7 LP JIWA FIX - Bella
7 LP JIWA FIX - Bella
PERILAKU KEKERASAN
Disusun Oleh
NIM : 181014201625
2021
A. Kasus (Masalah Utama)
Perilaku kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah (Tinjauan Teori)
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak langsung dan
konstrukstif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu
orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Kemarahan yang
ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Sedangkan menurut Carpenito
2000, Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu
beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun
orang lain.
Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan
sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan
secara verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan
cara yang tidak adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan
menurut Keliat (1999), perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai dengan hilangnya kontrol diri atau kendali
diri.
Tanda dan Gejala
a) Muka merah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
e) Jalan mondar-mandir
f) Bicara kasar
g) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h) Mengancam secara verbal atau fisik
i) Melempar atau memukul benda atua orang lain
j) Merusak barang atau benda
k) Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan oerilaku
kekerasan
2. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga
diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
a) Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik / menyalahkan diri
sendiri)
b) Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
c) Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
d) Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.
Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri
orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melakui pengkajian meliputi :
a) Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda –
tanda marah yang disebabkan oleh klien
b) Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika tidak senang.
C. Pohon Masalah / Aksis
Perilaku kekerasan
D. Asuhan Keperawatan
1. Masalah keperawatan yang perlu di kaji
a) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
Klien suka membentak dan meyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal dan marah
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data obyektif :
Mata merah, wajah agak merah
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko perilaku kekerasan
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUK III : Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk
diri sendiri dan keluarga
Intervensi
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat di lanjutkan setelah pulang
ke rumah
Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
a) Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
b) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
c) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
d) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
Intervensi
a) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
b) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
c) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
Dx PERILAKU KEKERASAN
A Pasien
SP Ip
1 BHSP
2 Mengidentifikasi penyebab PK
3 Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
4 Mengidentifikasi PK yang dilakukan
5 Mengidentifikasi akibat PK
6 Menyebutkan cara mengontrol PK
7 Membantu pasien mempraktekkan latihan cara
mengontrol fisik I
8 Menganjurkan pasien memasukkan dalam
kegiatan harian
SP Iip
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik
II
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IIIp
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara
verbal
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP Ivp
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara
spiritual
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP Vp
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum
obat
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Nilai SP Vp
B Keluarga
SP I k
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala,
serta proses terjadinya PK
3 Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK
SP II k
1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien dengan PK
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien PK
SP III k
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di
rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan
Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC.
LAPORAN INDIVIDU
HALUSINASI
Disusun Oleh
NIM : 181014201625
2021
Masalah Utama
A. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada
klien dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentikkan dengan
skizofrenia. Dari seluruh klien skizofrenia sebagian besar diantaranya
mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala
halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium. Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren persepsi palsu (Keliat &
Akemat, 2007).
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP).
2. Faktor Presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemaas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menaklukan.
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang
yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri
untuk melawan implus yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol sermua prilaku klien.
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial
dan menganggap bahwa hidup sosialisasi alam nyata sangat
membahayakan.
e. Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna hilangnya keinginan untuk beribadah
dan jarang berupaya secara sepiritual untuk menyucikan diri. Klien
sering memakai takdri tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,
menyalhkan lingkungan dan oranglain yang menyebabkan
memburuk.
a) Penatalaksanaan Medis
1. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia
biasanya diatasi dnegan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
3. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
1. Terapi aktifitas kelompok (TAK) yang diberikan pada pasien dengan
halusinasi yaitu :
a. Terapi Aktivitas Kelompok Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersiapkan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami.
H. Pohon Masalah
I. Diagnosa Keperawatan
1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
1) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
(1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
(2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
(3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
(1) Mata merah, wajah agak merah.
(2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
(3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
(4) Merusak dan melempar barang-barang.
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis,
Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi
janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan
kebersihan
J. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri
Tujuan khusus :
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
DX PSP: HALUSINASI
A Pasien
SP I p
1 BHSP
SP III p
SP IV p
B Keluarga
SP I k
SP II k
SP III k
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK
UI. 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
ISOLASI SOSIAL
Disusun Oleh
NIM : 181014201625
2021
MASALAH UTAMA
ISOLASI SOSIAL
A. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar
anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
1) Masa Bayi
2) Masa Kanak-kanak
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
d. Factor Biologis
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
b. Stressor Biokimia
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
d. Stressor Psikologis
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-
masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
3) Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan
miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi
penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan
kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain,
mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-
bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba,
dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan
karena sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa.
Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi
bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan
waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban
yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
3. Factor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai
suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban
perkosaan, tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi
dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua,
putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri.
6) Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas di dalam dan di
luar rumah
8) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang-orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DX ISOLASI SOSIAL
A Pasien
SP I p
1 BHSP
SP II p
SP III p
B Keluarga
SP I k
SP II k
SP III
Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada
tanggal 24 Juli 2012
pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-isolasi-sosial/.
WAHAM
Disusun Oleh
NIM : 181014201625
2021
Kasus (Masalah Utama)
Waham
p) Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
q) Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema
waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu
atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
1) Penyebab
Berbagai kehilangan dapat terjadi pada pasca bencana, baik
kehilangan harta benda, keluarga maupun orang yang bermakna.
Kehilangan ini menyebabkan stress bagi mereka yang
mengalaminya. Jika stress ini berkepanjangan dapat memicu
masalah gangguan jiwa dan waham. (Budi Anna Keliat, 2006: 147)
2) Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan
kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya
adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
C. Asuhan Keperawatan
4. Masalah keperawatan yang perlu di kaji
d) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3) Data subyektif :
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal
pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai /
merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri.
4) Data obyektif :
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras,
bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak
dan melempar barang-barang.
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Disusun Oleh
NIM : 181014201625
2021
Kasus (Masalah Utama)
Resiko bunuh diri
12. Penyebab
Secara universal : karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan
masalah terbagi menjadi :
e) Faktor genetik (berdasarkan penelitian)
1) 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh
diri.
2) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot.
f) Faktor biologis lain
Biasanya karena penyakit kronis / kondisi medis tertentu, misalnya :
1) Stroke
2) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
3) DiabetesPenyakit arteri koronaria
4) Kanker
5) HIV / AIDS
g) Faktor psikososial dan lingkungan
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan,
perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
3) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosial
13. Akibat
Resiko bunuh diri dapat mengakibatkan sebagai berikut :
c) Keputusasaan
d) Menyalahkan diri sendiri
e) Perasaan gagal dan tidak berharga
f) Perasaan tertekan
g) Insomnia yang menetap
h) Penurunan berat badan
i) Berbicara lamban, keletihan
j) Menarik diri dari lingkungan social
k) Pikiran dan rencana bunuh diri
l) Percobaan atau ancaman verbal
B. Pohon Masalah / Aksis
C. Asuhan Keperawatan
7. Masalah keperawatan yang perlu di kaji
Pengakajian faktor resiko perilaku bubuh diri
5) Jenis kelamin : resiko meningkat pada pria
6) Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
7) Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
8) Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan
percobaan bunuh diri / penyalahgunaan zat.
9) Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang
dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
10) Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup
diri.
11) Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri.
8. Diagnosa Keperawatan
d) Resiko perilaku bunuh diri
e) Koping maladaptive
TUK III : Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk
diri sendiri dan keluarga
Intervensi
f) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
g) Diskusikan pula kemampuan yang dapat di lanjutkan setelah pulang
ke rumah
Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
e) Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
f) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
g) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
h) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
Intervensi
d) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
e) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
6) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
7) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
8) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
9) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
10) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
f) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
4) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
5) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
6) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI
A. Kondisi klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun
non verbal
B. Diagnosa keperawatan
Resiko bunuh diri
C. Tujuan
1. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
D. Tindakan keperawatan
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara :
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaanya
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara :
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1 : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri :
melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
1. Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil Agung,
saya mahasiswa Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga yang bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2
siang .”
”Bagaimana perasaan A hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan
selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”
2. Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A
paling merasa menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan
kepercayaan diri? Apakah A merasa tidak berharga atau bahkan lebih
rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin
bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri?
Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”
”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang
membahayakan A)”
”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri”
”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus
langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga
atau teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan
kepada teman perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk
mengakhiri kehidupan.”
”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”
3. Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?”
” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
”Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.”
(jangan meninggalkan pasien).
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh
NIM : 181014201625
2021
A. Pengkajian
1. Pengertian
2. Etiologi
a) Faktor Predisposisi
1. Perkembangan
3. Sosial
b) Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,
cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri.
Menurut Fitria (2012) tanda dan gejala yang tampak pada klien
yang mengalami defisit perawatan diri adalah sebagai berikut:
a) Mandi/hygiene
b) Berpakaian/berhias
d) BAB/BAK(toiletting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toletting, membersihkan
diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet kamar
kecil. Keterbatasan diri diatas biasanya diakibatkan karena
stresor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien
bisa mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau
mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi,
berpakaian, berhias, makan, maupun BAB/BAK. Bila tidak
dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan bisa
mengalami masalah resiko tinggi isolasi sosial.
a) Dampak Fisik
b) Dampak Psikososial
Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri dan gangguan interaksi
sosial.
B. Diagnosa keperawatan
D. Pelaksanaan
Klien Keluarga
No.
SP1 SP2
Mendiskusikan masalah keluarga
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan
dalam merawat klien
SP3 SP3
Mengevaluasi jadwalkegiatan harian Membantu keluarga membuat
1.
jadwal aktivitas di rumah termasuk
klien
jadwal minum obat (discharge
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik
planning) menjelaskan follow up
3. Membantu klien mempraktikan
Menjelaskan cara eliminasi yang baik pasien setelah pulang
E. Evaluasi
Disusun Oleh
NIM : 181014201625
2021
A. MASALAH UTAMA
1. Definisi
2. Penyebab
a. Factor predisposisi
Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara situasional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang
muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakan, perkosaan
atau dipenjara, termasuk dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri
rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasanagan alat bantu
yang mebuat yang mebuat klien tidak nyaman. (Iskandar, 2014:39-40)
c. Perilaku
3. Jenis
a. Situational
b. Kronik
4. Rentang respon
Bagan rentang respon
RESPON RESPON
ADAPTIF MALADAPTI
F
a. Data Subjectif : mengkritik diri sendiri atau orang lain perasaan tidak
mampu, pandangan hidup yang pemsimis, perasaan lemah dan takut,
penolakan terhadap kemampuan diri sendiri, pengurangan diri/
mengejek diri sendiri, hidup yang berpolarisasi, ketidak mapuan
menentukan tujuan mengungkapkan kegagalan pribadi, merasionalkan
penolakan.
b. Data Objektif, produktivitas menurun, perilaku destruktiv pada diri sendiri
dan orang lain penyalahgunaan zat, menarik diri dari hubungan social,
ekspresi wajah malu dan rasa bermasalah, menunjukkan tanda depresi
(sukarr tidur sukar makan), tampak mudah tersinggung/mudah marah.
(Eko, 2014 :106)
6. Akibat
Harga diri rendah dapat diakibat oleh rendahnya cita-cita seseorang
Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan.
Tantangaan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya
hal ini menyebutkan penampilan seseorang yang tidak optimal harga diri
rendah muncul saat lingkungan cenderung menguculkan dan menuntut
lebih dari kemampuannya. Ketika seseorang mengalami harga diri rendah,
maka akan berdaampak pada orang tersebut mengisolasi diri dari
kelompoknya. Dia akan cenderung menyendiri dan menarik diri.(Eko
prabowo 2014: 106)
7. Mekanisme koping
Mekanisme koping jangka pendek yang bisa dilakukan pasien harga
diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis,
misalnya pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton tv terus menerus.
Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok social,
keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan sementara,
seperti menikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas, kegiatan
mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyaahgunaan
obat-obatan. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil
yang diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme koping
jangka panjang. (Eko, 2014:106)
8. Penatalaksanaan
Terapi pada ganguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan
sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan generasi
pertama (typical) dan generasi kedua (atypical). Obat yang termasuk
golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine
HCL Adalah obat penennang untuk klien dengan gangguan Jiwa, dan
Haloperidol obat untuk mengatasi berbagai masalah kejiwaan, seperti
meredakan gejala skizofrenia, sindrom Tourette, Obat yang termasuk
generasi kedua misalnya: Risperidone obat yang digunakan untuk
menangani skizofrenia dan gangguan psikosis lain,serta perilaku agresif
dan disruptif yang membahayakan pasien maupun orang lain.
Antipsikotik ini bekerja dengan menstabilkan senyawa alami otak yang
mengendalikan pola pikir, perasaan, dan perilaku, Olozapine adalah
jenis obat antipsikotik yang digunakan untuk gejala psikosis, psikosis
adalah kumpulan gejala gangguan jiwa dimana seseorang merasa
terpisah dari kenyataan yang sebenarnya di tandai dengan timbulnya
delusi dan halusinasi, Clozapine diberikan kepada penderita skizofrenia
dan parkinson, Quentiapine adalah obat yang digunakan untuk
mengobati konsidi jiwa/suasana hati tertentu (seperti skizofrenia,
gangguan bipolar, episode mania tiba-tiba atau depresi terkait dengan
ganggua bipolar).Quetiapne dikenal sebagai obat anti-psikotik (tipe
atipikal).Glanzapine adalah obat yang digunakan untuk mengobati
kondisi jiwa untuk suasana hati tertentu (seperti skizofrenia, gangguan
bipolar). Obat ini juga dapat digunakan untuk kombinasi ddengan obat
lain untuk pengobatan depresi, obat ini termasuk dalam kelas obat
antipsikotik atipikal, Zolatine untuk gangguan cemas sedangatau berat
dan gangguan cemas yang berhubungan erat dengan depresi, dan
Aripiprazole untuk mengobati gejala kondisi psikotik seperti Skizofrenia
dan gangguan bipolar(Eko, 2014:107)
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia
tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama.(Eko, 2014:107)
d. Terapi modalitas
Terapi modalitas atau perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien.
Teknik menggunakan latihan keterampilan social untuk meningkatkan
kemampuan social. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi
skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.(Eko, 2014:108)
o Sapa klien dengan rama dan baik secara verbal dan non verbal
o Perkenalkan diri dengan sopan
o Tanyakan nama lengkap klien dengan nama panggilan yang
disukai klien.
o Jelaskan tujuan pertemuan.
o Jujur dan menepati janji
o Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
o Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasr untuk kelancaran
hubungan interaksi selanjutnya.(Kartika, 2015:54)
TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
Kreteria evaluasi :
Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien :