Anda di halaman 1dari 15

Praktikum 2

GAMETOGENESIS

Gametogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan gamet, dimulai sejak awal
perkembangan gonad pada periode pralahir dan dilanjutkan setelah hewan lahir hingga pubertas. Pada
hewan jantan pembentukan gamet disebut spermatogenesis sedangkan pada hewan betina disebut
oogenesis. Baik pada hewan jantan maupun betina, gametogenesis terjadi dua macam pembelahan sel,
yakni pembelahan mitosis untuk memperbanyak jumlah sel gamet tetapi tetap 2n (spermagonia, oogonia)
dan pembelahan meiosis untuk mereduksi jumlah kromosom gamet menjadi setengahnya atau n
(spermatid, ovum). Selain mengalami reduksi jumlah kromosom, pada pembelahan meiosis juga terjadi
peristiwa crossing over yang memungkinkan terjadinya pertukaran materi genetik pada pasangan kromosom
yang homolog. Dengan demikian, meskipun dihasilkan dari hewan yang sama akan tetapi setiap gamet
yang dihasilkan dari pembelahan meiosis memiliki genetik yang ”unik” berbeda antara satu gamet dengan
gamet yang lain.
Selain keunikan genetik, gametogenesis juga memiliki kekhususan lain dimana pendewasaan sel gamet
menyebabkan gamet memiliki ukuran dan bentuk yang ”khas” sesuai dengan kebutuhan proses
perkembangan selanjutnya. Sel telur mengambil sebagian besar sitoplasma pada saat pembelahan meiosis
yang akan dipakai untuk perkembangan awal embrio sehingga sel telur mempunyai ukuran ”raksasa”
dibandingkan dengan ukuran sel normal. Sebaliknya, sel spermatozoa justru membuang sebagian besar
sitoplasma sehingga memiliki ukuran yang kecil. Selain itu, spermatoza memiliki inti (mengandung DNA)
kompak, membentuk tudung akrosom, dan membentuk ekor yang memungkinkan spermatozoa dapat
menjalankan fungsinya untuk membuahi sel telur.

Penuntun Praktikum Embriologi dan Genetika Perkembangan | 1


Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan sel kelamin (gamet) jantan, dengan keseluruhan
prosesnya terjadi di tubulus seminiferus. Pada masa pra-lahir (prenatal), spermatogonia mengalami
pembelahan mitosis untuk memperbanyak jumlah sel, tetapi tidak dilanjutkan ke pembelahan meiosis.
Kemampuan mitosis spermatogonia tetap dipertahankan baik setelah hewan lahir maupun setelah
pubertas.
Spermatogenesis terdiri dari dua rangkaian proses yaitu spermatositogenesis dan spermiogenesis.
Spermatositogenesis adalah perubahan sel spermatogonia menjadi spermatid melalui serangkaian
pembelahan mitosis dan meiosis. Sedangkan spermiogenesis adalah perubahan bentuk atau morfologi dari
spermatid menjadi spermatozoa.

Spermatositogenesis
Pembelahan sel secara mitosis pada spermatositogenesis bertujuan untuk memperbanyak (proliferasi)
dan memelihara (maintenance) jumlah spermatogonia. Terdapat tiga tipe sel spermatogonia, yaitu: A, I
(intermediet), dan B (Gambar 2.1). Spermatogonia A akan mengalami pembelahan secara mitosis menjadi
A1 sampai A4. Kemudian A4 dan spermatogonia I akan menjadi spermatogonia B. Spermatogonia A
merupakan sumber spermatogenesis, sedangkan spermatogonia B merupakan sumber yang akan
memasuki pembelahan secara meiosis menjadi spermatosit primer. Setelah terjadi penggandaan DNA,
spermatosit primer akan memasuki tahap meiosis I membelah menjadi spermatosit sekunder. Selanjutnya
spermatosit sekunder segera memasuki tahap meiosis II membelah menjadi spermatid yang haploid.

Gambar 2.1. Spermatogenesis pada mamalia (Hyttel et al., 2010)

2 | Fahrudin et al.
Spermiogenesis
Spermatid yang semula berbentuk bulat akan mengalami proses perubahan (transformasi) bentuk
(morfologi) menjadi spermatozoa yang dikenal dengan proses spermiogenesis (Gambar 2.2). Proses
spermiogenesis terbagi atas empat tahap, yaitu:
1. Tahap Golgi (Golgi Phase). Merupakan tahap pembentukan gelembung akrosom (acrosomic vesicle).
Aparatus golgi akan membentuk granul-granul pra-akrosom dan bergabung membentuk gelembung
akrosom yang lebih besar yang terletak di salah satu sisi inti spermatid. Sementara gelembung
akrosom terbentuk, sentriol bergerak ke dasar inti spermatid berseberangan dengan posisi
gelembung akrosom.
2. Tahap Cungkup (Cap Phase). Merupakan tahap perluasan dari gelembung akrosom menutupi
sebagian inti spermatid. Gelembung akrosom memipih dan berbentuk cungkup menutupi bagian
depan inti. Sentriol proksimal menjadi dasar tempat melekatnya flagellum (ekor), sedangkan sentriol
distal berkembang menjadi aksonema (bagian sentral flagellum) yang mulai mengalami perpanjangan
menjauhi inti spermatid.
3. Tahap tudung akrosom (Acrosomal Phase). Merupakan tahap inti dan sitoplasma mulai melonjong.
Inti spermatid mulai melonjong dan akrosom mulai menutupi sebagian besar bagian anterior inti.
Sitoplasma mulai meramping dan bergerak kearah caudal. Leher dan annulus mulai terbentuk.
4. Tahap Pematangan (Maturation Phase). Merupakan tahap akhir dari pembentukan spermatozoa.
Mitochondria yang merupakan pabrik energi bagi spermatozoa bergerak dan berkumpul mengelilingi
flagela pada pangkal ekor membentuk bagian midpiece. Serabut luar yang mengelilingi falgellum
mulai terbentuk. Annulus menjadi bagian yang menghubungkan bagian midpiece dengan bagian
principle piece (ekor) spermatozoa. Selanjutnya sisa-sisa sitoplasma dibuang dalam bentuk
cytoplasmic droplets.

A B C D E
Gambar 2.2. Tahapan spermiogenesis, perubahan spermatid menjadi spermatozoa. A. Tahap
golgi, B. Tahap cungkup akrosom, C. Tahap tudung akrosom, D. Tahap
pematangan, dan E. Spermatozoa (Santos et al., 2010)

Setelah terbentuk, spermatozoa akan lepas dari epitelium tubulus seminiferus masuk ke
lumen (rongga) tubulus yang dikenal dengan proses spermiasi. Selanjutnya spermatozoa akan di
dorong oleh kontraksi otot polos dinding tubulus menuju rete tesitis, ductuli eferentes, lalu ke
epididymidis. Di epididydimidis spermatozoa akan mengalami proses pendewasaan
(pematangan) dan memperoleh kemampuan gerak atau motilitas.

Perbedaan Testis Muda dan Dewasa


Pada saat lahir, parenkhima testis masih berupa tali-tali testis (testicular cord). Tali-tali testis
masih padat belum membentuk tubulus yang berlumen, serta jaringan interstisial yang relatif lebar
(Gambar 2.3A). Di dalam tali-tali testis hanya terdapat dua jenis sel, yaitu sel-sel pra-
spermatogonia dan sel-sel pra-Sertoli. Sel pra-spermatogonia terletak di sentral tali testis,
berukuran besar dan dalam jumlah yang sedikit. Dalam satu penampakan tali testis sayatan
melintang biasanya hanya terlihat sekitar satu sampai tiga sel spermatogonia. Sebaliknya, sel pra-
Sertoli berukuran lebih kecil, terletak berjejer di sepanjang membar basal dan dalam jumlah yang
banyak. Jumlah sel Sertoli relatif tetap sampai dewasa dan penelitian menunjukkan jumlah sel
pra-Sertoli pada saat perinatal akan menentukan jumlah spermatozoa yang akan dihasilkan pada
saat pubertas nanti.
Selanjutnya sel pra-spermatogonia mulai bermigrasi ke arah membran basal membentuk
spermatogonia. Tali testis kemudian berongga dan membentuk tubulus seminiferus yang

