Kelompok D - Yaksube Aziz - B9404221070 - Penanganan Korneal Squestrum Pada Kucing Domestic Short Hair
Kelompok D - Yaksube Aziz - B9404221070 - Penanganan Korneal Squestrum Pada Kucing Domestic Short Hair
Disusun oleh:
Yaksube Aziz, SKH B9404221070
Latar Belakang
Korneal squestrum merupakan suatu keadaan yang terjadi pada kornea yang
telah mengalami kornea ulser dalam kurun waktu yang panjang/kronis. (Gelatt 2014)
Kornea merupakan struktur pada mata bagian depan yang memiliki warna transparan
dan tersusun atas outer epitelium, middle stroma dan inner endothelium. Kornea ulser
biasanya hanya terjadi bila mekanisme pertahanan okular mengalami gangguan atau
kerusakan. Namun beberapa bakteri dapat berpenetrasi pada epitel kornea normal,
seperti N. gonorrhoeae, N. meningitidis, C. diphteriae, dan H. influenza (Kanski 2007).
Respon positif ditunjukkan oleh pasien dengan hasil fluorescein test negatif pasca 2
minggu pengobatan. Akan tetapi, masih terdapat jaringan-jaringan berwarna putih
kecoklatan yang menutupi permukaan korneal. Terapi dilanjutkan dengan memberikan
cendoxitrol s.2.d.d selama 2 minggu.
Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk mempelajari cara penulisan resep dan
penggunaan obat yang dapat diberikan berdasarkan jurnal studi kasus tentang korneal
squestrum pada kucing
TINJAUAN PUSTAKA
Corneal ulcer
Ulkus korneal atau corneal ulcer merupakan penyakit yang sering terjadi pada
anjing ataupun kucing. Ulkus korneal umumnya terjadi karena adanya trauma atau
benturan, selain itu ulkus korneal juga dapat terjadi akibat infeksi, alergi, trichiatis,
enteropion dan kurangnya air mata. Infeksi sekunder pada ulkus korneal lebih banyak
disebabkan karena bakteri gram negatif seperti Pseudomonas dibandingkan dengan
bakteri gram positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Karakteristik individu
seperti usia, ras dan geografis daerah merupakan faktor yang erat kaitannya dengan
penyakit okular (Stiles 2014). Pada tingkat kejadian kronis, kornea ulser dapat
menimbulkan korneal squestrum dengan adanya perubahan jaringan menjadi gelap
kecoklatan (Gelatt 2014).
Deksametason
Deksametason termasuk dalam obat corticosteroid golongan glucocorticoid.
Efek utama dari golongan glucocorticoid adalah menyimpan glikogen hepar dan
memiliki efek anti-inflamasi yang tinggi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan
air dan elektrolit kecil (Ritter et al. 2008).
Deksametason merupakan salah satu corticosteroid sintesis terampuh.
Kemampuan deksametason dalam mengatasi peradangan dan alergi kurang lebih
sepuluh kali lebih hebat dari pada yang dimiliki prednisone. Mekanisme aksi dari
deksametason dalam mengurangi inflamasi adalah dengan menekan migrasi neutrofil,
menurunkan produksi mediator inflamasi, dan mengembalikan permeabilitas kapiler.
Deksametason memiliki waktu paruh 3 jam dan diekskresikan melalui urin dan feses
(Walker 2012).
PROSEDUR PRAKTIKUM
Anamnesa
Seekor kucing berjenis kelamin jantan dengan usia ±4 bulan dengan berat badan
0,7 kg ditemukan mengalami gejala berupa mata kiri kotor dan tertutup di daerah
Belimbing Malang. Temuan klinis yang ditemukan pada kucing Jono diantaranya
adalah mata sinister menutup dan ditemukan adanya discharge berwarna putih
kekuningan dengan kondisi tubuh 2/5 dan pada pemeriksaan fisik lainnya tidak
ditemukan adanya kelainan.
Pemeriksaan Klinis
Uji reflek menace dilakukan untuk melihat reflek mata terhadap pergerakan
objek yang mendekati mata secara tiba-tiba, terutama untuk mengamatai adanya
gangguan pada nervus opticus dan nervus facialis. Reflek dari uji menace dapat berupa
kedipan mata atau memalingkan kepala menjauhi stimulus (Turner 2008). Hasil uji
menunjukkan hasil positif.
