Anda di halaman 1dari 57

BUPATI SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

NOMOR 10 TAHUN 2014


TENTANG

KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata


kehidupan masyarakat Kabupaten
Semarang yang mandiri, tertib dan
sejahtera, diperlukan adanya pengaturan
ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat yang mampu melindungi warga
masyarakat, prasarana umum beserta
kelengkapannya;
b. bahwa penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat serta
perlindungan masyarakat menjadi urusan
wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten Semarang sehingga dalam
pelaksanaannya harus dijalankan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
421
c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah
Tingkat II Semarang Nomor 22 Tahun 1977
tentang Kebersihan, Keindahan Dan
Ketertiban Umum dan Peraturan Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang
Nomor 8 Tahun 1987 tentang
Penanggulangan Dan Rehabilitasi Wanita
Tuna Susila tidak sesuai dengan kondisi dan
perkembangan yang ada sehingga perlu
ditinjau kembali;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum
Dan Ketenteraman Masyarakat;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah-daerah
Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa
Tengah;
3. Undang-Undang Nomor 67 Tahun 1958
tentang Perubahan Batas-batas Wilayah
Kotapraja Salatiga Dan Daerah Swatantra
Tingkat II Semarang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1652);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3029);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
422
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419);
6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 181,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3789);
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih
Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan
Nepotisme (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3851);
8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);
9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4247);
10. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4386);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
423
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004
tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 132,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);
13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005
tentang Pengesahan InternationalCovenant
On Economic, Social And Cultural Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-hak
Ekonomi, Sosial Dan Budaya) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4557);
14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005
tentang Pengesahan International Covenant
On Civil And Political Rights (Konvenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil Dan
Politik) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4558);
15. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4674)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik
424
Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5479 );
16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (Undang-Undang
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4851);
18. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4928);
19. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4966);
20. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4967);
21. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
22. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,

425
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5038);
23. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
24. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
25. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010
tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5168);
26. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan Dan Kawasan
Pemukiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5188);
27. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976
tentang Perluasan Kotamadya Daerah
Tingkat II Semarang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3079);

426
29. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980
tentang Pelaksanaan Pengumpulan
Sumbangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1980 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3175);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2010 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor90,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5245);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992
tentang Perubahan Batas Wilayah
Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan
Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 114, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3500);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1996 Nomor 14, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3643);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003
tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

427
2003 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4276);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Bangunan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3258);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan Dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4609) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008
tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4855);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006
tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan
428
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4624);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006
tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4736);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

429
2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010
tentang Satuan Polisi Pamong Praja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5094);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011
tentang Sungai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan
Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor
5230);
47. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007
tentang Pengesahan, Pengundangan Dan
Penyebarluasan Peraturan Perundang-
undangan;
48. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26
Tahun 2005 tentang Pedoman Prosedur
Tetap Satuan Polisi Pamong Praja;
49. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah ;
50. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17
Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah ;
51. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44
Tahun 2010 tentang Ketenteraman,
Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat
Dalam Rangka Penegakan Hak Asasi
Manusia;

430
52. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54
Tahun 2011 tentang Standar Operasional
Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja;
53. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat
II Semarang Nomor 10 Tahun 1988 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II
Semarang (Lembaran Daerah Kabupaten
Daerah Tingkat II Semarang Tahun 1988
Nomor 17 Seri D Nomor 11);
54. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pengujian
Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Tahun 2002 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 36);
55. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Ijin Reklame
(Lembaran Daerah Kabupaten Semarang
Tahun 2004 Nomor 28 Seri C Nomor 94,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 14);
56. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 16 Tahun 2006 tentang Ijin
Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Tahun 2006 Nomor 16 Seri C
Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Nomor 13);
57. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok
Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran
Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2007
Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Nomor 1);
58. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 10 Tahun 2007 tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
431
Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pengujian
Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Tahun 2007 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 8);
59. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 13 Tahun 2007 tentang Garis
Sempadan (Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Tahun 2007 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 10);
60. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran
Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2008
Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Nomor 13);
61. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 16 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan
Pemerintahan Daerah Kabupaten Semarang
(Lembaran Daerah Kabupaten Semarang
Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Semarang Nomor14);
62. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Air Tanah (Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Tahun 2008 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 23);
63. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 7 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan (Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Tahun 2009 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 4);
432
64. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 1 Tahun 2010 tentang Irigasi
Lembaran Daerah Kabupaten Semarang
Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Semarang Nomor 1);
65. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penataan Dan
Pembinaan Pergudangan (Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Tahun 2010 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 12);
66. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten SemarangTahun
2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Tahun 2011 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 6);
67. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Ijin
Penyelenggaraan Angkutan Di Jalan Dengan
Kendaraan Bermotor Umum (Lembaran
Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2013
Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Nomor 2);
68. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan
(Lembaran Daerah Kabupaten Semarang
Tahun 2013 Nomor 3,Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Semarang Nomor 3);
69. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perijinan
Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Tahun 2013 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 7);
433
70. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 8 Tahun 2013 tentang Surat Ijin
Usaha Perdagangan (Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Tahun 2013 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 8);
71. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pengawasan
Dan Pengendalian Minuman Beralkohol
(Lembaran Daerah Kabupaten Semarang
Tahun 2013 Nomor 9, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Semarang Nomor 9);
72. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga (Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Tahun 2014 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 1);
73. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Kabupaten Semarang (Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Tahun 2014 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 2);
74. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan di
Kabupaten Semarang (Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Tahun 2014 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 3);

434
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


KABUPATEN SEMARANG

dan

BUPATI SEMARANG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG


KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN
MASYARAKAT

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kabupaten Semarang.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Kabupaten
Semarang.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah
sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Kabupaten
Semarang.
5. Bupati Semarang yang selanjutnya disebut Bupati adalah
Kepala Daerah Kabupaten Semarang.
435
6. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disingkat
Satpol PP adalah bagian perangkat daerah dalam
penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat.
7. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah
suatu keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan
kegiatannya dengan tenteram, tertib dan teratur.
8. Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk
diantaranya, debu, sampah, bau, virus, kuman penyakit
dan bahan kimia berbahaya, serta sebagai salah satu tanda
dari keadaan kesehatan dan lingkungan yang baik.
9. Keindahan adalah keadaan yang bagus untuk dipandang
dan merupakan bagian dari estetika, sosiologi, psikologi
sosial dan budaya serta menyebabkan ketenteraman.
10. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan,termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah,
dibawah permukaan tanah dan/ atau air serta diatas
permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan
kabel.
11. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang
digunakan untuk angkutan barang dan/orang dengan
dipungut bayaran.
12. Taman adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari
ruang terbuka hijau yang mempunyai fungsi tertentu,
ditata dengan serasi, lestari dengan menggunakan material
taman, material buatan dan unsur-unsur alam dan mampu
menjadi areal penyerapan air.
13. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah
(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
436
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.
14. Pedagang kaki lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah
pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dangan
menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak
bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial,
fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah
dan/atau swasta yang bersifat sementara / tidak menetap.
15. Tuna Sosial adalah seseorang yang mempunyai
penyimpangan dalam norma-norma sosial, termasuk
pengemis, gelandangan, tuna susila, anak jalanan,
pengamen, eks pengguna Napza, orang-orang terlantar.
16. Tuna Susila adalah seseorang yang melakukan hubungan
seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-
ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan
tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.
17. Asusila adalah suatu perbuatan dan tingkah laku yang
melanggar norma kesopanan, norma agama dan norma
lainnya yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat.
18. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan
penghasilan dengan meminta-minta dimuka umum dengan
pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas
kasihan dari orang lain.
19. Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam
keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak
dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai mata
pencaharian dan tempat tinggal yang tetap diwilayah
tertentu serta hidup menggembara di tempat umum.
20. Anak jalanan adalah anak yang berusia 5 sampai dengan
18 tahun yang menghabiskan waktunya untuk mencari
nafkah dan/atau berkeliaran dijalanan maupun ditempat
umum.
21. Pengamen adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
atau lebih dengan alat musik tertentu untuk memperoleh
imbalan jasa di tempat-tempat umum.
22. Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak
bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan
pengemudinya.

437
23. Hiburan adalah sesuatu atau perbuatan yang dapat
menghibur hati dan melupakan kesedihan.
24. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau
dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga melampui baku mutu lingkungan hidup
yang telah ditetapkan.
25. Limbah adalah benda yang dibuang baik berasal dari alam
atau dari hasil proses teknologi atau buangan yang
dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal
dengan sampah) yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak
memiliki nilai ekonomis.
26. Usaha adalah kegiatan yang dijalankan secara teratur
dalam suatu bidang usaha tertentu dengan maksud
mencari laba atau keuntungan.
27. Tempat Usaha adalah tempat untuk melaksanakan
kegiatan yang dijalankan secara teratur dalam suatu
bidang usaha tertentu dengan maksud mencari laba atau
keuntungan.
28. Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang
digunakan sebagai wadah kegiatan manusia.
29. Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang
dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan,
iklan, promosi dan/ atau penggunaan rokok.
30. Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh
pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk
kegiatan masyarakat.
31. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup
atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja
bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya.
32. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/
atau proses alam yang berbentuk padat.
33. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan
berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya

438
mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan
kiri oleh garis sempadan.
34. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut
PPNS adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu
di lingkungan pemerintah daerah yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran Peraturan Daerah dan peraturan
pelaksanaannya.

BAB II

RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang Lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah ini


meliputi:
a. maksud dan tujuan;
b. kewajiban dan wewenang Pemerintah Daerah;
c. hak dan kewajiban bagi Warga Masyarakat;
d. tertib tata ruang;
e. tertib jalan, tertib taman dan tempat umum;
f. tertib sungai, saluran air dan sumber air;
g. tertib lingkungan;
h. tertib usaha dan tempat usaha;
i. tertib bangunan;
j. tertib sosial;
k. tertib kesehatan;
l. tertib tempat hiburan dan keramaian;
m. tertib peranserta masyarakat;
n. pembinaan, pengendalian dan pengawasan;
o. sanksi administrasi;
p. ketentuan penyidikan;
q. ketentuan pidana; dan
r. ketentuan penutup.