Penuntun Praktikum Embriologi dan Genetika Perkembangan | 3


menandakan proses spermatogenesis mulai berlangsung (Gambar 2.3.B). Setelah pubertas
spermatogonia mulai memasuki pembelahan meiosis dan menghasilkan spermatid dan
selanjutnya spermatid mengalami transformasi menjadi spermatozoa. Testis dewasa telah
menunjukkan kesempurnaan proses spermatogenesis. Lumen tubulus telah terbentuk dan
jaringan interstisial relatif sempit, biasanya terletak di antara pertemuan tiga tubulus yang saling
berdempetan. Pada jaringan interstisial ini terdapat sel-sel Leydig, berfungsi menghasilkan
hormon kelamin jantan, testosteron. Testosteron berfungsi mengatur proses spermatogenesis,
perkembangan alat kelamin jantan, serta karakteristik kelamin sekunder pada hewan jantan.

Membran basal
Sel pra-sertoli
Pra-spermatogonia

Tali testis (belum


Jaringan berlumen)
interstitial A

Membran basal
Sel Leydig
Epitelium tubulus
Tubulus seminiferus
seminiferus

Lumen tubuli

Gambar 2.3. Morfologi sayatan testis. A. Testis muda, lumen tubulus belum terbentuk,
jaringan ikat yang mengelilingi tubulus masih tebal (objektif 40x). B.
Gambaran testis dewasa, lumen tubulus sudah terbentuk dan terdapat
berbagai jenis sel spermatogenik (spermatogonia s/d spermatozoa)
(objektif 10x). HE

Pada tubulus seminiferus testis dewasa dapat diamati berbagai jenis sel spermatogenik
(Gambar 2.4), dengan susunan dan komposisi tergantung pada tahapan siklus spermatogenik dari
tubulus yang diamati. Spermatogonia terletak pada membran basal dengan inti berbentuk oval.
Lebih ke arah apikal (lumen), terdapat spermatosit primer dengan berbagai ukuran dan tahapan
(pakhiten, leptoten, atau diploten) dengan karakteristik utama ialah penebalan kromatin inti dari
spermatosit primer. Spermatosit sekunder jarang terlihat karena dari keseluruhan tahapan siklus
spermatogenik (8 tahapan pada kebanyakan mamalia, 14 tahapan pada tikus), hanya satu tahapan
yang mengandung spermatosit sekunder. Tubulus yang mengandung spermatosit sekunder
dicirikan dengan sel-sel yang aktif bermitosis (terlihat spindel kromosom tahap metafase atau
telofase). Pada tubulus yang demikian barulah dapat ditemukan spermatosit sekunder dengan
bentuk seperti spermatid tetapi berukuran sedikit lebih besar. Spermatid terletak lebih dekat ke
lumen, dengan ukuran dan bentuk sel yang bermacam-macam sesuai dengan tahapan
spermiogenesis. Sel spermatid berbentuk mulai dari bulat (round spermatid) sampai dengan
lonjong (elongated spermatid). Sel spermatid bulat dicirikan oleh gelembung atau tudung
akrosom yang sedang terbentuk, sedangkan sel spermatid lonjong dicirikan inti yang semakin