Pemeriksaan refleks Dazzle adalah untuk mengetahui refleks subcortical
yang merespon cahaya terang yang masuk ke mata secara cepat. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui kondisi nervus cranial II (nervusoptikus), rostral
colliculus, supraoptic nuclei dari hypothalamus dan cranial nervus VII (menginervasi
orbicularis oculli) berperan pada pemeriksaan refleks dazzle. Refleks dazzle dilakukan
untuk mengevaluasi fungsi retina dan nervus opticus (Turner 2008). Hasil uji
menunjukkan hasil uji positif. Pada pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui
adanya respon pupil yaitu midriasis dan miosis.
Pemeriksaan pupillary light reflex (PLR) dapat dioptimalkan pada ruangan
pemeriksaan yang gelap. Pemeriksaan pupillary light reflex (PLR) dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu direct PLR dan konsensual PLR. Direct PLR digunakan untuk
melihat reflex pupil pada salah satu mata, sementara itu konsensual PLR untuk melihat
reflex kedua pupil (mata kanan dan mata kiri)karena kedua reflex pupil akan merespon
sama antara mata kanan dengan mata kiri (Turner 2008). Pada pemeriksaan ini pasien
pada kedua pupil mata pasien masih dapat merespon dengan baik.
Schimer tear test atau STT adalah sebuah tes yang digunakan mengukur
produksi air mata. Tes air mata ini aman dan tidak memerlukan anestesi. Sebuah strip
uji khusus yang menyerupai kertas lakmus ditempatkan ke kelopak mata, untuk
membuat kontak dengan kornea. Setelah strip ditempelkan pada mata kucing, mata
tersebut ditutup dan dibiarkan selama 1 menit. Kemudian dilihat hasilnya yang
ditentukan oleh seberapa banyak warna yang terlihat pada kertas strip (Turner 2008).
Hasil uji adalah 18, dengan nilai rentang normal 15-20 (Turner 2008).
Fluorescein test atau disebut FT merupakan suatu tes yang digunakan untuk
mendeteksi dan mengetahui adanya perlukaan atau abrasi pada permukaan kornea.
Aplikasi dilakukan dengan meneteskan FT pada mata atau FT strip yang telah dibasahi
terlebih dahulu dengan Nacl fisiologis dan ditempelkan pada mata. Larutan FT yang
berwarna orange akan mengalir dan menyebar ke seluruh permukaan mata. Mata
kemudian dibilas dengan larutan saline untuk membersihkan sisa warna flourescein.
Pewarna FT menempel hanya pada area yang terabrasi dan dapat diamati dengan
opthalmoscope yang diberi pencahayaan sinar ultra violet (Croix 2010). FT yang
dilakukan pada kucing Jono adalah sebanyak 3 kali yaitu pada saat pemeriksaan
pertama, pemeriksaan kedua dilakukan pada saat 2 minggu post terapi dan pemeriksaan
ketiga dilakukan pada 3 minggu post terapi. Pada pemeriksaan pertama FT
menunjukkan adanya garis warna hijau yang teramati sehingga diindikasikan kucing
jono mengalami kornea ulser. Sedangkan pada pemeriksaan kedua dan ketiga tidak
menunjukkan adanya warna hijau yang mengindikasikan ulser pada kornea telah
mengalami perbaikan.
6x sehari
Ulser pada Cendogenta Tetes sebanyak 2
-
kornea 0,3% mata tetes selama
2 minggu
Masih
adanya 2x dalam 2
Tetes
jaringan Cendoxitrol - minggu sebanyak
mata
putih 1 tetes
kecokelatan
……………………….
R/ Cendoxitrol 5 ml No. I fls
s. b. d. d. gutt. Ophth. I o. s.
……………………….
