MEMUTUSKAN
Menetapkan
Kedua : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan catatan
apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Surat
Keputusan ini, akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan Di Medan
Pada Tanggal:
Tembusan :
1. BOD
2. K3RS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat
maka tuntutan pengelolaan program keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana
di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena Sumber daya manusia Rumah Sakit,
pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan
perlindungan dari gangguan keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana, baik
sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan
prasarana yang ada di rumah sakit yang tidak memenuhi satandar.
Di dunia Internasional program K3 telah lama diterapkan diberbagai sector industry
(akhir abad 18), kecuali disektor kesehatan. Perkembangan K3RS tertinggal dikarenakan
focus pada kegiatan kuratif, bukan preventif. Focus pada kualitas pelayanan pada pasien,
tenaga profesi di bidang K3 masih terbatas, organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah
melindungi diri dalam bekerja.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknilogi, dan kehidupan social ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain dituntut mampu memberikan pelayanan dan
pengobatan yang bermutu, Rumah Sakit juga dituntut harus melaksanakan dan
mengembangkan program K3 di Rumah Sakit (K3RS).
Upaya penerapan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana di
Rumah Sakit (K3RS) telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-
undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Permenkes Nomor 1204 tahun 2004 dan
dipertegas dalam Permenkes Nomor 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya Keselamatan Kerja,
Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan
menyeluruh sehingga resiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK), Kecelakaan Akibat
Kerja (KAK), bahaya kebakaran dan kewaspadaan bencana di Rumah Sakit dapat dihindari.
Sehingga upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit khususnya dalam hal
kesehatan dan keselamatan bagi SDM Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien dan
masyarakat sekitar Rumah Sakit dapat dilaksanakan.
B. FALSAFAH
Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) di rumah sakit,
adalah suatu upaya pengelolaan resiko di lingkungan kerja untuk meminimalkan dampak di
tempat kerja dan tercipta lingkungan kerja yang aman dan sehat, sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM Rumah
Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan
sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit berjalan baik dan lancaar.
2. Tujuan Khusus
a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS;
b. Meningkatnya profesionalisme dalam hal K3 bagi manajemen, pelaksana dan pendukung
program;
c. Terpenuhi syarat-syarat K3 di setiap unit kerja;
d. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK, KAK, bahaya kebakaran dan
bencana;
e. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh;
f. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit.
D. SASARAN
1. Pengelola Rumah Sakit;
2. Pekerja Rumah Sakit;
3. Pengunjung dan Pasien Rumah Sakit.
E. UPAYA KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT
Upaya K3 di Rumah Sakit menyangkut tenaga kerja, cara /metode kerja, alat kerja,
proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan
dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultan dari
tiga komponen K3, yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Agar K3RS dapat
dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian tiga komponen yang saling berinteraksi,
yaitu :
1. Kapasitas kerja adalah kemampuan seoran gpekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu dengan
memperhatikan status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik
yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannnya dengan baik;
2. Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung oleh pekerja dalam
melaksanakan pekerjaannya yang dipengaruhi dengan kondisi lingkungan krjanya;
3. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yagn meliputi factor fisik,
kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam
melaksanakan pekerjaannya.
F. PENGERTIAN
1. Kesehatan Kerja Menutrut WHO/ILO (1995), kesehatan kerja bertuuan untuk
peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan social yang
setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap
gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan
bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat factor yang merugikan kesehatan;
dan penempatan serta pemeliharaaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan
penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau
jabatannya;
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja adala upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi;
3. Konsep dasar K3RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien,
pengunjung/pengantar pasien untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja
rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja rumah sakit, pasien,
pengunjun/pengntar pasien maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah
sakit;
4. Pengelola K3RS adalah organisasi yang menyelenggarakan program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja secara menyeluruh di Rumah Sakit;
5. Sertifikasi dalam bidang K3 adalah pengetahuan dan keahlian yang didapat baik
secara formal melalui jenjang pendidikan resmi di perguruan tinggi maupun secara
informal melalui pelatihan, workshop, seminar, pertemuan ilmiah dll;
6. Pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 Rumah Sakit adalah pelatihan
tentang K3 Rumah Sakit yang diakreditasi oleh pusat Pendidikan dan Pelatihan
Kesehatan;
H. DASAR PERUNDANG-UNDANGAN
Agar penyelenggaraan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana di
Rumah Sakit (K3RS) lebih efektif, efisien, terpadu dan menyeluruh maka diperlukan
peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan K3 di Rumah Sakit
adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2918) pasal 3 yang memuat persyaratan keselamatan kerja adalah
sebagai berikut :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Member kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. Member alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic
maupun phychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya;
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang pedoman
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan Rumah
Sakit; dan
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
BAB II
PENGORGANISASIAN K3
A. STRUKTUR ORGANISASI
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan
petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan
K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian
tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan
disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3RS secara spesifik harus mempersiapkan data
dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta
menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan
pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat
dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program,
untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat
kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
Struktur organisasi Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana di
Rumah Sakit (K3RS) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
432/Menkes/SK/IV/2007 adalah :
1. Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur, bukan kerja rangkap dan merupakan
unit organisasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Rumah Sakit,
karena berkaitan langsung dengan regulasi, kebijakan, biaya, logistik dan Sumber
Daya Manusia. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3RS, yang dibantu oleh
unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di Rumah Sakit.
2. Keanggotaan organisasi/unit pelaksana K3RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas
dan jajaran Direksi Rumah Sakit. Organisasi/unit pelaksana K3RS terdiri dari
sekurang-kurangnya ketua, sekretaris dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 RS
dipimpin oleh ketua. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris
serta anggota.
Sekretaris K3RS
Rinto
TENAGA PENDUKUNG
B. SUSUNAN KEPANITIAAN
C. URAIAN TUGAS
1. Tugas pokok Panitia K3RS
a. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada Direktur Rumah Sakit mengenai
masalah-masalah yang berkaitan dengan K3;
b. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur;
c. Membuat program K3RS
2. Fungsi Panitia K3RS
a. Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang
berhubungan dengan K3;
b. Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3;
pelatihan dan penelitian K3 di Rumah Sakit;
c. Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3;
d. Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif;
e. Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS;
f. Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya,
mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan;
g. Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai
kegiatannya;
h. Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung
dan proses.
3. Uraian Tugas Panitia K3RS
a. Ketua Panitia K3RS
NAMA JABATAN : Ketua Panitia K3RS
D. RENCANA PROGRAM
A. SISTEM KOMUNIKASI
1. Tersedia saluran telepon internal dan eksternal dan berfungsi dengan baik;
2. Tersedia saluran telepon khusus untuk keadaan darurat (untuk UGD, sentral telepon
dan posko tanggap darurat);
3. Instalasi kabel telah terpasang rapi, aman dan berfungsi dengan baik;
4. Tersedia komunikasi lain (speed dial , paging system dan alarm) untuk mendukung
komunikasi tanggap darurat;
5. Tersedia system panggilan perawat (nurse call) yang terpasang dan berfungsi dengan
baik;
6. Tersedia system tata suara pusat (central sound system);
7. Tersedia peralatan pemantau kemanan/CCTV (close circuit television).
2. Ketentuan
a. Pemesanan
1) Pemesanan Bahan berbahaya dan beracun dapat dilakukan apabila disertai
permintaan tertulis yang ditandatangani oleh kepala bagian logistik farmasi
2) Pemesanan bahan berbahaya dan beracun menggunakan nota pemesanan yang
terpisah dengan bahan yang tidak termasuk bahan berbahaya dan beracun
3) Pemesanan harus disertai dengan notifikasi bahwa bahan yang dipesan merupakan
B3
4) Pemesanan dilakukan melalui Distributor resmi yang terdaftar pada balai POM
atau Departemen perindustrian dan perdagangan
5) Setiap pemesanan harus mencantumkan dengan jelas nama bahan, nama dagang,
nama kimia, jumlah yang dipesan nama dan alamat distributor.
6) Setiap pemesanan harus mencantumkan pernyatan bahwa pihak distributor akan
melampirkan MSDS pada saat penyerahan B3
7) Tidak diperkenankan memesan B3 yang terlarang berdasarkan peraturan
pemerintah RI No. 74 tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun
8) Pemesanan B3 yang termasuk golongan bahan dengan penggunaan terbatas sesuai
dengan peraturan pemerintah RI No. 74 Tahun 2001 tentang pengelolan bahan
berbahaya dan beracun harus mendapat persetujuan PK3RS dengan masa berlaku
1 tahun
b. Penyerahan Barang
1) Pada saat penyerahan B3, nota penyerahan harus mencantumkan dengan jelas
nama, bahan, nama dagang, nama kimia jumlah bahan nama distributor, dan nama
pengimpor / produsen.
2) Setiap B3 yang diserahkan harus disertai dengan lembar data pengaman bahan
(material Safety data sheet) yang berisi merek dagang, rumus kimia jenis B3,
klasifikasi, teknik penyimpanan, dan tatacara penanganan bila kecelakaan
3) Pada saat diserahkan, B3 harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a) Diserahkan dalam bentuk kemasan yang kompak
b) Wadah kemasan tidak bocor
c) Tidak berkarat
d) Tidak rusak
e) Disertai dengan penandaan nama dangan, nama bahan, berat yang sesuai
dengan yang tertera pada nota penyerahan bahan
4) Setiap B3 yang diserahkan harus telah memiliki tanda peringatan sesuai dengan
jenis dan bahayanya. Simbol bahaya dan petunjuk P3K yang mudah dilihat,
dibaca, dimengerti dan tidak luntur
5) Bahan berbahaya dan beracun tidak dapat diterima apabila :
a) Dokumen tidak lengkap
b) Sudah kadaluarsa
c) Label yang tertera pada bahan dan dokumen tidak cocok
6) Penyerahan B3 harus dilakukan secara langsung kepala petugas bagian logistik
sedangkan bahan langsung ditempatkan pada ruang Penyimpanan B3
c. Penanganan Bahan Kimia
1) Penandaan
a) Setiap bahan berbahaya dan beracun harus diberikan penandaan agar dapat
dikenali oleh setiap orang
b) Penandaan meliput nama bahan, nama kimia dan simbol bahan berbahayaan
beracun ( B3 )
c) Penandaan harus diberikan pada setiap kemasan luar/ pembungkus bahan,
dengan tulisan dan simbol yangs jelas, mudah terbaca, tidak mudah terlepas
dan bertahan lama
d) Simbol yang dipergunakan untuk penandaan bahan B3 mengacu pada
ketentuan yang berlaku yaitu sebagai berikut
2. Alkohol
a. Nama Kimia : Ethyl Alkohol
b. Nama Lain : Alkohol Ethanol
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi tertelan atau kontak denga kulit / mata
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata
2) Kulit : Iritasi Kulit
3) Inhalasi : Sakit kepala, lemas, batuk – batuk, pusing, tidak sadar, kerusakan hati,
anmia
e. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir selama 15 menit
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan air
3) Berikan oksigen / bantuan pernapasan apabila ada gangguan pernafasan
4) Bila tertelan, segera lakukan lavase lambung, berikan charcoal untuk menyerap
sisa bahan yang masih berada dalam lambung
f. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit
2) Pakai baju pelindung
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/ kulit
2) Pakai masker bila kansentrasi > 2000ppm
3. Barium Sulfat
a. Nama Kimia : BaSO4
b. Nama Lain : Barium Sulfate
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi mellaui inhalasi, tertelan atau kontak dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, terbakar.
3) Inhalasim: Iritasi saluran napas, spasme otot, nadi lambat, ekstrasistol,
hypokalemia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran pernapasan, kardiovaskular.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera lakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun dan air.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan bila ada gangguan pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit.
4. Cidex
a. Nama Kimia : Glutaraldehyde (OCH(CH2)3CHO)
b. Nama Lain : Cidex
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau kontak dengan
kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, dermatitis, sensitisasi kulit.
3) Inhalasi : Mual, muntah, batuk, asma.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir selama 15
menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan pernapasan.
5. Elpiji
a. Nama Kimia : C3H8/C3H6/C4H10/C4H8
b. Nama Lain : LPG (Liquified Petroleum Gas, Liquified Hidrocarbon Gas)
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, frostbite.
2) Kulit : Frostbite.
3) Inhalasi : Pusing, kesadaran menurun, asfiksia.
e. Target Organ
Saluran napas, CNS.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir selama 15
menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan pernapasan.
6. Fenol
a. Nama Kimia : C6H5OH
b. Nama Lain : Phenol, Carbolic Acid, Hydroxy Benzene, Phenyl Alcohol.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau kontak dengan
kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, Dermatitis, kulit terbakar.
3) Inhalasi : Iritasi hidung/tenggorokan, anoreksia, kelemahan, nyeri otot, urin
warna gelap, sianosis, kerusakan ginjal dan hati, tremor, konvulsi, twiching.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas, hati, ginjal.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir selama 15
menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan pernapasan.
7. Formalin
a. Nama Kimia : HCHO
b. Nama Lain : Formaldehyda, Methanal, Methyl Aldehida, Methylene Oxide.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, hiperlakrimasi.
2) Kulit : Iritasi kulit.
