Anda di halaman 1dari 16

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

Nama kelompok :
1. George mongdong
2. Mutiara tumbio
3. Vanesa lontoh
4. Birgiana pabuaran
5. Rivo paembang
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
Fakultas Keperawatan
program Studi DIII Fisioterapi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang Maha Kuasa,Karena dengan
penyertaan-Nyalah sehingga tugas makalah kami ini dapat terselesaikan. Dalam makalah ini penulis
memasukkan beberapa hal utama tentang “Penyakit Paru Obstruktif” guna agar kita semua dapat
mengetahui berbagai penyakit paru obstruktif.

Kami kelompok meminta maaf apabila ada kesalahan dalam penyusunan makalah ini atau ada
penulisan yang tidak tepat dalam makalah ini kami ucapkan terimakasih
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFRAT ISI

BAB 1 : ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN

BAB 2 : PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

A. BRONKITIS
B. EMPHYSEMA
C. ASMA
D. BRONKIEKTASIS

BAB 3 : KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

ANATOMI, FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan respirasi dimana respirasi
merupakan proses mengumpulkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem
respirasi adalah untuk memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida.

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah. Sistem
pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari
trakea, bronkus dan paru-paru.

a) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal.
Fungsi:
1. Menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk.
2. mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau)
3. modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema.
b) Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13 cm. Dinding
faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa. Otot rangka yang
terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka
sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan,
menyediakan ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan
pada reaksi imun terhadap benda asing).
c) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian berpasangan. 3
bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform, dan corniculate. Arytenoid
adalah bagian yang paling signifikan dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane
mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan
bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi
melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan
minuman agar melewati esophagus
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati udara dari laring
menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia sehingga dapat menjebak
zat selain udara yang masuk lalu akan didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau
dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas.
e) Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang mana
cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam masing-masing paru, bronkus
terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti
percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole, Pada pasien
PPOK sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan bronkitis kronis.

f) Paru – paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga lobus di paru sebelah
kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua paru terdapat ruang yang bernama
cardiac notch yang merupakan tempat bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua
membran pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi
dinding toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura
terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua pleura
sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga
membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang
melekat saat basah, Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu
bronchiole. Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal.Di bagian akhir
bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil tempat dimana terjadi
pertukaran gas. Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel
epitel skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding alveolar. Sel
alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel alveolar tipe I. sel
alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas. Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel
dengan permukaan bebas yang mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan
alveolar ini mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab
dan menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks
fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang udara dan darah
terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya membentuk
membran respiratori.
BAB 2

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai
oleh hambatan aliran udara, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah
penyakit yang umum, dapat dicegah dan dapat ditangani yang memiliki karakteristik gejala pernafasan
yang menetap dan keterbatasan aliran udara. Hal ini dikarenakan abnormalitas saluran napas dan atau
alveolus yang biasanya disebabkan oleh pajanan gas atau partikel berbahaya.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merujuk pada beberapa hal yang menyebabkan terganggunya
pergerakan udara masuk dan keluar paru. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat terjadi sebagai
hasil dari peningkatan resistensi sekunder terhadap edema mukosa bronkus atau kontraksi otot polos.
Hal tersebut juga dapat diakibatkan oleh penurunan kelenturan, seperti pada emfisema. Kelenturan
(elastic recoil) adalah kemampuan mengempiskan paru dan menghembuskan nafas secara apasif,
serupa dengan kemampuan karet kembali ke bentuk semula setelah diregangkan. Penurunan kelenturan
dapat dibayangkan sebagai pita karet yang lemah dan telah diregangkan melebihi batas
kemampuannya, sehingga akan berakibat penurunan kemampuan paru untuk mengosongkan isinya.

PPOK atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD) lebih sering menyerang orang usia paruh baya
yang merokok. Seiring waktu, penyakit ini akan memburuk dan berisiko menyebabkan penderitanya
terkena penyakit jantung dan kanker paru-paru.

Penyebab penyakit paru obstruktif kronis :

Penyakit paru obstruktif kronis terjadi ketika saluran pernapasan dan paru-paru rusak serta mengalami
peradangan. Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita penyakit ini antara
lain:

 Memiliki kebiasaan merokok atau sering terpapar asap rokok (perokok pasif)
 Terpapar polusi udara, misalnya dari debu jalanan, asap dari kendaraan, atau asap pabrik dan
industry.
 Menderita penyakit asma, tuberkulosis, infeksi HIV, dan kelainan genetik yang menyebabkan
kekurangan protein alpha-1-antitrypsin (AAt)
 Memiliki keluarga dengan riwayat PPOK
 Berusia 40 tahun ke atas.

Gejala penyakit paru obstruktif kronis

PPOK berkembang secara perlahan dan tidak menunjukkan gejala khusus pada tahap awal. Gejalanya
baru muncul setelah bertahun-tahun ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan pada paru-paru.

Sejumlah gejala yang biasanya dialami oleh penderita PPOK adalah:

 Napas tersengal-sengal, terutama saat melakukan aktivitas fisik


 Batuk tidak kunjung sembuh yang dapat disertai dahak
 Berat badan menurun
 Mengi (bengek)
 Nyeri dada
 Lemas
 Pembengkakan di tungkai

Menurut Smeltzer & bare (20002), penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi
kronik adalah :

A) Bronkitis
Yaitu peradangan atau juga bisa disebut infeksi yang terdapat di saluran nafas yang menginfeksi
pada bronkus. Bronkitis biasanya menginfeksi pada anak-anak yang disekitar tempat tinggalnya
terdapat polutan, seperti orang - orang merokok diluar atau didalam ruangan, kendaraan
bermotor yang menyebabkan polusi udara, dan pembakaran yang menyebabkan asap biasanya
saat masak menggunakan kayu bakar. Pasien bronkitis banyak ditemukan dengan keluhan
seperti batuk, mengigil, penumpukan sputum dan sesak nafas.
Bronkitis dibagi menjadi dua bagian, diantaranya :
1) Bronkitis akut
Bronkitis akut adalah infeksi akut yang terjadi pada saluran nafas bawah, biasanya akan
muncul gejala yang lebih singkat dan mendadak. Pada bronkitis akut penyebab pada
peradangan dan infllamasi itu dikarenakan bakteri ataupun virus dan kondisi akan lebih
parah yang disebabkan oleh polusi udara karena rokok dan kendaraan.
2) Bronkitis kronik
Bronkitis kronik yaitu terjadinya peradangan pada bronkus yang berlangsung selama
beberapa saat dan terjadinya hambatan atau obstuksi pada aliran udara normal dalam
bronkus.
Bronkitis kronik dibagi menjadi tiga :
a) Ringan, biasanya muncul dengan gejala atau keluhan ringan seperti batuk.

b) Mokopurulen, biasanya muncul dengan ditandai batuk dengan mengeluarkan dahak


kental dan purulent/berwarna kekuningan.
c) Saluran pernafasan menyempit, biasanya muncul disertai gejala seperti batuk berdahak
disertai sesak nafas dan terdapat suara mengi.
 Etiologi
Bronkitis akut biasanya akan muncul disebabkan karena virus seperti virus influenza, rhinovirus
Syncirial Virus (RSV), Coxsackie virus dan virus parainfluenza. Sedangkan menurut pendapat
lainnyan penyebab ini bisa terjadi bisa melalui zat iritasi yaitu seperti asam lambung hal ini
ditemukan setelah terjadinya aspirasi pada saat sesudah muntah yang menyebabkan bronkitis
kronis. Dan pada bronkitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya akibat dari Bardetella
pertuassis, Mycoplasma pneumonia bisa mengakibatkan terjadinya bronkitis akut dan dapat
terjadi terhadap anak diatas usia lima tahun atau remaja yang tidak diimunisasi. Bronkitis akut
mempunyai tanda-tanda yang paling sering muncul yaitu batuk secara terus menerus dalam
satu ekspirasi. Dan saat batuk akan mengeluarkan dahak lengket dan kental
 Manifestasi klinis
1) Brokitis akut diantaranya :
a. Demam
b. Batuk
c. Terdapat suara tambahan
d. Wheezing
e. Produksi sputum meningkat
2) Bronkitis kronis diantaranya
a. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan disertai dengan batuk
b. Tanda bronkitis akut bisa berlansung selama kurang lebih 2-3 minggu.
c. pernafasan menjadi sulit disebabkan saluran pernafasan atas tersumbat.
d. Produksi sekret meningkat dan berwarna hijau atau kuning.
 Patofisiologi
Terjadinya bronkitis itu bisa diakibatkan oleh paparan infeksi maupun non infeksi. Apabila
terjadi iritasi maka timbullah inflamasi yang mengakibatkan vasodilatasi, kongesti, edema
mukosa dan bronkospasme. Hal ini dapat menyebabkan aliran udara menjadi tersumbat, oleh
sebab itu mucocilliary defence pada paru mengalami peningkatan serta kerusakan, dan
cenderung lebih mudah terjangkit infeksi, pada saat timbulnya infeksi maka kelenjar mukus akan
terjadi hepertropi serta hyperplasia sehingga meningkatnya produksi secret dan dinding bronkial
akan menjadi tebal sehingga aliran udara akan terganggu. Sekret yang mengental dan berlebih
akan mengganggu dan alian udara menjadi terhambat baik itu aliran udara kecil maupun aliran
udara yang besar.
Pembengkakan bronkus serta sekret yang kental akan mengakibatkan rusaknya jalan pada
pernafasan dan terganggunya pertukaran gas pada alveolus terutama pada saat ekspirasi.
Saluran pernafasan akan terpeangkap di distal paru dan akan mengalami kolaps. Rusaknya hal
tersebut dapat mengakibatkan penurunan ventilasi alveolar, asidosis, dan hipoksia. Apabila
penderita oksigennya kurang maka akan terjadinya resiko ventilasi yang tidak normal, maka
penurunan PaO2 akan terjadi dan apabila sampai ventlasi rusak maka akan mengalami
peningkatan PaCO2, hal itu dilihat dari sianosisnya. Apabila menyakit mulai memarah maka
produksi sekret akan berwarna kehitaman disebabkan oleh infeksi pulmonal.
B) Emphysema
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada
jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas.
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh
pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara
(alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan, maka itu “bukan termasuk emfisema”.
Namun, keadaan tersebut hanya sebagai ‘overinflation’ Emfisema adalah jenis penyakit paru
obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru.
Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita
sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling umum
adalah merokok
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-
gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih
besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya
dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-
antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini. Terdapat 3 (tiga) jenis
emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang
terjadi dalam paru-paru :
1) CLE (Centrilobular Emphysema atau Centroacinar)
Merupakan tipe yang sering muncul, menyebabkan kerusakan bronkiolus, biasanya pada
region paru-paru atas. Inflamasi berkembang sampai bronkiolus tetapi biasanya kantong
alveolar tetap bersisa. CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus
respiratorius. Dinding- dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya
cenderung menjadi satu ruang. Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas
paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. Seringkali terjadi kekacauan rasio
perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah
arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada
sianosis, edema perifer, dan gagal napas. CLE lebih banyak ditemukan pada pria, dan jarang
ditemukan pada mereka yang tidak merokok.
2) PLE (Panlobular Emphysema atau Panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya juga merusak paru-paru bagian
bawah. Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Merupakan
bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus
terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai
gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada
sekelompok kecil penderita emfisema primer, tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema
akibat usia tua dan bronchitis kronik.
3) Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam
alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab
dari pneumotorak spontan.
 Etiologi
1. Factor genetic
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diantaranya
adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin
E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada
keluarga, dan defisiensi protein alfa-1 anti tripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi
antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
2. Hipotesis elastase – anti elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara keduanya
menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Struktur paru akan berubah dan timbul emfisema.
Sumber elastase yang penting adalah pankreas, sel-sel PMN, dan marofag alveolar
pulmonary alveolar macrophage-PAM). Rangsangan pada paru antara lain oleh asap rokok.
dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya
destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan napas kolaps sebagian, dan kehilangan
elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan
tertahan di antara ruang alveolar (blebs) dan di antara parenkim paru-paru (bullae). Proses
ini akan mengakibatkan peningkatan ventilator pada dead space atau area yang tidak
mengalami pertukaran gas atau darah. dan infeksi menyebabkan elastase bertambah
banyak. Aktivitas sistem antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1-protease-inhibitor terutama
enzim alfa 1-antitripsin menjadi menurun. Akibat yang ditimbulkan karena tidak ada lagi
keseimbangan antara elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan
elastis paru dan kemudian emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Terdapat hubungan yang erat
antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV). Rokok secara patologis dapat
menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag
alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus. Gangguan pada
silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan
bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan
mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah.
Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim
protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya
lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma
bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya emfisema.
5. Populasi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian
emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara
seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi
makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu  besar
pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
 Manifestasi klinik
- Penampilan umum
1. Kurus , warna kulit pucat dan flattened hemidiafragma
2. Bibir tampak kebiruan
3. Tekanan darah menurun
4. Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir
5. Usia 65-75 tahun
- Pemeriksaan fisik dan laboratorium
 Pemeriksaan fisik dan laboratorium
 Pemeriksaan fisik
Pada klien emfisema paru akan di temukan tanda dan gejala seperti
berikut ini.
1. Napas pendek persisten dengan peningkatan dyspnea
2. Infeksi system respirasi
3. Pada auskultrasi terdapat penurunan suara napas meskipun dengan
napas dalam
4. Wheezing ekspirasi tidak di temukan dengan jelas
5. Produksi sputum dan batuk jarang
6. Hematokrit < 60%
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan jantung Tidak terjadi pembesaran jantung.Kor pulmonal
timbul pada stadium akhir Riwayat merokok Biasanya didapatkan, tetapi
tidak selalu ada riwayat merokok. Emfisema paru adalah suatu penyakit
menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun. Biasanya
mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35
tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru.
Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun
terjadi sesak nafas, hipoksemia, dan perubahas spirometri. Pada umur
55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan
kegagalan nafas dan meninggal dunia.
 Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan atau kerusakan yang terjadi pada dinding alveolar dapat
menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat  dari
perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya
destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan napas kolaps sebagian, dan kehilangan
elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan
di antara ruang alveolar (blebs) dan di antara parenkim paru-paru (bullae). Proses ini akan
mengakibatkan peningkatan ventilator pada dead space atau area yang tidak mengalami
pertukaran gas atau darah.
Kerja napas meningkat dikarenakan kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan
pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru.
Akibat lebih lanjutnya adalah penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada
beberapa tingkat emfisema di anggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada
awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronkitis kronis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu
defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan
demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam
paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya
tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru.
Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah
pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang
aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa-1 protease inhibator terutama enzim
alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan
anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema.
C) Asma
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, revesibel dimana trakea dan bronkiolus
berespon dalam hiper aktif terhadap stimulum tertentu. Asma dimanifestasikan dengan
penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dyspnea, batuk dan mengi. Asma dapat terjadi
pada sembarang orang, sekitar stengah dari kasus terjadi pada anak – anak dan sepertiga
lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
 Etiologi
Asma alergik disebabkan oleh allergen yang dikenal misalnya serbuk sari, binatang, makanan,
dan jamur. Kebanyakan allergen terdapat di udara dan musiman. Klien dengan asma memiliki
riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu eczema atau rhinitis alergik. Asma
idiopatik atau non alergik tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Factor – factornya
seperti infeksi Trakus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan serta gen
farmakologi seperti aspirin, pengawet makanan dan sebagainya. Asma gabungan adalah bentuk
asma yang paling umum. Asma ini memiliki karakteristik bentik alergik maupun bentuk idiopatik
atau nonalergik.
 Gambaran klinis
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dyspnea, dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk
merupakan satu – satunya gejala. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk
dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernafasan lambat, mengi dan loborius. Tanda
selanjutnya termasuk siniosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala – gejala retensi
karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi.
 Patofisiologis
Asma disebabkan oleh kontraksi otot – otot yang mengelilingi bronki yang menyempitkan jalan
napas, pembengkakan membrane yang menglapisi bronki dan pengisisan bronki dengan mucus
yang kental. Selain itu, otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi dengan udara terperangkap pada jaringan
paru. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas
menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udarah distal tempat terjadinya obtruksi
terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu
fungsional (KRF), dan klien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru
total (KRT). Keadaan hiperinflamasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancer.
D) Bronkiektasis
BronkieKtasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh
berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan,
atau benda – benda dari saluran pernafasan atas dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah
yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe.
 Etiologi
Kerusakan bronkus disebabkan oleh infeksi, infeksi tersering adalah H. influenze dan P.
aeruginosa. Infeksi bakteri lain seperti Klebsiela dan staphylococcus aureus disebabkan oleh
terlambatnya pemberian antibiotic pada pengobatan pneumonia. Bronkiektassis juga ditemukan
pada penderita dengan infeksi HIV dan virus lain, seperti adenovirus atau virus influenza. Factor
penyebab non infeksi adalah paparan substansi toksik, misalnya terhirupnya gas toksik (anomia,
aspirasi asam dari cairan lambung, dan sebagainya). Kemungkinan adanya factor imun yang
terlibat belum diketahui dengan pasti karena brokiektasis dapat ditemukan pula pada klien
colitis ulseratif, rheumatoid, dan sindrom Sjogren
 Gambaran klinis
60% gejala timbal balik sejak klien berusia 10 thn. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan
banyak sputum yang sering dikeluarkan pada pagi haru dan setelah tidur atau berbaring pada
posisi berlawanan dengan sisis yang mengandung kelainan bronkiektasis. Gejala pada
bronkiektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja jarang terjadi, biasanya batuk
bersputum yang menyertai batuk pilek selama 1 – 2 minggu. Gejala pada bronkiektasis berat
adalah batuk terus menerus dengan banyak sputum (200-300 ml), akan bertambah berap bila
disertai infeksi saluran napas atas, gejala diikuti demam, nafsu makan hilang, penurunan BB,
anemia, nyeri pleura, dan lemah badan. Sesak napas dan sianosis dapat terjadi pada kelainan
yang luas. Ronki basah sedang sampai kasar ditemukan saat pemeriksaan fisik. Kadang
ditemukan ronki kering dan mengi. Serta perkusi yang redup dan suara napas melemah bila
terdapat komplikasi emfisema.
 Patologi/patofisiologis
Infeksi merusak dinding bronkial menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan
menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi
terengang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribonkial sehingga
setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru yang eksudatnya mengalir bebas
melalui bronkus (dalam kasus bronkiektasis sakular) retensi sekresi dan obstruksi mengalami
kolaps (atelectasis). Fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan paru yang berfungsi pasien
akhirnya akan mengalami insufisiensi pernapasan (dengan penurunan kapasitas vital, penurunan
ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total), kerusakan
campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan ventilasi – perfusi), serta hipoksemia.
BAB 3

KESIMPULAN

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah peradangan pada paru-paru yang berlangsung dalam
jangka panjang. PPOK umumnya ditandai dengan kesulitan bernapas, batuk berdahak, dan mengi
(bengek). PPOK merupakan penyakit yang sering terjadi pada perokok aktif dan pasif.

Menurut Smeltzer & bare (20002), penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi
kronik adalah bronkitis, emphysema, asma, bronkiektasis.
DAFRAT PUSTAKA

https://repository.ump.ac.id/2693/3/MUKTI%20INDRA%20BUDI%20UTAMI%20BAB%20II.pdf

https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/penyakit-paru-obstruktif-kronik/
diagnosis#:~:text=Diagnosis%20banding%20PPOK%20antara%20lain,%2C%20tuberkulosis%20paru%2C
%20dan%20bronkiektasis.&text=Pemeriksaan%20spirometri%20berfungsi%20untuk
%20mengetahui,dapat%20dilakukan%20staging%20derajat%20penyakit

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2512/4/Chapter2.pdf

Anda mungkin juga menyukai