Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

OVERDOSIS DAN KERACUNAN


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat
Darurat

Disusun oleh :
MOHAMMAD RAJU SAHRIAL ILHAMI
NIM: J2114901067

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
OVERDOSIS DAN KERACUNAN

A. Definisi Penyakit
Intoksikasi adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui
saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang
menimbulkan gejala klinis. Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap,
diabsorpsi, menempel pada kulit, atau dialirkan didalam tubuh dalam
jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya
reaksi kimia. Reaksi kimia racun mengganggu sistem kardiovaskular,
pernapasan sistem saraf pusat, hati, pencernaan (GI), dan ginjal (Nurarif &
Kusuma, 2013).
Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai
untuk membunuh serangga. Organofosfat adalah insektisida yang paling
toksik di antara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan
pada manusia (Arisman, 2008).
B. Patofisiologi
Organofosfat adalah persenyawaan yang tergolong antikholinesterase.
Dampak organofosfat terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung
dari golongan, intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan.
Dalam tubuh manusia diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase.
Enzim kholinesterase berfungsi memecah asetilkolin menjadi kolin dan
asam asetat. Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung-ujung syaraf ke ujung
syaraf berikutnya, kemudian diolah dalam Central nervous system (CNS)
dan akhirnya terjadi gerakan-gerakan tertentu yang dikoordinasikan oleh
otak. Apabila tubuh terpapar organofosfat, maka mekanisme kerja enzim
kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem
syaraf. Ketika pestisida organofosfat memasuki tubuh manusia atau
hewan, pestisida menempel pada enzim kholinesterase. Karena
kholinesterase tidak dapat memecahkan asetilkholin, impuls syaraf
mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu twiching yang cepat dari
otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot-otot
pada sistem pernafasan tidak berfungsi terjadilah kematian.
Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh juga akan
menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi
akumulasi substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut diatas
akan menyebabkan gangguan sistem syaraf, baik sistem saraf pusat, sistem
saraf simpatis dan parasimpatis yang berupa aktifitas kolinergik secara
terus menerus akibat asetilkholin yang tidak dihidrolisis. Gangguan ini
selanjutnya akan dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan
(Prijanto, 2009).

Masuknya insektisida Intoksikasi


organofosfat ke insektisida
gastrointestinal organofosfat

Respon Psikologis Hambatan aktivikasi Penurunan asupan


enzim asetilkolinesterase makanan
(Ache)
Koping individu tidak efektif
kecemasan
pemenuhan informasi Akumulasi asetilkolin
pada ujung saraf Defisit Nutirisi

Efek stimulasi Efek stimulasi nikotinik


muskarinik pada saraf Efek stimulasi nikotinik muskarinik pada sistem
parasimpatis pada sistem saraf saraf pusat
simpatis

Bronkospasme, hipotensi, Agitasi, gagal nafas,


bradikardi, miosis, muntah, Takikardi, Hipertensi, penurunan tingkat
berkeringat, diare, sering Midriasis kesadaran dan koma
kencing dan hipersaliva.
Penurunan aliran udara, Pola Nafas Tidak
hipoksia, penurunan aliran efektif
darah sistemik, peningkatan
hilangnya cairan tubuh
Gangguan tidak dapat
dikoreksi

Gangguan
pertukaran gas
Gagal kardiorespirasi

Kematian
Efek akumulasi asetilkolin
Kelelahan, Kelemahan Intoleransi Aktivitas
pada neuromuskular
fisik, fasikulasi
junction

