Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)

Disusun oleh:

Devita Siti Martina


2206277020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

STIKes MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA


2022/2023
1. DEFINISI
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan ditesis hemoragik merupakan dengue hemorrhagic fever disingkat
DHF. Terjadinya perembesan plasma pada kasus DHF yang ditandai dengan
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma
2015).

2. ETIOLOGI
Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype virus
yaitu
a. Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.
b. Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
c. Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather
d. Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather
Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses (arboviruses).
Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3
merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat (Sukohar, A.
2014)

3. EPIDEMIOLOGI
Empat virus dengue berasal dari monyet dan secara independen menular ke
manusia di Afrika atau Asia Tenggara antara 100 dan 800 tahun yang lalu. Dengue tetap
merupakan penyakit yang terbatas secara geografis dan minor sampai pertengahan abad
ke-20. Gangguan perang dunia kedua - khususnya transportasi nyamuk Aedes di seluruh
dunia dalam kargo diduga telah memainkan peran penting dalam penyebaran virus. DBD
pertama kali didokumentasikan hanya pada 1950-an selama epidemi di Filipina dan
Thailand. Tidak sampai tahun 1981,sejumlah besar kasus DBD mulai muncul di Karibia
dan Amerika Latin, di mana program pengendalian Aedes yang sangat efektif telah ada
sampai awal 1970-an.

Baru-baru ini sekitar 2,5 miliar orang, atau 40% dari populasi dunia, tinggal di
daerah di mana ada risiko penularan demam berdarah. Dengue endemik di setidaknya
100 negara di Asia, Pasifik, Amerika, Afrika, dan Karibia. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan bahwa 50 hingga 100 juta infeksi terjadi setiap tahun, termasuk
500.000 kasus DBD dan 22.000 kematian, sebagian besar di antara anak-anak. (Candra,
A. 2019)

4. PATOFISIOLOGI

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi anamnestik
yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Replikasi virus
dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini
semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang selanjutnya
akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari
pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab
lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaran hebat yang biasanya
timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia
merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD.
Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa
renjatan. Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal
biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit.
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan
pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X
dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti
terganggu, juga oleh aktifasi sistem koagulasi. Pembekuan intravaskuler menyeluruh
(PIM/DIC) secara potensial dapat terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan
renjatan. Renjatan pada PIM akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan
memasuki renjatan irrevesible disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital dan
berakhir dengan kematian (Sukohar, A. 2014).

5. MANIFESTASI KLINIS
Dengue Haemorhagic Fever merupakan penyakit virus dengue yang disebabkan
oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes Aegypti hidup didaerah yang
mempunyai iklim tropis dengan suhu yang lembab. Nyamuk ini mempunyai ciri-ciri
tubuh hitam dengan belang putih pada kakinya. Gejala penderita penyakit ini sekarang
tidak terduga dan seringkali disepelekan oleh masyarakat awam. Manifestasi klinik dari
penyakit Dengue Haemorhagic Fever adalah sebagai berikut:
a. Mendadak demam tinggi (lebih dari 38oC) yang berlangsung secara terus menerus
selama 2 sampai 7 hari
b. Terasa mual, muntah dan kepala pusing
c. Nyeri ulu hati
d. Trombosit yang turun terus menerus
e. Diare
f. Terdapat bintik-bintik merah pada kulit (Febriana & Ulfa, 2018)

6. KLASIFIKASI
Berdasarkan tingkat keparahan, WHO (2004) membagi demam berdarah dengue
menjadi 4 derajat, yaitu:
a. Derajat 1: Demam yang disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
b. Derajat 2: Derajat 1, disertai perdarahan terjadinya spontan di kulit dan perdarahan
lainnya.
c. Derajat 3: Adanya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di daerah sekitar mulut,
kulit dingin dan lembab, dan tampak gelisah.
d. Derajat 4: Syok berat, dimana nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.

