Makalah Kelompok 5 (Chapter 11, 12, 13)
Makalah Kelompok 5 (Chapter 11, 12, 13)
AND RETENTION
Diampun oleh:
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc.
Kelompok 5
ILMU MANAJEMEN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
I. PENDAHULUAN
1
untuk melakukan sesuatu tidak cukup, meskipun tentu kebanyakan orang merespons lebih bersedia
untuk sebuah permintaan daripada untuk sebuah perintah. Meskipun keadaan dan penerima
menentukan cara paling efektif untuk menetapkan pekerjaan, tujuan akhir Anda adalah kerja sama,
bukan sekadar kepatuhan.
Ketika karyawan bekerja sama dengan Anda, mereka melaksanakan tugas dengan
kemampuan terbaik mereka, ketika karyawan mematuhi mereka lakukan hanya seperti yang Anda
minta, tidak lebih dan tidak kurang. Kata-kata yang Anda gunakan, nada suara Anda, dan bahasa
tubuh Anda mencerminkan rasa hormat Anda terhadap diri sendiri dan orang lain, orang yang
Anda pimpin, yang pada gilirannya memengaruhi cara karyawan mendengar dan menanggapi
tugas Anda. Sebaliknya, menerima instruksi kerja dan menerima tugas yang didelegasikan tidak
selalu sebagai langsung seperti mendengarkan apa yang diinginkan dan kemudian bergegas untuk
melakukannya.
Mengelola di organisasi berbasis tim informal yang ramping saat ini berbeda dengan
mengelola di organisasi hierarkis konformis di masa lalu. Jika Anda belum melakukannya, Anda
mungkin akan segera memimpin tim yang anggotanya perlu bekerja sama, bukan sebagai pemain
independen, untuk mencapai tujuan yang menantang. Kemampuan untuk membina tim berkinerja
tinggi dan memberdayakan mereka untuk berinovasi dan bekerja secara produktif adalah
keterampilan yang berharga di tempat kerja modern.
Memahami apa yang terjadi dalam tim dan apa artinya menjadi tim membantu Anda
mendorong dan membantu kelompok kerja Anda menjadi tim yang kohesif dan sangat produktif.
Mengenali perilaku yang ditunjukkan oleh anggota tim yang efektif dan bagaimana tim
berkembang, menetapkan tujuan, membuat keputusan, memotivasi anggota mereka, merayakan
dan menghargai kesuksesan, dan mengelola perubahan adalah bagian dari membangun tim kerja
yang efektif.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dikaji adalah:
1. Bagaimana cara memahami keterlibatan, motivasi, dan retensi?
2. Bagaimana menetapkan pekerjaan dan mendelegasikan tugas?
2
4. Bagaimana analisis keterlibatan, motivasi dan retensi, menetapkan pekerjaan dan
mendelegasikan tugas, serta membangun tim kerja yang produktif berdasarkan studi
kasus analisis jurnal?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin diperoleh dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan cara memahami keterlibatan, motivasi, dan retensi.
2. Mendeskripsikan cara menetapkan pekerjaan dan mendelegasikan tugas.
3. Mendeskripsikan cara membangun tim kerja yang produktif.
4. Mengidentifikasi dan menganalisis keterlibatan, motivasi dan retensi, menetapkan
pekerjaan dan mendelegasikan tugas, serta membangun tim kerja yang produktif
berdasarkan studi kasus dan analisis jurnal yang disajikan.
3
II. PEMBAHASAN
4
memerankan kinerja. Aspek kognitif dari engagement employees memberi perhatian pada
keyakinan para karyawan mengenai organisasi, misalnya para pemimpin dan kondisi kerja. Aspek
emosi menyangkut bagaimana para karyawan merasakan salah satu dari tiga faktor dan apakah
mereka memiliki sikap positif atau negatif terhadap organisasi dan para pemimpinnya. Aspek fisik
dari employee engagement menyangkut energi fisik yang digunakan oleh para individu untuk
menyelesaikan peran mereka. (Kahn 1990 dalam Kular et al 2008).
Sedangkan menurut Dickson (2008), Engagement Employees merupakan suatu rasa
komitmen, memiliki keinginan besar dan semangat, yang mewujudkan usaha-usaha ke tingkat
yang lebih tinggi, tetap bekerja keras dengan setiap kesulitan-kesulitan tugas-tugas, melebihi apa
yang diharapkan dan memiliki inisiatif. Hasil dari employee engagement sangat besar. Dari tingkat
perputaran tenaga kerja yang rendah sampai tingginya tingkat produktivitas, karyawan-karyawan
yang terikat (engeged employees) merupakan aset bisnis yang berharga.
Dari definisi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa engagement
employees adalah bentuk pernyataan karyawan terhadap pekerjaan mereka melebihi apa yang
diharapkan oleh organisasi. Para karyawan akan secara penuh terlibat dan antusias terhadap
pekerjaan mereka. Para karyawan yang engaged peduli dengan masa depan perusahaan dan mereka
rela untuk menginvestasikan karya terbaiknya untuk kesuksesan organisasi tempat mereka bekerja.
Manfaat dari engagement employees adalah karyawan lebih setia dan lebih menikmati pekerjaan,
memiliki kinerja yang lebih tinggi, beresiko lebih sedikit keluar, memberikan keuntungan yang
lebih bagi perusahaan, meningkatkan jumlah pelanggan, meningkatkan penilaian yang baik dari
pelanggan, lebih sedikit menciptakan permasalahan dalam pekerjaan, meningkatkan efisiensi
kerja, serta mendorong insiatif perubahan yang baik bagi organisasi.
Terdapat tiga dasar dari engagement yaitu connection, contribution, dan credibility.
Connection (koneksi) adalah hal yang sangat di perlukan agar keterikatan antara karyawan dan
organisasi menjadi lebih erat. Setiap karyawan harus terkoneksi dengan organisasi seperti setiap
karyawan mengetahui visi dan misi dari perusahaan, budaya perusahaan, serta setiap karyawan
mengetahui harapan yang ingin di capai oleh perusahaan terhadap dirinya. Contribution
(kontribusi) adalah hal yang penting juga dalam engagement, dalam hal ini karyawan dan
perusahaan harus bisa saling memberi kontribusi. Karyawan memberikan konribusi dalam bentuk
tenaga, sehingga dalam hal ini diperlukan penempatan posisi kerja yang sesuai dengan
keterampilan dan kemampuan karyawan. Perusahaan pun harus memberikan kontribusi berupa
5
upah yang layak dan sesuai dengan kinerja karyawan. Credibility (Kredibilitas) adalah hal yang
tidak kalah penting, dalam sebuah organisasi di perlukan kredibilitas dari karyawan dan organisasi.
Para petinggi di organisasi harus bisa berkomitmen kepada karyawan untuk membantu dan
mendamping kerja karyawan, seperti bersedia menyelesaikan permasalahan di lapangan,
mengapresiasi kerja, dan bisa bersedia memberikan feed back yang positif untuk pengembangan
karyawan.
Tiga Kategori Engagement Employees
Terdapat 3 pilar dasar dari engagement employees yaitu:
1. Engaged Employees (Terikat).
Karyawan yang engaged adalah pembangun. Mereka tahu harapan-harapan apa
yang diinginkan dari peran mereka, oleh karena itu mereka dapat memenuhi dan
mencapainya. Secara natural mereka memiliki keingintahuan tentang perusahaan dan
tempat di mana mereka saat ini bekerja. Secara konsisten mereka melakukan pekerjaan
dengan tingkatan yang tinggi.
Mereka ingin menggunakan talenta atau bakat dan kekuatan mereka di tempat kerja
setiap hari. Mereka bekerja dengan keinginan yang besar dan mendorong inovasi dan
menggerakkan organisasi untuk maju. Ciri dari karyawan yang engaged adalah antusias,
semangat dan bergairah terhadap pekerjaan mereka, loyal, termotivasi, berkomitmen dan
produktif. Mereka memiliki emosi yang kuat dan setia pada tempat kerja mereka dan
terdorong untuk sukses.
2. Not Engaged Employees (Tidak Terikat).
Para karyawan yang tidak terikat (not engaged) cenderung untuk berkonsentrasi
pada tugas-tugas daripada sasaran-sasaran atau hasil yang mereka harapkan untuk
diselesaikan. Mereka hanya ingin mengetahui apa yang harus dikerjakan kemudian
melakukan dan mengatakan bahwa mereka telah menyelesaikannya. Mereka fokus pada
pemenuhan tugas dibandingkan mencapai suatu hasil. Para karyawan yang tidak terikat
cenderung merasa kontribusi mereka diabaikan, dan kemampuan mereka tidak memberi
manfaat. Mereka seringkali merasa bahwa ini cara mereka karena mereka tidak memiliki
hubungan yang produktif dengan para manajer atau dengan para rekan kerja mereka. Para
karyawan yang tidak terikat tidak terhubung secara psikologis dan secara total dengan
perusahaan mereka.
6
Mereka memang bekerja keras dan berkontribusi tetapi memiliki dorongan yang
kurang untuk sukses dibandingkan dengan rekan sekerja yang terikat dan kemungkinan
besar memiliki perilaku yang akan meninggalkan perusahaan jika ada tawaran yang lebih
menarik di tempat lain.
3. Actively Disengaged Employees (Melepaskan Diri Secara Aktif)
Karyawan yang secara aktif melepaskan diri merasa hampir segala sesuatu secara
konsisten mereka tentang atau lawan. Mereka tidak hanya tidak bahagia di tempat kerja,
tetapi justru sibuk memerankan ketidakbahagiaan mereka. Mereka menyebarkan
benihbenih negatif dalam setiap kesempatan. Setiap hari, pekerja yang secara aktif
melepaskan diri merusak apa yang harus diselesaikan oleh rekan kerja mereka yang terikat.
Karyawan dalam kategori ini secara emosi dan secara kognitif ‘bercerai’ dengan
pekerjaan mereka, mereka memiliki suatu perasaan untuk keluar dari perusahaan meskipun
secara fisik mereka berada di sana. Mereka tidak puas, tidak bahagia berada di dalam
perusahaan tersebut dan mereka jelas memiliki pandangan yang negatif terhadap
perusahaan, hal ini akan menular dan mengacaukan organisasi.
2.1.2 Motivating Employees
Motivasi adalah kekuatan yang berasal dari dalam diri sendiri sehingga menciptakan
keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin serta rela menginvestasikan upaya
dan energi di dalam pekerjaanya. Menurut Robbins dan Judge (2015) motivasi adalah proses yang
menjelaskan mengenai kekuatan, arah, dan ketekunan seseorang dalam upaya untuk mencapai
tujuan. Sedangkan menurut Hasibuan (2014) menyatakan bahwa motivasi adalah pemberian daya
penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja
efektif dan terintergrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Menurut Uno
(2010), motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan
perubahan tingkah laku.
Dari beberapa pengertian motivasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, atau menggerakan seseorang untuk
melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga dapat mencapai tujuannya.
Tujuan dari motivasi adalah mendorong gairah dan semangat kerja karyawan,
meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan, meningkatakan produktivitas kerja karyawan,
mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan, meningkatkan kedisiplianan dan
7
menurunkan tingkat absensi karyawan, mengefektifkan pengadaan karyawan, menciptakan
suasana dan hubungan kerja yang baik, meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan,
meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan,meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan
terhadap tugastugasnya, meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku (Hasibuan
2014).
Hal-hal yang Mempengaruhi Motivasi
Terdapat 6 hal yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam bekerja yaitu:
1. Climate (Iklim)
2. Culture (Budaya)
3. Content (Konten)
4. Values (Nilai)
5. Beliefs (Kepercayaan)
6. Needs (Kebutuhan)
Motivasi itu berasal dari dalam diri (internal) dan juga di pengaruhi oleh lingkungan
(eksternal). Motivasi dapat di pengaruhi oleh lingkungan seperti climate, culture, dan content.
Motivasi juga dipengaruhi oleh diri sendiri seperti values, beliefs, dan needs. Keduanya saling
berkaitan satu sama lainnya. Faktor kebutuhan (needs) menjadi faktor yang paling besar dalam
memotivasi karyawan dalam bekerja.
Maslow Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan Maslow)
Abraham Maslow mengungkapkan teori kebutuhan yang menyebutkan bahwa tingkah laku
8
individu berguna untuk memenuhi kebutuhannya, di mana teori ini mempunyai empat prinsip
landasan, yaitu:
1. Manusia adalah binatang yang berkeinginan
2. Kebutuhan manusia tampak terorganisir dalam kebutuhan yang bertingkat-tingkat
3. Bila salah satu kebutuhan terpenuhi, kebutuhan lain akan muncul
4. Kebutuhan yang telah terpenuhi tidak mempunyai pengaruh, dan kebutuhan lain yang lebih
tinggi menjadi dominan
Dalam kebutuhan manusia, Abraham Maslow membagi menjadi lima macam kebutuhan manusia,
yaitu:
1. Physiological Needs ( Kebutuhan Fisiologis )
Kebutuhan yang memiliki prioritas tertinggi dalam teori Hirarki Maslow. Sehingga
seseorang yang belum memenuhi kebutuhan dasar lainnya akan lebih dulu memenuhi
kebutuhan fisiologisnya. Kebutuhan ini memiliki delapan macam seperti: kebutuhan
oksigen, cairan, makanan, eliminasi urin, istirahat, aktivitas, kesehatan temperatur tubuh,
dan seksual.
2. Safety Needs ( Kebutuhan Keamanan )
Kebutuhan yang perlu mengidentifikasi jenis ancaman yang bisa membahayakan
bagi manusia. Maslow memberi contoh hal-hal yang bisa memuaskan kebutuhan
keselamatan dan keamanan seperti tempat dimana orang dapat merasa aman dari bahaya
misalnya tempat penampungan seperti rumah yang memberikan perlindungan dari bencana
cuaca.
3. Social Needs (Kebutuhan Sosial)
Kebutuhan ini menjelaskan mengenai manusia sebagai individu memiliki
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai sehingga tercipta kepercayaan dan kedamaian di
dalam hidupnya. Kebutuhan ini mencakup hal yang luas seperti perasaan seseorang untuk
menjaga, peduli dan perhatian terhadap sesama maupun lingkungan disekitarnya yang
didasari atas rasa memiliki. Cinta dan keberadaan mencakup beberapa aspek dari
seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk memeberi dan
mendapatkan cinta.
4. Esteem Needs ( Kebutuhan untuk Dihargai )
Kebutuhan harga diri memiliki dua komponen yaitu:
9
a. Mendapat penghargaan diri sendiri (self respect) adalah kebutuhan yag memiliki
kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan
kebebasan. Orang membutuhkan pengetahuan tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya
berharga mampu mengusai tugas dan tantangan hidup.
b. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from others) adalah kebutuhan
penghargaan dari orang lain, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting, kehormatan
dan apresiasi.
5. Self Actualization Needs (Kebutuhan Aktualisasi Diri)
Kebutuhan aktualisasi diri ini adalah kebutuhan untuk ingin berkembang, ingin
berubah, ingin mengalami transformasi menjadi lebih bermakna. Kebutuhan ini merupakan
puncak dari hirarki kebutuhan manusia yaitu perkembangan atau perwujudan potensi dan
kapasitas secara penuh. Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk menjadi
segala sesuatu yang dia mampu untuk menjadi yang diinginkan. Walaupun kebutuhan
lainnya terpenuhi, namun apabila kebutuhan aktualisasi diri tidak terpenuhi maka
seseorang akan mengalami ketidakbahagiaan, kegelisahan serta frustasi.
Frederick Herzberg menyatakan bahwa motivasi karyawan ditentukan oleh dua faktor,
yaitu faktor motivasi yang bersifat menentukan kepuasan dan faktor hygiene yaitu faktor motivasi
yang bersifat menentukan ketidakpuasan.
Dalam pengertian lain, faktor motivator disebut dengan faktor intrinsik dan faktor hygiene
10
disebut faktor ekstrinsik. Teori Herzberg mengenai kedua faktor yang menentukan motivasi
tersebut disebut juga teori dua faktor. Teori motivasi Herzberg dikenal dengan teori dua faktor,
yakni motivation factors dan hygiene factors.
a) Faktor Motivator (Motivation factors)
Faktor yang mempengaruhi motivasi kerja. Faktor motivator juga merupakan faktor
motivasi yang dikelompokkan sebagai kepuasan karyawan. Motivator disebut juga dengan
faktor intrinsik atau konten pekerjaan. Faktor motivator (motivation factors) menurut
Herzberg terdari atas enam kategori. Keenam kategori faktor motivator menurut Herzberg
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pencapaian (Achievement)
b. Pengakuan (Recognition)
c. Kemajuan (Advancement)
d. Pekerjaan (Work Itself)
e. Kesempatan untuk Tumbuh (Possibility of Growth),
f. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Faktor motivator secara langsung berkaiatan dengan sifat pekerjaan atau tugas itu
sendiri. Apabila faktor-faktor tersebut ada, maka faktor-faktor tersebut berkontribusi
terhadap kepuasan. Hal ini, pada kahirnya akan menghasilkan motivasi kerja.
b) Faktor Hygiene (Hygiene factors)
Faktor kedua yang mempengaruhi motivasi kerja pegawai menurut Herzberg
disebut Hygiene factors. Faktor higienis disebut juga dengan faktor ekstrinsik atau faktor
yang berhubungan dengan konteks pekerjaan. Faktor hygiene merupakan bagian dari
pekerjaan itu sendiri atau berhubungan dengan lingkungan pekerjaan tersebut. Adanya
serangkaian kondisi ekstrinsik, konteks pekerjaan yang dapat menimbulkan ketidakpuasan
antarkaryawan ketika kondisi tersebut tidak selalu memotivasi karyawan. Kondisi tersebut
disebut ketidakpuasan.
Faktor hygeine atau maintenance tersebut terdiri atas sepuluh kategori Kesepuluh
kategori faktor hygiene tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan Organisasi dan Administrasi
b. Pengawasan Teknis
c. Hubungan Interpersonal Pimpinan
11
d. Hubungan Interpersonal Rekan Kerja Sejawat
e. Hubungan Interpersonal Bawahan
f. Gaji
g. Keamanan Kerja
h. Kehidupan Pribadi Pegawai
i. Kondisi Kerja
j. Status
Menurut Robbins dan Coulter (2010), bahwa teori dua faktor Frederick Herzberg
mengusulkan bahwa faktor-faktor instrinsik terkait dengan kepuasan kerja, sedangkan
faktor-faktor ekstrinsik berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Mc Clelland Theory of Needs (Teori Kebutuhan Mc Clelland)
McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial yang
dapat dilepaskan atau dikembangkan tergantung pada dorongan motivasi individu, serta didukung
oleh situasi dan kesempatan yang tersedia. Dengan demikian, motivasi untuk mengerahkan
cadangan energi potensial tersebut menurut McClelland terpusat pada tiga bentuk kebutuhan,
yaitu: kebutuhan akan prestasi (need of achievement), kebutuhan akan kekuasaan (need of power),
dan kebutuhan akan afiliasi (need of affiliation).
1) Kebutuhan akan prestasi atau pencapaian (need of achievement)
Kebutuhan prestasi akan mendorong seseorang berprestasi dalam keadaan bila
target yang akan dicapai nyata dan memiliki peluang untuk diperoleh serta cenderung
menimbulkan kreatifitas pada seseorang. Kebutuhan prestasi dirumuskan dan
menetapkan bahwa pencapaian perilaku yang terkait adalah hasil dari konflik antara
harapan sukses dan takut gagal. Kecenderungan pendekatan dan penghindaran terdiri
dari fungsi kebutuhan pencapaian, harapan dari keberhasilan dan kegagalan, dan nilai
insentif dari keberhasilan dan kegagalan.
Menurut McClelland, setiap invididu memiliki kebutuhan sendiri-sendiri sesuai
dengan karakter serta pola pikir yang membentuknya. McClelland menjelaskan bahwa
setiap individu memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Dorongan ini mengarahkan
individu untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh pencapaian pribadi ketimbang
memperoleh penghargaan. Berdasarkan ketiga bentuk kebutuhan diatas, bentuk
dorongan ini dapat dikategorikan sebagai nAch yaitu kebutuhan akan pencapaian atau
12
prestasi.
2) Kebutuhan akan kekuasaan (need of power)
Kebutuhan akan kekuasaan merupakan keinginan untuk memiliki pengaruh,
menjadi yang berpengaruh, dan mengendalikan individu lain. McClelland merinci
bahwa seseorang yang memiliki need of power tinggi, akan cenderung memiliki karakter
bertanggung jawab, berjuang untuk mempengaruhi individu lain, senang ditempatkan
dalam situasi kompetitif, dan berorientasi pada status sosial. Apabila dikaitkan dengan
pendidikan, kebutuhan kekuasaan akan dapat membuat suasana belajar yang kompetitif.
Kekuasaan adalah kemampuan individu atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah
laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan individu tersebut. Seseorang
yang memiliki tingkat Kebutuhan Kekuasaan yang tinggi cenderung berperilaku lebih
tegas.
3) Kebutuhan akan afiliasi (need of affiliation)
Kebutuhan akan afiliasi adalah kebutuhan untuk memperoleh hubungan sosial
yang baik. Kebutuhan ini ditandai dengan kecenderungan seseorang yang memiliki
motif yang tinggi untuk terjalinnya sebuah persahabatan, lebih menyukai situasi
kooperatif, dan menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan tingkat pengertian
mutual yang tinggi. Kebutuhan akan afiliasi ini akan meningkat ataupun menurun sesuai
dengan situasi. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang
erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain.
Empat Dasar Kebutuhan Emosional
Motivasi karyawan yang merupakan salah satu kunci kesuksesan dan ketahanan dalam
keberlangsungan suatu organisasi. Salah satu model motivasi kontemporer yang penting untuk
dipertimbangkan dalam menjelaskan fenomenan motivasi karyawan adalah four drive theory of
motivation atau model ABCD yang dikembangkan oleh Lawrence & Nohria . Model ini terdiri
dari empat dorongan (drive) yang dapat memotivasi karyawan yaitubdrive to acquire, drive to
bond, drive to comprehend dan drive to defend.
Drive to acquire atau dorongan untuk memperoleh yaitu mengarahkan karyawan untuk
mengakses lebih banyak sumber daya seperti upah, bonus, premi, komisi dan sertifikat serta
manfaat yang tak berwujud yang akan memberi status yang relatif kompetitif terhadap karyawan
lain seperti promosi, peningkatan status, otoritas yang lebih, pengakuan dan penghargaan.
13
Drive to bond atau dorongan untuk memiliki ikatan mencerminkan dorongan yang dimiliki
individu untuk menciptakan kebutuhan sosial dan keterikatan bersama. Motivasi karyawan akan
rendah ketika organisasi tidak memberikan peluang kepada mereka untuk bersosialisasi antar
karyawan.
Drive to comprehend atau dorongan untuk memahami didasari oleh kebutuhan manusia
untuk memahami sesuatu. Semua manusia memiliki dorongan bawaan untuk memuaskan rasa
penasarannya, mengetahui, merpersepsikan, meyakini, menghargai, dan memahami
lingkungannya. Hal ini mengakibatkan terjadi frustasi yang disebabkan ketika sebuah pekerjaan
tampak tidak ada artinya, tetapi motivasi bisa muncul dari bagaimana seseorang mengenali
tantangan dan berusaha memecahkan tantangan.
Selanjutnya yang terakhir adalah drive to defend atau dorongan untuk mempertahankan. Dorongan
ini sebagian besar dipenuhi dengan memberikan seorang rasa adanya keselarasan dan koneksi
dengan organisasi. Pemenuhan ini dapat dilakukan melalui sebuah visi perusahaan dan sistem
manajemen kinerja yang dimiliki organisasi.
14
memuaskan kebutuhannya diluar jam kerja dan tidak nyaman di lingkungan bekerjanya
kemungkinan besar akan meninggalkan pekerjaannya.
2. Menjadi frustasi dan mengekspresikannya dalam lingkungan kerja. Pada saat karyawa
kebutuhan motivasinya tidak terpenuhi dan selalu mencoba memuaskan kebutuhannya di
luar jam kerja, perasaan itu akan terakumulasi dan lama kelamaan akan menjadi frustasi
yang tentunya dapat merugikan lingkungan kerja.
When employees keep asking for more
Pekerja jarang untuk meminta tuntutan tanggung jawab yang lebih, tantangan yang lebih
besar dalam bekerja bahkan tuntutan untuk menggunakan kreatifitas mereka atau melacak hasil
kerja sehingga dapat merasakan perasaan yang lebih setelah membuat sebuah pencapaian. Namun
mereka cendrung meminta bayaran lebih dan fasilitas hidup yang lebih nyaman. Pada umumnya
orang focus ke hygiene factor (Hezberg) seperti pada gambar yang sudah terlampir di sub bab
sebelumnya.
Exit interview
Dua faktor meningkatkan pentingnya untuk memantau seberapa sering dan mengapa orang resign:
1. Pergantian karyawan itu mahal.
2. Sulitnya mencari pengganti yang sesuai.
15
Karyawan yang baik adalah aset yang sangan berharga. Sehingga kita ingin memahani
mengapa mereka meninggalkan organisasi. Pada saat karyawan resign, exit interview akan sangat
membantu memberikan kesempatan untuk mencari tahu sumber ketidakpuasan mereka, dan juga
menghindari kejadian serupa bagi karyawan-karyawan selanjutnya.
17
dengan karyawan. Manajer perlu memberikan instruksi kepada karyawan tersebut dengan
menetapkan tugas yang akan diberikan dan hasil yang harus dicapai. Penjelasan dari manajer perlu
meliputi kualitas, keamanan, kuantitas, dan waktu.
Manajer perlu menjelaskan mengapa tugas yang diberikan kepada karyawan tersebut
penting dan dimana tugas tersebut cocok dengan pekerjaan departemen dan organisasi. Manajer
juga perlu menetapkan ukuran keberhasilan dan memeriksa bahwa karyawan sepenuhnya
memahami tugas tersebut. Jika karyawan masih belum memahami tugasnya dengan baik, manajer
juga dapat menjelaskan bagaimana cara mengerjakan tugas tersebut secara singkat agar karyawan
makin memahami tugasnya dan bila perlu manajer dapat meminta karyawan tersebut mengulangi
apa yang sudah dijelaskan oleh manajer. Karyawan juga perlu diberi kesempatan bertanya kepada
manajer untuk mengurangi ketidakpastian dan keraguan karyawan tersebut.
Manajer juga perlu memerhatikan waktunya dalam memberikan pekerjaan kepada
karyawannya. Manajer tidak boleh memberikan pekerjaan kepada karyawan dalam keadaan yang
sedang tidak baik, misalnya manajer memberikan penugasan dalam kondisi sedang emosi atau
sedang jam istirahat, hal ini harus dihindari. Jangan lupa juga manajer untuk memantau progress
karyawan tersebut dan ucapkan terimakasih kepada karyawan atas usahanya dan juga berikan
feedback. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manajer dapat dilihat pada gambar 3.
18
2. Explicit Assignments
Instruksi eksplisit menyatakan dengan jelas hasil yang diperlukan dan
menggambarkan secara tepat siapa yang harus melakukannya, kapan waktu yang tepat
untuk menugaskan pekerjaan tersebut, dan bagaimana tugas itu dilakukan. Instruksi
eksplisit biasanya dilakukan oleh orang-orang dengan pengalaman atau kemampuan yang
terbatas dan orang yang tidak memiliki komitmen dengan pekerjaan tersebut.
3. Requests Assignments
Instruksi permintaan biasanya diawali dengan kata ‘ apakah anda mau...’ atau
‘bisakah anda...’. Gunakan instruksi permintaan ini kepada karyawan yang gugup atau
sensitif, dan kepada pekerja yang terampil. Jangan lupa juga menggunakan kata terima
kasih setelah karyawan tersebut menyelesaikan pekerjaannya.
4. Implied Assignments
Penugasan tersirat dimulai dengan ‘kita perlu melakukan...’. Penugasan ini dapat
mendorong kerjasama tim. Gunakan pendekatan ini kepada orang-orang yang siap
menerima tanggung jawab atau ketika manajer ingin mendorong inovasi dan metode yang
lebih baik.
5. Conditional Assignments
Pada penugasan ini, manajer harus menjelaskan tujuan secara keseluruhan. Manajer
juga harus mengizinkan jika ada inisiatif, penilaian, dan kebebasan dalam bagaimana
karyawan akan menjalankannya. Penugasan bersyarat dapat membantu memelihara
kerjasama dan komitmen.
6. Undirected Assignments
Terkadang manajer membutuhkan seseorang untuk melakukan pekerjaan diluar
panggilan tugas. Daripada memilih karyawan, manajer dapat meminta seorang volunteer
dan jangan lupa untuk menjaelaskan mengapa ada penugasan ini. Adanya penugasan ini
dapat memberikan motivasi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan baik.
Five levels of monitoring
1. Over to you: Ketika seorang karyawan terampil, manajer dapat dengan aman menugaskan
karyawan tersebut untuk bekerja dan biarkan karyawan tersebut mengerjakannya dengan
catatan manajer memiliki sinyal peringatan untuk menghubungi manajer jika ada masalah.
19
2. Keep me informed: Manajer dapat meminta karyawan yang dapat diandalkan, tetapi sedikit
kurang terampil untuk mengerjakan tugas. Mintalah karyawan tersebu untuk memberi tahu
manajer mengenai informasi penting atau informasi ter-update sehingga manajer dapat
yakin bahwa segala sesuatu berjalan dengan baik.
3. Check back first: Manajer dapat meminta karyawan dengan pengalaman untuk memeriksa
kembali pekerjaan bersama.
4. Let’s talk it through first: Manajer dapat meminta karyawan yang terlatih namun tidak
berpengalaman untuk memutuskan apa yang harus dilakukan jika ada masalah atau sesuatu
yang tidak terduga terjadi. Karyawan dapat berdiskusi terlebih dahulu dengan manajer
sebelum bertindak.
5. I’ll walk you through it: Manajer dapat menggunakan pendekatan pelatihan. Pendekatan
ini dapat mendorong lingkungan belajar yang baik dan mengembangkan karyawan yang
baru dalam suatu tugas.
Pada kuadran pertama, karyawan bersedia mengerjakan tugas tetapi memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang tidak memadai, sehingga manajer dapat melakukan pelatihan sebagai
jawabannya. Di kuadran dua karyawan bersedia serta memiliki kemampuan dan keterampilan yang
memadai, manajer dapat melihat lingkungannya, mungkin karyawan tidak memiliki sumber daya
yang mencukupi.
Pada kuadran tiga, karyawan tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup,
juga tidak memiliki kemauan untuk mengerjakan tugas. Jika dalam posisi ini, manajer perlu
memeriksa kembali prosedur seleksi agar tidak terjadi lagi di masa depan. Di kuadran keempat,
karyawan memiliki pengetahuan pekerjaan yang cukup namun tidak memiliki kemauan, mungkin
masalahnya ada pada motivasi karyawan. Manajer dapat mendiskusikan pilihan dengan karyawan
tersebut yang mungkin saja sedang mencari tantangan baru.
21
tentang arah mana yang harus diprioritaskan. Sehingga manajer harus memastikan bahwa dia yang
menjadi satu-satunya orang yang memberikan pekerjaan kepada karyawannya.
Ada bentuk struktur organisasi yang bertentangan dengan prinsip unity of command,
organisasi tersebut disebut dengan organsasi matriks. Karyawan pada organisasi ini harus belajar
mengatasi ambiguitas dan potensi konflik yang mungkin terjadi ketika harus membuat laporan
kepada dua atau lebih pemimpin. Hal ini tidak perlu bertentangan dengan prinsip unity of
command asalahkan setiap pemimpin mengelola aspek pekerjaan seseorang yang didefinisikan
dengan jelas.
Pendelegasian adalah memberi orang lain wewenang untuk melaksanakan tugas tertentu
dan tanggung jawab untuk melaksanakannya, sementara Anda tetap bertanggung jawab atas
pelaksanaannya yang benar. (Anda dapat mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab, tetapi
Anda tidak dapat mendelegasikan akuntabilitas).
Jangan menjadi salah satu dari 'delegator malas' yang menyekop pekerjaan kepada orang
lain karena mereka terlalu malas untuk melakukannya sendiri atau karena mereka tidak ingin
melakukannya. Mereka sering menggunakan alasan 'Saya miskin waktu' atau hanya memberikan
pekerjaan mereka sendiri kepada orang lain tanpa penjelasan. Mereka adalah orang-orang yang
sering mengisi waktunya dengan 'kesibukan kerja', ketimbang pekerjaan nyata yang menambah
nilai. Anda sering dapat melihat mereka bergegas berkeliling terlihat sibuk dan penting ketika
mereka sebenarnya melakukan sangat sedikit.
Jadilah 'delegator pemimpin’. Ini adalah orang-orang yang memberi seseorang tugas
karena dapat meningkatkan keterampilan, pengalaman, dan minat pekerjaan orang itu dan pada
saat yang sama, memungkinkan mereka untuk melanjutkan dengan nilai tambah memimpin dan
mengelola pekerjaan yang hanya dapat mereka lakukan.
22
Apa yang terjadi jika Anda tidak mendelegasikan?
Dapatkah Anda membayangkan seorang pelatih sepak bola mengenakan setelan jas, berlari
ke lapangan dan meraih bola? Ketika Anda menemukan diri Anda menggunakan salah satu alasan
untuk tidak mendelegasikan yang ditunjukkan pada Gambar 12.2, pikirkan lagi. Alasan-alasan ini
hanya mencegah Anda meningkatkan produktivitas dan kegunaan karyawan, mengembangkan dan
memperluas keterampilan dan minat karyawan, dan membebaskan sebagian waktu Anda sendiri
untuk melakukan hal-hal lain.
Ketika Anda tidak mendelegasikan, Anda akhirnya melakukan semuanya sendiri. Anda
terjebak dalam tugas sehari-hari dan tidak punya waktu untuk mengabdikan diri pada pekerjaan
nyata memimpin dan mengelola-komunikasi, perencanaan, pemikiran, dan sebagainya. Meja
Anda meluap, pekerjaan tim Anda melambat dan anggota tim menjadi bingung karena Anda terlalu
sibuk terburu-buru melakukan pekerjaan sambilan' untuk mengatur pekerjaan dan sumber daya
23
dengan baik. Anda tinggal di belakang dan bekerja sampai larut, mencoba dengan panik untuk
mengejar ketinggalan dan melakukan beberapa 'pekerjaan nyata'.
Pentingnya pendelegasian
Bagaimana John D. Rockefeller, yang memulai sebagai office boy, menjadi salah satu
orang terkaya di dunia? Dengan mengelilingi dirinya dengan orang-orang terbaik yang bisa dia
temukan dan delegasikan kepada mereka. Begitulah caranya untuk mendapatkan kehidupan di
luar pekerjaan juga.
Ya, bisa berisiko dan agak mengkhawatirkan untuk melepaskan tugas yang menjadi
tanggung jawab Anda dan meletakkannya ditangan orang lain. Namun demikian, Anda tidak
mungkin berhasil sebagai pemimpin-manajer kecuali Anda mengambil risiko itu.
Berikut adalah beberapa alasan bagus untuk mendelegasikan. Delegasi:
1. Menarik karyawan yang termotivasi ke departemen anda karena mereka tahu bahwa
mereka dapat belajar dari anda.
2. Dapat membebaskan anda dari detail, memberi anda waktu untuk memantau gambaran
yang lebih besar dan memastikan bahwa anda departemen beroperasi dengan lancar, output
itu terintegrasi dan disinkronkan, dan anda mencapai tujuan utama anda secara efektif dan
efisien.
3. Dapat membantu anda mengendalikan waktu dan berkonsentrasi pada apa yang paling
penting dalam pekerjaan anda.
4. Memberi anda waktu untuk melihat ke depan untuk merencanakan pekerjaan Anda dan
pekerjaan departemen anda secara lebih efektif.
5. Membantu melatih orang-orang yang dapat mengambil peran anda, menempatkan anda
pada posisi untuk promosi atau tugas ke tugas menarik lainnya.
6. Bagus untuk keuntungan karena pekerjaan diselesaikan pada tingkat yang lebih murah.
7. Memungkinkan anda bersantai ketika anda pergi berlibur, mengetahui tim anda dapat
melanjutkan saat anda tidak ada.
Dari sudut pandang karyawan, pendelegasian menunjukkan keyakinan dan kepercayaan pada
mereka. Itu bisa memperkaya pekerjaan mereka dan ini adalah cara yang bagus untuk
mengembangkan, melatih, dan melatih orang. Berbagi pengetahuan dan keterampilan dengan
karyawan dan memberi mereka tanggung jawab tambahan juga bisa menjadi motivator yang hebat.
24
Mendelegasikan pekerjaan yang dapat dilakukan atau ingin dipelajari oleh orang-orang di tim
Anda akan memberi Anda waktu untuk duduk, berpikir dan merencanakan. Tabel 12.2
menunjukkan beberapa tugas yang jelas tidak cocok untuk didelegasikan dan tugas yang cocok
untuk didelegasikan.
Gambar 6 Tugas yang cocok untuk didelegasikan dan yang tidak cocok untuk didelegasikan
25
Gambar 7 Rencana pendelegasian kerja
Pikirkan tentang tugas rutin dan berulang Anda, tugas yang akan meningkatkan
atau mengembangkan keterampilan atau pengetahuan karyawan, tugas atau tugas sesekali
Anda dan tugas yang Anda lakukan yang merupakan salah satu bidang minat atau keahlian
anggota tim Anda. Ketika pekerjaan baru datang, tanyakan pada diri Anda apakah Anda
bisa mendelegasikannya.
2. Pilih delegasi
Kemudian pikirkan tentang siapa dalam tim Anda yang sudah dapat melakukan
tugas-tugas ini, siapa yang dapat dilatih untuk melakukannya dan yang akan menikmati
atau mendapat manfaat dari belajar bagaimana melakukannya. Pilih delegasi yang sesuai
berdasarkan apakah mereka:
Sudah mampu dan mau mengambil tanggung jawab untuk melakukan tugas
tersebut.
Memiliki bakat untuk tugas tersebut (misalnya, Bab 5: Memperkuat keterampilan
pribadi Anda).
Telah menunjukkan minat pada jenis pekerjaan tertentu dan mendelegasikannya
dapat membantu mereka memutuskan apakah mereka sangat menikmatinya.
Perlu mengembangkan keterampilan tertentu untuk tugas atau promosi di masa
26
depan.
Ingin mempelajari tugas untuk mengembangkan atau memperluas keterampilan
mereka.
Akan menghargai mempelajari tugas karena menambah minat atau tantangan pada
pekerjaan mereka atau karena mereka menikmati jenis pekerjaan itu.
3. Delegasi
Jangan biarkan karyawan bertanya-tanya mengapa Anda memilih mereka, jika
pekerjaan itu benar-benar penting, kapan atau seberapa sering tugas harus diselesaikan,
standar atau hasil akhir yang Anda harapkan, sumber daya apa yang dimiliki karyawan
dapat menarik atau jika ada kendala seperti waktu atau uang. Delegasikan menggunakan
judul ini:
Mengapa tugas itu penting?
Mengapa Anda mendelegasikan tugas ini kepada orang ini
Kualitas
Kuantitas
Keamanan
Tenggat waktu.
Menjelaskan mengapa Anda meminta orang tersebut untuk melakukan suatu tugas
berarti Anda tidak hanya menggunakan keterampilan dan pengetahuan karyawan tersebut
- Anda juga mengenali mereka. Salah satu kunci delegasi yang efektif adalah membingkai
ulang tugas yang tidak dapat Anda kelola secara realistis atau tidak punya waktu untuk
menanganinya sehingga delegasi tidak merasa Anda telah membuangnya, tetapi merasa
bersemangat untuk melakukannya.
Jalani tugas dengan delegasi, mengisi kesenjangan pengetahuan atau keterampilan
dengan pelatihan atau pembinaan. Diskusikan bagaimana delegasi bermaksud untuk
mendekati tugas dan masalah apa pun yang mungkin mereka hadapi dan bagaimana mereka
dapat mengatasinya. Jangan bersikeras bahwa itu dilakukan dengan cara yang biasa Anda
lakukan atau akan melakukannya. Dengan kata lain, delegasikan sesuai dengan hasil yang
diinginkan, bukan menurut metode yang digunakan, kecuali jika ini sangat jelas dan
spesifik dan benar-benar merupakan cara terbaik untuk mendekati tugas.
Jelaskan bahwa Anda ada di sana untuk membantu, memberikan saran, atau
27
membantu delegasi memikirkan tugas jika ada kesulitan yang muncul. Saya yakin saya
bisa mengetahuinya' atau 'Saya pikir saya mengerti' adalah kode untuk 'Saya tidak tahu apa
yang Anda inginkan tetapi saya tidak akan mengatakannya' dan sinyal yang jelas untuk
menjelaskan lebih lanjut atau menanyakan apa yang lain informasi yang dibutuhkan
karyawan. Ketika tugas yang didelegasikan rumit atau Anda tidak yakin karyawan tersebut
benar-benar mengerti apa yang Anda inginkan, ajukan pertanyaan tentang bagaimana
mereka bisa mendekatinya, atau mintalah ringkasan tertulis untuk memastikan semuanya
telah meresap.
Diskusikan bagaimana Anda akan memantau tugas untuk memastikan bahwa itu
diselesaikan dengan benar. Pantau hanya apa yang penting - mungkin ukuran keberhasilan
kritis, dan gunakan indikator prospek kapan pun Anda bisa. Siapkan metode sistematis
untuk mengukur kemajuan terhadap ukuran keberhasilan atau tonggak untuk
mengingatkan Anda dan delegasi untuk penyimpangan dari persyaratan. Ketika delegasi
sangat terampil dan termotivasi, Anda dapat menggunakan manajemen dengan
pengecualian - delegasi memantau kemajuan dan datang kepada Anda hanya ketika ada
penyimpangan. Atau Anda dapat mengatur sistem agar hasil aktual langsung kepada Anda
dan karyawan untuk dibandingkan dengan hasil yang diinginkan. (Hasilnya tidak boleh
hanya untuk Anda karena ini membuat karyawan terlalu bergantung pada Anda untuk
umpan balik tentang kinerja, mengurangi motivasi mereka).
Jangan ikut campur. Dengan kata lain, setelah Anda mendelegasikan, jangan buru-
buru delegasi, mencoba untuk tetap di atas setiap detail. Lepaskan tugas kepada delegasi
dan pantau hanya titik kontrol kritis yang telah Anda setujui. Jangan mengambil tugas
kembali dan melakukannya untuk delegasi pada tanda pertama masalah.
4. Beri tahu orang lain jika perlu
Ketika karyawan perlu berhubungan dengan orang lain untuk melaksanakan tugas
atau tugas yang didelegasikan, beri tahu orang-orang itu bahwa mereka dapat berharap
untuk berurusan dengan delegasi Anda mengenai masalah ini di masa mendatang. Beri
tahu mereka juga, bahwa Anda memiliki keyakinan penuh pada kemampuan mereka untuk
melakukan pekerjaan dengan baik.
5. Pantau hasil
Anda tidak mampu mendelegasikan tugas dan berharap yang terbaik. Apakah
28
sistem pemantauan Anda otomatis atau tidak, awasi untuk memastikan bahwa karyawan
melakukannya dengan aman dan efisien dan berkembang dengan memuaskan menuju
tujuan. Ketika ada yang salah, Anda perlu tahu dalam banyak waktu sehingga Anda dapat
mengambil, atau membimbing delegasi untuk mengambil, tindakan korektif cepat.
Dari waktu ke waktu diskusikan dengan delegasi bagaimana mereka menikmati
tugas, apa yang mereka pelajari dan bagaimana mereka dapat menggunakan keterampilan
yang mereka peroleh dalam aspek lain dari pekerjaan mereka. Berikan umpan balik tentang
bagaimana Anda melihat hasil delegasi, bagaimana hal itu membantu Anda dan mungkin
orang lain, dan berterima kasih atas bantuan mereka.
Jangan malu untuk mengajukan pertanyaan ketika Anda sedang menerima tugas kerja atau
tugas yang didelegasikan. Anda ingin benar-benar memahami apa yang diharapkan atasan Anda
serta tantangan dan kendala apa pun yang perlu Anda perhitungkan. Jika tidak, Anda berisiko
salah paham dan berkinerja buruk.
Asumsi bisa berbahaya, jadi klarifikasi detail apa pun yang Anda tidak yakin, seperti
panduan tentang waktu, kualitas dan kuantitas, dan batasan uang, waktu, atau sumber daya lainnya.
Anda tidak perlu meminta atasan Anda untuk melakukan pekerjaan untuk Anda atau
menjelaskannya langkah demi langkah, tetapi parameter operasi tertentu memastikan bahwa Anda
berdua berada pada gelombang yang sama. Bila Anda perlu meminta kerja sama orang lain atau
untuk sementara memperoleh wewenang khusus apa pun, konfirmasikan bahwa manajer Anda
30
telah membuat pengaturan yang diperlukan.
Cari tahu prioritas apa yang dimiliki tugas tersebut, baik bagi manajer Anda maupun
organisasi. Jadilah positif dalam sikap Anda dan tunjukkan melalui kata-kata dan tindakan Anda
bahwa Anda bersedia untuk menyelesaikan tugas. Ketika manajer Anda cenderung 'menggeser
tiang gawang' atau mengubah prioritas, konfirmasikan tugas Anda secara tertulis; jika terjadi
kesalahan, Anda setidaknya memiliki catatan tentang apa yang ingin Anda capai dan parameter
operasi Anda.
32
8. TIM DAN KOMITE PROYEK
Jenis tim ini biasanya bersifat sementara dan sebagian besar melakukan tugas besar.
Anggota tim ini adalah umumnya dipilih di seluruh organisasi berdasarkan pengetahuan
dan keterampilan untuk tugas tertentu setelah itu mereka pencairan tetapi komite di sisi
lain adalah permanen dan melakukan tugas-tugas yang berkelanjutan.
9. TIM DIKELOLA SENDIRI
Tim ini sebagian besar diberdayakan dan dapat mencapai banyak hal dalam hal
penghematan biaya, inovasi, dan produktivitas. Mereka membuat keputusan jangka
panjang dan diukur dengan hasil. Mereka tidak membutuhkan pengawasan manajer.
10. TIM VIRTUAL
Dengan pertumbuhan dan perluasan penggunaan TI, jenis tim ini menjadi mungkin.
Dengan tim seperti ini mereka terdiri dari orang-orang yang bekerja di organisasi yang
sama atau berbeda dari lokasi yang jauh. Milik mereka komunikasi semuanya virtual
seperti yang digambarkan oleh namanya.
Ketika Anda memikirkan organisasi yang terdiri dari tim yang luar biasa, di mana kinerja
tinggi adalah acara harian, mana yang muncul di benak Anda? Sebuah tim balap Formula Satu?
Atau mungkin Amazon atau Google, atau tim layanan restoran yang ahli, atau tim operasi di rumah
sakit? Orang tidak dapat mencapai banyak hal tanpa bantuan, kerjasama dan dukungan dari orang
lain, dan tim yang luar biasa telah belajar untuk mengatasi hambatan yang menghalangi tim lain
dan menemukan serta memperbaiki penyebab kinerja yang buruk. Bagaimana mereka
melakukannya?
33
sehingga semua orang memahami apa yang sedang mereka upayakan bersama. Pernyataan tujuan
tim melakukan ini. Ini mendefinisikan tim dengan menjelaskan dengan jelas mengapa itu ada. Itu
membuat semua orang bergerak ke arah yang sama dan menunjukkan kepada anggota tim
bagaimana upaya individu mereka berkontribusi pada tujuan tim. Tujuan tim bertindak sebagai
visi tim dan batu ujian untuk pengambilan keputusan dan memandu perilaku anggota sehari-hari.
Ini harus berhubungan dengan konteks yang lebih luas dari tujuan organisasi.
Libatkan seluruh tim dalam menyusun pernyataan tujuannya. Pikirkan untuk
menampilkannya di suatu tempat yang terlihat. Jika ini tidak memungkinkan, posting di setiap
pertemuan dan sarankan anggota tim menggunakan pernyataan tersebut sebagai screensaver
spanduk. (Untuk lebih lanjut tentang ini, lihat blog penulis, 'Paint the Picture' di
https://colemanagement.wordpress.com/2017/05/10/paint-the-picture/.)
Berikut adalah tiga cara untuk menjaga visi organisasi dan tujuan tim Anda tetap hidup.
1. Mengakui dan menghargai anggota tim yang mendukung visi dan tujuan tim.
2. Sejajarkan tujuan dan ukuran kinerja Anda dengan visi dan tujuan tim Anda. Merujuk pada
visi dan tujuan tim saat mengambil keputusan.
3. Mengacu pada visi dan tujuan tim saat mengajar keputusan.
34
gedung kantor yang terbakar, Anda harus fokus pada tugas yang harus dilakukan. Namun saat ada
krisis yang menimpa kondisi emosional karyawan, seperti PHK massal, Anda sebaiknya bersikap
lebih suportif pada anggota tim untuk menampung kekhawatiran mereka.
Anggota tim bersikap dan berkomunikasi dalam cara yang dapat diprediksi, yang disebut
roles (peranan). Peranan anggota tim dibagi menjadi fungsional dan disfungsional. Contohnya,
pemimpin informal dapat bekerja sama dengan Anda atau melawan Anda. Seorang ‘badut kantor’
bisa jadi mengganggu atau meringankan suasana. Si Pesimis bisa menghancurkan ide-ide yang
baik, atau menemukan potensi terjadinya masalah dan cara menyelesaikannya. Sebuah tim bisa
dikuatkan saat orang-orang di dalamnya menyadari peranan yang mereka pegang dan dampak
peranan mereka terhadap pekerjaan dan cara tim bekerja sama.
Untuk menjadi pemimpin/manager yang lebih efektif, ada tiga area kebutuhan yang harus
dipenuhi:
1. Kebutuhan individual (Keinginan seseorang untuk merasa puas dengan pekerjaan mereka.
Untuk mencapai hal ini dibutuhkan pengembangan dan motivasi perorangan).
2. Kebutuhan pekerjaan (Kebutuhan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah
disepakati. Untuk mencapai hal ini, pekerjaan harus dilakukan dengan benar).
3. Kebutuhan tim (Kebutuhan bagi tim untuk bekerja sama. Untuk mencapai hal ini,
membangun tim sangat dibutuhkan).
Karena ketiga area kebutuhan tersebut saling berhubungan, mengabaikan satu area saja
dapat memengaruhi area yang lain. Karena hal tersebut juga, ada kemungkinan bahwa ketiga
kebutuhan dapat dipenuhi sekaligus, misalnya dengan pelatihan karyawan. Pelatihan memenuhi
kebutuhan karyawan untuk meningkatkan keahlian mereka, memastikan pekerjaan diselesaikan
dengan baik, dan menyediakan anggota yang berguna bagi sebuah tim.
35
tim’ juga sangat penting agar sebuah tim dapat bekerja secara efisien. Team maintenance adalah
kegiatan-kegiatan yang membantu tim untuk meningkatkan kerja sama, seperti merayakan
keberhasilan, merayakan ulang tahun karyawan, bahkan bercanda bersama.
Seperti manusia, sebuah tim juga tumbuh, berkembang, dan berubah. Kedewasaan tim tidak
berhubungan dengan umur sebuah tim atau umur anggota-anggotanya, melainkan berhubungan
dengan seberapa efektif anggota sebuah tim dalam bekerja sama dan memenuhi tuntutan pekerjaan
untuk mencapai tujuan. Masa hidup sebuah tim dibagi menjadi lima tahap, yaitu:
1. Forming
Masa forming atau pembentukan dapat diibaratkan sebagai orang-orang yang masih
asing atau tidak mengenal satu sama lain yang menjalankan sebuah tugas atau aktivitas.
Anggota-anggota tim masih mencari tahu peranan mereka, hubungan mereka dengan
anggota tim yang lain, hierarki dan apa yang bisa diberikan seorang anggota untuk timnya.
Tim yang masih dalam masa forming membutuhkan seorang pemimpin yang
memberikan petunjuk dan arahan. Anda dapat memberikan informasi tentang apa yang Anda
harapkan dari tim tersebut, bagaimana cara kerja sama tim yang Anda inginkan dan seberapa
formal atau informal tim tersebut seharusnya bersikap.
2. Storming
Masa storming mencakup konflik dan pertengkaran yang muncul saat orang-orang
mulai mengenal satu sama lain dan melihat perbedaan dalam tujuan, nilai-nilai dan gaya
bekerja. Kelompok-kelompok kecil mungkin terbentuk, persaingan kekuasaan mungkin
berkembang dan kepemimpinan Anda mungkin terganggu. Produktivitas tim juga menurun
karena sulitnya menetapkan tujuan, prinsip kerja dan prosedur yang sama untuk seluruh
anggota tim.
Tim yang berada dalam masa storming membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan
menunjukkan batas-batas, arahan dan petunjuk yang jelas. Meskipun ada pertengkaran,
bantulah anggota tim untuk fokus pada tujuan mereka dan tidak teralihkan oleh masalah-
masalah hubungan antar anggota.
3. Norming
Masa norming adalah masa di saat sebuah tim telah memiliki budaya bersikap, baik
secara formal maupun informal, dan tim tersebut telah mengenali bagaimana mereka bekerja
setiap hari dan bagaimana mereka membuat keputusan. Anggota tim yang telah memasuki
36
masa ini mulai berpikir bahwa sebuah masalah adalah masalah yang dapat diselesaikan
bersama sebagai satu tim. Tim dalam masa ini mulai tidak bergantung pada pemimpin
mereka, meskipun arahan tetap diperlukan untuk memastikan tim tetap berjalan ke arah yang
benar.
4. Performing
Tim yang telah memasuki masa performing adalah tim yang kreatif, produktif, dan
harmonis. Anggota tim dapat bekerja secara perorangan maupun bekerja sama dengan
anggota tim lainnya. Anggota-anggota tim telah mengenali kekuatan dan kelemahan masing-
masing. Tim dapat berkomunikasi secara terbuka, fleksibel, inovatif, berdaya guna dan dapat
dipercaya.
5. Adjourning
Masa adjourning atau mourning adalah masa terakhir bagi beberapa tim. Masa ini
dapat disebabkan tim yang dibubarkan, penutupan tempat kerja, tim atau sebagian darinya
digabungkan ke tim lainnya, atau kontrak tim yang telah selesai. Hal ini dapat menimbulkan
rasa kekosongan dan kesedihan pada anggota-anggota tim.
Anggota tim yang pergi atau anggota tim yang baru bergabung dapat mengganggu
produktivitas tim. Jika ada anggota tim yang pergi, rasa kehilangan dapat muncul, dan tim tersebut
mungkin akan mengalami kemunduran untuk membangkitkan kembali tingkat efisiensi tim.
Anggota tim mungkin juga akan merasa cemas dengan beban kerja yang mungkin bertambah.
Setiap kali ada anggota baru dalam sebuah tim, masa forming, storming dan norming dimulai
kembali. Seorang anggota baru dapat memengaruhi semangat tim dan mengubah dinamika internal
dalam sebuah tim. Pemimpin tim sebaiknya turun tangan dalam hal ini, menjaga agar pertumbuhan
tim tidak terganggu, sambil mengarahkan anggota baru dalam prosesnya.
Bila ada anggota yang hanya bergabung sementara seperti pekerja kontrak, mereka tetap
membutuhkan arahan. Mereka harus dibantu untuk memanfaatkan potensi mereka dan merasa
bahwa mereka adalah bagian dari organisasi yang menaungi mereka saat ini. Anggota baru tersebut
harus terintegrasi dengan tempat kerja dan tim, sehingga diskusi mengenai nilai-nilai dan misi
organisasi serta tujuan tim sebaiknya dilakukan.
37
1. Interpersonal roles
Peranan ini terdiri atas figurehead role (bertindak secara formal), leader role
(memimpin secara efektif), dan liaison role (berkomunikasi di dalam maupun di luar
organisasi).
2. Informational roles (menjaga agar orang-orang mendapatkan informasi tentang hal-hal
yang akan memengaruhi mereka)
Peranan ini terdiri atas monitor role (mengumpulkan informasi dan mendeteksi
perubahan maupun masalah), disseminator role (mendistribusikan informasi dari sumber-
sumber internal maupun eksternal kepada manajemen yang lebih senior, karyawan, dan
kolega), dan spokesperson role (merepresentasikan organisasi kepada pihak luar dan
merepresentasikan karyawan kepada manajemen, dan sebaliknya).
3. Decisional roles (membuat keputusan dalam menyelesaikan masalah, menempatkan
sumber daya dan bekerja dengan orang lain)
Peranan ini terdiri atas entrepreneur role (menginisiasi perubahan dan improvisasi,
menemukan masalah dan solusinya), disturbance-handler role (menghadapi konflik dan
masalah-masalah tidak terduga yang muncul), resource-allocator role (memutuskan siapa
yang melakukan apa, kapan dan dengan sumber daya yang mana, menjadwalkan waktu,
tugas, material dan sumber daya), dan negotiator role (membuat persetujuan dengan
kelompok atau perorangan, di dalam maupun di luar organisasi).
Ada tiga komponen penting dalam kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) sebuah
tim, antara lain:
1. Kepercayaan
2. Identitas Bersama
3. Kepercayaan diri
Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan emosional tim
antara lain:
1. Jangan biarkan kubu-kubu terbentuk.
2. Jangan biarkan orang-orang berjalan berdasarkan sebuah proposal, pastikan bahwa tim
telah mencapai sebuah keputusan.
3. Dorong anggota tim untuk bicara bila mereka tidak setuju dengan sesuatu yang berkaitan
dengan tujuan, keputusan dan cara kerja tim.
38
4. Pastikan bahwa anggota tim mendukung sebuah tindakan yang telah disetujui.
5. Temukan cara yang cepat dan mudah untuk mengekspresikan emosi tim dan cara
menyenangkan untuk melepasskan stress.
6. Buat tim merasa sebagai pemenang. Akui kesuksesan dan kepentingan dari tujuan sebuah
tim.
7. Berikan tujuan tim yang jelas.
8. Pertanyakan keputusan apa pun yang dibuat dengan cepat.
9. Hormati kontribusi semua orang.
Bila tim sedang mengalami krisis atau masalah, temukan bagaimana organisasi berencana
menyelesaikan masalah semacam ini. Tempatkan diri Anda sebagai anggota tim dan pikirkan
tentang pertanyaan dan kekhawatiran apa yang mungkin timbul di pikiran mereka dan bagaimana
Anda dapat merespon. Alokasikan waktu dan tempat untuk bertemu dengan tim secara privat,
meskipun secara virtual.
Ketika manajemen senior lebih berfokus pada pelanggan, publik dan pemangku kepentingan
lainnya, tugas Anda adalah memastikan bahwa tim Anda tidak kehilangan kepercayaan pada
organisasi atau diri mereka sendiri. Sebuah masalah dapat menyebabkan karyawan untuk berbalik
melawan organisasi karena mereka kehilangan kepercayaan. Tetap tegar dan bantulah mereka
untuk tegar. Orang-orang mengandalkan ketenangan, kepercayaan diri dan konsistensi dari Anda
sebagai seorang pemimpin. Namun Anda harus tetap jujur, karena bila Anda berbohong dan
kebenarannya terungkap, tim Anda tidak akan memercayai Anda lagi. Hati-hati juga dengan
tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan rasa rendah diri dan tidak nyaman serta merusak
dinamika tim.
Jangan lupakan pekerjaan. Orang-orang masih membutuhkan kejelasan tentang peranan dan
tanggung jawab di tengah masalah yang timbul. Anda juga harus tetap produktif. Buatlah to-do
list berisi hal-hal dengan prioritas tinggi.
39
Gambar 8 Laras Satwa
Kurangnya motivasi dalam organisasi akan sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Laras satwa adalah salah satu pengembang di bidang petshop yang berdiri sejak tahun 1999 dan
didalamnya mengaplikasikan sistem family business. Dengan sistem tersebut tentunya top level
manajemennya dihuni oleh orang-orang terdekat. Resikonya adalah kurangnya profesionalisme
dalam bekerja dan terjadilah pull turnover yang mengakibatkan berkurangnya karyawan laras
satwa hingga saat ini. Salah satu petshop yang menarik karyawan Laras Satwa adalah Petshop
Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya motivasi yang ada dalam organisasi perusahaan,
sehingga pada saat karyawan memiliki peluang yang jauh lebih baik tentunya mereka akan segera
mengambil kesempatan tersebut. Namun saat ini Laras Satwa sedang membangun dan membenahi
masalah ini dengan memulai untuk bekerja dengan orang-orang luar yang professional.
Pengunduran diri Charlie Simmons dari posisi manajer administrasi mengejutkan. Charlie
telah menjalankan 'kantornya' selama 10 tahun terakhir dan diperkirakan tidak akan pensiun
selama delapan tahun lagi, jadi tidak ada yang dilakukan untuk mengembangkan pengganti untuk
40
posisinya. Stafnya menerima gaya kepemimpinannya yang agak keras tetapi angkuh karena
menghormati pengalaman dan pengetahuannya yang panjang tentang organisasi dan karena
mereka menikmati pekerjaan dan rekan kerja mereka.
Tapi mereka memiliki perasaan campur aduk tentang penunjukan Mary Williams untuk
posisi Charlie. Meskipun Mary baru bergabung dengan organisasi selama 18 bulan, sejauh ini dia
adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk pekerjaan itu, terutama mengingat keputusan
manajemen untuk membawa banyak fungsi administratif ke kantor pusat.
Sebelumnya dilakukan di kantor cabang. Mary bertanggung jawab untuk memperkenalkan
sistem komputer yang ditingkatkan - proyek besar itu sendiri dan sesuatu yang dia alami dalam
peran terakhirnya. Sistem baru membuatnya tidak perlu merekrut staf tambahan untuk membantu
tugas tambahan dan bahkan memungkinkan Mary untuk berhemat kantor.
Mary mengambil alih posisi barunya dan mulai menyesuaikan alur kerja kantor sebagai
persiapan untuk memasukkan pekerjaan tambahan dan memperkenalkan sistem baru. Untuk
menghindari kebingungan tentang apa yang diharapkan dari masing-masing anggota staf, Mary
berencana untuk memberi tahu mereka masing-masing bagaimana perubahan akan memengaruhi
pekerjaannya dan memberi setiap orang perincian tertulis tentang prosedur operasi standar (SOP)
yang harus diikuti mulai sekarang.
Dengan begitu banyak perubahan yang terjadi, manajemen melihat peluang untuk
memperkenalkan beberapa ide baru lainnya juga, dan memberikannya kepada Mary untuk segera
diimplementasikan. Mary merasa bahwa banyak dari skema ini tidak praktis. Namun, ketika staf
mengeluh bahwa skema tersebut tidak dapat dijalankan, satu-satunya penjelasannya adalah Inilah
yang mereka ingin kita lakukan.
Tidak lama kemudian pekerjaan di bagian Mary tertinggal dari jadwal pelaksanaannya.
Staf adalah frustrasi karena mencoba membuat sistem baru berfungsi dan mengeluh bahwa
beberapa SOP baru tampaknya bertentangan langsung satu sama lain. Standar dan keandalan
informasi dari kantor sedang jatuh, tenggat waktu sangat tinggi, dan moral berada pada titik
terendah sepanjang masa. Tim manajemen senior mulai berpikir dua kali tentang penunjukan
Mary.
41
Studi Kasus Bab 13
Perusahaan Zoom, yang membuat aplikasi untuk komunikasi secara daring, sangat peduli
pada team maintenance. Menurut Steve Snyder, seorang kepala tim penjualan di Zoom, ada budaya
mengadakan pertemuan untuk membahas tentang karyawan, misalnya mendiskusikan untuk
mengirim bunga pada karyawan yang sakit, memberikan selamat pada karyawan yang berulang
tahun, memberikan hadiah pada karyawan yang baru memiliki anak, dsb.
Di perusahaan Zoom juga terdapat tim khusus bernama The Happiness Crew yang bertugas
untuk menjaga motivasi kerja karyawan. Tim tersebut juga menjaga budaya perusahaan dalam
kegiatan-kegiatan dan perayaan yang dilakukan perusahaan. The Happiness Crew juga
mengadakan kegiatan-kegiatan, seperti memberi kesempatan untuk menjadi sukarelawan di
organisasi kemanusiaan, acara sarapan bersama untuk karyawan-karyawan baru, serta kegiatan
membawa keluarga ke tempat kerja, baik itu anak maupun orangtua dari karyawan.
Zoom juga menyediakan fasilitas-fasilitas untuk kesejahteraan karyawan, seperti dua buah
dapur, ruang gim, dan wellness room dengan karpet yoga, lilin, dan tempat duduk yang nyaman.
Menurut Anna Pinckney, seorang karyawan di bagian penjualan, budaya kerja di Zoom
memudahkannya untuk membangun hubungan dengan karyawan lainnya, bahkan yang jarang
ditemui. Budaya kerja di Zoom juga memungkinkannya untuk merasa lebih memiliki kontribusi
dalam perusahaan.
2.5 Jurnal
Jurnal : Journal of Administrative and Business Studies
Volume : Vol 6 No.4, hal 117-128
Judul : Team monitoring useful or not useful?
Tahun publikasi : 2020
Penulis : Beenish Arshad, Muhammad Ali, Amna Niazi
DOI : 10.20474/jabs-6.4.2
Organisasi didefinisikan sebagai unit sosial atau kelompok manusia yang sengaja didirikan
untuk pencapaian tujuan tertentu. Semua organisasi memiliki struktur manajemen yang
menentukan hubungan antara aktivitas dan anggota yang berbeda, membagi, menetapkan peran,
tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan berbagai tugas. Tim menjadi sangat
42
diperlukan untuk progresif organisasi karena memainkan peran dalam pemecahan masalah dan
kemajuan organisasi. Tim didefinisikan sebaai sekelompok orang yang dibentuk secara berurutan
untuk mencapai tujuan organisasi dengan tujuan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Ada
berbagai jenis dan ukutan tim kerja atau organisasi. Beberapa tim bersifat sementara, ada juga yang
sedang berlangsung dan permanen.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kerja tim, seperti kompetensi individu,
keterampilan, proses, alat, teknik, nilai organisasi, kepribadian anggota tim, dan proses
komunikasi. Anggota sering berinteraksi dalam tim, berbagi informasi dan berkoordinasi. Faktor
lainnya yang berdampak pada tim yaitu pemantauan tim. Pemantauan harus memungkinkan tim
untuk mendapatkan gambrang tentang kesalahan yang dibuat oleh anggota tim dan menganalisis
kecepatan dan ritme aktivitas tim.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada interaksi antara kepercayaan intra
tim dan upaya tim yang sedang berlangsung. Pemantauan tim akan dipelajari sebagai variabel
mediasi atara kepercayaan intra tim dan usaha tim.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak intra kepercayaan tim pada upaya tim
saat pemantauan tim menengahi hubungan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu
probability sampling dengan teknik random sampling. Data dikumpulkan dari anggota tim dan
supervisor melalui kuesioner terstruktur yang sudah di evaluasi. Penelitian ini melakukan analisi
deskriptif dan korelasi pearson dari variabel yang diteliti. Peneliti menggunakan SEM Amos 18
untuk mengestimasi model.
Kesimpulan
Kepercayaan intra tim memiliki peran penting dalam membangun upaya tim. Ketika
kepercayaan dibangun dalam sebuah tim, anggota bekerja lebih baik menuju pencapaian tujuan
tim dan organisasi. Peningkatan upaya tim juga dibangun ketika aktivitas anggota tim dipantau.
Pemantauan tim juga menunjukkan perbedaan substansial dalam upayan tim dimana organisasi
menjadi semakin kompetitif.
43
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
44
lima tahap, yaitu forming, storming, norming, performing, dan adjourning. Sehingga dalam sebuah
tim dapat membangun kepercayaan antar anggotanya.
3.2 Saran
Sebuah perusahaan perlu memerhatikan komitmen dan motivasi karyawan. Perusahaaan
juga harus bisa mengantisipasi pergantian karyawan dengan melakukan penilaian secara berkala.
Dalam jurnal dikatakan bahwa pemantauan tim berpengaruh terhadap upaya tim, sehingga
disarankan perusahaan untuk memaksimalkan pemantauan tim agar perusahaan dapat menjadi
semakin kompetitif. Manajer tiap perusahaan juga diharapkan untuk mengawasi dan menjadi
teman bagi karyawan agar karyawan dapat dengan nyaman menjalankan aktivitasnya di
perusahaan. Perusahaan diharapkan dapat memimpin dan mengelola karyawannya dalam kondisi
apapun dan dengan menggunakan cara yang tepat kepada karyawan.
45
IV. DAFTAR PUSTAKA
46
Journal of Administrative and Business Studies JABS
2020, 6(4): 117-128
PRIMARY RESEARCH
Keywords Abstract
Trust The present study attempts to investigate the mediating role of team monitoring in intra-team trust and team ef-
Team effectiveness fort relationship. Intra-team trust inluences coordination between team members while team monitoring is a
Interdependence process to assess and evaluate team processes and performance. This research analyzes whether team monitor-
Monitoring ing inluences trust-effort relationship in ongoing teams of organizations in Pakistan. A ield survey approach was
Team effort used to test the research hypothesis. Data were collected from a sample of 100 team members and supervisors
of 20 ongoing teams in organizations of different sectors. In order to explain the association between variables,
Received: 6 March 2020 the model was tested using Structural Equation Modeling (SEM) using AMOS. The indings showed that hypoth-
Accepted: 18 May 2020 esized model it reasonably well based on comparison it indices. The results show that team monitoring has a
Published: 12 August 2020 signiicant inluence on the relationship between intra-team trust and team effort for teams operational in cho-
sen organizations. The study adds valuable insights to the existing literature on team dynamics by analyzing the
aforementioned relationships in South Asian organizational context.
The Author(s). Published by TAF Publishing. This is an Open Access article distributed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-
Electronic
NoDerivatives 4.0 International License copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280
2020 B. Arshad, M. Ali, A. Niazi – Team monitoring useful . . . . 118
2002). Such teams exist to perform relevant tasks and ex- team performance (Dirks, 1999).
hibit task interdependencies in terms of goals, worklow Members interact frequently in teams, share information
and knowledge. They are embedded in organizational con- and coordinate efforts towards accomplishment of goals.
text that sets boundaries, constrains the team and inlu- Individuals become committed to team goals when they
ences exchanges with external units (Denison, Hart, & Kahn, perceive a sense of identiication with their teams. Collec-
1996; S. Kozlowski & Bell, 2003). tive responsibility is a condition when success of group ef-
There are different types and sizes of work teams in or- fort is distributed across all members rather than an in-
ganizations. Some teams are temporary and disband after dividual (Scardamalia et al., 2002). Along with individ-
achieving the desired goals. Others are ongoing and are per- ual capabilities, commitment on part of each team member
manently associated with the organization. Functional or to do the work is necessary to make team effort succeed
work teams are ongoing teams organized around deined (Scardamalia et al., 2002). Team identiication is developed
interdependent functions and are characterized by recur- through sense of membership with a team which is emo-
ring activities (Putnam, 1992). These teams are formally tionally signiicant aspect of one’s identity. Thus, they be-
deined and members have shared goals related to devel- come committed to team and its goals rather than individual
opment of products and services. They provide resource motives hence exert signiicant effort resulting in high team
allocation and overall direction to the organization mem- performance (Van Der Vegt & Bunderson, 2005). Thus col-
bers (Cohen & Bailey, 1997). Temporary teams are formed lective team effort also plays an important role in.
for limited time and for specialized tasks (Stone, Kaminka, Another factor which has an impact on team processes
Kraus, Rosenschein, et al., 2010). Researchers have char- is team monitoring. At team level monitoring is deined
acterized teams into various general typologies as effort as observing activities and performance of team members
to distinguish broad range of teams (S. Kozlowski & Bell, (Dickinson & McIntyre, 1997; Wartika, Surendro, Satrami-
2003). Sundstrom, McIntyre, Halhill, and Richards (2000) hardja, & Supriana, 2015). Monitoring should enable teams
integrated the Sundstrom, De Meuse, and Futrell (1990) to get an idea of the mistakes made by team members and
and Cohen and Bailey (1997) typologies to yield six team analyze the pace and rythym of team activities (Bell & Ko-
categories: production, management, service, project, ac- zlowski, 2002). Research has found that team monitor-
tion and advisory. Ongoing teams include production, ser- ing beneits the overall team effectiveness by enhancing
vice and management teams. Production teams include co-ordination and encouraging feedback (Bell & Kozlowski,
core employees who produce products and services. Ser- 2002).
vice teams engage in ongoing transactions with customers This study aims to discover if there is any interplay between
to cater their needs. Management teams are composed of intra team trust and team effort in ongoing teams of Pak-
business units with responsibility of directing and coordi- istan. Apart from intra team trust, team monitoring will be
nating lower level work units. Project teams are temporary studied as mediating variable between intra team trust and
teams such as product development teams. These perform team effort. This research will be beneicial for organiza-
specialized and time limited tasks. Action and performing tions where work is done in teams. They can regard the im-
teams are also temporary in nature and are composed of portance of developing team trust in work teams. Organiza-
experts who engage in complex performance events (S. Ko- tions can also develop methods to improve team effort and
zlowski & Bell, 2003). ind out better ways of team monitoring to improve work
There are a number of factors that affect team effort within performance.
ongoing teams. Some factors include individual compe-
tencies of team members; skills, processes, tools and tech- LITERATURE REVIEW
niques; interpersonal skills, communication and person- Salas, Dickinson, Converse, and Tannenbaum (1992) de-
alities of team members; core values of team; shared vi- ined team as two or more individuals who have speciic
sion, purpose, goals; and organizational values. Intra team roles, perform interdependent tasks and share common
processes include interactions that take place among team goals. Organizations are operating in a dynamic and com-
member (Campion, Medsker, & Higgs, 1993). Intra team petitive environment (Baker, Day, & Salas, 2006). Factors
trust is considered to be an important inluence on co- such as increased competition, consolidation and trend of
ordination between individuals and several beneits for in- continuous innovation all over the world create pressure
dividuals and organizations are associated with trust. Trust on organizations to cope up with environmental challenges.
may affect the relationship between group process and Given the environment, teamwork is very much needed
ISSN: 2414-309X
DOI: 10.20474/jabs-6.4.2
Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280
119 J. Admin. Bus. Stud. 2020
for organizations to operate, interact and achieve organiza- sideration in understanding teams is that teams cannot be
tional goals (Baker et al., 2006). Team work leads to bet- understood without taking into account their context, and
ter products and services and fewer errors in routine tasks. the knowledge we deduce about team in particular setting
Members of a team need speciic Knowledge, Skills and Abil- cannot be generalized to another team in a completely dif-
ities (KSAs) to work effectively (Cannon-Bowers, Tannen- ferent setting (Hackman, 1990; McGrath, 1991). Types of
baum, Salas, & Volpe, 1995). There are a number of ben- teams vary in context of the time duration for which they
eits of sharing knowledge and skills between team mem- have been formed. It is very important for organizations
bers as skill diversity leads to positive outcomes (Way, Chou, to distinguish between short-term; ad hoc teams that are
& King, 2000). Teams are formed in order to achieve or- formed for one particular task cycle opposed to long-term
ganizational goals by combining group of people with spe- ongoing teams. Ongoing teams are those that are continu-
ciic knowledge, skills and abilities. In present organiza- ally assigned new tasks or do the same work tasks in cycli-
tional structures, work is designed around autonomous or cal fashion (Devine et al., 1999). Ongoing teams are for-
semi autonomous teams (Angriani, Arifin, & Rahmawati, mally deined by an organization and are engaged into on-
2017; Cascio, 1995; Hackman, 1990; Manz & Sims, 1995). going and recurring activities (Putnam, 1992). On the other
Teamwork facilitates diverse and creative solutions to chal- hand temporary or ad hoc teams are formed for a speciic
lenging problems in an organization (Hall, 2005). Individ- project or achieving a speciic objective. They disperse af-
ual team members are assigned speciic roles; they iden- ter successful accomplishment of desired goals (Stone et
tify and analyze problems, deine goals and assume joint al., 2010). Ongoing project teams are teams with relatively
responsibility for the goals (Hall, 2005). Research has stable membership that interact with clients or customers,
been conducted to analyze beneits of teamwork in differ- solve problems, devise plans or participate in decision mak-
ent industries (Manser, 2009). The processes involved in ing. They perform similar tasks as ad hoc teams but on a
providing products and services to the customers are in- continuous basis (Devine et al., 1999). Researchers have
terdisciplinary and require personnel to work in teams. shown that the major difference amongst ongoing and ad
It has been recognized that working in multidisciplinary hoc teams is the time duration in which they are intact and
teams and expending high team effort is crucial in provid- duration of tasks they perform (Barrick et al., 2012).
ing quality products and services to customers (Baker et al., Intra-team processes are the interactions that take place
2006). According to Robbins (2001), there are four com- among the members of a team (Hackman, 1990). Team
mon types of teams working in an organization; problem processes are the means by which the individuals work-
solving teams, cross functional teams, self managed team ing in a team setting work interdependently in order to
and virtual teams. Problem solving teams comprise of in- utilize resources, their skills and expertise (Marks, Math-
dividuals usually from the same department who work to- ieu, & Zaccaro, 2001). Intra-team trust can lead to co-
gether to improve quality, eficiency and make recommen- operative behavior amongst individual members and hence
dations remove any deiciencies in the current structures. increased team effort (McAllister, 1995). Some organiza-
Cross functional teams consist of employees from differ- tions are increasing co-operation amongst team members
ent departments who work together to accomplish a task. by re-engineering their structures into latter team based
Self managed teams are comprised of individuals who per- forms in which members of teams are empowered and au-
form interdependent tasks and also assume responsibilities thority is decentralized.
of supervisors. These tasks include planning and schedul- Trust is viewed as an expression of one party having coni-
ing of work, assigning tasks, making decisions and solving dence on another party in an exchange; and that they will
problems. Virtual teams use technology to combine mem- not be harmed or put at risk by the other party (Axelrod &
bers dispersed physically in order to accomplish speciic ob- Hamilton, 1981; Zucker, 1987). Some scholars deine trust
jectives. as the degree to which one party is willing to rely on an-
Several studies have been conducted in organizational set- other in a given situation with a sense of relative security
tings but still most of the researchers have not revealed in- even when negative consequences are possible (Jøsang &
formation about the prevalence, functions and character- Presti, 2004). Trust is a complex and multi-level construct
istics of work groups in organizations especially ongoing in theory. Some scholars have worked on getting compre-
teams (Devine, Clayton, Philips, Dunford, & Melner, 1999). hensive view of trust by gathering information from other
Moreover, less research has been conducted on team work disciplines. They have worked on different characteristics
particularly in South Asian perspective. One important con- in different levels of trust such as individual, group and or-
ISSN: 2414-309X
DOI: 10.20474/jabs-6.4.2
Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280
2020 B. Arshad, M. Ali, A. Niazi – Team monitoring useful . . . . 120
ganizations. Moreover, organizational change also has an vidual intentions that inluence team processes (Phillips &
impact on trust level amongst the employees (Rousseau, Gully, 1997; VandeWalle, Brown, Cron, & Slocum Jr, 1999).
Sitkin, Burt, & Camerer, 1998). Once the intentions are formed, they inluence performance
There are various theories linked to the concept of trust. Ac- by increasing the expended effort towards goal attainment
cording to Social exchange theory, social cues and behaviors (Austin & Vancouver, 1996; Bandura, 1997). The process
can help build trust in future rewards by showing commit- of transforming effort into team performance evolves over
ment and trustworthiness to social exchange (Luo, 2002). time. Intentions are formed which are translated into goal
Fukuyama (1996) explained importance of interpersonal directed effort. Then the team members receive feedback
trust in sociological perspective. Classical researchers have on the effectiveness of the effort they expend and then in-
also explained that economic prosperity can be achieved crease or decrease team effort based on the results of the
through mutual trust in members of economy as social feedback (Carver & Scheier, 2001). If team members per-
transactions require trust between the members involved. ceive that high performance is beneicial to them only then
Trust is complex multidimensional construct which encom- they will be motivated to exert effort and perform well on
passes emotional, cognitive and moral elements (Barber, the job (Van Knippenberg, 2000).
1983). Intra-team trust determines expected behavior of As teams exert effort to accomplish tasks and goals, their ac-
team members which is the outcome of individual team tivities may be monitored in order to oversee whether work
member’s values, attitudes and emotions (Jones & George, is done eficiently and effectively. Scholars deine team
1998). When work is done in self managed teams, inter- monitoring as a function to observe the activities and per-
personal trust and co-operation leads to organization effec- formance of team members (Dickinson & McIntyre, 1997).
tiveness because members have more autonomy (Dunphy & Team monitoring is mutual performance monitoring which
Bryant, 1996). Scholars have acknowledged that intra-team allows team members to assess and evaluate how they are
trust leads to co-operation and thus improves team effort performing (Damanpour & Schneider, 2006). They ensure
and performance (Axelrod & Hamilton, 1981; McAllister, that work procedures are followed accurately (McIntyre &
1995). Many researchers have examined intra-team trust as Salas, 1995). Teams which are monitored routinely should
an important variable contributing towards high team per- be able to obtain awareness regarding timing and pace of
formance as well as work group processes. Past research team members and how well they are performing (S. W. Ko-
studies have also shown a positive relation between trust zlowski, 1998). Monitoring enables team members to be
and performance in ongoing teams (Costa, 2003; Rispens, aware about their mistakes and deiciencies which they can
Greer, & Jehn, 2007). When there is high level of trust correct in order to enhance team effort. Monitoring is im-
within a team, it results in high level of motivation and co- portant for team effectiveness as it improves coordination
ordination in work group processes which results in im- and encourages feedback. Team monitoring improves team
proved team effort. This proposition has been the main effort and performance because team members can attain
idea of prior researches in organizational behavior (Dirks, information about other team members and improve syn-
1999). However, it is argued that such proposition rather chronization of their activities and minimize detrimental
appears to be appealing but there is not much evidence to behaviors by assisting other team members (Marks et al.,
prove its validation .Moreover, Dirks (1999) studied that al- 2001). Team monitoring is considered crucial for effective
though trust is an assurance for an effective group but it is teamwork (LePine, Piccolo, Jackson, Mathieu, & Saul, 2008).
not necessary that the effect of trust has to be direct, for ex- Moreover, team monitoring can be considered as a mech-
ample, interpersonal trust can indirectly affect group effort. anism of implicit coordination and allows members to an-
Teamwork includes team processes which include inter- ticipate needs and future actions of other team members.
actions and effort towards accomplishment of team goals. They can use the information from team monitoring proce-
Team members work in an interdependent manner that dures to adjust own behavior and thus improve overall per-
converts inputs to outputs through behavioral, cognitive formance (Kolbe et al., 2014). Team members may identify
and verbal activities that are directed towards organiz- their own mistakes and mistakes in other member’s actions
ing tasks to work towards accomplishing goals (Marks et as well as their behaviors and then react for necessary im-
al., 2001). Team effort can be considered to be interac- provements (Salas, Sims, & Burke, 2005). According to high
tions with tools, machines and systems to achieve goals performing teams demonstrated better behaviors immedi-
(Cannon-Bowers & Salas, 1997). Individual factors such as ately after team monitoring such as providing assistance to
personality and goal orientation have an impact on indi- other team members. Thus it can be implied that team mon-
ISSN: 2414-309X
DOI: 10.20474/jabs-6.4.2
Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280
121 J. Admin. Bus. Stud. 2020
itoring can lead to improvement in team effort (Burtscher & performance beneits through intra-team trust are brought
Manser, 2012). through team effort as the following.
This research is conducted in the South Asian perspective H1: There is a positive relationship between intra team
and the country studied is Pakistan. Cultural dimensions trust and team effort.
play an important role in determining organizational prac-
tices. Pakistan’s culture its into the collectivism dimension. Mediating Role of Team Monitoring
This research study will thereby analyze whether the collec- According to research, it can be proposed that beneits
tivistic culture dimension plays a role in high performance from intra-team trust can be increased through team mon-
of teams as teamwork itself is a collectivistic phenomenon. itoring (De Jong & Elfring, 2010). Research conducted on
trust-monitoring relationship by McAllister (1995) suggest
Intra Team Trust and Team Effort that the impact of trust on monitoring depends on the
Intra-team trust has a positive relationship with effort be- type of trust and monitoring under consideration. Some
cause team members are motivated to work hard towards types of team monitoring involve deliberate control over
goal accomplishment (De Jong & Elfring, 2010). Accord- team members while other kinds of team monitoring al-
ing to theories of collective work motivation, effort is moti- low assisting other team members. Monitoring which al-
vated by social considerations (Kidwell Jr & Bennett, 1993). lows assisting team members is enhanced by high levels of
This is particularly the case in ongoing teams where in- intra-team trust and therefore improves team performance.
terpersonal ties and norms have become strong over time Monitoring done in teams with high levels of intra-team
(Saunders & Ahuja, 2006). Trust promotes team effort par- trust enhances* effort and performance by reducing pro-
ticularly in ongoing teams because social norms and affec- cess losses that hinder teams to reach high levels of pro-
tive considerations motivate team members to work hard ductivity (Langfred, 2004). Monitoring also reduces mo-
(Ferrin, Bligh, & Kohles, 2008). Team effort also increases tivational losses by reducing social loaing in a team. Co-
when team trust is increased over the time when team ordination is also improved through team monitoring which
becomes mature. This is because relationships become increases productivity. Prior research supports the evi-
stronger and team members identify with a particular team dence that team monitoring has positive impact on effort
(Lewicki, Bunker, et al., 1996). Team trust promotes team expended in a team setting (Marks et al., 2001; McAllister,
members to work hard and persistently thus producing a 1995). The following hypothesis can be proposed:
high output. Studies have supported the evidence that there H2: Team monitoring partially mediates the relationship
is a positive relationship between team trust and team ef- between intra-team trust and team effort.
fort (Liden, Wayne, Jaworski, & Bennett, 2004). Therefore,
ISSN: 2414-309X
DOI: 10.20474/jabs-6.4.2
Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280
2020 B. Arshad, M. Ali, A. Niazi – Team monitoring useful . . . . 122
ducted to evaluate the questionnaire. The pilot study re- questionnaires for this study were self administered. Pre-
sults were used to analyze whether the respondents under- viously designed scales for the constructs were adopted
stood the questionnaire well before actual data collection which were also empirically tested. Data was collected from
took place. teams working in different organizations and team mem-
Data was collected from team members and supervisors bers were asked about intra team trust and its impact on
through a self explanatory structured questionnaire. The overall team effort rather than team members’ personal ex-
questionnaire included a cover letter that explained the pectations. This further reduced the personal bias tenden-
purpose and importance of this research and that the re- cies of the customers.
sults would be kept conidential. Data were collected from
ongoing teams working in several organizations operating Measurement Scales and Data Analysis
in Lahore, Pakistan. The sample consisted of total 100 team The questionnaire items were adapted from the work of
member responses in 20 ongoing teams from different sec- other researchers. A multi item constructs based on ive
tors of organizations. The overall response rate was 84%. point Likert Scale was used to measure intra-team trust,
In order to ensure suficient representation of the team team monitoring and team effort. The Likert Scale ranged
members for data analysis, a sampling restriction was also from 1 to 5; 1= strongly disagree, 2 = disagree, 3 =neutral, 4
set to collect at least 10 responses from each organization. = agree and 5 = strongly agreed.
This research study relies on direct responses from ongo- The 5 item trust scale used in this study was developed by
ing teams’ members. Therefore, it can be susceptible to Hinkin (1998). Originally it consisted of measures regard-
Social Desirability Bias (SDB). In order to minimize SDB, ing trust in peers and team members (Cook & Wall, 1980;
one of the research authors was directly involved in data Schippers, 2003). The items in the questionnaire were re-
collection process. The questionnaires for this study were duced to just ive items that measure intra-team trust. Items
self administered. Previously designed scales for the con- which corresponded with the present research were se-
structs were adopted which were also empirically tested. lected. Sample items that measured positive expectations
Team members were asked questions on team related vari- of the team members included “I am conident” and “I am
ables such as intra-team trust, team monitoring, team ef- able to count on”. In order to check the scale’s reliability
fort and team performance rather than their personal ex- Cronbach alpha was used. Cronbach alpha greater than 0.70
pectations. This further reduced the personal bias tenden- (Fornell & Larcker, 1981; Nunnally & Bernstein, 1994) is
cies of the customers. Smart PLS t-value test was used in considered for the scale to be reliable. The scale’s reliability
order to test the data for non-response bias. The results in- for intra team trust was 0.901 which was acceptable.
dicated no signiicant differences between respondents and The 5 item scale of team monitoring was based on Langfred
non-respondents with respect to age, gender, tenure, em- (2004) and Costa (2003). The scale measures the extent
ployment status etc. to which team members meet certain goals and obligations.
Sample items included: “We watch to make sure everyone in
Demographic Background of Respondents the team meets their deadlines” and “In this team we watch
A total number of 130 questionnaires were distributed when everyone completes their work on time.” The scale’s
however 100 complete responses were received from team Cronbach alpha was 0.891 which was acceptable.
members of ongoing teams. Data was collected from em- In order to measure the construct team effort, 5 item scale
ployees of organizations working in teams consisting of 4 to based on work of (Mulvey & Klein, 1998) was used. The
5 team members. Teams consisted of both male and female items measured the persistence of effort of team members.
respondents aged from 25 to 50 years. The income bracket Sample items included “The members of my team work as
of the respondents ranged from PKR 30,000 to PKR 60,000. hard as they can to achieve the team’s objectives and “ Most
This research study relies on responses from the team mem- members of my team carry their fair share of the overall
bers directly. Therefore, it can be susceptible to SDB. In or- workload”. The scale’s reliability was 0.914 which was ac-
der to minimize SDB, one of the research authors was di- ceptable.
rectly involved in administering the questionnaires. The
ISSN: 2414-309X
DOI: 10.20474/jabs-6.4.2
Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280
123 J. Admin. Bus. Stud. 2020
Descriptive Analysis of Study Variables 0.774, p < 0.01).Team effort is also positively correlated
The following table represents descriptive statistics and with intra team trust (r = 0.717, p < 0.01) and with team
Pearson Correlations of the variables studied. Intra team monitoring (r = 0.727, p < 0.01).
trust was positively correlated with team monitoring (r =
ISSN: 2414-309X
DOI: 10.20474/jabs-6.4.2
Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280
2020 B. Arshad, M. Ali, A. Niazi – Team monitoring useful . . . . 124
The present study provides signiicant results for teams op- past (De Jong & Elfring, 2010; Saunders & Ahuja, 2006; Li-
erational in chosen organizations for this study. The aim den et al., 2004). The mediating role of team monitoring
of this study is to study the impact of intra team trust on is also signiicant in this study as it also adds to the previ-
team effort when team monitoring mediates the relation- ous literature of intra team trust in which it is proved that
ship. The mediating role of team monitoring is signiicant team monitoring plays an integral role in greater team ef-
in this relationship since it adds to previous literature of in- fort (De Jong & Elfring, 2010; Marks et al., 2001; McAllis-
tra team trust and team effort. Intra team trust is an impor- ter, 1995). Therefore the results from this study imply that
tant phenomenon that is important for greater team effort team effort is greater for organizations in which intra team
for teams functional in organizations. trust is prevalent. The results drawn from SEM support the
Team Monitoring Team Effort 0.724** 0.529 0.0000 Accord- proposed hypothesis and hence prove that team effort is af-
ing to this study there is a positive relationship between in- fected by intra team trust when team monitoring mediates
tra team trust and team effort. The results of this study are the relationship.
consistent with the results of the research conducted in the
REFERENCES
Angriani, M. R., Arifin, Z., & Rahmawati, R. (2017). The inluence of psychological climate to the organizational commitment
through of job involvement (study at University Foundation Lecturer Achmad Yani (UVAYA) Banjarmasin). Interna-
tional Journal of Business and Economic Affairs, 2(5), 288-296. doi:https://doi.org/10.24088/ijbea-2017-25003
Austin, J. T., & Vancouver, J. B. (1996). Goal constructs in psychology: Structure, process, and content. Psychological Bulletin,
120(3), 338-375. doi:https://doi.org/10.1037/0033-2909.120.3.338
Axelrod, R., & Hamilton, W. D. (1981). The evolution of cooperation. Science, 211(4489), 1390-1396.
Baker, D. P., Day, R., & Salas, E. (2006). Teamwork as an essential component of high-reliability organizations. Health Services
Research, 41(4p2), 1576-1598. doi:https://doi.org/10.1111/j.1475-6773.2006.00566.x
Bandura, A. (1997). Self-eficacy: The exercise of control. California, CA: Macmillan: Worth Publishers.
Barber, B. (1983). The logic and limits of trust. London, UK: Sage Publications.
Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The moderator mediator variable distinction in social psychological research: Conceptual,
strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6), 1173-1182. doi:https://
doi.org/10.1037/0022-3514.51.6.1173
Barrick, M. R., Dustin, S. L., Giluk, T. L., Stewart, G. L., Shaffer, J. A., & Swider, B. W. (2012). Candidate characteristics driving
initial impressions during rapport building: Implications for employment interview validity. Journal of Occupational
and Organizational Psychology, 85(2), 330-352. doi:https://doi.org/10.1111/j.2044-8325.2011.02036.x
Beaubien, J. M., & Baker, D. P. (2004). The use of simulation for training teamwork skills in health care: How low can you go?
BMJ Quality & Safety, 13(suppl 1), 51-56. doi:https://doi.org/10.1136/qshc.2004.009845
Bell, B. S., & Kozlowski, S. W. (2002). A typology of virtual teams: Implications for effective leadership. Group & Organization
Management, 27(1), 14-49. doi:https://doi.org/10.1177/1059601102027001003
Bentler, P. M. (1990). Comparative it indexes in structural models. Psychological Bulletin, 107(2), 238-246. doi:https://
doi.org/10.1037/0033-2909.107.2.238
Bentler, P. M., & Bonett, D. G. (1980). Signiicance tests and goodness of it in the analysis of covariance structures. Psycho-
logical Bulletin, 88(3), 588-590. doi:https://doi.org/10.1037/0033-2909.88.3.588
Browne, M. W., & Cudeck, R. (1993). Alternative ways of assessing model it. Testing Structural Equation Models, 154,
136-145. doi:https://doi.org/10.1177/0049124192021002005
Burtscher, M. J., & Manser, T. (2012). Team mental models and their potential to improve teamwork and safety: A review
and implications for future research in healthcare. Safety Science, 50(5), 1344-1354. doi:https://doi.org/10.1016/
j.ssci.2011.12.033
Campion, M. A., Medsker, G. J., & Higgs, A. C. (1993). Relations between work group characteristics and effectiveness: Im-
plications for designing effective work groups. Personnel Psychology, 46(4), 823-847. doi:https://doi.org/10.1111/
j.1744-6570.1993.tb01571.x
Cannon-Bowers, J. A., & Salas, E. (1997). Teamwork competencies: The interaction of team member knowledge, skills, and
attitudes. In, Workforce readiness: Competencies and assessment. New Jersy, NJ: Erlbaum Hillsdale.
Cannon-Bowers, J. A., Tannenbaum, S. I., Salas, E., & Volpe, C. E. (1995). Deining competencies and establishing team training
requirements. Team Effectiveness and Decision Making in Organizations, 6(7), 333-380.
Carver, C. S., & Scheier, M. F. (2001). On the self-regulation of behavior. Oxford, UK: Cambridge University Press.
Cascio, W. F. (1995). Whither industrial and organizational psychology in a changing world of work? American Psychologist,
50(11), 928-939. doi:https://doi.org/10.1037/0003-066x.50.11.928
Cohen, S. G., & Bailey, D. E. (1997). What makes teams work: Group effectiveness research from the shop loor to the executive
suite. Journal of Management, 23(3), 239-290. doi:https://doi.org/10.1177/014920639702300303
Conti, B., & Kleiner, B. H. (1997). How to increase teamwork in organizations. Training for Quality, 5(1), 26-29. doi:https://
doi.org/10.1108/09684879710156496
Cook, J., & Wall, T. (1980). New work attitude measures of trust, organizational commitment and personal need non-
fulilment. Journal of Occupational Psychology, 53(1), 39-52. doi:https://doi.org/10.1111/j.2044-8325.1980.tb00005
.x
Costa, A. C. (2003). Work team trust and effectiveness. Personnel Review, 32(5), 605-622.
ISSN: 2414-309X
DOI: 10.20474/jabs-6.4.2
Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280
2020 B. Arshad, M. Ali, A. Niazi – Team monitoring useful . . . . 126
Damanpour, F., & Schneider, M. (2006). Phases of the adoption of innovation in organizations: Effects of environment,
organization and top managers 1. British journal of Management, 17(3), 215-236. doi:https://doi.org/10.1111/
j.1467-8551.2006.00498.x
De Jong, B. A., & Elfring, T. (2010). How does trust affect the performance of ongoing teams? The mediating role of relexivity,
monitoring, and effort. Academy of Management Journal, 53(3), 535-549. doi:https://doi.org/10.5465/AMJ.2010
.51468649
De Meuse, K. P., & Liebowitz, S. J. (1981). An empirical analysis of team-building research. Group & Organization Studies,
6(3), 357-378. doi:https://doi.org/10.1177/105960118100600311
Denison, D. R., Hart, S. L., & Kahn, J. A. (1996). From chimneys to cross-functional teams: Developing and validating a
diagnostic model. Academy of Management Journal, 39(4), 1005-1023. doi:https://doi.org/10.2307/256721
Devine, D. J., Clayton, L. D., Philips, J. L., Dunford, B. B., & Melner, S. B. (1999). Teams in organizations: Prevalence, character-
istics, and effectiveness. Small Group Research, 30(6), 678-711. doi:https://doi.org/10.1177/104649649903000602
Dickinson, T. L., & McIntyre, R. M. (1997). A conceptual framework for teamwork measurement. Team Performance Assess-
ment and Measurement, 6(8), 19-43.
Dirks, K. T. (1999). The effects of interpersonal trust on work group performance. Journal of Applied Psychology, 84(3),
445-467. doi:https://doi.org/10.1037/0021-9010.84.3.445
Drucker, P. F. (1992). Organizations. Harvard Business Review, 20(7), 281-293.
Dunphy, D., & Bryant, B. (1996). Teams: panaceas or prescriptions for improved performance? Human Relations, 49(5),
677-699. doi:https://doi.org/10.1177/001872679604900507
Etzioni, A., Marcus, P., Merton, R. K., Reiss, A., Wilson, J. Q., & White, H. (1964). Organizations. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-
Hall Publishing.
Ferrin, D. L., Bligh, M. C., & Kohles, J. C. (2008). It takes two to tango: An interdependence analysis of the spiraling of perceived
trustworthiness and cooperation in interpersonal and intergroup relationships. Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 107(2), 161-178. doi:https://doi.org/10.1016/j.obhdp.2008.02.012
Fornell, C., & Larcker, D. F. (1981). Structural equation models with unobservable variables and measurement error: Algebra
and statistics. Los Angeles, CA: Sage Publications Sage.
Fukuyama, F. (1996). Trust: human nature and the reconstitution of social order. London, UK: Simon and Schuster.
Gann, D. M., & Salter, A. J. (2000). Innovation in project-based, service-enhanced irms: The construction of complex products
and systems. Research Policy, 29(7-8), 955-972. doi:https://doi.org/10.1016/s0048-7333(00)00114-1
Grifin, M. A., Patterson, M. G., & West, M. A. (2001). Job satisfaction and teamwork: The role of supervisor support. Journal
of Organizational Behavior: The International Journal of Industrial, Occupational and Organizational Psychology and
Behavior, 22(5), 537-550. doi:https://doi.org/10.1002/job.101
Hackman, J. R. (1990). Groups that work and those that don't. New York, NY: Jossey-Bass.
Hall, P. (2005). Interprofessional teamwork: Professional cultures as barriers. Journal of Interprofessional Care, 19(1),
188-196. doi:https://doi.org/10.1080/13561820500081745
Hinkin, T. R. (1998). A brief tutorial on the development of measures for use in survey questionnaires. Organizational
Research Methods, 1(1), 104-121. doi:https://doi.org/10.1177/109442819800100106
Holmbeck, G. N. (1997). Toward terminological, conceptual, and statistical clarity in the study of mediators and moderators:
Examples from the child-clinical and pediatric psychology literatures. Journal of Consulting and Clinical Psychology,
65(4), 599. doi:https://doi.org/10.1037/0022-006X.65.4.599
Hoyle, R. H., & Smith, G. T. (1994). Formulating clinical research hypotheses as structural equation models: A conceptual
overview. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 62(3), 429-440. doi:https://doi.org/10.1037/0022-006X.62
.3.429
Jones, G. R., & George, J. M. (1998). The experience and evolution of trust: Implications for cooperation and teamwork.
Academy of Management Review, 23(3), 531-546. doi:https://doi.org/10.5465/amr.1998.926625
Jøsang, A., & Presti, S. L. (2004). Analysing the relationship between risk and trust. In International Conference on Trust
Management, Berlin, Germany.
Kidwell Jr, R. E., & Bennett, N. (1993). Employee propensity to withhold effort: A conceptual model to intersect three avenues
of research. Academy of Management Review, 18(3), 429-456. doi:https://doi.org/10.2307/258904
ISSN: 2414-309X
DOI: 10.20474/jabs-6.4.2
Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280
127 J. Admin. Bus. Stud. 2020
Kolbe, M., Grote, G., Waller, M. J., Wacker, J., Grande, B., Burtscher, M. J., & Spahn, D. R. (2014). Monitoring and talking to
the room: Autochthonous coordination patterns in team interaction and performance. Journal of Applied Psychology,
99(6), 1254-1267. doi:https://doi.org/10.1037/a0037877
Kozlowski, S., & Bell, B. (2003). Work groups and teams in organizations. London, UK: Sage Publications.
Kozlowski, S. W. (1998). Training and developing adaptive teams: Theory, principles, and research. New York, NY: American
Psychological Association.
Langfred, C. W. (2004). Too much of a good thing? Negative effects of high trust and individual autonomy in self-managing
teams. Academy of Management Journal, 47(3), 385-399. doi:https://doi.org/10.2307/20159588
Lawler, E. E. (1995). Creating high performace organizations: Survey of practices and results of employee involvement and
TQM in fortune 1000 companies. New York, NY: Wiley.
LePine, J. A., Piccolo, R. F., Jackson, C. L., Mathieu, J. E., & Saul, J. R. (2008). A meta-analysis of teamwork processes: Tests of
a multidimensional model and relationships with team effectiveness criteria. Personnel Psychology, 61(2), 273-307.
doi:https://doi.org/10.1111/j.1744-6570.2008.00114.x
Lewicki, R. J., Bunker, B. B., et al. (1996). Developing and maintaining trust in work relationships. In, Trust in organizations:
Frontiers of theory and research. New York, NY: Sage Publications.
Liden, R. C., Wayne, S. J., Jaworski, R. A., & Bennett, N. (2004). Social loaing: A ield investigation. Journal of management,
30(2), 285-304. doi:https://doi.org/10.1016/j.jm.2003.02.002
Luo, X. (2002). Trust production and privacy concerns on the internet: A framework based on relationship marketing
and social exchange theory. Industrial Marketing Management, 31(2), 111-118. doi:https://doi.org/10.1016/s0019
-8501(01)00182-1
Manser, T. (2009). Teamwork and patient safety in dynamic domains of healthcare: A review of the literature. Acta Anaes-
thesiologica Scandinavica, 53(2), 143-151. doi:https://doi.org/10.1111/j.1399-6576.2008.01717.x.
Manz, C. C., & Sims, H. P. (1995). Business without bosses: How self-managing teams are building high-performing companies.
Texas, TX: University of Texas Press.
Marks, M. A., Mathieu, J. E., & Zaccaro, S. J. (2001). A temporally based framework and taxonomy of team processes. Academy
of Management Review, 26(3), 356-376. doi:https://doi.org/10.5465/amr.2001.4845785
Marsh, H. W., & Hocevar, D. (1985). Application of conirmatory factor analysis to the study of self-concept: First-and
higher order factor models and their invariance across groups. Psychological Bulletin, 97(3), 562. doi:https://doi.org/
10.1037/0033-2909.97.3.562
McAllister, D. J. (1995). Affect-and cognition-based trust as foundations for interpersonal cooperation in organizations.
Academy of Management Journal, 38(1), 24-59. doi:https://doi.org/10.2307/256727
McGrath, J. E. (1991). Time, Interaction, and Performance (TIP) a theory of groups. Small Group Research, 22(2), 147-174.
doi:https://doi.org/10.1177/1046496491222001
McIntyre, R. M., & Salas, E. (1995). Measuring and managing for team performance: Emerging principles from complex
environments. In, Team Effectiveness and Decision Making in organizations. London, UK: Sage Publications.
Morey, J. C., Simon, R., Jay, G. D., Wears, R. L., Salisbury, M., Dukes, K. A., & Berns, S. D. (2002). Error reduction and performance
improvement in the emergency department through formal teamwork training: Evaluation results of the medteams
project. Health Services Research, 37(6), 1553-1581. doi:https://doi.org/10.1111/1475-6773.01104
Mulvey, P. W., & Klein, H. J. (1998). The impact of perceived loaing and collective eficacy on group goal processes and group
performance. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 74(1), 62-87. doi:https://doi.org/10.1006/
obhd.1998.2753
Nunnally, J. C., & Bernstein, I. H. (1994). Psychological theory. New York, NY: MacGraw-Hill.
Phillips, J. M., & Gully, S. M. (1997). Role of goal orientation, ability, need for achievement, and locus of control in the
self-eficacy and goal-setting process. Journal of Applied Psychology, 82(5), 792. doi:https://doi.org/10.1037/0021
-9010.82.5.792
Putnam, H. (1992). Realism with a human face. London, UK: Harvard University Press.
Rijal, S. (2016). The inluence of transformational leadership and organizational culture on learning organization: A
comparative analysis of the IT sector, Thailand. Journal of Administrative and Business Studies, 2(3), 121--129.
doi:https://doi.org/10.20474/jabs-2.3.3
ISSN: 2414-309X
DOI: 10.20474/jabs-6.4.2
Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280
2020 B. Arshad, M. Ali, A. Niazi – Team monitoring useful . . . . 128
Rispens, S., Greer, L. L., & Jehn, K. A. (2007). It could be worse. International Journal of Conlict Management, 18(3), 325-344.
doi:https://doi.org/10.1108/10444060710833450
Robbins, S. P. (2001). Organisational behaviour: Global and southern african perspectives. Cape Town, South Africa: Pearson
South Africa.
Rousseau, D. M., Sitkin, S. B., Burt, R. S., & Camerer, C. (1998). Not so different after all: A cross-discipline view of trust.
Academy of Management Review, 23(3), 393-404. doi:https://doi.org/10.5465/amr.1998.926617
Salas, E., Dickinson, T. L., Converse, S. A., & Tannenbaum, S. I. (1992). Toward an understanding of team performance and
training. London, UK: Ablex Publishing.
Salas, E., Sims, D. E., & Burke, C. S. (2005). Is there a “big ive” in teamwork? Small Group Research, 36(5), 555-599.
doi:https://doi.org/10.1177/1046496405277134
Saunders, C. S., & Ahuja, M. K. (2006). Are all distributed teams the same? Differentiating between temporary and ongoing
distributed teams. Small Group Research, 37(6), 662-700. doi:https://doi.org/10.1177/1046496406294323
Scardamalia, M., et al. (2002). Collective cognitive responsibility for the advancement of knowledge. Liberal Education in a
Knowledge Society, 97, 67-98.
Schippers, M. (2003). Relexivity in teams. Ridderkerk, Netherlands: Ridderprint.
Stone, P., Kaminka, G. A., Kraus, S., Rosenschein, J. S., et al. (2010). Ad hoc autonomous agent teams: Collaboration without
pre-coordination. In Association for the Advancement of Artiicial Intelligence, London, UK.
Sundstrom, E., De Meuse, K. P., & Futrell, D. (1990). Work teams: Applications and effectiveness. American psychologist,
45(2), 120-130.
Sundstrom, E., McIntyre, M., Halhill, T., & Richards, H. (2000). Work groups: From the hawthorne studies to work teams
of the 1990s and beyond. Group Dynamics: Theory, Research, and Practice, 4(1), 44-67. doi:https://doi.org/10.1037/
1089-2699.4.1.44
Van Der Vegt, G. S., & Bunderson, J. S. (2005). Learning and performance in multidisciplinary teams: The importance
of collective team identiication. Academy of Management Journal, 48(3), 532-547. doi:https://doi.org/10.5465/
AMJ.2005.17407918
VandeWalle, D., Brown, S. P., Cron, W. L., & Slocum Jr, J. W. (1999). The inluence of goal orientation and self-regulation tactics
on sales performance: A longitudinal ield test. Journal of Applied Psychology, 84(2), 249-259. doi:https://doi.org/
10.1037/0021-9010.84.2.249
Van Knippenberg, D. (2000). Work motivation and performance: A social identity perspective. Applied Psychology, 49(3),
357-371. doi:https://doi.org/10.1111/1464-0597.00020
Wartika, K., Surendro, H., Satramihardja, I., & Supriana. (2015). Business process improvement conceptual models to im-
prove the eficiency of power consumption on computer use from the perspective of human resource performance. In-
ternational Journal of Business and Administrative Studies, 1(3), 99-106. doi:https://doi.org/10.20469/ijbas.10004-3
Way, K. J., Chou, E., & King, G. L. (2000). Identiication of PKC-isoform-speciic biological actions using pharmacological ap-
proaches. Trends in Pharmacological Sciences, 21(5), 181-187. doi:https://doi.org/10.1016/s0165-6147(00)01468
-1
Woodman, R. W., & Sherwood, J. J. (1980). The role of team development in organizational effectiveness: A critical review.
Psychological Bulletin, 88(1), 166-186. doi:https://doi.org/10.1037/0033-2909.88.1.166
Zucker, L. G. (1987). Institutional theories of organization. Annual Review of Sociology, 13(1), 443-464.
ISSN: 2414-309X
DOI: 10.20474/jabs-6.4.2
Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=3743280