Penerbit Nova
Sukirman, Silvia
Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur
Penerbit NOVA
Kotak Pos 469, Bandung
Email: penerbitnova@yahoo.com
iv
KATA PENGANTAR
v
Halaman ini sengaja dikosongkan
vi
Daftar Isi
halaman
Kata Pengantar.............................................................................v
Daftar Isi......................................................................................vii
vii
3.2 Daya Dukung Tanah Dasar................................................55
3.2.1 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)...................56
3.2.2 Nilai CBR Dari Satu Titik Pengamatan......................61
3.2.3 CBR Segmen Jalan..................................................62
3.2.4 Penetrometer Konus Dinamis (Dynamic Cone
Penetrometer (DCP)..................................................69
3.2.5 Modulus resilient (MR)..............................................74
3.2.6 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Penetapan
Daya Dukung Tanah Dasar.......................................78
3.3 Fungsi Jalan......................................................................80
3.3.1 Sistem Jaringan Jalan Umum...................................80
3.3.2 Fungsi Jalan Umum.................................................81
3.3.3 Status Jalan Umum.................................................84
3.4 Kondisi Lingkungan............................................................86
3.5 Mutu Struktur Perkerasan Jalan..........................................89
3.5.1 Kekasaran Muka Jalan (Roughness).........................89
3.5.2 Indeks Permukaan (Serviceability Index)...................92
3.5.3 Tahanan Gelincir (Skid Resistance)............................95
viii
4.3.2 Reliabilitas..............................................................125
4.3.3 Drainase.................................................................130
4.3.4 Rumus Dasar Metode AASHTO 1993.........................132
4.3.5 Tebal Minimum Setiap Lapisan.................................138
5. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode
Analisis Komponen SNI 1732-1989-F 141
5.1 Beban Lalu lintas Berdasarkan SNI 1732-1989-F..................141
5.2 Daya Dukung Tanah Dasar Berdasarkan SNI 1732-1989-F . 146
5.3 Parameter Penunjuk Kondisi Lingkungan
Sesuai SNI 1732-1989-F.....................................................148
5.4 Indeks Permukaan Sesuai SNI 1732-1989-F.........................148
5.5 Rumus Dasar Metode SNI 1732-1989-F...............................151
5.6 Tebal Minimum Lapis Perkerasan........................................162
5.7 Konstruksi Bertahap...........................................................162
5.8 Prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan
Metode SNI 1732-1989-F....................................................168
ix
Alat Benkelman Beam........................................................190
7.2.1 Lendutan Balik........................................................193
7.2.2 Lendutan Balik Segmen...........................................198
7.3 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan
Metode SNI 1732-1989-F.......................................................200
7.4 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan
Metode Pt T-01-2002-B......................................................201
7.5 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan
Metode No.01/MN/B/1983.....................................................206
7.6 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan
Metode Road Design System (RDS)........................................209
7.7 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan
Metode Pd T-05-2005-B ...................................................... 212
x
Sejarah dan Kinerja Perkerasan Jalan
BAB 1
Sejarah dan Kinerja
Perkerasan Jalan
1
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
tebal total
2
Sejarah dan Kinerja Perkerasan Jalan
lebar[WSDOT].
25 cm
Sumber:WSDOT
3
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Pasir kasar
Lapis aus
Aspal
Batu pecah
Batu pinggir batu pecah ≤ 7,5 cm
Struktur perkerasan jalan cepat menjadi rusak akibat beban lalulintas dan
air. Oleh karena itu ahli teknik jalan raya berusaha untuk menghasilkan
perkerasan yang kedap air agar tahan dalam menghadapi perubahan
cuaca dan hujan. Saat ini aspal dan semen banyak digunakan sebagai
bahan pembuat perkerasan kedap air.
4
Sejarah dan Kinerja Perkerasan Jalan
5
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
gesekan yang baik antara muka jalan dan ban kendaraan, tidak
mudah selip ketika permukaan basah akibat hujan atau menikung
pada kecepatan tinggi. Di samping itu permukaan perkerasan harus
tidak mengkilap, sehingga pengemudi tidak merasa silau jika
permukaan jalan kena sinar matahari.
Agar struktur perkerasan jalan kokoh selama masa pelayanan, aman dan
nyaman bagi pengguna jalan, maka:
1. Pemilihan jenis perkerasan dan perencanaan tebal lapisan perke-
rasan perlu memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu-
lintas, keadaan lingkungan, masa pelayanan atau umur rencana,
ketersediaan dan karakteristik material pembentuk perkerasan jalan
di sekitar lokasi.
2. Analisis dan rancangan campuran dari bahan yang tersedia perlu
memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat sehingga sesuai
dengan spesifikasi pekerjaan dari jenis lapisan perkerasan yang
dipilih.
3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuai prosedur pengawasan
yang ada, dengan memperhatikan sistem penjaminan mutu pelaksa-
naan jalan sesuai spesifikasi pekerjaan. Pemilihan jenis lapisan
perkerasan dan perencanaan tebal perkerasan, analisis campuran
yang baik, belum menjamin dihasilkannya perkerasan yang meme-
nuhi apa yang diinginkan, jika pelaksanaan dan pengawasan tidak
dilakukan dengan cermat, sesuai prosedur dan spesifikasi pekerjaan.
4. Pemeliharaan jalan selama masa pelayanan perlu dilakukan secara
periodik sehingga umur rencana dapat tercapai. Pemeliharaan meli-
puti tidak saja struktur perkerasan jalan, tetapi juga sistem drainase
di sekitar lokasi jalan tersebut.
7
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
8
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
BAB 2
Jenis dan Fungsi
Lapisan Perkerasan Jalan
9
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
gaya vertikal, gaya rem kendaraan sebagai gaya horizontal, dan gerakan
roda kendaraan sebagai getaran. Beban tersebut dilimpahkan melalui
bidang kontak antara roda dan permukaan jalan lalu didistribusikan ke
lapisan di bawahnya. Model pendistribusian beban dipengaruhi oleh sifat
kekakuan lapisan penerima beban. Pelat beton dengan nilai kekakuan
tinggi, mendistribusikan beban kendaraan pada bidang seluas pelat
beton, sehingga beban persatuan luas yang dilimpahkan ke lapisan di
bawah pelat beton menjadi kecil. Perkerasan lentur memiliki kekakuan
yang lebih rendah sehingga beban yang dilimpahkan ke lapisan dibawah-
nya didistribusikan pada luas yang lebih sempit. Gambar 2.1 mengilus-
trasikan perbedaan pendistribusian beban kendaraan pada perkerasan
kaku dan perkerasan lentur.
Beban roda
P0 Distribusi beban
P1
P2
(a) Perkerasan kaku (b) Perkerasan lentur
Pada Gambar 2.1a beban kendaraan didistribusikan oleh pelat beton pada
bidang yang luas sehingga beban merata yang dilimpahkan ke lapisan
dibawahnya, P0, menjadi kecil, sedangkan pada Gambar 2.1b beban
10
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Beban roda
Perkerasan lentur
Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang mela-
yani beban lalulintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkota-
an, jalan dengan sistem utilitas terletak di bawah perkerasan jalan,
perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap.
11
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
2. mudah diperbaiki;
3. tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja;
4. memiliki tahanan geser yang baik;
5. warna perkerasan memberikan kesan tidak silau bagi pemakai jalan;
6. dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pemba-
ngunan terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan.
Perkerasan kaku
12
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
atau di daerah jalan keluar atau jalan masuk ke jalan berkecepatan tinggi
yang didominasi oleh kendaraan berat.
13
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
sambungan memanjang
sambungan melintang
14
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
1. lapis penahan beban vertikal dari kendaraan, oleh karena itu lapisan
harus memiliki stabilitas tinggi selama masa pelayanan;
2. lapis aus (wearing course) karena menerima gesekan dan getaran
roda dari kendaraan yang mengerem;
3. lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atas lapis permukaan
tidak meresap ke lapis di bawahnya yang berakibat rusaknya struktur
perkerasan jalan;
4. lapis yang menyebarkan beban ke lapis pondasi.
15
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
2. Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir = Sand Sheet = SS), merupakan lapis
penutup permukaan jalan yang menggunakan agregat halus atau pasir
atau campuran keduanya, dicampur dengan aspal, dihampar dan
dipadatkan pada suhu tertentu. Ada dua jenis latasir yaitu latasir kelas
A dan latasir kelas B. Latasir kelas A dengan tebal nominal minimum
15 mm, menggunakan agregat dengan ukuran maksimum No.4,
sedangkan latasir kelas B dengan tebal nominal minimum 20 mm,
menggunakan agregat dengan ukuran maksimum 9,5 mm (3/8 inci).
Latasir digunakan untuk lalulintas ringan yaitu kurang dari 0,5 juta
lintas sumbu standar (lss). Ketentuan sifat campuran latasir seperti
pada Tabel 2.1.
16
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Latasir
Indikator Sifat Campuran
Kelas A & B
Jumlah tumbukan per bidang 50
Min 3,0
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Mak 6,0
Rongga antara agregat (VMA) (%) Min 20
Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 75
Stabilitas Marshall (kg) Min 200
Min 2
Kelelehan (mm)
Mak 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min 80
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah
perendaman selama 24 jam, 60°C pada Min 80
VIM ±7%
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
HRS-WC memiliki agregat halus dan bahan pengisi ( filler) lebih banyak
dari HRS-BC.
Lataston sebaiknya digunakan untuk lalulintas kurang dari 1 juta lss
selama umur rencana. Ketentuan sifat campuran lataston seperti pada
Tabel 2.2.
17
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Lataston
Sifat-sifat Campuran
WC BC
Jumlah tumbukan per bidang 75
Min 3,0
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Mak 6,0
Rongga antara agregat (VMA) (%) Min 18 17
Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 68
Stabilitas Marshall (kg) Min 800
Kelelehan (mm) Min 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min 250
Ada dua jenis Laston yang digunakan sebagai lapis permukaan, yaitu:
a. Laston Lapis Aus, atau Asphalt Concrete Wearing Course = AC-WC,
menggunakan agregat dengan ukuran maksimum 19 mm (3/4 inci).
Lapis AC-WC bertebal nominal minimum 40 mm dengan tebal tole-
ransi ± 3 mm.
18
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Laston
Sifat-sifat Campuran
WC BC Base
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Min 3,5
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Mak 5,5
Rongga antara agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 65 63 60
Min 800 1500
Stabilitas Marshall (kg)
Mak - -
Kelelehan (mm) Min 3 5
Marshall Quotient (kg/mm) Min 250 300
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah
perendaman selama 24 jam, 60°C Min 80
pada VIM 7%
Rongga dalam campuran (%) pada
Min 2,5
kepadatan membal (refusal)
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
19
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Laston
Sifat-sifat Campuran WC BC Base
Mod Mod Mod
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Min 3,5
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Mak 5,5
Rongga antara agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 65 63 60
Min 1000 1800
Stabilitas Marshall (kg)
Mak - -
Min 3 5
Kelelehan (mm)
Mak - -
Marshall Quotient (kg/mm) Min 300 350
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah
perendaman selama 24 jam, 60°C Min 80
pada VIM ±7%
Rongga dalam campuran (%) pada
Min 2,5
kepadatan membal (refusal)
Stabilitas Dinamis, lintasan / mm Min 2500
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
20
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
21
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Tebal Nominal
Toleransi
Jenis Campuran Simbol Minimum
Tebal (mm)
(mm)
Lataston Lapis ±4
Permukaan HRS-BC 35
Antara
Lapis Aus AC-WC 40 ±3
Lapis
Laston Permukaan AC-BC 50 ±4
Antara
Lapis Pondasi AC-Base 60 ±5
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
22
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
3. Lapis Penetrasi Macadam (Lapen) seperti yang diuraikan pada Bab 2.1
dapat pula digunakan sebagai lapis pondasi, hanya saja tidak menggu-
nakan agregat penutup.
4. Lapis Pondasi Agregat adalah Lapis pondasi dari butir agregat. Berda-
sarkan gradasinya lapis pondasi agregat dibedakan atas agregat Kelas
A dan agregat Kelas B. Tebal minimum setiap lapis minimal 2 kali
23
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
24
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Batas-batas Metode
sifat pengujian
Pengujian (setelah
perawatan 7
hari)
Kuat tekan bebas (UCS), min. 20 SNI 03-6887-2002
kg/cm2
CBR Laboratorium, % min. 180 SNI 03-1744-1989
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007
25
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
26
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
D15pondasi
D15tanahdasar 5 ............................................................... (2.1)
D15pondasi
D85tanah dasar ............................................................... (2.2)
5
dengan:
D15 = diameter butir pada persen lolos = 15%.
D85 = diameter butir pada persen lolos = 85%.
27
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Sifat Kelas C
28
Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Gambar 2.5 Jenis lapis tanah dasar dilihat dari elevasi muka tanah asli
3. Lapis tanah dasar tanah galian adalah lapis tanah dasar yang lokasinya
terletak di bawah muka tanah asli. Dalam kelompok ini termasuk pula
penggantian tanah asli setebal 50 – 100 cm akibat daya dukung tanah
asli yang kurang baik. Pada pelaksanaan membuat lapis tanah dasar
tanah galian perlu diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapkan.
29
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Benda uji untuk menentukan daya dukung tanah dasar diambil dari
elevasi lapis tanah dasar.
30
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
BAB 3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perencanaan Tebal Perkerasan
31
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
32
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
33
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
34
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Kendaraan komersial
Kendaraan komersial gandengan/trailer
bersumbu kaku
1.1 1.1-1
1.2 1.1-11
1.11 1.1-22
1.22 1.2-1
11.11 1.2-11
11.2 1.2-2
11.22 1.2-22
+1.1 1.22-2
+1.2 1.22-22
+2.2 1.22-111
35
1 Motorcycles 2 Passenger Cars 3 Two Axle, 4 Tire Single Units4 Buses
3
Five Axle Single Trailers
Sumber: AASHTO,
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
P = π pa2 atau
P
a .......................................................................(3.1)
pπ
dengan:
a = radius bidang kontak
P = beban roda
p = tekanan ban
Dari Rumus 3.1 dapat dilihat bahwa ukuran ban dan tekanan ban
mempengaruhi besarnya beban roda yang akan dilimpahkan keperke-
rasan jalan.
37
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
A’
Lajur lalulintas
A
A A’ A
38
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
F1 = G l2/l...........................................................................(3.2)
F2 = G l1/l...........................................................................(3.3)
dengan:
G = berat kendaraan
F1 = beban sumbu depan
F2 = beban sumbu belakang
l = jarak antara kedua sumbu
l1 = jarak antara titik berat kendaraan dan sumbu depan
l2 = jarak antara titik berat kendaraan dan sumbu belakang
39
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Berat Total
Maksimum
Maksimum
Sumbu &
(ton)
(ton)
(ton)
Tipe
1.1
Mobil 1,5 0,5 2,0
50% 50%
Penumpang
34% 66%
S Roda Tunggal Pada
1.2 Ujung Sumbu
3 6 9 D Roda Ganda Pada
Bus S D Ujung Sumbu
34% 66%
1.2H
4,2 14 18,2
Truk S D
25% 75%
1.22 37,5% 37,5%
5 20 25
Truk S D D
40
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Setiap jenis kendaraan yang sama dapat saja mempunyai beban sumbu
yang berbeda, karena kendaraan selalu mengangkut muatan dengan
berat yang tidak selalu sama. Sebagai contoh, truk ringan dengan berat
kosong 2,5 ton dapat dimuati sampai mencapai berat maksimum yang
diizinkan sebesar 8,0 ton. Setiap kali truk tersebut melintasi suatu ruas
jalan, berat truk dapat bervariasi dari 2,5 ton sampai dengan 8,0 ton,
yang tentu saja menghasilkan beban sumbu yang berbeda-beda.
Untuk perencanaan tebal perkerasan jalan sepantasnyalah beban yang
diperhitungkan adalah beban yang mungkin terjadi selama umur rencana
atau masa pelayanan jalan. Beban lalulintas rencana tidak selalu sama
dengan beban maksimum. Perencanaan berdasarkan beban maksimum
akan menghasilkan tebal perkerasan yang tidak ekonomis, tetapi peren-
canaan berdasarkan beban yang lebih kecil dari beban rata-rata yang
digunakan akan menyebabkan struktur perkerasan mengalami kerusakan
sebelum masa pelayanan habis. Pertimbangan yang bijaksana berdasar-
kan data beban kendaraan di lokasi atau sekitar lokasi, dan pertimbangan
faktor pertumbuhan beban dan volume lalulintas yang mungkin terjadi,
sangat tepat untuk dilakukan. Oleh karena itu dalam rangka perencanaan
tebal perkerasan perlu dilakukan survei beban kendaraan, kajian lalu-
lintas, serta analisis dan prediksi pertumbuhan sosio ekonomi.
41
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Alat timbang yang digunakan pada survei beban kendaraan biasanya tipe
portable yang dapat dipindah-pindah sesuai lokasi yang diinginkan. Jenis
alat timbang ada dua, yaitu:
1. Static Weighing, penimbangan dilakukan dengan kendaraan berhenti
di atas alat timbang;
2. Weight-in-Motion (WIM), penimbangan dilakukan dengan kendaraan
melintasi alat timbang dengan kecepatan tertentu.
42
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
43
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Pos Timbang
Pos Timbang
Sumber: TRRL
Gambar 3.7 Denah lokasi Pos Timbang A
Pos Timbang
Kendaraan berat
Jalur Utama
Pengawas
Kendaraan ringanLalulintas
Kendaraan berat
Bahu jalan
Pos Timbang
Sumber: TRRL
Gambar 3.8 Denah lokasi Pos Timbang B
44
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Pos Timbang
Sumber: TRRL
Gambar 3.9 Denah lokasi Pos Timbang C
Pos Timbang
Kendaraan berat
Jalur Utama
Pengawas Lalulintas
Kendaraan ringan
Bahu jalan
Sumber: TRRL
Hasil yang diperoleh dari survei beban kendaraan adalah berat roda pada
ujung sumbu yang ditimbang (Gambar 3.6). Dari berat roda diperoleh
beban sumbu. Jika nilai A dan B dari Rumus 3.4 diketahui untuk setiap
jenis kendaraan, maka penimbangan cukup dilakukan untuk satu beban
roda atau satu kelompok roda di ujung sumbu saja (½ F1 atau ½ F2).
Dari hasil penimbangan diperoleh beban atau berat dari setiap jenis
kendaraan (G). Jika tidak tersedia data dan ingin diperoleh nilai G, A, dan
45
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Sebagai contoh:
Dari hasil survei beban kendaraan diperoleh beban roda belakang dari
sebuah kendaraan truk seberat 2100 kg. Truk tersebut merupakan truk 2
as dengan jenis sumbu tunggal (kode angka 1.1). Distribusi beban sumbu
depan dan belakang adalah 34% dan 66%.
Jadi:
Beban sumbu belakang = 2 x 2100 kg = 4200 kg.
Beban sumbu depan = 34/66 x 4200 kg = 2200 kg
Berat total truk adalah 6400 kg.
N
3.1.4 Volume Lalulintas
46
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
47
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
18.000
pon 4,51
inci
Gambar 3.11 Sumbu standar 18.000 pon
48
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Luas bidang kontak antara ban dan muka jalan sebenarnya berbentuk
elips, tetapi sebagai pendekatan diasumsikan berbentuk lingkaran dengan
radius = 4,51 inci. Luas bidang kontak keempat roda dari sumbu tunggal
= 4 x π x 4,512 = 255,601 inci2.
Jadi beban satu sumbu standar = 255,601 x 70 = 17.892 pon,
dibulatkan menjadi 18.000 pon.
Tekanan angin 33 cm
= 5,5 kg/cm2
8.160 kg
11 cm
49
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Sebagai contoh:
- E sumbu tunggal roda tunggal seberat 2,2 ton = 0,005; ini berarti 1
kali lintasan sumbu tunggal roda tunggal dengan berat 2,2 ton
ekivalen dengan 0,005 kali lintasan sumbu standar, akan menye-
babkan kerusakan yang sama pada struktur perkerasan jalan.
- E truk berat 18 ton = 2,5; ini berarti 1 kali lintasan truk dengan berat
18 ton ekivalen dengan 2,5 kali lintasan sumbu standar, akan menye-
babkan kerusakan yang sama pada struktur perkerasan jalan.
50
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
4. Kelandaian jalan.
Pada jalan menanjak kendaraan bergerak dengan kecepatan lebih
rendah daripada di jalan datar, sehingga kontak antara ban dan muka
jalan menjadi lebih lama. Dengan demikian E lintasan sumbu kenda-
raan pada daerah tanjakan lebih besar dari E lintasan sumbu
kendaraan pada daerah datar.
51
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
akan lebih besar dari pada E sumbu kendaraan dengan beban lebih
ringan.
6. Fungsi jalan.
Kendaraan yang melintasi jalan penghubung 2 kota umumnya berke-
cepatan tinggi dan dengan jenis kendaraan pengangkut beban yang
lebih berat. Kecepatan kendaraan di dalam kota relatif lebih rendah
akibat banyaknya persimpangan. Dengan demikian E lintasan sumbu
kendaraan secara tak langsung dipengaruhi juga oleh fungsi jalan.
52
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Salah satu lajur pada jalan 2 lajur 2 arah, atau lajur paling kiri dari salah
satu arah lalulintas pada jalan 4 lajur 2 arah menerima repetisi beban
yang lebih berat dibandingkan dengan lajur yang lain. Lajur tersebut
disebut sebagai lajur rencana. Lajur rencana adalah lajur lalulintas yang
53
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
dengan:
Q = repetisi beban lalulintas ke lajur rencana,
kendaraan/hari/lajur
54
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Tanah dasar dapat terdiri dari tanah dasar tanah asli, tanah dasar tanah
galian, atau tanah dasar tanah urug yang disiapkan dengan cara dipa-
datkan. Di atas lapisan tanah dasar diletakkan lapisan struktur perkerasan
lainnya, oleh karena itu mutu daya dukung tanah dasar ikut mempe-
ngaruhi mutu jalan secara keseluruhan.
Berbagai parameter digunakan sebagai penunjuk mutu daya dukung
tanah dasar seperti California Bearing Ratio (CBR), modulus resilient
(MR); penetrometer konus dinamis (Dynamic Cone Penetrometer), atau
modulus reaksi tanah dasar (k). Pemilihan parameter mana yang akan
digunakan, ditentukan oleh kondisi tanah dasar yang direncanakan dan
metode perencanaan tebal perkerasan yang akan dipilih.
55
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Rangka alat
Proving ring
56
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Jenis CBR
CBR rencana, disebut juga CBR laboratorium atau design CBR, adalah
pengujian CBR dimana benda uji disiapkan dan diuji mengikuti SNI 03-
1744 atau AASHTO T 193 di laboratorium.
CBR rencana digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar,
dimana pada saat perencanaan lokasi tanah dasar belum disiapkan
sebagai lapis tanah dasar struktur perkerasan. Perencanaan tebal
perkerasan jalan baru pada umumnya menggunakan jenis CBR ini
sebagai penunjuk daya dukung tanah dasar. Jenis CBR ini digunakan
untuk menentukan daya dukung tanah dasar pada kondisi tanah dasar
akan dipadatkan lagi sebelum struktur perkerasan dilaksanakan.
57
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
CBR lapangan, dikenal juga dengan nama CBRinplace atau field CBR,
adalah pengujian CBR yang dilaksanakan langsung dilapangan, di lokasi
tanah dasar rencana. Prosedur pengujian mengikuti SNI 03-1738 atau
ASTM D 4429.
CBR lapangan digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar
dimana tanah dasar direncanakan tidak lagi mengalami proses pemadat-
an atau peningkatan daya dukung tanah sebelum lapis pondasi dihampar
dan pada saat pengujian tanah dasar dalam kondisi jenuh. Dengan kata
lain perencanaan tebal perkerasan dilakukan berdasarkan kondisi daya
dukung tanah dasar pada saat pengujian CBR lapangan itu.
Pengujian dilakukan dengan meletakkan piston pada elevasi dimana nilai
CBR hendak diukur, lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang
dilimpahkan melalui gandar truk ataupun alat lainnya dengan kecepatan
0,05 inci/menit. CBR ditentukan sebagai hasil perbandingan antara beban
yang dibutuhkan untuk penetrasi 0,1 atau 0,2 inci benda uji dengan
beban standar. Gambar 3.15 dan Gambar 3.16 menggambarkan alat dan
pengujian CBR lapangan.
58
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
engkol
sweavel head
Dongkrak Mekanis
cincin penguji
torak penetrasi
59
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Benda uji yang disiapkan untuk pengujian CBR adalah benda uji yang
memodelkan kondisi lapisan tanah dasar dari struktur perkerasan jalan.
Oleh karena itu dalam mempersiapkan benda uji perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. jenis lapisan tanah dasar, apakah tanah berbutir halus dengan
plastisitas rendah, tanah berplastisitas tinggi, atau tanah berbutir
kasar. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan tanah dalam
menahan air dan effeknya terhadap pengembangan.
60
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
61
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Jalan dalam arah memanjang dapat melintasi berbagai jenis tanah dan
kondisi medan yang berbeda. Mutu daya dukung lapisan tanah dasar
dapat bervariasi dari jelek sampai dengan baik atau sebaliknya. Dengan
demikian tidak ekonomis jika perencanaan tebal lapisan perkerasan jalan
berdasarkan nilai yang terjelek dan tidak pula memenuhi syarat jika
berdasarkan hanya nilai terbesar saja. Oleh karena itu sebaiknya panjang
jalan dibagi atas beberapa segmen jalan. Setiap segmen jalan memiliki
mutu daya dukung tanah dasar yang hampir sama. Jadi, segmen jalan
62
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
adalah bagian dari ruas jalan yang memiliki mutu daya dukung, sifat
tanah, dan keadaan lingkungan yang relatif sama.
Pengujian CBR sebaiknya dilakukan setiap jarak 250 meter dan ditambah
ketika ditemuinya perubahan jenis tanah atau kondisi lingkungan.
Gambar 3.18 menunjukkan ilustrasi banyaknya titik pengamatan CBR
pada satu ruas jalan. Untuk alasan efisiensi interval pengujian CBR dapat
diperbesar, tetapi perlu pengendalian mutu pada pelaksanaan. Jika dite-
mui kondisi berbeda dengan yang diasumsikan pada desain, maka re-
desain wajib dilaksanakan.
segmen jalan
x x x x x
x x x x
ruas jalan
250m 250m
Gambar 3.18 Ilustrasi tentang titik pengamatan CBR , segmen, dan ruas jalan
Setiap segmen mempunyai satu nilai CBR yang mewakili mutu daya
dukung tanah dasar untuk digunakan pada perencanaan tebal lapisan
perkerasan segmen jalan tersebut.
63
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Metode analitis
Beberapa metode analitis dapat digunakan untuk menentukan CBRsegmen,
antara lain:
1. Berdasarkan nilai simpangan baku dan nilai rata-rata dari CBR yang
ada dalam satu segmen.
dengan:
CBRsegmen = CBR yang mewakili nilai CBR satu segmen
CBRrata-rata = CBR rata-rata dalam satu segmen
S = nilai simpangan baku dari seluruh data yang ada
dalam satu segmen
K = konstanta yang ditentukan berdasarkan
tingkat kepercayaan yang digunakan, yaitu:
K = 2,50; jika tingkat kepercayaan = 98%
K = 1,96; jika tingkat kepercayaan = 95%
K = 1,64; jika tingkat kepercayaan = 90%
K = 1,00; jika tingkat kepercayaan = 68%
[Japan Road Ass]
2. Metode Japan Road Ass :
64
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Nilai CBRsegmen menggunakan Rumus 3.12 hampir sama dengan nilai yang
diperoleh dengan Rumus 3.13, untuk nilai K = 1.
Metode grafis
65
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Contoh perhitungan:
Dari hasil pengujian CBR di sepanjang ruas jalan antara Sta 0+000
sampai dengan STA 4+250 diperoleh nilai CBR titik pengamatan sebagai
berikut:
66
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
2. Metode grafis
Untuk metode grafis, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. nilai CBR terendah = 6%;
b. buat tabel seperti Tabel 3.6 yang menunjukkan jumlah data dengan
nilai yang sama atau lebih besar dari nilai CBR yang diamati;
67
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
100
90 CBRsegmen
% yang sama atau lebih
75 = 6,3 %
6%
50
25
6 7 8 9 10 CBR
68
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Daya dukung lapisan tanah dasar yang telah dipadatkan dapat diukur
langsung dilapangan dengan melakukan pengujian CBR lapangan atau
korelasi dari nilai empiris hasil pengujian penetrometer konus dinamis
(Dynamic Cone Penetrometer), dikenal dengan DCP. Alat ini banyak
digunakan di Indonesia sejak tahun 1980.
Alat DCP digunakan untuk mendapatkan data daya dukung tanah dasar
sampai kedalaman 90 cm di bawah permukaan tanah dasar. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan alat seperti pada Gambar 3.20.
D..............................................................................
DN = (3.14)
N
dengan:
D = kedalaman penetrasi, mm
N = jumlah pukulan untuk mencapai kedalaman D mm
Tabel 3.7 adalah contoh hasil uji alat DCP, sedangkan Gambar 3.21
menunjukkan korelasi antara jumlah tumbukan dan dalamnya penetrasi
yang dapat dicapai.
69
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Jatuh bebas
Penumbuk
D
meteran
70
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
5 55 585
5 60 610
5 65 670
5 70 700
58
5 75 720
7,3
5 80 890
5 85 810
5 90 840
Dari Gambar 3.21 diperoleh bahwa ada 3 lapis di bawah titik pengamatan
dengan kecepatan penetrasi yang sama yaitu:
71
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
100
200
300
Kumulatif Penetrasi
400
500
600
700
800
900
72
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Dengan menggunakan contoh pada Tabel 3.7, maka hasil uji dengan alat
DCP dari satu titik pengamatan diperoleh sebagai berikut:
1. Jika yang digunakan adalah alat DCP dengan konus 60o, maka
dengan menggunakan Rumus 3.15 diperoleh:
a. lapis ketebalan 0 – 210 mm, CBR = 39,8%
b. lapis ketebalan 210 – 610 mm, CBR = 24,7%
c. lapis ketebalan 610 – 900 mm, CBR = 47,9%
3
)
90
CBRtitik pengamatan = 34,7%
2. Jika yang digunakan adalah alat DCP dengan konus 30o, maka
dengan menggunakan Rumus 3.16 diperoleh:
a. lapis ketebalan 0 – 210 mm, CBR = 27,4%
b. lapis ketebalan 210 – 610 mm, CBR = 18,2%
c. lapis ketebalan 610 – 900 mm, CBR = 32,1%
73
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
3
)
90
CBRtitik pengamatan = 24,2%
CBR yang diperoleh dengan menggunakan alat DCP ini adalah CBR
lapangan, sehingga penggunaannya disesuaikan dengan yang telah
diuraikan pada Bab 3.2.1.
74
Deviator Stress
d = 1-3
MR = d / r
E MR
d
CL
d
3
3 3
0 Axial Strain 1
permanent recoverable
Sumber:Tutumluer
75
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
CL d
3
Deformation
3 3
Recoverable Deformation
Permanent Deformation
Waktu
Sumber:Tutumluer
CBR seperti pada Rumus 3.18[Heukelom & Klomp seperti AASHTO 1993]
dan Rumus
3.19[Olidis]. Rumus 3.18 yang diadopsi oleh AASHTO’93, dan Bina Marga,
berlaku untuk tanah berbutir halus, nonexpansive, dengan nilai CBR
rendaman kurang atau sama dengan 10. Rumus 3.19 menghasilkan nilai
MR yang lebih rendah.
76
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
77
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
78
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
79
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Sistem jaringan jalan umum yang dikenal dengan sistem jaringan jalan,
adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan
mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
80
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
81
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
A : Jalan Arteri
B : Jalan Kolektor
B C : Jalan Lokal
82
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Sumber: Purnomo
83
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibu-kota propinsi, jalan
strategis nasional, serta jalan tol. Jalan strategis nasional adalah jalan
yang melayani kepentingan nasional atas dasar kriteria strategis yaitu
mempunyai peranan untuk membina kesatuan dan keutuhan nasional,
melayani daerah-daerah rawan, bagian dari jalan lintas regional atau
lintas internasional, melayani kepentingan perbatasan antarnegara, serta
dalam rangka pertahanan dan keamanan.
84
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan
pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta
menghubungkan antar pusat permukiman yang berada dalam kota. Jalan
kota berada di dalam daerah kota yang bersifat otonom sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang pemerintah daerah.
Jalan desa adalah jalan umum yang menghubungkan antar kawasan dan
atau pemukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
2. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi
2,50 m, ukuran panjang tidak melebihi 12,00 m, ukuran paling tinggi
4,2 m, dan muatan sumbu terberat 8 ton.
85
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
3. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi
2,10 m, ukuran panjang tidak melebihi 9,00 m, ukuran paling tinggi
3,5 m, dan muatan sumbu terberat 8 ton.
4. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2,50 m, ukuran panjang mele-
bihi 18,00 m, ukuran paling tinggi 4,2 m, dan muatan sumbu terberat
lebih dari 10 ton.
86
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
jalan. Perubahan temperatur yang terjadi selama siang dan malam hari,
menyebabkan mutu struktur perkerasan jalan berkurang, menjadi aus
dan rusak. Di Indonesia perubahan temperatur dapat terjadi karena
perubahan musim dari musim penghujan ke musim kemarau atau karena
pergantian siang dan malam.
Air masuk ke struktur perkerasan jalan melalui berbagai cara seperti
infiltrasi melalui retak pada permukaan jalan, sambungan perkerasan,
muka air tanah dan fluktuasinya, sifat kapilaritas air tanah, rembesan
(seepage) dari tempat yang lebih tinggi di sekitar struktur perkerasan,
atau dari bahu jalan, dan mata air di lokasi. Gambar 3.26 menggambar-
kan aliran air yang mungkin terjadi di sekitar struktur perkerasan jalan.
Evaporasi
Infiltrasi
Infiltrasi Ke lapisan perkerasan
Ke bahu jalan
87
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
88
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
89
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
B Amplitudo tinggi
90
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Tire Spring
Sumber: Perera
Gambar 3.28 Mobil pengukur kekasaran muka jalan
91
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
sangat baik
4 baik
3 cukup
2 buruk
1 sangat buruk
92
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
93
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
adalah antara 3,0 – 4,0 setara dengan IP 2,4 – 2,9. IRI pada awal masa
pelayanan yang dapat diterima kurang dari 2 m/km
..................................
a. Paterson: IP = (5) e(-0,18) (IRI))
(3.20)
..................................
b. Al-Omari dan Darter: IP = (5) e(-0,26) (IRI))
(3.21)
dengan:
IP = Indeks Permukaan atau Serviceability Index
IRI = International Rougness Index (mm/m; m/km)
94
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan
Tahanan gelincir adalah gaya yang dihasilkan antara muka jalan dan ban
untuk mengimbangi majunya gerak kendaraan jika dilakukan pengerem-
an. Berbagai cara digunakan untuk menyatakan besarnya tahanan gelin-
cir seperti koefisien gesek, dan angka gelincir (skid number=SN).
Koefisien gesek adalah perbandingan antara tahanan gesek yang timbul
antara ban dan muka jalan dengan gaya atau beban tegak lurus
permukaan seperti dinyatakan dengan Rumus 3.23.
f = F/L.......................................................(3.23)
dengan:
f = koefisien gesek
F = tahanan gesek antara ban dan muka jalan
L = gaya atau beban tegak lurus muka jalan
Angka gelincir (SN) atau disebut juga angka gesek (friction number =FN)
adalah koefisen gesek dikalikan 100.
Gesekan terjadi antara roda kendaraan dan muka jalan, oleh karena itu
besarnya tahanan gesek dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu roda
kendaraan dan muka jalan. Gesekan dari roda kendaraan dipengaruhi
oleh adhesi antara ban dan muka jalan. Besarnya gesekan ditentukan
oleh kondisi ban (ukuran, tekanan dan bunga), kecepatan kendaraan,
tekstur permukaan jalan, dan adanya lapisan air di antara ban dan muka
jalan. Gambar 3.30 menggambarkan bentuk tekstur mikro dan makro dari
muka jalan.
95
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Permukaan
jalan Tekstur mikro Tekstur makro
96
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
BAB 4
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Metode AASHTO
97
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
Prestressed Concrete
Test Tangent
Flexible
Rigid
Loop 5
Sumber:WSDOT
98
pondasi bawah dibuat dari batu pecah.
99
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
Lapis permukaan
Lapis permukaan terdiri dari lapis beton aspal yang tebalnya bervariasi
antara 2,5 cm sampai dengan 10 cm. Beton aspal dibuat dari agregat
kasar yang berasal dari batu kapur, pasir kasar dari siliceous, bahan
pengisi dari abu batu kapur, dan aspal berpenetrasi 85-100[WSDOT].
Gradasi yang digunakan seperti Tabel 4.1 dan karakteristik benda uji
seperti pada Tabel 4.2.
10
0
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
101
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
102
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
Keenam loop digunakan untuk meneliti berbagai hal yang berbeda, yaitu
Loop 1, tidak dilalui oleh kendaraan tetapi hanya digunakan untuk
meneliti efek dari kondisi lingkungan dan iklim. Loop 2 sampai dengan
loop 6 digunakan untuk meneliti kinerja struktur perkerasan akibat beban
lalulintas berbagai jenis kendaraan. Setiap loop, kecuali loop 1 digunakan
untuk satu kelompok jenis kendaraan sesuai dengan konfigurasi dan
beban sumbunya seperti pada Tabel 4.6.
103
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
2 2 4 1,8
2 6 8 3,6
4 12 28 12,7
6 24 54 24
6 18 42 19,1
9 32 73 33
6 22,4 50,8 23
9 40 89 41
9 30 69 32
12 48 108 49
Sumber:WSDOT
104
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
105
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
dengan :
SN = Structural Number, adalah angka yang menunjukkan
nilai struktur perkerasan jalan
Wt = repetisi beban sumbu standar 18.000 pon selama umur
rencana (ESAL = Equivalent Single Axle Load selama
umur rencana)
S = daya dukung tanah dasar, korelasi dari nilai CBR
R = faktor lingkungan, sesuai kondisi iklim
pt = terminal serviceability index, yaitu nilai serviceablity
index yang direncanakan di akhir umur rencana. Dua
nilai yang disediakan dalam Metode AASHTO 1972,
yaitu 2 dan 2,5.
106
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
(4,2 p t )
Gt = log ..................................................... (4.2)
(4,2 1,5)
dengan:
W18 = repetisi 18,000 ESAL selama umur rencana
SN = Structural Number
R = Regional Factor (faktor regional)
S = Soil Support Scale (daya dukung tanah dasar)
pt = terminal serviceability index (indeks permukaan) di akhir umur
rencana
D1,2,3 = tebal (inci) dari lapis permukaan, pondasi, dan pondasi bawah
a1,2,3 = koefisien kekuatan relatif lapis permukaan, pondasi, dan
pondasi bawah
107
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
9 4
3
4
2
5
1
6
1
Tanpa skala
Catatan: Nomogram ada 2 buah, yaitu untuk pt= 2,0 dan 2,5
Sumber:WSDOT
108
Gambar 4.2
Bentuk
Nomogram
AASHTO 1972
109
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
SN1 D1
Lapis Permukaan
Lapis Pondasi
SN2 D2
SN3
Lapis Pondasi Bawah D3
Tanah Dasar
SN1
D*1 ≥
a1
SN*
1
= a1. D*
1 ≥ SN1
SN2 SN*
D*≥
2
1
a2
SN*2 = a2. D*
2
SN*1 + SN*
2
≥ SN2
SN (SN* SN *)
D*3 ≥312
a3
Catatan:
1. D*12 , D* , D*
3
, tebal minimal lapis permukaan, pondasi, dan lapis
pondasi bawah.
2. tebal perkerasan yang digunakan harus sama atau lebih besar dari minimum yang dib
110
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
111
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
Tabel 4.7 Perbedaan Antara Metode AASHTO 1972 dan AASHTO 1993
No AASHTO 1972 AASHTO 1993
Terminal serviceability index Terminal serviceability index adalah
1
adalah 2,0 atau 2,5. 2,0; 2,5; dan 3,0.
112
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
Sebagai contoh:
E truk =1,2, ini berarti 1 kali lintasan truk sama dengan 1,2 kali lintasan
sumbu standar (lss) mengakibatkan kerusakan yang sama pada struktur
perkerasan jalan.
113
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
dengan:
Wx = sumbu dengan beban 1000x pon
W18 = sumbu standar dengan beban 18.000 pon
Wx
W18 = bilangan terbalik dari angka ekivalen untuk beban dan
4,2 p
G = log 4,2 1,5t
pt = terminal serviceability index
0,081(Lx L2x )3,23
β = ............................................... (4.5)
x 0,
(SN 1) 5,19
L 3,23
2
SN = structural number
114
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
Perhitungan:
4,79
W L L 10G/β x
x 18 2s
W18 Lx L2x G/β 2x 4,33
10
18
dengan:
Wx = W30
W18 = W18
Wx
W
W1 = W30
8 18
115
= 1,2204
116
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
Angka ekivalen = 7,9 (sama dengan Tabel AASHTO 1993 seperti pada
Lampiran 1).
Perhitungan:
4,79
W L L 10G/β x
x 18 2s 2x 4,33
W18 Lx L2x G/β
10
18
dengan:
Wx = W30
W18 = W18
Wx W30
W18 =
W18
118
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
4,2 2,5
G = log 4,2 1,5 = - 0,2009
0,081(30 2)3,23
β30 = 0,4 = 0,8711
(3 1)5,19 (2)3,23
Perhitungan:
4,79
W L L 10G/β x
x 18 2s 2x 4,33
W18 Lx L2x G/β
10
18
dengan:
119
Wx = W40
W18 = W18
120
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
Wx W40
W18 =
W18
0,081(40 3)3,23
β40 = 0,4 = 0.7302
5,19
(3 1)
(3)3,23
18 10
121
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
Kendaraan terdiri dari minimal 2 sumbu, oleh karena itu angka ekivalen
untuk 1 kendaraan adalah jumlah angka ekivalen dari masing-masing
sumbu.
Ekendaraan = Σ Esumbu........................................................................(4.6)
Satu kendaraan yang melintasi satu ruas jalan terjadi berulang kali
dengan berat yang tidak selalu sama. Berat kendaraan selalu bervariasi
dari beban kendaraan kosong sampai dengan beban maksimum. Oleh
karena itu angka ekivalen satu kendaraan kurang tepat jika ditentukan
hanya berdasarkan berat kendaraan maksimum ataupun beban rata-rata
kendaraan. Untuk perencanaan tebal perkerasan perlu dilakukan analisis
variasi berat kendaraan berdasarkan hasil survei timbang pada jalan yang
122
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
E sumbu
f i
...................................................... (4.7)
= Ei
f i
g. E kendaraan = Σ Esumbu.
Dari hasil olahan data hasil survei timbang diperoleh data beban sumbu
untuk truk tipe 1.22+22 seperti Tabel 4.8. Volume truk tersebut adalah
150 kendaraan/hari. Pt = 2,5 dan angka struktural (SN) = 5.
123
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
Tabel 4.8 Contoh Data Frekwensi Beban Sumbu Untuk Truk 1.22+22
Beban sumbu, pon Frekwensi repetisi sumbu
Sumbu Tunggal (kode angka 1)
3.000 – 6.999 38
7.000 – 7.999 31
8.000 – 11.999 64
12.000 – 15.999 16
26.000 – 29.999 1
Jumlah frekwensi sumbu tunggal 150
124
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
Dengan menggunakan Tabel 4.9 dan Rumus 4.7 diperoleh angka ekivalen
untuk truk 1.22+22 = 78,663/450 = 0,1748.
Beban lalu lintas sesuai AASHTO 1993 dinyatakan dalam repetisi lintasan
sumbu standar selama umur rencana (W18). Rumus 4.8 atau Rumus 4.9
125
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
dengan:
W18 = repetisi beban lalu lintas selama umur rencana,
lss/lajur/umur rencana
LHR = Lalu lintas Harian Rata-rata, kendaraan/hari/2 arah
LHRT = Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan,
kendaraan/hari/2 arah
Ei = angka ekivalen jenis kendaraan i
DA = faktor distribusi arah, digunakan untuk menunjukkan distribusi
kendaraan ke masing-masing arah. Jika data lalu lintas yang
digunakan adalah data untuk satu arah, maka DA = 1
DL = faktor distribusi lajur, digunakan untuk menunjukkan distribusi
kendaraan ke lajur rencana.
365 = jumlah hari dalam satu tahun
N = faktor umur rencana
126
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
[(1 i)UR
N = .......................... (4.10)
1]
i
dengan:
UR = umur rencana, tahun
i = pertumbuhan lalu lintas pertahun (%/tahun)
Nilai N untuk berbagai nilai faktor pertumbuhan lalu lintas dan umur
rencana seperti pada Tabel 4.10.
Data:
LHR
Jenis kendaraan Ekendaraan
(kendaraan/hari/2 arah)
Mobil penumpang (1.1) 5925 0,0003
Truk (1.22) 372 1,456
Truk (1.22+22) 30 1,657
Bus (1.22) 35 0,458
127
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
Sumber: AASHTO’93
Pehitungan:
Dari Tabel 4.10 untuk UR = 15 tahun dan i = 4% diperoleh N = 20,02.
128
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
Data:
LHR Faktor
Jenis kendaraan (kendaraan/ Ekendaraan pertumbuhan
hari/2 arah) lalu lintas (%)
Mobil penump.(1.1) 5925 0,0003 6
Truk (1.22) 372 1,456 5
Truk (1.22+22) 30 1,657 3
Bus (1.22) 35 0,458 4
129
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
Pehitungan:
W18 = 2.131.197,19
4.3.2 Reliabilitas
130
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
P1
Normal distribution
frekwen
log
ESALs
Sumber:WSDOT
Gambar 4.4 Variasi Penurunan kinerja perkerasan selama masa pelayanan
131
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
lengkung normal
S0
Log ESAL
Log FR
ZR Z
Gambar 4.5 Deviasi standar keseluruhan (So), ZR, faktor reliabilitas (FR)
Jadi, Wt = (wt)(FR).......................................................(4.11)
dengan:
Wt = ESAL perkiraan berdasarkan kinerja struktur perke-
rasan mencapai nilai pt yang digunakan untuk
menentukan tebal lapis perkerasan.
wt = ESAL perkiraan selama umur rencana
FR = faktor reliabilitas
132
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
dengan:
FR = faktor reliabilitas
ZR = Z-statistik (sehubungan dengan lengkung normal)
S0 = deviasi standar keseluruhan dari distribusi normal sehu-
bungan dengan kesalahan yang terjadi pada perkiraan lalu
lintas dan kinerja perkerasan.
Tabel 4.11 menunjukkan nilai ZR, dan FR untuk S0 antara 0,4 - 0,5.
Reliabilitas 50% menunjukkan kondisi dimana Z R=0 dan faktor reliabilitas
desain (FR) = 1. Ini berarti ESAL yang digunakan untuk menghitung SN
sama dengan ESAL perkiraan selama umur rencana.
133
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
134
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
R = 50%
AC
Base Subase
R = 90%
Subgrade
AC
Base Subase
po 90% Subgrade
Pavement Serviceability Index
50%
pt
Sumber:WSDOT
4.3.3 Drainase
135
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
136
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
log[ PSI ]
4.2 1.5 + 2,32 x log (MR) – 8,07................(4.13)
0,40 1094
(SN 1)5,19
dengan:
W18 = ESAL yang diperkirakan
ZR = simpangan baku normal, sesuai Tabel 4.12
S0 = deviasi standar keseluruhan, bernilai antara 0,4 -0,5
SN = Structural Number, angka struktural relatif perkerasan, inci
∆PSI = Perbedaan serviceability index di awal dan akhir umur
rencana MR = modulus resilient tanah dasar (psi)
137
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
dengan:
SN = angka struktural (structural number), inci
a1 = koefisien kekuatan relatif lapis permukaan
a2 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi
a3 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bawah
D1 = tebal lapis permukaan, inci
D2 = tebal lapis pondasi, inci
D3 = tebal lapis pondasi bawah, inci
m2,3 = koefisien drainase untuk lapis pondasi dan pondasi bawah
138
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
139
Sumber:
Gambar 4.7 Nomogram penentuan nilai SN dengan Metode AASHTO
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
0.5
0.4
Koefisien relatif, a1,
Untuk Lapisan Beton
0.3
0.2
0.1
0.0
0 100,000200,000 300,000 400,000 500,000
Sumber: AASHTO’93
Gambar 4.8 Koefisien kekuatan relatif a1 untuk beton aspal
dengan:
a2 = koefisien relatif lapis pondasi berbutir
EBS = modulus elastisitas lapis pondasi, psi.
140
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
0.20
0.18
0.16
0.14
100 85 2.0 30
(
80
Structural Coefficient -
60
(
0.12 50 25
Modulus – 1000
40
R-value
CBR
30 70 2.5
0.10 20
Texas
60
0.08 3.5
20 15
0.0650
4.0
0.04
0.02
Sumber: AASHTO’93
141
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
dengan:
a3 = koefisien relatif lapis pondasi bawah berbutir
ESB = modulus elastisitas lapis pondasi bawah, psi.
0.20
0.14 100 90 2
(
20
70 80
50 (
70
Structural Coefficient –
0.12 40 3
(
Modulus – 1000
30
15
CBR
60 14
0.10
R-
Texas
13
20
50 12
4 11
0.08 10 10
40
0.06
30
5 25
5
Sumber:AASHTO’93
142
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
SN1 D1
Lapis Permukaan
Lapis Pondasi D2
SN2
Tanah Dasar
D* ≥ SN
1
...................................................................... (4.17)
1
a1
SN*
= a1. D* ≥ SN1 ........................................................ (4.18)
1
1
* SN2 SN*
1 .. ............................................................ (4.19)
2
D ≥ a 2.m2
SN + SN ≥ SN2...............................................................(4.21)
* *
1 2
143
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode AASHTO
SN (SN* SN * )
D* ≥ 3 1 2 ................................................(4.22)
3
a 3 m3
144
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
145
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F
BAB 5
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Metode SNI 1732-1989-F
Pada saat ini telah ada metode Pt T-01-2002-B yang mengacu kepada
AASHTO 1993, walaupun demikian Metode SNI 1732-1989-F dapat tetap
digunakan terutama untuk lalulintas rendah atau jika data perencanaan
yang tersedia kurang lengkap. Oleh karena itu dalam Bab 5 ini diuraikan
langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan
Metode SNI 1732-1989-F.
Metode SNI 1732-1989-F yang dikenal dengan nama metode analisis
komponen, mengacu kepada metode AASHTO 1972 seperti telah diurai-
kan pada Bab 4.2 dan dimodifikasi sesuai kondisi jalan di Indonesia.
Perbedaan utama antara Metode AASHTO 1972 dengan Metode SNI
1732-1989-F. seperti pada Tabel 5.1.
146
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Esumbu
beban ganda......................................................................=
sumbu ganda, kg ............................................................ 0,086 (
)4 (5.2)
8.160
Tabel 5.1 Perbedaan Antara Metode AASHTO 1972 Dan SNI 1732-1989-F
No AASHTO 1972 SNI 1732-1989-F
Terminal serviceability index Indeks Permukaan Akhir terdiri dari
1
adalah 2,0 atau 2,5. 1; 1,5; 2,0; dan 2,5.
147
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F
dengan:
LHRs = LHR hasil pengumpulan data
a = faktor pertumbuhan lalu lintas dari saat pengumpulan data
sampai awal umur rencana, persen/tahun
n = lama waktu dari saat pengumpulan data sampai awal umur
rencana, tahun.
148
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
149
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F
in
LEP =
LHR
i1
i x Ei x Ci................................................................(5.4)
atau
in
LEP =
LHRT x E
i1
i i x Ci.............................................................(5.5)
dengan :
LEP = Lintas ekivalen di awal umur rencana, lss/hari/lajur
rencana
LHRi = LHR jenis kendaraan i di awal umur rencana,
ditentukan dengan menggunakan Rumus 5.3.
LHRTi = LHRT jenis kendaraan i di awal umur rencana
Ei = angka ekivalen untuk jenis kendaraan i
Ci = koefisien distribusi jenis kendaraan i
150
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
dengan:
LEA = Lintas ekivalen di akhir umur rencana,
lss/hari/lajur rencana
LEP = Lintas Ekivalen di awal umur rencana
i = faktor pertumbuhan lalu lintas, %/tahun
UR = umur rencana, tahun
151
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F
dengan:
DDT = Daya Dukung Tanah Dasar
CBR = CBR segmen, baca juga Bab 3.2.3
Skala DDT pada Gambar 5.1 adalah skala linier, sedangkan skala CBR
menggunakan skala logaritma.
5 4,71 9 50
40
6 5,05
8 30
7 5,33
20
8 5,58 7
9 5,80 6 10
10 6,00
5
20 7,29 5
4
30 8,05 4
3
40 8,59 3 2
50 9,01
2
60 9,35 1
70 9,63 1
80 9,88 0 0
90 10,10
100 10,30 Gambar 5.1 Penentuan nilai DDT
152
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
153
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F
lalu lintas selama umur rencana, dan kondisi kinerja perkerasan diakhir
umur rencana. Kinerja struktur perkerasan dinyatakan dengan Indeks
Permukaan (IP) yang memiliki pengertian sama dengan serviceability
index (baca juga Bab 3.5 dan Bab 4.3).
IP di awal umur rencana atau awal masa pelayanan jalan (IP 0) ditentukan
dari jenis perkerasan yang dipergunakan untuk lapis permukaan seperti
pada Tabel 5.6
154
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
155
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F
ITP
log (LERx 3650) = 9,36 log ( + 1) – 0,20 + Gt
1094 +
2,54 0,40
ITP
( 2,54 1)5,19
1
log( )+ 0,372 (DDT – 3,0)...................................(5.9)
FR
dengan:
LER = Lintas Ekivalen Rencana,
dinyatakan dalam lss/hari/lajur rencana
3650 = jumlah hari dalam 10 tahun (karena nomogram
disediakan untuk umur rencana 10 tahun)
156
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
( ITP ) Jalan.
dengan:
157
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-
DDT 2 3
1 Nomogram 1
10 ITP ITP
15
14
13 3
12
11
9 4
LER 10
8 10.000 9
1
5.000 5
7 8
1.000 FR
500 6
6 7 0.5
1.0
100 2.0 7
5 50 6
5.0
8
4 10
5 5
9
3
1 10
0.5 4
2 11
12
1
3 13
ITP ITP
15
14
DDT 2 3
1 13 3
10
12
9 11
4
LER 10
8 10.000
Perencanaan Tebal Perkerasan
5.000 9
5
7
8
1.000
500 FR
6 6
7 0.5
1.0
1
100
2.0 7
5 50 6
5.0
8
4 10
5
5
9
3
1 10
4
0.5
2 11
12
1
3 13
14
15
Gambar 5.3 Nomogram untuk IPt = 2,5 dan IPo = 3,9 – 3,5
Nomogram 3
ITP ITP
15
14
3
12
DDT 2 3
1
10 11 4
9 10
LER 9 5
8 10.000
5.000
8
7 FR 6
1.000
0.5
500 7
1
6 1.0
7
2.0
100 6 5.0
5
50 8
4 10 5 9
5
3 10
1
4 11
0.5
2
12
1
13
3
14
15
13 3
DDT 2 3
1 12
10
11
9 4
10
LER
8 10.000 9
Perencanaan Tebal Perkerasan
5.000 5
7 8
1.000 FR 6
500 7 0.5
6
1.0
1
100 2.0 7
5 6
50
5.0
8
4 10
5
5 9
3
1 10
0.5 4
2 11
12
1
3 13
14
15
Gambar 5.5 Nomogram untuk IPt = 2,0 dan IPo = 3,9 – 3,5
Nomogram 5
ITP ITP
15
14
12
DDT 2 3
1
10 11 4
9 10
LER 9 5
8 10.000
5.000
8
7 FR 6
1.000 0.5
7
500
1
6 1.0
7
2.0
100 6 5.0
5 8
50
4 10 5 9
5
3 10
1
4 11
0.5
2
12
1 13
3
14
15
Gambar 5.6 Nomogram untuk IPt = 2,0 dan IPo = 3,9 – 3,5
Nomogram 6
ITP
ITP
15
14
13 3
DDT 3
1 2
12
10
11
9 4
10
LER
8 10.000 9
Perencanaan Tebal Perkerasan
5.000 5
7 8
1.000 FR
6
500 7 0.5
6
1.0
1
100 2.0 7
5 50 6
5.0
8
4 10
5
5 9
3
1 10
0.5 4
2 11
12
1
3 13
14
15
Gambar 5.7 Nomogram untuk IPt = 1,5 dan IPo = 3,4 – 3,0
Nomogram 7
ITP
ITP
15
3 14
DDT 2
9 11
4
LER 10
8 10.000
5.000 9
7 5
1.000 8
500 FR
6 6
7 0.5
1
1.0
100
5 2.0 7
50 6
5.0
4 8
10
5
5
9
3
1 10
0.5 4
2
11
12
1
3 13
14
15
Gambar 5.8 Nomogram untuk IPt = 1,5 dan IPo = 3,4 – 3,0
Nomogram 8
ITP ITP
15
14
3
13
DDT 2 3
1 12
10
11
4
9
10
LER
8 10.000 9
Perencanaan Tebal Perkerasan
5
5.000
8
7
1.000 FR
6
500 7 0.5
6
1.0
1
100 2.0 7
5 6
50 5.0
8
4 10 5
5 9
3
1 10
0.5 4
2 11
12
1
13
3
14
15
Gambar 5.9 Nomogram untuk IPt = 1,0 dan IPo = 2,9 – 2,5
Nomogram 9
ITP ITP
15
14
9 11
LER 4
10
8 10.000
5.000 9
5
7
1.000 8
500 FR
6 7 6
0.5
1
100 1.0
5 6 2.0 7
50
5.0
4 10 8
5
5
9
3
1 10
4
0.5
2 11
12
1
3 13
14
15
berikut[CER:04]:
162
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F
Sumber: SNI-1732-1989
163
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
164
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F
Db Da D2
D1 D2 Lapis permukaan Lapis pondasi
D3
D3 Lapis pondasi bawah Lapis tanah dasar
165
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Tahap pertama:
a. Jika umur sisa perkerasan diakhir tahap pertama adalah 0%, maka
166
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F
ITP1 harus lebih besar dari nilai ITP untuk sisa umur rencana 0%.
1
Ini berarti untuk memikul beban yang sama yaitu LER1 tebal
perkerasan harus dibuat lebih tebal agar umur sisa perkerasan masih
Jadi,
ITP pada konstruksi bertahap dimana diharapkan pada akhir
1
Tahap kedua:
a. ITP1 adalah ITP selama umur rencana yaitu jumlah tahun tahap
2
umur rencana,
maka ITP1 ditentukan berdasarkan LER.
2
167
Tahap pertama, LER1, n1 tahun Tahap kedua, LER2, n2 tahun
n1 + n2 = umur rencana
168
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
b. Jika umur ITP1 ditentukan berdasarkan nilai LER2, maka LER2 harus
2
Ini berarti
ITP1 yaitu ITP pada tahap pertama dan kedua, pada
2
169
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode SNI 1732-1989-F
Mul
Kekuatan tanah dasar
Input
Daya Dukung Tanah Dasar parameter
(DDT)
170
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
171
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Pt-01-2002-B
BAB 6
Perencanaan Tebal Perkerasan
Metode Pt T-01-2002-B
172
Asumsi
- Umur rencana Structural
- Faktor distribusi arah (DA) Number
- Faktor distribusi Lajur (DL)
- Pertumbuhan Lalu lintas (i)
Repetisi beban Angka ESAL
- LHR pada tahun dibuka Tidak
lalu lintas - Beban & Konfigurasi Sumbu Ekivalen
Indeks permukaan -
Indeks Permukaan Akhir IP0
Perencanaan Tebal Perkerasan
(IP) -
Indeks Permukaan Akhir IPt
Ya Tebal
Reliabilitas -
Standar Normal Deviate (ZR) Perhitungan SN hasil hitung = perkerasa
SN asumsi D1, D2,
(R) Standar Deviation (S0) Nilai SN n
1
-
D3
minimu
Koefisien
drainase
Gambar 6.1 Bagan Alir Metode Pt T-01-2002-B
Koefisien kekuatan
relatif lapisan (a)
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Pt-01-2002-B
Fungsi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
- 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber: Pt T-01-2002-B
173
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
174
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Pt-01-2002-B
175
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
12. Tentukan koefisien drainase lapis pondasi dan lapis pondasi bawah
dengan menggunakan Tabel 4.13. dan Tabel 4.14.
13. Tentukan tebal minimum masing-masing lapisan perkerasan dengan
menggunakan Rumus 4.17 sampai dengan Rumus 4.22 dan Tabel
4.15.
14. Tentukan tebal setiap lapis dengan menggunakan Rumus 4.14.
Koefisien kekuatan relatif menggunakan Gambar 4.8 sampai dengan
Gambar 4.10 atau Rumus 4.15 dan Rumus 4.16. Tebal yang
diperoleh memiliki satuan inci, sehingga perlu diubah kesatuan cm
dan memperhatikan tebal minimum yang mungkin dapat
dilaksanakan untuk setiap jenis lapis perkerasan yang dipilih.
15. Analisis biaya yang dibutuhkan untuk konstruksi struktur perkerasan
dengan membandingkan berbagai kombinasi lapis perkerasan yang
dipilih sehingga akhirnya diperoleh desain akhir.
dengan:
Rbertahap = reliabilitas masing-masing tahapan
Rseluruh = reliabilitas keseluruhan tahapan
n = jumlah tahapan selama umur rencana
176
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Pt-01-2002-B
177
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Angka
SN dalam inci SN dalam inci
Struktural
178
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
BAB 7
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
179
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
180
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
181
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Survei dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara destruktif atau
secara non destruktif.
Retak
182
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
Distorsi
183
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
beban lalulintas. Alur dapat menjadi tempat genangan air yang meng-
akibatkan timbulnya kerusakan yang lain.
2. keriting (corrugation), alur yang terjadi dalam arah melintang jalan,
akibat rendahnya stabilitas struktur perkerasan jalan.
3. sungkur (solving), deformasi plastis yang terjadi setempat, biasanya di
tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, atau tikungan
tajam.
4. amblas (grade depressions), terjadi setempat pada ruas jalan. Amblas
dapat dideteksi dengan adanya genangan air setempat. Adanya
amblas mempercepat terjadinya lubang pada perkerasan jalan.
5. jembul (upheaval), terjadi setempat pada ruas jalan, yang disebabkan
adanya pengembangan tanah dasar akibat adanya tanah ekspansif.
Semua distorsi harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum diberi lapis
tambah.
Cacat Permukaan
184
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
Pengausan
Kegemukan
185
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
186
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
187
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
188
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
Alat Falling Weight Deflectometer (FWD) terdiri dari rangkaian alat yang
ditarik oleh kendaraan penarik seperti pada Gambar 7.10.
Processor Komputer
Trailer FWD
Kendaraan Penarik
Unit Hidrolik
Rem tangan
Kotak penghubung
Sumber: Pd.T-05-2005-B
Gambar 7.10 Falling Weight Deflectometer
189
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Benkelman Beam
190
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
Sumber: Pd.T-05-2005-
B
Gambar 7.12 Alat Benkelman Beam
Sumber: Pd.T-05-2005-B
Beban
4,08 Ton
Gambar 7.13 Posisi Benkelman Beam
191
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
192
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
1 2
1 2 3
d
½d 1 2 3
d
6m
Sumber: No.01/MN/B/1983.
Gambar 7.15 Hubungan lendutan dengan pembacaan dial alat benkelman beam
193
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
dengan:
d = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik
pengukuran
Ft = faktor penyesuaian lendutan balik terhadap temperatur standar
35oC, sesuai Rumus 7.2. untuk tebal lapis beraspal (HL) < 10
cm dan Rumus 7.3 untuk tebal lapis beraspal ≥ dengan 10 cm.
Tabel 7.1 dan Gambar 7.16 menunjukkan nilai Ft untuk
berbagai nilai TL.
1,80
1,70
1,60
1,50 Kurva B (HL 10 cm)
)t
1,40
F 1,30
( 1,20
Faktor Koreksi Lendutan
1,10
a 1,00
n 0,90 Kurva B (HL < 10 cm)
0,80
n 0,70
d 0,60
u 0,50
t 0,40
L
e
2025303540455055606570
Temperatur Perkerasan, TL (oC)
o
Temperatur Perkerasan, TL ( C)
Sumber: Pd.T-05-2005-B
194
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
195
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
-0,4025
Ft = 4,184 x T , untuk H < 10 cm...........................(7.2)
L
-0,7573
Ft = 14,785 x T , untuk H ≥ 10 cm.........................(7.3)
L
Lendutan balik yang telah dikoreksi akibat temperatur, muka air tanah,
dan beban uji digambarkan seperti contoh pada Gambar 7.17. Gambar ini
mempermudah melihat secara visual tingkat keseragaman lendutan untuk
penentuan batas segmen pada tahap perencanaan tebal lapis tambah.
196
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
Tabel 7.2 Temperatur Tengah (Tt) dan Bawah (Tb) Lapis Beraspal
T u + Tp Temperatur lapis beraspal (oC) pada kedalaman
(oC) 2,5 cm 5,0 cm 10 cm 15 cm 20 cm 30 cm
45 26,8 25,6 22,8 21,9 20,8 20,1
46 27,4 26,2 23,3 22,4 21,3 20,6
47 28,0 26,7 23,8 22,9 21,7 21,0
48 28,6 27,3 24,3 23,4 22,2 21,5
49 29,2 27,8 24,7 23,8 22,7 21,9
50 29,8 28,4 25,2 24,3 23,1 22,4
51 30,4 28,9 25,7 24,8 23,6 22,8
52 30,9 29,5 26,2 25,3 24,0 23,3
53 31,5 30 26,7 25,7 24,5 23,7
54 32,1 30,6 27,1 26,2 25,0 24,2
55 32,7 31,2 27,6 26,7 25,4 24,6
56 33,3 31,7 28,1 27,2 25,9 25,1
57 33,9 32,3 28,6 27,6 26,3 25,5
58 34,5 32,8 29,1 28,1 26,8 26,0
59 35,1 33,4 29,6 28,6 27,2 26,4
60 35,7 33,9 30,0 29,1 27,7 26,9
61 36,3 34,5 30,5 29,5 28,2 27,3
62 36,9 35,1 31,0 30,0 28,6 27,8
63 37,5 35,6 31,5 30,5 29,1 28,2
64 38,1 36,2 32,0 31,0 29,5 28,7
65 38,7 36,7 32,5 31,4 30,0 29,1
66 39,3 37,3 32,9 31,9 30,5 29,6
67 39,9 37,8 33,4 32,4 30,9 30,0
68 40,5 38,4 33,9 32,9 31,4 30,5
69 41,1 39,0 34,4 33,3 31,8 30,9
70 41,7 39,5 34,9 33,8 32,3 31,4
71 42,2 40,1 35,4 34,3 32,8 31,8
72 42,8 40,6 35,8 34,8 33,2 32,3
73 43,4 41,2 36,3 35,2 33,7 32,8
74 44,0 41,7 36,8 35,7 34,1 33,2
75 44,6 42,3 37,3 36,2 34,6 33,7
76 45,2 42,9 37,8 36,7 35,0 34,1
77 45,8 43,4 38,3 37,1 35,5 34,6
78 46,4 44,0 38,7 37,6 36,0 35,0
79 47,0 44,5 39,2 38,1 36,4 35,5
80 47,6 45,1 39,7 38,6 36,9 35,9
81 48,2 45,6 40,2 39,0 37,3 36,4
82 48,8 46,2 40,7 39,5 37,8 36,8
83 49,4 46,8 41,2 40,0 38,3 37,3
84 50,0 47,3 41,6 40,5 38,7 37,7
85 50,6 47,9 42,1 40,9 39,2 38,2
Sumber: Pd.T-05-2005-B
197
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
1,000
0,900
0,800
0,700
0,600
)
m 0,500
0,400
( 0,300
Lendutan FWD
m 0,200
D 0,100
0,000
F
W
a
82,0
82,1
82,2
82,3
82,4
82,5
82,6
82,7
82,8
82,9
83,0
83,1
83,9
00
00
00
00
00
00
00
00
00
00
00
00
00
Km
K
Lendutan Rata-rata
Sumber: Pd.T-05-2005-B
Segmen adalah bagian dari ruas jalan yang memiliki tingkat keseragaman
nilai lendutan balik. Tingkat keseragaman dikategorikan atas sangat baik,
baik, dan cukup baik yang ditentukan dengan menggunakan Faktor
Keseragaman (FK) seperti pada Rumus 7.6.
s
FK = x 100%.................................................(7.6)
dR
dengan:
FK = faktor keseragaman
dR = lendutan balik rata-rata pada satu segmen jalan
198
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
d s
1
dR = ........................................................ (7.7)
ns
ns ns
ns ( d2 ) ( d)2
S =......................................................................(7.8)
11
ns (ns 1)
d = lendutan balik
ns = jumlah data lendutan balik dalam satu segmen.
FK ijin adalah FK yang diijinkan untuk satu segmen jalan, atau nilai FK
yang dapat diterima untuk menunjukkan keseragaman satu segmen
jalan.
Ada 3 kategori tingkat keseragaman yaitu:
1. 0 – 10%, keseragaman sangat baik
2. 11 – 20%, keseragaman baik
3. 21 – 30%, keseragaman cukup baik.
Dwakil = dR + K.s..........................................................(7.9)
dengan:
Dwakil = lendutan balik untuk mewakili satu segmen jalan
199
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
1. Tentukan ITP dengan mengikuti prosedur seperti pada Bab 5.8 sesuai
umur rencana. ITP ini adalah ITP yang dibutuhkan sesuai kondisi
daya dukung tanah dasar.
2. Tentukan ITPsisa dari perkerasan jalan yang akan diberi lapis tambah
dengan menggunakan Rumus 7.10.
200
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
dengan:
K1 = kondisi lapis permukaan berdasarkan nilai pada Tabel 7.3.
K2 = kondisi lapis pondasi berdasarkan nilai pada Tabel 7.3.
K3 = kondisi lapis pondasi bawah berdasarkan nilai pada
Tabel 7.3.
a1,a2,a3 = koefisien relatif untuk lapis permukaan, pondasi, dan
pondasi bawah (baca juga Bab 5.5)
D1,D2,D3 = tebal lapis permukaan, pondasi, dan pondasi bawah
ΔITP
D tambah ................................................(7.12)
= a1
201
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
202
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
dengan:
203
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
*)
Tabel 7.4 Koefisien Kekuatan Relatif (a) Jalan Lama
Koefisien
Bahan Kondisi Permukaan Kekuatan
Relatif (a)
Terdapat sedikit atau sama sekali tidak
terdapat retak kulit buaya dan/atau
hanya terdapat retak melintang dengan 0,35 – 0,40
tingkat keparahan rendah.
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat
keparahan rendah dan/atau 0,25 – 0,35
< 5% retak melintang dengan tingkat
keparahan sedang dan tinggi
> 10% retak kulit buaya dengan tingkat
keparahan rendah dan/atau
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat 0,20 – 0,30
Lapis keparahan sedang dan/atau 5-10%
permukaan retak melintang dengan tingkat
beton aspal keparahan sedang dan tinggi
> 10% retak kulit buaya dengan tingkat
keparahan sedang dan/atau 0,14 – 0,20
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat
keparahan tinggi dan/atau > 10% retak
melintang dengan tingkat keparahan
sedang dan tinggi
204
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
Koefisien
Bahan Kondisi Permukaan Kekuatan
Relatif (a)
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat
keparahan rendah dan/atau
< 5% retak melintang dengan tingkat 0,15 – 0,25
keparahan sedang dan tinggi.
> 10% retak kulit buaya dengan tingkat
keparahan rendah dan/atau
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat 0,15 – 0,20
keparahan sedang dan/atau 5-10%
retak melintang dengan
Lapis
tingkat keparahan sedang dan
pondasi
tinggi.
yang > 10% retak kulit buaya dengan tingkat
distabilisasi keparahan sedang dan/atau
< 10% retak kulit buaya dengan tingkat 0,10 – 0,20
keparahan tinggi dan/atau > 10% retak
melintang dengan tingkat keparahan
sedang dan tinggi.
> 10% retak kulit buaya dengan tingkat
keparahan tinggi dan/atau 0,08 – 0,15
> 10% retak melintang dengan tingkat
keparahan tinggi.
Lapis Tidak ditemukan adanya pumping, de-
pondasi gradasi, atau kontaminasi oleh butir 0,10 – 0,14
atau lapis halus.
pondasi
bawah Terdapat pumping, degradasi, atau 0,00 – 0,10
granular kontaminasi oleh butir halus.
Keterangan:
*)
Penilaian dilakukan untuk tiap segmen jalan 100m. Kerusakan yang
terjadi diperbaiki atau dikoreksi, maka nilai kondisi perkerasan jalan
harus disesuaikan. Nilai ini dipergunakan untuk mengkoreksi koefisien
kekuatan relatif perkerasan jalan lama
Sumber: Pt T-01-2002-B
205
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
SNol = SN - SNeff.........................................................(7.14)
dengan:
Dol = tebal lapis tambah dalam inci
aol = koefisien relatif lapis tambah
SNol = SN tebal lapis tambah dalam inci
Rumus 7.16 ini sama dengan Rumus 4.8, yaitu menghitung repetisi
beban sumbu standar pada lajur rencana selama umur rencana.
206
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
207
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
208
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
2,0
1,5
1,0
0,5
1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50
Sumber: No.01/MN/B/1983
Gambar 7.20 Hubungan lendutan balik sebelum dan estela diberi lapis tambah
209
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Rumus 7.19 ini sama dengan Rumus 4.8, yaitu menghitung repetisi
beban sumbu standar pada lajur rencana selama umur rencana.
210
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
dengan:
T = tebal lapis tambah untuk membentuk kembali permukaan
yang telah rusak, cm
Pd = lebar perkerasan dalam meter
RCI = Road Condition Index seperti pada Tabel 7.5 atau hasil
pengukuran dengan alat roughometer
Cam = perubahan kemiringan melintang yang dibutuhkan untuk
menghasilkan kemiringan melintang yang direncanakan
Tmin = tebal minimum lapisan penutup minimal 2 cm, tetapi jika RCI
≥ 5, maka Tmin = 0
dengan:
t = tebal lapis tambah untuk meningkatkan struktur perkerasan
jalan
Dwakil = lendutan balik yang mewakili lendutan balik
sepanjang satu segmen
ESA = repetisi beban lalulintas selama umur rencana
211
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
beban
Esumbu tandem
sumbu tunggal, kg roda ganda...................................................= (
)4 (7.24)
13.760
beban
Esumbu tripel roda ganda.......................................................= (
sumbu ganda, kg
)4 (7.25)
18.450
Angka ekivalen untuk berbagai jenis dan beban sumbu dapat dilihat
pada Lampiran 2.
in
212
CESA = LHRi x 365 x Ei x Ci x N..................................(7.26)
i1
213
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
dengan:
Rumus 7.24 ini memiliki pengertian yang sama dengan Rumus 4.8;
Rumus 4.9; dan Rumus 7.16, hanya saja beberapa parameter meng-
gunakan simbul yang berbeda.
dengan:
4. Hitung tebal lapis tambah (H0) dengan menggunakan Rumus 7.28 atau
Gambar 7.22.
214
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
dengan:
Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi dengan temperatur
rata-rata tahunan di lokasi jalan, dalam satuan cm.
Dsblov = lendutan balik sebelum lapis tambah, = Dwakil pada Bab 7.2,
dalam satuan mm..
Dstlov = lendutan balik setelah lapis tambah, = lendutan balik
rencana = lendutan balik izin, dalam satuan mm.
Sumber: Pd T-05-2005-B
..............................
Fo = 0,5032 x Exp(0,0194 x TPRT)
(7.29)
dengan:
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah
TPRT = Temperatur Perkerasan Rata-rata Tahunan untuk
daerah atau kota tertentu
215
Perencanaan Tebal Lapis Tambah
Sumber: Pd T-05-2005-B
Gambar 7.22 Hubungan antara lendutan balik sebelum dan setelah lapis tambah
Sumber: Pd T-05-2005-B
216
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Ht = Ho x Fo..............................................................(7.30)
7. Koreksi tebal lapis tambah jika jenis lapis tambah yang digunakan
tidak lapis beton aspal dengan modulus resilient (M R) = 2000 Mpa dan
stabilitas Marshall minimum 800 kg dengan menggunakan Rumus
7.31, Tabel 7.6, atau Gambar 7.24.
..............................................
FKTBL = 12,51 x MR-0,333 (7.31)
Sumber: Pd T-05-2005-B
Gambar 7.24 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian jenis lapisan
217
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
6. Bian, Yi, Subgrade under the Pavement, Term Project for ECI281A.
9. Croney, D & Croney P., 1991, The Design And Performance Of Road
Pavements, Second Edition, McGraw-Hill International Edition.
10. Departemen Pekerjaan Umum, Cara Uji CBR Dengan Dynamic Cone
Penetrometer (DCP).
218
Perkerasan Lentur Jalan Raya
19. Japan Road Association, 1980, “Manual for Design and Construction
of Asphalt Pavement”.
219
Daftar Pustaka
24. Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
lintas Jalan.
32. Sukirman S., 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung.
33. Sukirman S., 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta.
35. TRRL, Road Note No.40, A Guide to The Measurement Of Axle Loads
In Developing Countries Using A Portable Weighbridge.
220
Perkerasan Lentur Jalan Raya
40. Wright, PH and Dixon K, 2004, Highway Engineering, John Wiley &
Sons Pte,Ltd, Singapore
43. http://www.pages.drexel.edu/hsuanyg/classnote%.
44. http://www.pages.drexel.edu/hsuanyg/classnote2
45. http://www.mapc.org/transportation/Highway_Design_Guidelines
46. http://www.vhb.com/mhdGuide
47. http://cobweb.ecn.purdue.edu/~spave
48. http://pas.ce.wsu.edu/CE473
49. http://www.u.arizona.edu/~mhickman/CE363
50. http://www.cecs.pdx.edu
51. http://www.engr.psu.edu/ce/Academics
52. http://www2.et.byu.edu/~msaito/CE361MS
221
Lampiran 1, Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93
LAMPIRAN 1
Angka ekivalen Berdasarkan AASHTO’93
Dilengkapi dengan nilai angka ekivalen berdasarkan
SNI 1732-1989-F dan Pd.T-05-2005-B
Tabel L 1.1 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 2,0
Beban SNI Pd.T-05-
Angka Struktural (SN)1)
Sumbu 1732- 2005-B3)
1989- Roda
kips ton 1 2 3 4 5 6 ganda
F2)
2 0,9 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001
4 1,8 0,002 0,003 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002
6 2,7 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
8 3,6 0,03 0,04 0,04 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04
10 4,5 0,08 0,08 0,09 0,08 0,08 0,08 0,09 0,09
12 5,4 0,16 0,18 0,19 0,18 0,17 0,17 0,19 0,19
14 6,4 0,32 0,34 0,35 0,35 0,34 0,33 0,38 0,38
16 7,3 0,59 0,60 0,61 0,61 0,60 0,60 0,64 0,64
18 8,2 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
20 9,1 1,61 1,59 1,56 1,55 1,57 1,60 1,55 1,55
22 10,0 2,49 2,44 2,35 2,31 2,35 2,41 2,26 2,26
24 10,9 3,71 3,62 3,43 3,33 3,40 3,51 3,18 3,18
26 11,8 5,36 5,21 4,88 4,68 4,77 4,96 4,37 4,37
28 12,7 7,54 7,31 6,78 6,42 6,52 6,83 5,87 5,87
30 13,6 10,4 10,0 9,2 8,7 8,7 9,2 7,72 7,72
32 14,5 14,0 13,5 12,4 11,5 11,5 12,1 9,97 9,97
34 15,4 18,6 17,9 16,3 15,0 14,9 15,6 12,69 12,69
36 16,3 24,2 23,3 21,2 19,3 19,0 19,9 15,92 15,92
38 17,2 31,1 30,0 27,1 24,6 24,0 25,1 19,74 19,74
40 18,1 39,6 38,0 34,3 30,9 30,0 31,3 24,21 24,21
42 19,0 49,7 47,7 43,0 38,6 37,2 38,5 29,39 29,39
44 19,9 61,8 59,3 53,4 47,6 45,7 47,1 35,37 35,37
46 20,8 76,1 73,0 65,6 58,3 55,7 57,0 42,22 42,22
48 21,7 92,9 89,1 80,0 70,9 67,3 68,6 50,01 50,01
50 22,6 113,0 108,0 97,0 86,0 81,0 82,0 58,84 58,84
1)
Sumber: AASHTO’93
2)
menggunakan Rumus 5.1
3)
menggunakan Rumus 7.23
222
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Tabel L 1.2 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 2,0
Beban SNI
Angka Struktural (SN)1)
sumbu 1732- Pd.T-05-
1989- 2005-B3)
kips ton 1 2 3 4 5 6
F2)
2 0,9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,00001 0,00002
4 1,8 0,0003 0,0003 0,0003 0,0002 0,0002 0,0002 0,0002 0,0003
6 2,7 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001
8 3,6 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,002 0,003 0,005
10 4,5 0,007 0,008 0,008 0,007 0,006 0,006 0,008 0,011
12 5,4 0,013 0,016 0,016 0,014 0,013 0,012 0,016 0,024
14 6,4 0,024 0,029 0,029 0,026 0,024 0,023 0,033 0,047
16 7,3 0,041 0,048 0,050 0,046 0,042 0,040 0,055 0,079
18 8,2 0,066 0,077 0,081 0,075 0,069 0,066 0,088 0,126
20 9,1 0,103 0,117 0,124 0,117 0,109 0,105 0,133 0,191
22 10,0 0,156 0,171 0,183 0,174 0,164 0,158 0,194 0,279
24 10,9 0,227 0,244 0,260 0,252 0,239 0,231 0,274 0,394
26 11,8 0,322 0,340 0,360 0,353 0,338 0,329 0,376 0,541
28 12,7 0,447 0,465 0,487 0,481 0,466 0,455 0,505 0,726
30 13,6 0,607 0,623 0,646 0,643 0,627 0,617 0,664 0,954
32 14,5 0,810 0,823 0,843 0,842 0,829 0,819 0,857 1,233
34 15,4 1,06 1,07 1,08 1,08 1,08 1,07 1,09 1,57
36 16,3 1,38 1,38 1,38 1,38 1,38 1,38 1,37 1,97
38 17,2 1,76 1,75 1,73 1,72 1,73 1,74 1,70 2,44
40 18,1 2,22 2,19 2,15 2,13 2,16 2,18 2,08 2,99
42 19,1 2,77 2,73 2,64 2,62 2,66 2,70 2,53 3,64
44 20 3,42 3,36 3,23 3,18 3,24 3,31 3,04 4,37
46 21 4,20 4,11 3,92 3,83 3,91 4,02 3,63 5,22
48 22 5,10 4,98 4,72 4,58 4,68 4,83 4,30 6,19
50 23 6,15 5,99 5,64 5,44 5,56 5,77 5,06 7,28
52 24 7,37 7,16 6,71 6,43 6,56 6,83 6,44 9,25
54 24 8,77 8,51 7,93 7,55 7,69 8,03 6,44 9,25
56 25 10,4 10,1 9,3 8,8 9,0 9,4 7,58 10,90
58 26 12,2 11,8 10,9 10,3 10,4 10,9 8,86 12,75
60 27 14,3 13,8 12,7 11,9 12,0 12,6 10,31 14,82
62 28 16,6 16,0 14,7 13,7 13,8 14,5 11,92 17,15
64 29 19,3 18,6 17,0 15,8 15,8 16,6 13,72 19,73
66 30 22,2 21,4 19,6 18,0 18,0 18,9 15,71 22,59
1)
Sumber: AASHTO’93
2)
menggunakan Rumus 5.2
3)
menggunakan Rumus 7.24
223
Lampiran 1, Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93
Tabel L 1.3 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 2,0
Beban
Angka Struktural (SN)1) Pd.T-05-
sumbu
2005-B2)
kips ton 1 2 3 4 5 6
2 0,9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,00001
4 1,8 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,00009
6 2,7 0,0004 0,0004 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,00
8 3,6 0,0009 0,0010 0,0009 0,0008 0,0007 0,0007 0,00
10 4,5 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,001 0,00
12 5,4 0,004 0,004 0,004 0,003 0,003 0,003 0,01
14 6,4 0,006 0,007 0,007 0,006 0,006 0,005 0,01
16 7,3 0,010 0,012 0,012 0,010 0,009 0,009 0,02
18 8,2 0,016 0,019 0,019 0,017 0,015 0,015 0,04
20 9,1 0,024 0,029 0,029 0,026 0,024 0,023 0,06
22 10,0 0,034 0,042 0,042 0,038 0,035 0,034 0,09
24 10,9 0,049 0,058 0,060 0,055 0,051 0,048 0,12
26 11,8 0,068 0,080 0,083 0,077 0,071 0,068 0,17
28 12,7 0,093 0,107 0,113 0,105 0,098 0,094 0,22
30 13,6 0,125 0,140 0,149 0,140 0,131 0,126 0,30
32 14,5 0,164 0,182 0,194 0,184 0,173 0,167 0,38
34 15,4 0,213 0,233 0,248 0,238 0,225 0,217 0,49
36 16,3 0,273 0,294 0,313 0,303 0,288 0,279 0,61
38 17,2 0,346 0,368 0,390 0,381 0,364 0,353 0,76
40 18,1 0,434 0,456 0,481 0,473 0,454 0,443 0,93
42 19,1 0,538 0,560 0,587 0,580 0,561 0,548 1,12
44 20 0,662 0,682 0,710 0,705 0,686 0,673 1,35
46 21 0,807 0,825 0,852 0,849 0,831 0,818 1,62
48 22 0,976 0,992 1,015 1,014 0,999 0,987 1,91
50 23 1,17 1,18 1,20 1,20 1,19 1,18 2,25
52 24 1,40 1,40 1,42 1,42 1,41 1,40 2,86
54 24 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 2,86
56 25 1,95 1,95 1,93 1,93 1,94 1,94 3,37
58 26 2,29 2,27 2,24 2,23 2,25 2,27 3,94
60 27 2,67 2,64 2,59 2,57 2,60 2,63 4,59
62 28 3,10 3,06 2,98 2,95 2,99 3,04 5,30
64 29 3,59 3,53 3,41 3,37 3,42 3,49 6,10
66 30 4,13 4,05 3,89 3,83 3,90 3,99 6,99
1)
Sumber: AASHTO’93
2)
menggunakan Rumus 7.25
224
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Tabel L 1.4 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 2,5
Beban SNI Pd.T-05-
Angka Struktural (SN)1)
sumbu 1732- 2005-B3)
1989- Roda
kips Ton 1 2 3 4 5 6 ganda
F2)
2 0,9 0,0004 0,0004 0,0003 0,0002 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001
4 1,8 0,003 0,004 0,004 0,003 0,003 0,002 0,002 0,002
6 2,7 0,01 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
8 3,6 0,03 0,05 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,04
10 4,5 0,08 0,10 0,1 0,10 0,09 0,08 0,09 0,09
12 5,4 0,17 0,20 0,18 0,21 0,19 0,18 0,19 0,19
14 6,4 0,33 0,36 0,35 0,39 0,36 0,34 0,38 0,38
16 7,3 0,59 0,61 0,61 0,65 0,62 0,61 0,64 0,64
18 8,2 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
20 9,1 1,61 1,57 1,55 1,47 1,51 1,55 1,55 1,55
22 10,0 2,48 2,38 2,28 2,09 2,18 2,30 2,26 2,26
24 10,9 3,69 3,49 3,23 2,89 3,03 3,27 3,18 3,18
26 11,8 5,33 4,99 4,42 3,91 4,09 4,48 4,37 4,37
28 12,7 7,49 6,98 5,92 5,21 5,39 5,98 5,87 5,87
30 13,6 10,3 9,5 7,9 6,8 6,97 7,8 7,72 7,72
32 14,5 13,9 12,8 10,5 8,8 8,9 10,0 9,97 9,97
34 15,4 18,4 16,9 13,7 11,3 11,2 12,5 12,69 12,69
36 16,3 24,0 22,0 17,7 14,4 13,9 15,5 15,92 15,92
38 17,2 30,9 28,3 22,6 18,1 17,2 19,0 19,74 19,74
40 18,1 39,3 35,9 28,5 22,5 21,1 23,0 24,21 24,21
42 19,0 49,3 45,0 35,6 27,8 25,6 27,7 29,39 29,39
44 19,9 61,3 55,9 44,0 34,0 31,0 33,1 35,37 35,37
46 20,8 75,5 68,8 54,0 41,4 37,2 39,3 42,22 42,22
48 21,7 92,2 83,9 65,7 50,1 44,5 46,5 50,01 50,01
50 22,6 112,0 102,0 79,0 60,0 53,0 55,0 58,84 58,84
1)
Sumber: AASHTO’93
2)
menggunakan Rumus 5.1
3)
menggunakan Rumus 7.23
225
Lampiran 1, Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93
Tabel L 1.5 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 2,5
Beban SNI
Angka Struktural (SN)1)
sumbu 1732- Pd.T-05-
1989- 2005-B3)
kips ton 1 2 3 4 5 6
F2)
2 0,9 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,00001 0,00002
4 1,8 0,0005 0,0005 0,0004 0,0003 0,0003 0,0002 0,0002 0,0003
6 2,7 0,002 0,002 0,002 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001
8 3,6 0,004 0,006 0,005 0,004 0,003 0,003 0,003 0,005
10 4,5 0,008 0,013 0,011 0,009 0,007 0,006 0,008 0,011
12 5,4 0,015 0,024 0,023 0,018 0,014 0,013 0,016 0,024
14 6,4 0,026 0,041 0,042 0,033 0,027 0,024 0,033 0,047
16 7,3 0,044 0,065 0,070 0,057 0,047 0,043 0,055 0,079
18 8,2 0,070 0,097 0,109 0,092 0,077 0,070 0,088 0,126
20 9,1 0,107 0,141 0,162 0,141 0,121 0,110 0,133 0,191
22 10,0 0,160 0,198 0,229 0,207 0,180 0,166 0,194 0,279
24 10,9 0,231 0,273 0,315 0,292 0,260 0,242 0,274 0,394
26 11,8 0,327 0,370 0,420 0,401 0,364 0,342 0,376 0,541
28 12,7 0,451 0,493 0,548 0,534 0,495 0,470 0,505 0,726
30 13,6 0,611 0,648 0,703 0,695 0,658 0,633 0,664 0,954
32 14,5 0,813 0,843 0,889 0,887 0,857 0,834 0,857 1,233
34 15,4 1,06 1,08 1,11 1,11 1,09 1,08 1,09 1,57
36 16,3 1,38 1,38 1,38 1,38 1,38 1,38 1,37 1,97
38 17,2 1,76 1,73 1,69 1,68 1,70 1,73 1,70 2,44
40 18,1 2,21 2,16 2,06 2,03 2,08 2,14 2,08 2,99
42 19,1 2,76 2,67 2,49 2,43 2,51 2,61 2,53 3,64
44 20 3,41 3,27 2,99 2,88 3,00 3,16 3,04 4,37
46 21 4,18 3,98 3,58 3,40 3,55 3,79 3,63 5,22
48 22 5,08 4,80 4,25 3,98 4,17 4,49 4,30 6,19
50 23 6,12 5,76 5,03 4,64 4,86 5,28 5,06 7,28
52 24 7,33 6,87 5,93 5,38 5,63 6,17 6,44 9,25
54 24 8,72 8,14 6,95 6,22 6,47 7,15 6,44 9,25
56 25 10,3 9,6 8,1 7,2 7,4 8,2 7,58 10,90
58 26 12,1 11,3 9,4 8,2 8,4 9,4 8,86 12,75
60 27 14,2 13,1 10,9 9,4 9,6 10,7 10,31 14,82
62 28 16,5 15,3 12,6 10,7 10,8 12,1 11,92 17,15
64 29 19,1 17,6 14,5 12,2 12,2 13,7 13,72 19,73
66 30 22,1 20,3 16,6 13,8 13,7 15,4 15,71 22,59
1)
Sumber: AASHTO’93
2)
menggunakan Rumus 5.2
3)
menggunakan Rumus 7.24
226
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Tabel L1.6 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 2,5
Beban
Angka Struktural (SN)1) Pd.T-05-
sumbu
2005-B2)
kips ton 1 2 3 4 5 6
2 0,9 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,00001
4 1,8 0,0002 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001 0,0001 0,00009
6 2,7 0,0006 0,0007 0,0005 0,0004 0,0003 0,0003 0,00
8 3,6 0,001 0,002 0,001 0,001 0,001 0,001 0,00
10 4,5 0,003 0,004 0,003 0,002 0,002 0,002 0,00
12 5,4 0,005 0,007 0,006 0,004 0,003 0,003 0,01
14 6,4 0,008 0,012 0,010 0,008 0,006 0,006 0,01
16 7,3 0,012 0,019 0,018 0,013 0,011 0,010 0,02
18 8,2 0,018 0,029 0,028 0,021 0,017 0,016 0,04
20 9,1 0,027 0,042 0,042 0,032 0,027 0,024 0,06
22 10,0 0,038 0,058 0,060 0,048 0,040 0,036 0,09
24 10,9 0,053 0,078 0,084 0,068 0,057 0,051 0,12
26 11,8 0,072 0,103 0,114 0,095 0,080 0,072 0,17
28 12,7 0,098 0,133 0,151 0,128 0,109 0,099 0,22
30 13,6 0,129 0,169 0,195 0,170 0,145 0,133 0,30
32 14,5 0,169 0,213 0,247 0,220 0,191 0,175 0,38
34 15,4 0,219 0,266 0,308 0,281 0,246 0,228 0,49
36 16,3 0,279 0,329 0,379 0,352 0,313 0,292 0,61
38 17,2 0,352 0,403 0,461 0,436 0,393 0,368 0,76
40 18,1 0,439 0,491 0,554 0,533 0,487 0,459 0,93
42 19,1 0,543 0,594 0,661 0,644 0,597 0,567 1,12
44 20 0,666 0,714 0,781 0,769 0,723 0,692 1,35
46 21 0,811 0,854 0,918 0,911 0,868 0,838 1,62
48 22 0,979 1,015 1,072 1,069 1,033 1,005 1,91
50 23 1,17 1,20 1,24 1,25 1,22 1,20 2,25
52 24 1,40 1,41 1,44 1,44 1,43 1,41 2,86
54 24 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 2,86
56 25 1,95 1,93 1,90 1,90 1,91 1,93 3,37
58 26 2,29 2,25 2,17 2,16 2,20 2,24 3,94
60 27 2,67 2,60 2,48 2,44 2,51 2,58 4,59
62 28 3,09 3,00 2,82 2,76 2,85 2,95 5,30
64 29 3,57 3,44 3,19 3,10 3,22 3,36 6,10
66 30 4,11 3,94 3,61 3,47 3,62 3,81 6,99
1)
Sumber: AASHTO’93
2)
menggunakan Rumus 7.25
227
Lampiran 1, Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93
Tabel L1.7 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 3,0
Beban SNI Pd.T-05-
Angka Struktural (SN)1)
sumbu 1732- 2005-B3)
1989- Roda
kips ton 1 2 3 4 5 6 ganda
F2)
2 0,9 0,0008 0,0009 0,0006 0,0003 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001
4 1,8 0,004 0,008 0,006 0,004 0,002 0,002 0,002 0,002
6 2,7 0,014 0,030 0,028 0,018 0,012 0,010 0,01 0,01
8 3,6 0,035 0,070 0,080 0,055 0,040 0,034 0,04 0,04
10 4,5 0,082 0,132 0,168 0,132 0,101 0,086 0,09 0,09
12 5,4 0,173 0,231 0,296 0,260 0,212 0,187 0,19 0,19
14 6,4 0,332 0,388 0,468 0,447 0,391 0,358 0,38 0,38
16 7,3 0,594 0,633 0,695 0,693 0,651 0,622 0,64 0,64
18 8,2 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
20 9,1 1,60 1,53 1,41 1,38 1,44 1,51 1,55 1,55
22 10,0 2,47 2,29 1,96 1,83 1,97 2,16 2,26 2,26
24 10,9 3,67 3,33 2,69 2,39 2,60 2,96 3,18 3,18
26 11,8 5,29 4,72 3,65 3,08 3,33 3,91 4,37 4,37
28 12,7 7,43 6,56 4,88 3,93 4,17 5,00 5,87 5,87
30 13,6 10,2 8,9 6,5 5,0 5,1 6,3 7,72 7,72
32 14,5 13,8 12,0 8,4 6,2 6,3 7,7 9,97 9,97
34 15,4 18,2 15,7 10,9 7,8 7,6 9,3 12,69 12,69
36 16,3 23,8 20,4 14,0 9,7 9,1 11,0 15,92 15,92
38 17,2 30,6 26,2 17,7 11,9 11,0 13,0 19,74 19,74
40 18,1 38,8 33,2 22,2 14,6 13,1 15,3 24,21 24,21
42 19,0 48,8 41,6 27,6 17,8 15,5 17,8 29,39 29,39
44 19,9 60,6 51,6 34,0 21,6 18,4 20,6 35,37 35,37
46 20,8 74,7 63,4 41,5 26,1 21,6 23,8 42,22 42,22
48 21,7 91,2 77,3 50,3 31,3 25,4 27,4 50,01 50,01
50 22,6 110,0 94,0 61,0 37,0 30,0 32,0 58,84 58,84
1)
Sumber: AASHTO’93
2)
menggunakan Rumus 5.1
3)
menggunakan Rumus 7.23
228
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Tabel L1.8 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 3,0
Beban SNI Pd.T-
Angka Struktural (AS)1)
sumbu 1732- 05-
1989- 2005-
kips ton 1 2 3 4 5 6
F2) B3)
2 0,9 0,0002 0,00002 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,00001 0,00002
4 1,8 0,001 0,0003 0,001 0,000 0,000 0,000 0,0002 0,0003
6 2,7 0,003 0,001 0,003 0,002 0,001 0,001 0,001 0,001
8 3,6 0,006 0,005 0,009 0,005 0,003 0,003 0,003 0,005
10 4,5 0,011 0,011 0,020 0,012 0,008 0,007 0,008 0,011
12 5,4 0,019 0,024 0,039 0,024 0,017 0,014 0,016 0,024
14 6,4 0,031 0,047 0,068 0,045 0,032 0,026 0,033 0,047
16 7,3 0,049 0,079 0,109 0,076 0,055 0,046 0,055 0,079
18 8,2 0,075 0,126 0,164 0,121 0,090 0,076 0,088 0,126
20 9,1 0,113 0,191 0,232 0,182 0,139 0,119 0,133 0,191
22 10,0 0,166 0,279 0,313 0,260 0,205 0,178 0,194 0,279
24 10,9 0,238 0,394 0,407 0,368 0,292 0,257 0,274 0,394
26 11,8 0,333 0,541 0,517 0,476 0,402 0,360 0,376 0,541
28 12,7 0,457 0,726 0,643 0,614 0,538 0,492 0,505 0,726
30 13,6 0,616 0,954 0,788 0,773 0,702 0,656 0,664 0,954
32 14,5 0,817 1,233 0,956 0,953 0,896 0,855 0,857 1,233
34 15,4 1,07 1,57 1,15 1,15 1,12 1,09 1,09 1,57
36 16,3 1,38 1,97 1,38 1,38 1,38 1,38 1,37 1,97
38 17,2 1,75 2,44 1,64 1,62 1,66 1,70 1,70 2,44
40 18,1 2,21 2,99 1,94 1,89 1,98 2,08 2,08 2,99
42 19,1 2,75 3,64 2,29 2,19 2,33 2,50 2,53 3,64
44 20 3,39 4,37 2,70 2,52 2,71 2,97 3,04 4,37
46 21 4,15 5,22 3,16 2,89 3,13 3,50 3,63 5,22
48 22 5,04 6,19 3,70 3,29 3,57 4,07 4,30 6,19
50 23 6,08 7,28 4,31 3,74 4,05 4,70 5,06 7,28
52 24 7,27 9,25 5,01 4,24 4,57 5,37 6,44 9,25
54 24 8,65 9,25 5,81 4,79 5,13 6,10 6,44 9,25
56 25 10,2 10,90 6,7 5,4 5,7 6,9 7,58 10,90
58 26 12,0 12,75 7,7 6,1 6,4 7,7 8,86 12,75
60 27 14,1 14,82 8,9 6,8 7,1 8,6 10,31 14,82
62 28 16,3 17,15 10,2 7,7 7,8 9,5 11,92 17,15
64 29 18,9 19,73 11,6 8,6 8,6 10,5 13,72 19,73
66 30 21,8 22,59 13,2 9,6 9,5 11,6 15,71 22,59
1)
Sumber: AASHTO’93
2)
menggunakan Rumus 5.2
3)
menggunakan Rumus 7.24
229
Lampiran 1, Tabel Angka Ekivalen Berdasarkan AASHTO’93
Tabel L1.9 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 3,0
Beban
Angka Struktural (AS)1) Pd.T-05-
sumbu
2005-B2)
kips ton 1 2 3 4 5 6
2 0,9 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,00001
4 1,8 0,0005 0,0004 0,0003 0,0002 0,0001 0,0001 0,00009
6 2,7 0,001 0,001 0,001 0,001 0,000 0,000 0,00
8 3,6 0,003 0,004 0,002 0,001 0,001 0,001 0,00
10 4,5 0,005 0,008 0,005 0,003 0,002 0,002 0,00
12 5,4 0,007 0,014 0,010 0,006 0,004 0,003 0,01
14 6,4 0,011 0,023 0,018 0,011 0,007 0,006 0,01
16 7,3 0,016 0,035 0,030 0,018 0,013 0,010 0,02
18 8,2 0,022 0,050 0,047 0,029 0,020 0,017 0,04
20 9,1 0,031 0,069 0,069 0,044 0,031 0,026 0,06
22 10,0 0,043 0,090 0,097 0,065 0,046 0,039 0,09
24 10,9 0,059 0,116 0,132 0,092 0,066 0,056 0,12
26 11,8 0,079 0,145 0,174 0,126 0,092 0,078 0,17
28 12,7 0,104 0,179 0,223 0,168 0,126 0,107 0,22
30 13,6 0,136 0,218 0,279 0,219 0,167 0,143 0,30
32 14,5 0,176 0,265 0,342 0,279 0,218 0,188 0,38
34 15,4 0,226 0,319 0,413 0,350 0,279 0,243 0,49
36 16,3 0,286 0,382 0,491 0,432 0,352 0,310 0,61
38 17,2 0,359 0,456 0,577 0,524 0,437 0,389 0,76
40 18,1 0,447 0,543 0,671 0,626 0,536 0,483 0,93
42 19,1 0,550 0,643 0,775 0,740 0,649 0,593 1,12
44 20 0,673 0,760 0,889 0,865 0,777 0,720 1,35
46 21 0,817 0,894 1,014 1,001 0,920 0,865 1,62
48 22 0,984 1,048 1,152 1,148 1,080 1,030 1,91
50 23 1,18 1,23 1,30 1,31 1,26 1,22 2,25
52 24 1,40 1,43 1,47 1,48 1,45 1,43 2,86
54 24 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 1,66 2,86
56 25 1,95 1,92 1,86 1,85 1,88 1,91 3,37
58 26 2,28 2,21 2,09 2,06 2,13 2,20 3,94
60 27 2,66 2,54 2,34 2,28 2,39 2,50 4,59
62 28 3,08 2,92 2,61 2,52 2,66 2,84 5,30
64 29 3,56 3,33 2,92 2,77 2,96 3,19 6,10
66 30 4,09 3,79 3,25 3,04 3,27 3,58 6,99
1)
Sumber: AASHTO’93
2)
menggunakan Rumus 7.25
230
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
LAMPIRAN 2
231
Lampiran 2 Angka ekivalen Berdasarkan SNI 1732-1989-F Dan Pd.T-05-2005-B
LAMPIRAN 2
Beban
SNI 1732- Pd.T-05-
Sumbu,
1989-F1) 2005-B2)
ton
9 1,48 7,72
10 2,26 11,76
11 3,30 17,22
12 4,68 24,39
13 6,44 33,59
14 8,66 45,18
15 11,42 59,54
16 14,78 77,07
1)
menggunakan Rumus 5.1
2)
menggunakan Rumus 7.22
Tabel L 2.2 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal Roda Ganda
232
Beban
SNI 1732- Pd.T-05-
Sumbu,
1989-F1) 2005-B2)
ton
1 0,0002 0,0002
2 0,0036 0,0036
3 0,02 0,02
4 0,06 0,06
5 0,14 0,14
6 0,29 0,29
7 0,54 0,54
8 0,92 0,92
9 1,48 1,48
10 2,26 2,26
11 3,30 3,30
12 4,68 4,68
13 6,44 6,44
14 8,66 8,66
15 11,42 11,42
Beban
SNI 1732- Pd.T-05-
Sumbu,
1989-F1) 2005-B2)
ton
16 14,78 14,78
17 18,84 18,84
18 23,68 23,68
19 29,39 29,39
20 36,09 36,09
21 43,86 43,86
22 52,84 52,84
23 63,12 63,12
24 74,83 74,83
25 88,10 88,10
26 103,07 103,07
27 119,87 119,87
28 138,63 138,63
29 159,53 159,53
30 182,69 182,69
1)
menggunakan Rumus 5.1
2)
menggunakan Rumus 7.23
233
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Tabel L 2.3 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Ganda Roda Ganda
Beban Beban
SNI 1732- Pd.T-05- SNI 1732- Pd.T-05-
Sumbu, Sumbu,
1989-F1) 2005-B2) 1989-F1) 2005-B2)
ton ton
1 0,00002 0,00003 16 1,27 1,83
2 0,00031 0,0004 17 1,62 2,33
3 0,00 0,00 18 2,04 2,93
4 0,00 0,01 19 2,53 3,64
5 0,01 0,02 20 3,10 4,46
6 0,03 0,04 21 3,77 5,43
7 0,05 0,07 22 4,54 6,53
8 0,08 0,11 23 5,43 7,81
9 0,13 0,18 24 6,44 9,25
10 0,19 0,28 25 7,58 10,90
11 0,28 0,41 26 8,86 12,75
12 0,40 0,58 27 10,31 14,82
13 0,55 0,80 28 11,92 17,15
14 0,75 1,07 29 13,72 19,73
15 0,98 1,41 30 15,71 22,59
1)
menggunakan Rumus 5.2
2)
menggunakan Rumus 7.24
Tabel L 2.4 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tripel Roda Ganda
Beban Beban
SNI 1732- Pd.T-05- SNI 1732- Pd.T-05-
Sumbu, Sumbu,
1989-F1) 2005-B2) 1989-F1) 2005-B2)
ton ton
1 0,00001 16 0,57
2 0,00014 17 0,72
3 0,00 18 0,91
4 0,00 19 1,12
5 0,01 20 1,38
6 0,01 21 1,68
7 0,02 22 2,02
8 tidak ada 0,04 23 tidak ada 2,42
pedoman pedoman
9 0,06 24 2,86
untuk itu untuk itu
10 0,09 25 3,37
11 0,13 26 3,94
12 0,18 27 4,59
13 0,25 28 5,30
14 0,33 29 6,10
15 0,44 30 6,99
1)
tidak ada
2)
menggunakan Rumus 7.25
234
Lampiran 3 Daftar Rumus
LAMPIRAN 3
Daftar Rumus
halaman
Bab 2 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Jalan
Rumus 2.1 :
D15pondasi ..................................................27
D15tanahdasar 5
Rumus 2.2 :
D15pondasi .................................................27
D85tanah dasar
5
P
Rumus 3.1 : a .....................................................................................37
pπ
235
Rumus 3.8 : Q = LHRTi x DA x DL............................................54
236
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Rumus 3.14 : DN =
D.............................................................................
N 69
σd
Rumus 3.17 : MR =
εr .......................................................... 75
94
94
237
Rumus 3.24 : SN atau FN = 100 (F/L)...........................................95
238
Lampiran 3 Daftar Rumus
Gt
+ log R + 0,372 (S – 3,0)...........106
1094
0,40
(SN 1)
5,19
f i
Rumus 4.10 : N = r
[(1 r) 1]
n
239
.................................. ............... ...122
= (wt)(FR) 127
240
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
log[ PSI ]
4.2 1.5 + 2,32 x log (MR) – 8,07............132
0,40 1094
(SN 1)5,19
Rumus 4.17 :
SN1
D* ≥ ........................................................... 138
a1
1
Rumus 4.18 :
SN* 1 = a1. D* 1 ≥ SN1 ............................................ 138
Rumus 4.19 :
* SN2 SN* ................................................... 138
D2 ≥ 1
SN (SN* SN * )
Rumus 4.22 : D ≥
* 3 1 2 .................................... 139
3
a 3 m3
241
beban sumbu ganda, kg 4...........
Rumus 5.2 : Esumbu ganda = 0,086 ( ) 142
8.160
242
Lampiran 3 Daftar Rumus
in
Rumus 5.4 : LEP =
i1
LHR i x Ei x Ci..........................................145
in
Rumus 5.5 : LEP =
i1
LHRT i x Ei x Ci.........................................145
..................................................
Rumus 5.6 : LEA = LEP (1+i)UR 146
ITP
Rumus 5.9 : log (LERx 3650) = 9,36 log ( + 1) – 0,20 +
2,54
0,40 1
Gt ) + 0,372 (DDT–3,0) .. .151
+ log(
1094 FR
ITP
(
1)5,19 2,54
243
Rumus 7.1 : d = 2 x (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB............................ 193
244
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
-0,7573
Rumus 7.3 : Ft = 14,785 x T , untuk H ≥ 10cm...................196
L
Rumus 7.6 : FK =
s
x 100%...................................................198
dR
d
s
Rumus 7.7 : dR = 1
............................................................ 199
ns
ns ns
ns ( d2 ) ( d)2
Rumus 7.8 : S =.......................................................................199
11
ns (ns 1)
Rumus 7.10 :
ITPsisa = K1.a1D1 + K2.a2D2 + K3.a3D3........................200
246
Lampiran 3 Daftar Rumus
..................................
Rumus 7.18 : Dizin = 8,6685. e-0,2769 log AE18KSAL
208
Rumus 7.21 : t =
2,303log Dwakil 0,048(1 log
......................211
ESA) 0,08 0,013log ESA
in
Rumus 7.26 : CESA=
LHR
i1
i x 365 x Ei x Ci x N..........................212
..................................
Rumus 7.27 : Drencana = 22,208 x CESA(-0,2307) 213
Rumus 7.28 : H0 =
[Ln(1,0364) Ln(Dsblov ) Ln(Dstlov )].....................
0,0597 213
..................................
Rumus 7.29 : Fo = 0,5032 x Exp(0,0194 x TPRT)
214
247
............................................
Rumus 7.31 : FKTBL = 12,51 x MR-0,333 216
248
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
LAMPIRAN 4
DAFTAR TABEL
249
Lampiran 4 Daftar Tabel
LAMPIRAN 4
Daftar Tabel
halaman
Bab 2 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Jalan
250
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
251
Lampiran 4 Daftar Tabel
Tabel 6.2 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt) ........ 173
252
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Lampiran
Tabel L1.1 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 2,0........221
Tabel L1.2 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 2,0........222
Tabel L1.3 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 2,0.........223
Tabel L1.4 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 2,5........224
Tabel L1.5 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 2,5........225
Tabel L1.6 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 2,5.........226
Tabel L1.7 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal, IPt = 3,0........227
Tabel L1.8 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tandem, IPt = 3,0........228
Tabel L1.9 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tridem, IPt = 3,0 229
Tabel L2.1 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal Roda Tunggal 231
Tabel L2.2 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tunggal Roda Ganda. 231
Tabel L2.3 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Ganda Roda Ganda 232
Tabel L2.4 Nilai Angka Ekivalen Untuk Sumbu Tripel Roda Ganda 232
253