7. FARMAKOTERAPI
Pengobatan DHF bersifat simptommatik dan supportif, (mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
pendarahan).
a. Cairan pengganti (rekomendasi WHO):
b. Cairan Laktat Ringer
c. Cairan Glukosa 5% dalam 0,9% NaCl
d. Cairan Glukosa 5% dalam 0,45% NaCl
e. Cairan Glukosa 5% dalam'h Laktat Ringer
f. Cairan Glukosa 5% dalam 0,3% NaCl.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium (Uji Laboratorium)
b. Pemeriksaan Darah Lengkap
c. Pemeriksaan Hemoglobin
d. Pemeriksaan Hematokrit
e. Pemeriksaan Trombosit
f. Pemeriksaan Leukosit

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada
penantalaksanaan medis dan keperawataan diantanya :
a. Penatalaksanaan Medis
1) DBD tanpa renjatan Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada
anak sedikt demi
sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat
antipiretik dan kompres hangat. Jika anak mengalami kejang-kejang diberi
luminal
dengan dosis : anak yang berumur 1 tahun 75mg. atau antikonvulsan lainnya.
Infus
diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien teruss menerus muntah,
tidak dapat diberikan minum sehingga mengancan terjadinya dehidrasi atau
hematokrit yang cenderung meningkat.
2) DBD disertai renjatan Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara
dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.
Cairan yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan renjatan berat
pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi, kecepatan tetesan
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat atau
renjatan berulang perlu dipasang CVP (central venous pressure) untuk mengukur
tekanan vena sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya
pasien dirawat di ICU.
10. KOMPLIKASI
a. Ensofalopati dengue
b. Miokarditis
c. Kelainan Hati
d. Laetrigenik
e. Edema Paru
f. Gagal Ginjal Akut
g. Kelainan Hati

11. DIET / NUTRISI


a. Energi Sesuai Kebutuhan
b. Protein Tinggi, yaitu 15-20% kebutuhan energi total
c. Lemak cukup, 15-25% kebutuhan energi total
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total
e. Cairan sesuai kebutuhan
f. Vitamin A 500-600 mg
g. Vitamin C 45-50 mg
h. Vitamin K 20-35 mg
i. Zat Besi 9-20 mg

12. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


a. Keluhan Utama Pasien
b. Riwayat penyakit sekarang/saat ini
c. Riwayat penyakit terdahulu
d. Riwayat Keperawatan berdasarkan fungsional
Pola persepsi sehat – penatalaksanaan sehat
Pola metabolik Nutrisi
Pola Eliminasi
Pola tidur istirahat
Pola aktivitas harian – latihan
Pola kognitif persepsi
Pola Persepsi diri konsep diri
Pola Peran Hubungan
Pola Toleransi Stress – Koping
Pola Nilai Kepercayaan
e. Pemeriksaan Fisik
f. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No. Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Manajemen nyeri
tindakan keperawatan Observasi Observasi
selama 2 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengetahui lokasi,
diharapkan tingkat karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
nyeri menurun dengan frekuensi, kualitas, intensitas frekuensi, kualitas, dan
kriteria hasil: nyeri intensitas nyeri
- Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 2. Mengetahui nyeri
menurun 3. Identifikasi respons nyeri berkurang atau tidak
- Meringis non verbal dengan menggunakan
menurun 4. Identifikasi faktor yang skala nyeri
- Gelisah menurun memperberat dan 3. Mengetahui nyeri dari
memperingan nyeri reaksi non-verbal pasien
5. Identifikasi pengaruh nyeri 4. Meminimalisir faktor
terhadap kualitas hidup yang memperberat nyeri
Terapeutik 5. Mengetahui dampak
6. Berikan teknik nyeri terhadap aktivitas
nonfarmakologis untuk Terapeutik
mengurangi rasa nyeri 6. Mengurangi nyeri
7. Kontrol lingkungan yang dengan tidak
memperberat rasa nyeri ada/minimal efek
8. Fasilitasi istirahat tidur samping.
Edukasi 7. Meminimalisir yang
9. Jelaskan penyebab, periode, memperberat nyeri
dan pemicu nyeri 8. Mengalihkan rasa nyeri
10. Jelaskan strategi meredakan Edukasi
nyeri 9. Mengetahui penyebab
11. Anjurkan memonitor nyeri timbulnya nyeri
secara mandiri 10. Mengetahui cara yang
12. Ajarkan teknik dapat
nonfarmakologi untuk digunakan/diberikan
mengurangi rasa nyeri untuk meredakan nyeri
Kolaborasi 11. Agar nyeri terkontrol
13. Kolaborasi pemberian 12. Mengurangi nyeri tanpa
analgesic, jika perlu efek samping
Kolaborasi
13. Mengurangi nyeri

2. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen hipertermi Manajemen hipertermi


tindakan keperawatan Observasi Observasi
selama 2 x 24 jam 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
diharapkan hipertermia hipertermi
termoregulasi membaik 2. Monitor suhu tubuh 2. Untuk memantau suhu
dengan kriteria hasil: 3. Monitor haluaran urin tubuh
- Menggigil Terapeutik 3. Untuk memantau output
menurun 4. Longgarkan pakaian urin, mencegah
- Takikardi 5. Berikan cairan oral dehidrasi
menurun 6. Lakukan pendingin Terapeutik
- Suhu tubuh eksternal seperti kompres 4. Proses konveksi akan
membaik dingin/hangat terhalang oleh
- Tekanan darah Edukasi pakaianyang ketat dan
membaik 7. Anjurkan tirah baring tidak menyerap keringat
Kolaborasi 5. Saat demam kebutuhan
8. Kolabrasi pemberian cairan tubuh akan cairan
dan elektrolit intravena meningkat
6. Perpindahan panas
secara konduksi
Edukasi
7. Tirah baring dapat
mengurangi metabolism
sehingga dapat
mengurasi panas
Kolaborasi
8. Menggantikan cairan
dan elektrolit yang
hilang

3. Hypovolemia Setelah dilakukan Manajemen hypovolemia Manajemen hypovolemia


tindakan keperawatan Observasi Observasi
selama 2 x 24 jam 1. Periksa tanda dan gejala 1. Agar dapat tertangani
diharapkan status hypovolemia dengan cepat
cairan membaik dengan 2. Monitor intake output 2. Untuk memantau intake
kriteria hasil: Terapeutik dan output
- Membrane 3. Hitung kebutuhan cairan Terapeutik
mukosa lembab 4. Berikan asupan cairan oral 3. Memenuhi kebutuhan
meningkat Edukasi cairan sesuai dengan
- Perasaan lemah 5. Anjurkan memperbanyak perhitungan yang sesuai
menurun asupan cairan oral 4. Mengganti cairan dan
- Tekanan darah Kolaborasi elektrolit yang hilang
membaik 6. Kolaborasi pemberian Edukasi
- Turgor kulit cairan IV isotonis (NaCl, RL) 5. Mengganti cairan dan
membaik elektrolit yang hilang
- Hematokrit Kolaborasi
membaik 6. Mengganti cairan dan
- Output urin elektrolit yang hilang
meningkat melalui IV

4. Nausea Setelah dilakukan Manajemen mual Manajemen mual


tindakan keperawatan Observasi Observasi
selama 2 x 24 jam 1. Identifikasi isyarat 1. Mengetahui
diharapkan tingkat nonverbal ketidaknyamanan dari
nausea menurun dengan ketidaknyamanan reaksi non verbal
kriteria hasil: 2. Identifikasi dampak mual 2. Mengetahui dampak
- Perasaan ingin 3. Identifikasi factor penyebab mual pada kualitas
muntah menurun mual hidup
- Nafsu makan 4. Monitor asupan nutrisi 3. Mengetahui factor
membaik Terapeutik penyebab mual
5. Berikan makanan dalam 4. Untuk memantau
jumlah sedikit, tidak berbau, makanan yang masuk
dan tidak berwarna Terapeutik
5. Meningkatkan proses
pencernaan dan
toleransi pasien
terhdapa nutrisi yang
diberikan
14. REFERENSI

Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi). MediAction
Candra, A. 2019. ASUPAN GIZI DAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH/
DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF). JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol.7
No.2. Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang
Febriana, Ulva. Klasifikasi Penyakit Typhoid Fever (TF) dan Dengue
Haemorhagic Fever (Dhf) dengan Menerapkan Algoritma Decision Tree C4.5 (Studi
Kasus : Rumah Sakit Wilujeng Kediri). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan
Ilmu Komputer 2018; 2(3): 1275-1282
Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Sukohar, A. 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD). Medula, Volume 2, Nomor
2, Februari. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
World Health Organization. Prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever: comprihensive guidelines. New Delhi, 2011.p.5-45

Anda mungkin juga menyukai