C. Kemungkinan Data Pokus


1. Pengkajian Primer
a. Airway : Terjadi hambatan jalan nafas karena terjadi hipersaliva
b. Breathing : Terjadi kegagalan dalam pernafasan, nafas cepat
dan dalam
c. Circulation : Apabila terjadi keracunan karena zat korosif maka
percernaan akan mengalami perdarahan dalam terutama lambung.
d. Dissability : Bisa menyebabkan pingsan atau hilang kesadaran
apabila keracunan dalam dosis yang banyak.
e. Eksposure : Nyeri perut, perdarahan saluran pencernaan,
pernafasan cepat, kejang, hipertensi, aritmia, pucat, hipersaliva
f. Fluid / Folley Catheter : Jika pasien tidak sadarkan diri
kateter diperlukan untuk pengeluaran urin
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual muntah,
perdarahan saluran cerna, kejang, hipersaliva, dan rasa terbakar di
tenggorokan dan lambung.
b. Riwayat kesehatan sebelumnya : Riwayat keracunan, bahan racun
yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada
masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang
ditimbulkan dan kapan terjadinya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan
perdarahan saluran pencernaan
2) Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus,
disorientasi, delirium, kejang sampai koma.
3) BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
4) Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic
dalam jumlah besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.
5) Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan
trombositopenia.
6) Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia,
hipokalsemia atau hipokalsemia
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak
membantu.
2) Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma
sangat membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun
sampai di bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan
nitrit. Kadar barbiturat plasma : penting untuk penentuan
derajat keracunan barbiturate
e. Terapi medis
1) Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala :
a) Gangguan sistem pernafasan dan sirkulasi : RJP
b) Gangguan sistem susunan saraf pusat : Kejang : beri
diazepam atau fenobarbital dan Odem otak : beri manitol
atau dexametason
c) Gejala : mual, muntah, nyeri perut, hipersalivasi, nyeri
kepala, mata miosis, kekacauan mental, bronchokonstriksi,
hipotensi, depresi pernafasan dan kejang.
Tindakan : Atropin 2 mg tiap 15 menit sampai pupil
melebar.
Atropin berfungsi untuk menghentikan efek acetylcholine
pada reseptor muscarinik, tapi tidak bisa menghentikan efek
nikotinik.
Pada usia < 12 tahun pemberian atropin diberikan
dengan dosis 0,05 mg/kgBB, IV perlahan dilanjutkan
dengan 0,02-0,05mg/kgBB setiap 5-20 menit sampai
atropinisasi sudah adekuat atau dihentikan bila : Kulit
sudah hangat, kering dan kemerahan, Pupil dilatasi
(melebar), Mukosa mulut kering dan Heart rate meningkat
Pada anak usia > 12 tahun diberikan 1 - 2 mg IV dan
disesuaikan dengan respon penderita. Pengobatan
maintenance dilanjutkan sesuai keadaan klinis penderita,
atropin diteruskan selama 24 jam kemudian diturunkan
secara bertahap. Meskipun atropin sudah diberikan masih
bisa terjadi gagal nafas karena atropin tidak mempunyai
pengaruh terhadap efek nikotinik (kelumpuhan otot)
organofosfat
2) Antiemetik : zat-zat yang digunakan untuk menghambat
muntah.
Obat antiemetik adalah : Antagonis reseptor 5-hydroxy-
tryptamine yang menghambat reseptor serotonin di Susunan
Syaraf Pusat (SSP) dan saluran cerna. Obat ini dapat digunakan
untuk pengobatan post-operasi, dan gejala mual dan muntah
akibat keracunan. Beberapa contoh obat yang termasuk
golongan ini adalah : Domperidon, Ondansentron, Dolasetron
(Boswick, 1997).
3) Pengobatan Supportif
Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk
mempertahankan homeostasis fisiologis sampai terjadi
detoksifikasi lengkap dan untuk mencegah serta mengobati
komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema
otak & paru, pneumonia, rhabdomiolisis (kumpulan gejala yang
ditimbulkan karena gangguan dalam sel-sel otot), gagal ginjal,
sepsis, dan disfungsi organ menyeluruh akibat hipoksia atau
syok berkepanjangan. Terapi : Hipoglikemia : glukosa 0,5-
1g /kgBB IV, Kejang : diazepam 0,2-0,3mg /kgBB IV
(Boswick, 1997)

D. Analisa Data
MASALA
DATA ETIOLOGI
H
Gejala dna tanda mayor Masuknya isektisida organofosfat Pola nafas
DS : Dipsnea ke gastrointestnal tidak
DO : efektif
- Penggunaan otot Intoksikasi insektisida
bantu napas organofosfat
- Fase ekspirasi
memanjang Hambatan aktivitas enzim asetil