439
BAB III

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 3

(1) Maksud disusunnya Peraturan Daerah ini adalah


memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

(2) Tujuan dari pengaturan ketertiban umum dan


ketenteraman masyarakat, adalah :
a. mewujudkan penghormatan, perlindungan dan
pemenuhan atas hak-hak warga dan masyarakat;
b. menumbuh kembangkan budaya disiplin masyarakat
guna mewujudkan visi dan misi daerah; dan
c. memberikan pedoman dalam penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

BAB IV

KEWAJIBAN DAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH

Pasal 4

(1) Pemerintah Daerah berkewajiban untuk memberikan


penyuluhan / pengertian, menumbuhkan dan
mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung
jawabnya terhadap ketertiban, kebersihan dan keindahan
sebagai upaya memelihara ketertiban umum dan
melestarikan lingkungan hidup .

(2) Setiap Instansi dan / atau Lembaga Pemerintah


berkewajiban untuk memelihara ketertiban, kebersihan
dan keindahan dalam lingkungan yang menjadi
wewenangnya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

440
(3) Pemerintah Daerah berwenang mengatur ketertiban,
ketenteraman, kebersihan dan keindahan Daerah.

BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN BAGI


WARGA MASYARAKAT

Pasal 5

(1) Ketertiban, ketenteraman, kebersihan dan keindahan


adalah bagian yang takterpisahkan dengan lingkungan
hidup, oleh karenanya menjadi haksetiap orang untuk
menikmatinya.

(2) Setiap orang berkewajiban berperan serta terhadap


ketertiban,ketenteraman, kebersihan dan keindahan .
(3) Setiap orang berkewajiban berperan serta mencegah
terjadinya kerusakan dangangguan lingkungan .

BAB VI

TERTIB TATA RUANG

Pasal 6

(1) Setiap orang atau badan yang akan menyelenggarakan


kegiatan usaha wajib memenuhi ketentuan tata ruang yang
telah ditetapkan.

(2) Setiap orang atau badan dalam kegiatan pemanfaatan


ruang wilayah, wajib :
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan ijin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang;

441
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan ijin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan
sebagai hak milik umum.

BAB VII

TERTIB JALAN, TERTIB TAMAN DAN TEMPAT UMUM

Bagian Kesatu
Tertib Jalan

Pasal 7

(1) Setiap orang berhak menikmati kenyamanan berjalan dan


berlalu lintas .
(2) Untuk melindungihak setiap orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pemerintah Daerah melakukan penertiban
penggunaan jalur lalu lintas, trotoar, bahu jalan, jembatan,
dan melindungi kualitas jalan.

Pasal 8

Dalam rangka penertiban jalur lalu lintas Pemerintah Daerah


melakukan pemasangan dan pengaturan rambu-rambu lalu
lintas dan marka jalan.

Pasal 9

(1) Setiap pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang telah


ditentukan.

(2) Setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan harus


menggunakan sarana jembatan penyeberangan atau marka
penyeberangan apabila terdapat jembatan penyeberangan
orang atau marka penyeberangan (zebra cross).

442
(3) Setiap pejalan kaki dilarang menerobos atau melompat
pagar pembatas jalan.

(4) Setiap orang atau Badan dilarang mengoperasikan sebagai


angkutan umum kendaraan yang tidak sesuai standar
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Setiap orang dilarang melakukan pengaturan lalu lintas


kendaraan pada persimpangan jalan, tikungan atau
putaran jalan serta tempat-tempat tertentu kecuali oleh
petugas.

(6) Setiap orang atau Badan dilarang mengalihkan fungsi jalan,


jembatan, dan trotoar tanpa ijin.

Pasal 10

(1) Setiap pemakai jasa angkutan umum di jalan harus naik


atau turun dari kendaraan di tempat pemberhentian yang
telah ditetapkan.

(2) Setiap angkutan umum harus berjalan pada lajur jalan


yang telah ditetapkan dan tidak diperbolehkan berhenti
selain di tempat pemberhentian yang telah ditetapkan.

Pasal 11

Kecuali atas ijin pejabat yang berwenang, setiap orang atau


Badan dilarang :
a. menutup jalan;
b. membangun portal permanen dan/ atau gundukan/tanggul
pengaman di jalan umum;
c. menutup terobosan jalan / putaran jalan;
d. membongkar jalur pemisah jalan;
e. membongkar, memotong, merusak pagar pengaman jalan;
f. membongkar trotoar jalan; atau
g. melakukan perbuatan yang dapat berakibat merusak badan
jalan atau membahayakan keselamatan lalu lintas.

443
Bagian Kedua
Tertib Taman dan Tempat Umum

Pasal 12

(1) Setiap orang atau Badan dilarang mengubah/mengalihkan


fungsi taman, tempat umum untuk kepentingan pribadi
atau kelompok.

(2) Setiap orang dilarang membuang air besar/kecil dan


sampah di lokasi taman/tempat umum.

(3) Setiap orang atau Badan dilarang menebang / memotong /


mencabut / merusak tanaman yang ditanam oleh
Pemerintah Daerah disepanjang jalan dan taman kecuali
atas ijin pejabat yang berwenang.

Pasal 13

Setiap orang atau Badan dilarang menumpuk barang di lokasi


tempat umum.

BAB VIII

TERTIB SUNGAI, SALURAN AIR DAN SUMBER AIR

Pasal 14

(1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pemanfaatan


sungai, saluran irigasi, saluran air, saluran drainase dan
pelestarian sumber air.
(2) Pemerintah Daerah bersama masyarakat memelihara,
menanam dan melestarikan pohon pelindung di sempadan
sungai, saluran air dan sumber air.