3) Inhalasi : Iritasi hidung, tenggorokan, batuk, wheezing, sesak napas, Bronkhitis,
Pneumonitis, dan edema paru.
e. Target Organ
Mata, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir selama 15
menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit.
8. Freon
a. Nama Kimia : CCl4
b. Nama Lain : Karbon klorida, Halon, Tetraklorometana.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan, absorbsi kulit atau kontak dengan
mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit.
3) Inhalasi : Mual, muntah, pusing, gangguan koordinasi, depresi saraf pusat,
gangguan hati, dan ginjal.
e. Target Organ
1) Mata, kulit, paru-paru, saraf perifer, hati, ginjal.
2) Menyebabkan kanker hati (pada binatang).
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir selama 15
menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan cepat pada ruang bilas atau kamar mandi.
9. Karbon Dioksida
a. Nama Kimia : CO2
b. Nama Lain : Gas CO2, Dry Ice.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan atau kontak dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Penglihatan kabur, iritasi mata, myosis.
2) Kulit : Melepuh, luka bakar (frosbite).
3) Inhalasi : Sakit kepala, berkeringat, hypersalivasi, asfiksia, kram perut, diare,
mual, muntah, lemas, twiching otot, inkoordinasi, kejang.
e. Target Organ
Saraf pusat, saraf perifer, cholinesterase darah.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir selama 15
menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit
2) Pakai pelindung badan.
10. Klorin
a. Nama Kimia : Cl2
b. Nama Lain : Chlorine, Sodium Hypochloride, Precept, Bleaching Agent.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Rasa perih, panas, terbakar.
2) Kulit : Dermatitis, frostbite.
3) Inhalasi : Hipersalivasi, mual, muntah, rinorea, batuk, kesedakan, nyeri
substernal, sakit kepala, pusing, sinkope, edema paru, pneumonia, hipoksemia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir selama 15
menit. Bila terjadi frostbite, jangan dibilas dengan air.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun bila belum ada frostbite.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan pernapasan.
4) Kortikosteroid, antibiotika.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit
G. RAMBU – RAMBU
1. Rambu penunjuk arah jalan keluar, alat pemadam api, tempat berbahaya dan tanda-
tanda larangan;
H. SANITASI
1. Closet, urinoar, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik, utuh dan tidak cacat,
serta mudah dibersihkan;
2. Urinoar dipasangkan/ditempel pada dinding, kuat dan berfungsi dengan baik;
3. Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan bau, dilengkapi
disinfektan dan dilengkapi tisu yang dapat dibuang (disposable tissues);
4. Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk dan mudah
dibersihkan;
5. Indeks perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan kamar
mandi 10 : 1;
6. Indeks perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah dengan jumlah toiletnya dan
kamar mandinya 20 :1;
7. Air untuk keperluan sanitasi seperti mandi, cuci, urinoar, wastafel, closet, keluar
dengan lancar dan jumlahnya cukup.
I. PENGOLAHAN LIMBAH
1. Pengertian
b. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
dalam bentuk padat, cair, dan gas.
c. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat
sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-
medis.
d. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi,
limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam
berat yang tinggi.
e. Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah
sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang
dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
f. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun
dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
g. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator,
anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
h. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak
secara rutin ada di lingkungan dan organism tersebut dalam jumlah dan virulensi yang
cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
i. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat
infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi,
terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
j. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
k. Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan
kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle)
2. Pengolahan Limbah
a. Limbah padat
1) Tersedianya tempat/kontainner penampung limbah sesuai dengan criteria limbah;
2) Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tertutup dan berfungsi
dengan baik.
b. Limbah cair
Tersedianya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan perizinannya.
c. Limbah gas
Monitoring limbah gas berupa NO2, So2, logam berat, dan dioksin dilakukan minimal
1 (satu) kali setahun.
A. KEBIJAKAN UMUM
Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal dan teknologi.
Namun keberadaan Rumah Sakit juga memiliki dampak negative terhadap timbulnya penyakit
dan kecelakaan kerja akibat kerja, bila Rumah Sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur
K3. Oleh sebab itu, perlu dilaksanakan regulasi sebagai berikut :
1. Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan Rumah Sakit;
2. Menyediakan Organisasi K3RS sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen K3 d Rumah Sakit;
3. Melakukan sosialisasi K3RS pada seluruh jajaran Rumah Sakit;
4. Membudayakan perilaku K3RS;
5. Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di masing-masing unit kerja
di Rumah Sakit;
6. Meningkatkan Sistem Informasi K3RS.
B. PROSEDUR – PROSEDUR
1. Advokasi ke pimpinan Rumah Sakit, sosialisasi dan pembudayaan K3RS;
2. Menyusun kebijakan K3RS yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit;
3. Membentuk Organisasi K3RS;
4. Perencanaan K3 sesuai Standar K3RS yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan;
5. Menyusun pedoman, petunjuk teknis dan SOP-K3RS ;
6. Melaksanakan 12 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
(K3RS);
7. Melaksanakan evaluasi Pelaksanaan Program K3RS;
8. Melakukan Internal Audit Program K3RS dengan menggunakan instrument penilaian
sendiri (self assessment) akreditasi Rumah Sakit yang berlaku;
9. Mengikuti Akreditasi Rumah Sakit.
BAB V
FAKTOR – FAKTOR BAHAYA DI RUMAH SAKIT
Sumber bahaya yang ada di Rumah Sakit harus diidentifikasi dan dinilai untuk
menentukan tingkat resiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan PAK.
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di Rumah Sakit meliputi :
Bahaya Pekerja yang paling
No Lokasi
Potensial Beresiko
1. FISIK :
Bising laundry, dapur, CSSD, Karyawan yang bekerja di
gedung genset-boiler, lokasi tersebut
IPAL
Getaran Ruang mesin-mesin dan Perawat, cleaning service dll
peralatan yang
menghasilkan getaran
Debu Genset, bengkel kerja, Petugas sanitasi, teknisi,
laboratorium, gudang rekam medis, cleaning service
rekam medis
Panas CSSD, dapur, laundry, Pekerja dapur, pekerja
laundry, petugas sanitasi dan
petugas CSSD
Radiasi X-Ray, Ok yang Ahli radiologi, radiotherapist
menggunakan c-arm, dan radiographer, ahli
ruang fisioterapi, fisioterapi
2. KIMIA :
Disinfektan Semua area Petugas kebersihan, perawat
Cytotoxics Farmasi, tempat Pekerja farmasi, perawat,
pembuangan limbah, cleaning service
bangsal
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter, perawat
Formaldehyde Laboratorium, kamar Petugas kamar mayat, petugas
mayat, gudang farmasi laboratorium dan farmasi
A. PENDAHULUAN
Bencana dapat terjadi kepada siapa saja dimana asaja dan kapan saja serta datangnya
tidak dapat diduga, diterka dan dapat menimbulkan kerugian dan korban yang tidak sedikit
bahkan kematian.
