Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

POLI JIWA DAN NARKOBA


RSUD JEND. AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

Sindrom Depersonalisasi - Derealisasi (F 48.1)

Perseptor :

dr. Woro Pramesti, Sp.KJ

Oleh :

Richard Eldridge Langingi

21360192

Masa KKM : 26 September - 28 Oktober 2023

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN NARKOBA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSUD. JENDRAL AHMAD YANI METRO
LAMPUNG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Richard Elridge Langingi

NPM : 21360192

Judul : Sindrom Depersonalisasi - Derealisasi

Telah menyelesaikan tugas referat dan telah dibacakan pada tanggal Januari 2023

dalam rangka kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran

Universitas Malahayati

Disetujui oleh :

Metro, Januari 2023

Perseptor Koas

dr. Woro Pramesti, Sp.KJ Richard Eldridge Langingi

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

menganugerahkan banyak nikmat sehingga saya dapat menyusun referat dalam rangka

kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas

Malahayati.

Dalam penyusunan referat ini, tentu tak lepas dari pengarahan dan bimbingan dari

dr. Woro Pramesti, Sp.KJ. Maka penulis ucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada dr.

Woro Pramesti, Sp.KJ yang telah membantu saya dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis sangat berharap semoga refrat ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar referat ini menjadi

bahan belajar bagi pembaca. Saya merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunan referat ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu

saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan referat.

Metro, Januari 2023

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................................ii

KATA PENGANTAR...........................................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................3

2.1 DEFINISI.................................................................................................................3

2.2 EPIDEMIOLOGI....................................................................................................3

2.3 ETIOLOGI...............................................................................................................4

2.4 KLASIFIKASI ........................................................................................................4

2.5 MANISFETASI KLINIS.........................................................................................5

2.6 DIAGNOSIS............................................................................................................5

2.7 PENATALAKSANAAN.........................................................................................8

2.8 PENCEGAHAN.......................................................................................................9

2.9 PROGNOSIS..........................................................................................................10

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam PPDGJ II, gangguan atau (sindrom) depersonalisasi termasuk dalam

kelompok gangguan disosiasi. Sindrom ini karakteristik dengan timbulnya satu atau

lebih episode depersonalisasi yang menyebabkan hendaya dalam pekerjaan atau

kehidupan sosial, dan diagnosisnya tidak ditegakkan bila ini merupakan akibat

sekunder dari gangguan organik atau gangguan jiwa lainnya.

Ada gambaran yang pokok untuk menafsirkan depersonalisasi sebagai

berikut: 1). Rasa yang samar dan semu atau unreality feelings, 2). Rasa tak nyaman

yang berhubungan dengan keadaan ini, 3). Tidak berbentuk waham, 4). Erat dengan

gangguan afektif, sering depresi.

Gejala depersonalisasi melibatkan sebuah perubahan dalam persepsi atau

pengalaman diri di mana arti biasa realitas seseorang adalah sementara hilang atau

berubah. Ini diwujudkan oleh perasaan dirinya menjadi seorang pengamat luar atau

proses mental seseorang atau badan, atau merasa seperti robot atau seolah-olah

dalam mimpi.

Gejala-gejala dari depersonalisasi meliputi perubahan dari persepsi atau

penghayatan diri sedemikian rupa sehingga perasaan tentang realitas dirinya hilang

atau berubah untuk sementara waktu. Manifestasi keadaan ini berupa perasaan asing

terhadap diri sendiri atau perasaan tidak riil, individu dapat merasa seperti berada
dalam mimpi, atau dapat juga merasa tidak dapat mengendalikan tingkahlakunya

dengan sepenuhnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang normal dapat mengalami

episod-episode depersonalisasi yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa

jam, tapi episode-episode ini bukan merupakan prodromal daripada gangguan

(sindrom) depersonalisasi ataupun gangguan jiwa lainnya. Banyak defenisi tentang

depersonalisasi, tapi secara umum depersonalisasi dapat didefenisikan sebagai

perasaan asing dan tidak riil terhadap tubuhnya atau dirinya atau tindakannya

sendiri.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Depersonalisasi merupakan satu istilaah yang digunakan untuk menerangkan


suatu perubahan dalam perasaan seseorang ysng merasa bahwa dirinya menjadi lain
dari biasanya, merasa semu dan tidak sesungguhnya (unreality feelings), yang
biasanya disertai dengan perubahan pada penghayatannya tentang dunia luarnya
yang oleh Maphoter disebut derealisasi. Perubahan perasaan ini perasaan dirasakan
sebagai sesuatu yang tidak nyaman, ditambah dengan perubahan pada penghayatan
bayangan tubuh, perubahan pada penghayatan jalannya waktu, tiada berperasaan,
preokupasi hipokondria, déjà vu, metamorpnopsia atau autoskopia.