- Pola nafas kolinesterase (Ache)


MASALA
DATA ETIOLOGI
H
abnormal Akumulasisetilkolin pada ujung
Gejala dan tanda minor saraf
DS : Ortopnea
DO : Efek stimulasi nikotinik
- Pernapsan pursed- muskanik pada sistem saraf pusat
lip
- Pernapasan cuping Agitasi, gagal nafas penurunan

hidung tingkat kesadaran dan koma

- Tekanan ekspirasi
Pola nafas tidak efektif
emnurun
- Tekanan inspirasi
menurun
- Ekskursdi dada
berubah
Gejala dna tanda mayor Masuknya isektisida organofosfat Ganguan
DS : Klien mengatakan ke gastrointestnal pertukaran
sesak gas
Intoksikasi insektisida
DO : organofosfat
- PCO2
meningkat/menur Hambatan aktivitas enzim asetil
un kolinesterase (Ache)
- PO2 menurun
- Takikardi Akumulasisetilkolin pada ujung

- pH saraf

meningkat/menur
Efek stimulasi musakannik pada
un
saraf parasimpati
- Bunyi nafas
MASALA
DATA ETIOLOGI
H
tambahan bronkospasme hipotensi
Gejala dan tanda minor bradikardi miosis, muntah
DS : klien mengeluh berkeringat, diare seirng kencing
pusing dan penglihata dan hipersaliva
kabur
DO : penurunana alirna udara,
- Sianosis hikposia, penurunan aliran darah
- Gelisah sistemik, peningkatan hilangnya
- Nafas cuping cairan
hidung
- Pola nafas Gangguan pertukaran gas

abnormal
- Warna kulit
abnormal
- Kesadaran
menurun
Gejala dan tanda mayor Masuknya isektisida organofosfat Intoleransi
DS : Klien mengeluh ke gastrointestnal aktivitas
lelah
DO : Intoksikasi insektisida
- Frekuensi jantung organofosfat
meningkat >20 %
dari kondisi efek akumulasi setikolin pada

istirahat neuromuskular junction

Gejala dan tanda minor


DS : kelelahan dna kelemahan fisik,

- Kien mengatakan fasikulasi

sesak saat/setelah
Intoleransi aktivitas
aktivitas
MASALA
DATA ETIOLOGI
H
- Klien
mengatakan klien
merasa tidak
nyaman setelah
beraktivitas
- Klien
mengatakan klien
merasa lemah
DO :
- TD berubah >20%
dari kondisi
istirahat
- Gambaran EKG
menunjukan
aritmia saat/setelah
aktivitas
- Sianosis
E. Diagnosa & Perencanaan Keperawatan

