Anda di halaman 1dari 8
AS AN BAYI BARU LAHIR DARI IBU DENGAN HIV/AIDS, A. Resiko Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik (tanpa tanda dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu lama, Meski demikian, sebetulnya mereka telah dapat menulari orang lain. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. “Acquired” artinya tidak diturunkan, tetapi didapat; “/mmune” adalah sistem daya tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit, “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang; dan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh, Infeksi HIV berjalan sangat prog if merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus, Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4 dan makrofag), Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan terbentuknya antibodi yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium adalah sclama 2-12 minggu dan disebut masa jendela (window period). Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan Iaboratoriumnya masih negatif. Hampir 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini, di mana gejala dan tanda yang biasanya timbul adalah: demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, ruam kulit,sakit kepala dan batuk Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap tanpa gejala dan tanda (asimtomatik) untuk jangka waktu cukup panjang bahkan sampai 10 tahun atau lebih, Namun orang tersebut dapat menularkan infeksinya kepada orang lain. Kita hanya dapat mengetahui bahwa orang tersebut terinfeksi HIV dari pemeriksaan laboratorium antibodi HIV serum. Sesudah jangka waktu tertentu, yang bervariasi dari orang ke orang, virus memperbanyak diri secara cepat dan ditkuti dengan perusakan sel limfosit T CD4 dan sel kekebalan lainnya sehingga terjadilah gejala berkurangnya daya tahan tubuh yang progresif. Progresivitas tergantung pada beberapa faktor seperti: usia kurang dari 5 tahun atau di atas 40 tahun, infeksi lainnya dan faktor genetik. Human immunodeficiency virus (HIV) dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui (1) hubungan seksual, (2) penggunaan jarum yang tidak steril atau terkontaminasi HIV, dan (3) penularan HTV dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin dalam kandungannya, yang dikenal sebagai Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari wunya, Virus dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua, Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik. 1. Faktor Ibu a. Jumlah virus (viral load). Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bay ya sangat mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100,000 kopi/ml, b, Jumlah sel CD4. Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar. . Status gizi selama hamil, Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi. d. Penyakit infeksi selama hamil, Penyakit infeksi seperti sifilis, Infeksi Menular Seksual, infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria, dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi. . Gangguan pada payudara. Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI. 2. Faktor Bayi a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir. Bayi lahir prematur dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan baik. b. Periode pemberian ASI. Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin besar. ¢. Adanya Iuka di mulut bayi, Bayi dengan Iuka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASL 3. Faktor obstetrik Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan adalah: a, Jenis persalinan, Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan melalui bedah sesar (sectio caesaria). b. Lama persalinan, Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya Kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu. c. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam. 4. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi. Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan oleh beberapa lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi janin dari infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak. Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada saat menyusui, Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak mendapatkan penanganan PPIA saat hamil diperkirakan sekitar 15- 45%. Risiko penularan 15-30% terjadi pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan risiko transmisi HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui (Tabet 1), Tabel 1. Waktu dan Risiko Penularan HIV dari tbu ke Anak Waktu Risiko Selama hamil Bersalin Menyusui (ASI) Risiko penularan keseluruhan Apabila ibu tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-30% dan akan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan ARV. Pemberian ARV jangka pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan HIV sebesar 15-25% dan risiko penularan sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui (PASI). Akan tetapi, dengan ferapi antiretroviral (ART) jangka panjang, risiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui secara eksklusif memiliki risiko yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui (De Cock KM, Fowler MG, Mercier E, et al. JAMA 2000; 283:1175-82). Dengan pelayanan PPIA yang baik, maka tingkat penularan dapat diturunkan menjadi kurang dari 2%. Gambar 1. Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak saat hamil, bersalin dan menyusu Masa kehamilan Persalinan Post partum melalui ASI [orma | ssaeme [iitn| at [com [ sam | 1% 4% 12% 8% 7% 3% B. Aspek Penting Asuhan Bayi Pada Ibu HIV Positif dan Status HIV Tidak Diketahui Bayi yang terlahir dari ibu yang HIV-positif selalu akan menunjukkan hasil tes HIV- posit pada awal. Hal ini terjadi karena bayi dilindungi pada awal hidup oleh antibodi ibunya. Jika bayi tidak terinfeksi HIV, antibodi ini akan hilang, paling lambat setelah usia 18 bulan, Oleh karena itu, tes baku baru dapat meyakinkan status HIV bayi setelah 18 bulan, Untuk mengetahui status HIV bayi lebih dini, darahnya dapat dites dengan alat viral Menurut pedoman di negara maju, tes ini dilakukan tiga kali: pertama waktu lair, kedua setelah atu bulan atau enam minggu, dan ketiga pada usia tiga bulan, Status dikonfirmasi dengan tes antibodi (tes HIV biasa) pada usia 18 bulan. Belum ada pedoman untuk Indonesia, dan biaya tes viral load mungkin berarti tiga kal tes dan sangat mahal, Lagi pula, satu dampak dari pemberian ARV pada bayi untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi adalah untuk menekankan viral load pada beberapa minggu pertama, Oleh Karena itu, tes viral load dapat menunjukkan hasil negatif palsu bila dilakukan pada waktu tersebut. Jadi mungkin strategi yang dapat dilakukan adalah untuk melakukan dua tes; pertama pada usia enam minggu, dan kedua pada usia 3-4 bulan. Bila hasil tes viral load ini adalah dibawah tingkat terdeteksi atau sangat rendah (viral load bayi yang terinfeksi HIV biasanya sangat tinggi), dan bayi tidak disusui, maka bayi k terinfeksi HIV. Namun konfirmasi dengan tes antibodi pada usia 18 bulan tetap dibutuhkan, Berdasarkan hal tersebut, maka aspek penting asuhan pada bayi pada Ibu dengan HIV positif dan status HIV tidak diketahui yakni sebagai berikut 1. Penanganan bayi saat persalinan Aspek penting penanganan bayi saat persalinan yaitu: a. Menggunakan sarung tangan saat terpapar dengan darah atau cairan tubuh Jepit dan potong tali pusat dengan hati-hati untuk mengurangi kontaminasi percikan darah c. Keringkan dan bersihkan kulit bayi dengan kain hangat untuk mengurangi kontaminasi darah atau cairan tubuh ibu sebelum pindah ke ruang perawatan d. Hindari penggunaan gastric mbe yang tidak perlu untuk mencegah trauma mukosa e. Berikan vitamin K dan vaksinasi nv Antiretroviral Profilaksis Rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengenai pemberian ARV profilaksis yaitu sebagai berikut: a. Bayi mendapat susu formula diberikan zidovudine selama 6 minggu b. Bayi mendapat ASI diberikan zidovudine dan nevirapine selama 6 minggu (dengan syarat Ibu mengkonsumsi ARV pada saat kehamilan) el 2. dan pemberian ARV profilaksis 5 weeks gestation at birth: 4 mg/kg/dose PO twice daily, started as soon after birth as possible and preferably within 6-12 hours of delivery 10 to <35 weeks gestation at birth: 2 mg/kg/dose PO Zidovudine Started as soon after bith as possible, preferably within Birth 6-12 hours of delivery, then every 12 hours, advanced to “vouah 3 mg/kg/dose PO every 12 hours at age 15 days <30 weeks’ gestation at birth: 2 mg/kg/dose PO started as soon after birth as possible, preferably within 6-12 hours of delivery, then every 12 hours, advanced to 3 mg/kg/dose PO every 12 hours after age 4 weeks Nevirapine Birth weight 1500-2000 gram: 8 mg/dose Birth through 6 Birth weight 2000-2499 gram: 10 mg/dose weeks Birth weight > 2500 gram: 15 mg/dose 3. Profilaksis Infeksi Oportunistik Rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengenai profilaksis infeksi oportunistik pada bayi yaitu sebagai berikut, Cotrimoxazole profilaksis harus diberikan untuk semua bayi yang lahr dari Ibu terinfeksi HIV sejak usia 6 minggu sampai resiko infeksi HIVpada bayi dapat disingkirkan, Dosis pemberian adalah 4-6 mg TMP/keBB, setiap 24 jam, 4, Pemilihan Nutrisi (dijelaskan pada point C) 5. Pemantauan Pertumbuhan dan Perkembangan a. Terintegrasi dengan pemantauan tumbuh kembang rutin (KMS, kurva WHO) b. Tidak ada stigma negatif, dalam hal ini pertumbuhan dan perkembangan bayi dari Thu dengan status HIV positif harus diperhatikan dan selalu mendapatkan dukungan keluarga (asah, asih, asuh) sehingga tumbuh kembangnya menjadi optimal c. Pemberian imunisasi, dijelaskan pada point 6 6. Imunisasi Pada bayi yang lahir dari ibu dengan status HIV positif maka asuhan pemberian imunisasi yang diberikan adalah sebagai berikut. a. Vaksin inactived dapat diberikan kepada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV sesuai dengan jadwal imunisasi nasional b. Vaksin BCG dapat diberikan kepada bayi yang lahir dari ibu trinfeksi HIV jika telah terbukti bayi tidak terinfeksi HIV c. Vaksin campak dan polio oral dapat diberikan kepada bayi schat yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV 7. Diagnosis status infeksi HIV bayi Penularan HIV pada anak dapat terjadi selama masa kehamilan, saat persalinan, dan menyusui, Antibodi HIV dari ibu dapat berpindah ke bayi melalui plasenta selama kchamilan berada pada darah bayi/anak hingga usia 18 bulan. Penentuan status HIV pada pada usia 9-12 bulan, dengan catatan bila hasilnya positif, maka harus diulang setelal 18 bulan, Pemeriksaan virologis, seperti HIV DNA (PCR), saat ini sudah ada di Indonesia dan dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis HIV pada anak usia di bawah 18 bulan Pemeriksaan tersebut harus dilakukan minimal 2 kali dan dapat dimulai ketika bayi berusia 4-6 minggu dan perlu diulang 4 minggu kemudian, Pemeriksaan HIV DNA (PCR) adalah pemeriksaan yang dapat menemukan virus atau partikel virus dalam tubuh bayi dan saat ini sedang dikembangkan di Indonesia untuk diagnosis dini HIV pada bayi (Early Infant Diagnosis, EID). Untuk pemeriksaan diagnosis dini HIV pada bayi ini, Kementerian Kesehatan sedang mengembangkan laboratorium rujukan nasional dan beberapa Jaboratorium rujukan regional, Spesimen darah anak yang akan diperiksa dapat dikirimkan berupa tetes darah kering (Dry Blood Spot, DBS) ke laboratorium tersebut. Dengan pemeriksaan tersebut, diagnosis HIV pada anak dapat ditegakkan sedini mungkin C. Pemberian Nutrisi dan ASI Pemilihan makanan bayi harus didahului dengan konseling tentang risiko penularan HIV melalui ASI. Konscling diberikan sejak perawatan antenatal atau sebelum persalinan. Pengambilan keputusan oleh ibu dilakukan setelah mendapat informasi secara lengkap. Pilihan apapun yang diambil oleh ibu harus didukung. Tbu dengan HIV yang sudah dalam terapi ARV memiliki kadar HIV sangat rendah, sehingga aman untuk menyusui bayinya. Dalam Pedoman HIV dan Infant Feeding (2010), World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan untuk bayi lahir dari ibu yang HIV dan sudah dalam terapi ARV untuk kelangsungan hidup anak (H/V-free and child survival). Eksklusif artinya hanya diberikan ASI saja, tidak boleh dicampur dengan susu lain (mixed feeding). Setelah bayi berusia 6 bulan pemberian ASI dapat diteruskan hingga bayi berusia 12 bulan, disertai dengan pemberian makanan padat. Bila ibu tidak dapat memberikan ASI eksklusif, maka ASI harus dihentikan dan digantikan dengan susu formula untuk menghindari mixed feeding. Tabel 3. Perbandingan risiko penularan HIV dari ibu ke anak pada pemberian ASI eksklusif, susu formula, dan mixed feeding ASI Eksklusif Susu Formula Mixed Feeding 35-15% 0% 24.1% Beberapa studi menunjukkan pemberian susu formula memili ko minimal untuk penularan HIV dari ibu ke bayi, sehingga susu formula diyakini sebagai cara pemberian makanan yang paling aman. Namun, penyediaan dan pemberian susu formula memerlukan akses Ketersediaan air bersih dan botol susu yang bersih, yang di banyak — ember berkembang dan beberapa daerah di Indonesia persyaratan tersebut sulit dijalankan, Sclain itu, Keterbatasan kemampuan Keluarga di Indonesia untuk membelisusu formula dan adanya norma ember tertentu di masyarakat mengharuskan ibu menyusui bayinya Sangat tidak dianjurkan menyusui campur (mixed feeding, artinya diberikan AS! dan PASI bergantian). Pemberian susu formula yang bagi dinding usus bayi merupakan benda asing dapat menimbulkan perubahan mukosa dinding usus, sehingga mempermudah ‘masuknya HIV yang ada di dalam ASI ke peredaran darah Tou hamil dengan HIV perlu mendapatkan informasi dan edukasi untuk membantu mereka membuat keputusan apakah ingin memberikan ASI eksklusif atau susu formula kepada bayinya. Mereka butuh bantuan untuk menilai dan menimbang risiko penularan HIV ke bayinya. Mereka butuh dukungan agar merasa percaya diri dengan keputusannya dan dibimbing bagaimana ember makanan ke bayinya seaman mungkin. Agar mampu melakukan hal itu, tenaga kesehatan perlu dibekali pelatihan tentang informasi dasar HIV dan pemberian makanan untuk bayi Disamping itu, pemberian profilaksis ARV juga penting dilakukan. Pemberian profilaksis ARV dimulai hari pertama setelah Iahir selama 6 minggu. Obat ARV yang diberikan adalah zidovudine (AZT atau ZDV) 4 mg/kgBB diberikan 2 kali schari Selanjutnya anak dapat diberikan kotrimoksazol profilaksis mulai usia 6 minggu dengan dosis 4-6 mgkkgbb, satu kali sehari, setiap hari sampai usia 1 tahun atau sampai diagnosis HIV ditegakkan

Anda mungkin juga menyukai