Rumah sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak mustahil menghadapi bahaya dari
bencana ini oleh karena itu diperlukan tindakan penanggulangan terhadap bencana, maka
diperlukanlah organisasi untuk mengantisipasi keadaan dan melakukan tindakan yang tepat.
1. Pengertian
Bencana adalah rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia kerugian harta benda kerusakan lingkungan
kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan tata kehidupan dan
penghidupan yang memerlukan pertolongan dan bantuan secara khusus
Korban massal adalah banyaknya korban dengan penyebab kejadian yang sama
sehingga membutuhkan pertolongan medik yang lebih memadai dalam hal fasilitas maupun
tenaga sehingga dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat.
D. SISTEMATIKA
Sebagai sistimatika pedoman disaster program ini adalah sebagai berikut :
1. Metodelogi
2. Organisasi
3. Perencanaan SDM Logistik dan Transportasi
4. Perencanaan Komunikasi
5. Pencatatan dan Pelaporan
E. ORGANISASI DAN TATA KERJA
Pengorganisasian Tim Disaster Rumah Sakit yang mana anggotanya terdiri dari setiap
unit kerja terkait dengan tugas fungsi dan wewenangnya masing masing sebagai berikut :
1. Pimpinan Disaster
Pada saat jam dinas kantor yang bertindak sebagai pimpinan disaster adalah
Wadir Pelayanan Medik Rumah Sakit dan di luar jam kantor yang bertindak sebagai
pimpinan disaster adalah Kepala Jaga yang bertugas saat itu sebagai pengganti
direktur rumah sakit
Berwenang :
Menentukan keadaan bencana
Menentukan tingkat siaga
Memobilisasi Tenaga
Bertugas :
Mengkoordinasi segenap unsur di rumah sakit yang bertugas menanggulangi
bencana.
Berkoordinasi dengan unsur dari luar rumah sakit bilamana dipandang perlu
setelah berkonsultasi dengan direktur Rumah Sakit.
2. Tim Evakuasi
Terdiri dari perawat petugas kebersihan petugas administrasi dan keuangan
Bertugas :
Membantu pasien dan keluarganya untuk keluar dari gedung rumah sakit
menyelamatkan diri.
Menyelamatkan harta benda milik rumah sakit dan pasien
3. Tim Keamanan
Adalah Satuan Pengamanan dari rumah sakit
Bertugas :
Mengamankan lokasi bencana dari orang orang yang tidak bertanggungjawab,
Mengamankan jalur lalu lintas ambulans, tenaga medis, dokumen-dokumen, dan
harta benda.
Mengamankan jalur transportasi intern rumah sakit
4. Tim Medis
Dipimpin oleh dokter UGD yang bertugas saat itu dan dibantu oleh perawat UGD.
Berwenang :
Menentukan kondisi kegawatdaruratan korban
Menentukan penanganan lanjut untuk para korban misalnya dirujuk atau tidak,
Menentukan tempat rujukan yang tepat buat korban
Bertugas :
Memberikan pertolongan medis pertama kepada korban bencana
5. Tim Logistik Umum
Adalah petugas dapur dan laundry
Bertugas :
Melakukan perencanaan dan menyediakan logistik umum yang dibutuhkan oleh
petugas maupun korban bencana yang dibutuhkan saat itu
6. TimPenunjang
Tim Penunjang ini terdiri dari·
Penunjang medik yaitu radiologi, farmasi, laboratorium, ambulan, dan rekam
medis yang bertugas memberikan bantuan penunjang medis sesuai bidangnya
Penunjang Umum yaitu petugas tekhnik akan memberikan bantuan penunjang
yang sifatnya umum seperti mengamanan kelistrikan agar tetap berfungsi dan
dapat memberikan tenaga listrik sesuai kebutuhan dan bantuan komunikasi serta
bantuan umum yang lain yang dibutuhkan saat bencana.
7. Tim Khusus
Adalah petugas perawat di Kamar Operasi Bila ada operasi yang sedang berlangsung
dan operasi harus diselasaikan maka operasi diselesaikan dan ditutup sementara maka
petugas kamar operasi bertugas : Mengupayakan tenaga listrik tetap terjamin dengan
berkoordinasi petugas tekhnik, Berkoordinasi dengan pimpinan disaster untuk kondisi
dan situasi bencana, Petugas Kamar Operasi berwenang menghentikan kegiatan
operasi dan mengevakuasi pasien bilamana situasi bencana tidak memungkinkan lagi,
Bila tidak ada operasi operasi baru dimulai maka operasi dihentikan dan dilakukan
evakuasi pasien oleh petugas kamar operasi sesuai ketentuan, Bila Korban bencana
dari luar Rumah Sakit maka perawat Kamar Operasi berperan menyiapkan segala
sesuatu untuk persiapan operasi baik kamar operasi yang akan digunakan tim operasi
yaitu dokter anastesi dan dokter operator dll. Bagi korban yang memerlukan tindakan
operasi segera Perawat OK dapat dalam keadaan stand by di tempat atau bila
diperlukan perawat OK dapat menjemput korban yang telah tiba di IRD rumah sakit
2. Organisasi
Dalam keadaan bencana disaster plan seperti ini maka secara otomatis
pengorganisasian penanggulangan bencana yang telah ditetapkan menjadi aktif.
3. Perencanaan SDM
Perencanaan Sumber Daya Manusia SDM untuk menghadapi penanggulangan
bencana ditentukan berdasarkan : Jumlah korban yang ada pada saat itu, Jumlah
tenaga yang ada pada saat itu.
Ketentuan perencanaan SDM adalah sebagai berikut :
Siaga 3 : Dokter UGD dan Perawat UGD yang berdinas dibantu oleh perawat
poliklinik agar dapat memenuhi kebutuhan tenaga.
Siaga 2 : Diperlukan tambahan tenaga perawat dari Perawatan I sesuai
kebutuhan.
Siaga 1 : Diperlukan tambahan tenaga dari unit pelayanan perawatan Lt III &
IV serta perawat yang sedang tidak berdinas.
4. Perencanaan Komunikasi
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal yang
sangat penting. Untuk itu ada hal-hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi yaitu :
a. Komunikasi dilakukan dengan singkat jelas dan benar bagi pengirim berita
b. Sebutkan identitas nama instansi dan alamat dan isi berita yang mmenyebutkan
jenis kejadian lokasi kejadian jumlah korban, tindakan yang telah dilakukan
c. Penerima harus mencatat identitas pelapor jam menerima berita isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut melaporkan ke atasan.
