Anda di halaman 1dari 11

Lirik

Yang Patah Tumbuh, yang Hilang Berganti

Matahari Pagi
(Lagu: Ananda Badudu; Lirik : Ananda Badudu dan Rara Sekar)
Bilur embun di punggung rerumputan
Langit biru, kapas awan
Sapa burung berbalasan
Bisik daun dihembus angin nan pelan
Senandungkan lagu alam
Menyambutmu tiap hari menjelang
Matahari pagi
Hangat dan menerangi
Dunia yang gelap
Hati yang dingin
Perlahan berganti menjadi bahagia
Sebagai Kawan 
(Lagu: Ananda Badudu; Lirik: Disampaikan di sebuah orasi oleh Adhito Harinugroho. Konon
kutipan tersebut pertama kali diucapkan oleh Albert Camus)
Jangan berdiri di depanku
karena ku bukan pengikut yang baik
Jangan berdiri di belakangku
karena ku bukan pemimpin yang baik
Berdirilah di sampingku sebagai kawan
Pangeran Kecil 
(lagu dan lirik: Ananda Badudu dan Rara Sekar)
Tidur, tidurlah sayang
Esok kan segera datang
Tutup buku kesayanganmu itu
Esok atau lusa kita buka kembali
Tidur, tidurlah sayang
Malam terlalu larut untukmu
Simpan buku kesukaanmu itu
Tarik selimutmu coba pejamkan mata

Beri tanda pada gambar yang kau suka


Rubah dalam gua, atau mawar dalam kaca
Beri tanda pada lembar yang kau suka
Pangeran kecil kabur terbang bersama kita
Tidur, tidurlah sayang
Lelah kan menidurkan matamu
Singgahlah ke tempat teman-temanmu
yang menyapamu di dalam lelap dan tidurmu
Pelukis Langit 
(Lagu dan lirik: Ananda Badudu dan Rara Sekar)
Teringat akan sebuah kisah di balik kelabu
Ketika langit tak secerah dulu
Sepekan sudah tak hadir ia menemuiku
Mungkinkah matahari sedang sendu?
Menunggang bumi, sang pelukis bergegas menuju
Mencari matahari namun tak temu
Melihat itu kupu-kupu memanggil sang angin
Titipkan warna pada setiap hembus
Pelukis langit lari terburu-buru
Hingga dia lupa warna kuning dan biru
Pelukis langit lari terburu-buru
hingga yang ada hanya kelabu
Utarakan 
(Lagu dan Lirik : Ananda Badudu)
Lihatlah bunga di sana bersemi
Mekar meski tak sempat kau semai
Dan suatu hari badai menghampiri
Kau cari ke mana, dia masih di sana
Walau tak semua tanya datang beserta jawab
Dan tak semua harap terpenuhi
Ketika bicara juga sesulit diam
Utarakan, utarakan, utarakan.
Dengarlah kawan di sana bercerita
Pelan ia berbisik, pelan ia berkata-kata
Dan hari ini, tak akan dimenangkan
Bila kau tak berani mempertaruhkan
Biru 
(Lagu: Ananda Badudu; Lirik: Ananda Badudu dan Bramantya Basuki)
Biru, tuk segala yang jauh
Biru, tuk semua yang luruh
Bayang resah tak kan lesap
segala pekat, kan niscaya
Biru, tuk segala yang jauh
Biru, tuk semua yang luruh
Singgah saja, kita nanti
Harap terang, kan menjelang

Bunga 
(Lagu dan Lirik: Rara Sekar)

Pada akar kita tanamkan bersama, harapan


Tumbuh kembang berbagi tanah udara
Hingga ruang mulai beradu
Hingga waktu tak lagi mampu
Hari ini bukan tuk kita miliki
Tapi menjadi
Bersemilah di taman
Kawan jadilah bunga
Bunga yang mekar
Temani daun-daun
Dan terangi hidupnya
Jadilah bunga
Pada awan kita sering berumpama, berandai
Bila daun dan tangkai ini dewasa
Lahir rasa yang tak menentu
Usah melangkah dan berlalu
Tak semua yang kita tanam kita tuai bersama
Sampai Jadi Debu 
(Lagu: Ananda Badudu dan Gardika Gigih; Lirik: Ananda Badudu)
Badai Tuan telah berlalu
Salahkah ku menuntut mesra?
Tiap pagi menjelang
Kau di sampingku
Ku aman ada bersama mu
Selamanya
Sampai kita tua
Sampai jadi debu
Ku di liang yang satu,
Ku di sebelahmu
Badai Puan telah berlalu
Salahkah ku menuntut mesra?
Tiap taufan menyerang
Kau di sampingku
Kau aman ada bersama ku
Langit dan Laut 
(Lagu dan Lirik: Ananda Badudu; Aransemen dawai: Gardika Gigih)
Dan dengarkan ombak yang datang menerjang kuatmu
Dan dengarkan arus yang datang nyatakan
Langit dan laut
dan hal-hal yang tak kita bicarakan
Biar jadi rahasia
Menyublim ke udara
Hirup dan sesakkan jiwa
Re: Langit dan Laut 
(Lagu dan Lirik: Rara Sekar)
Biarkan saja alam yang membahasa
Biarlah saja tak akan ubahnya yang ada
Dengarkan saja pasang gelombang yang bersahutan
Rasakan getar dari kedalaman samudera
Di ambang gelap dan terang
Di batas indah dan perih
Ada, sunyi
Mewangi 
(Lagu dan Lirik: Ananda Badudu)
Riuh rasa diembannya
Melewati hari
Menyeruak
Mengumbar wewangi
Menuruti rindu yang tiada habis
Mewangi
Ke mana kau menuju, anakku?
Kalah atau menang kita kan jadi
Arang dan abu
Arang dan abu
Mewangi
Derai-derai Cemara (1949) - Musikalisasi Puisi Chairil Anwar 
(Lagu: Ananda Badudu; Aransemen dawai: Gardika Gigih; puisi : Chairil Anwar)
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada berapa dahan di tingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
Sudah berapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar pertimbangan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
Sebelum pada akhirnya kita menyerah
Tini dan Yanti 
(lirik: Ida Bagus Santosa; lagu: Amirudin Tjiptaprawira; Aransemen ulang : Ananda Badudu
dan Rara Sekar)
Tini dan Yanti, kepergianku
buat kehadiran di hari esok yang gemilang
Jangan kecewa meski derita menantang
Itu adalah mulia
Tiada bingkisan, hanya kecintaan akan kebebasan mendatang
La historia me absolvera!
La historia me absolvera!
Benderang 
(lagu dan lirik: Ananda Badudu dan Rara Sekar)
Benderang jalan telah terang
Dan lapang jalan terbentang
Tuk kau dan ku lalui
Tuk berserah pada waktu
Terentang jejak di belakang
Dan hilang yang kelak di depan
Tak kau dan ku lalui
Tak menyerah pada waktu
Terang benderang
Yang Patah Tumbuh, yang Hilang Berganti 
(Lagu: Ananda Badudu; Lirik: Ananda Badudu dan Rara Sekar; Aransemen dawai: Gardika
Gigih)
Jatuh dan tersungkur di tanah aku
Berselimut debu sekujur tubuhku
Panas dan menyengat
Rebah dan berkarat
Yang,
yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh ‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Di mana ada musim yang menunggu?
Meranggas merapuh
Berganti dan luruh
Bayang yang berserah
Terang di ujung sana
***
Berjalan Lebih Jauh

Di Atas Kapal Kertas

Bersembunyi di balik tirai


Memandang jalan
Gadis kecil ingin ke luar
Menantang alam 

Tapi di sana hujan


Tiada berkesudahan
Tapi di sana hujan turun membasahi semua sudut kota
Hapus tiap jejak jalan pulang

Berangkat di atas kapal kertas


Menggantungkan haluan
Menambal, menyulam, menghindari karam
Berangkat di atas kapal kertas
Bersandar ke layarnya
Di antara suka, di antara duka

Bersembunyi ia di dalam
Mengintai ruang
Gadis kecil merangkai kapal
Melipat jarak

Tapi di sana hujan


Tiada berkesudahan
Tapi di sana hujan turun membasahi semua sudut kota
Hapus tiap jejak jalan pulang

Berangkat di atas kapal kertas


Menggantungkan haluan
Menambal, menyulam, menghindari karam
Berangkat di atas kapal kertas
Bersandar ke layarnya
Di antara suka, di antara duka 

Rindu (musikalisasi puisi Subagio Sastrowardoyo)

Rumah kosong
Sudah lama ingin dihuni
Adalah teman bicara; Siapa saja atau apa
Jendela, kursi
Atau bunga di meja
Sunyi, menyayat seperti belati
Meminta darah yang mengalir dari mimpi

Kau Keluhkan (Esok Pasti Jumpa)

Kau keluhkan awan hitam yang menggulung tiada surutnya


Kau keluhkan dingin malam yang menusuk hingga ke tulang
Hawa ini kau benci
Dan kau inginkan tuk segera pergi
Berdiri angkat kaki
Tiada raut riangmu di muka, pergi segera
Uuu…uuu…uuu

Kau keluhkan sunyi ini dan tak ada yang menemani


Kau keluhkan risau hati yang tak kunjung juga berhenti
Rasa itu kau rindu
Dan kau inginkan tuk segera tiba
Dan kembali bermimpi
Hanyut dalam hangatnya pelukan cahaya mentari

Uuu…uuu…uuu
Dan ingatlah pesan sang surya pada manusia malam itu
Tuk mengingatnya di saat dia tak ada
Tuk mengingatnya di saat dia tak ada
Tuk mengingatnya di saat dia tak ada, esok pasti jumpa