Nama : Jono
Jenis/Ras : Kucing/DSH
Berat Badan : 0,7 kg
Nama pemilik : Ajis
Alamat : Lebak Bulus
PEMBAHASAN
Pemeriksaan mata pada pasien diawali dengan pemeriksaan dasar dengan
memperhatikan pemeriksaan menace response. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui adanya respon neurologis dari hewan apabila diberikan gerakan mendadak
yang membuat hewan akan berkedip (Turner 2008). Pemeriksaan tersebut
menunjukkan hasil bahwa pasien masih memiliki respon untuk berkedip pada mata kiri
setelah dilakukan pemeriksaan dengan memberikan gerakan mendadak. Melihat respon
dari pasien yang berkedip dapat diketahui bahwa kondisi neurologis dari pasien
terutama nervus optikus dan nervus cranialis II masih baik selain itu pada kondisi
berkedip juga menunjukkan kondisi nervus facialis dan nervus cranialis VII masih
baik. Pemeriksaan selanjutnya adalah dengan melakukan pemeriksaan dazzle dengan
menggunakan pen torch tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui kondisi
dari retina (Turner 2008). Pemeriksaan terhadap kondisi glandula lakrimalis dari pasien
juga menunjukkan hasil bahwa kondisi glandula lakrimalis pasien masih menghasilkan
air mata dengan baik yaitu dengan hasil sekitar 19 mm/min. Pemeriksaan fluorescein
test pada pasien menunjukkan hasil bahwa terdapat luka pada kornea (gambar 2).
SIMPULAN
Ulkus korneal atau corneal ulcer merupakan penyakit yang sering terjadi pada
anjing ataupun kucing. Ulkus korneal umumnya terjadi karena adanya trauuma atau
benturan, infeksi, maupun alergi. Ulkus korneal yang kronis dapat menimbulkan
terjadinya korneal squestrum yang berupa adanya warna gelap kecoklatan pada kornea.
Terapi dapat diberikan cendo genta 0.3 % yang mengandung antibiotik dan cendoxitrol
yang mengandung antibiotic dan antiinflamasi
DAFTAR PUSTAKA
Aquino RP, Giulia A, Teresa M, Paola R, Amalia P. 2013. Design And Production Of
Gentamicin/Dextrans Microparticles By Supercritical Assisted Atomisation
For The Treatment Of Wound Bacterial Infections. International Journal Of
Pharmaceutics 440(1): 188– 194
Biswell R, Vaughan DG, Asbury T. 2011. Ophtalmology Umum Ed. 14. Jakarta(US):
EGC
Brooks, G.F., J.S. Butel, S.A. Morse. 2001. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Pertama.
Jakarta(ID): Salemba Medika
Charles FL, Lora L, Morton P. 2011. Drug Information Handbook 20th Edition.
USA(US): Lexi Comp.
Kardena IM. 2020. Patologi Veteriner Sistem Mata dan Telinga. Indonesia(ID):
Universitas Udayana
Lachman L, Herbert L, Joseph LK. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1
dan 2. Terj. dari The Theory and Practice of Industrial Pharmacy.
Jakarta(ID): Penerbit UI Press.
Lim M, Goldstein MH, Tuli S. 2003. Growth factor, cytokine and protease interactions
during corneal wound healing. Ocul Surf. 1(2):53–65.
Gales AC, Reis AO, Jones RN. 2001. Contemporary Assessment of Antimicrobial
Susceptibility Testing Methods for Polymyxin B and Colistin: Review of
Available Interpretative Criteria and Quality Control Guidelines. J. Clin.
Microbiol. 39(1): 183-190.
Gelatt, K.N., and Gelatt, J.P. 2011. Veterinary Ophthalmic Surgery. USA(US):
Elsevier ltd.
Moskowitz SM, Ernst RK, Miller SI. 2004. PmrAB, A Two-Component Regulatory
System of Pseudomonas aeruginosa that Modulates Resistance to Cationic
Antimicrobial Peptides and Addition of Aminoarabinose to Lipid A. J.
Bacteriol. 186(2): 575-579.
Ritter JM, Lewis LD, Mant TGK, Ferro A. 2008. A Textbook Of Clinical Pharmacology
and Therapeutic Fith Edition. United Kingdom (US): Hodder Arnold
Stiles J. 2014. Ocular manifestations of feline viral diseases. The Veterinary Journal,
201(2):166-173.
Theresia M, Rifaida E, Ratu S. 2011. Membran alginat sebagai Pembalut Luka Primer
dan Media Penyampaian Obat Tropikal untuk Luka yang Terinfeksi. Jurnal
Riset Industri. 5(2): 159 - 172
Walker. 2012. Clinical Pharmacy and Therapeutics. United Kingdom (US): Elesevier
Wattimena JR, Nelly CS, Mathilda BW, Elin YS, Andreanus AS dan Anna RS. 1991.
Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press