Alat-alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
a. Airphone intercom
b. Telepon
c. Faximile
d. Handphone
5. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat medis sangat
diperlukan saat penanggulangan bencana hal menjadi peranan penting bagi tim
pendukung logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat
itu.
6. Perencanaan Transportasi
Peranan Transportasi juga tidak kala pentingnya untuk pengangkutan korban oleh
karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi ambulan untuk
merujuk korban kerumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat berkoordinasi 118,
dengan Ambulan
7. Pelaporan
Informasi cepat tentang jumlah/beratnya korban korban harus segera di dapat dalam 2
s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim
Disaster selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah
sakit.
2. Organisasi
Secara otomatis organisasi penaggulangan bencana menjadi aktif sesuai ketentuan
yang berlaku.
3. Perencanaan Sumber Daya Manusia
Perencanaan Sumber Daya Manusia SDM untuk menghadapi penanggulangan
bencana ditentukan berdasarkan golongan kebakaran & Jumlah korban yang ada pada
saat itu.
Dengan demikian dapat dibuatkan perencanaan SDM sebagai berikut :
a. GolonganKebakaran
Kebakaran Ringan : untuk memadamkan api diperlukan 1 – 2 orang dari
pegawai yang dinas atau yang berada disekitar
kejadian saja dengan menggunakan 1 – 2 APAR.
Kebakaran Sedang : untuk memadamkan api diperlukan 3 – 5 orang dari
pegawai yang dinas dengan apar yang jumlahnya
lebih banyak. 2 – 3 orang untuk evakuasi pasien,
dokumen, ataupun barang berharga lainnya yang ada.
Kebakaran Berat : untuk memadamkan api diperlukan bantuan dari
dinas kebakaran dengan mengerahkan seluruh
pegawai yang berdinas saat itu untuk melakukan
evakuasi
4. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum dan obat obatan dan alat umum maupun alat medis sangat
diperlukan saat penanggulangan bencana hal menjadi peranan penting bagi tim
pendukung logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi saat itu.
5. Perencanaan Komunikasi
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal yang
sangat penting Untuk itu ada hal hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi yaitu :
a. Komunikasi dilakukan dengan singkat jelas dan benar bagi pengirim berita
b. Sebutkan identitas nama instansi dan alamat dan isi berita yang mmenyebutkan
jenis kejadian lokasi kejadian jumlah korban, tindakan yang telah dilakukan
c. Penerima harus mencatat identitas pelapor jam menerima berita isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut melaporkan ke atasan.
Alat-alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
a. Airphone intercom
b. Telepon
c. Faximile
d. Handphone
6. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat medis sangat
diperlukan saat penanggulangan bencana hal menjadi peranan penting bagi tim
pendukung logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat
itu.
7. Perencanaan Transportasi
Peranan Transportasi juga tidak kala pentingnya untuk pengangkutan korban oleh
karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi ambulan untuk
merujuk korban kerumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat berkoordinasi 118,
dengan Ambulan
8. Pelaporan
Informasi cepat tentang jumlah/beratnya korban korban harus segera di dapat dalam 2
s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim
Disaster selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah
sakit.
BAB VII
PERSYARATAN RUANG DAN SANITASI
A. PERSYARATAN RUANG
1. Pengertian
a. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit dan halaman yang
ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang
dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan rumah sakit.
b. Pencahayaan di dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas penyinaran pada
suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan rumah sakit yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
c. Pengawasan ruang bangunan adalah aliran udara di dalam ruang bangunan yang
memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan.
d. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu
dan/atau membahayakan kesehatan.
e. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau kondisi ruang
bangunan dan halaman bebas dari bahaya dan risiko minimal untuk terjadinya infeksi
silang, dan masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Persyaratan
a. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit
1) Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang kelas, dilengkapi
dengan agar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan
keluar masuk dengan bebas.
2) Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan
keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi dengan
rambu parkir.
3) Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika berlokasi di daerah
banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya.
4) Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok
5) Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas
cahaya yang cukup.
6) Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau tidak terdapat
genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup, tersedia
lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman
7) Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah, masing-
masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan limbah.
8) Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat tertentu yang
menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.
9) Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih
dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi
persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang
dan berkembang biaknya serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu
lainnya.
b. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
1) Lantai
a) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak
licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.
b) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang
cukup ke arah saluran pembuangan air limbah
c) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar mudah
dibersihkan
2) Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan cat yang
tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat
3) Ventilasi
a) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang
dengan baik.
b) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai
c) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara dengan
baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan penghawaan buatan/mekanis.
d) Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan peruntukkan
ruangan.
4) Atap
a) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga,
tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
b) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir.
5) Langit-langit
a) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
b) Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.
c) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap.
6) Konstruksi
Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi genangan air
yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes.
7) Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
8) Jaringan Instalasi
a) Pemasangan jaringan instalasi air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem
pengawasan, sarana telekomunikasi, dan lain-lain harus memenuhi persyaratan
teknis kesehatan agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan.
b) Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan pipa air limbah
dan tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air minum.
9) Lalu Lintas Antar Ruangan
a) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didisain sedemikian
rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan, sehingga memudahkan
hubungan dan komunikasi antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya
kecelakaan dan kontaminasi
b) Penggunaan tangga , lift harus dilengkapi dengan sarana pencegahan
kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk penggunaan yang mudah
dipahami oleh pemakainya atau dan untuk lift sudah dilengkapi ARD
(Automatic Rexserve Divide) yaitu alat yang dapat mencari lantai terdekat bila
listrik mati.
10) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah bila terjadi
kebakaran atau kejadian darurat lainnya
11) Fasilitas Pemadam Kebakaran
12) Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
c. Ruang Bangunan
Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan fungsi serta
memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan mengelompokkan ruangan berdasarkan
tingkat risiko terjadinya penularan penyakit sebagai berikut :
1) Zona dengan Risiko Rendah
Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang
pertemuan, , ruang resepsionis, dan ruang Hall.
a) Permukaan dinding harus rata dan berawarna terang
b) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air,
berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk
konus.
c) Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna
terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70
meter dari lantai.
d) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang
bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
e) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan
baik, bila ventilasi alamiah tidak menjamin adanya pergantian udara dengan
baik, harus dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster) .
f) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter
dari lantai.
2) Zona dengan Risiko Sedang
Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat
jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan pada
zona dengan risiko sedang sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah.
e. Pencahayaan
Pencahayaan, penerangan, dan intensitasnya di ruang umum dan khusus harus sesuai
dengan peruntukkannya seperti dalam tabel berikut :
f. Pengawasan
Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut :
1) Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, perlu
mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang
tersebut.
2) Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum
0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di rumah sakit.
3) Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat
menyediakan suhu dan kelembaban seperti dalam tabel berikut :
4) Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan
harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang berlaku)
g. Kebisingan
Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit seperti tabel berikut :
h. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit
Perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan jumlah kamar
mandi seperti pada tabel berikut :
3. Tata Laksana
a. Pemeliharaan Ruang Bangunan
1) Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari.
2) Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah
pembenahan/merapi-kan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan dokter,
kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana diperlukan.
3) Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.
4) Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang
memenuhi syarat dan bahan antiseptikyang tepat.
5) Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.
6) Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan
di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
7) Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus segera
dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.
b. Pencahayaan
1) Lingkungan rumah sakit, baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat cahaya
dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya.
2) Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan
barang/peralatan perlu diberikan penerangan.
3) Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan penerangan untuk
malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk, sekitar individu ditempatkan
pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik.
c. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
1) Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus harus mendapat perhatian yang
khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan
dioperasikan sesuai buku petunjuk sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran
udara, dan kelembaban nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit
yang menggunakan pengatur udara (AC) sentral harus diperhatikan cooling tower-
nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU (Air
Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.
2) Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaustfan
hendaknya diletakkan pada ujung system ventilasi.
3) Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan dengan
diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan frekuensi pergantian udara
per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali.
4) Pengambilan supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya
diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari exhauster atau perlengkapan
pembakaran.
5) Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.
6) Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
7) Suplai udara untuk daerah sensitif, ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat
langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya ddisediakan 2 (dua) buah exhaust
fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.
8) Suplai udara di atas lantai.
9) Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak
digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet, gudang.
10) Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilenglengkapi dengan saringan 2 beds.
Saringan I dipasang di bagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30 %
dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90 %. Untuk mempelajari sistem ventilasi
sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air conditioning
system.
11) Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross ventilation)
dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.
12) Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi dibandingkan
ruang-ruang lain dan menggunakan cara mekanis (air conditioner).
13) Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner
dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20
meter dari langit-langit.
14) Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu) kali sebulan
harus disinfeksi dengan menggunakan aerosol (resorcinol, trietylin glikol), atau
disaring dengan elektron presipitator atau menggunakan penyinaran ultra violet.
15) Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan
pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu, dan
gas).
d. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
1) Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan
ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan.
2) Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya agar
diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara :
a) Pada sumber bising di rumah sakit peredaman. Penyekatan, pemindahan,
pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber bising.
b) Pada sumber bising dari luar rumah sakit : penyekatan/penyerapan bising
dengan penanaman pohon (freen belt), meninggikan tembok, dan meninggikan
tanah (bukit buatan).
e. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
1) Fasilitas Penyediaan Air Minum dan Air Bersih
a) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.
b) Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari
c) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang
membutuhkan secara berkesinambungan.
d) Distribusi air minum dan air bersih disetiap ruangan/kamar harus
menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.
e) Persyaratan penyehatan air termasuk kualitas air minum dan kualitas air bersih
sebagaimana tercantum dalam Bagian III tentang Penyehatan Air.
2) Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi
a) Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan bersih.
b) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang,
dan mudah dibersihkan.
c) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan tempat
cuci tangan)tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap dan kamar karyawan
harus tersedia kamar mandi.
d) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan
penahan bau (water seal).
e) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur,
kamar operasi, dan ruang khusus lainnya.
f) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar.
g) Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanit, unit rawat inap
dan karyawan, karyawan dan toilet pengunjung.
h) Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah dijangkau dan ada
petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung dengan perbandingan 1 (satu) toilet
untuk 1 – 20 pengunjung wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria.
i) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan.
j) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk.
3) Fasilitas Pembuangan Limbah
Persyaratan pembuangan sampah (padat medis dan domestik), limbah cair dan gas
sebagaimana tercantum dalam bagian IV tentang Pengelolaan Limbah.
C. PENYEHATAN AIR
1. Pengertian
a. Air minum adalah air ayng melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
b. Sumber penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit berasal dari
Perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui tangki air, air kemasan dan
harus memenuhi syarat kualitas air minum.
2. Persyaratan
a. Kualitas Air Minum
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum.
b. Kualitas Air yang Digunakan di Ruang Khusus
1) Ruang Operasi
Bagi rumah sakit yg menggunakan air yg sudah diolah seperti dari PDAM, sumur
bor, dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan pengolahan
tambahan dgn catridge filter dan dilengkapi dgn disinfeksi menggunakan ultra
violet (UV)
2) Ruang Farmasi dan Hemodialisis
Air yang digunakan di ruang farmasi terdiri dari air yang dimurnikan untuk
penyiapan obat, penyiapan injeksi, dan pengenceran dalam hemodialisis.
3. Tata Laksana
a. Kegiatan pengawasan kualitas air dengan pendekatan surveilans kualitas air antara lain
meliputi :
1) Inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum dan air bersih;
2) Pengambilan, pengiriman, dan pemeriksaan sampel air;
3) Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan laboratorium; dan
4) Tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas air.
b. Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah sakit dilaksanakan
minimal 1 tahun sekali. Petunjuk teknis inspeksi sanitasi sarana penyediaan air sesuai
dengan petunjuk yang dikeluarkan Direktorat Jenderal PPM dan PL, Departemen
Kesehatan.
c. Pengambilan sampel air pada sarana penyediaan air inum dan/atau air bersih rumah
sakit tercantum dalam Tabel 1.9
Tabel I.9
Jumlah Sampel untuk Pemeriksaan Mikrobiologik Menururt Jumlah Tempat Tidur
Jumlah Minimum Sampel Air Perbulan untuk
Jumlah Tempat Tidur Pemeriksaan Mikrobiologik
Air Minum Air Bersih
25 – 100 4 4
101– 400 6 6
401 – 1000 8 8
> 1000 10 10
d. Pemeriksaan kimia air minum dan/atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua) kali
setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan) dan titik
pengambilan sampel masing-masing pada tempat penampungan (reservoir) dan keran
terjauh dari reservoir.
e. Titik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologik terutama pada air kran
dari ruang dapur, ruang operasi, kamar bersalin, kamar bayi, dan ruang makan, tempat
penampungan (reservoir), secara acak pada kran-kran sepanjang system distribusi,
pada sumber air, dan titik-titik lain yang rawan pencemaran.
f. Sampel air pada butir 3 dan 4 tersebut diatas dikirim dan diperiksakan pada
laboratorium yang berwenang atau yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atau
Pemerintah Daerah setempat.
g. Pengambilan dan pengiriman sampel air dapat dilaksanakan sendiri oleh pihak rumah
sakit atau pihak ketiga yang direkomendasikan oleh Dinas Kesehatan.
h. Sewaktu-waktu dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dalam rangka pengawasan
(uji petik) penyelenggaraan penyehatan lingkungan rumah sakit, dapat mengambil
langsung sampel air pada sarana penyediaan air minum dan/atau air bersih rumah sakit
untuk diperiksakan pada laboratorium.
i. Petugas sanitasi atau penanggung jawab pengelolaan kesehatan lingkungan melakukan
analisis hasil inspeksi sanitasi dan pemeriksaan laboratorium.
j. Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter yang menyimpang
dari standar maka harus dilakukan pengolahan sesuai parameter yang menyimpang.
k. Apabila ada hasil inspeksi sanitasi yang menunjukkan tingkat risiko pencemaran amat
tinggi dan tinggi harus dilakukan perbaikan sarana.
D. PENGELOLAAN LIMBAH
1. Pengertian
a. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
dalam bentuk padat, cair, dan gas.
b. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat
sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-
medis.
c. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi,
limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam
berat yang tinggi.
d. Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah
sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang
dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
e. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun
dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
f. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator,
anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
g. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak
secara rutin ada di lingkungan dan organism tersebut dalam jumlah dan virulensi yang
cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
h. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat
infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi,
terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
i. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
j. Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan
kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle)
2. Persyaratan
a. Limbah Medis Padat
1) Minimasi Limbah
a) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber.
b) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia
yang berbahaya dan beracun.
c) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan
farmasi.
d) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari
pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari
pihak yang berwenang.
2) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
a) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan
limbah
b) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang
tidak dimanfaatkan kembali.
c) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor,
anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak dapat membukanya.
d) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.
e) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan
penggunaan wadah dan label seperti Tabel I.11
Tabel I.11
Jenis Wadah dan label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya
Warna Kantong Lambang
No Kategori
Kontainer Plastik Keterangan
1. Radiokatif Merah Kantong Box Simbol radioaktif
timbale
2 Sangat Infeksius Kuning Kantong plastik
kuat, antibocor,
atau kontainer
yang dapat
disterilisasi
dengan otoklaf
3 Limbah Infeksius, Kuning Kantong plastik
patologi dan anatomi kuat dan anti
bocor, atau
kontainer
4 Sitotoksis Ungu Kontainer
plastik kuat dan
anti bocor
5 Limbah kimia dan Coklat Kantong
farmasi plastikatau
kontainer
f) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi
label bertuliskan ” Limbah Sitotoksis”.
3) Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Media Padat di
Lingkungan Rumah Sakit
a) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah
menggunakan troli khusus yang tertutup.
b) Penyimpanan limbah medis padat paling lama 24 jam.
4) Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit
a) Pengelola harus mengumpulkan dan mengmas pada tempat yang kuat.
b) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus
yang memiliki izin pengangkutan.
b. Limbah Medis Non Padat
1) Pemilahan dan Pewadahan
a) Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari limbah medis padat
dan ditampung dalam kantong plastic warna hitam.
b) Tempat Pewadahan
(1) Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik
warna hitam sebagai pembungkus limbah.
2) Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan
a) Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan binatang
pengganggu yang lain minimal 1 (satu) bulan sekali.
3) Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus dilakukan sesuai
persyaratan kesehatan.
c. Limbah Cair
Kalitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan
harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor Kep-58/MenLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat.
d. Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat dengan
insinerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
Kep-13/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
3. Tata Laksana
a. Limbah Medis Padat
1) Minimisasi Limbah
a) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya.
b) Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
c) Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
d) Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan
perawatan dan kebersihan.
e) Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi
limbah bahan berbahaya dan beracun.
f) Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan
g) Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari
kadaluarsa.
h) Menghabiskan bahan dari setiap kemasan
i) Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.
2) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
a) Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang terdiri
dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sototksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
b) Tempat pewadahan limbah medis padat :
(1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya
fiberglass.
(2) Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan
yang terpisah dengan limbah padat nonmedis.
(3) Kantong plastik diangkat setiap haru atau kurang sehari apabila 2/3 bagian
telah terisi limbah.
(4) Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus
(safety box) seperti botol atau karton yang aman.
(5) Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan sitotoksik yang tidak
langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan
disinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong
plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut
tidak boleh digunakan lagi.
(1) Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada
distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan
dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas
1.000° C.
c) Limbah Sitotoksis
(1) Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan
penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum.
(2) Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan
penghasil atau distribusinya, insinerasi pada suhu tinggi, dan degradasi
kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena
kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator
dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak lagi
dipakai.
d) Limbah Bahan Kimiawi
(1) Pembuangan Limbah Kimia Biasa
Limbah kimia biasa yang tidak bisa didaur seperti gula, asam amino, dan
garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor. Namun demikian,
pembuangan tersebut harus memenuhi persyaratan konsentrasi bahan
pencemar yang ada seperti bahan melayang, sushu, dan pH.
b. Pencegahan
1) Nyamuk
a) Melakukan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Mengubur, Menguras,
Menututp (3M).
b) Pengaturan aliran pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan tertutup.
c) Pembersihan tananam sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi tempat
perindukan.
d) Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu terutama
di ruang perawatan anak.
2) Kecoa
a) Menyimpan bahan makanan dan amkaan siap saji pda tempat tertutup.
b) Pengelolaan sampah yang memenuhi sayarat kesehatan.
c) Menututp lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk ke dlam
ruangan.
3) Tikus
a) Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding, plafon, pintu,
dan jendela.
b) Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
4) Lalat
Melakukan pengelolaan sampah/limbah yang memnuhi syarat kesehatan.
5) Binatang pengganggu lainnya
Melakukan pengelolaan makanan dan limbah yang memenuhi syarat kesehatan.
c. Pemberantasan
1) Nyamuk
a) Pemberantasan dilakukan apabila larva atau jentik nyamuk Aedes sp. > 0
dengan abatisasi.
b) Melakukan pemberantasan larva/jentik dengan menggunakan predator.
c) Melakukan oiling untuk memberantas culex.
d) Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular di rumah sakit, maka
perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumah sakit.
2) Kecoa
a) Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan telur yang
terdapat pada celah-celah dinding, lemari, peralatan dan telur kecoa
dimusnahkan dengan dibakar/dihancurkan.
b) Pemberantasan kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi.
(1) Secara fisik atau mekanis :
- Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul
- Menyiram tempat perindukan dengan air panas
- Menutup celah-celah dinding
(2) Secara kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan pengasapan,
bubuk, semprotan, dan umpan.
3) Tikus
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan perangkap,
pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan secara kimia dengan
menggunakan umpan beracun.
4) Lalat
Bila kepadatan lalat di sekitar tempat sampah (perindukan) melebihi 2 (dua) ekor
per block grill maka dilakukan pengendalian lalat secara fisik, biologik, dan kimia.
