Laporan Pendahuluan DHF
Laporan Pendahuluan DHF
B. Etiologi
1. Virus dengue
Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia,
maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto,
1990; 36).
2. Vektor : nyamuk aedes aegypti
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne
siensis, infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
420).
3. Host : pembawa.
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga
ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun
virus dengue tipe lainnya.
C. Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi
menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1. Derajat I :
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2. Derajat II :
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan
spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III :
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan
darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80
mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4
derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji torniquet
(+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III
4. Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
5. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma syok yang terjadi
pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau demam berdarah
dengue.
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan
kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba – tiba, tetapi
juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30 – 50 % penderita
demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan
demam suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan
adekuat.
D. Manifestasi Klinis
1. Demam :Awalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2 – 7
hari
2. Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura, ekimosis,
epistaksis, gusi berdarah, dan hematemesis dan / atau melena.
3. Uji torniquet positif : Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset
tekanan darah sampai suatu titik tengah antara tekanan sistolik dan diastolik
selama 5 menit. Hasil uji di nyatakan positif jika tampak 10 atau lebih
petekia per 2,5 cm2. Pada kasus DHF, uji tersebut biasanya memberikan
hasil yang pasti positif bila tampak 20 petekia atau lebih. Hasil uji mungkin
negatif atau agak positif selama fase syok yang dalam. Hasil tersebut
kemudian akan menjadi positif, bahkan terkadang sangat positif, jika
dilakukan setelah pulih dari syok.
4. Pembesaran hati (hepatomegali) : Tampak pada beberapa tahap penyakit
yaitu sekitar 90 – 98 % pada anak anak di thailand, tetapi di negara lain
frekuensinya mungkin bervariasi.
5. Syok : Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan
denyut yang menurun ( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga
dengan kulit yang lembab, dingin, dan gelisah.
6. Temuan laboratorium
a. Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
b. Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau
lebih
Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk
menetapkan diagnosis klinis DHF. Efusi pleura ( tampak melalui rontgen dada )
dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya kebocoran
plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang anemia dan / atau
mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi
dan trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS. ( WHO,
2005 : 19 )
F. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi
komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu
hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi
hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya
komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga
terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal
tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock
dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi
Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran
plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi
jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat
hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia
terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada
daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi
sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan
peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari
ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila
kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai
akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan
(3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi
faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas
kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati;
trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419)
G. Komplikasi
1. Syok
Pada Dengue Hemorrhagic Fever derajat IV akan terjadi syok yang
disebabkan kehilangan banyak cairan melalui pendarahan yang diakibatkan
oleh ekstravasasi cairan intravaskuler.
2. Ikterus pada kulit dan mata
Adanya pendarahan akan menyebabkan terjadinya hemolisis dimana
hemoglobin akan dipecah menjadi bilirubin. Ikterus disebabkan oleh
adanya deposit bilirubin.
3. Kematian
Kematian merupakan komplikasi lebih lanjut dari Dengue Hemorrhagic
Fever apabila terjadi Dengue Shock Syndrom ( DSS ) yang akan berakibat
kepada kematian.
( www. pdpersi.co.id, 2003 )
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
a. Trombosit menurun.
b. HB meningkat lebih 20 %
c. HT meningkat lebih 20 %
d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
e. Protein darah rendah
f. Ureum PH bisa meningkat
g. NA dan CL rendah
h. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
2. Rontgen thorax : Efusi pleura.
3. Uji test tourniket (+)
I. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1 ½ - 2 liter
dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik
dan kompres dingin. Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan.
Luminal diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg im;
anak > 1 tahun 75 mg. jika 15 menit kejang belum berhenti luminal
diberikan lagi dengan dosis 3 mg/ kg BB. Infus diberikan pada pasien
DHF tanpa renjatan apabila : pasien terus menerus muntah, tidak dapat
diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan
hematokrit yang cenderung meningkat.
b. Pasien mengalami syok segera dipasang infus sebagai pengganti cairan
hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL.
Jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau
plasma ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan
renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah
teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup besar,
tekanan sistolik 80 mmHg dan kecapatan tetesan dikurangi menjadi 10
mL/ kg BB/ jam. Pada pasien dengan syok berat atau syok berulang
perlu dipasang CVV untuk mengukur tekanan vena sebtral melalui
vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU. (Ngastiyah, 1997,
hal : 344-345).
c. Cairan (rekomendasi WHO)
Kristaloid
a) Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan
Ringer laktat (D5/RL).
b) Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan
Ringer Asetat (D5/RA).
c) Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam
larutan faali (D5/GF).
Koloid
a) Dextran 40
b) Plasma
(Arif Mansjoer, 2001, hal : 422)
2. Keperawatan
a. Derajat I
Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb
dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24
jam dan kompres dingin.
b. Derajat II
Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah sering
dipasang pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem
dibuka tetesan infus atau tetesan cairan tetap tidak lancer maka jika 2
tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk
memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.
c. Derajat III dan IV (DSS)
a. Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit
(RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 mL/ kg BB/ jam.
b. Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
c. Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
d. Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
e. Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.
f. Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang nasogastrik tube (NGT) untuk
membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT perlu dibilas
dengan Nacl karena sering terdapat bekuan darah dari tube. Tube
dicabut bila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah
membaik sudah boleh diberikan makanan cair walaupun feses
mengndung darah hitam kemudian lunak biasa.
(Ngastiyah, 1997, hal : 345-346)
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
DBD dapat mengenai pada semua umur yang tinggal di daerah tropis.
2. Keadaan Umum
Terjadinya peningkatan suhu tubuh / demam dan disertai ruam macula
popular.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Umumnya klien dengan DHF datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
demam akut 2 – 7 hari, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, malaise,
mual, muntah, sakit kepala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati,
pendarahan spontan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Diantara penyakit yang pernah diderita yang dahulu dengan penyakit DHF
yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF penyakit
itu berulang.
5. Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain, yang tinggal
didalam satu rumah / beda rumah dengan jarak yang berdekatan sangat
menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk.
6. Riwayat Penyakit Lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 nyamuk yaitu: Aedes aeyipry dan Aedes albopiehis,
hidup dan berkembang biak didalam rumah yaitu pada tempat
penampungan air bersih seperti kaleng bekas, bak mandi yang jarang
dibersihkan.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem pernafasan : Tidak ada gangguan dalam pernafasan.
b. Sistem persyarafan : Gangguan dalam sistem persyarafan adalah
terdapat respon nyeri.
c. Sistem cardiofaskuler : Terjadi pendarahan dan kegagalan sirkulasi.
d. Sistem pencernaan : Terjadi anorexia, mual dan muntah.
e. Sistem otot dan integument : Ditemukan peteckie, pegal-pegal pada
seluruh tubuh.
f. Sistem eliminasi : Terjadi gangguan pada sistem eliminasi alvi yaitu
terjadi konstipasi.
8. Pengelompokan Data
a. Data Subyektif
Panas
Lemah
Nyeri ulu hati
Mual dan tidak nafsu makan
Sakit menelan
Pegal seluruh tubuh
Nyeri otot, persendian, punggung dan kepala
Haus
b. Data Obyektif
Suhu tinggi selama 2 - 7 hari
Kulit terasa panas
Wajah tampak merah , dapat disertai tanda kesakitan
Nadi cepat
Selaput mukosa mulut kering
Ruam dikulit lengan dan kaki
Epistaksis
Nyeri tekan pada epigastrik
Hematomesis
Melena
Gusi berdarah
Hipotensi
9. Data Penunjang
a. Hematokrit meningkat
b. Trombositopenia
c. Masa perdarahan memanjang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma.
5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah
baring.
6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh.
7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopenia.
E. Evaluasi Keperawatan
1. Suhu tubuh dalam batas normal 36,5-37,5C
2. Nyeri hilang atau berkurang
3. Gangguan pemenuhuan kebutuhan nutrisi tubuh tercukupi
4. Keseimbangan volume cairan
5. Aktivitas dan kebuthan sehari-hari terpenuhi
6. Syok hipovolemik tidak terjadi
7. Tidak terjadi perdarahan luas
DAFTAR PUSTAKA