Anda di halaman 1dari 2

SYOK

kerugian, output urin (volume dan frekuensi), tanda-tanda peringatan, hematokrit, dan
jumlah sel darah putih dan trombosit. Tes laboratorium lainnya (seperti tes fungsi hati dan
ginjal) dapat dilakukan, tergantung pada gambaran klinis dan fasilitas rumah sakit atau pusat
kesehatan. (3) kelompok C, pasien memerlukan perawatan darurat dan rujukan mendesak
ketika pasien berada dalam keadaan kritis, yaitu ketika pasien mengalami: kebocoran plasma
berat yang menyebabkan syok dengue dan / atau akumulasi cairan dengan gangguan
pernapasan; perdarahan hebat; kerusakan organ berat (kerusakan hati, gangguan ginjal,
kardiomiopati, ensefalopati atau ensefalitis). Semua pasien dengan demam berdarah berat
harus dirawat di rumah sakit dengan akses ke fasilitas perawatan intensif dan transfusi darah.
Resusitasi cairan intravena adalah kebutuhan esensial dan biasanya satu-satunya intervensi
yang diperlukan. Larutan kristaloid harus isotonik dan volumenya hanya cukup untuk
mempertahankan sirkulasi yang efektif selama periode kebocoran plasma.Plasma yang hilang
harus segera diganti cepat dengan larutan kristaloid isotonik atau dalam kasus syok hipotensi
maka larutan koloid. Jika memungkinkan, dapatkan perbandingan kadar hematokrit sebelum
dan sesudah resusitasi cairan. Harus ada penggantian lanjutan dari kehilangan plasma lebih
lanjut untuk mempertahankan sirkulasi yang efektif selama 24-48 jam. Untuk pasien yang
kelebihan berat badan atau obesitas, gunakan berat badan ideal untuk menghitung tingkat
infus cairan. Transfusi darah harus diberikan hanya pada kasus-kasus dengan perdarahan
yang dicurigai atau parah. Resusitasi cairan harus dibedakan dengan jelas dari pemberian
cairan sederhan, ini adalah strategi di mana volume cairan yang lebih besar (misalnya bolus
10-20 ml) diberikan untuk jangka waktu terbatas di bawah pemantauan ketat untuk
mengevaluasi respons pasien dan untuk mencegah terjadinya edema paru. Tujuan resusitasi
cairan yaitu untuk meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (mengurangi takikardia,
meningkatkan tekanan darah, volume nadi, menghangatkan ekstremitas, dan capillary refill
<2 detik), memperbaiki perfusi organ akhir (yaitu tingkat kesadaran yang stabil (lebih
waspada atau kurang gelisah), output urin ≥ 0,5 ml / kg / jam, serta menurunkan asidosis
metabolik. pada review menyebutkan bahwa penggunaan kortikosteroid intravena untuk
mengobati dengue-related shock pada anak-anak dan dewasa memilik efek. Para peneliti
mulai menginvestigasi kortikosteroid oral dan intravena efektif untuk mencegah
perkembangan penyakit dengue (Kularatne 2009; Shashidhara 2013; Tam 2012; Villar 2009).
Tetapo WHO tidak memberikan rekomendasi penggunaan kortikosteroid untuk infeksi
dengue berat maupun pada fase awal (WHO 2009).
Sanofi Pasteur baru-baru ini menyelesaikan uji coba Tahap III dari vaksin dengue
rekombinan hidup yang dilemahkan (CYD-TDV; Dengvaxia) di Amerika Latin dan Asia
Tenggara pada akhir 2016 yang telah disetujui di beberapa negara. Hasil dai uji tersebut
menunjukkan bahwa Dengvaxia memiliki potensi untuk mengurangi beban penyakit DBD
dalam pengaturan intensitas transmisi sedang hingga tinggi dimana vaksinasi rutin dilakukan
pada anak usia 9 tahun. Pada daerah dengan intensitas transmisi rendah, peneliti
memperkirakan bahwa vaksinasi dapat meningkatkan insiden rawat inap yang berhubungan
dengue. Namun hasil dari penelitian pada tahun ke 2 dari tindak lanjut uji di Asia Tenggara,
anak-anak yang divaksinasi pada usia 6–11 tahun memiliki risiko lebih tinggi untuk rawat
inap karena demam berdarah dibandingkan dengan kontrol yang tidak divaksinasi (walaupun
temuan ini tidak ditemukan saat uji di Amerika Latin). Komite WHO SAGE
merekomendasikan negara-negara dalam pengenalan Dengvaxia hanya di daerah dengan
endemisitas tinggi (seroprevalensi sekitar 70% atau lebih pada kelompok usia tertentu) dan
pada penggunaannya di kelompok usia tertentu dengan seroprevalensi <50%. Untuk
melengkapi tinjauan ketat data uji klinis, maka diperlukan model matematika untuk
memberikan peluang terhadap prediksi dampak vaksinasi yang sulit diantisipasi pada
penggunaan data uji klinis saat hasil vaksin bervariasi oleh host.
Terdapat cara untuk mengontrol infeksi pada nyamuk Ae.aegepty dengan terinfekai
oleh bakteri Wolbachia yang merupakan bakteri obligat intraseluler. Menurut peneliti upaya
untuk menurunkan kasus dengue dapat dilakukan dengan mengontrol nyamuk dan atau
vaksin DENV. Pencegahan lain terhadap terjadinya infeksi DF dengan mengurangi populasi
nyamuk Ae. Aegepty menurut penelitian yang dilakukan di kota Merida, Mexico (2018)
dengan cara Insecticide Treated Screening (ITS) merupakan insektisida yang dapat berperan
sebagai penghalang baik secara fisik maupun kimia terhadapat nyamuk, karena menargetkan
nyamuk dewasa untuk mengurangi kontak manusia-nyamuk. Pada penelitian tersebut metode
yang dilakukan yaitu memasang kawat nyamuk di pintu dan jendela rumah, serta memberi
insektisida di dalam dan di luar rumah. Kegiatan pengendalian vektor secara rutin dilakukan
selama penelitian berlangsung, kegiatan tersebut termasuk: penyemprotan luar ruangan
dengan organofosfat dan malathion, penyemprotan ruangan dalam karbamat dan piretroid,
dan larvisida dengan temephos. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan aktivitas
insektisida dari bahan ITS akan menurun dengan berjalannya waktu tetapi pengurangan
populasi nyamuk rata-rata 59% pada 6 bulan setelah intervensi dan pengurangan rata-rata
mulai antara 43% dan 65% selama survei berikutnya.

Kesimpulan
Banyaknya populasi yang tinggal di daerah endemik dengan angka infeksi dan kematian yang
tinggi menjadi perhatian pemerintah terhadap pemberantasan dari nyamuk Aedes aegepty
yang menjadi vektor terhadap penyakit demam berdarah. Kini paenelitian dibawah
pengawasan WHO sedang melakukan

Anda mungkin juga menyukai