Gangguan depersonalisasi adalah terjadinya perasaan terus-menerus dari


ketidaknyataan atau merasa asing dari dirinya sendiri biasanya dengan perasn
bahwa dirinya sebagai seorang pengamat luar dari proses mental sendiri. Individu
yang mrnderita depersonalisasi merasa tertekan oleh hal itu, mereka menyadari
dalam pengalaman persepsi mereka dan oleh karena itu bukan halusunasi atau
delusi. Individu yang terkena sering takut bahwa mereka akan gila. Gejala ini tidak
jarang sementara.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Gangguan ini biasa dimulai antara usia 15-30 tahun dan sangat jarang
setelah 40 tahun. Pada wanita ditemukan du kali lebih banyak daripada
pria.Depersonalisasi sebagai gejala yang berdiri sendiri sangat jarang dijumpai,
kadang-kadang ditemukan bersama dengan kecemasan, depresi, skizofrenia atau
gangguan otak organic.Kesulitan untuk menemukan kasus ini timbul apabila
gejalanya menyebabkan anxietas atau depresi yang menyolok.

3
Penelitian pada college student yang dilakukan oleh Dixon menunjukkan
bahwa sekitar 50 persen dari yang diteliti pernah mengalami dipersonalisasi sepintas
dan tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara insiden pada pria dan
wanita.

Beberapa pandangan teoritis diajukan dengam maksud untuk dapat lebih


mengerti akan sindrom ini, baik dalam bentuk berdiri sendiri maupun sebagai gejala
sekunder dari gangguan mental lainnya.

Janet (1903) menganggap bahwa faktor-faktor yang menyebabkan


depersonalisasi terutama adalah hiperaktivitas dari memory, kesadaran yang
menyempit dan konstitusi. Sedangkan Pick (1904), Oesterrich (1910) dan Loewy
(1908) menekankan bahwa gangguan emosional merupakan unsur yang menentukan
dan paling penting untuk terjadinya depersonalisasi.

Depersonalisasi merupakan fenomena umun dan tidak selalu patlogis.


Penelitian menunjukkan bahwa depersonalisasi dapat terjadi sebanyak 70 persen
dari populasi tertentu, anak-anak sering mengalami depersonalisasi ketika mereka
mengembangkan kemampuan untuk kesadaran diri dan pada orang dewasa sering
mengalami rasa sementara tak nyata ketika mereka melakukan perjalanan ke
tempat-tempat baru dan aneh.

2.3 ETIOLOGI
Depersonalisasi dapat disebabkan oleh penyakit psikologis, neurologis, atau
sistemik. Sistemik yang disebabkan antara lain gangguan endokrin tiroid dan
pancreas. Depersonalisasi telah dikaitkan dengan epilepsy tumor otak, kekurangan
sensorik, dan trauma. Depersonalisasi disebabkan oleh stimulus dari kortex lobus
temporal.Depersonalisas dikaitkan dengan berbagai zat, termasuk alcohol,
barbiturate, benzodiazepine, skopolamin, antagonis reseptor B-adrenergic, ganja
dan hamper semua phencyclidine (PCP) atau zat halusinogen. Kecemasan dan
depresi merupakan factor predisposisi seperti stress berat yang dialami misalnya

4
dalam pertempuran atau dalam suasana kcelakaan mobil. Depersonalisasi adalah
gejala yang sering dikaitkan dengan kecemasan, gangguan depresi, dan skizofrenia.4

Shorvon dalam peneyelidikannnya yang menyeluruh mendapatkan beberapa


fakta yang dapat membantu menjelaskan mekanisme atau etiolgi sindrom ini, yaitu
dengan:

1. Penemuan yang positif: mulainya (onset) selalu mendadak, dapat terjadi


sebagai gejala dari berbagai gangguan iwa, dapat terjadi sebagai gelaja dari
berbagai gangguan jiwa, dapat terjadi paa orang normal sebagai pengalaman
sepintas, merupakan kondisi, yang reversible, kasus-kasus dapat sembuh
sempurna dan secara spontan, ada kaitan yang bermakna migraine dan
obsssesionsl traits, mulainya berkaitan dengan istitahat setelah stimulasi yang
kuat atau lama baik fisik maupun psikologis.Gejalanya dapat dialami dalam hal
kognitif, afektif dan konaktif, ada kecendrungan gangguan ini terjadi pada
orang yang intelligent. Ada pula kecendrungan gangguan ini terjadi pada orang
yang secara emosional tidak matang, insidennya tinggi pada hubungsn orsng
tua-anak yang tak memuskan.
2. Penemuan yang negatif: bukan gangguan persepsi visual, tidak dapat dijelaskan
secara neurologis sebagai akibat dari lesi fokal, Relative tidak ada derealisasi
olfaktorik atau auditorik, sangat jarang pada anak-anak, praktis tidak pernah
dijumpai paranoia.
2.4 MANIFESTASI KLINIS

Gambaran utamanya adalah adanya perubahan persepsi atau perasaan akan


dirinya, dan merasa tidak riil. Mulai dan hilangnya cepat.Ada juga perasaan hilang
pengendalian terhadap tindakan dan bicaranya. Episodenya berlangsug beberapa
menit sampai beberapa jam dan seringkali berulang.

