TENTANG
Diperbanyak Oleh :
BAGIAN HUKUM
SETDAKAB. ACEH BARAT DAYA
2014
QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA
NOMOR 5 TAHUN 2013
TENTANG
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI
MAHA PENYAYANG
ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
2
2008, tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4844);
3
Wajib Pajak (Lembaran Negara Nomor 153 Tahun
2010, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5179);
Dan
MEMUTUSKAN
4
7. Qanun adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
DPRK Kabupaten Aceh Barat Daya dengan persetujuan bersama Bupati
Aceh Barat Daya.
11. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan
batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-
undangan di bidang mineral dan batubara.
12. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan
pajak.
13. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan perpajakan daerah.
14. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka
waktu lain yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah paling lama 3
(tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
15. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun
kalender, kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak
sama dengan tahun kalender.
16. Pajak terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam
Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan daerah.
5
yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak
serta pengawasan penyetorannya.
19. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah
bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas
daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN,
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak
sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak.
23. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terhutang atau seharusnya tidak terhutang.
24. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah
surat utnuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrative
berupa bunga dan atau denda.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 2
(1) Dengan nama Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dipungut Pajak
atas kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan, baik dari
sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
(2) Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan
pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi :
a. Asbes;
b. Batu Tulis;
c. Batu setengah permata;
d. Batu Kapur/Gamping;
e. Batu Apung;
f. Batu Permata;
g. Bentonit;
h. Dolomit;
i. Feldspar;
j. Tanah Urug;
k. Grafit;
l. Granit/andesit:
m. Gips;
n. Kalsit;
7
o. Kaolin;
p. Leusit;
q. Magnesit;
r. Mika;
s. Marmer;
t. Nitrat;
u. Opsidien;
v. Oker;
w. Pasir dan Kerikil;
x. Pasir Kuarsa;
y. Perlit;
z. Phospat;
aa. Talk;
bb. Tanah Serap (luller earth);
cc. Tanah diatome;
dd. Tanah Liat;
ee. Tawas (alum);
ff. Tras;
gg. Yarosif;
hh. Zeolit.
ii. Basal;
jj. Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-
nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan
pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan
tiang listrik/ telepon, penanaman kabel listrik/ telepon, penanaman
pipa air atau gas;
b. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang
merupakan ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak
dimanfaatkan secara komersial;
Pasal 3
(1) Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau
Badan yang dapat mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan.
(2) Wajib Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau
Badan yang mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan.
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK
Pasal 4
(1) Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai
Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
8
(2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan
mengalikan volume/ tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau
harga standar masing-masing jenis Mineral Bukan Logam dan Batuan.
(3) Nilai pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah harga rata-rata
yang berlaku di lokasi setempat di wilayah daerah yang ditetapkan
dengan Keputusan Bupati termasuk nilai pasar hasil produksi Mineral
Bukan Logam dan Batuan yang sulit diperoleh.
Pasal 5
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan 20 % (dua puluh
persen).
BAB IV
CARA PENGHITUNGAN PAJAK DAN WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 6
(1) Besarnya Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1).
(2) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang terutang dipungut di
wilayah daerah tempat pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
BAB V
MASA PAJAK DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 7
(1) Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender yang menjadi
dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
pajak yang terutang.
BAB VI
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 8
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas,
benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.
(3) SPTPD sebagaimana dimasud pada ayat (1) harus disampaikan kepada
pejabat yang berwenang pada bidang perpajakan daerah selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya masa pajak.
9
(4) Bentuk isi dan tata cara pengisian SPTPD akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
BAB VII
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 9
Pasal 10
(1) SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) digunakan oleh
wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri
pajak yang terutang.
Pasal 11
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya Pajak,
Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang
Bayar atau disingkat SKPDKB dalam hal :
a. jika berdasarkan hal pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar;
b. jika SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu
tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
c. jika wajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang terutang
dihitung secara jabatan.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika Wajib
Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
Pasal 12
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian dan penyampaian
SPTPD, SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII
SURAT TAGIHAN PAJAK
Pasal 13
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD ditambah dengan
sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan
untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutang pajak.