(3) Setiap orang atau Badan dilarang membangun bangunan


permanen dan tidak permanen di atas saluran air, sungai,
bantaran sungai, danau, rawa dan bendungan.
444
(4) Setiap orang atau Badan dilarang menangkap ikan dengan
cara meracun, menggunakan aliran listrik dan bahan atau
alat yang dapat merusak kelestarian lingkungan di sungai,
danau, rawa, dan bendungan.

(5) Setiap orang atau Badan dilarang membuang limbah yang


menggangu lingkungan ke sungai, danau, rawadan
bendungan.

Pasal 15

Dalam menanggulangi bencana alam banjir PemerintahDaerah


melaksanakan program penghijauan dan pengerukan sungai
serta saluran air dengan mengikutsertakan masyarakat dan
kelompok masyarakat pada lingkungan Rukun Tetangga dan
Rukun Warga.

BAB IX

TERTIB LINGKUNGAN

Pasal 16

Pemerintah Daerah melindungi setiap orang dari gangguan


ketertiban lingkungan, baik yang datang dari luar maupun dari
dalam Daerah.

Pasal 17

(1) Setiap orang yang berkunjung atau bertamu lebih dari 1 x


24 (satu kali dua puluh empat) jam wajib melaporkan diri
kepada pengurus Rukun Tetangga setempat.

(2) Setiap pemilik rumah, pemondokan dan / atau pengelola


rumah susun wajib melaporkan penghuninya kepada

445
Kepala Desa / Lurah melalui pengurus Rukun Tetangga
setempat secara periodik.

(3) Setiap penghuni rumah kontrak wajib melapor kepada


Kepala Desa / Lurah melalui pengurus Rukun Tetangga
setempat secara periodik.

Pasal 18

Setiap orang yang bermaksud tinggal dan menetap di Daerah


wajib memenuhi persyaratan administrasi kependudukan
sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 19

Dalam menyelenggarakan ketertiban lingkungan pemerintah


Daerah mengikutsertakan peran masyarakat di lingkungan
Rukun Tetangga dan Rukun Warga.

Pasal 20

(1) Setiap orang atau Badan dilarang memelihara, membunuh,


menembak dan memperdagangkan hewan yang dilindungi
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap orang atau Badan dilarang melepas hewan atau


ternak di pasar, lingkungan sekitar dan tempat umum.

Pasal 21

(1) Setiap orang atau Badan harus membuang sampah di


tempat sampah yang telah disediakan.

(2) Setiap orang atau Badan dilarang membakar sampah dan


membuang sampah di tempat umum.

446
Pasal 22

Setiap orang atan Badan dilarang :


a. mengangkut bahan berdebu, berbau busuk dan mudah
tercecer dengan menggunakan alat angkutan yang terbuka;
b. mengangkut bahan berbahaya dan beracun, tanpa
dilengkapi dengan perijinan yang sah;
c. merusak sarana dan prasarana umum; atau
d. menyelenggarakan angkutan tanah tanpa dilengkapi
dengan perijinan yang sah.

BAB X

TERTIB USAHA DAN TEMPAT USAHA

Pasal 23

(1) Setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha


wajib memiliki izin sesuai ketentuan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.

(2) Setiap orang atau badan melaksanakan kegiatan usaha


sesuai dengan perijinan yang dimiliki dan pada tempat-
tempat yang telah ditentukan.

(3) Setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan


usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
bertanggung jawab terhadap ketertiban, kebersihan dan
menjaga kesehatan lingkungan serta keindahan di tempat
usaha dan sekitar tempat usaha.

447
BAB XI

TERTIB BANGUNAN

Pasal 24

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan program tertib


bangunan di Daerah.

(2) Setiap orang atau badan pemilik dan / atau pengguna


bangunan atau rumah diwajibkan :
a. memelihara pagar pekarangan dan memotong pagar
hidup yang berbatasan dengan jalan;
b. membuang bagian dari pohon, semak-semak dan
tumbuh-tumbuhan yang dapat mengganggu keamanan
dan / atau ketertiban;
c. memelihara dan mencegah pengrusakan bahu jalan
atau trotoar;
d. memelihara ketertiban dan kenyamanan lingkungan.

(3) Setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan


wajib memiliki izin terlebih dahulu dan menggunakan
bangunan miliknya sesuai dengan izin yang telah
ditetapkan.

Pasal 25

(1) Setiap orang atau badan dilarang :


a. mendirikan bangunan atau benda lain yang menjulang,
menanam atau membiarkan, tumbuh pohon atau
tumbuh-tumbuhan lain di dalam kawasan Saluran
Udara Tegangan Tinggi (SUTET) pada radius sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan; dan
b. mendirikan bangunan pada ruang milik jalan, ruang
milik sungai, ruang milik waduk, ruang milik danau,
taman dan jalur hijau, kecuali untuk kepentingan
dinas.
448
(2) Setiap orang atau badan wajib menjaga serta memelihara
lahan, tanah, dan bangunan di lokasi yang menjadi
miliknya.

Pasal 26

(1) Setiap orang atau badan dilarang membangun menara /


tower komunikasi, kecuali mendapat izin dari Bupati
atau pejabat yangberwenang.

(2) Pemilik / pengelola menara / tower komunikasi wajib


menjamin keamanan dan keselamatan dari berbagai
kemungkinan yang dapat membahayakan dan / atau
merugikan orang lain dan / atau badan dan / atau
fungsi menara / tower komunikasi tersebut.

BAB XII

TERTIB SOSIAL

Pasal 27

(1) Pemerintah Daerah melakukan penertiban terhadap :


a. tuna social yang tidur dan membuat gubug untuk
tempat tinggal di tempat-tempat umum serta tempat lain
yang bukan peruntukannya;
b. tuna sosial yang mencari penghasilan di perempatan
lampu lalu lintas (traffic light), tempat-tempat ibadah, di
lingkungan perkantoran, lingkungan sekolah, rumah-
rumah penduduk, dan pertokoan ;
c. tuna sosial yang mengamuk dan melakukan kerusuhan
di tempat umum; dan
d. setiap orang atau Badan dan / atau perkumpulan yang
menghimpun anak-anak jalanan, gelandangan dan
pengemis untuk dimanfaatkan dengan cara meminta-
minta / mengamen untuk ditarik penghasilannya.
449
(2) Setiap orang dilarang melanggar norma dan / atau berbuat
asusila di jalan, jalur hijau, taman dan / atau tempat-
tempat umum lainnya.

(3) Setiap orang dilarang meminum minuman beralkohol di


tempat umum.

Pasal 28

Setiap orang dilarang :


a. menyediakan rumah / tempat usaha sebagai tempatyang
digunakan untuk perbuatan asusila dan / atau sebagai
tempat penampung tuna susila; dan
b. menyediakan dan / atau melakukan pornografi dan porno
aksi;
c. melakukan kegiatan atau perbuatan yang melanggar norma-
norma susila, norma agama dan menjadi penjaja seks
komersial;
d. memberikan sejumlah uang atau barang kepada tuna sosial
di fasilitas umum.

Pasal 29

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan upaya preventif,


represif dan rehabilitatif bagi tuna sosial.

(2) Pemerintah Daerah mengupayakan pemulangan tuna sosial


dalam perjalanannya ke daerah asal.

Pasal 30

Pemerintah Daerah menutup tempat-tempat yang dipergunakan


untuk melakukan perbuatan asusila, dan / atau kegiatan yang
mengarah pada perbuatan asusila.

450
Pasal 31

Pemerintah Daerah atau pejabat yang ditunjuk melakukan


tindak pencegahan terhadap berkembangnya perbuatan asusila
melalui penertiban:
a. peredaran pornografi dan pornoaksi dalam segala bentuk;
dan
b. tempat hiburan dan tempat lainnya yang mengarah pada
terjadinya perbuatan asusila.

BAB XIII

TERTIB KESEHATAN

Pasal 32

Setiap orang dilarang :


a. membuang sampah yang mengganggu lingkungan;
b. menyelenggarakan dan / atau melakukan praktek
pengobatan tradisional dan kebatinan tanpa izin; dan
c. menyediakan, meracik dan menjual makanan dan
minuman yang membahayakan kesehatan.
d. merokok pada :
1. tempat kerja;
2. tempat ibadah;
3. tempat sarana pendidikan;
4. tempat pelayanan kesehatan;
5. arena kegiatan anak;
6. kendaraan angkutan umum; dan
7. tempat umum yang ditetapkan.

451
BAB XIV

TERTIB TEMPAT HIBURAN DAN KERAMAIAN

Pasal 33

(1) Setiap orang atau Badan dilarang menyelenggarakan


tempat usaha hiburan tanpa izin Bupati atau pejabat yang
ditunjuk.

(2) Setiap penyelenggaraan tempat usaha hiburan yang sudah


mendapat ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang melaksanakan kegiatan lain yang menyimpang
dari izin yang dimiliki.

Pasal 34

Setiap penyelenggaraan kegiatan keramaian wajib


memberitahukan dan / atau mendapat izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 35

(1) Pemerintah Daerah melakukan penertiban tempat-tempat


hiburan atau tempat kegiatan yang mengganggu ketertiban
dan ketenteraman masyarakat dan / atau dapat
menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat.

(2) Untuk melindungi hak setiap orang dalam pelaksanaan


peribadatan / kegiatan keagamaan, Pemerintah Daerah
dapat menutup dan/ atau menutup sementara tempat-
tempat hiburan atau kegiatan yang dapat mengganggu
pelaksanaan peribadatan.

452
BAB XV

TERTIB PERANSERTA MASYARAKAT

Pasal 36

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam membantu upaya


penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat.

(2) Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang


berwenang apabila mengetahui adanya pelanggaran
terhadap ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

(3) Pemerintah Daerah wajib menindaklanjuti dan memberikan


jaminan keamanan, kerahasiaan serta perlindungan
kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Setiap orang atau Badan dilarang menempatkan atau


memasang lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-
umbul maupun atribut lainnya pada pagar pemisah
jembatan, pagar pemisah jalan, jembatan, jalan, halte,
terminal, taman, tiang listrik / telepon, pohon dan tempat
umum lainnya.

(5) Pemasangan lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-


umbul maupun atribut lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari
Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(6) Setiap orang atau Badan yang menempatkan dan


memasang lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-
umbul maupun atribut lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) wajib mencabut serta membersihkan sendiri
setelah habis masa berlakunya.

453
Pasal 37

Setiap orang atau Badan wajib memasang bendera Merah Putih


pada peringatan hari besar nasional dan daerah pada waktu
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 38

(1) Setiap orang atau Badan dilarang merusak sarana dan


prasarana umum termasuk pada waktu berlangsungnya
penyampaian pendapat, unjuk rasa, rapat-rapat umum dan
/ atau pengerahan massa.

(2) Setiap orang atau Badan dilarang membuang benda-benda


dan / atau sarana yang digunakan pada waktu
penyampaian pendapat, unjuk rasa, rapat-rapat umum dan
pengerahan massa di jalan dan tempat umum lainnya.

(3) Setiap orang dilarang membawa benda-benda yang dapat


membahayakan diri dan orang lain pada waktu
berlangsungnya penyampaian pendapat, unjuk rasa, rapat-
rapat umum dan / atau pengerahan massa .

Pasal 39

Setiap orang atau Badan yang menyelenggarakan pengumpulan


sumbangan uang atau barang harus mendapat ijin sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.

454
BAB XVI

PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Pasal 40

Pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap


penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat dilakukan oleh Bupati, dilaksanakan oleh SKPD
yang dalam tugas pokok dan fungsinya bertanggung jawab
dalam bidang penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat bersama PPNS serta SKPD terkait
dalam rangka mewujudkan perlindungan masyarakat .

Pasal 41

Pengawasan Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh


pemerintah daerah dan masyarakat.

BAB XVII

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 42

(1) Setiap orang atau Badan yang melanggar ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1),Pasal 9 ayat
(3), Pasal 12 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 17 ayat (2),
Pasal 17 ayat (3), Pasal 20 ayat (2), Pasal 32, Pasal 36 ayat
(4), Pasal 36 ayat (6) dan Pasal 37 dapat dikenakan sanksi
administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berupa :
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis; dan
c. denda.
455
(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing peringatan 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal surat peringatan
dikeluarkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
(4) Apabila setelah diberi Peringatan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Orang atau Badan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengabaikan, maka dapat
dikenakan sanksi denda sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XVIII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 43

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan


Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai
Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap
pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, dan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang
Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah


Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan
pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini

456
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap
dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi, atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
pribadi atau badan sehubungan dengan pelanggaran
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;
d. memeriksa buku–buku, catatan–catatan dan dokumen-
dokumen lain berkenaan dengan pelanggaran
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;
e. melakukan penggelendahan untuk mendapatkan bahan
bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen–dokumen
lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan terhadap pelanggaran
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;
g. menyuruh berhenti dan / atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan berlangsung dan memeriksa identitas
orang dan / atau dokumen yang dibawa sebagaimana
dimaksud dalam huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan
pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini menurut Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


memberitahukan dimulainya Penyidikan dan
menyampaikan hasil penyelidikannya kepada Penuntut
457
Umum melalui Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang –
Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB XIX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 44

(1) Setiap orang atau badan yang dengan sengaja melakukan


pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 9ayat (4), Pasal 9 ayat (5), Pasal
10 ayat (1), 10 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 ayat (1), Pasal
12 ayat (3), Pasal 13, Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4),
Pasal 14 ayat (5), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal
21 ayat (2), Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 23 ayat (2),
Pasal 24 ayat (2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 25 ayat (1), Pasal
25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), Pasal 27
ayat (2), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28, Pasal 32, Pasal 33
ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34, Pasal 38 ayat (1),
Pasal 38 ayat (2), Pasal 38 ayat (3) dan Pasal 39,
dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


merupakan pelanggaran.

(3) Selain dapat dikenakan pidana sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dapat juga dikenakan pidana sesuai dengan
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

458
BAB XX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 45

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka:


a. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang
Nomor 22 Tahun 1977 tentang Kebersihan, Keindahan Dan
Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah
Tingkat II Semarang Seri C Nomor 2 Tahun 1978);

b. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang


Nomor 8 Tahun 1987 tentang Penanggulangan Dan
Rehabilitasi Wanita Tuna Susila (Lembaran Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Nomor 10
Tahun 1987 Seri C Nomor 1).

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 46

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Semarang.

Ditetapkan di Ungaran
pada tanggal 10-06-2014

BUPATI SEMARANG,

CAP TTD

MUNDJIRIN
459
Diundangkan di Ungaran
pada tanggal 10-06-2014

Plt. SEKRETARIS DAERAH


KABUPATEN SEMARANG
Asisten Administrasi Umum,

CAP TTD

BUDI KRISTIONO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014


NOMOR 10

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG,


PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 52 TAHUN 2014

Salinan Sesuai Dengan Aslinya


KEPALA BAGIAN HUKUM,

TTD

SUKATON PURTOMO PRIYATMO


Pembina Tingkat I (IV/b)
NIP. 19640404 199203 1 014

460
PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

NOMOR 10 TAHUN 2014

TENTANG

KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT

I. UMUM

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu urusan


wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
kabupaten adalah penyelenggaraan Ketertiban Umum dan
Ketentraman masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang–Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pemerintah
Daerah Kabupaten Semarang berkomitmen untuk
menyelenggarakan urusan wajib dimaksud dalam rangka
penegakan Peraturan Daerah,menjaga ketentraman dan
ketertiban guna terwujudnya Kabupaten Semarang sebagai
Kabupaten Jasa, Kabupaten Perdagangan dan Kabupaten
Pariwisata yang masyarakatnya nyaman, aman dan tenteram.
Kondisi tersebut akan menjadi daya tarik bagi masyarakat
regional maupun nasional untuk datang dan berkunjung
serta menanamkan investasi yang pada akhirnya memberikan
Kontribusi dalam Pengembangan dan Pembangunan
Kabupaten Semarang.

Pengaturan mengenai Ketertiban Umum harus


diarahkan guna pencapaian kondisi yang kondusif bagi
seluruh aspek kehidupan masyarakat. Dinamika
perkembangan dan kebutuhan masyarakat Kabupaten
461
Semarang yang dinamis dirasakan memerlukan Peraturan
Daerah yang menjangkau secara seimbang antara subjek dan
objek hukum yang diatur. Oleh karena itu, dalam upaya
menampung persoalan dan mengatasi kompleksitas
permasalahan dinamika perkembangan masyarakat
diperlukan Peraturan Daerah tentang ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat.

Dengan disusunnya Peraturan Daerah tentang


ketertiban umum dan ketentraman masyarakatini,
diharapkan implementasi terhadap penyelenggaraan
ketentraman masyarakat dan ketertiban umum dapat
diterapkan secara optimal guna menciptakan Ketentraman,
Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan. Terkait dengan hal
tersebut, maka dalam Peraturan Daerah ini mengatur
substansi materi muatan sebagai berikut:

1. tertib tata ruang;


2. tertib jalan, taman dan tempat umum;
3. tertib sungai, saluran air dan sumber air;
4. tertib lingkungan;
5. tertib usaha dan tempat usaha;
6. tertib bangunan;
7. tertib sosial;
8. tertib kesehatan;
9. tertib tempat hiburan dan keramaian;
10. tertib peranserta masyarakat.

Peraturan Daerah ini mempunyai posisi yang sangat


strategis dan penting untuk menambahkan motivasi dalam
menumbuh kembangkan budaya disiplin masyarakat guna
mewujudkan tata kehidupan Kabupaten Semarang yang lebih
tenteram, tertib, nyaman, bersih dan indah yang dibangun
berdasarkan partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.

Upaya untuk mencapai kondisi tertib sebagaimana yang


menjadi jiwa dari Peraturan Daerah ini tidak semata–mata
462
menjadi tugas dan tanggung jawab aparat, akan tetapi menjadi
tugas dan tanggung jawab masyarakat, perorangan maupun
badan untuk secara sadar ikut serta menumbuhkan dan
memelihara ketertiban. Namun demikian, tindakan tegas
terhadap pelanggar Peraturan Daerah dan Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil yang profesional sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 148 dan Pasal 149 Undang–Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1

Cukup Jelas.

Angka 2

Cukup Jelas.

Angka 3

Cukup Jelas.

Angka 4

Cukup Jelas.

Angka 5

Cukup Jelas.

Angka 6

Cukup Jelas.

463
Angka 7

Cukup Jelas.

Angka 8

Cukup Jelas.

Angka 9

Cukup Jelas.

Angka 10

Cukup Jelas.

Angka 11

Cukup Jelas.

Angka 12

Cukup Jelas.

Angka 13

Cukup Jelas.

Angka 14

Cukup Jelas.

Angka 15

Yang termasuk di dalam anak jalanan adalah anak


punk.

464
Angka 16

Cukup Jelas.

Angka 17

Cukup Jelas.

Angka 18

Cukup Jelas.

Angka 19

Cukup Jelas.

Angka 20

Cukup Jelas.

Angka 21

Cukup Jelas.

Angka 22

Cukup Jelas.

Angka 23

Cukup Jelas.

Angka 24

Cukup Jelas.

465
Angka 25

Cukup Jelas.

Angka 26

Cukup Jelas.

Angka 27

Cukup Jelas.

Angka 28

Cukup Jelas.

Angka 29

Cukup Jelas.

Angka 30

Cukup Jelas.

Angka 31

Cukup Jelas.

Angka 32

Cukup Jelas.

Angka 33

Cukup Jelas.

466
Pasal 2

Cukup Jelas.

Pasal 3

Cukup Jelas.

Pasal 4

Cukup Jelas.

Pasal 5

Cukup Jelas.

Pasal 6

Cukup Jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 8

Cukup Jelas.

467
Pasal 9

Yang dimaksud dengan tempat yang telah ditentukan


adalah trotoar, dengan maksud bahwa jalan yang
dilengkapi dengan trotoar.

Pasal 10

Cukup Jelas.

Pasal 11

Yang dimaksud dengan Pejabat yang berwenang adalah


pejabat sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang akan
dimintakan ijin.

Pasal 12

Cukup Jelas.

Pasal 13

Cukup Jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

468
Ayat (3)

Yang dimaksud dengan bangunan permanen adalah


bangunan yang dibuat dari bahan bangunan yang
kuat dan tahan lama, seperti dari baja dan batu bata,
yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur
bangunan dinyatakan lebih dari 15 (lima belas)
tahun.

Bangunan tidak permanen atau bangunan sementara


/ darurat adalah bangunan yang dibuat dari bahan
bangunan yang tidak kuat dan tidak tahan lama, yang
ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan
dapat bertahan kurang dari 5 tahun.

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan Limbah adalah benda yang


dibuang baik berasal dari alam atau dari hasil proses
teknologi. Limbah dapat berupa tumpukan barang
bekas, sisa kotoran hewan, tanaman, atau sayuran.