Gejala-gejala lain yang bisa menyertai adalah pusing-pusing, anxietas,


hipokhondriasis, takut menjadi gila, sering juga perasaan akan waktu terganggu dan
bisa juga ditemukan derealisasi.

5
Pada penderita nerosa depersonalisasi terjadi perubahan kesadaran yang
tidak menyenangkan terhadap dunia luar.Ia merasa aneh, barang-barang dan
keadaan yang sudah serung dilihatnya bergerak seperti otomatis atau karena suatu
kekuatan gaib. Diri sendiri dirasakan lain, asing,seperti dalam mimpi atau mungkin
berada diluar tubuhya dan melihat tubuhnya dari atas. Sering penderita merasa
ditinggalkan sendirian, ditolak, tidak disukai, terkurung dari dunia luar. Suara-suara
dan bahasa aslinya terdengar asing baginya.

2.5 DIAGNOSIS

Untuk diagnosis pasti, harus ada salah satu atau dua-duanya dari (a) dan (b),
ditambah (c) dan (d).7

(a) Gejala depersonalisai, yaitu individu merasa bahwa perasaannya dan /atau
pengalamannya terlepas dari dirinya, jauh, bukan dari dirinya, hilang dan
sebagainya;
(b) Gejala derealisasi, yaitu objek,orang dan/atau lingkungan menjadi seperti tidak
sesungguhnya (unreal), jauh, semu, tanpa warna, tidak hidup dan sebagainya;
(c) Memahami bahwa hal tersebut merupakan perubahan spontan dan subjectif, da
bukan disebabkan oleh kekuatan luara atau orang lain (insight cukup baik);
(d) Peng-indraan tidak terganggu dan tidak ada “toxic confusional satate” atau epilepsy.
Harus dapat dibedakan gangguan lain dengan gejala “change of personality”, seperti
skizofrenia (F20); Gangguan disosiatif (F44; Epilepsi lobus temporalis (Pre/Post-
ictal)
Ackner menyebut 4 kriteria untuk diagnose depersonalisasi:6
1.kenyataan yang berubah
2. perubahan yang tidak menyenangkan
3. perubahan persepsi ini bukan suatu waham
4. tidak adanya respons emosional

Pada anak-anak gejala sering salah didiagnosis sebagai skizofrenia. Lebih


mudah mendiagnosis saat anak mencapai usia remaja. Alat srining pengalaman

6
skala disosiatif, kuesioner disosiatif, angket pengalaman disosiasi dan tes psikolog,
seperti Rorschach, telah digunakan untuk menegakkan diagnosis.

2.6 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosa banding antara depersonalisasi sebagai sindrom yang berdiri


sendiri dan berbagai bagian gangguan psikiatrik lainnya tidak sulit.Pada yang
berdiri sendiri individu tidak pernah kehilangan kontaknya dengan realitas. Walu
bagimanapun fantastik perubahan yang dialami dan dilaporkan, ia tetap tidak
mempercayainya.

Depersonalisasi ini penting untuk secepatnya diketahui karena dapat


merupakan tahap permulaan dari psikosis atau neurosis lainnya, atau karena suatu
gangguan organic. Bila gejala-gejala depersonalisasinya jelas dan menonjol,
diagnose sebagai sindrom depersonalisasi mudah. Akan tetapi bila pasien bukannya
mengeluh takut sakit jiwa, melainkan mengeluh anxietas, fobik dan depresif, maka
diagnose harus hati-hati.1

Sebagai diagnose banding:1

- Gejala depersonalisasi tanpa menimbulkan gangguan


- Skizofrenia
- Gangguan afektif
- Gangguan mental organic
- Keadaan (neurosis) cemas
- Gangguan kepribadian
- epilepsi
Depersonalisasi mungkin timbul sebagai gejala pada depresi atau
skizofrenia.Untuk membedakannya dengan gangguan-gangguan itu perlu diambil
anamnesa dan diadakan pemeriksaan psikiatrik yang teliti.Bila yang menonjol ialah
perubahan identitas, maka kemungkinan lebih besar hal itu suatu skizofrenia. Pada
depresi terdapat juga gejala-gejala yang lain. Bila ternyata penderita memakai obat-
obatan psikomimetik (ganja,LSD), maka mungkin inilah penyebabnya. bila tidak

7
terdapat gejala psikiatrik yang lain, maka perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
untuk membedakan depersonalisasi sebagai gejala tumor otak atau epilepsi.

