, bermain drama, belajar dengan melakukan, dan
nilai dapat dilakukan dengan metode pembelajaran langsung atau
ceramah, simulasi,
belajar dengan bermain
penguatan peran,
positif dan bermain
negatif. Sintaks drama, belajar
pembelajaran dengan
penanaman
melakukan, dan belajar dengan penguatan positif dan negatif.
nilai adalah sebagai berikut.
Sintaks pembelajaran penanaman nilai adalah sebagai berikut.
Bagan 4.1
Sintaks Pembelajaran Penanaman Nilai

Fase 1 Fase 2

Peserta didik dihadapkan pada Peserta didik mendengarkan


sebuah topik bahasan dan/atau mencari informasi
yang berkaitan dengan topic
bahasan

Fase 3 Fase 4

Peserta didik mencerna dan Peserta didik diberikan tugas


mengertikan topic bahasan dan yang berkaitan dengan topik
menggali nilai-nilai yang bahasan
terdapat didalamnya

Fase 5

Peserta didik mengingat


kembali materi topik bahasan
dan mengaplikasikannya dalam
masyarakat

(2) Model Aktivitas Pembelajaran Berbasis Perkembangan Penalaran Moral


70 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU
Model pembelajaran ini berbasis pada psikologi kognitif Piaget. Menurut

pandangan ini, bagaimana orang membuat pertimbangan dan keputusan nilai-nilai


(2). Model Aktivitas Pembelajaran Berbasis Perkembangan
Penalaran Moral
Model pembelajaran ini berbasis pada psikologi kognitif
Piaget. Menurut pandangan ini, bagaimana orang membuat
pertimbangan dan keputusan nilai-nilai atau moral adalah
sangat tergantung pada perkembangan kognitifnya, terutama
pada perkembangan penalaran moralnya. Menurut Piaget,
perkembangan penalaran moral itu berkembang dari tingkat
heteronom menuju pengambilan keputusan yang bersifat
otonom. Menurut Kohlberg, sebagai pakar perkembangan moral,
pembelajaran nilai-nilai moral itu bersifat bebas dan harus
memfasilitasi perkembangan penalaran moral peserta didik menuju
kemampuan pengambilan keputusan moral secara otonom. Untuk
memfasilitasi peserta didik untuk mampu mengambil keputusan
moral secara otonom, mereka harus diajarkan untuk berhadapan
dengan dilema nilai moral, belajar membuat keputusan moral,
dan belajar memberikan pertimbangan nilai-nilai moral dengan
menggunakan penalaran yang rasional. Melalui diskusi kelompok
peserta didik diajak untuk mendiskusikan secara rasional mengapa
mereka harus mengambil keputusan moral seperti yang mereka
hadapi dengan landasan berfikir secara rasional. Kelebihan model
pembelajaran ini adalah peserta didik sungguh dianggap sebagai
subjek yang bisa menentukan sendiri pilihan nilai moral dan
memberikan penalaran moral secara rasional tanpa terikat oleh
nilai-nilai kelompok tertentu termasuk masyarakat dominan.
Dengan kelebihan ini peserta didik belajar mengembangkan
penalaran nilai-nilai dan moral secara rasional sehingga mampu
membuat keputusan-keputusan nilai dan moral secara otonom.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 71


Sintaks pembelajaran berbasis perkembangan penalaran nilai
72
adalah sebagai berikut.

Bagan 4.2
Sintaks pembelajaran berbasis perkembangan penalaran nilai

Fase 1 Fase 2

Guru menjelaskan Peserta didik dibagi ke dalam


kompetensi yang harus beberapa kelompok sesuai dengan
dicapai serta manfaat dari jumlah peserta didik.
proses pembelajaran serta
pentingnya materi pelajaran Tiap kelompok diberikan sebuah
yang kontekstual permasalahan yang terjadi di sekitar

Fase 3 Fase 4

Tiap kelompok Tiap kelompok


mendiskusikan secara mempresentasikan hasil diskusi
rasional mengapa mereka kelompok mereka di depan kelas
harus mengambil keputusan
moral seperti yang mereka
hadapi dengan landasan
berfikir secara rasional

Fase 5 Fase 6

Kelompok lain memberikan Dengan bantuan guru, peserta


tanggapan terhadap hasil didik menyimpulkan hasil
pemecahan masalah diskusi terhadap permasalahan
kelompok bersangkutan yang diberikan serta
menyimpulkan nilai moral apa
yang harus mereka miliki untuk
menghindari masalah semacam
itu

72 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


(3) Model Aktivitas Pembelajaran Berbasis Perkembangan
Penalaran Moral
Model pembelajaran ini berbasis pada psikologi kognitif
Piaget. Menurut pandangan ini, bagaimana orang membuat
pertimbangan dan keputusan nilai-nilai atau moral adalah
sangat tergantung pada perkembangan kognitifnya, terutama
pada perkembangan penalaran moralnya. Menurut Piaget,
perkembangan penalaran moral itu berkembang dari tingkat
heteronom menuju pengambilan keputusan yang bersifat
otonom. Menurut Kohlberg, sebagai pakar perkembangan moral,
pembelajaran nilai-nilai moral itu bersifat bebas dan harus
memfasilitasi perkembangan penalaran moral peserta didik menuju
kemampuan pengambilan keputusan moral secara otonom. Untuk
memfasilitasi peserta didik untuk mampu mengambil keputusan
moral secara otonom, mereka harus diajarkan untuk berhadapan
dengan dilema nilai moral, belajar membuat keputusan moral,
dan belajar memberikan pertimbangan nilai-nilai moral dengan
menggunakan penalaran yang rasional. Melalui diskusi kelompok
peserta didik diajak untuk mendiskusikan secara rasional mengapa
mereka harus mengambil keputusan moral seperti yang mereka
hadapi dengan landasan berfikir secara rasional. Kelebihan model
pembelajaran ini adalah peserta didik sungguh dianggap sebagai
subjek yang bisa menentukan sendiri pilihan nilai moral dan
memberikan penalaran moral secara rasional tanpa terikat oleh
nilai-nilai kelompok tertentu termasuk masyarakat dominan.
Dengan kelebihan ini peserta didik belajar mengembangkan
penalaran nilai-nilai dan moral secara rasional sehingga mampu
membuat keputusan-keputusan nilai dan moral secara otonom.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 73


74

Sintaks pembelajaran berbasis perkembangan penalaran nilai


adalah sebagai berikut.
Bagan 4.3
. Sintaks Pembelajaran Análisis Nilai

Fase 1 Fase 2

Guru menjelaskan kompetensi Peserta didik dibagi ke dalam


yang harus dicapai serta beberapa kelompok sesuai dengan
manfaat dari proses jumlah peserta didik. Kelompok-
pembelajaran serta pentingnya kelompok tersebut diberi
materi pelajaran yang permasalahan yang terjadi di
kontekstual masyarakat.

Fase 3 Fase 4

Tiap kelompok mendiskusikan Kajian pustaka dan investigasi


secara rasional dan otonom lapangan dapat dipilih sebagai
mengenai cara pemecahan penunjang pengambilan
masalah tersebut. keputusan otonom tiap
kelompoknya.

Fase 5 Fase 6

Tiap kelompok Dengan bantuan guru, peserta


mempresentasikan hasil diskusi didik menyimpulkan hasil
kelompok mereka di depan diskusi terhadap permasalahan
kelas. Karena hasil diskusi yang diberikan serta
kelompok bersifat otonom, menyimpulkan nilai moral apa
walaupun terdapat perbedaan yang harus mereka miliki untuk
jenis keputusan penyelesaian menghindari masalah semacam
masalah di tiap kelompoknya, itu
kelompok lain tidah berhak
memberikan tanggapan terhadap
hasil pemecahan masalah
kelompok bersangkutan

74 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


(4) Model Aktivitas Pembelajaran Klarifikasi Nilai

Model pembelajaran klasifikasi nilai merupakan perpaduan


antara model pembelajaran perkembangan penalaran moral
dan model analisis nilai, tetapi tidak semata-mata berbasis
perkembangan kognitif. Fokus pada pembelajaran klasifikasi nilai
ini adalah membantu peserta didik belajar mengambil keputusan
nilai-nilai dan moral dan menjelaskannya dengan alasan mereka
menurut cara pandang mereka sendiri. Bedanya dengan model
perkembangan kognitif adalah bahwa dalam memberi klarifikasi
atas pilihan nilai-nilai, setiap peserta didik haruslah jujur dan
terbuka dengan diri mereka sendiri: bagaimana perasaan mereka,
bagaimana pandangan dan keyakinan mereka, serta bagaiman
nilai-nilai dan sikap mereka. Dengan model pembelajaran
ini, pemeblajaran tidak hanya menyangkut masalah kognotif,
melainkan juga melibatkan aspek keyakinan dan perasaan peserta
didik dalam pengambilan keputusan nilai. Model pembelajaran
klarifikasi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan cerita
dilema nilai, bermain peran yang dilanjutkan dengan diskusi
klarifikasi nilai, diskusi dialogis dalam memecahkan masalah-
masalah sosial dari sudut peserta didik, metode projek. Dsb.
Langkah-langkah pembelajaran klarifikasi nilai adalah sebagai
berikut:

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 75


76

Bagan 4.4
. Langkah-langkah Pembelajaran Klarifikasi Nilai

Fase 1 Fase 2

Guru menjelaskan Peserta didik bekerja secara


kompetensi yang harus individu untuk memikirkan
dicapai serta manfaat dari pemecahan masalah tersebut
proses pembelajaran serta berdasarkan perasaan, pandangan,
pentingnya materi pelajaran keyakinan, dan sikap mereka.
yang kontekstual

Fase 3 Fase 4

Tiap peserta didik Dengan bantuan guru, peserta


mepresentasikan hasil didik menyimpulkan hasil diskusi
pemecahan masalah mereka. terhadap permasalahan yang
diberikan serta menyimpulkan
nilai moral apa yang harus
mereka miliki untuk menghindari
masalah semacam itu

(5) Model Pembelajaran Project Kewarganegaraan


(5) Model
ModelPembelajaran Project Kewarganegaraan
pembelajaran ini membantu peserta didik
mengembangkan kompetensi menjadi warga Negara yang
Model pembelajaran ini membantu peserta didik mengembangkan kompetensi
baik dalam arti demokratis dan partisipatif. Peserta didik
menjadi warga Negara
diberdayakan untukyang baik dalamkepekaan
memiliki arti demokratis
dandankepedulian
partisipatif. Peserta
social
yang turut mempengaruhi kebijakan public oleh pemerintah
didik diberdayakan untuk memiliki kepekaan dan kepedulian social yang turut
yang mengandung muatan nilai-nilai moral. Peserta didik
mempengaruhi
secara kebijakanatau
kelompok publicklasikal
oleh pemerintah yang mengandung
diberikan kesempatanmuatan nilai-
untuk
mengembangkan projek untuk menyusun usulan kebijakan public.
nilai moral. Peserta didik secara kelompok atau klasikal diberikan kesempatan
Dalam model ini, peserta didik belajar mengidentifikasi masalah-
untuk mengembangkan projek untuk menyusun usulan kebijakan public. Dalam

76model ini, peserta didik belajar


PENGEMBANGAN mengidentifikasi
MODEL PENDIDIKAN masalah-masalah
AGAMA social atau
HINDU

mengidentifikasi kebutuhan masyarakat yang dapat dibantu pemenuhannya


masalah social atau mengidentifikasi kebutuhan masyarakat yang
dapat dibantu pemenuhannya melalui usulan kebijakan public
yang dikembangkan sendiri oleh peserta didik. Setelah itu, peserta
didik belajar membuat berbagai alternative pemecahan masalah
dan menyusun rekomendasi untuk usulan kebijakan public kepada
pejabat pemerintah terkait. Jika usulan dapat diterima masyarakat
atau badan-badan pemerintah terkait, peserta didik selanjutnya
melakukan tindakan atau aksi untuk mewujudkan kebijakan
public demi memenuhi kebutuhan masyarakat. Selanjutnya
peserta didik dengan pendidik dapat melakukan tindakan refleksi
pengalaman belajar untuk menilai efektivitas pembelajaran dalam
mencapai tujuan-tujuan pendidikan nilai/moral. Langkah-langkah78

pembelajaran project citizen adalah sebagai berikut:


Bagan 4.5
. Langkah-langkah pembelajaran project kewarganegaraan

Fase 1 Fase 2

Peserta didik secara kelompok atau Peserta didik belajar


klasikal diberikan kesempatan untuk mengidentifikasi masalah-
mengembangkan projek untuk masalah social atau
menyusun usulan kebijakan public mengidentifikasi kebutuhan
masyarakat yang dapat dibantu
pemenuhannya melalui usulan
kebijakan public yang
dikembangkan sendiri oleh
peserta didik

Fase 3 Fase 4

Peserta didik belajar membuat Jika usulan dapat diterima


berbagai alternative pemecahan masyarakat atau badan-badan
masalah dan menyusun rekomendasi pemerintah terkait, peserta didik
untuk usulan kebijakan public kepada selanjutnya melakukan tindakan
atau aksi untuk mewujudkan
pejabat pemerintah terkait
kebijakan public demi memenuhi
kebutuhan masyarakat

Fase 5

Peserta didik dengan guru dapat


melakukan tindakan refleksi
pengalaman belajar untuk menilai
efektivitas pembelajaran dalam
mencapai tujuan-tujuan pendidikan
nilai/moral

(6) Model Aktivitas Pembelajaran Berbasis Budaya Spiritual

Model pembelajaran ini meyakini bahwa pendekatan ilmu dan pendekatan


PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 77
agama dapat disinergikan, seperti adagium yang menyatakan bahwa ilmu tanpa

agama buta, dan agama tanpa ilmu lumpuh. Pembelajaran nilai-nilai dan moral

dengan model ini meyakini bahwa landasan beribadah pengetahuan kepada


(6) Model Aktivitas Pembelajaran Berbasis Budaya Spiritual
Model pembelajaran ini meyakini bahwa pendekatan ilmu
dan pendekatan agama dapat disinergikan, seperti adagium yang
menyatakan bahwa ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa
ilmu lumpuh. Pembelajaran nilai-nilai dan moral dengan model
ini meyakini bahwa landasan beribadah pengetahuan kepada
masyarakat akan memberikan kehidupan masyarakat yang lebih
baik. Melalui pembelajaran bermakna yang diarahkan oleh
tujuan-tujuan pembelajaran untuk beribadah pengetahuan kepada
masyarakat, peserta didik dengan memanfaatkan segala potensi
pengetahuannya-pengetahuan fisik inderawi, pengetahuan
kinestetik, pengetahuan emosional, pengetahuan intelektual,
pengetahuan social, pengetahuan moral, dan pengetahuan
spiritual- dapat membantu masyarakat menyelesaikan masalah-
masalah social yang dihadapinya. Dengan pembelajaran ini
peserta didik belajar mengaktualisasikan nilai-nilai agama yang
dipelajarinya serta belajar ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
diibadahkan kepada kepentingan masyarakat. Langkah-langkah
80

pembelajaran berbasis budaya spiritual adalah sebagai berikut:


Bagan 4.6

. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Budaya Spiritual

Fase 1 Fase 2

Peserta didik melakukan observasi Dengan memanfaatkan segala potensi


di masyarakat mengenai pengetahuannya (pengetahuan fisik
permasalahan yang mereka hadapi inderawi, pengetahuan kinestetik,
pengetahuan emosional, pengetahuan
intelektual, pengetahuan social,
pengetahuan moral, dan pengetahuan
spiritual) membantu masyarakat
menyelesaikan masalah-masalah social
yang dihadapinya

Fase 3 Fase 4

Mengaktualisasikan nilai-nilai Peserta didik dengan guru dapat


agama yang dipelajarinya MODEL
serta melakukan tindakan refleksi
78 PENGEMBANGAN
belajar ilmu pengetahuan dan
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
pengalaman belajar untuk menilai
teknologi untuk diibadahkan kepada efektivitas pembelajaran dalam
kepentingan masyarakat mencapai tujuan-tujuan pendidikan
nilai/moral
intelektual, pengetahuan social,
pengetahuan moral, dan pengetahuan
spiritual) membantu masyarakat
menyelesaikan masalah-masalah social
yang dihadapinya

Fase 3 Fase 4

Mengaktualisasikan nilai-nilai Peserta didik dengan guru dapat


agama yang dipelajarinya serta melakukan tindakan refleksi
belajar ilmu pengetahuan dan pengalaman belajar untuk menilai
teknologi untuk diibadahkan kepada efektivitas pembelajaran dalam
kepentingan masyarakat mencapai tujuan-tujuan pendidikan
nilai/moral

81
Selain model
Selain model aktivitas
aktivitas di karakter
di atas, nilai atas, yang
nilai karakter
dimasukkan dalamyang
dimasukkan dalam
kompetensi dasarnya kompetensi
adalah dasarnya adalah sebagai berikut:
sebagai berikut:

Tabel 4.7
. Pengembangan Karakter pada Beberapa KD Berdasarkan
Hasil Uji Ahli
Kelas Kompetensi Dasar Karakter Karakter yang Perlu
yang Ada Ditambahkan
X 4.1.Melakukan kunjungan ke Religius, Ingin Disiplin dan Patuh pada
tempat suci Tahu, Cerdas, Aturan Sosial
Percaya Diri
XI 3.1.Melatih diri membuat sarana Religius, Ingin Disiplin dan Kerja Keras
persembahyangan Tahu, Cerdas,
Percaya Diri
4.1.Melaksanakan hari-hari suci Religius, Ingin Bertanggung Jawab dan
keagamaan dalam kehidupan Tahu, Cerdas, Sadar Akan Kewajiban
Percaya Diri
5.1.Melatih diri melaksanakan Religius, Ingin Menghargai Keberagaman,
Catur Paramitha dan Tri Tahu, Cerdas, Patuh pada Aturan social,
Parartha dalam kehidupan Percaya Diri dan Sadar Akan Kewajiban
XI 5.4 Menerapkan ajaran Panca Yama Religius, Ingin Jujur,Demokratis,Santun
dan Nyama Bratha dalam Tahu, Cerdas, Disiplin,Bertanggung
kehidupan sehari-hari Percaya Diri jawab,Menghargai
Keberagaman,
Patuh pada aturan social,
Bergaya hidup sehat,
Sadar akan hak dan
kewajiban,Kerja keras
XII 2.1.Mengunjungi peninggalan- Religius, Ingin Disiplin,Santun,
peninggalan kerajaan Hindu Tahu, Cerdas, Beranggung jawab,
setempat dan wilayah lain Percaya Diri Patuh pada aturan sosial
3.3 Melaksanakan Panca Yadnya Religius, Ingin Sadar pada hak dan
dalam kehidupan sehari-hari Tahu, Cerdas, kewajiban
Percaya Diri

PENGEMBANGAN MODEL
Berdasarkan draft awal PENDIDIKAN
model aktivitas AGAMA
di atas selanjutnya HINDU
dilaksanakanlah 79
tahapan berikutnya yaitu tahap uji ahli. Dalam tahap ini model aktivitas

pembelajaran agama Hindu berbasis pendidikan karakter dan sintax pembelajaran


Berdasarkan draft awal model aktivitas di atas selanjutnya
dilaksanakanlah tahapan berikutnya yaitu tahap uji ahli. Dalam
tahap ini model aktivitas pembelajaran agama Hindu berbasis
pendidikan karakter dan sintax pembelajaran dimintakan validasi
kepada ahli. Ada dua ahli yang dipergunakan sebagai expert
judges dalam tahap ini yaitu: Prof.Dr. Anak Agung Gede Agung,
M.Pd dan Prof.Dr Ida Bagus Yudha Triguna, MS. Hasil uji ahli
menunjukkan : Kriteria yang dipergunakan untuk memilih expert
judges adalah : (1) Guru Besar, (2) memiliki pengalaman mengajar
lebih dari 10 tahun, (3) memiliki keahlian dalam pembeljaran, (4)
memiliki pengalaman membimbing mahaiswa S1, S2 maupun
S3 dalam research and design (R&D) dan (5) bersedia menjadi
judges. Hasil dari validasi ahli diperoleh masukan sebagai berikut:
(a) Model Aktivitas Pembelajaran Agama Hindu Berbasis
Pendidikan Karakter (APAHBPK) memiliki tujuan yang
teridentifikasi dengan jelas
(b) Konsentrasi (area) dari tujuan APAHBPK dinyatakan
dengan jelas
(c) Karakteristik APAHBPK dijelaskan secara eksplisit dan
implisit.
(d) Prosedur pelaksanaan APAHBPK dijelaskan secara
eksplisit dan implisit.
(e) Sarana dan prasarana pelaksanaan APAHBPK tersedia
(f) Model APAHBPK yang dikembangkan sesuai dengan
kurikulum yang diimplementasikan
(g) Model APAHBPK sesuai dengan prinsip belajar dan
prinsip mengajar

80 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


(h) Model APAHBPK yang dikembangkan sudah mengukuti
prinsip prinsip evaluasi
(i) Model APAHBPK dapat menolong peserta didik yang
terkategori ‘sloe leraners’ untuk bisa memiliki capaian
hasil belajar yang lebih baik
(j) Model APAHBPK yang dikembangkan dapat memotivasi
peserta didik untuk selalu mengimplementasikan nilai-
nilai karakter
(k) Model APAHBPK menuntut guru menjadi lebih kreatif
dan inovatif.

4.2.2.2 Revisi Model


Tahapan ini dilaksanakan apabila diperoleh masukan dari
expert sehubungan dengan model APAHBPK . Berdasarkan
masukan yang sudah diberikan. tidak ada revisi yang diberikan
oleh kedua ahli. Oleh karena itu tahapan berikutnya yang
dilaksanakan dalam penelitian pengembangan ini adalah uji
empiris atau evaluasi. Mengingat terbatasnya waktu, uji empiris
dilaksanakan sangat terbatas yaitu hanya di Sembilan Kelas.
Hasil dari uji empiris dapat dilihat dalam deskripsi di bawah ini.

(1) Uji Empiris Terbatas


Uji empiris terbatas dilaksanakan dengan tujuan untuk
memvalidasi model APAHBPK pada khalayak sasaran. Prosedur
pelaksanaan uji empiris adalah dengan mengimplementasikan
penggunaan model APAHBPK dalam pembelajaran. Setelah RPP
diimplementasikan selanjutnya disebarkan rubrik penilaian kepada
guru yang mengimplementasikan RPP dengan model APAHBPK.
Dengan mengaplikasikan model APAHBPK dalam pengajaran di

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 81


sekolah selama 2 minggu, ditemukan hasil implementasi model
APAHBPK sebagai berikut:
(a) Hasil pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Salah satu prosedur yang dilaksanakan dalam rangka
mengevaluasi efektifitas model APAHBPK ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas. Sebagaimana pelaksanaan Penelitian Tindakan 84

Kelas yang dilakukan oleh Guru, prosedur pertama yang


dilaksanakan adalah membuat perencanaan yaitu membuat RPP
yang mengimplementasikan
yang mengimplementasikan model APAHBPK.
model APAHBPK. Hasil PenelitianHasil Penelitian
Tindakan Kelas

Tindakan
menunjukkanKelas menunjukkan
perbaikan sebagai berikut perbaikan
. sebagai berikut.
Tabel 4.3
Hasil Pelaksanaan Penelitian Tindakan

Rerata Rerata Rerata


Rerata
No Jenis model aktivitas penilaian penilaian
karakter Post karakter
Pre -test
Test

1. Model aktivitas 65 Cukup 82 baik


pembelajaran untuk
penanaman nilai

2. Model aktivitas 65 Cukup 82 baik


pembelajaran berbasis
perkembangan penalaran
moral

3. Model aktivitas 65 Cukup 80 baik


pembelajaran Analisis Nilai

4. Model aktivitas 65 Cukup 80 Sangat


pembelajaran Klarifikasi baik
Nilai

5. Model aktivitas 65 Cukup 82 Sangat


pembelajaran Proyek baik
Kewarganegaraan

6. Model aktivitas 65 Cukup 83 Sangat


pembelajaran Berbasis baik
Budaya spiritual

Berdasarkan tabel di atas, dapat dideskripsikan bahwa implementasi model


82 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU
APAHBPK dalam pembelajaran dapat memberikan pengaruh yang cukup

signifikan dalam peningkatan kemampuan memahami konten agama Hindu dan


85
Berdasarkan tabel di atas, dapat dideskripsikan bahwa
implementasi model APAHBPK dalam pembelajaran
dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam
peningkatan kemampuan memahami konten agama Hindu dan
implementasi nilai karakter. Peningkatan tertinggi terjadi pada saat implementasi

implementasi nilai karakter.


model aktivitas pembelajaran yang Peningkatan
berbasis budayatertinggi terjadi pada
spiritual. Peningkatan yang

saat
terjadiimplementasi model
adalah dari rerata pre-testaktivitas
65 menjadipembelajaran yang berbasis
83 pada saat post-test. Sedangkan
budaya spiritual. Peningkatan yang terjadi adalah dari
penilaian karakter berubah dari rerata yang cukup baik menjadi sangat baik.
rerata
pre-test 65 menjadi 83 pada saat post-test. Sedangkan penilaian
Peningkatan yang cukup signifikan juga terjadi pada model aktivitas yang lain.
karakter berubah dari rerata yang cukup baik menjadi sangat
baik. Peningkatan yang cukup signifikan juga terjadi pada model
Hanya saja ada sedikit perbedaan dengan model aktivitas pembelajaran klarifikasi

aktivitas yangkonten
nilai yang secara lain. hanya
Hanya saja ada
meningkat sedikit
mencapai rerataperbedaan dengan
65 pada pretest dan 80

model
pada post aktivitas pembelajaran
test namun klarifikasi
dapat meningkatkan nilai
karakter yangdari
mereka secara
cukupkonten
menjadi
hanya meningkat mencapai rerata 65 pada pretest dan 80 pada
sangat baik. Selain melihat adanya peningkatan pada nilai, disebarkan pula
post test namun dapat meningkatkan karakter mereka dari cukup
kuesioner terhadap guru sebagai pengguna dari model APAHBPK .
menjadi sangat baik. Selain melihat adanya peningkatan pada
nilai, disebarkan
(b) Hasil pula kuesioner terhadap guru sebagai pengguna
Penilaian Guru
dari model APAHBPK .
(b) Hasil Penilaian
Berdasarkan kuesioner Guru
yang diberikan kepada guru setelah melaksanakan RPP

yang berisi APAHBPK, diperoleh hasil sebagai berikut :


Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada guru setelah
melaksanakan RPP yang berisi APAHBPK, diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 4.4
Hasil Penilaian Guru terhadap implementasi
model aktivitas Pembelajaran Untuk Penanaman Nilai

Kurang Sangat
No Pernyataan Setuju
setuju setuju

1. Aktivitas belajar mengajar seperti yang 5% 15% 80%


dilaksanakan saat ini membuat peserta
didik lebih memahami materi yang
diberikan oleh guru

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 83


86

2. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 10% 90 %


dilaksanakan saat ini membuat peserta
didik lebih mampu
mengimplementasikan nilai-nilai
karakter yang harus mereka laksanakan

3. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 90% 10 %


dilaksanakan saat ini menantang peserta
didik untuk melakukan dan mengikuti
pembelajaran dengan lebih baik lagi
4. Aktivitas belajar mengajar seperti yang 85 % 15%
dilaksanakan saat ini dapat membantu
peserta didik untuk mencapai hasil
belajar yang lebih baik

5. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 50% 50%


dilaksanakan saat ini menghargai
kemampuan setiap individu di dalam
kelas

6. Implementasi aktivitas belajar 20% 40% 40%


mengajar seperti yang dilaksanakan saat
ini membuat guru lebih aktif dan kreatif

Tabel 4.5

Hasil Penilaian Guru terhadap implementasi model Aktivitas


Pembelajaran berbasis perkembangan Penalaran Moral

Kurang Sangat
No Pernyataan Setuju
setuju setuju

1. Aktivitas belajar mengajar seperti yang 70% 30%


dilaksanakan saat ini membuat peserta
didik lebih memahami materi yang
diberikan oleh guru

84 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


87

2. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 10% 90 %


dilaksanakan saat ini membuat peserta
didik lebih mampu
mengimplementasikan nilai-nilai
karakter yang harus mereka laksanakan

3. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 60% 40 %


dilaksanakan saat ini menantang peserta
didik untuk melakukan dan mengikuti
pembelajaran dengan lebih baik lagi
4. Aktivitas belajar mengajar seperti yang 15 % 85%
dilaksanakan saat ini dapat membantu
peserta didik untuk mencapai hasil
belajar yang lebih baik

5. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 50% 50%


dilaksanakan saat ini menghargai
kemampuan setiap individu di dalam
kelas

6. Implementasi aktivitas belajar 10% 40% 50%


mengajar seperti yang dilaksanakan saat
ini membuat guru lebih aktif dan kreatif

Tabel 4.6

Hasil Penilaian Guru terhadap Implementasi Model


Aktivitas Pembelajaran Analisis Nilai

Kurang Sangat
No Pernyataan Setuju
setuju setuju

1. Aktivitas belajar mengajar seperti yang 5% 20% 75%


dilaksanakan saat ini membuat peserta
didik lebih memahami materi yang
diberikan oleh guru

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 85


2. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 20% 80 %
dilaksanakan saat ini membuat peserta
didik lebih mampu
mengimplementasikan nilai-nilai
karakter yang harus mereka laksanakan

3. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 70% 30 %


dilaksanakan saat ini menantang peserta
didik untuk melakukan dan mengikuti
pembelajaran dengan lebih baik lagi

4. Aktivitas belajar mengajar seperti yang 85 % 15%


dilaksanakan saat ini dapat membantu
peserta didik untuk mencapai hasil
belajar yang lebih baik

5. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 50% 50%


dilaksanakan saat ini menghargai
kemampuan setiap individu di dalam
kelas

6. Implementasi aktivitas belajar 20% 40% 40%


mengajar seperti yang dilaksanakan saat
ini membuat guru lebih aktif dan kreatif

Tabel 4.7
Hasil Penilaian Guru terhadap implementasi
model aktivitas Pembelajaran Klarifikasi Nilai

Kurang Sangat
No Pernyataan Setuju
setuju setuju

1. Aktivitas belajar mengajar seperti yang 10% 50% 40%


dilaksanakan saat ini membuat peserta
didik lebih memahami materi yang
diberikan oleh guru

2. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 20% 80 %


dilaksanakan saat ini membuat peserta

86 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


90

didik lebih mampu


mengimplementasikan nilai-nilai
karakter yang harus mereka laksanakan

3. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 90% 10 %


dilaksanakan saat ini menantang peserta
didik untuk melakukan dan mengikuti
pembelajaran dengan lebih baik lagi

4. Aktivitas belajar mengajar seperti yang 50 % 50%


dilaksanakan saat ini dapat membantu
peserta didik untuk mencapai hasil
belajar yang lebih baik

5. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 50% 50%


dilaksanakan saat ini menghargai
kemampuan setiap individu di dalam
kelas

6. Implementasi aktivitas belajar 10% 20% 70%


mengajar seperti yang dilaksanakan saat
ini membuat guru lebih aktif dan kreatif

Tabel 4.8
Hasil Penilaian Guru terhadap implementasi Model
Aktivitas Pembelajaran berbasis Budaya Spiritual
Kurang Sangat
No Pernyataan Setuju
setuju setuju

1. Aktivitas belajar mengajar seperti yang 15% 85%


dilaksanakan saat ini membuat peserta
didik lebih memahami materi yang
diberikan oleh guru

2. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 10% 90 %


dilaksanakan saat ini membuat peserta

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 87


91

didik lebih mampu


mengimplementasikan nilai-nilai
karakter yang harus mereka laksanakan

3. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 90% 10 %


dilaksanakan saat ini menantang peserta
didik untuk melakukan dan mengikuti
pembelajaran dengan lebih baik lagi

4. Aktivitas belajar mengajar seperti yang 85 % 15%


dilaksanakan saat ini dapat membantu
peserta didik untuk mencapai hasil
belajar yang lebih baik

5. Aktivitas belajar mengajar seperti yang - 80% 20%


dilaksanakan saat ini menghargai
kemampuan setiap individu di dalam
kelas

6. Implementasi aktivitas belajar 60% 40%


mengajar seperti yang dilaksanakan saat
ini membuat guru lebih aktif dan kreatif

Dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa hampir semua


model
Dari tabelAPAHBPK yang diimplementasikan
di atas dapat dikatakan bahwa hampir semuadalam
model RPP disetujui
APAHBPK yang
oleh hampir 88,5 % guru . Dengan demikian model APAHBPK
diimplementasikan dalam RPP disetujui oleh hampir 88,5 % guru . Dengan
ada pada kategori bagus/baik .
demikian model APAHBPK ada pada kategori bagus/baik .
4.3 Implikasi Pengembangan Aktivitas Model Pembelajaran
4.3 Implikasi Pengembangan Aktivitas Model Pembelajaran Agama Hindu
Agama Hindu Berbasis Pendidikan Karakter pada Siswa
Berbasis Pendidikan Karakter pada Siswa Negeri 1 Pekutatan
Negeri 1Pekutatan
Kecamatan Pekutatan Kecamatan
Kabupaten Pekutatan Kabupaten
Jembrana.
Jembrana.
4.3.1 Adanya Penguatan Terhadap Religiusitas
4.3.1 Adanya Penguatan Terhadap Religiusitas
Implikasi dari Pengembangan Model Pembelajaran
Agama Hindu Berbasis Pendidikan Karakter pada Siswa

88 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


di SMA Negeri Pekutatan Kecamatan Pekutatan Kabupaten
Jembrana sangat berpengaruh besar, terutama dalam penilaian
sikap religiusitas/ketaqwaan peserta didik. Religius merupakan
sikap dan prilaku yang menunjukkan keyakinan akan adanya
kekuatan sang pencipta atau Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan
ini disertai kepatuhan dan ketaatan dalam mengikuti perintah
dan menjauhi segala larangan-Nya. Sikap religius menjadi hal
yang utama dalam lembar penilaian sikap para guru. Walaupun
penilaian sikap ini terkadang dikesampingkan dalam kontribusi
nilai raport sebagai kelulusan peserta didik, tetapi esensinya nilai
sikap merupakan hal yang paling penting dibandingkan nilai
kognitif atau keterampilan peserta didik (Sudiartini, Wawancara
tanggal 7 Agustus 2018).
Menurut Nyoman Yani (Wawancara 7 Agustus 2018)
menyatakan, pada kurikulum 2013 yaitu aspek penilaian guru
terhadap peserta didik ada 3 lembar penilaian yaitu: Daftar nilai
pengetahuan, daftar nilai keterampilan dan lembar pengamatan
sikap peserta didik. Dimana penilaian sikap ketaqwaan peserta
didik masuk dalam indikator penilaian yang ketiga yaitu penilaian
pengamatan sikap peserta didik. Semestinya para guru lebih
mementingkan dan memperhatikan lembar pengamatan sikap
ini yang terkadang banyak diabaikan oleh penilaian para guru.
Berbicara masalah taqwa tidak akan pernah lepas dari ruang
lingkup agama, karena agama adalah sebuah jalan atau keyakinan
yang dianut seseorang dalam bertaqwa terhadap Tuhannya.
Apabila agama telah menjadi bagian yang integral dalam pribadi
setiap umat Hindu, maka agama akan kelihatan dalam segala
tingkah laku umat manusia baik secara individu maupun secara
bersama-sama (Wiana, 1997: 72). Ketaqwaan kepada Tuhan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 89


dimulai dari keyakinan dalam diri, dengan meyakini terlebih
dahulu adanya Tuhan dan segala ajarannya. Oarng yang dikatakan
memiliki sikap ketaqwaan yang baik akan selalu taat, rajin dan
yakin beraktivitas terhadap sesuatu yang berhubungan dengan
Tuhan atau kekuatan yang ada diluar batas kekuatan manusia.
Religious adalah penghayatan dan impelementasi ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari (Naim, 2012: 124). Sikap religious
merupakan cerminan orang beriman yang memiliki keyakinan
yang mantap terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kitab
Rgveda IX.64.21 dijelaskan:
Abdhi venā anūsateyaksanti pracetasah
Mjjanty-avicetasah
Terjemahannya:
Orang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa yang terpelajar
Mempersembahkan doa-doa dan para ahli keagamaan yang dicerahkan
Berniat menghaturkan yajna. orang yang tidak beriman kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dan orang yang bodoh akan tenggelam (Titib, 2006:
67)