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu


proses produksi baik industri maupun domestik
(rumah tangga, yang lebih dikenal dengan sampah),
yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak
memiliki nilai ekonomis.

Berdasarkan sumbernya, Limbah digolongkan


menjadi :

469
a. Limbah Organik yang mudah busuk, misalnya,
sisa sayuran, sisa makanan, dedaunan, potongan
rumput, dan kotoran hewan;
b. Limbah Organik yang tidak mudah busuk,
misalnya, kertas dan kayu;
c. Limbah Anorganik, misalnya, plastik, pecahan
kaca, karet, kaca, botol dan besi;
d. Limbah berbahaya, misalnya paku, bekas lampu
neon, sisa racun tikus atau serangga, obat
kadaluarsa dan batu baterai bekas.

Berdasarkan sifatnya, Limbah digolongkan menjadi :


a. Limbah yang dapat mengalami perubahan secara
alami (degradable waste / mudah terurai), yaitu
limbah yang mengalami dekomposisi oleh bakteri
dan jamur, seperti daun-daun, sisa makanan,
kotoran, dan lain-lain;
b. Limbah Organik yang tidak akan / sangat lambat
mengalami perubahan secara alami
(nondegradable waste / tidak dapat terurai).
Misalnya, plastik, kaca, kaleng, dan sampah
sejenisnya.

Berdasarkan karakteristiknya, Limbah digolongkan


menjadi :
a. Limbah cair;
b. Limbah padat;
c. Limbah gas dan partikel;
d. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Pasal 15

Cukup Jelas.

Pasal 16

Cukup Jelas.
470
Pasal 17

Cukup Jelas.

Pasal 18

Cukup Jelas.

Pasal 19

Cukup Jelas.

Pasal 20

Cukup Jelas.

Pasal 21

Cukup Jelas.

Pasal 22

Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan bahan berbahaya dan


beracun adalah antara lain : bahan yang mudah
terbakar, bahan peledak, bahan yang bisa berkarat,
bahan beracun, dan bahan-bahan sejenis lainnya.

Huruf c

Cukup Jelas.

471
Huruf d

Cukup Jelas.

Pasal 23

Cukup Jelas.

Pasal 24

Cukup Jelas.

Pasal 25

Cukup Jelas.

Pasal 26

Cukup Jelas.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Disamping itu tempat-tempat yang juga digunakan


untuk perbuatan asusila adalah tempat hiburan dan
lokalisasi.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

472
Pasal 28

Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Cukup Jelas.

Huruf c

Cukup Jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan tuna sosial pada huruf ini


adalah pengemis dan pengamen.

Yang dimaksud dengan fasilitas umum adalah


fasilitas yang diadakan untuk kepentingan umum.
Contoh dari fasilitas umum adalah seperti jalan
termasuk perempatan jalan, persimpangan atau
perempatan lampu lalu lintas (traffic light), tempat-
tempat ibadah, lingkungan sekolah, dalam angkutan
umum, jembatan penyeberangan, area perkantoran,
halte, jalan tol, terminal, trotoar.

Pasal 29

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah


menyelenggarakan upaya preventif, represif dan
rehabilitatif bagi tuna sosial adalah Pemerintah
Daerahmelaksanakan pencegahan bagi tuna sosial
untuk melakukan kegiatan yang mengganggu
473
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat,
melaksanakan penangkapan bagi tuna sosial yang
melakukan kegiatan yang mengganggu ketertiban
umum dan ketenteraman masyarakat, serta
memberikan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan
bagi tuna sosial.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup Jelas.

Pasal 31

Cukup Jelas.

Pasal 32

Cukup Jelas.

Pasal 33

Cukup Jelas.

Pasal 34

Cukup Jelas.

Pasal 35

Cukup Jelas.

474
Pasal 36

Cukup Jelas.

Pasal 37

Cukup Jelas.

Pasal 38

Cukup Jelas.

Pasal 39

Cukup Jelas.

Pasal 40

Cukup Jelas.

Pasal 41
Yang dimaksud dengan Masyarakat adalah sejumlah
manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang
berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang
sama, seperti sekolah, keluarga, perkumpulan (termasuk
di dalamnya Badan), Negara, dimana semuanya adalah
masyarakat.

Pasal 42

Cukup Jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup Jelas.
475
Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Cukup Jelas.

Huruf c

Cukup Jelas.

Huruf d

Cukup Jelas.

Huruf e

Cukup Jelas.

Huruf f

Cukup Jelas.

Huruf g

Cukup Jelas.

Huruf h

Cukup Jelas.
476
Huruf i

Cukup Jelas.

Huruf j

Cukup Jelas.

Huruf k

Yang dimaksud dengan "tindakan lain" adalah


tindakan dari penyelidik untuk kepentingan
penyelidikan dengan syarat :
1. tidak bertentangan dengan suatu aturan
hukum;
2. selaras dengan kewajiban hukum yang
mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan;
3. tindakan itu harus patut dan masuk akal dan
termasuk dalam lingkungan jabatannya;
4. atas pertimbangan yang layak berdasarkan
keadaan memaksa;
5. menghormati hak asasi manusia.

Pasal 44

Cukup Jelas.

Pasal 45

Cukup Jelas.

Pasal 46

Cukup Jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG


NOMOR 10
477

Anda mungkin juga menyukai