2.7 PENGOBATAN

Masih banyak pertanyaan tentang pengobatan sindrom ini, banyak pasien


yang dengan mudah dapat mengatasi gangguan ini setelah mereka mengetahui dari
dokternya bahwa rasa asing yang dialaminya adalah hal yang dialami pula orang
lain. Sedangkan pada pasien lainnya mungkin diperlukan reassurance untuk itu.
Menghindari faktor-faktor pencetus seperti kelelahan, axietas dan obat-obat tertentu
dapat menolong.

Nerosa depersonalisasi kadang-kadang berlangsung lama. Dengan


psikoterapi jangka panjang dan obat-obatan dapat diperoleh kesembuhan
simptomatik, tetapi penderita kadang-kadang masih tetap mengalami serangan-
serangan depersonalisasi itu.

Secara simptomatik dapat diberikan obat stimulant.Bila terdapat depresi atau


kecemasan dapat diberi antidepressant atau tranquilaizer. Bimbingan yang baik,
psikoterapi suportif individual dan kelompok serta olahraga dapat banyak
membantu pasien dan dapat memberi petunjuk untuk memahami konfliknya.

Suatu depersonalisasi yang akut dapat dihilangkan dengan


transquilazior.Bila kecemasan hebat, dapat diberi klorpromazin, terutama bila ada
petunjuk mengenai suatu skizofrenia.Bila terdapat depresi, maka diberi
antidepresan.Jika terdapat bahaya bunuh diri, maka sebaiknya diberi terapi
elektrokonvulsi. Bila depersonalisasiya itu hanya merupakan suatu gejala gangguan
lain, maka gangguan yang mendasarinya harus diobati.

2.8 PROGNOSIS
Prognosanya bervariasi, beberapa pasien mengalami serangan-serangan
yang berulang dan berlangsung sampai bertahun-tahun, sementara pasien lain
mungkin hanya mengalami sekali serangan saja. Serangannya ada yang hanya

8
beberapa menit saja, tapi ada yang sampai berbulan-bulan. Apabila depersonalisasi
merupakan bagian sekunder dari gangguan lain, prognosanya tergantung pada
primernya.

9
BAB III
KESIMPULAN

Menurut DSM V Gangguan depersonalisasi/derealisasi adalah episode menetap atau

berulang dari depersonalisasi/derealisasi, atau keduanya. Episode dari depersonalisasi

dikaraktersitikan dari perasaan yang tidak nyata atautidak familiar dari keseluruhan diri

seseorang atau dari aspek-aspek diri termasuk perasaan, pikiran atau sensasi.

Depersonalisasi adalah suatu pengalaman pemisahan diri, dengan satu bagian


mengamati dan bagian lain berpartisipasi (“out-of-body experience”). Kesatuan gejala dari
“depersonalisasi” terdiri dari beberapa faktor gejala: pengamatan diri menyimpang dari
biasanya, emosi atau merasa mati rasa secarafisik; dan distorsi diri yang temporal dengan
mngingat kembali penyimpangandiri.

Derealisasi (Derealization) adalah suatu perasaan tidak nyata mengenaidunia luar


yang mencakup perubahan yang aneh dalam persepsi mengenailingkungan sekitar, atau
dalam perasaan dan periode waktu juga dapatmuncul.Episode derealisasi dikarakteristikan
oleh perasaan tidak nyata ataumemisahkan dari atau tidak familiar dengan dunia baik dari
individu, benda mati,dan sekitarnya. Derialisasi secara umum diikuti dengan distorsi visual
subjektif,distorsi jarak, waktu dan objek

10
DAFTAR PUSTAKA

1. R. Budhi Muljanto, Syndrom Depersonalisasi. Majalah Psikiatri, Yayasan


Kesehatan Jiwa Darmawansa, Tahun XVII No.4, Desember 1984;p.72-76
2. Roan, W.E; Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa; Airlangga University Press;
Surabaya; p.274-275.
3. Diagnostic dan Statika Manual of Mental Disorders Third Edition, American
Psychiatric Association Washington, DC. 1987.
4. Sadock, B.J; Sadock, V.A; Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry;
Lippincott Williams & Wilkins; p.87.
5. Michael B.First, Allan T. Clinical Guide To The Diagnosis and Treatment of
Mental Disorders.Wiley; England, 2006; p.375-377.
6. Maramis, W.E; Catatn Ilmu Kedokteran Jiwa; Airllangga University Press;
Surabaya; p.274-275.
7. Dr. Rusli Maslim, Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan ringkas Dari PPDGJ-III,
Jakarta, Juni 2003;p.87
8. Dissociative Disorders in Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders.
4th ed. Washingtong. DC; The American Psychiatric Association, 1994.

11

Anda mungkin juga menyukai