LAPORAN KEGIATAN
-dianamesa
Mahasiswa dan melakukan
meminta izin tatalaksana sesuai dengan
terhadap pembina untuk
keluhan
membuat pekerja.
Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior
- Mahasiswa
(KKS). melakukan kegiatan penyuluhan UKK
Sasaran : Remaja
1. TUJUAN
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
2. SUB TOPIK
3. METODE PENYULUHAN
4. MEDIA
5. MATRIKS KEGIATAN
Topik : Hipertensi
Sasaran : Perkerja
1. TUJUAN
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
2. SUB TOPIK
3. METODE PENYULUHAN
Pembicara memberikan penyuluhan secara lisan dan diikuti dengan sesi tanya
jawab
4. MEDIA
5. MATRIKS KEGIATAN
6. EVALUASI
Sasaran : Masyarakat
1. TUJUAN
A. Tujuan Umum
2. SUB TOPIK
a.) Apa itu DBD?
DBD (demam berdarah dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
b.) Bagaimana pencegahan DBD?
2. Menguras wadah air seperti bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum
burung, agar telur dan jentik Aedes Aegypti mati.
3. Menutup rapat-rapat semua wadah air agar nyamuk Aedes Aegypti tidak
masuk dan bertelur.
3. METODE PENYULUHAN
Pembicara memberikan penyuluhan secara lisan dan diikuti dengan sesi tanya
jawab.
4. MEDIA
5. MATRIKS KEGIATAN
3. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Memberi penjelasan tentang definisi dan penyebab dari Diare pada anak
4. SUB TOPIK
7. METODE PENYULUHAN
Pembicara memberikan penyuluhan secara lisan dan diikuti dengan sesi tanya
jawab.
8. MEDIA
9. MATRIKS KEGIATAN
10. EVALUASI
Topik : NAPZA
Sasaran : Remaja
5. TUJUAN
A. Tujuan Umum
6. SUB TOPIK
Penurunan kesadaran
Ketergantungan
Gangguan beraktifitas
Halusinasi
Timbulnya rasa sakit bila ada usaha untuk penghentian pemakaian obat
Pembicara memberikan penyuluhan secara lisan dan diikuti dengan sesi tanya
jawab.
11. MEDIA
10. EVALUASI
Sasaran : pekerja
7. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Pembicara memberikan penyuluhan secara lisan dan diikuti dengan sesi tanya
jawab.
14. MEDIA
10. EVALUASI
9. TUJUAN
A. Tujuan Umum
16. MEDIA
10. EVALUASI
Tujuan Umum
Bagi Masyarakat
6.2.1 Pengertian
6.2.2 Etiologi
6.2.3 Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB yang terhirup melalui droplet nuclei dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan
biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan parus disebut Fokus Primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
keenjar limfe (limfadenitis) yng terka. Jika fokus primer terletak di lobus paru bagian
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar
limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).
6.2.4 Klasifikasi
A. Tuberkulosis Paru
1 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
a. Tuberkulosis paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif 8
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis
aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan
BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan
rediologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta
tidak respons dengan pemberian antibiotik
spektrum luas
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan
BTA negatif dan biakan M. tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis
BTA belum diperiksa
2 Berdasarkan tipe penderita
a. Kasus baru: penderita yang belum pernah mendapat
pengobatan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari 1 bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps): penderita tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkuosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila
hanya menunjukkan perubahan pada gambaran
radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus
dipikirkan beberapa kemungkinan:
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In): penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan /
pindah
d. Kasus lalai berobat: penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau
lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Kasus gagal: penderita BTA positif yang masih tetap
positif atau kembali positif pada akhir bulan ke-5 (satu
bulan sebelum akhir pengobtan) ATAU penderita
dengan hasil BTA negatif, gambaran radiologi positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan
dan atau gambaran radiologi ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB:
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan
jika ada fasilitas) negatif dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih
gambaranradiologi serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT yang adekuat akan lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologi
meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan
ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologi
B. Tuberkulosis Ekstraparu
Batasan: Tuberkulosis yang menyerang organ lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dll. Diagnoss sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen
positif atau histologi atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB
ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk
diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu:
1 TB di luar paru ringan: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar
adrenal
2 TB di luar paru berat: meningitis, millier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang,
TB usus, TB saluran kencing dan TB alat kelamin
Catatan:
1 Yang dimaksud dengan TB paru adalah TB pada parenkim
paru. Sebab itu pada pleura atau TB pada kelenjar hilus tanpa
ada keainan radiologi paru, dianggap sebagai penderita TB di
luar paru
2 Bila ada seseorang penderita TB paru juga mempunai TB di
luar paru, maka untuk kepentingan pencatatan penderita
tersebut harus dicatat sebagai penderita TB paru
3 Bila seorang penderita TB ekstraparu pada beberapa organ,
makan dicatat sebagai ekstraparu pada organ yang penyakitnya
paling berat
6.2.5 Diagnosis
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkait adalah paru maka gejala lokal adalah gejala respiratori
(gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1) Gejala respiratorik
Batuk > 2 minggu
Batuk darah
Sesak napas
Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2) Gejala sistemik
Demam
Malaise
Keringat malam
Anoreksia dan berat badan menurun
Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah
apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran
kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”
Pemeriksaan Bakteriologik
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek,
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-
5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam
kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis
identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium.
Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Kertas sring dengan ukuran 10x10 cm, dilipat 4 agar terlihat again
tengahnya
Dahak yang representative diambil dengan lidi, diletakkan di bagian
tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml
Kertas saring dilipat kembali dan dgantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak
Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus
Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil
Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak
Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen
dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk
BJH) dapat dilakukandengan cara:
Mikroskopik
Mikroskopik biasa: Pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: Pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
toplordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai
sebagai lesi TB aktif:
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
Fibrotic
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
6.2.6 Tatalaksana
Dosis OAT
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3 – 4
tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi
dosis 2 OAT seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping
serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasilitas yang mampu menanganinya.
Panduan OAT
1 TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas Panduan obat yang
dianjurkan: 2 RHZE / 4 RH Atau 2 RHZE / 6 HE Atau 2 RHZE / 4 R3H3 Panduan ini
dianjurkan untuk:
TB paru BTA (+), kasus baru
TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru).
Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan
hasil uji resistensi
2 TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal Panduan obat yang
dianjurkan: 2 RHZE / 4 RH Atau 6 RHE Atau 2 RHZE / 4 R3H3
3 TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan
sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat
diberikan obat RHE selama 5 bulan
4 TB paru kasus gagal pengobatan Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan
obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin
dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak
memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan
sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat
diberikan obat RHE selama 5 bulan. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke
dokter spesialis paru.
5 TB paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai
pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
Berobat > 4 bulan
- BTA saat ini (-) Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan
maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif,
lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila
terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
- BTA saat ini (+) Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
Berobat < 4bulan
- Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
- Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi
terhadap OAT
6 TB paru kasus kronik
Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat
lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18
bulan.
Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
Efek Samping OAT
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang
terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan
lagi walaupun gejalanya telah menghilan
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan
air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan
tidak perlu khawatir.
3 Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB
pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadangkadang
dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4 Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan
okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya
15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu.
Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat
dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan
okuler sulit untuk dideteksi.
5 Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping
yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah
dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).