Sloka tersebut jelas menegaskan bahwa orang yang


beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, orang yang terpelajar
selalu mempersembahkan doa-doa pujian. Orang yang tidak
beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa serta orang yang bodoh
akan tenggelam ke jurang penderitaan. Oleh karena itu, menjadi
manusia harus selalu mempertebal sradha dan bhakti kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena manusia tidak ada apa-apanya
dihadapan Tuhan. Kitab Slokantara 9 dijelaskan:

90 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


āpadgato ‘pi dosājna dharmasastram na warjayet,
saroruhun yathā bhrngaschinnpakso ‘pi jñātibhi
Terjemahannya:
Seorang yang teguh imam walaupun ia berada dalam kesusahan atau
Bencana besar, ia tidak akan mau melanggar ketentuan-ketentuan dan
Nasehat-nasehat kitab suci. Sama dengan kumbang yang tidak akan mau
meninggalkan bunga seroja walaupun sayapnya di cabut (Sudharta,
2003: 32).

Berdasarkan pada sloka slokantara di atas menjelaskan


orang-orang yang kadar religiousitasnya tinggi, ditandai dengan
sikap teguh iman walaupun sedang menghadapi segala macam
tantangan seperti bencanan, dan disakiti oleh orang lain, ia tetap
teguh dan setia pada nasehat-nasehat kitab suci yang menjadi
keyakinannya. Salah satu contoh yang bisa dilihat pada peserta
didik SMA Negeri 1 Pekutatan mengenai sikap religiusitas/
ketaqwaan yang baik adalah sebagai berikut :

1. Rajin Tri Sandhya/Sembahyang, setiba disekolah langsung


menuju padmasana untuk melaksakan persembahyangan
dan di kelas sebelum pelajaran dimulai jam pertama sesudah
bel masuk berbunyi peserta didik dengan tertib dan khusuk
melaksanakan puja Tri Sandya dalam kelas.
2. Peserta didik yang ditugaskan piket selalu rajin membawa
canang sari dan menghaturkannya disetiap pelinggih /
pelangkiran di lingkungan sekolah, dan selalu membawa
sarana persemhyangan seperti : banten, canang sari, kuangen,
bunga dan dupa ketika hari purnama /tilem dalam melaksanakan
persembahyangan bersama disekolah.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 91


3. Peserta didik selalu melaksanakan matur piuning di padmasana
/pelinggih sekolah dalam memulai atau mengakhiri masa
pembelajaran disekolah.
Sesuai Teori Perubahan Tingkah Laku yang dikemukanan
Allport menyatakan bahwa tingkah laku atau sikap seseorang itu
terbentuk dari kebiasaan sejak lahir, sehingga dalam hal ini sikap
spiritual peserta didik tersebut harus ditanamkan sejak dini, mulai
dari pendidikan keluarga, Sekolah dasar, SMP dan ingkat SMA/K.
Untuk membenahi sikap spiritual dimasa SMA perlu didukung
dengan keyakinan yang tinggi, karena perlu pembiasaan. Melalui
pembiasaan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Pekutatan dalam
menanamkan sikap religius/spiritual peserta didik khususnya
pada sikap ketqwaan seperti: taat melakukan persembahyangan
disekolah, secara rutin memberikan pemahaman tentang
keagaamaan, mengadakan kegiatan Dharma Wacana secara
berkala, melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan
(pesantian, yoga, mejejaitan, tari dan tabuh). Dengan pembiasaan
seperti inilah perubahan pada peserta didik akan terjadi khususnya
pada sikap religius/spiritual dan ketaqwaan peserta didik di SMA
Negeri 1 Pekutatan.
Wiana (1993: 42) membagi tingkatan bhakti menjadi dua
tingkatan yaitu apara bhakti dan para bhakti. Apara Bhakti
artinya bhakti yang perwujudannya masih rendah, dan umumnya
dilakukan oleh mereka yang belum mempunyai tingkat kesucian
tinggi dan pemahaman ilmu pengetahuan serta kebijaksanaannya
belum menonjol. Apara bhakti, orang memuja Tuhan dengan
penuh pengharapan atau permohonan-permohonan. Sedangkan

92 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


para bhakti yaitu pemujaan atau bhakti yang dilakukan umat
yang tingkat kerohaniannya lebih tinggi. Dimana dalam
mewujudnyatakan bhaktinya kepada Tuhan, tidak lagi disertai
dengan permohonan apapun. Dalam kitab Bhagavad Gita XI-54
dan IX-26 disebutkan yaitu:
bhaktyā tv ananyayā śakya
aham evam-vidho ‘rjuna,
jñatum draṣtum ca tattvena
praveṣṭum ca paramtapa

Terjemahannya:

Tetapi, melalui bhakti yang tak tergoyahkan Aku dapat melihat dalam

Realitasnya dan juga memasukinya, wahai penakluk musuh (Arjuna)

(Pudja, 2003: 305).


Patram puṣpam phalam toyam
Yo me bhaktyā prayacchati,
Tad aham bhakti-upahŗtam
Aśnāmi prayatātmanah

Terjemahannya:
Siapapun yang dengan sujud bhakti kepada-Ku mempersembahkan
sehelai
Daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air, Aku terima
Sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci (Pudja,
2005: 239).

Dalam realisasinya, sebagai wujud cinta kasih


dipersembahkan berbagai hal yang terbaik dimiliki manusia.
Seorang petani akan mempersembahkan hasil terbaik yang
dicapai. Seorang seniman akan berusaha mewujudkan rasa bhakti
dengan mewujudkan simbol-simbol keramat atau indah tentang

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 93


Tuhan. dengan demikian, tumbuh dan berkembang berbagai
symbol dan tindakan yang bersifat ekspresif dalam kaitanya
dengan keagungan Tuhan dan tanda pasrah manusia kepada
kekuatan yang lebih tinggi.

4.3.2 Peningkatan Sikap Kejujuran pada Peserta didik SMA


Negeri 1 Pekutatan
Kejujuran merupakan hal yang sangat penting dalam
kehidupan. hampir semua hal didasari dengan sikap kejujuran.
Sikap jujur diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan, apalagi
dalam tahap belajar disekolah. Kejujuran tidak hanya mencakup
pengertian tidak berbohong atau berkata benar, tetapi juga
tindakan tidak mengambil yang tidak menjadi haknya (Raka,
2011: 108).
Sikap kejujuran itu tumbuh mulai dari hati didalam diri
seseorang. Jika sikap kejujuran ini dipupuk dari kecil dan menjadi
sebuah kebiasaan dalam hidup yang akan dibawa sampai tua.
Jadi sikap kejujuran harus dipupuk sejak dini, mulai dari jujur
pada diri sendiri, pada keluarga, teman, serta masyarakat secara
umum. Suatu tingkah laku yang baik dimulai dari sikap kejujuran
yang bagus sejak kecil. Seperti dalam teori perubahan tingkah
laku menurut Allport mengatakan, "Perubahan tingkah laku dapat
dilihat dari perkembangan kepribadian dari sejak lahir sampai
anak pada masa dewasa" (Hall, 1995:25). Kepribadian yang
dipupuk sejak kecil akan menentukan perkembangan tingkahlaku
dimasa dewasa, jadi sangat sulit jika sikap kejujuran harus dirubah
ketika sudah menjadi dewasa. Seperti sikap kejujuran peserta

94 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


didik SMA Negeri 1 Pekutatan yang mendapatkan perhatian lebih
untuk dikembangkan kearah yang lebih baik. Para guru harus
mencari cara yang relevan dalam menumbuhkembangkan sikap-
sikap kejujuran dalam berbagai aspek seperti: pada saat ulangan
peserta didik harus diawasi dengan ketat, sehingga peserta didik
tidak ada lagi kesempatan untuk mencontek.
Kalaupun peserta didik ada yang ketahuan menyontek
harus dihukum dengan tegas supaya bisa menjadi efek jera dan
tidak lagi mengulangi perbuatannya. Dengan membiasakan
peserta didik pada situasi seperti itu, setidaknya sikap kejujuran
secara perlahan mulai meningkat. Jadi sikap kejujuran bisa
dirubah melalui aturan-aturan yang sudah menjadi kebiasaan
dalam lingkungannya. Meskipun terasa sulit, akan tetapi bukan
hal yang mustahil untuk mengubah sikap kejujuran dalam diri
seseorang. Mulai dari pemberian nasihat-nasihat keagamaan,
ceramah dan pendalaman spiritual yang menyebutkan bahwa
sikap ketidakjujuran merupakan sesuatu yang salah dan berdosa
ketika seseorang tidak jujur dalam menjalani kehidupan. Sehingga
langkah-langkah yang ditempuh dalam menumbuhkembangkan
sikap kejujuran ini sejalan dengan realisasi ajaran wirya.
Dimana ajaran wirya menekankan pada keteguhan hati dalam
menjalankan kebenaran (Dharma) seperti: tidak menyontek pada
saat ujian, jujur dalam berkata apa adanya sesuai kebenaran, serta
melaksanakan semua ucapan dengan perkataan sesuai dengan
janji peserta didik yang diucapkan setiap hari senin pada saat
upacara bendera.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 95


4.3.3 Pembentukan Sikap Kedisiplinan Peserta didik Peserta
didik SMA Negeri 1 Pekutatan.

Disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan prilaku


tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Disiplin
adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan
suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada
keputusan, printah, dan peraturan yang berlaku. Juga diartikan
bahwa disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan
yang telah diterapkan tanpa pamrih. Kedisiplinan merupakan
sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku
perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan dan
ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah
yang berlaku. Kedisiplinan seseorang dapat dilatih agar tertanam
dan menjadi kebiasaan dalam diri seseorang dimulai dari disiplin
waktu, berpakaian, berbicara dan bertingkah laku. Kedisiplinan
di SMA Negeri 1 Pekutatan sangat diperhatikan sekali terutama
pada peserta didik yang beraktivitas di lingkungan sekolah. Mulai
dari disiplin waktu, dimana para peserta didik dituntut untuk
datang sebelum bel masuk berbunyi (pukul. 07.30 wita). Khusus
untuk hari senin pukul 07.00 wita bel sudah berbunyi karena ada
apel upacara bendera. Bagi peserta didik yang datang terlambat
biasanya dikenakan sangsi dan dicatat namanya oleh guru BK.
Selanjutnya disiplin dalam berpakaian, hal ini biasanya
paling sering dilanggar oleh peserta didik-peserta didik karena
alasan modis, sehingga banyak peserta didik yang memodifikasi
seragam sekolahnya seperti pakaian model yang dikecilkan
sehingga melanggar dari tata tertib sekolah. Melalui ajaran wirya
yaitu ketekunan, keteguhan dalam menjalankan dharma sikap
integritas yang tinggi khususnya dalam hal kedisiplinan pada

96 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


kebenaran (dharma). Sikap kedisiplinan peserta didik bisa dilatih
melalui kegiatan yang diadakan disekolah seperti: LKBB (Lomba
Kecakapan Baris Berbaris) yang biasanya dilombakan antar kelas
atau sekolah, Lomba gerak jalan, Upacara Bendera dan kegiatan-
kegiatan lain yang mendukung dan melatih sikap kedisiplinan
peserta didik.
Untuk menanamkan sikap kedisiplinan yang baik
khususnya pada kebersihan lingkungan sekolah. Guru dan wali
sepakat membuat program kebersihan berupa sistem kejuaraan
kelas terbersih dan terkotor setiap minggu. Setiap ruangan
kelas dan lingkungannya dinilai kebersihan dan kelengkapan
kelasnya oleh guru yang ditugaskan. Selanjutnya hasil rekapan
kebersihan kelas akan diumumkan setiap hari senin setelah
upacara bendera berlangsung. Kelas yang mendapatkan predikat
terbersih mendapatkan ucapan selamat dari kepala sekolah dan
mendapatkan piala bergilir yang nantinya bisa dipajang diruang
kelas selama 1 minggu. Selanjutnya kelas yang mendapatkan
predikat terkotor mendapatkan sangsi atau hukuman berupa
membersihkan suatu area seperti ruang guru, wc, perpustakaan
dan lingkunyan lainnya.
Melalui program kebersihan ini yang merupakan
aktualisasi dalam hal menanamkan sikap kedisiplinan menjadi
lebih meningkat, terutama kedisiplinan dalam hal kebersihan
kelas dan lingkungannya.Kelas yang dulunya kotor, tidak dirawat
dengan baik sehingga menjadi lebih bersih dan teratur tentunya
sangat bermanfaat untuk terus dikembangkan dilingkungan
sekolah. Selain dalam aktivitas keagamaan, disiplin juga
dilakukan pada saat anak melakukan kewajibannya sehari-hari.
Kedisiplinan peserta didik untuk bangun dipagi rutin dilakukan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 97


oleh peserta didik untuk mempersiapkan diri menuju sekolah.
Mengawali aktivitas harian dilakukan oleh anak-anak dimulai
dengan bangun tidur jam 06.00 di pagi hari, dilanjutkan dengan
mandi, menggunakan pakaian, makan, dan berangkat kesekolah
(Wawancara dengan sudiartini, 27 Agustus 2018).
Sikap spiritual dan sikap disiplin diri dalam segala hal
merupakan aktualisasi dari sikap spiritual itu sendiri seperti:
disiplin waktu, disiplin bersembahyang, disiplin belajar, disiplin
berpakaian, disiplin berbicara serta disiplin dalam bertindak.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa sikap kedisiplinan adalah
modal awal dalam meraih sebuah keberhasilan. Hasil observasi
peneliti menemukan peserta didik sangat atasias dan disiplin
mengikuti pelajaran pada saat belajar dengan tema Yoga Asanas
seperti tampak pada gambar di bawah ini

Gambar 4.6
Peserta didik sedang mengikuti gerakan yoga Asanas

98 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


Gambar 4.7
Peserta didik sedang mengikuti gerakan yoga Asanas

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-


responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang
bila dikenai hukuman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon Slavin (dalam Ariawan, 2013: 38).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa behaviorisme adalah suatu teori
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Dalam
kaitannya dengan tingkah laku manusia, teori bihaviorisme
memandang individu sebagai mahluk reaktif yang memberi
respon terhadap lingkunganya.
Dengan penanaman nilai karakter melaluai disiplin ajaran
Yoga, maka stimulusnya adalah responnya yang memungkinkan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 99


terbentuknya karakter peserta didik. sebagai tahap awal dalam
proses penyucian dengan menahan hawa nafsu yang akan
memberi manfaat menyucikan diri dari segala kekototran. Dalam
yoga sutra patanjali II.1- disebutkan bahwa:

Sutra 1

Tapah swadhyāyeswara pranidhāni kriyā yogah.

Terjemahannya :
Kesederhanaan (tapah), mempelajari kitab-kitab suci (swadyaya),
dan penyerahan hasilnya (pengabdian) pada Tuhan, semuanya ini
merupakan disiplin yoga yang disebut kriya yoga .

Pengamatan peneliti, sikap disiplin bagi peserta didik


SMA Negeri 1 Pekutatan secara umum ditunjukkan juga dengan
disiplin berkendara di jalan raya. Jalan raya di Desa pekutatan
dilalui aktivitas mobil-mobil pengangkut material hasil panen
petani dan mobil truk dari Jawa ke Bali dan NTB. Kendaraan
pengangkut tersebut beroperasi setiap hari bersamaan dengan
aktivitas para masyarakat dan peserta didik berangkat dan pulang
sekolah. Meskipun tidak terdapat rambu-rambu semua kendaraan
berjalan dengan pelan-pelan dan hati-hati agar tidak terjadi
kecelakaan. Begitu pula dengan peserta didik yang menggunakan
transportasi motor untuk beraktivitas menunjukkan sikap disiplin
dengan mendahulukan mobil-mobil tersebut melintas terlebih
dahulu dan menepi di sebelah kiri. Pada saat ingin mendahului
kendaraan peserta didik SMA Negeri 1 Pekutatan melakukannya
dengan hati-hati dengan memperhatikan situasi jalan raya. Sikap
disiplin juga ditunjukkan dalam hal berkumpul untuk musyawarah
terkait program OSIS atau kegiatan ekstrakurikuler tiba di pada

100 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


saat pertemuan dengan tepat waktu. Bagi peserta didik yang
mendahului datang ditempat acara pada saat pertemuan dengan
tenang menunggu waktu dimulainya acara. Sebelum memulai
musyawarah diberikan catatan untuk bersama menyimak dengan
tertib dan tenang. Tanya jawab dalam musyawarah dilakukan
setelah selesai dilakukan penyampaian informasi. Bila dalam
musyawarah terjadi silang pendapat diselesaikan dengan baik
tanpa menyalahkan atau menyudutkan pihak yang lain
Gambar 4.8
Peserta didik sedang diskusi dengan guru agama Hindu

Sumber. Dokumentasi Peneliti 2018

Kedisiplinan yang dilakukan oleh peserta didik SMA


Negeri 1 Pekutatan dalam proses belajar mengajar di Kelas
dapat dikatakan baik. Meskipun terdapat siswa yang kurang
menunjukkan prilaku yang tidak disiplin. Secara keseluruhan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 101


kedisipilinan dijalankan. Kedisiplinan yang berlangsung tidak
terlepas dari peran guru dalam memberikan latihan-latihan
disiplin dalam melakukan aktivitas sehari-hari sehingga peserta
didik terbiasa untuk melakukan kebaikan tersebut. Begitu pula
dengan warga sekolah, kedisiplinan ditunjukkan ke dalam
aktivitas sehari-hari, Wawancara dengan Wakasek Kesiswaan I
Gusti Ngurah Komang Kusumayadi ( 14 Agustus 2018)

4.3.4 Implikasi dalam Membina Sikap Kepedulian Peserta


didik SMA Negeri 1 Pekutatan.
Di zaman sekarang, individualis semakin menjamur
dengan selalu mementingkan diri sendiri. Dikarenakan tuntutan
hidup semakin sulit dan orang berlomba-lomba untuk mengejar
kebutuhan dengan segala keinginannya. Hal ini secara tidak
langsung membuat orang semakin memikirkan atau mementingkan
dirinya sendiri. Sangat berbanding terbalik dengan prinsip hidup
umat Hindu yang menganut ajaran Tat twam asi. Ajaran Tat twam
asi merupakan ajaran kasih sayang, dimana diartikan semua
itu adalah engkau, aku adalah engkau dan engkau adalah aku
(Suhardana, 2010: 56).
Sikap kepedulian merupakan aktualisasi dari ajaran
Tat twam asi dengan prinsip dasarnya kasih sayang, peduli,
perhatian, pengertian dan sepenangguangan. Sikap kepedulian
semestinya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik peduli
kepada sesama, kepada hewan, tumbuh-tumbuhan maupun peduli
terhadap kelestarian lingkungan. Sikap peduli tumbuh dari rasa
sayang yang ada dalam diri manusia, ketika rasa sayang tidak ada
dalam diri manusia maka kepedulianpun tidak akan pernah ada.
Kepedulian terhadap sesama hidup, sangat penting diterapkan

102 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


dalam lingkungan sosial seperti masyarakat, lingkungan kerja,
sekolah dan dimanapun berada. Sikap kepedulian biasanya
dipelajari, dipahami dan dipraktekkan di sekolah. Selain
merupakan salah satu indikator penilaian sikap dalam kurikulum,
sikap kepedulian juga bermanfaat dalam lingkungan sekolah
seperti di dalam kelas ,maupun kepedulian terhadap lingkungan
sekolah.
Menurut Nata (wawancara tanggal 7 Agustus 2018),
menyatakan bahwa sikap kepedulian disekolah yang harus
direalisasikan oleh peserta didik bukan hanya karena penilaian
semata, sikap kepedulian itu timbul dari naluri peserta didik yang
bisa dilihat melalui perbuatan, sikap dan tingkahlaku sehari-
hari. Adapun sikap kepedulian peserta didik di SMA Negeri 1
Pekutatan yang dapat dilihat antara lain:

1. Sesama peserta didik memiliki kasih sayang yang bagus, bukan


hanya karena memiliki hubungan khusus seperti berpacaran,
tetapi kasih sayang yang dimaksud dalam hal menjalin sahabat
atau teman belajar.
2. Peserta didik menunjukkan perhatian terhadap sesama peserta
didik, guru dan warga sekolahserta lingkungannya dalam
menjaga kebersihan sekolah. Peserta didik yang peduli
tidak akan merusak lingkungan apalagi membuang sampah
sembarangan.
3. Peserta didik menjalin komunikasi yang bagus antar sesama
peserta didik, baik dengan kakak kelas maupun adik kelasnya.
Dimana komunikasi atau saling bertegur sapa dengan teman-
temannya merupakan ciri kepedulian yang paling sederhana.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 103


4. Peserta didik saling berbagi, maksudnya peserta didik peduli
kepada teman atau sahabatnya dengan memberikan sesuatu
baik bersifat materi ataupun non materi yang dibutuhkan oleh
orang lain.
6. Peserta didik saling memaafkan ketika terjadi sebuah kesalahan
ataupun perselisihan, memaafkan berarti mempunyai
kepedulian untuk memberi kesempatan berubah kearah yang
lebih baik dalam menjalani hidup.
7. Peserta didik mampu menjalin relasi yang baik terhadap
sesama peserta didik maupun dengan guru. Relasi yang
dimaksud hubungan keharmonisan dalam menjalin kepedulian
dalam bidang belajar mengajar maupun maupun lingkup yang
lainnya.Sikap kepedulian yang direalisasikan di SMA Negeri 1
Pekutatan merupakan hal yang sangat berguna bagi kehidupan
sosial dalam menjalani hidup. Orang yang mempunyai sikap
kepedulian yang tinggi, telah mampu mengontrol ego dalam
diri sendiri dan menumbuhkan kasih sayang yang berlimpah.

4.3.5 Implikasi dalam memupuk Sikap Tanggung Jawab


Peserta didik SMA Negeri 1 Pekutatan.
Tanggung jawab memiliki makna berkewajiban dalam
menangung, memikul segala sesuatunya atau memberikan
jawab dan menanggung akibatnya (Tim Penyusun, 2008: 387).
Sikap tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah
laku atau perbuatannya yang disengaja maupun tidak disengaja.
Dalam konteks sosial, pertanggungjawaban yang dilakukan
seseorang bersifat memberikan kesadaran dalam berbuat

104 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


sesuai dengan kewajiban atau aturan yang berlaku. Sedangkan
pertangguangjawaban dalam konteks teologi, manusia itu akan
menanggung semua perbuatannya sesuai hukum karma dalam
agama Hindu pada khususnya. Salah satu tujuan pendidikan
menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional adalah
membangun warga negara yang bertangung jawab (Raka, 2011:
31). Pelanggaran peraturan baik secara sengaja ataupun tidak
disengaja tanpa memiliki rasa bersalah sama sekali, bukanlah
sebuah tingkah laku yang bertanggung jawab. Sikap tanggung
jawab seseorang bisa dilihat dari loyalitas kerja atau perbuatannya
terhadap kewajiban yang dijalani, mseorang isalnya kewajiban
menjadi peserta didik dalam dunia pendidikan.
Kewajiban seorang peserta didik adalah taat mengikuti
aturan tata tertib sekolah baik itu menyangkut proses pembelajaran
maupun kewajiban dalam membayar SPP di sekolah. Ketika salah
satu kewajibannya tidak terpenuhi, bisa dikatakan bahwa peserta
didik tersebut kurang bertanggung jawab dalam melaksanakan
kewajibannya disekolah. Peserta didik yang mempunyai tanggung
jawab yang lebih adalah peserta didik yang selalu melaksanakan
apa yang sudah menjadi kewajibannya, dan peserta didik yang
tidak melaksanakan kewajibannya pasti mendapatkan sebuah
sangsi sesuai aturan atau tata tertib sekoalah.
Rai Gelgel (Kepala Sekolah) (Wawancara tanggal 7
September 2018) menyatakan banyak peserta didik yang
sudah berbenah dalam pertanggungjawaban suatu kewajiban
disekolah. Misalnya, peserta didik yang mendapatkan piket
harus bertanggung jawab terhadap kebersihan, kelengkapan dan
keperluan lainnya dalam mempersiapkan pembelajaran dikelas.
Melalui adanya sangsi tegas yang diberikan kepada peserta didik

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 105


yang melanggar atau tidak melaksanakan kewajibannya dengan
baik pasti menerima sangsi yang sebanding dengan kesalahannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap tanggung
jawab merupakan suatu sikap kesadaran dalam diri manusia
dimana seseorang sudah memiliki integritas yang kuat yaitu
mampu berucap sesuai perbuatannya, dan bertanggunag jawab
penuh dengan apa yang telah diperbuat. Sikap tanggungjawab
inilah menjadi tolak ukur dari realisasi model pengembangan
pendidikan karakter dalan pembelajaran agama Hindu

4.3.6 Implikasi Tumbuhnya Rasa Hormat Menghormati


Rasa hormat adalah suatu sikap penghargaan, kekaguman,
atau penghormatan kepada pihak lain. Rasa hormat sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik biasa diajarkan untuk
menghormati orang tua, saudara, guru, orang dewasa, aturan
sekolah, peraturan lalu lintas, keluarga, dan budaya serta tradisi
yang dianut masyarakat. Rasa hormat menghormati keluarga
sekolah SMA Negeri 1 Pekutatan terwujud kedalam rasa hormat
kepada keluarga, orang lain, pemimpin, tumbuh-tumbuhan dan
makhluk lainnya sebagai ciptaan Tuhan. Rasa hormat tersebut
mewujudkan rasa penghormatan, saling kasih mengasihi dan
saling menyayangi sehingga terwujud kehidupan yang harmonis.
Rasa hormat di dalam keluarga SMA Negeri 1 Pekutatan
di tunjukkan ke dalam prilaku peserta didik yang mendengarkan
dan menjalankannya nasehat guru, pimpinan sekolah, orang tua.
Saat dinasehati, anak-anak tidak melawan orang tua. Perubahan
prilaku setelah diberikan nasehat peserta didik tidak mengulangi

106 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


lagi kesalahan yang diperbuat dan menjalankan sesuai dengan
perintah guru dan keluarga besar SMA Negeri 1 Pekutatan..
Menurut informan Tri Suandeni menyatakan, peserta
didik SMA Negeri 1 Pekutatan pada dasarnya memiliki rasa
hormat yang tinggi kepada guru, teman, dan orang tua. Setiap
nasehat yang diberikan akan didengarkan dengan saksama
dan menjalankannya sesuai dengan perintah. Walaupun dalam
pelaksanaannya peserta didik kadang-kadang pula melanggar.
Saat terjadi pelanggaran tersebut langsung di nasehati untuk tidak
mengulangi (Wawancara, 17 September 2018).
Selain itu, seorang guru, wali kelas, dan pegawai sekolah
juga memiliki rasa hormat kepada peserta didik pada saat siswa
mencurahkan keinginannya dan bercerita tentang kesehariaannya
akan mendengar secara bersama-sama. Mendengarkan cerita
peserta didik memiliki arti penting bagi guru atau orang tua karena
harus dapat menunjukkan sikap saling menghormati kepada
peserta didik. Siswa mau mendengar nasehat gurunya, sebaliknya
guru juga harus dapat mendengar cerita siswa untuk menjalin
komunikasi dalam keluarga. Suasana ini terjadi pada saat siswa
berkumpul bersama keluarga besar SMA Negeri 1 Pekutatan.
Sikap hormat yang lain juga ditunjukkan. Seperti yang
dikemukakan oleh Rai Gelgel bahwa pada saat bertemu dengan
orang lain peserta didik menyapa satu sama lain bila sudah saling
mengenal tapi bila bertemu dengan orang asing, anak-anak di
Desa Pekutatan menunjukkan rasa hormatnya dengan tidak
mengganggu (Wawancara, 2 September 2018).

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 107


Baik di dalam maupun di luar kesadaran anggota warga
sekolah SMA Negeri 1 Pekutatan yang menjadi bagian dari
masyarakat di Desa Pekutatan memiliki rasa hormat yang tinggi
kepada orang lain dan pemimpinnya sebagai bentuk penghormatan
kepada guru wisesa.

4.3.7 Implikasi dalam Menanamkan Sikap Sopan Santun


Peserta didik SMA Negeri 1 Pekutatan.
Sopan santun merupakan peraturan hidup yang timbul dari
hasil pergaulan sekelompok manusia didalam masyarakat dan
dianggap sebagai tuntunan pergaulan sehari-hari. Sopan santun
harusnya dilakukan dimana saja berada, khususnya pada peserta
didik di SMA Negeri 1 Pekutatan. Dimana hubungan sopan santun
peserta didik di sekolah ini cukup intens, baik antara peserta didik
dengan peserta didik maupun hubungan peserta didik dengan
gurunya. Karena kedekatan antara peserta didik dengan guru
hubungannya seperti sahabat. Peserta didik biasa bertegur sapa
dengan para gurunya dalam berpapasan baik di sekolah maupunn
di luar sekolah (Rai Gelgel,Wawancara tanggal 7 September
2018).
Menurut Kusumayadi (Wawancara 7 September 2018),
menyatakan penanaman sikap Sopan santun peserta didik
di SMA Negeri 1 Pekutatan selalu ditekankan dalam setiap
kesempatan ceramah, memberikan nasihat, maupun melalui
amanat Kepala sekolah pada setiap apel upacara bendera. Guna
memahami pentingnya sikap sopan santun antar sesama manusia
untuk kehidupan yang lebih baik. Sehingga sikap sopan santun
dikalangan peserta didik bisa terjaga dan selalu diaplikasikaan

108 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


dalam kehidupan sehari-hari. Melalui nasihatnasihat yang
diberikan kepada peserta didik, diharapkan peserta didik lebih
paham tentang makna bahwa pentingnya manusia memelihara
sikap sopan santun terhadap sesama, karena sejatinya manusia
merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia
tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lain. Manusia mempunyai
naluri untuk hidup bersama, hidup berkelompok, bersosialisai
dan saling membantu antar sesama manusia. Sikap sopan santun
merupakan hal yang utama dalam bersosialisasi dengan orang
lain, karena dengan menunjukkan sikap santunlah seseorang dapat
dihargai dengan keberadaanya sebagai makhluk sosial. Ketika
seseorang sakit, kena masalah atau bencana manusia butuh orang
lain, hal ini membuktikan bahwa manusia perlu berada di tengah-
tengah manusia lainnya (Sanjaya, 2011: 109). Dalam kehidupan
bersosialisasi antar sesama manusia, sudah tentu taat pada norma-
norma dan etika dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
Sikap sopan santun memberikan banyak pengaruh yang
baik terhadap diri sendiri dan orang lain. Menurut Sadulloh (2009:
84) menyatakan bahwa manusia bersusila adalah manusia yang
memiliki, menghayati dan melakukan nila-nilai kemanusiaan
yang beretika sesuai norma dan bersopan santun yang luhur.
Dengan demikian manusia dalam menjalani kehidupannya dalam
lingkungan sosial harus selalu menjunjung nilai-nilai atau norma
yang berlaku dalam kehidupan sosial.
Melalui ajaran sila dan ksanti sangat relevan sekali,
karena ajaran sila dan ksanti menekankan pada aspek etika,
moral dan sikap sopan santun sesama manusia. Ketika ajaran
sila dan ksantisudah direalisasikan dengan sempurna dalam

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 109


kehidupan khususnya pada lingkungan SMA Negeri 1 Pekutatan,
kenyamanan, keselarasan dan keharmosinan hidup akan selalu
terjaga sesuai aturan, adat serta norma-norma yang berlaku.
Adapun contoh-contoh sikap sopan santun yang dilakukan
peserta didik di SMA Negeri 1 Pekutatan meliputi:

1. Peserta didik selalu bersikap hormat dan santun kepada setiap


manusia terlebih kepada Guru di SMA Negeri 1 Pekutatan.
2. Peserta didik selalu menggunakan kata-kata yang sopan dalam
berkomunikasi di lingkungan sekolah apalagi sampai berkata-
kata kasar.
3. Peserta didik memakai pakaian yang sopan sesuai aturan
tata terib sekolah, serta tidak menggunakan perhiasan yang
berlebihan dalam lingkungan sekoalah.
4. Peserta didik tidak inkut-ikutan bergaya hidup yang menjadi
trend atau mode tentunya yang tidak sesuai dengan budaya
sekolah.
5. Peserta didik saling sayang menyangi dan hormat menghormati
sesame peserta didik maupun dengan para guru.
6. Peserta didik selalu penurut dan santun dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar disekolah, seperti tidak lain-lain
saat diberikan pelajaran disekolah baik teori maupun praktek.
7. Peserta didik selalu memberikan salam saat memulai dan
mengakhiri pelajaran, dan biasanya melakukan budaya salim
(cium tangan) dengan gurunya saat pelajaran terakhir, sebelum
bel pulang berbunyi.

110 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


4.3.8. Implikasi dalam menumbuhkan sikap Sikap Proaktif
Peserta didik SMA Negeri 1 Pekutatan.
Menurut Hartawan (Wawancara tanggal 7 September
2018) menyatakan sikap proaktif peserta didik di sekolah sangat
diperlukan dalam proses belajar mengajar. Membangun sikap
proaktif sangat berguna peserta didik terutama dalam menghadapi
rintangan dalam berinteraksi dengan orang lain. Sikap proaktif
menunjukkan sikap kecerdasan emosi (EQ) yang tinggi. Seseorang
bisa bertahan saat menghadapi masalah, bisa menumbuhkan
motivasi belajar saat kondisi tidak menyenangkan, semua itu
merupakan sikap proaktif yang menunjukkan pengelolaan emosi
secara baik di dalam diri. Penilaian sikap proaktif yang terdapat
dalam lembar penilaian sikap peserta didik, umumnya dilakukan
melalui pengamatan guru secara langsung. Dimana guru
mengamati sikap proaktif peserta didik baik dalam proses belajar
mengajar dikelas maupun dalam melakukan kegiatan sehari-hari
dilingkusan sekolah.
Melalui pengamatan tersebut peserta didik yang
menunjukkan sikap aktif seperti: rajin bertanya, rajin menjawab,
sering berdiskusi, sering bertegur sapa dengan para guru, menjalin
komunikasi yang baik serta sering ikut dalam berbagai kegiatan
disekolah.Perbedaan yang mencolok anatar sikap proaktif peserta
didik dengan peserta didik yang pasif sangat kelihatan dengan
jelas. Melalui kepribadian, pergaulan serta sikap dan prilakunya
mudah diamati untuk mengetahui peserta didik yang benar-benar
memiliki sikap proaktif. Dengan pengelolaan emosi yang baik
dalam diri peserta didik, mampu melahirkan sikap proaktif yang
positif dalam aktifitas disekolah.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 111


Sehingga hal semacam ini perlu didukung dengan ajaran-
ajaran yang sejalan dengan hal tersebut.
Ajaran kesusilaan yang luhur sejalan dengan pengembangan
sikap proaktif peserta didik. Peserta didik SMA Negeri 1 Pekutatan
yang mempunyai beraneka ragam kejuruan sangat penting sekali
menunjukkan sikap proaktif dalam mengembangkan kompetensi
pengetahuan dan keterampilan peserta didik sesuai dengan
jurusannya. Sikap proaktif yang positif mampu mempermudah
menyelesaikan suatu masalah yang terjadi khususnya dalam
proses belajar mengajar misalnya, dengan selalu berkoordinasi
dengan sesama teman ataupun dengan para guru. Melalui
hubungan tersebut tentunya harus berlandaskan dengan etika,
susila dan pemahaman yang baik.
Melalui pemahaman dan realisasikan ajaran prajna dan sila
yaitu dalam menjalin hubungan yang baik antara sesama teman
dan guru dalam menunjukkan sikap proaktif sangat penting sekali
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dibidang sikap
spiritual, sosial, pengetahuan dan keterampilan.
Peserta didik aktif bertanya ketika menemukan kesulitan
dalam proses belajar mengajar Keaktifan peserta didik dalam
proses belajar mengajar disekolah sangat berperan dalam
mensukseskan keberhasilan pendidikan. Dimana saat peserta
didik belum paham terhadap materi yang disampaikan oleh
guru, seorang peserta didik dengan proaktif mencari guru dan
menanyakan materi yang atau hal yang belum jelas. Sehingga
dengan kondisi pembelajaran yang proaktif, semua persoalan
atau masalah bisa terselesaikan. Dalam praktingnya peserta didik
harus aktif berkomunikasi dengan lingkungan, baik dengan para

112 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


guru atau dengan temannya tentu saja harus melalui sopan santun,
etika atau susila yang baik.

4.4 PEMBAHASAN
Dalam proses belajar-mengajar dikenal istilah pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran. Istilah-istilah tersebut
adakalanya digunakan dengan pengertian yang sama. Artinya,
orang menggunakan istilah pendekatan dengan pengertian yang
sama dengan pengertian metode, dan sebaliknya menggunakan
istilah metode dengan pengertian yang sama dengan pendekatan,
demikian pula dengan istilah teknik dan metode.
Sebenarnya, ketiga istilah tersebut mempunyai makna
yang berbeda walaupun dalam penerapannya ketiga-tiganya
saling berkaitan. Anthony (Ramelan, 1982) mengatakan bahwa
pendekatan mengacu pada seperangkat asumsi yang saling
berkaitan dan merupakan dasar teoretis untuk suatu metode.
Pendekatan adalah prosedur yang digunakan guru untuk
mengarahkan kegiatan peserta didik ke arah tujuan yang ingin
dicapai, misalnya pendekatan inkuiri, menemukan sendiri,
pemecahan masalah (Sudjana, 1993).
Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan
(Moelyono, 1990). Dalam metode terdapat unsur-unsur prosedur,
sistematis, logis, terencana dan aktivitas untuk mencapai tujuan
yang disasar. Metode juga mencakup pemilihan dan penentuan
bahan ajar, penyusunan serta kemungkinan pengadaan remedi
dan pengembangan bahan ajar tersebut. Dalam hal ini, setelah
guru menetapkan tujuan yang hendak dicapai, ia mulai memilih
bahan ajar yang sesuai dengan bahan ajar tersebut. Sesudah itu,

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 113


guru menentukan bahan ajar yang sesuai dengan tingkat usia,
tingkat kemampuan, kebutuhan, serta latar belakang lingkungan
peserta didik. Kemudian, bahan ajar tersebut disusun menurut
urutan tingkat kesukaran, yakni dari yang mudah berlanjut pada
yang lebih sukar. Di samping itu, guru merencanakan pula cara
mengevaluasi, mengadakan remedi, serta mengembangkan bahan
ajar tersebut.
Di samping istilah pendekatan dan metode, terdapat istilah
teknik. Teknik pembelajaran merupakan kiat guru menyampaikan
bahan ajar yang telah disusun berdasarkan pendekatan dan
metode yang dianut. Teknik yang digunakan oleh guru bergantung
pada kemampuan guru itu mencari kiat atau siasat agar proses
belajar-mengajar dapat berjalan lancar dan berhasil dengan
baik. Dalam menentukan teknik pembelajaran ini, guru perlu
mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi peserta
didik, dan kondisi-kondisi yang lain. Dengan demikian, teknik
pembelajaran yang dipakai oleh guru dapat bervariasi. Untuk
metode yang sama, dapat digunakan teknik pembelajaran yang
berbeda-beda, bergantung pada berbagai faktor tersebut.
Bedasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa teknik
pembelajaran adalah kiat yang dilakukan oleh guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar untuk dapat memperoleh
hasil yang optimal. Teknik pembelajaran ditentukan berdasar pada
metode yang digunakan, dan metode yang disusun berdasarkan
pendekatan yang dianut. Dengan kata lain, pendekatan atau
metode menjadi dasar penentuan teknik pembelajaran. Dari suatu
pendekatan atau metode dapat diterapkan teknik pembelajaran
yang berbeda-beda pula.

114 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


Kesemua hal di atas dalam pembelajaran tertuang sebagai
aktifitas pembelajaran. Dari hasil implementasi model APAHBPK
dalam pembelajaran ditemukan bahwa model APAHBPK
dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam
peningkatan kemampuan memahami konten agama Hindu dan
implementasi nilai karakter. Peningkatan tertinggi terjadi pada
saat implementasi model aktivitas pembelajaran yang berbasis
budaya spiritual. Peningkatan yang terjadi adalah dari rerata
pre-test 65 menjadi 83 pada saat post-test. Sedangkan penilaian
karakter berubah dari rerata yang cukup baik menjadi sangat
baik. Peningkatan yang cukup signifikan juga terjadi pada model
aktivitas yang lain. Hanya saja ada sedikit perbedaan dengan
model aktivitas pembelajaran klarifikasi nilai yang secara konten
hanya meningkat mencapai rerata 65 pada pretest dan 80 pada
post test namun dapat meningkatkan karakter mereka dari cukup
menjadi sangat baik.
Selain melihat adanya peningkatan pada nilai, disebarkan
pula kuesioner terhadap guru sebagai pengguna dari model
APAHBPK . Hasil kuesioner menemukan bahwa model
pembelajaran APAHBPK memiliki kebaikan sebagai berikut
: (1) Penyisipan pengembangan karakter dapat membantu
mengembangkan kepribadian dan karakter peserta didik sejak
dini. (2) Model APAHBPK dapat merangsang peserta didik
untuk lebih aktif dalam pembelajaran, yang berimbas pada makin
dalamnya penanaman nilai, penalaran moral, analisis nilai, dan
pemahaman budaya spiritual peserta didik bersangkutan.
Dengan pengintegrasian pengembangan karakter, anak didik
dapat dibekali dengan berbagai pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai kepribadian untuk hidup di tengah-tengah masyarakat

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 115


majemuk. Secara psikologis, mereka juga dididik untuk memiliki
kecerdasan multidimensional yang bukan hanya memiliki
kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan fisik, emosionla,
social, moral, dan spiritual. Secara social budaya, pengembangan
karakter memberikan penanaman nilai-nilai kehidupan social
budaya yang bersumber dari nilai-nilai luhur kearifan local, nilai-
nilai Pancasila, dan nilai-nilai global yang dinamis yang sesuai
dengan nilai-nilai local dan nilai-nilai Pancasila. Berdasarkan
hal tersebut dan dihubungkan dengan hasil observasi, diperlukan
adanya pengembangan silabus lebih lanjut yang berbasis pada
pendidikan karakter.

116 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan temuan dan diskusi pada Bab IV, dapat ditarik


simpulan sebagai berikut:

5.1. Simpulan

1. Model Aktivitas Pembelajaran Agama Hindu Berbasis


Pendidikan Karakter adalah model aktifitas yang menggunakan
berbagai pendekatan pembelajaran nilai yang dikembangkan
dengan menyisipkan nilai karakter dalam pembelajarannya
Penyisipan nilai karakter dalam model APAHBPK dapat
membantu mengembangkan kepribadian dan karakter peserta
didik sejak dini. Model APAHBPK dapat merangsang peserta
didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran, yang berimbas
pada makin dalamnya penanaman nilai, penalaran moral,
analisis nilai, dan pemahaman budaya spiritual peserta didik
bersangkutan.

2. Implikasi Pengembangan Model Aktifitas Pembelajaran


Agama Hindu Berbasis Pendidikan Karakter di SMA Negeri
1 Pekutatan yakni: (1) Penguatan Terhadap Religiusitas,
Hidup Harmonis berlandaskan Tri Hita Karana, Religius
merupakan sikap dan prilaku yang menunjukkan keyakinan
akan adanya kekuatan sang pencipta atau Tuhan Yang
Maha Esa. Hal ini diwujudnyatakan melalui; Rajin Tri
Sandhya/Sembahyang, melaksakan persembahyangan dan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 117


di kelas sebelum pelajaran dimulai jam pertama sesudah
bel masuk berbunyi peserta didik dengan tertib dan khusuk
melaksanakan puja Tri Sandya , dan sembahyang pada hari-
hari tertentu. (2) Peningkatan Sikap Kejujuran pada
Peserta didik, hal ini dilakukan dengan realisasi ajaran
wirya. Dimana ajaran wirya menekankan pada keteguhan
hati dalam menjalankan kebenaran (Dharma) seperti: tidak
menyontek pada saat ujian, jujur dalam berkata apa adanya
sesuai kebenaran, serta melaksanakan semua ucapan dengan
perkataan sesuai dengan janji peserta didik yang diucapkan
setiap hari senin pada saat upacara bendera. (3) Pembentukan
Sikap Kedisiplinan Peserta didik, Kedisiplinan seseorang
dapat dilatih agar tertanam dan menjadi kebiasaan dalam diri
seseorang dimulai dari disiplin waktu, berpakaian, berbicara
dan bertingkah laku. Kedisiplinan di SMA Negeri 1 Pekutatan
sangat diperhatikan sekali terutama pada peserta didik yang
beraktivitas di lingkungan sekolah. Mulai dari disiplin waktu,
dimana para peserta didik melaksanakan ajaran wirya yaitu
ketekunan, keteguhan dalam menjalankan dharma sikap
integritas yang tinggi khususnya dalam hal kedisiplinan
pada kebenaran (dharma).(4) Membina Sikap Kepedulian
Peserta didik, Menguatnya Ikatan Persaudaraan (Menyama
Braya., Sikap kepedulian merupakan aktualisasi dari ajaran
Tat twam asi dengan prinsip dasarnya kasih sayang, peduli,
perhatian, pengertian dan sepenangguangan . Sesama peserta
didik memiliki kasih sayang yang bagus, kasih sayang yang
dimaksud dalam hal menjalin sahabat atau teman belajar. (5)

118 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


dalam memupuk Sikap Tanggung Jawab Peserta didik
merupakan suatu sikap kesadaran dalam diri manusia dimana
seseorang sudah memiliki integritas yang kuat yaitu mampu
berucap sesuai perbuatannya, dan bertanggunag jawab penuh
dengan apa yang telah diperbuat. Sikap tanggungjawab
inilah menjadi tolak ukur dari realisasi model pengembangan
pendidikan karakter dalan pembelajaran agama Hindu. (6)
Implikasi Tumbuhnya Rasa Hormat Menghormati.Rasa
hormat terwujud kedalam rasa hormat kepada keluarga, orang
lain, pemimpin, tumbuh-tumbuhan dan makhluk lainnya
sebagai ciptaan Tuhan. Rasa hormat tersebut mewujudkan
rasa penghormatan, saling kasih mengasihi dan saling
menyayangi sehingga terwujud kehidupan yang harmonis.
(7) Menanamkan Sikap Sopan Santun Peserta didik selalu
bersikap hormat dan santun kepada setiap manusia terlebih
kepada Guru selalu menggunakan kata-kata yang sopan dalam
berkomunikasi di lingkungan sekolah apalagi sampai berkata-
kata kasar, memakai pakaian yang sopan sesuai aturan tata
terib sekolah, tidak inkut-ikutan bergaya hidup yang menjadi
trend atau mode tentunya yang tidak sesuai dengan budaya
sekolah saling sayang menyangi dan hormat menghormati
sesame peserta didik maupun dengan para guru. (8) Implikasi
dalam menumbuhkan sikap Sikap Proaktif Peserta
didik . sikap proaktif menunjukkan sikap kecerdasan emosi
(EQ) yang tinggi. Seseorang bisa bertahan saat menghadapi
masalah, bisa menumbuhkan motivasi belajar saat kondisi
tidak menyenangkan, menunjukkan sikap aktif seperti: rajin

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 119


bertanya, rajin menjawab, sering berdiskusi, sering bertegur
sapa dengan para guru, menjalin komunikasi yang baik serta
sering ikut dalam berbagai kegiatan disekolah.

5.2. Saran

Dari apa yang disipulkan di atas, ada beberapa saran yang


dapat disampaikan yaitu :

1. Selain aktivitas tersebut, guru juga perlu mengakomodasi


dan menggabungkan model aktivitas ini dengan metode
pembelajaran yang lain seperti metode (1) ceramah, (2)
simulasi, (3) bermain peran, dan (4) belajar kelompok.

2. Model yang baru dikembangkan ini belum mengembangkan


sumber belajar yang digunakan. Sumber-sumber masih
terbatas pada buku-buku pegangan dan LKS yang ada di
sekolah tersebut. Untuk itu, harus dilakukan penelitian
lanjutan yang dapat mengembangkan sumber belajar,
yakni dengan menambahkan sumber belajar lain yang
lebih kreatif, misalkan materi dan gambar-gambar dari
internet dan buku-buku lainnya yang relevan.

3. Selain materi penelitian ini juga sebaiknya dilanjutkan


dengan penelitian lanjutan yaitu pengembangan assement
pembelajaran Agama Hindu Berbasis pendidikan
Karakter.

4. Kepada keluarga, pengembangan karakter Hindu di


dalam keluarga merupakan tangggung jawab orang tua

120 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


terutama ayah dan ibu. Setiap kebiasaan, prilaku dan
tindakan yang dilakukan oleh orang tua menjadi tauladan
bagi anak, sehingga diharapkan dapat memberikan
contoh-contoh yang baik agar karakter anak baik dapat
bertahan secara permanen.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 121


DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Elmubarok, Zaim. 2009. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

KEMENDIKNAS. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Pendidikan Karakter. Jakarta:


KEMENDIKNAS, Badan Penelitian dan Pengembangan Kurikulum.

KEMENDIKNAS. 2014. Ensiklopedia Lintas Sejarah Indonesia. Penguatan Karakter Bangsa


dalam literasi visual seri 1 - 7. Jakarta: Binar.

Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. 2010. Kebijakan Nasional Pembangunan


Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat.

Kesuma Dharma, dkk. (2011) Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Koesoema A, Doni. 2011. Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern.
Jakarta: PT. Grasindo.

Koesoema A, Doni. (2009). Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger. Jakarta: Grasindo.

Lickona, Thomas. Shapes, dan C. Lewis, CEP’s Eleven. 2003. CEP’s Eleven Principles of
Effective Character Education. Washington: Character Education Partnership.

Lickona, Thomas. 1992. Educating for Character, How our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. New York: Bantam Books.

Maswinara, I Wayan. 2004. Rg. Veda Samhita (Sakala Sakha) Mandala IV, V, VI, VII. Surabaya:
Paramita.

Masnur Muslich. (2011). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan KrisisMultidimensi


onal. Jakarta: Bumi Aksara.

Marhaeni, A. A. I. N.2013. Landasan dan Inovasi Pembelajaran. Singaraja: Universitas


Pendidikan Ganesha

Mertayuda, I Made. 2012 Peranan Guru Agama Hindu Dalam Pembelajaran Budhi Pekerti Bagi
Siswa di Smp N 1 Kerambitan Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan. Tesis (tidak
diterbitkan). Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muchlas Samani dan Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

122 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


Muchlas Samani. 2013. Dimensi Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III,
Nomor 1, Februari 2013

Munir. 2010. Pendidikan Karakter; Membangun Karakter Sejak dari Rumah. Yogyakarta:
Pedagogia.

Mahadiputra. 2013.Implementasi Tri Hita Karana Dalam Meningkatkan Karakter Siswa Hindu
di Sekolah Dasar Negeri No.2 Nyambu Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. (Tesis)
Denpasar: IHDN Denpasar.

Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa.
Jakarta: BPMGAS.

Milles, M.B, & Huberman, AM. (1984). Qualitative Data Analysis. SagePublication Inc.
Mulyasa, E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara

Muthatari, Mohammad. 1990. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Rahmat, Mudjia. 1991. Sosiologi Pedesaan: Studi Perubahan Sosial, Malang: UIN-Malang
Press.
Titib, I Made. 2003 Menumbuhkembangkan pendidikan budi pekerti pada anak (persefektif
agama Hindu). Bandung: Ganeca Excat.

Tim Penyusun Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi Kedua Jakarta: Balai Pustaka.

Tim Penyusun Buku Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Program Pasca Sarjana Institut
Hindu Dharma Negeri Denpasar, 2016. Denpasar: IHDN Denpasar.

Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Undang - Undang No. 23 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK).

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan.

Permendikbud RI Nomor 57 tahun 2014 tentang tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum

Republika, 2002. Makalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 123


Sanjaya, Wina 2006. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Setiawan, Deny. 2013. Peran Pendidikan Karakter Dalam Mengembangkan Kecerdasan Moral:
Jurnal Pendidikan Karakter (Terpublikasi). Yogyakarta: Universitas

Sudharta, Tjok Rai. 2001. Slokantara. Surabaya: Paramita.

Sugiyono.2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: ALFABETA.

Sukadi, 2011. Pendidikan dan Pembelajaran Berorientasi Pembangunan Karakter Bangsa.


Makalah disampaikan pada kegiatan Pelatihan Pendidikan Karakter bagi Staf Dosen
Universitas Ganesha yang dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2011. Singaraja: Undiksha

Suprayoga dan Tabroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Suprayoga dan Tabroni. 2016. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Suteler, I Ketut, 2013. “Peranan Guru Agama Hindu Dalam Menumbuhkembangkan Karakter
Siswa Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kediri Tabanan”(Tesis) Denpasar: IHDN
Denpasar.

Suyanto . 2012. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter: Wawasan, Strategi, dan Langkah


Praktis. Jakarta: Esensi

Titib, I Made. 2003 Menumbuhkembangkan pendidikan budi pekerti pada anak (persefektif
agama Hindu). Bandung: Ganeca Excat.

Triyanto, Abas dan Charles Tedlie, 2007. Mixed Methodologi Mengombinasikan Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Wardhani, Ni Ketut Srie Kusma. 2012. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Karakter Siswa
Hindu Pada SMA Negeri di Propinsi Bali. Disertasi ( tdak dipublikasikan). Denpasar:
UNHI Denpasar.

124 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


PROFIL SINGKAT PENULIS

Dr.Dra.Ni Ketut Srie Kusuma


Wardhani, M.Pd lahir di Rumah Sakit
Tentara Kota Singaraja Kabupaten
Buleleng Tanggal 20 Agustus 1958.
Anak ke 4 dari delapan bersaudara.
Pendidikan Dasar ditempuhn di SD
Negeri 1 Singaraja Tahun 1970, Tamat
Sekolah Menengah Umum Tingkat
Pertama (SMP) Negeri 2 Singaraja
Tahun 1974, Tamat Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri di
Singaraja Tahun 1977. Gelar Sarjana Muda (BA) Civic Hukum
Universitas Udayana di Singarja Tahun 1981 dan Sarjana Muda
Pendidikan Agama Hindu di STKIP Singaraja Tahun 1984Tamat
Sarjana Strata 1 (S1) di STKIP Singaraja Tahun 1986, gelar
Magister (M.Pd) bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan di
IKIP Negeri Singaraja dengan sponsor Japan Pondition dan BPPS
Tahun 2003. Gelar Doktor Pendidikan Agama Hindu diperoleh
di Universitas Hindu Denpasar, dan Post Doktor di Universitas
Leiden Belanda Tahun 2014.

Sejak Tahun 1981 menjadi guru tetap yayasan di SMA


Saraswati Singaraja, diangkat menjadi PNS di SMA Negeri 2
Singaraja Tahun 1987, Sejak Tahun 2000 menjadi dosen di Sekolah
Tinggi Agama Hindu Negeri Denpasar, IHDN Denpasar, dan
peningkatan Status Lembaga menjadi Universitas Hindu Negeri
I Gusti Bangus Sugriwa Denpasar sampai sekarang. Menikah

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 125


dengan Drs. I Gusti Ngurah Putu Gunarsa pada tanggal 2 Februari
1978, dikaruniai dua anak, anak pertama I Gusti Ngurah Agus
Darmasanjaya, ST., MH lahir di Jembrana, 11 Februari 1979,
dan anak ke dua I Gusti Ayu Agung Riesa Mahendradhani,A.
Md Kom., S.Pd., M.Pd., Doktor Can yang lahir di Singaraja 26
September Tahun 1990.

Kegiatan menjadi Dosen ditekuni mulai Tahun 2000


di STKIP Negeri Denpasar pada Fakultas Dharma Acarya (
Pendidikan) dengan pengampu Mata Kuliah Acara Agama Hindu,
Etika Hindu, Niti Sastra, teknik penulisan Karya Tulis Ilmiah,
ditambah dengan tugas menjadi Kajur Pendidikan Bahasa dan
Seni di Tahun 2008. Pernah menduduki jabatan Wakil Dekan II
Fakultas Dharma Acarya September 2008- 2013 dengan membina
mata kuliah Metode Penelitian, Evaluasi pendidikan, Statistik,
Karya Tulis Ilmiah baik di Srata satu (S1) dan srata dua (S2),
Lanjut 2013- 2017 Menjadi Asisten Direktur Pascasarjana IHDN
Denpasar dengan Home Base Dosen pada Magister Dharma
Acarya( pendidikan), mata kuliah yang diampu S1,S2,dan S3
metode penelitian kualiatif dan kuantitatif, Statistik, evaluasi,
TPKTI, seminar penelitian, dan di Tahun 2017 sampai sekarang
diangkat menjadi Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat IHDN Denpasar, dengan mata kuliah yang
dibina adalah metode penelitian kualiatif dan kuantitatif, Statistik,
evaluasi, TPKTI, dan landasan Pendidikan.

Kegiatan penelitian yang pernah dilakukan antara lain


dibidang pendidikan dan Humaniora, dan Prempuan. Kegiatan
Pengabdian kepada Masyarakat diarahkan pada pembinaan

126 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU


masyarakat Hindu, remaja Hindu dan Pasraman, serta penulisan
buku pelajaran agama Hindu, modul PLPG, Itihasa, Buku Guru
dan buku siswa untuk pasraman, serta revolusi mental terutama
pada pendidikan karakter.

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 127


128 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU
PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN AGAMA HINDU 129

Anda mungkin juga menyukai