4 | Fahrudin et al.
terkondensasi sehingga berwarna lebih gelap. Setelah spermatid sempurna berubah menjadi
spermatozoa, maka spermatozoa akan dilepas ke lumen tubulus seminiferus melalui proses yang
dikenal sebagai spermiasis.
Pada testis dewasa, sel-sel Sertoli terletak saling berjauhan dengan sitoplasma menjulur
sampai ke lumen dimana sel-sel spermatogenik (mulai dari spermatosit primer sampai spermatid)
membenamkan diri di sitoplasma sel Sertoli. Sel Sertoli dicirikan dengan sitoplasma lebih luas
dan pucat, inti berbentuk segitiga atau lonjong dengan posisi tegak lurus dengan membran basal,
serta umumnya terletak di dasar atau agak ke tengah epitelium tubulus. Keberadaan sel Sertoli
juga dapat dicirikan oleh keberadaan sel-sel spermatid lonjong yang banyak terdapat di sekitarnya.
Sel Sertoli memiliki banyak fungsi diantaranya ialah sebagai sel “inang” untuk perkembangan dan
pendewasaan sel-sel spermatogenik, mengatur proses spermatogenesis, membentuk testis-blood
barrier serta berperan di dalam menciptakan lingkungan yang imunotoleran terhadap
perkembangan sel-sel spermatogenik.

Membran basal

Spermatogonia
Sel Sertoli
Spermatosit primer

Spermatid
Spermatozoa

Sel Leydig
Spermatid bulat

Spermatid lonjong
Sel Sertoli

Spermatosit primer

Spermatogonia
Sel Leydig
Membran basal

Gambar 2.4. Sayatan melintang tubulus seminiferus testis dewasa. Terdapat berbagai tahapan sel-sel
spermatogenik dari proses spermatogenesis, mulai dari spermatonia, spermatosit (primer
dan sekunder) sampai dengan spermatid dan spermatozoa. Pewarnaan HE.

Oogenesis
Oogenesis merupakan proses pembentukan gamet betina atau oosit (sel telur, ovum). Oogenesis
berlangsung bersamaan waktunya dengan folikulogenesis, yaitu pembentukan dan perkembangan folikel
di ovarium (Gambar 2.5).

Oogenesis Periode Pralahir


Sel benih primordial (primordial germ cells, PGCs) setelah migrasi ke dalam gonad akan mengalami
proliferasi menjadi oogonia pada betina atau spermatogonia pada jantan. Pada betina, setelah mengalami
sejumlah pembelahan secara mitosis, oogonia akan dikelilingi oleh selapis sel epitel pipih. Oogonia
selanjutnya berhenti bermitosis dan memasuki pembelahan meiosis I menjadi oosit primer. Segera setelah
menggandakan DNA oosit memasuki tahap profase pada meiosis I dan disebut oosit primer. Menjelang
hewan lahir, semua oosit telah memasuki tahap profase meiosis I dan pembelahan meiosisnya berhenti
pada tahap diploten. Oosit tetap pada tahap diploten (profase) meiosis I ini sampai hewan mencapai usia
pubertas. Oosit primer (profase meiosis I) yang dikelilingi oleh epitel pipih selapis disebut sebagai folikel
primordial. Pada saat lahir hampir semua oosit berada dalam struktur folikel primordial (Gambar 2.6).

Penuntun Praktikum Embriologi dan Genetika Perkembangan | 5


OOGENESIS FOLLICULOGENESIS
(Sel telur di dalam folikel) (Folikel di dalam ovarium)

PRA-LAHIR
Sel-sel folikel
Mitosis (tahap Oosit
proliferasi)
Oogonium à Folikel Primordial
Pertumbuhan

Oosit primer (berhenti sampai à Folikel Primordial


profase I)

LAHIR

à Folikel Primer
PUBERTAS Oosit primer (masih tahap profase I)
(per siklus birahi)
à Folikel Sekunder

Spindel kromosom
à Folikel antral
Meiosis I

Badan kutub I Oosit sekunder (Folikel de Graaf)

OVULASI

Meiosis II pada badan FERTILISASI Oosit sekunder


kutub (bisa terjadi (secara praktis
bisa juga tidak) sering disebut
ovum)

Badan Badan Ovum


kutub I kutub II

Gambar 2.5. Diagram oogenesis yang terjadi bersamaan dengan folikulogenesis pada ovarium mamalia
(Marieb, 2009).

Gambar 2.6. Gambaran histologi ovarium tikus umur 5 hari pascalahir, ovarium didominasi oleh folikel
primordial (tanda panah). Pewarnaan HE.

Oogenesis Periode Pascalahir


Setelah lahir sampai menjelang pubertas, sebagian folikel primordial secara reguler memulai
perkembangannya (Gambar 2.7). Oosit mulai membesar dan sel-sel epitel pipih selapis yang
mengelilinginya akan berubah menjadi kuboid, membentuk folikel primer. Setelah berubah menjadi
kuboid, maka sel-sel folikel selanjutnya disebut sel-sel granulosa. Sel-sel granulosa terus mengalami

6 | Fahrudin et al.
proliferasi meningkatkan jumlah lapisan sel-selnya, membentuk folikel sekunder. Pada tahap folikel
sekunder, lapisan sel-sel teka (interna dan eksterna) mulai terbentuk di bagian sebelah luar dari sel-sel
granulosa, dan keduanya dipisahkan oleh membran basal. Sementara itu sel telur mensekresikan
glikoprotein yang disebut zona pelusida yang akan menyelubungi oosit.

Gambar 2.7. Perkembangan folikel. A-A’ Folikel primordial, B-B’. Folikel primer, C-C’. Folikel sekunder,
D-D’. Folikel antral (awal), E-E’. Folikel antral, F. Corpus luteum; O=oosit, AF=rongga
folikel, CO=sel-sel kumulus ooforus, LC=sel lutein. Pewarnaan HE. (A’-E’ Orisaka et al.,
2009). A-F Mohamad et al., 2003).

Sel-sel granulosa terus berproliferasi di bawah pengaruh hormon gonadotropin FSH (follicle
stimulating hormone), membentuk rongga folikel (antrum folliculi) yang berisi cairan folikel (liquor
folliculi). Pada tahap ini folikelnya disebut folikel antral (tersier). Antrum yang awalnya kecil dan terdapat
pada tempat yang terpisah akan menyatu dan membesar membentuk folikel antral yang semakin besar.
Folikel antral akan terus membesar dan mencapai folikel matang yang siap ovulasi yang sering disebut
folikel praovulatori atau folikel de Graaf (diabadikan dari nama ilmuwan yang mendeskripsikan folikel
ini pertama kali). Selanjutnya sel-sel granulosa yang berada di sekitar oosit akan membentuk lapisan sel-
sel kumulus ooforus. Sel-sel kumulus ooforus ini akan terikut bersama oosit pada saat ovulasi. Sel-sel teka
berfungsi mengubah kolesterol menjadi hormon androgen dan selanjutnya hormon androgen diubah oleh
sel-sel granulosa menjadi hormon estrogen dengan peran enzim cytrochrom P450 aromatase. Produksi

Penuntun Praktikum Embriologi dan Genetika Perkembangan | 7


hormon estrogen dan proses ovulasi dipengaruhi oleh hormon gonadotropin LH (luteinizing hormone)
yang disekresikan oleh kelenjar hipofise.
Selama proses perkembangan folikel (folikulogenesis), oosit mengalami pematangan sitoplasma dan
pematangan inti. Pematangan sitoplasma terjadi selama perkembangan folikel, yakni berupa penambahan
volume sitoplasma, produksi granula-granula kortek, produksi mRNA dan protein yang akan dibutuhkan
untuk perkembangan oosit/embrio selanjutnya. Pematangan inti terjadi menjelang ovulasi, dimana oosit
primer menyelesaikan meiosis I menjadi oosit sekunder dan melepaskan badan kutub (polar body) I. Sel
telur melanjutkan ke pembelahan meiosis II tetapi kembali berhenti pada tahap metafase II. Pada
kebanyakan mamalia, sel telur diovulasikan sebagai oosit sekunder, yaitu inti pada tahap metafase II dari
pembelahan meisosi II. Oosit hanya akan menyelesaikan pembelahan meiosis II apabila terjadi aktivasi
oleh spermatozoa pada saat fertilisasi.
Sisa folikel de Graaf yang telah mengalami ovulasi berturut-turut akan berkembang menjadi corpus
haemorrhagicum, corpus rubrum, dan corpus luteum (corpus= badan, haemorrhagi= pendarahan,
rubrum= merah, luteum= kuning). Corpus hemorrhagicum dan rubrum terbentuk sebagai akibat
vaskularisasi sisa folikel setelah ovulasi oleh jaringan pembuluh darah kapiler di sekitarnya. Selanjutnya,
sel-sel granulosa akan berdiferensiasi menjadi sel-sel lutein besar sementara itu sel-sel teka berdiferensiasi
menjadi sel-sel lutein kecil. Kedua jenis sel lutein ini menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi
memelihara kebuntingan. Jika terjadi kebuntingan, maka corpus luteum akan terus berkembang dan
menjadi corpus luteum graviditatum (gravid= bunting), sebaliknya jika kebuntingan tidak terjadi, maka
corpus luteum akan regresi menjadi jaringan ikat yang disebut corpus albicans (alba= putih).

Perbedaan Ovarium Muda dan Dewasa


Pada ovarium muda atau ovarium dari hewan yang baru lahir, sebagian besar folikel yang ada berupa
folikel primordial dan beberapa bisa dijumpai folikel primer. Semakin mendekati umur pubertas, maka
akan dijumpai beberapa folikel akan berkembang lalu kemudian mengalami atresia. Barulah setelah hewan
mencapai pubertas, folikel mampu berkembang mencapai folikel de Graaf dan mengalami ovulasi
menghasilkan ovum matang yang siap dibuahi.
Pada ovarium dewasa atau yang telah mengalami pubertas, berbagai jenis folikel dan atau corpus
luteum dapat dijumpai tergantung pada siklus estrus dari hewan tersebut. Pada fase folikular, dapat
dijumpai perkembangan folikel antral, sementara itu pada fase luteal, selain berbagai jenis folikel juga dapat
ditemukan corpus luteum. Pada hewan bunting, corpus luteum menjadi sangat besar atau dominan,
disebut juga corpus luteum graviditatum.

8 | Fahrudin et al.
Tugas Mandiri Pra-praktikum 2
Setelah mempelajari modul tentang gametogenesis dan sebelum melaksanakan praktikum, maka
lengkapilah terlebih dahulu ciri-ciri struktur yang terdapat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Ciri-ciri Struktur Testis dan Ovarium pada Hewan Muda dan Dewasa
Organ Struktur Ciri-ciri
Testis muda Tali tetis Di dalamnya terdapat:
(prapubertas)
1. Sel sertoli
2. Sel .........

Jaringan interstisial Tebal, terdapat sel ................. penghasil hormon ...........


Testis dewasa Tubulus seminiferus Berlumen, dengan jenis sel yang ada:
(pubertas)
1. Sel ............
2. Sel ..............
3. Sel ...............
4. Sel spermatid (bulat & lonjong)
5. Sel ..............

Jaringan interstisial Tipis, terdapat sel ................. penghasil hormon ...........

Ovarium muda Jenis folikel yang ada: Folikel ....................


(prapubertas)
Ovarium dewasa Struktur yang dapat ditemukan: Folikel ..........................................., Folikel........................ ,
(pubertas)
Folikel .............................., Folikel .........................................., Corpus .......................

Folikel primordial • Sel telur dikelilingi oleh selapis sel-sel folikel berbentuk ............

Folikel primer • Sel telur dikelilingi oleh sebaris sel-sel folikel


berbentuk ............... (sel granulosa)

Folikel Sekunder • Sel telur dikelilingi banyak baris sel-sel granulosa, tetapi belum
terbentuk antrum folikuli (rongga folikel)
• Mulai terbentuk selubung glikoprotein yang disebut .........
• Mulai terbentuk lapisan sel-sel teka (interna dan eksterna)

Folikel antral (folikel • Telah terbentuk ...................


tersier)
Folikel antral • Antrum luas dan sel telur terletak pada suatu sisi (bukit)
matang (folikel de
Graaf) • Sel-sel granulosa disekeliling sel telur disebut sel-
sel ........................................ ..................................

Corpus luteum • Terdapat sel-sel ........................ (besar dan kecil) penghasil


hormon .......................

Penuntun Praktikum Embriologi dan Genetika Perkembangan | 9


Prosedur Praktikum 2
Tujuan Praktikum:
• Mampu menjelaskan perkembangan sel-sel spermatogenik di tubulus seminiferus testis.
• Mampu menjelaskan perkembangan folikel dan corpus luteum di ovarium.

Bahan dan Alat Praktikum:


• Preparat histologis testis dan ovarium pada hewan muda dan dewasa.
• Mikroskop cahaya.

Perlengkapan yang Harus Dibawa oleh Mahasiswa:


• Jas lab
• Alat tulis (pensil, pensil warna, penghapus)
• Buku Penuntun Praktikum

Prosedur Praktikum:
• Amatilah preparat histologis testis dan ovarium menggunakan mikroskop cahaya.
• Pelajarilah bentuk umum (bentuk keseluruhan) dari testis dan ovarium menggunakan
pembesaran kecil (lensa obyektif 4x atau 10x).
• Pelajarilah morfologi detail (perbedaan) setiap struktur atau jenis sel yang ada dengan
menggunakan perbesaran lensa obyektif 40x.
• Pelajarilah perubahan dan perkembangan yang terjadi serta bedakanlah antara struktur yang ada
pada hewan muda dan dewasa.
• Buatlah gambar skematis lengkap dengan keterangannya. Keterangan ditulis langsung pada
gambar, tidak menggunakan sistem penomoran, untuk mempermudah proses penilaian.

Hasil Pengamatan: (dibuat pada lembar kerja praktikum)

Pendalaman:
1. Sebutkanlah jenis-jenis sel yang terdapat di dalam: a) tali testis hewan muda, b) tubulus
seminiferus hewan dewasa.
2. Sebutkan jenis-jenis folikel yang dapat ditemukan pada: a) ovarium muda, b) ovarium dewasa.
3. Apakah jenis hormon yang dihasilkan oleh: a) sel Leydig, b) sel teka dan sel granulosa, c) sel lutein.

10 | Fahrudin et al.
Lembar Kerja Praktikum 2
Judul Praktikum : Nama/NIM Mahasiswa :
Hari/Tanggal : Kelp/Waktu Praktikum :

A. Spermatogenesis

A1. Jenis sel-sel spermatogenik yang dapat ditemukan pada testis muda. Ket: Tali testis,
membran basal, spermatogonia, sel Sertoli, jaringan interstisial, sel Leydig. Pewarnaan HE, Pembesaran
obyektif 40x.

A2. Jenis-jenis sel-sel spermatogenik yang dapat ditemukan pada tubulus seminiferus testis
dewasa. Ket: Tubulus seminiferus, membran basal, spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit
sekunder (jika ada), spermatid bulat, spermatid lonjong (jika ada), spermatozoa (jika ada), sel Sertoli,
jaringan interstisial, sel Leydig. Pewarnaan HE, pembesaran obyektif 40x)

Pendalaman 1:

Penuntun Praktikum Embriologi dan Genetika Perkembangan | 11


12 | Fahrudin et al.
B. Folliculogenesis

B1. Jenis-jenis folikel yang dapat ditemukan pada ovarium muda. Ket: Folikel primordial (oosit,
sel-sel folikel pipih selapis). Pewarnaan HE, pembesaran obyektif 40x.

B2. Jenis-jenis folikel/corpus luteum yang dapat ditemukan pada ovarium dewasa: Ket: folikel
primordial (oosit, sel-sel folikel), folikel primer (oosit, sel-sel folikel/granulosa), folikel sekunder (oosit,
zona pelusida, sel-sel granulosa, sel-sel teka), folikel antral (oosit, sel-sel kumulus ooforus, antrum
folikuli, sel-sel granulosa, membran basal, sel-sel teka (eksterna dan interna), corpus luteum (sel-sel
lutein besar dan kecil). Pewarnaan HE, Pembesaran obyektif 40x.

Pendalaman 2:

Pendalaman 3:

Penuntun Praktikum Embriologi dan Genetika Perkembangan | 13


14 | Fahrudin et al. Penuntun Praktikum Embriologi dan Genetika Perkembangan | 15

Anda mungkin juga menyukai