Uuu…uuu….uuu

ke Entah Berantah

Dia datang saat hujan reda


Semerbak merekah namun sederhana
Dia bertingkah tiada bercela
Siapa kuasa 

Dia menunggu hingga ku jatuh


Terbawa suasana
Dia menghibur saat ku rapuh
Siapa kuasa 

Dan kawan
Bawaku tersesat ke entah berantah
Tersaru antara nikmat atau lara
Berpeganglah erat, bersiap terhempas
Ke tanda tanya

Dia bagai suara hangat senja


Senandung tanpa kata
Dia mengaburkan gelap rindu
Siapa kuasa 

Dan kawan
Bawaku tersesat ke entah berantah
Tersaru antara nikmat atau lara
Berpeganglah erat, bersiap terhempas
Ke tanda tanya

Kisah Tanpa Cerita

Matahari menyingsing,
kali ini dari utara
Salju turun percaya saja,
meski belum waktunya

Perempuan di paruh waktu,


Hatinya teguh ditempa kalut
Lelaki di ujung tanduk, harapannya sederhana
Sekisah tanpa cerita
Sekisah tanpa cerita 

Angin menanti
Gema suara burung berpulang
Sore itu tak biasanya
tak ada cahaya di jendela

Perempuan di paruh waktu,


Hatinya teguh ditempa kalut
Lelaki di ujung tanduk, harapannya sederhana
Sekisah tanpa cerita
Sekisah tanpa cerita

Jika yang tersisa hanya kita berdua


Jika yang menggila ada kita berdua

Lekas jauh pergi


Lekas jauh pergi

Jika yang tersisa hanya kita berdua


Jika yang menggila ada kita berdua

Lekas jauh pergi


Lekas jauh pergi

Di Beranda

Oh, Ibu tenang sudah


lekas seka air matamu
sembapmu malu dilihat tetangga

Oh, ayah mengertilah


Rindu ini tak terbelenggu
Laraku setiap teringat peluknya 

Kamarnya kini teratur rapi


Ribut suaranya tak ada lagi
Tak usah kau cari dia tiap pagi

Dan jika suatu saat


Buah hatiku, buah hatimu
Untuk sementara waktu pergi
Usahlah kau pertanyakan ke mana kakinya kan melangkah
Kita berdua tahu, dia pasti
Pulang ke rumah 

Kamarnya kini teratur rapi


Ribut suaranya tak ada lagi
Tak usah kau cari dia tiap pagi 

Dan jika suatu saat


Buah hatiku, buah hatimu
Untuk sementara waktu pergi
Usahlah kau pertanyakan ke mana kakinya kan melangkah
Kita berdua tahu, dia pasti

Pulang ke rumah

Senja di Jakarta

Bersepeda di kala senja


Mengejar mentari tenggelam
Hangat jingga temani rasa
Nikmati Jakarta 

Bersepeda keliling kota


Kanan kiri, ramai jalanan
Arungi lautan kendaraan
Oh, senja di Jakarta 

Parapa, parapa, parapa, parara

Nikmati jalan di jakarta


Parapa, parapa, parapa, parara
Maafkan jalan Jakarta 

Bersepeda sepulang kerja


Kenyang hirup asap kopaja
Klakson kanan kiri berbalasan
Oh, senja di Jakarta 

Parapa, parapa, parapa, parara

Nikmati jalan di jakarta

Parapa, parapa, parapa, parara


Maafkan jalan Jakarta 

Bersepeda, di kala senja

Nikmati Jakarta

Hujan di Mimpi

Semesta bicara tanpa bersuara


Semesta ia kadang buta aksara
Sepi itu indah, percayalah
Membisu itu anugerah 

Seperti hadirmu di kala gempa


Jujur dan tanpa bersandiwara
Teduhnya seperti hujan di mimpi
Berdua kita berlari 

Semesta bergulir tak kenal aral


Seperti langkah-langkah menuju kaki langit
Seperti genangan akankah bertahan
Atau perlahan menjadi lautan 

Seperti hadirmu di kala gempa


Jujur dan tanpa bersandiwara
Teduhnya seperti hujan di mimpi
Berdua kita berlari 

Mawar

Malam mawar tiba


Seperti angin
Tanpa terlihat, tapi terasa 

Malam mawar tiba


Menjemput harapan
Memaksa bertemu
Dengan ajalnya 

Malam mawar tiba


Seperti pencuri
Tanpa suara, tapi terasa 

Malam mawar tiba


Membungkam asa
Malam mawar tiba

Lalu kita lupa

Berjalan Lebih Jauh

Bangun,
Sebab pagi terlalu berharga
Tuk kita lewati
Dengan tertidur 

Bangun,
Sebab hari terlalu berharga
Tuk kita lalui dengan
Bersungut-sungut 

Berjalan lebih jauh


Menyelam lebih dalam
Jelajah semua warna
Bersama, bersama 

Bangun,
Sebab hidup teramat berharga
Dan kita jalani
Jangan menyerah 
Berjalan lebih jauh
Menyelam lebih dalam
Jelajah semua warna
Bersama, bersama, bersama

Anda mungkin juga menyukai