BAB IX
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN
Pasal 14
(4) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
11
mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga
sebesar 2 % (dua persen) sebulan.
Pasal 15
BAB X
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 16
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau
pejabat yang ditunjuk atas suatu :
a SKPD;
b. SKPDKB;
c. SKPDKBT;
d. SKPDLB;
e. SKPDN; dan
f. pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan perudang – undangan perpajakan daerah.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali jika
Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui oleh Wajib Pajak.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau
pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui
12
surat pos tercatat sebagai bukti penerimaan surat keberatan.
Pasal 17
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak
tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat
dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan
tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 18
Pasal 19
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan
pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
(3) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib
Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh
persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi
dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib
Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus
13
persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi
dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan.
BAB XI
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN
PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 20
(1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat
membetulkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau
SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan atau
kesalahan hitung dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu
dalam peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 21
(2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan,
sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan putusan.
14
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan
pengembalian pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB
harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
BAB XIII
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 22
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa kedaluarsa
penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung adalah Wajib Pajak dengan
kesadaran menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan belum
melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung dapat diketahui dari pengajuan
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan
keberatan oleh Wajib Pajak.
15
Pasal 23
(1) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk
melakukan penagihan sudah kedaluarsa dapat dihapuskan.
(3) Tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur
dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 24
(1) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit
Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib
menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan.
(2) Kriteria Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet serta tata cara
pembukuan atau pencatatan diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 25
BAB XV
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 26
16
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak dapat diberi insentif atas
dasar pencapaian kinerja tertentu.
BAB XVI
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 27
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam
rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) adalah:
a. pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli
dalam pengadilan;
b. pejabat dan atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Kepala Daerah
untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga Negara atau
instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam
bidang keuangan daerah.
17
menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang
diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang
bersangkutan dengan keterangan yang diminta.
BAB XVII
PENYIDIKAN
Pasal 28
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;
18
tindak pidana di bidang perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan;
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 29
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau
mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2
(dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau
mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana paling banyak 4 (empat)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pasal 30
Pasal 31
(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang karena ke
alpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana
dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah).
(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang dengan
sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan
tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal
26 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2
(dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya
19
dilanggar.
(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai
dengan sifat adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau
Badan selaku Wajib Pajak, karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan.
Pasal 32
Denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 29, pasal 31 ayat (1) dan ayat (2)
merupakan penerimaan Negara.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, Qanun Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pajak
Pengambalian Bahan Galian Golongan C (Lembaran Daerah Tahun 2009
Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 58) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Pasal 34
disahkan di Blangpidie
pada tanggal 3 Desember 2013M
29 Muharram1435 H
Cap/Dto
JUFRI HASANUDDIN
diundangkan di Blangpidie
pada tanggal 4 Desember 2013 M
1 Shafar 1435 H
Cap/Dto
RAMLI BAHAR
20
PENJELASAN
ATAS
QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA
NOMOR 5 TAHUN 2013
TENTANG
I. Penjelasan Umum
Qanun ini merupakan pengaturan kembali dan sebagai pengganti
Qanun Nomor 9 Tahun 2009, Tentang Pajak Pengambalian Bahan Galian
Golongan C yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
21
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
23
III. Pasal demi Pasal
Pasal 2
ayat (1) : Cukup jelas
Pasal 2
ayat (2) : Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
adalah kegiatan pengambilan Mineral Bukan
Logam dan Batuan yang meliputi :
a. Asbes
b. Batu Tulis
c. Batu Setengah Permata
d. Batu Kapur
e. Batu Apung.
f. Batu Permata
g. Bentonit
h. Dolomit
i. Felspar
j. Tanah Urug
k. Grafit
l. Granit / andesit
m. Gips.
n. Kalsit
o. Kaolin
p. Leusit
q. Magnesit
r. Mika
s. Marmer
t. Nitrat
u. Opsiden
v. Oker
w. Pasir dan Kerikil
x. Pasir Kuarsa
y. Perlit
z. Phospat
aa. Talk.
bb. Tanah Serap (luller arth)
cc. Tanah diatome
dd. Tanah Liat
ee. Tawas (alum)
ff. Tras
gg. Yarosif
hh. Zeolit
ii. Basal
jj. Trakkit; dan
kk. Mineral Bukan Logam dan Batuan
lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
24
Pasal 2
ayat (3) : Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan adalah :
a. Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam
dan Batuan yang nyata-nyata tidak
dimanfaatkan secara komersial, seperti
kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan
rumah tangga, pemancangan tiang listrik/
telepon, penanaman kabel listrik/ telepon,
penanaman pipa air/ gas;
b. Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam
dan Batuan yang merupakan ikutan dari
kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak
dimanfaatkan secara komersial;
Pasal 3
ayat (1) : Cukup jelas
Pasal 4
ayat (1) : Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam
dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil Pengambilan
Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Pasal 4
ayat (2) : Nilai jual dihitung dengan mengalikan
volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai
pasar atau harga standar masing-masing jenis
Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Pasal 4
ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 4
ayat (4) : Cukup jelas
Pasal 6
ayat (1) : Besaran pokok Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan
pajak dan Harga Objek Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 6
ayat (2) : Cukup jelas
25
Pasal 7
ayat (1) : Masa Pajak Mineral bukan logam dan batuan
ditetapkan jangka waktu 1(satu) bulan
(2) : Cukup jelas
Pasal 8
ayat (1) : Setiap wajib pajak mengisi Surat Pemberitahuan
Pajak Daerah (SPTPD), yaitu surat yang
digunakan untuk melaporkan jumlah penjualan
bahan mineral bukan logam dan batuan.
Pasal 8
ayat (2) : Cukup jelas
Pasal 9
ayat (1) : Cukup jelas
Pasal 9
ayat (2) : Pemungutan pajak harus dilakukan oleh pihak
Pemerintah Daerah dan tidak boleh dipungut
oleh pihak ke 3.
Pasal 12
ayat (1) : Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Tagihan
Pajak Daerah jika :
a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang
dibayar.
Pasal 12
ayat (2) : Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua
persen) dituangkan dalam tagihan pajak pada
SKPDKB.
26
Pasal 13
ayat (1) : Wajib pajak melakukan penyetoran pajak
sebelum jatuh tempo berdasarkan nilai yang
tertera di dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD)
Pasal 13
ayat (2) : Cukup jelas
Pasal 13
ayat (3) : Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan
kepada Wajib Pajak untuk mengansur
pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga
sebesar 2 % (dua persen)
Pasal 14
ayat (1) : Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dilakukan
jika wajib pajak tidak membayar pajak setelah
lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat
Teguran diberikan.
Pasal 14
ayat (2) : Cukup jelas.
Pasal 15
ayat (1) : Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada
Kepala Daerah berdasarkan SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN.
Pasal 15
ayat (2) : Cukup jelas
Pasal 15
ayat (3) : Keberatan diajukan dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemungutan
pajak
Pasal 15
ayat (4) : Cukup jelas
Pasal 15
ayat (5) : Cukup jelas
Pasal 15
ayat (6) : Cukup jelas
Pasal 19
ayat (2) : Cukup jelas
Pasal 19
ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 20 : Cukup jelas
Pasal 21
ayat (1) : Cukup jelas
Pasal 21
ayat (2) : Kadaluawarsa penagihan pajak tertangguh
apabila :
a. diterbitkan Surat Teguran dan atau Surat
Paksa.
Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak,
baik langsung maupun tidak langsung.
Pasal 21
ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 21
ayat (4) : Cukup jelas
Pasal 21
ayat (5) : Cukup jelas
Pasal 25
ayat (1) : Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak
dapat diberi insentif atas dasar pencapaian
kinerja tertentu yaitu pencapaian realisasi
penerimaan pajak daerah berdasarkan Peraturan
Bupati.
Pasal 25
ayat (2) : Cukup jelas
Pasal 25
ayat (3) : Cukup jelas
28
Pasal 27 : Cukup jelas
29