5) Binatang pengganggu lainnya
Bila terdapat kucing dan anjing, maka perlu dilakukan :
a) Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit.
b) Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk menangkap kucing dan
anjing.
7. Peningkatan Mutu
Peningkatan Mutu K3 Rumah Sakit, meliputi :
Ada pencatatan tentang semua kejadian serta penanggulangan kasus K3.
Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit oleh Panitia K3 Rumah
Sakit.
Hasil Analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada direktur rumah sakit
BAB V
KEBAKARAN
A. LATAR BELAKANG
Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan faktor-faktor yang
menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah untuk
mencegah kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran membutuhkan
suatu program pendidikan dan pengawasan beserta pengawasan pegawai, suatu rencana
pemeliharaan yang cermat dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya,
inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik dari peralatan pemadam
kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap-pakainya maupun dari segi mudah
dicapainya.
B. PENGERTIAN
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita
hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan.
C. RUANG LINGKUP
a. Pencegahan Kebakaran
Pengelolaan pencegahan kebakaran di Rumah Sakit yaitu dengan mengendalikan
sumber panas seperti Listrik, listrik statis, nyala api dan bahan mudah terbakar seperti
kertas, karpet, karet, dll.
Cara pengendaliannya adalah sebagai berikut :
Menetapkan larangan merokok di Rumah Sakit.
Monitoring Inspeksi Listrik secara teratur.
Menyediakan alat Pemadam Api ringan dengan jumlah cukup sesuai ketentuan yang
berlaku.
Inspeksi Peralatan Pemadaman Kebakaran secara berkala.
Pemasangan tanda-tanda peringatan bahaya kebakaran pada tempat-tempat berisiko.
b. Penanggulangan Kebakaran
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan adanya
Oksigen dalam kebakran tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan Alat
pemadam Api Ringan (APAR) yang fungsinya mengisolasi adanya oksigen dalam api
tersebut, selain itu dapat digunakan air untuk memadamkan kebakaran sebagai media yang
dapat menimbulkan reaksi pendinginan panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.
Agar pegawai dapat melakukan penanggulangan kebakaran secara dini maka
dilakukanlah pelatihan secara berkala cara menggunakan APAR dan simulasi penggunaan
APAR.
Cara penanggulangan Kebakaran di RS adalah sebagai berikut :
Alat pemadam api ringan (APAR) dengan jumlah cukup sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Diklat pemadaman api bagi pegawai Rumah Sakit, yang dilakukan secara berkala 2
kali dalam satu tahun.
BAB VI
KEWASPADAAN BENCANA
A. LATAR BELAKANG
Bencana umumnya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang datangnya tiba-tiba.
Rumah Sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak mustahil menghadapi bahaya ini.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu disusun suatu acuan atau pedoman bagi seluruh
pegawai Rumah Sakit untuk menghadapi suatu bencana yang mungkin akan terjadi di Rumah
Sakit.
B. PENGERTIAN
Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, dan prasarana umum yang memerlukan pertolongan
dan bantuan secara khusus.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari kegiatan-kegiatan kewaspadaan bencana di Rumah Sakit, meliputi :
1. Diperlukan pedoman pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat digunakan bagi
seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna
mencegah dan menanggulangi bencana di Rumah Sakit, oleh karena itu telah dibuat
pedoman penanggulangan bencana yang dapat dievaluasi untuk perbaikan sistem
penanggulangan bencana.
2. Pembekalan Bagi Pegawai dalam menghadapi bencana. Untuk pembekalan pengetahuan,
ketrampilan dan pengalaman pegawai dalam penanggulangan bencana maka diadakan
Pelatihan dan Simulasi Penanggulangan Bencana yang dilaksanakan sebanyak 2 x setiap
tahunnya.
3. Ditetapkan sistem komunikasi dalam penanggulangan bencana yaitu tata cara penggunaan
telepon, daftar nomor penting, dan kewenangan penggunaan telepon.
4. Tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien.
5. Sarana dan Prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB VII
PENDIDIKAN DAN LATIHAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam upaya untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan, Keterampilan, dan
pengalaman pegawai rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan /unsur-unsur K3 maka
dipandang perlu untuk melaksanakan pendidikan dan latihan K3.
Tujuan diselenggarakankannya diklat K3 adalah untuk membentuk karyawan yang
peka, tanggap dan waspada terhadap K3 sehingga mempunyai kesadaran dan kemauam untuk
melakukan kegiatan-kegiatan K3.
B. PENGERTIAN
Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman secara
sistimatik dari suatu pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman yang ingin didapatkan.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kegiatan diklat adalah :
1. Diklat kelas
Diklat kelas untuk pembahasan teori, dan diskusi sesuai dengan materi yang disampaikan
dan berkaitan dengan unsur-unsur K3.
2. Simulasi
Dilakukan simulasi K3 yang bermanfaat memberikan pengalaman dan gambaran suatu
peristiwa kejadian K3, seperti :
Pemadaman api dengan APAR
Evakuasi Pasien
BAB VIII
SISTEM EVALUASI DAN PELAPORAN
A. LATAR BELAKANG
Evaluasi dan pelaporan merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah
kegiatan, baik yang bersifat rutin maupun yang tidak terjadwal. Evaluasi bertujuan untuk
menganalisa hasil kegiatan yang telah dilakukan sekaligus memberikan penilaian apakah
kegiatan yang dilakukan telah mencapai sasaran yang diharapkan atau hasil kegiatan belum
memenuhi harapan sehingga perlu dilakukan tindak lanjut sehingga dicapai sasaran yang
diharapkan.
B. PENGERTIAN
Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan - kegiatan atau
yang telah dibuat. Pelaporan adalah kegiatan membuat analisa dan rekomendasi dari hasil
pelaksanaan kegiatan atau evaluasi.
C. RUANG LINGKUP
Kegiatannya meliputi :
1. Pengumpulan data dari pelaksanaan kegiatan dari unsur – unsur K3 rumah sakit.
2. Mengadakan pertemuan 6 (enam) bulanan guna membahas hasil pelaksanaan kegiatan K3.
3. Melakukan analisa dan membuat rekomendasi
4. Membuat laporan hasil evaluasi untuk selanjutnya disampaikan kepada direktur rumah
sakit.
BAB IX
PENUTUP
Dalam pembuatan pedoman ini disadari bahwa pedoman ini tidak sempurna masih
terdapat banyak kekurangan-kekurangan. Oleh kerena itu masukkan dan saran untuk
perbaikan peningkatan pedoman ini, merupakan sesuatu yang sangat berharga.
Semoga ini dapat menjadi pegangan bagi setiap orang yang melibatkan diri untuk
berkecimpung di bidang K3 RSIA Stella Maris