N TUJUAN DAN INTERVENSI


DX KEP
O KH KEPERAWATAN
1 D.0005 Pola napas tidak L.01004 Pola I.01014 Pemantauan
efektif b.d hambatan Napas Respirasi
upaya nafas ditandai Setelah dilakukan Observasi
dengan : tindakan - Monitor frekuensi,
- Penggunaan otot keperawatan irama, kedalaman
bantu napas selama 1x24 jam dan upaya napas
- Fase ekspirasi diharapkan pola - Monitor pola napas
memanjang napas membaik - Monitor adanya
N TUJUAN DAN INTERVENSI
DX KEP
O KH KEPERAWATAN
- Pola napas dengan KH : sputum
abnormal - Tekanan - Monitor adanya
- Pernapasan pursed- ekspirasi sumbatan jalan
lip meningkat (5) napas
- Pernapasan cuping - Tekanan - Monitor saturasi
hidung inspirasi oksigen
- Tekanan ekspirasi meningkat (5) - Auskultasi bunyi
menurun - Dispnea napas
- Tekanan inspirasi menurun (5) Terapeutik
menurun - Penggunaan - Atur interval
otot bantu pemantauan
napas respirasi sesuai
menurun (5) kondisi pasien
- Pemanjangan - Dokumentasikan
fase ekspirasi hasil pemantauan
menurun (5) Edukasi
- Pernapasan - Jelaskan tujuan dan
pursed-lip prosedur
menurun (5) pemantauan
- Pernapasan - Informasikan hasil
cuping pemantauan, jika
hidung perlu
menurun (5)
- Frekuensi
napas
membaik (5)
2 D.0003 Gangguan L.01003 I.01014 Pemantauan
pertukaran gas b.d Pertukaran gas Respirasi
perubahan membran Setelah dilakukan
N TUJUAN DAN INTERVENSI
DX KEP
O KH KEPERAWATAN
alveoli-kapiler ditandai tindakan Observasi
dengan : keperawatan - Monitor frekuensi,
- PCO2 selama 1 x 24 jam irama, kedalaman
meningkat/menurun diharapkan dan upaya napas
- PO2 menurun karbon dioksida - Monitor pola napas
- Takikardi pertukaran gas - Monitor adanya
- pH meningkat dengan sputum
meningkat/menurun kriteria hasil : - Monitor adanya
- Bunyi nafas - Tingkat sumbatan jalan
tambahan kesadaran napas
- Sianosis meningkat - Monitor saturasi
- Gelisah - Dyspnea oksigen
- Nafas cuping menurun - Auskultasi bunyi
hidung - Bunyi napas napas
- Pola nafas tambahan Terapeutik
abnormal menurun - Atur interval
- Warna kulit - Takikardia pemantauan
abnormal menurun respirasi sesuai
- Kesadaran menurun - Pusing kondisi pasien
membaik - Dokumentasikan
- Penglihatan hasil pemantauan
kabur Edukasi
menurun - Jelaskan tujuan dan
- Diaphoresis prosedur
menurun pemantauan
- Gelisah - Informasikan hasil
menurun pemantauan, jika
- Napas cuping perlu
hidung
N TUJUAN DAN INTERVENSI
DX KEP
O KH KEPERAWATAN
menurun
- PCO2
- PO2
- pH arteri
- Sianosis
membaik
- Pola napas
membaik
- Warna kulit
membaik
3 D.0056 Intoleransi L.05047 Toleransi L.05178 Managemen
aktivitas b.d kelemahan aktivitas: energy:
ditandai dengan : Setelah dilakukan Observasi:
- Frekuensi jantung tindakan - Identifikasi
meningkat >20 % keperawatan gangguan fungsi
dari kondisi istirahat selam 1 x 24 jam tubuh yang
- TD berubah >20% diharapkan mengakibatkan
dari kondisi istirahat toleransi aktovitas lelelahan
- Gambaran EKG meningkat dengan - Monitor kelelahan
menunjukan aritmia kriteria hasil : fisik dan
saat/setelah aktivitas - Frekuensi nadi emosional
- Sianosi meningkat (5) - Monitor pola jam
- Status oksigen tidur
meningkat (5) - Monitor lokasi dan
- Kemudahan ketidaknyamanan
dalam Terapeutik:
melakukan - Sediakan
aktivitas lingkungan
meningkat (5) nyaman dan
N TUJUAN DAN INTERVENSI
DX KEP
O KH KEPERAWATAN
- Keluhan lelah rendah stimulus
menurun (5) - Lakukan latihan
- Dyspnea saat rentang gerak
aktivitas passif
menurun (5) - Berikan aktivitas
- Warna kulit distraksi yang
membaik (5) menyenangkan
- Tekanan darah Edukasi:
membaik (5) - Edukasi tirah
- Frekuensi nadi baring
membaik (5) - Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan strategi
koping untuk
megurangi
kelelahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tetang
cara meningkatkab
asupan cairan

F. Daftar Pustaka
Arisman. 2008. Keracunan Makanan:Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta
Boswick, J. 1997. Perawatan Gawat Darurat. EGC. Jakarta
Nurarif, H.N & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction
Publishing. Yogyakarta.
Prijanto, B.T. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida
Organofosfat Pada Keluarga Petani Hortikultura Di Kecamatan
Ngablak Kabupaten Magelang. Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro Semarang. Semarang.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Schmacer (2013) skema diagnosa dan penatalaksanaan gawat darurat,
Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai