Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

LEADERSHIP AND MANAGEMENT: THEORY AND PRACTICE: 7TH


EDITION BY KRIS COLE, 2019

MANAGING YOURSELF: PART 2


CHAPTER 21 PLANNING AND MANAGING PROJECTS
CHAPTER 22 IDENTIFYING AND MANAGING RISKS
CHAPTER 23 MANAGING FOR SUSTAINABILITY

OLEH:
BELLA KUSUMAWATI H H2501222031
FADIAH RETNO IMARA H2501222035
NARAINI PUTRI KUATA A H2501222043
M LUTHFI ICHSAN S H2501222051
MEYGY ALIFUDIN H2501222062

ILMU MANAJEMEN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii

CHAPTER 21. Merencanakan dan Mengatur Proyek ............................................ 1

21.1. Merencanakan Proyek........................................................................... 1

21.1.1. Siklus Hidup Proyek ......................................................................... 1

21.1.2. Konsultasi dan Komunikasi dengan Pemangku Kepentingan .......... 3

21.2. Memimpin Sebuah Proyek.................................................................... 7

21.3. Menyelesaikan Tugas ........................................................................... 8

21.4. Mempelajari Proyek Sebelumnya ......................................................... 8

CHAPTER 22. Mengidentifikasi dan Mengelola Risiko ........................................ 9

22.1. Memahami Risiko ................................................................................. 9

22.2. Memahami Prinsip dan Kerangka Manajemen Risiko ....................... 10

22.2.1. 8 Prinsip Manajemen Risiko Iso 31000:2018 ................................. 10

22.2.2. 6 Kerangka Kerja Manajemen Risiko dalam ISO 31000:2018 ....... 11

22.3. Mengelola Risiko ................................................................................ 12

CHAPTER 23. Pengelolaan Berkelanjutan........................................................... 14

23.1. Pengembangan Kebijakan dan Strategi Tempat Kerja Berkelanjutan 14

23.1.1. Ruang Lingkup Kebijakan .............................................................. 15

23.1.2. Empat jenis ‘Hijau’ ......................................................................... 17

23.2. Membangun dan Mengimplementasikan Program yang berkelanjutan


18

23.2.1. Eco-Efficiency Programs ................................................................ 18

23.2.2. Eco-Effectiveness Programs ........................................................... 20

23.2.3. Memantau dan Meningkatkan Kebijakan dan Program


Keberlanjutan ................................................................................................. 23

i
STUDI KASUS ..................................................................................................... 25

JURNAL REVIEW ............................................................................................... 28

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Hidup Proyek.............................................................................. 1


Gambar 2. Peta Pemangku Kepentingan ................................................................. 5
Gambar 3. Pernyataan Kebijakan.......................................................................... 16
Gambar 4. 4 Jenis 'Hijau'....................................................................................... 17
Gambar 5. Urutan kebijakan berdasarkan Sumber daya ....................................... 20
Gambar 6. Ekonomi Circular ................................................................................ 21
Gambar 7. Meningkatkan Keberlanjutan .............................................................. 23

iii
CHAPTER 21. Merencanakan dan Mengatur Proyek

21.1. Merencanakan Proyek


Proyek bukan merupakan suatu kegiatan rutin, tetapi merupakan
serangkaian operasi khusus yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan. Tim
proyek seringkali melibatkan orang-orang yang biasanya tidak bekerja bersama,
kadang-kadang dari organisasi yang berbeda dan dari bisa lintas geografi. Salah
satu contoh proyek misalnya, pengembangan perangkat lunak untuk aplikasi bisnis,
pembangunan gedung atau jembatan, upaya pemulihan setelah bencana alam,
perluasan penjualan ke pasar geografis baru, riset, penyusunan sebuah buku dan
lain-lain. Inti dari kegiatan suatu proyek yaitu adanya kegiatan awal dan juga akhir
dari suatu proses kerja.
21.1.1. Siklus Hidup Proyek
Siklus hidup proyek merupakan kumpulan fase. Beberapa organisasi
menentukan serangkaian siklus hidup untuk digunakan di semua proyek. Siklus
hidup proyek menentukan pekerjaan apa yang akan dilakukan di setiap fase, siapa
yang terlibat dalam setiap fase, dan bagaimana manajemen akan mengontrol dan
menyetujui pekerjaan yang dihasilkan di setiap fase. Terdapat empat tahap kegiatan
utama yang dilakukan dalam siklus hidup proyek yaitu :

Gambar 1. Siklus Hidup Proyek

1. Initiation
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah mengidentifikasikan kebutuhan
bisnis, permasalaham, atau peluang, dan melakukan brainstorming kepada tim

1
untuk menemukan cara memenuhi kebutuhan proyek, menyelesaikan masalah,
dan menemukan peluang. Pada tahap ini, kita harus mengetahui apa tujuan
proyek yang akan dijalankan, menentukan apakah proyek tersebut layak, dan
mengidentifikasi hasil utama/hasil akhir dari proyek yang akan dikerjakan.
Dari tahapan inisiasi proyek ini, langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu:
a. Melakukan studi kelayakan
b. Mengidentifikasikan ruang lingkup
c. Mengidentifikasikan hasil akhir yang dituju dalam proyek
d. Menentukan stakeholders
e. Mengembangkan sebuah studi kasus
2. Planning
Setelah proyek disetujui berdasarkan identifikasi inisiasi, tahap selanjutnya
yang dilakukan adalah perencanaan. Pada tahap ini, Anda harus melakukan
break down dari proyek yang besar menjadi tugas-tugas yang lebih kecil,
membangun tim, dan menyiapkan jadwal untuk menyelesaikan tugas-tugas.
Dari tahapan perencanaan proyek ini, langkah-langkah yang dapat dilakukan
yaitu:
a. Membuat perencanaan proyek
b. Membuat diagram alur kerja
c. Melakukan estimasi biaya
d. Mengumpulkan sumber daya
e. Mengidentifikasi risiko dan mengantisipasi risiko yang berpotensi
menjadi penghalang selama proyek berlangsung
3. Execution
Setelah persetujuan proyek, pengembangan rencana, dan membangun tim
proyek yang telah dilakukan, tahapan selanjutnya yang harus dilaksanakan
adalah eksekusi. Tahapan ini mengubah rencana yang sudah Anda buat menjadi
tindakan / pekerjaan yang harus Anda kerjakan.
Dari tahapan eksekusi proyek ini, langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu:
a. Membuat tugas dan mengatur alur kerja
b. Memberikan briefing kepada tim Anda mengenai tanggung jawab dan
tugas yang sudah dibuat

2
c. Membangun komunikasi yang baik dengan tim, klien, dan manajemen
d. Melakukan monitoring kualitas kerja tim
e. Mengatur budget
4. Closure
Pada tahapan penutupan/ penyelesaian proyek ini, Anda memberikan hasil
akhir, membubarkan tim proyek, dan menentukan keberhasilan proyek. Pada
tahap ini Anda juga harus melajkan evaluasi manakah proyek yang berhasil dan
juga tidak pada proses pelaksanaan proyek berlangsung.
Dari tahapan terakhir ini, langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu:
a. Menganalisa performa proyek
b. Menganalisa performa tim
c. Mendokumentasikan hasil akhir proyek
d. Melakukan review pasca implementasi proyek
e. Melakukan evaluasi budgeting yang digunakan dan yang tidak
digunakan pada pelaksanaan proyek

21.1.2. Konsultasi dan Komunikasi dengan Pemangku Kepentingan


Kondisi pemangku kepentingan mempunyai pengaruh yang besar dalam
keberhasilan proyek. Pemangku kepentingan merupakan beberapa kelompok atau
individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan
proyek. Keberhasilan proyek adalah tercapainya tujuan proyek dari sudut pandang
pemangku kepentingan terkait yang secara tradisional diukur dari indikator
ketepatan biaya, waktu dan kualitas sesuai kesepakatan pihak terkait. Sebaliknya,
ada banyak proyek yang mengalami kegagalan yang salah satunya karena manajer
proyek kurang bisa mengelola pemangku kepentingan. Mengelola pemangku
kepentingan merupakan hal yang esensial bagi manajer proyek, dimana manajer
proyek harus dapat mempertimbangkan kebutuhan, keperluan dan harapan
pemangku kepentingan (Aaltonen et al., 2008).

Pengelolaan pemangku kepentingan adalah bagian penting dari strategi


pengelolaan manajemen suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Proses
pengelolaan pemangku kepentingan diawali dengan mengidentifikasi pemangku
kepentingan berdasarkan dominasi atau dampak yang ditimbulkan terhadap

3
keberhasilan proyek, mengetahui harapan atau kepentingan pemangku
kepentingan, dan sekaligus meningkatkan keberdayaan psikologis dari pemangku
kepentingan itu. Keberhasilan pengelolaan proyek dapat dicapai dengan
memperhitungkan pengaruh potensial dari pemangku kepentingan.

1. Mengidentifikasi Pemangku Kepentingan


Sebelum mengelola ekspektasi pemangku kepentingan, Anda harus
terlebih dahulu mengetahui siapa pemangku kepentingan proyek Anda.
Pastikan untuk melibatkan pemangku kepentingan internal dan eksternal.
Mengidentifikasi pemangku kepentingan melibatkan mengidentifikasi
semua orang yang terlibat dalam proyek atau terpengaruh olehnya, dan
menentukan cara terbaik untuk mengelola hubungan dengan mereka.
Keluaran utama dari proses ini adalah daftar pemangku kepentingan.
Identifikasi pemangku kepentingan dapat melibatkan wawancara,
brainstorming, checklist, lesson learned, dan lain-lain. Pengertian hubungan
antara pemangku kepentingan dan bidang yang berbeda dengan ketertarikan
mereka biasanya dicapai melalui pemetaan pemangku kepentingan.
Lakukan identifikasi dan buatlah daftar pemangku kepentingan. Dimulai
dari sponsor proyek, klien proyek, orang-orang dengan pengetahuan
spesialis atau organisasi yang Anda butuhkan, orang-orang yang memiliki
kendali atas aset atau sumber daya yang Anda butuhkan, orang-orang yang
dapat mengadvokasi proyek, orang-orang yang mungkin menentang proyek
Anda, dan manajemen organisasi Anda.
2. Menganalisis Pemangku Kepentingan
Salah satu cara untuk meningkatkan aktivitas keterlibatan Anda adalah
dengan mengelompokkan dan menganalisis pemangku kepentingan Anda
untuk memeriksa faktor-faktor utama termasuk demografi, tingkat
relevansi, pengaruh, dampak, dan minat. Melalui pemetaan dan kategorisasi
pemangku kepentingan, Anda akan dapat memperoleh pemahaman yang
baik tentang pemangku kepentingan Anda dan akan dapat mengukur
keterlibatan Anda dan memastikan Anda menargetkan orang-orang yang
relevan, berpengaruh, berdampak, atau menarik bagi proyek Anda.
Analisis Pemangku Kepentingan melibatkan empat langkah utama, yaitu:

4
• Identifikasi pemangku kepentingan
• Analisis kebutuhan, minat, dan preferensi pemangku kepentingan
• Memetakan (memvisualisasikan) hubungan dengan pemangku
kepentingan lain dan kriteria utama
• Buat strategi bagaimana Anda akan memprioritaskan dan mendekati
individu, organisasi atau kelompok pemangku kepentingan

3. Mengembangkan Strategi Manajemen Pemangku Kepentingan


Setelah kita melakukan identifikasi pemangku kepentingan, kita dapat
memetakan pemangku kepentingan menjadi empat kelompok sebagai
berikut:

Gambar 2. Peta Pemangku Kepentingan

• Pengaruh dan minat tinggi. Pemangku kepentingan ini kemungkinan


adalah pemberi persetujuan atau sponsor proyek. Secara eksternal,
pemangku kepentingan ini juga adalah mitra utama atau pelanggan.
Pastikan untuk rutin memeriksa para pemangku kepentingan ini untuk
memastikan keselarasan ekspektasi Anda. Selama proyek berlangsung,
pastikan untuk berkolaborasi aktif dengan para pemangku kepentingan
proyek ini. Anggap saja mereka pemain utama dalam tim pemangku
kepentingan.
• Pengaruh tinggi dan minat rendah. Pemangku kepentingan ini dapat
memblokir atau mendukung proyek, tetapi mungkin mereka tidak

5
tertarik untuk melakukannya. Mereka mungkin mitra lintas fungsi jauh
atau kepemimpinan eksekutif di perusahaan Anda. Pastikan pemangku
kepentingan ini mengetahui dasar-dasar proyek Anda. Jika perlu,
mintalah pemangku kepentingan yang memiliki kekuatan dan minat
tinggi untuk membantu mengelola hubungan. Ingatlah, meskipun minat
mereka rendah, pekerjaan mereka mungkin terpengaruh oleh pekerjaan
Anda, dan Anda harus memahami fakta itu. Selama proyek
berlangsung, terus berikan informasi umum kepada pemangku
kepentingan proyek untuk memastikan mereka puas dengan progres
proyek.
• Pengaruh rendah dan minat tinggi. Anda mungkin tidak memerlukan
persetujuan dari kelompok pemangku kepentingan ini, terutama untuk
detail proyek awal. Anda harus terus membagikan informasi kepada
pemangku kepentingan ini selama Langkah 4. Selama proyek
berlangsung, terus berikan informasi kepada pemangku kepentingan
proyek ini.
• Pengaruh rendah dan minat rendah. Mereka adalah pemangku
kepentingan sekunder. Tergantung pada ukuran dan kompleksitas
pekerjaan, Anda mungkin ingin memberikan informasi secara tidak
rutin terkait laporan status proyek, atau sama sekali tidak memberikan
informasi sampai proyek berakhir. Namun, selama proyek berlangsung,
pastikan Anda menghubungi pemangku kepentingan ini jika mereka
ingin lebih terlibat.

4. Mengembangkan Rencana Komunikasi


Setelah pemangku kepentingan dinilai, rencana dapat dilakukan sesuai
dengan komunikasi dengan mereka, sesuai dengan pandangan untuk
memengaruhi ketertarikan dan pengaruh mereka. Prinsip pendekatan
pemangku kepentingan dijelaskan dalam rencana manajemen pemangku
kepentingan ketika komunikasi yang lebih rinci ditetapkan dalam rencana
komunikasi.

6
Setelah mengidentifikasi pemangku kepentingan dan memikirkan
kebutuhan mereka, pastikan Anda mengundang mereka ke sesi perencanaan
proyek dan rapat perdana, jika ada. Pemangku kepentingan utama juga
harus menandatangani piagam proyek, rencana proyek, tujuan proyek, dan
ruang lingkup proyek. Saat proyek Anda berjalan, pastikan untuk
memperbarui informasi tentang perubahan dan progres kepada pemangku
kepentingan yang relevan. Selain meningkatkan visibilitas,
mendokumentasikan proses Anda lebih awal dapat mengurangi risiko
miskomunikasi di kemudian hari.

21.2. Memimpin Sebuah Proyek


Project manager adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk mengatur,
merencanakan, dan melaksanakan project dengan berdasarkan anggaran dan
penjadwalan. Project manager juga bertanggung jawab untuk memimpin tim,
menentukan tujuan, berkomunikasi dengan para stakeholder, dan menyelesaikan
project dari awal hingga akhir.

Sebagai manajer proyek, kita memiliki tugas untuk membimbing,


memfasilitasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan proyek serta mengelolanya
dari empat perspektif yaitu:

1. Bisnis
Meliputi tujuan dan visi stratejik organisasi serta tujuan proyek
2. Politik
Meliputi kendala dan masalah organisasi dan pemangku kepentingan
3. Tim
Memastikan anggota tim memahami jadwal dan tujuan proyek, serta
berkomitmen dan fokus untuk mencapainya
4. Teknik
Mencakup pekerjaan yang harus diselesaikan dalam proyek
Kunci keberhasilan dalam berjalannya sebuah proyek dapat diperoleh
dengan mengelola aktivitas berikut:
1. Mengkoordinasikan pekerjaan proyek
2. Mengikuti administrasi

7
3. Mendukung tugas tim
4. Mendukung proses tim
5. Mengkomunikasikan dengan stakeholders
6. Monitoring dan manajemen risiko

21.3. Menyelesaikan Tugas


Mempersiapkan bahan untuk dievaluasi pada suatu proyek atau laporan
serta mengikuti format-format yang digunakan pada perusahaan atau organisasi
a. Mengecek Kembali
Setiap proyek dapat dijadikan sebagai alat pembellajaran. Kamu
bisa selalu melakukan review proyek-proyek yang telah kamu lakukan
juga menganalisis komponennya. Dengan begitu juga bisa menganalisis
komponennya. Mengevaluasi aspek dalam proyek dapat menjadi
sumber informasi untuk memastikan keberhasilan proyek-proyek
selanjutnya.
b. Membandingkan pencapaian
Anda bisa mencatat proyek yang sukses dan tidak sukses, mencatat
kesalahan dalam proyek yang dilakukan, risiko yang dihadapi, dan apa
saja yang bisa dilakukan untuk meningkatkan proyek yang akan dating.
c. Mengapresiasi Anggota Tim
Memberikan apresiasi terhadap pencapaian setiap anggota tim akan
memberikan semangat dan perasaan dihargai kepada anggota tersebut.
Selain itu, hal ini juga akan memberi dampak positif kepada anggota tim
lainnya untuk bekerja lebih keras karena mereka mengerti bahwa setiap
effort yang mereka berikan akan dihargai.
21.4. Mempelajari Proyek Sebelumnya
Mempelajari peroyek sebelumnya penting untuk Menyusun rencana untuk
kedepannya dengan proyek yang akan dijalankan. Sehingga bisa mengetahui apa
kekurangan dan kelebihan pada proyek sebelumnya. Penting pada anggota tim atau
ketua tim untuk memberikan tanggungjawab dari proyek tersebut kepada orang
yang tepat dan mengevaluasi kinerjanya sehingga goals atau tujuan dari proyek
tersebut dapat dicapai.

8
CHAPTER 22. Mengidentifikasi dan Mengelola Risiko

Manajemen Risiko berperan penting untuk menghindari risiko yang akan


terjadi pada sebuah organisasi dikarenakan kurangnya persiapan atau perencanaan
yang baik. Sebuah risiko harus dikelola dan diatur karena risiko bisa dating kapan
saja atau yang tidak diduga sebelumnya.
22.1. Memahami Risiko
Risiko merupakan keadaan yang tidak pasti dan mempunyai dampak negatif
terhadap suatu tujuan yang ingin kita capai. Sumber munculnya risiko dari internal
dan eksternal yang dimana dari lingkungan dalam organisasi dan lingkungan luar
organisasi. Berdasarkan pemahaman konteks eksternal dapat dilakukan analisis
pengaruh perubahan lingkungan eksternal dan analisis persepsi & perilaku
stakeholder eksternal. Sedangkan dengan memahami lingkungan internal (konteks
internal) maka proses manajemen risiko akan selaras dengan budaya, proses dan
struktur organisasi. Oleh karena itu organisasi harus memeriksa dan memahami
konteks eksternal dan internalnya
1. EKSTERNAL
a. Kompetisi
Ancaman seperti kompetisi ini melibatkan dengan organisasi yang lain yang
ada diluar sana. Berlomba-lomba untuk mengetahui kekurangan dan
kelebihan pada masing-masing organisasi untuk menarik perhatian
masyarakat atau pasar yang dituju.
b. Ekonomi
Risiko yang dampak kerugiannya dapat dinilai atau diukur dengan uang.
Berdasarkan jangka waktu, risiko keuangan dapat terbagi menjadi risiko
jangka pendek dan risiko jangka panjang. Risiko jangka pendek alias
kebutuhan-kebutuhan yang muncul secara tidak terduga dalam jangka
pendek.
c. Bencana Alam
Bencana alam salah satu risiko yang tidak dapat dihindar dan tidak dapat
diduga. Maka dari itu, penting untuk mempeprsiapkan sesuatu jika hal ini
terjadi.

9
2. INTERNAL
a. Reputasi
Ancaman yang bisa merusak nama baik sebuah bisnis atau perusahaan.
b. Teknologi
Teknologi informasi memerukan perencanaan yang strategis agar
penerapannya dapat selaras dengan tujuan bisnisnya. Jika penerapan
teknologi informasi tidak sesuai dengan arah bisnis perusahaan, maka hal
inilah yang akan menimbulkan risiko. Risiko yang timbul akibat penerapan
teknologi informasi yang salah dapat menyebabkan proses bisnis yang
berjalan tidak berjalan dengan optimal, kerugian finansial dan merugikan
perusahaan
c. Strategi
Perusahaan sering salah Menyusun strategi dalam membuat
perencanaan untuk proyek kedepannya sehingga hal ini bisa menyebabkan
kerugian pada perusahaan.
22.2. Memahami Prinsip dan Kerangka Manajemen Risiko
Tingkat Risiko suatu kegiatan usaha ditetapkan dengan menerapkan konsep
Risiko maksimum (maximum Risk) atas seluruh kriteria yang digunakan dalam
proses analisis Risiko, sehingga tidak ada Risiko yang terabaikan pada saat
menetapkan jenis Perizinan Berusaha.
Analisis Risiko wajib dilakukan secara transparan, akuntebel dan
mengedepankan prinsip kehati-hatian berdasarkan data dan/atau penilaian
professional. Kebanyakan dari kita lebih sering menangani masalah ketika masalah
itu sudah terjadi dibandingkan dengan memikirkan risiko-risiko yang mungkin akan
terjadi.
22.2.1. 8 Prinsip Manajemen Risiko Iso 31000:2018
a. Terintegrasi
Manajemen Risiko merupakan bagian keseluruhan dari semua
kegiatan organisasi. Integrasi merupakan sebuah bagian yang
penting agar dapat mendukung peningkatan kinerja dan mendorong
inovasi kepada perusahaan
b. Terstruktur dan Komprehensif

10
Berkontribusi pada hasil yang konsisten, terstruktur dan mampu
menangkap serta memahami risiko.
c. Dapat disesuaikan
Kebutuhan organisasi serta risiko yang harus dikelola organisasi
untuk mencapai sasarannya harus disesuaikan secara baik saat ini
maupun dimasa yang akan datang.
d. Inklusif
Melibatkan semua pemangku kepentingan dan memberikan
pengetahuan, pandangan, dan persepsi mereka untuk
dipertimbangkan.
e. Dinamis
Karena risiko yang muncul dapat berubah atau bahkan menghilang
mengikuti konteks eksternal atau internal organisasi. Prinsip ini
merespon risiko yang ada secara tepat dan waktu yang tepat.
f. Informasi terbaik tersedia
Seluruh data untuk manajemen risiko didasarkan pada informasi
sebelumnya, saat ini, dan harapan dimasa yang akan datang.
g. Manusia dan Budaya
Karena lingkungan juga mempengaruhi pelaksanaan tugas
organisasi sehari-hari.
h. Peningkatan Berkelanjutan
Prinsip ini meningkatkan efektifitas kerja. Perbaikan atau evaluasi
akan terus dilakukan untuk sebuah peningkatan kerja yang baik.
22.2.2. 6 Kerangka Kerja Manajemen Risiko dalam ISO 31000:2018
a. Kepemimpinan dan Komitmen
Menjadi pusat atau dasar kerangka kerja manajemen risiko. Yang
memiliki tanggung jawav dan akuntabilitas untuk berkomitmen
menjalankan manajemen risiko melalui kebijakan dan wewenang,
yang disesuaikan dengan tujuan organisasi
b. Integrasi

11
Menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dan menjadi satu
kesatuan dalam tata kelola, kepemimpinan, dan komitmen
perusahaan
c. Desain
Desain yang berarti suatu perencanaan atau perancangan yang
mencakup beberapa hal, seperti pemahaman organisasi, penegasan
komitmen, penetapan peran, dan lain-lain.
d. Implementasi
merupakan tindak lanjut setelah desain manajemen risiko dibuat
atau ditetapkan. Jika pengimplementasian desain dilaksanakan
dengan baik. Maka kerangka kerja manajemen risiko dapat
memastikan proses manajemen risiko dapat terkontrol pada setiap
kegiatan perusahaan.
e. Evaluasi
Proses mengukur dan menilai kegiatan yang dilaksanakan sesuai
dengan desain yang telah ditetapkan terhadap tujuan, rencana,
indikator dan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan
organisasi. Evaluasi harus terus dilakukan berkala agar kendala yang
muncul bisa segera diatasi.
f. Perbaikan
Pengimplementasian dari evaluasi. Sehingga organisasi dapat
melakukan adaptasi dan kembali mengelola risiko secara efektif.
22.3. Mengelola Risiko
Manajemen risiko bukan tentang menghindari risiko tetapi mampu
mengelola, memahami, dan menghadapinya secara sistematis. Berikut langkah
mengelola risiko:
a. Identifikasi Risiko
Melakukan identifkasi kemungkinan risiko yang akan timbul yang
datang dari internal atau ekstrenal organisasi.
b. Urutkan Hasil Identifikasi
Menganalisa dan mengurutkan kemungkinan dampak yang akan
terjadi.

12
c. Kontrol Risiko
Dengan melakukan tindakan pengontrolan akan dapat membantu
perusahaan untuk bisa mengevaluasi kekurangan - kekurangan.

13
CHAPTER 23. Pengelolaan Berkelanjutan

Bisnis (apalagi orang) tidak dapat bertahan di planet yang gagal. Baik untuk
kepentingan pribadi atau atasan yang lebih baik. Semua aspek kehidupan tidak akan
pernah luput dari yang namanya kebutuhan dan keinginan.suatu perusahaan
memiliki kepentingan untuk dapat mendapatkan keuntungan yang sebanyak
banyaknya. Beroperasi secara berkelanjutan adalah kepentingan setiap organisasi.
Mengeksploitasi Sumber daya alam dengan tanpa memikirkan masa depan
merupakan ide buruk untuk sebuah organisasi.
Munculah istilah revolusi hijau pada abad 19 mampu mengubah cara orang
hidup, perubahan penggunaan bahan fosil menuju praktik pengelolaan yang
berkelanjutan. Revolusi ini sepertinya tidak dapat dihindarkan jika peradaban
manusia dan planet mendukung untuk bertahan hidup. Fakta menyedihkan adalah
bahwa manusia mampu menghabiskan banyak sumebrdaya bumi lebih cepat
daripada planet ini dapat menggantikannya. Hal ini akan meningkatkan dan
mengancam keruntuhan bencana bumi iklim dan keanekaragaman hayati.
Perubahan iklim berpotensi meningkatkan salinitas dan erosi tanah,
meningkatkan prevelensi gulma, hama dan penyakit dan secara serius dapat
merusak keanekaragaman tumbuhan dan hewan serta Kesehatan manusia. Antara
tahun 1970 dan 2012, populasi global amfibi, burung, ikan, mamalia dan reptile
berkurang 58% dan setengah spesies dunia bisa punah pada taun 2100 jika tren ini
berlanjut. Keanekaragaman hayati memurnikan dan melindungi tanah dan air serta
udara, menyimpan dan mendaur siklus nutrisi, menstabilkan dan memoderasi
lingkungan, menyediakan makanan dan obat-obatan dan banyak lagi.berikut
penyebab untuk melakukan pengelolaan berkelanjutan: Sumber daya bumi akan
habis apabila tidak diperbaharui, Bencana iklim, Peningkatan suhu di bumi,
Salinitas, Erosi tanah, Merusak keanekaragaman hayati.

23.1. Pengembangan Kebijakan dan Strategi Tempat Kerja Berkelanjutan


“The longest and most destructive party ever held is now into its fourth generation
and still no one shows any signs of leaving. The problem of when the drink is going
to run out is, however, going to have to be faced one day. The planet over which

14
they are floating Is no longer the planet it was when first started floating over it. It
is in bad shape.”
Douglas Adams (Author), Life the universe and everything, Pan, London 1982 p.21
Kita hidup di zaman Antroposen, dimana aktivitas manusia adalah pengaruh
utama terhadap iklim dan lingkungan, dan planet bumi sedang menderita. Hujan
asam, polusi udara, perubahan iklim dan peristiwa cuaca ekstrim, perusakan
lingkungan laut dan perusakan habitat, penurunan keanekaragaman hayati dan
kepunahan spesies, hilangnya hutan hujan tropis dan lahan pertanian yang layak,
pengasaman laut dan penangkapan ikan yang berlebihan, naiknya permukaan laut
dan suhu permukaan, kekurangan air bersih dan segar. Kegiatan yang merusak
lingkungan akan menjadi kewajiban yang semakin mahal karena konsumen,
karyawan, pemerintah, investor dan pemangku kepentingan lainnya menekankan
organisasi untuk beroperasi secara lebih berkelanjutan dan bertanggungjawab.
Meskipun tanggung jawab dan berkelanjutan, perusahaan sekarang berada di garis
terdepan dalam berpikir, berperilaku dan pelaporan organisasi yang baru, kegagalan
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim termasuk dalam 10 risiko teratas forum
ekonomi dunia, baik dari segi kemungkinan maupun dampaknya. Isu keberlanjutan
akan mendapatkan menciptakan aset dan menghasilkan pendapatan. Perancangan
proses, produk dan layanan berkelanjutan : seperti melalui daur ulang dan model
manufaktur berkelanjutan, diterapkan nya Eco-Effectiveness dan Eco-Effieciency.
23.1.1. Ruang Lingkup Kebijakan
Kebijakan adalah pernyataan niat-komitmen yang memandu kegiatan dan
keputusan organisasi yang memancu kegiatan dan keputusan organisasi, visi misi
organisasi yang ditetapkan oleh manajemen tingkat atas dan senior. Penjabaran
sebuah kebijakan harus dilakukan sedetail mungkin agar menghindari
kesalahpahaman sasaran kebijakan.
Langkah membuat kebijakan:
• Menentukan ruang lingkup atau batasanya. Siapa yang akan
terpengaruh oleh kebijakan, diidentifikasi dan dikonsultasikan.
• Menganalisis bagaimana perubahan iklim dan sumberdaya
diperkirakan akan mempengaruhi anda.
• Menulis tujuan mengapa organisasi perlu mengeluarkan kebijakan

15
• Membuat daftar asumsi dan kendala kebijakan dan bagaimana cara
mebelola dan memantau asumsi tsb
• Tanggal kebijakan berlaku, bagian yang bertanggungjawab

Gambar 3. Pernyataan Kebijakan

Anda dapat mendasarkan dokumen ruang lingkup anda pada gambar 3. Atau
mengikuti format pilihan organisasi anda. Resmikan penerimanya dengan manajer
atau sponsor yang bertanggung jawab sebelum melanjutkan atau menyepakati
sebuah kebijakan.

16
23.1.2. Empat jenis ‘Hijau’

Gambar 4. 4 Jenis 'Hijau'

Seberapa hijau organisasi harus berjalan dan seberapa cepat? Haruskan anda
membiarkan sistem anda apa adanya? Haruskan anda berinvestasi dalam teknologi
untuk mengurangi polusi? Mungkin anda harus bertujuan untuk menghasilkan
karbon netral tanpa berkontribusi bersih terhadap emisi karbon, yang memerlukan
perencanaan yang signifikan dan mungkin melibatkan pengeluaran yang signifikan
dalam jangka pendek? Semua terangkum dalam gambar 4. Terdapat empat jenis
seberapa hijau anda dalam menetapkan kebijakan. Hijau pertama yaitu hampir hijau
muda. Kelompok ini disebut kepatuhan, pemangku kepentingan hanya memenuhi
perysaratan hukum dan standar minimum untuk menghindari litigasi, atau
menentang kebijakan dan memanggil pendekatan sukarela. Hijau muda yaitu
disebut Efisiensi. Kelompok ini mampu menanggapi preferensi keberlanjutan dari
pelanggan dan terfokus pada penghematan biaya dan pendapatan. Kelompok jenis
ini mampu memanfaatkan kebijakan dan menyadari bahwa dengan keberlanjutan
mampu menghemat biaya pengeluaran dan menyimpan lebih banyak sisa
pengeluaran. Hujan ketiga yaitu Hijau sedang memiliki sifat Strategis dan Proaktif.
Kelompok ini bekerja untuk mementingkan ketersediaan lingkungan dari
pemakaian banyak pemegang kebijakan dan mampu menyuarakan keberlanjutan
adalah sebuah strategi kunci dalam produktivitas yang mampu mendapatkan profit

17
jangka panjang. Hijau ke empat yaitu Hijau tua dengan sifat memiliki komitmen
ideologi. Secara aktif berusaha untuk menghormati melestarikan dan
memperbaharui sumberdaya alam dalam mencapai keadilan social untuk semua
kesejahteraan umat manusia dan seimbang untuk alam.

23.2. Membangun dan Mengimplementasikan Program yang berkelanjutan


Kebijakan saja tidak akan cukup, strategi pun tidak akan ada artinya kecuali
diterapkan. Suatu organisasi harus memakai program berkelanjutan yang luas untuk
mencapai tujuan berkelanjutan. Dimulai dari mengidentifikasi kategori,
mengimplementasikan hemat energi dan air, memakai peralatan rendah energi,
mendaur ulang. Selanjutnya dapat diteruskan dengan memilih supplier dari produk-
produk kita yang rendah karbon. Sehingga kita bisa bekerja dengan pemasok barang
dari perusahaan kita yang bisa memitigasi risiko dan mengurangi pengeluaran
sembari mengukur stok barang yang berkelanjutan.

23.2.1. Eco-Efficiency Programs


Cara mudah yang bisa diterapkan pada organisasi atau perusahaan kita
untuk mendukung program dan melibatkan karyawan sebanyak-banyaknya untuk
mendukung program dan juga meningkatkan antusiasme para karyawan untuk
menerapkan program tersebut. Melaksanakan kegiatan dengan cara yang
BIJAKSANA seperti:
a. Membangun
Green building: membangun bangunan yang ramah lingkungan
seperti gedung dengan banyak jendela, yang memakai panel surya untuk
mengurangi penggunaan listrik, membuat gedung dengan tanaman di atap
sehingga mengurangi pemanasan. selain itu juga bisa dilakukan pembuatan
gedung yang dapat memanen air hujan untuk mengurangi konsumsi air.
b. Membeli
Banyak organisasi yang berpindah ke green purchasing, dengan
membeli produk-produk yang lebih ramah lingkungan, seperti membeli
bahan bakar alternatif, produk yang berbahan baku natural, produk yang
memakai energi lebih rendah. selain itu juga bisa membeli kendaraan yang
ramah lingkungan dengan menggunakan produk yang mengefisienkan

18
penggunaan air, membeli produk recycle Mengurangi produk yang
berbahaya untuk lingkungan dan juga non toxic. Hal ini mendorong banyak
produk yang lebih ramah lingkungan berkembang cukup pesat.
c. Menggunakan energi
Mengkampanyekan kepada para karyawan contoh sederhana untuk
menurunkan penggunaan energi seperti: Meminimalkan penggunaan AC,
Ac di set di suhu 25, Matikan lampu di siang hari, Matikan dispenser saat
malam, Menurunkan cahaya PC. Menurunkan penggunaan energi ini dapat
menurunkan pengeluaran suatu perusahaan. Mengurangi kecepatan juga
dapat menurunkan emisi CO2 dalam udara sehingga lebih bersih dan juga
kendaraan akan lebih effisien.
d. Kantor
Program kantor hijau dengan membuat kantor kita menerapkan eco-
office dengan menggunakan produk ramah lingkungan, produk daur ulang
work life ballance dan melanjutkan program yang baik, mengurangi
penggunaan kertas, menggunakan kertas bolak balik dan juga memilah
sampah.
e. Mengepak
Mengurangi penggunaan strerofoam, plastik dan mengganti
kemasan dengan yang lebih ramah lingkungan seperti kemasan dari kentang
dan jamur atau menggunakan kemasan daur ulang.
f. Menggunakan sumberdaya
Mempergunakan sumberdaya yang ada di bumi ini dengan bijaksana
dengan tidak menggunakan produk yang dapat mencemari lingkungan,
limbah yang berbahaya dan juga meracuni sehingga dapat membunuh
hewan yang ada di lingkungan sekitar.
g. Bepergian
Bepergian dengan ramah lingkungan juga dapat dilakukan untuk
menurunkan emisi karbon seperti pergi bekerja dengan berjalan kaki,
menggunakan sepeda, munakan Kendaraan umum yang dapat mengangkut
lebih banyak orang atau juga dapat dilakukan dengan menggunakan

19
kendaraan hybrid yang lebih ramah lingkungan yang tidak mebuat polusi
udara.
h. Memakai air
75% bumi adalah air tapi hanya 2,5% air tawar. Bahkan Uni Emirat
Arab menggunakan air laut menjadi fresh water. maka seyogyanya kita
tidak membuang air dan menutup kran air dengan benar agar sumberdaya
air yang ada di bumi tidak terbuang dengan percuma.

Gambar 5. Urutan kebijakan berdasarkan Sumber daya

23.2.2. Eco-Effectiveness Programs


Sejak revolusi industri, produk yang dibuat telah di desain dengan
menggunakan bahan baku yang berasal dari bumi. sering dari kita setelah
menggunakannya maka akan dibuang begitu saja, sehingga ini membuat jumlah
sampah yang ada di dunia ini meningkat. Pada hari ini ekonomi sirkular diterapkan

20
untuk memperpanjang siklus hidup dari suatu barang dengan mendaur ulang atau
memakai kembali produk yang telah dipergunakan. sehingga membuat suatu
produk tidak lagi dari bahan mentah, tetapi mendaur ulang lagi produk yang telah
dihasilkan, sehingga ini akan mengurangi penggunaan sumberdaya dari bahan baku
mentah. kabar baiknya, sirkular ekonomi ini dapat menurunkan pengeluaran dan
menghemat uang, selain itu juga dapat mengurangi polusi dan sampah yang
dihasilkan.

Gambar 6. Ekonomi Circular

a. Sambungkan dengan internet


Penggunaan internet dengan menyambungkan dengan alat-alat yang
ada di organisasi akan membantu untuk mengurangi penggunaannya.
misalnya dengan mode auto off untuk mematikan lampu, sehingga
penggunaan sensor ini mengurangi penggunaan energi agar lebih efektif
dan juga lebih efisien.
b. Analisis Daur hidup
Agar program dapat dijalankan dengan efektif, maka perlu
dilakukan analisis daur hidup pada produk yang dihasilkan, terutama
pada produk yang dapat ditinjau ulang penggunaannya agar bahan yang
dipergunakan dapat dipakai kembali, atau juga dapat dilakukan
penggunaan kembali dengan mendaur ulang.
c. Kurangi dan Sederhanakan
Banyak perusahaan yang pada awalnya menggunakan bahan yang
beracun dan berbahaya, dengan mendesain ulang, maka mengurangi

21
atau tidak menggunakan pruduk yang tidak ramah lingkungan akan
dapat membantu meningkatkan keberhasilan program ramah
lingkungan lebih efektifD
d. Gunakan kembali atau daur ulang
Salah satu yang banyak digunakan adalah metode daur ulang,
Memakai kemasan yang pernah diproduksi,, dan sampah yang
dihasilkan digunakan kembali dengan membuatnya menjadi produk
daur ulang tidak hanya dengan membuat kerajinan atau bisa juga
mendaur ulang kemasan untuk dijadikan kemasan yang baru.
e. Berkolaborasi
Program yang telah dirancang akan lebih efektif dengan
berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, tidak hanya
dengan mitra tetapi juga dengan kompetitor, sehingga program yang
berkelanjutan dapat diimplementasikan dengan optimal
f. Terapkan Program yang Berkelanjutan
Sederhananya, lakukan negosiasi pagi daripada sore hari agar
memiliki lebih banyak waktu untuk mencapai kesepakatan.
Menginvestasikan lebih banyak waktu dalam negosiasi juga
meningkatkan kemungkinan hasil yang bahagia karena dapat
membangun hubungan baik dan tidak ada pihak yang ingin kehilangan
investasi waktu mereka karena negosiasi yang gagal.

22
Gambar 7. Meningkatkan Keberlanjutan

Apabila kita telah setuju dengan rencana dan kebijakan untuk yang
lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan maka selanjutnya kita harus
implementasikan program tersebut, dan pastikan bahwa semua lini ikut
terlibat dalam program tersebut agar program dapat berjalan dengan
baik dan berhasil
g. Libatkan Karyawan
Libatkan Karyawan untuk menerapkan budaya kerja dan budaya
ramah lingkungan untuk ikut turut melaksanakan program, semakin
banyak karyawan yang terlibat maka kemungkinan program akan
berhasil maka akan semakin besar. Komunikasikan dimana posisi
organisasi sekarang, tujuan ke depan seperti apa dan juga strategi
bagaimana untuk mencapai keberhasilan program tersebut. Sebagai
contoh: mengajak para karyawan untuk mengurangi konsumsi energi,
menjaga lingkungan tetap bersih, memilah sampah dan juga mengurangi
penggunaan air.
23.2.3. Memantau dan Meningkatkan Kebijakan dan Program Keberlanjutan
Monitor kebijakan program dengan mengikuti 4 langkah
Plan : Pantau kembali rencana yang telah dibuat
Do : Lakukan, kerjakan apa yang sudah direncanakan

23
Check : Cek kembali apakah apa yang telah dikerjakan sesuai dengan
rencana yang telah dibuat
Act System : Buat sistem untuk apa yang telah dilaksanakan.
Kita juga bisa mengumpulkan dan menyajikan informasi dengan
menggunakan sistematik analisis dan teknik. Carilah tren yang mungkin
bisa memerlukan tindakan perbaikan dan menyelidiki hasil yang
mengecewakan sehingga dapat meningkatkan kebijakan program atau
prosedur dengan cepat. Selidiki juga hasil yang secara mengejutkan bagus,
untuk mencari tau apa yang menyebabkan agar bisa mengadopsinya di
tempat lain. Tetap memperhatikan peluang agar dapat melanjutkan
perbaikan sehingga meningkatkan produktivitas pelaksanaan untuk
memastikan upaya berkelanjutan tidak stagnan.

24
STUDI KASUS

Judul :Studi Kasus: Proyek Pengadaan Material dan Jasa


Konstruksi Gardu Induk 150 kV Arjasa
Citation :Utama, Widiastria dan Bambang Syairudin. Studi Kasus:
Proyek Pengadaan Material dan Jasa Konstruksi Gardu
Induk 150 kV Arjasa. Jurnal Teknik ITS. Vol. 9, No. 2, hal.
157-163, 2020
Jenis Proyek :Tower ini dibangun PT PLN (Persero) Unit Induk
Pembangunan (UIP) Jawa Bagian Timur dan Bali (JBTB).
Nantinya direncanakan akan memasok daya listrik hingga
mencapai 150 kv.

Rencana Proyek :Rencana dioperasikan mulai tahun 2025. Keputusan


Menteri ESDM Nomor 188 Tahun 2021 tentang Pengesahan
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-
2030
Siklus Hidup Proyek :
a. Initiation
Tujuan: memperkuat keandalan jaringan kelistrikan yang ada di sekitar
daerah pada Jawa bagian Timur dan Bali
Hasil Akhir: daya listrik 150 kv
Stakeholder: PLN
b. Planning
Tim Pelaksana: PT. Hasta Karya Perdana dengan struktur organisasi terlampir
Jadwal: (terlampir)
Alur kerja: Enam tahapan, antara lain tahapan perencanaan, pengadaan
material, pekerjaan konstruksi sipil, pekerjaan elektromekanikal, testing and
comissioning, dan energized
Struktur Organisasi Proyek:

25
c. Execution
Memastikan anggota tim memahami jadwal dan tujuan proyek, serta
berkomitmen dan fokus untuk mencapainya.
d. Closure
Belum sampai pada tahapan ini dikarenakan proyek masih berjalan sampai
dengan tahun 2025
Rencana dan Realisasi Pencapaian Pengerjaan Proyek Periode Nopember
2019 sampai dengan Maret 2020

26
Cause-and-effect Diagram Penyebab Keterlambatan Pengerjaan Proyek

27
JURNAL REVIEW

Judul : Mengatur Kualitas Risiko pada Rantai Pasok Udang Frozen


Citation : Anggrahini, Dewanti. Putu Dana Karningsih, Martian
Sulistiyono. Managing Quality risk in a frozen shrimp
supply chain : a case study. Elsevier. Vol 4. Hal. 252-260.
2015

Latar Belakang :
Indonesia adalah negara kepulauan dengan total 7,1 juta kilometer persegi. 70%
dari total luas Indonesia adalah lautan. Berdasarkan potensi sumber daya alamnya
yang tinggi, terdapat beberapa perusahaan memproduksi makanan laut termasuk
Perusahaan X. Produksi utama dari perusahaan X adalah udang beku atau shrimp
frozen.Perusahaan X telah memperoleh sertifikasi kualitas keamanan pangan.
Sertifikasi HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) adalah salah satu
manajemen risiko preventif untuk memastikan keamanan pangan.

Rumusan Masalah :
1. Permasalahan utama pada perusahaan X yaitu kualitas udang selalu
menurun seperti terjadi kerusakan pada udang dikarenakan udang memiliki
tingkat sensitivitas pada perubahan suhu.
2. Penawaran dan permintaan juga mempengaruhi kualitas udang.
Berdasarkan informasi dari Perusahaan X, jumlah permintaan sedikit
menurun dalam 3 bulan terakhir, dan akan meningkat signifikan di akhir
tahun.

28
3. Untuk mengantisipasi kondisi ini, Perusahaan X menerapkan strategi untuk
menerima kualitas bahan baku yang baik, dan menahan stok udang dalam
penyimpanan pendingin yang besar sampai perusahaan mendapatkan
permintaan yang cukup dari pasar.

Tujuan :
1. Berdasarkan kondisinya saat ini, mengenai manajemen risiko terkait produk
kualitas untuk udang yang melibatkan rantai pasokan perusahaan X.
2. Tujuan utamanya adalah meminimalkan kasus penolakan atau
pengembalian produk, oleh karena itu laba perusahaan akan sangat
meningkat.

Metode Penelitian :
Aktivitas rantai pasokan dipetakan dengan menggunakan model SCOR, dilanjut
mengidentifikasi kualitas risiko. Kemungkinan ada beberapa risiko di sepanjang
aktivitas rantai pasokan. Risiko diidentifikasi dengan melakukan observasi secara
langsung. Kemudian akan divalidasi dengan mewawancarai stakeholder internal
perusahaan. Penelitian ini menggunakan output dari proses evaluasi risiko serta
pareto diagram. Hasilnya divalidasi oleh pemangku kepentingan perusahaan
melalui kuesioner. SCOR (Supply Chain Operations Reference) adalah alat untuk
mengukur dan meningkatkan kinerja total rantai pasokan perusahaan.

Hasil Penelitian :
Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua poin, yaitu identifikasi risiko dan
perencanaan mitigasi risiko. Ada 4 risiko didalam kegiatan perencanaan, 14 risiko
dalam pengadaan, 29 risiko dalam pembuatan, dan 4 risiko dalam pengembalian.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa operator tidak bekerja dengan baik,
kapasitas produksi pemasok yang berfluktuatif, dan informasi pengemasan yang
tidak sesuai sebagai tiga agen risiko paling kritis di perusahaan X.

Manajer produksi harus menyediakan prosedur operasi standar dari setiap proses
produksi. Manajer departemen lain, seperti pengadaan dan kontrol inventaris, juga
penyimpanan produk, harus memperbarui SOP utama mereka kegiatan.

29
Berdasarkan analisis pada langkah sebelumnya, akan lebih baik jika manajemen
puncak merancang pengawasan dan program evaluasi.

30
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F157

Perencanaan dan Pengendalian Proyek


Konstruksi dengan Metode Critical Chain
Project Management dan Root Cause Analysis
(Studi Kasus: Proyek Pengadaan Material
dan Jasa Konstruksi GI 150 kV Arjasa)
Widiasatria Utama dan Bambang Syairudin
Departemen Teknik Sistem dan Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
e-mail: bambangsyairudin@gmail.com

Abstrak—Dalam proses mencapai tujuan, proyek memiliki Tabel 1.


karakteristik yang disebut sebagai triple constraint, antara lain Rencana dan Realisasi Pencapaian Pengerjaan Proyek Periode
target waktu, biaya, dan persyaratan kinerja yang spesifik. Nopember 2019 sampai dengan Maret 2020
Keterlambatan pengerjaan proyek merupakan permasalahan Pencapaian (%)
Waktu Pelaksanaan
yang sedang dihadapi oleh PT. Hasta Karya Perdana sebagai Rencana Realisasi Deviasi
kontraktor utama proyek pengadaan barang dan jasa Minggu 48 99,114 13,297 85,8164
Minggu 49 99,118 13,765 85,3535
konstruksi GI 150 kV Arjasa, secara umum hal ini disebabkan Nopember
Minggu 50 99,122 14,290 84,8323
oleh permasalahan yang dialami oleh stakeholder internal dan Minggu 51 99,127 14,563 84,5643
eksternal proyek. Root Cause Analysis (RCA) berfungsi sebagai 2019 Minggu 52 99,244 14,688 84,5564
metode untuk mengetahui akar permasalahan dari kejadian- Minggu 53 99,362 15,419 83,9429
kejadian yang menyebab keterlambatan pengerjaan proyek Desember Minggu 54 99,479 17,169 82,3101
dengan alat cause-and-effect diagram kerangka 5M dan Minggu 55 99,596 17,223 82,3731
5Why’s. Critical Chain Project Management (CCPM) adalah Minggu 56 99,714 17,704 82,0100
metode penjadwalan proyek yang menekankan pada konsep Minggu 57 99,831 21,482 78,3489
Minggu 58 99,948 21,797 78,1513
theory of constraints dengan buffer sebagai alat optimalisasi Januari
2020 Minggu 59 99,974 22,023 77,9508
kinerja pengerjaan proyek untuk menggunakan sumber daya Minggu 60 100,000 22,132 77,8678
yang tersedia. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner Februari Minggu 61 22,1322 22,2532 -0,1210
penyebab keterlambatan pengerjaan proyek pada manajemen Minggu 62 23,4021 23,7246 -0,3225
proyek dan tim proyek GI 150 kV Arjasa PT. Hasta Karya Minggu 63 25,0461 35,0783 -10,032
Perdana didapat 3 penyebab utama keterlambatan pengerjaan Minggu 64 27,1576 35,2294 -8,0717
proyek terdiri dari kategori method, material, dan man. Dari Maret Minggu 65 32,6603 35,8226 -3,1624
hasil dokumentasi pembelajaran dan pengetahuan proyek
didapatkan 7 aspek yang menjadi keberhasilan dalam efisien, seiring dengan banyaknya proyek yang digarap oleh
pengerjaan proyek, digolongkan dalam kelompok kontraktor perusahaan.
utama, subkontraktor, dan pemilik proyek. Sedangkan terdapat PT. Hasta Karya Perdana merupakan perusahaan swasta
14 aspek yang menghambat pengerjaan proyek, dapat yang bergerak pada bidang Engineering, Procurement, and
digolongkan dalam kelompok kontraktor utama, Construction di Surabaya sejak tahun 1983. Berdasarkan data
subkontraktor, pemilik proyek, dan faktor eksternal. Kemudian pada minggu ke-13 bulan Maret 2020 saat ini perusahaan
berdasarkan hasil pengolahan dengan Microsoft Project
didapatkan durasi pengerjaan proyek dengan CCPM menjadi sedang mengerjakan 9 proyek konstruksi yang tersebar pada
601,05 hari kalender termasuk dengan buffer waktu dan 6 wilayah di Indonesia.
pengurangan biaya tenaga kerja sebesar Rp495.389.930. Pada penelitian ini, PT. Hasta Karya Perdana merupakan
kontraktor utama (penyedia barang atau jasa) pada proyek
Kata Kunci—Manajemen Proyek, Critical Chain Project pengadaan barang dan jasa konstruksi Gardu Induk (GI)
Management, Root Cause Analysis, Pembelajaran dan 150kV Arjasa di Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember.
Pengetahuan Proyek.
Proyek pengadaan barang dan jasa konstruksi GI 150kV
Arjasa dibagi menjadi enam tahapan, antara lain tahapan
I. PENDAHULUAN perencanaan, pengadaan material, pekerjaan konstruksi sipil,
pekerjaan elektromekanikal, testing and comissioning, dan
P ROYEK merupakan serangkaian aktivitas untuk
menghasilkan produk, layanan, atau hasil yang unik.
Proyek bertujuan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan.
energized.
Dalam pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa
Dalam proses mencapai tujuan, proyek memiliki karakteristik konstruksi GI 150kV Arjasa, PT. Hasta Karya Perdana
yang disebut sebagai triple constraint, antara lain target sebagai kontraktor utama menghadapi adanya keterlambatan
waktu, biaya, dan persyaratan kinerja yang spesifik. dalam pengerjaan proyek. Sebagai contoh, Tabel 1
Manajemen proyek merupakan penerapan dari menampilkan data rencana pencapaian dan realisasi
pengetahuan, kemampuan, peralatan, dan metode kerja dalam pencapaian pengerjaan proyek periode Nopember 2019
aktivitas proyek untuk memenuhi persyaratan proyek [1]. sampai dengan Maret 2020.
Manajemen proyek berperan penting dalam keberhasilan Dari Tabel 1 diketahui pada akhir minggu ke-60 terdapat
perusahaan untuk melaksanakan proyek dengan efektif dan selisih antara kumulatif bobot rencana dengan realisasi
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F158

Gambar 1. Flowchart Metode Penelitian

sebesar 77,868%. Sehingga kontraktor utama mengajukan berdasarkan model 5M (machine, method, material, man
perpanjangan waktu pengerjaan proyek melalui amendemen power atau man, dan measurement) dan 5Why’s untuk
kontrak I kepada pemilik proyek untuk dapat menyelesaikan mengidentifikasi akar permasalahan dari penyebab
pengerjaan proyek terhitung mulai minggu ke-61. keterlambatan pengerjaan proyek. Penerapan RCA
Terjadinya keterlambatan disebabkan oleh permasalahan diharapkan dapat membantu perusahaan untuk mampu
yang timbul pada saat pengerjaan proyek, secara umum mengetahui akar permasalahan dari kejadian-kejadian yang
penyebab keterlambatan pengerjaan proyek pada negara menyebabkan keterlambatan pengerjaan proyek.
berkembang didominasi oleh hubungan antara pemlik proyek Setiap pengalaman dan pengetahuan akan berguna dalam
dengan kontraktor sebagai stakeholder proyek. Hal ini melakukan aktivitas proyek selanjutnya jika
diperkuat dengan fakta bahwa terjadinya deviasi antara terdokumentasikan dengan baik oleh perusahaan.
perencanaan dan pelaksanaan serta kontraktor yang tidak Dokumentasi pembelajaran dan pengetahuan proyek
memiliki cukup pengalaman [2]. mencakup kategori dan deskripsi suatu kejadian dari segi
Keterlambatan dalam pengerjaan proyek dapat menjadi keberhasilan, hambatan, dan tindakan yang dilakukan terkait
suatu masalah jika tidak dapat dikelola dan dikendalikan dengan kejadian tersebut. Dengan mendokumentasikan
dengan baik. Salah satu metode untuk mengidentifikasi informasi pembelajaran dan pengetahuan dari pengerjaan
penyebab keterlambatan pengerjaan proyek dan setiap proyek, diharapkan perusahaan mampu untuk
pengendalian proyek adalah metode Root Cause Analysis meningkatkan hasil proyek dan mendukung operasional
(RCA) dengan alat cause-and-effect diagram untuk perusahaan demi mencapai keberhasilan proyek yang
mengidentifikasi penyebab keterlambatan pengerjaan proyek
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F159

Gambar 2. Struktur Organisasi Proyek.

Gambar 3. Cause-and-effect Diagram Penyebab Keterlambatan Pengerjaan Proyek.

berkelanjutan. Penjadwalan proyek harus dilakukan dengan untuk setiap aktivitas dan memfokuskan pada penyelesaian
layak karena karakteristik triple constraint yang melekat pada critical chain proyek sehingga dapat mengatasi kekurangan
setiap proyek, salah satu metode yang dapat digunakan adalah CPM dari segi safety time yang berlebih pada setiap aktivitas.
Critical Chain Project Management (CCPM). Metode ini Penerapan CCPM dengan baik dan benar dapat
didasarkan pada konsep theory of constraints dengan buffer mempersingkat durasi dan meningkatkan kinerja pengerjaan
sebagai alat optimalisasi kinerja pengerjaan proyek untuk proyek, namun harus diiringi oleh usaha kontraktor dalam
menggunakan sumber daya yang tersedia. Bila dibandingkan melakukan sosialisasi, pelatihan, dan kontrol intensif dalam
dengan metode penjadwalan Critical Path Method (CPM), penerapannya [3].
metode CCPM lebih memprioritaskan kesuksesan proyek Berdasarkan pada permasalahan yang dihadapi oleh PT.
secara keseluruhan dengan menghilangkan waktu cadangan Hasta Karya Perdana dalam pengerjaan proyek pengadaan
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F160

Tabel 2. Tabel 3.
Pemeringkatan Penyebab Keterlambatan Pengerjaan Proyek Penyebab Utama Keterlambatan Pengerjaan Proyek oleh Pemilik
Penyebab Keterlambatan Pering- Proyek
No. FI SI IMPI

Keterlam-
Pengerjaan Proyek kat

Penyebab

Kategori
Utama

Why 1

Why 2

Why 3

Why 4

Why 5
batan
10 Alur pemrosesan

No.
85 82,5 70,13 1
penagihan yang panjang
9 Keterbatasan material
konstruksi sipil untuk 77,5 82,5 63,94 2 Kebijaka
Alur
switchyard dan gedung n pemilik
pemrosesa
7 Etos kerja yang rendah 80 77,5 62 3 proyek
n
6 Keterbatasan tenaga kerja 1 Method mengenai - - - -
70 75 52,5 4 penagihan
pada waktu tertentu prosedur
yang
4 Keterlambatan penagiha
panjang
kedatangan material n
70 70 49 6
elektromekanikal di
lokasi pekerjaan FGD. Setelah terkumpul hail kuesioner, maka dapat
2 Administrasi proyek yang dilakukan perhitungan pemeringkatan penyebab
70 62,5 43,75 7
buruk
8 Kurangnya jumlah alat keterlambatan dengan rumus perhitungan [5].
60 67,5 40,5 8
berat
1 Keterlambatan 𝑛 100
penyelesaian administrasi 𝐹𝑟𝑒𝑞𝑢𝑒𝑛𝑐𝑦 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 (𝐹𝐼) = ∑ [𝑓 × ( ) × ], (1)
65 60 39 9 𝑁 4
pekerjaan tambah atau dimana:
kurang
5 Kurangnya koordinasi
f = konstanta dari pembobotan frekuensi yang diharapkan
dan persiapan kedatangan dari masing-masing responden (1 = sangat jarang terjadi,
67,5 57,5 38,81 10
material elektromekanikal 2 = jarang terjadi, 3 = mungkin terjadi, 4 = sangat
di lokasi pekerjaan mungkin terjadi),
3 Staf proyek kurang
tegas dalam
n = frekuensi responden yang memberikan nilai f tertentu,
mengambil keputusan N = jumlah keseluruhan responden.
62,5 60 37,5 11
saat site manager
berhalangan hadir di 𝑛 100
lokasi pekerjaan
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 (𝑆𝐼) = ∑ [𝑠 × ( ) × ], (2)
𝑁 4
dimana:
barang dan jasa konstruksi GI 150 kV Arjasa, maka diberikan s = konstanta dari pembobotan keparahan yang diberikan
usulan untuk menggunakan metode CCPM dan RCA serta dari masing-masing responden (1 = tidak berpengaruh, 2
mendokumentasikan pembelajaran dan pengetahuan proyek = sedikit berpengaruh, 3 = berpengaruh, 4 = sangat
sebagai panduan untuk mencapai keberhasilan dalam proyek berpengaruh),
melalui peningkatan kinerja pengerjaan proyek sehingga n = frekuensi responden yang memberikan nilai s tertentu,
perusahaan dapat menyelesaikan proyek sesuai dengan N = jumlah keseluruhan responden.
kontrak kerja yang telah disepakati dengan pemilik proyek.
𝐹𝐼×𝑆𝐼
𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟𝑡𝑎𝑛𝑐𝑒 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 (𝐼𝑀𝑃. 𝐼) = , (3)
100
II. METODE PENELITIAN dimana:
FI = nilai frequency index,
Terdapat tiga tahapan dalam penelitian yang ditunjukkan SI = nilai severity index.
pada Gambar 1. Selanjutnya dilakukan identifikasi penyebab utama
A. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data keterlambatan pengerjaan proyek dengan prinsip pareto.
1) Identifikasi Gambaran Umum Proyek 3) Penjadwalan Proyek dengan Critical Chain Project
Meliputi pendefinisian cakupan proyek, pendefinisian Management
struktur organisasi proyek, pendefinisian Work Breakdown Penjadwalan proyek dilakukan dengan software Microsoft
Structure (WBS), penentuan matriks tanggung jawab dengan Project berdasarkan Work Breakdown Structure (WBS) yang
metode RACI (Responsible, Accountable, Consulted, dan terdiri dari enam tahap: menghilangkan waktu pengaman
Informed). Selanjutnya penjadwalan proyek, pengalokasian dengan metode Cut and Paste Method (C&PM) dengan
tenaga kerja, dan penetapan biaya tenaga kerja dengan persentase waktu pengaman setiap aktivitas berdasarkan
metode Critical Path Method. expert judgmenent dari manajer operasional PT. Hasta Karya
2) Identifikasi Penyebab Keterlambatan Pengerjaan Proyek Perdana yaitu sebesar 20%, identifikasi konflik tenaga kerja
Pengumpulan data penyebab keterlambatan pengerjaan pada aktivitas proyek dan hilangkan dengan menambahkan
proyek dilakukan dengan Focus Group Discussion bersama resource constraint, identifikasi critical chain dengan
manajemen proyek dan tim proyek pengadaan barang dan forward pass dan backward pass, menentukan durasi project
jasa konstruksi GI 150 kV Arjasa PT. Hasta Karya Perdana. dan feeding buffer dengan metode Square Root of the Sum of
Kegiatan FGD dilakukan secara terpisah pada saat proses the Squares (SSQ) dan menyisipkan buffer dalam
pengerjaan proyek berlangsung. Digunakan teknik triangulasi penjadwalan, feeding buffer yang disisipkan dalam
data untuk memperkuat validitas data. Seluruh penyebab penjadwalan adalah yang memiliki nilai terbesar atau rantai
keterlambatan yang telah teridentifikasi akan dikategorikan terpanjang [6]. Kemudian melakukan penjadwalan ulang
dalam cause-and-effect diagram model 5M [4]. Dilanjutkan apabila terdapat konflik tenaga kerja, dan menghitung biaya
dengan penyebaran kuesioner secara sensus kepada peserta tenaga kerja hasil penjadwalan.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F161

Tabel 4.
Penyebab Utama Keterlambatan Pengerjaan Proyek oleh Subkontraktor

Keterlam-
Penyebab

Kategori
Utama

Why 1

Why 2

Why 3

Why 4

Why 5
batan
No.

Subkontraktor tidak mampu untuk


Keterbatasan material Keterbatasan Manajemen
melakukan pengadaan material
1 konstruksi sipil untuk Material dana subkontraktor - -
konstruksi sipil sesuai dengan
switchyard dan gedung subkontraktor buruk
persyaratan
Subkontraktor hanya bergantung Keterbatasan Manajemen
2 Etos kerja yang rendah Man pada pendanaan dari kontraktor dana subkontraktor - -
utama subkontraktor buruk

Tabel 5.
Perbandingan Penjadwalan CPM dan CCPM
Metode Alokasi Jumlah Biaya Tenaga
Durasi
Penjadwalan Tenaga Kerja Kerja
633 hari
CPM 146 orang Rp2.210.182.350
kalender
601,05
CCPM hari 146 orang Rp1.714.792.420
kalender

Gambar 4. Zona Pemakaian Buffer Waktu pada Project Buffer


B. Tahap Analisis dan Interpretasi Data
1) Analisis Penyebab Utama Keterlambatan Pengerjaan
Proyek
Mengetahui akar permasalahan dari setiap penyebab utama
keterlabatan pengerjaan proyek dengan metode 5 Why’s.
2) Dokumentasi Pembelajaran dan Pengetahuan Proyek
Memuat kategori dan deskripsi dari setiap keberhasilan
dan hambatan pengerjaan proyek serta tindakan yang telah
dilakukan

3) Analisis Penjadwalan Critical Chain Project Management


Membandingkan penjadwalan awal dengan CPM dan
penjadwalan ulang dengan CCPM dari segi durasi
pengerjaan, jumlah dan biaya tenaga kerja yang dialokasikan.
Kemudian dilakukan analisis buffer management untuk
memudahkan pengendalian proyek berdasarkan banyaknya
buffer waktu (project dan feeding buffer) yang digunakan.
C. Kesimpulan dan Saran
Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan
berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan saran diberikan
kepada PT. Hasta Karya Perdana dan penelitian sejenis
selanjutnya.

III. PENGUMPULAN DATA


A. Identfikasi Gambaran Umum Proyek Gambar 5. Zona Pemakaian Buffer Waktu pada Feeding Buffer

1) Cakupan Proyek 2) Struktur Organisasi Proyek


Secara umum cakupan proyek pengadaan barang dan jasa Berikut adalah struktur organisasi proyek pada Gambar 2.
konstruksi GI 150 kV Arjasa meliputi: 3) Work Breakdown Structure
a) Dua Transmission Line bay (T/L bay) 150 kV ke arah Terdapat 170 aktivitas dalam pengerjaan proyek ini yang
GI 150 kV Jember sirkit ½ terbagi ke dalam enam tahapan, antara lain tahap
b) Dua Transmission Line bay (T/L bay) 150 kV ke arah perencanaan, pengadaan material, pekerjaan konstruksi sipil,
GI 150 kV Bondowoso sirkit ½ pekerjaan elektromekanikal, testing and comissioning, dan
c) Dua Transformator bay (T/R bay) 150 kV untuk energized.
pemasangan trafo 60 MVA, 150/20 kV 4) Matriks Tanggung Jawab
d) Satu bay Kopel 150 kV Terdapat 17 posisi tenaga kerja yang bertanggung jawab
Waktu pelaksanaan pekerjaan adalah 633 hari kalender pada pengerjaan proyek.
terhitung sejak tanggal penandatanganan kontrak atau 5) Penjadwalan Existing Proyek
kontrak efektif sampai dengan berita acara serah terima Dengan penjadwalan CPM, didapatkan durasi pengerjaan
pekerjaan tahap pertama dengan nilai kontrak gabungan proyek adalah selama 633 hari kalender dan biaya tenaga
lumpsum dan harga satuan senilai Rp79.413.633.622.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F162

kerja senilai Rp 2.210.182.350 dengan tenaga kerja yang pembayaran dengan cepat untuk memanfaatkan interval
dialokasikan sebanyak 146 orang. waktu pemrosesan penagihan pada pemilik proyek. Jika
terdapat hambatan dalam pemrosesan penagihan berlangsung
B. Identifikasi Penyebab Keterlambatan Pengerjaan
maka dapat berdampak pada keseimbangan arus kas proyek
Proyek
sehingga mempengaruhi keseimbangan arus kas kontraktor
Berdasarkan hasil identifikasi penyebab keterlambatan utama secara umum. Tabel 3 menunjukkan akar
pengerjaan proyek dengan FGD, maka dapat dikategorikan permasalahan dari kejadian ini.
dalam cause-and-effect diagram pada Gambar 3.
Berdasarkan penerapan prinsip pareto, pada Tabel 2 2) Penyebab Utama oleh Subkontraktor
didapatkan 3 penyebab utama keterlambatan pengerjaan a) Keterbatasan material konstruksi sipil
proyek. Pengadaan material konstruksi sipil dilakukan oleh
subkontraktor berdasarkan persyaratan teknis yang
C. Penjadwalan CCPM ditetapkan oleh pemilik proyek dan kontraktor utama.
1) Pengurangan Durasi Aktivitas Ketersediaan material konstruksi sipil berpengaruh pada
Berdasarkan hasil pengurangan durasi aktivitas dengan Cut progress pengerjaan proyek konstruksi sipil, jika material
and Paste Method (C&PM) sebesar 20% untuk setiap dapat menghambat pengerjaan konstruksi sipil. Untuk
aktivitas, durasi pengerjaan proyek berkurang menjadi 542,3 menyiasati kendala pengadaan material konstruksi sipil di
hari kalender. konstruksi sipil tersedia dalam jumlah yang sedikit maupun
2) Identifikasi Konflik Tenaga Kerja tidak tersedia sama sekali di lokasi pekerjaan maka wilayah
Terdapat 14 posisi tenaga kerja yang mengalami lokasi pekerjaan dari segi persyaratan teknis maka
multitasking, untuk mengatasi konflik tenaga kerja maka subkontraktor melakukan pengadaan material konstruksi sipil
ditambahkan resource constraint pada aktivitas yang di luar wilayah lokasi pekerjaan sehingga memerlukan waktu
mengalami overalokasi tenaga kerja tanpa mengubah jumlah pengadaan yang lebih lama dan dapat dilihat pada tabel 4.
tenaga kerja. b) Etos kerja yang rendah
3) Identifikasi Critical Chain Kontraktor utama melakukan pengerjaan proyek bekerja
Terdapat 13 aktivitas yang termasuk sebagai critical chain sama dengan subkontraktor yang sesuai dengan bidang
dalam penjadwalan proyek ini. keahliannya. Pada pengerjaan proyek, terdapat subkontraktor
4) Menentukan Buffer pada Penjadwalan yang tidak mengikuti arahan dari kontraktor utama untuk
Total durasi feeding buffer adalah selama 223,7 hari mempercepat progress pengerjaan proyek saat kondisi
kalender dalam 7 lintasan aktivitas non-critical chain. sedang mendesak dengan menambah tenaga kerja dan waktu
Sedangkan total durasi project buffer adalah selama 20,5 hari bekerja (lembur). Selain itu terdapat subkontraktor yang tidak
kalender. melakukan pekerjaan sesuai dengan persyratan teknis.
5) Penjadwalan Ulang dengan Buffer B. Dokumentasi Pembelajaran dan Pengetahuan Proyek
Apabila terdapat aktivitas yang mengalami konflik tenaga
Terdapat 7 kejadian yang termasuk sebagai keberhasilan
kerja maka dilakukan penyesuaian resource constraint.
dalam pengerjaan proyek, dapat digolongkan ke dalam
Terdapat dua aktivitas yang disesuaikan resource constraint-
kelompok kontraktor utama, subkontraktor, dan pemilik
nya. Berdasarkan penjadwalan ulang dengan buffer maka
proyek. Sedangkan terdapat 14 kejadian yang menghambat
didapatkan durasi pengerjaan proyek adalah selama 601,05
pengerjaan proyek, dapat digolongkan ke dalam kelompok
hari kalender termasuk buffer waktu selama 244,2 hari
kontraktor utama, subkontraktor, pemilik proyek, dan faktor
kalender.
eksternal.
6) Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja penjadwalan CCPM dengan buffer C. Analisis Penerapan CCPM
adalah senilai Rp1.714.792.540 dengan tenaga kerja
1) Perbandingan Penjadwalan CPM dan CCPM
sejumlah 146 orang.
Berdasarkan tabel 5, dari hasil penjadwalan dengan CCPM
didapatkan pengurangan durasi pengerjaan proyek menjadi
IV. HASIL DAN DISKUSI 601,05 hari kalender termasuk dengan buffer waktu selama
A. Analisis Penyebab Utama Keterlambatan Pengerjaan 244,2 hari kalender. Apabila buffer time tidak terkonsumsi
Proyek sama sekali maka durasi pengerjaan proyek adalah selama
542,3 hari kalender. Penjadwalan ulang dengan CCPM dapat
1) Penyebab Utama oleh Pemilik Proyek
mengurangi biaya tenaga kerja menjadi Rp1.714.792.420
Penagihan atas pembayaran pekerjaan fisik proyek atau berkurang sebanyak Rp495.389.930 jika dibandingkan
dilakukan oleh kontraktor utama kepada pemilik proyek dengan penjadwalan existing proyek dengan CPM.
berdasarkan kemajuan (progress) pekerjaan fisik proyek. Tidak terdapat perbedaan jumlah dan nominal gaji harian
Dalam pengajuan penagihan kepada pemilik proyek, tenaga kerja yang dialokasikan pada kedua metode
kontraktor utama harus melalui lima unit kerja dari pemilik penjadwalan karena PT. Hasta Karya Perdana sebagai
proyek untuk mendapatkan validasi atas laporan kemajuan kontraktor utama menetapkan estimasi jumlah dan gaji harian
fisik sebagai persyaratan pengajuan penagihan. Pada setiap tenaga kerja tersebut sebagai acuan untuk pembuatan harga
unit kerja, pemrosesan penagihan memerlukan waktu satuan pekerjaan pada lingkup pekerjaan konstruksi yang
berkisar antara 3 sampai dengan 30 hari kerja. Kontraktor ditugaskan oleh kontraktor utama kepada subkontraktor
utama perlu untuk melakukan pengajuan penagihan dengan dalam kontrak pekerjaan yang disepakati kedua belah pihak
akurat dan tepat sehingga memperoleh validasi dan
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F163

dan tidak diperbaharui selama kontrak pekerjaan masih Sedangkan biaya tenaga kerja berkurang menjadi
berlaku. Rp1.714.792.420.
2) Analisis Buffer Management B. Saran
Setiap indikator warna mewakili zona pemakaian buffer
1) Saran kepada PT. Hasta Karya Perdana
waktu. Apabila posisi penggunaan buffer masih berada pada
zona hijau, maka berarti belum ada tindakan yang harus Melakukan dokumentasi pembelajaran dan pengetahuan
dilakukan. Namun, ketika pengunaan buffer mencapai zona proyek secara periodik dari pengerjaan setiap proyek.
kuning maka kontraktor utama harus melakukan perencanaan Kemudian menerapkan penjadwalan CCPM dalam
langkah-langkah mitigasi yang harus ditempuh agar buffer penjadwalan proyek selanjutnya dengan diiringi oleh usaha
tidak terpakai seluruhnya. Sedangkan ketika pengunaan perusahaan dalam melakukan sosialisasi, pelatihan, dan
buffer mencapai zona merah maka kontraktor utama harus kontrol intensif dalam penerapannya.
mengimplementasikan langkah-langkah mitigasi yang telah 2) Saran kepada penelitian selanjutnya
direncanakan. Melalui langkah-langkah ini, buffer Melakukan perhitungan produktivitas masing-masing
management dapat menyediakan alat antisipasi posisi tenaga kerja agar alokasi jumlah tenaga kerja aktual
ketidakpastian proyek dengan kriteria keputusan yang sesuai. sesuai dengan perencanaan alokasi tenaga kerja yang dibuat,
Gambar 4 dan Gambar 5 merupakan zona pemakaian buffer memperluas lingkup responden yang dilibatkan dalam
waktu pada project dan feeding buffer. identifikasi penyebab keterlambatan pengerjaan proyek
dengan menyertakan subkontraktor dan pemilik proyek,
V. KESIMPULAN/RINGKASAN melakukan pengendalian proyek dengan metode Earned
Value Analysis untuk mengetahui performansi proyek dari
A. Kesimpulan segi pemenuhan cakupan, penjadwalan, dan biaya proyek dan
Terdapat 11 kejadian yang menyebabkan keterlambatan metode Cost-Benefit Analysis untuk menentukan tindakan
pengerjaan proyek, berdasarkan penerapan prinsip pareto koreksi terbaik pada aspek biaya jika terjadi deviasi progress
didapatkan 3 penyebab utama antara lain kategori method pengerjaan proyek. Kemudian menggunakan software
yaitu alur pemrosesan penagihan yang panjang, kategori penjadwalan yang spesifik dalam pengolahan data
material yaitu keterbatasan material konstruksi sipil untuk penjadwalan CCPM.
switchyard dan gedung, dan kategori man yaitu etos kerja
yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Terdapat 7 kejadian yang termasuk sebagai keberhasilan
[1] Project Management Institute, Pedoman Kerangka Ilmu Manajemen
dalam pengerjaan proyek, dapat digolongkan ke dalam Proyek (PMBOK Guide) Edisi Keenam. Jakarta: PMI Indonesia
kelompok kontraktor utama, subkontraktor, dan pemilik Chapter, 2018.
proyek. Sedangkan terdapat 14 kejadian yang menghambat [2] P. K. Venkatesh and V. Venkatesan, “Delays in Construction Projects:
pengerjaan proyek, dapat digolongkan ke dalam kelompok A Review of Causes, Need And Scope for Further Research.”
[3] B. Pradhana, A., & Setiadi, “Studi penggunaan metode penjadwalan
kontraktor utama, subkontraktor, pemilik proyek, dan faktor critical chain pada proyek konstruksi konvensional,” Universitas
eksternal. Indonesia, 2013.
Dari hasil penjadwalan menggunakan Critical Chain [4] D. B. Septiawan and R. Bekti, “Analysis of project construction delay
using fishbone diagram at pt. rekayasa industri,” J. Bus. Manag., vol.
Project Management (CCPM) didapatkan pengurangan 5, no. 5, pp. 634–650, 2016.
durasi pengerjaaan menjadi selama 601,05 hari kalender [5] N. Alamri, O. Amoudi, and G. Njie, “Analysis of construction delay
termasuk dengan buffer time selama 244,2 hari kalender, jika causes in dams projects in Oman,” Eur. J. Bus. Soc. Sci., vol. 6, no. 2,
pp. 19–42, 2017.
buffer time tidak terkonsumsi sama sekali maka durasi [6] L. P. Leach, Critical Chain Project Management, 3rd ed. London:
pengerjaan proyek adalah selama 542,3 hari kalender. Artech House, 2014.
Available online at www.sciencedirect.com

ScienceDirect
Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260

Industrial Engineering and Service Science 2015, IESS 2015

Managing quality risk in a frozen shrimp supply chain : a case study


Dewanti Anggrahinia*, Putu Dana Karningsihb, Martian Sulistiyonoc
a,b,c Industrial Engineering Department, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Keputih Sukolilo Surabaya 60111, Indonesia *
Corresponding author. Tel.: +62-31-593-93-61; fax: +62-31-593-93-62.
E-mail address: dewanti@ie.its.ac.id

Abstract

Frozen shrimp is a product that is very sensitive to temperature changing, therefore its quality has to be carried out from the supplier
to customer stage. Quality itself consists of product hygiene and freshness as a healthy food. Company X as a frozen shrimp
manufacturer faces quality losses of the product, which often caused by both production process and external factors. The accuracy
of supplied shrimp specification and unpredictable supply demand pattern influence losses. This research analyse the quality
problems of frozen shrimp product along its supply chain, involving supplier, Company X, logistic provider and customer. Firstly,
all the activities are mapped by using Supply Chain Operations Reference (SCOR) model. Supply chain activities are divided into
five categories namely plan, source, make, deliver and return. Secondly, potential quality risks are analyzed in a House of Risk 1
(HOR-1). Furthermore, some mitigation actions are deployed, then being analyzed by using HOR-2. Lastly, 41 risk occurance and
52 risk agents are identified. Regarding to the result of risk analysis, there are 11 most critical risk agents which is deri ved from
the highest Aggregate Risk Potential (ARP). According to the selection analysis, there are 12 proposed mitigation actions to be
implemented in Company X.

© 2015
© 2015TheTheAuthors.
Authors. Published
Published by Elsevier
by Elsevier B.V. B.V.
This is an open access article under the CC BY-NC-ND license
Peer-review under responsibility of the organizing committee of the Industrial Engineering and Service Science 2015 (IESS
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).
Peer review under responsibility of the organizing committee of the Industrial Engineering and Service Science 2015 (IESS 2015)
2015).

Keywords: ARP, frozen shrimp, HOR 1, HOR 2, quality risk management, SCOR, supply chain

1. Introduction

Indonesia is an archipelagic country with 7.1 million square kilometers of total territorial and 5.4 million square
kilometers surrounding sea [16], which 70% of total area in Indonesia is ocean. So that Indonesia has a great potential
in fisheries and sea food industry. The total economic potential of Indonesia maritime reach 7.20 trillion Rupiah per
year or four times more than 2014 state budget, APBN [19]. Based on its high potential of natural resources, there are
some seafood companies established in Indonesia, including Company X. Seafood is any form of sea life regarded as
food by humans. Company X as if seafood company as usual involved getting supply from fisherman, processing,

2351-9789 © 2015 The Authors. Published by Elsevier B.V. This is an open access article under the CC BY-NC-ND license
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).
Peer review under responsibility of the organizing committee of the Industrial Engineering and Service Science 2015 (IESS 2015)
doi:10.1016/j.promfg.2015.11.039
Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260 253

distributing and marketing its product. The main product of Company X is frozen shrimp. Company X exports its
product abroad such as United State of America, ASEAN countries and Japan. To be able to compete among the
competitors, Company X has to assure its product quality. Product quality itself includes freshness of shrimp, hygiene
of production process, also packaging cleanness. So that the customers are satisfied and get highly trust to recommend
later.
In the last few years, Company X has obtained quality certification of food safety, HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point). HACCP certification is one of preventive risk management to ensure food safety [5].
Company X applies HACCP since the preparation of supply its raw materials, until the product distributed to
customers. By implementing HACCP, Company X product has never been rejected by the market, because it has met
minimum standard of quality and food safety. However, there are still some quality issues to increase company’s
profit. The most important problem is shrimp grade that is remain declined, that is occurs damaged shrimp in
production process. It caused by the sensitiveness of shrimp production process to the temperature. Once the
temperature changed, the shrimps becomes discolored and declining grades. Shrimp damage also occured in
deheading and skin stripping process.
Moreover, a fluctuative supply and demand also affect shrimp quality. Based on the information from Company
X, the number of demand is slightly decreased in last 3 months, and will rise significantly in the end of the year. On
the other hand, there is an unpredictable supply from supplier. To anticipate this condition, Company X implement a
strategy to accept good quality of raw material, and hold the stocks of shrimp in a big cooling storage until company
get sufficient demand from the market. Holding stock in longer time will increase the cost saving, also risk of rejection
occurance. Based on its current condition, it is necessary to observe deeper about risk management related to product
quality for frozen shrimp, involving Company X supply chain. The main objective is minimizing case of product
rejection, therefore the company profit will be highly increased.

2. Literature Review

This chapter presents some relevant theory about risk and risk management, quality risk management, supply chain
management, supply chain operation reference (SCOR), and house of risk. Other sub chapter is review of previous
research that is in relevant with this topic.

2.1. Risk and risk management

Risk has been defined in a number of ways, that is never entirely true of false. Based on Australian New Zealand
Standard [1], risk is an unpredictable effect of specific objective. Sinha et.al. [15] defines risk as a function of the
level of uncertainty and the impact of an event, and as pointed out by Goh et.al. [14] there are two types of supply
chain risks based on their sources, risks arising from the internal of supply chain networsk and those from the external
environments. The definition of risk that we will use for this research is the possible deviation distribution from
expected results and objective due to internal or external events. Quantitative risk requires calculation of likelihood
multiplied by consequences. Likelihood is a risk probability, and consequences is the magnitude of potential loss.
Furthermore, risk management is a scientific approach to manage risks by doing anticipating losses, and designing
procedures that will minimize financial losses [6]. These are seven steps of risk management process:
1. Communication and Consultation.
2. Establishing the context.
3. Risk Identification.
4. Risk Analysis.
5. Risk Evaluation.
6. Risk Treatment.
7. Monitoring and Review.
254 Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260

2.2. Quality risk management


Quality risk management is a set of leadership, business processes, culture, and technology made by an
organization for creating collaborative approach to identify, quantify, and mitigate risk on products, operations,
supplier, distribution, customer, and other risks which affect quality [12]. The steps that has been done in managing
quality risk are similar with risk management in general. These are several tools that can be used for Quality Risk
Management:
1. Basic risk management facilitation method (flowchart, check sheets, etc).
2. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
3. Failure Mode, Effect and Critical Analysis (FMECA).
4. Fault Tree Analysis (FTA).
5. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).
6. Hazard Operability Analysis (HAZOP).
7. Preliminary Hazard Analysis (PHA).
8. Risk Ranking and Filtering.
9. Supporting statistical tool.

2.3. Supply chain risk management


Supply chain risk management is risk approach run in a supply chain structure [15]. Supply chain risk that is arised in
supply chain activities such as scheduling, technology, and uncertain cost. It could be managed separately based on risk
perceptions. Based on [13], supply chain risks are divided into three categories, as shown below:
1. Internal risk, including risks in process and control activities.
2. External risk, including sub categories demand and supply risk.
3. Other external risk, including sub category environmental risk that affect in upstream and downstream.

2.4. Supply chain operation reference (SCOR)


SCOR is a supply chain operation model that is enables users to address part of a supply chain [8]. In SCOR, supply
chain activities are classified into these following categories:
1. Plan, processes that balance aggregate demand and supply to develop a course of action which best meets
sourcing, production, and delivery requirements.
2. Source, processes that procure goods and services to meet planned or actual demand.
3. Make, processes that transform product to a finished state to meet planned or actual demand.
4. Deliver, processes that provide finished goods and services to meet planned or actual demand, typically
including order management, transportation management, and distribution management.
5. Return, processes associated with returning or receiving returned products for any reason. These processes
extend into post-delivery customer support.
2.5. House of risk

House of Risk is a risk analysis method that is developed by [11]. This model is based on the notion that a proactive
SC risk management should attempt to focus on preventive actions, i.e. reducing the probability of risk agents to occur.
Reducing occurrence of the risk agents would typically prevent some of the risk events to occur. In such a case, it is
necessary to identify the risk events and the associated risk agents. Typically, one risk agent could induce more than
one risk events. In the well-known FMEA, risk assessment is done through calculation of a RPN as a product of three
factors, i.e. probability of occurrence, severity of impacts, and detection. Unlike in the FMEA model where both the
probability of occurrence and the degree of severity are associated with the risk events. Since one risk agent could
Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260 255

induce a number of risk events, it is necessary to quantity the aggregate risk potential of a risk Supply chain risk
management 955 agent.

If Oj is the probability of occurrence of risk agent j, Si is the severity of impact if risk event i occurred, and Rij is
the correlation between risk agent j and risk event i (which is interpreted as how likely risk agent j would induce risk
event i) then the ARPj (aggregate risk potential of risk agent j) can be calculated as follows:

࡭ࡾࡼ࢐ ൌ  ࡻ࢐ σ࢏ ࡿ࢏ ࡾ࢏࢐ …….. (1)

The HOQ model is used to determine which risk agents should be given priority for preventive actions. A rank is
assigned to each risk agent based on the magnitude of the ARPj values for each j. Hence, if there are many risk agents,
the company can select first a few of those considered having large potentials to induce risk events. There are the
modified HOQ: (1) HOR1 is used to determine which risk agents are to be given priority for preventive actions. (2)
HOR2 is to give priority to those actions considered effective but with reasonable money and resource commitments.

3. Methodology

This study examines a supply chain for frozen shrimp, as a kind of seafood product. These are several steps of this
study refers to risk management framework and House of Risk that have been explained at the previous chapter. First,
all the supply chain activities are mapped by using SCOR model, which divided into Plan, Source, Make, Deliver, and
Return. Supply chain activities starting from supply raw material to the end customer. Second, identifying quality
risks. There might be some risks along supply chain activities. Risks are identified by doing brainstorming and direct
observation, then will be validated by interviewing company internal stakeholder. Then assessing its potential risks to
determine the severity, likelihood and relationship scoring between risk agents and risk events. This step output is
HOR-1 matrix which including risk agent rank (Aggregate Potential Risk), the most critical risk agents, and pareto
diagram. The next step is developing risk mitigation. This study uses the output of risk evaluation process, pareto
diagram, to decide risk agent. Then determine correlation score between mitigation strategy and risk agent. Its scoring
result was validated by company stakeholder through a questionnaire. All the related questions were designed based
on previous result, and plotted to a House of Risk II. In the end of this study, there are some mitigation actions that is
appropriate to be implemented in Company X.

4. Result and Discussion

4.1. Supply chain activity mapping

Frozen shrimp supply chain in Company X has four main entities, such as supplier, Company X, logistic provider,
and customer. Based on SCOR model, the supply chain activities are devided into plan, make, deliver, and return. In
term of plan, there are four sub process i.e planning for production, procurement, distribution and return. In source
categories, sub process are related to some activities which done by the company with its supplier, such as designing
supplier contract, releasing purchase order, organizing distribution process, material handling and inspection, also
material storing. Make activity category consists of deheading, grading, shrimp paring, soaking, freezing, glazing,
weighing, packaging, storaging, product handling, includes its inspection. Distribution scheduling, and product
delivery are categorized as deliver activity. Then product returning from customer is the subcategory of return
activity.These following picture figures out frozen shrimp supply chain activities.

4.2. Risk identification

This stage is the most important phase in risk management, when any potential risks that affect frozen shrimp
quality should be identified. Based on its definition, risk is anything that cause losses and lead more than one risk
events. This study identify risks through direct observation, both analyzing historical data and interviewing company
stakeholders. The following steps is validating all potential risks that has been identified. Production manager, quality
256 Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260

assurance manager, and management representatives are involved in validation process. There are four potential risks
in planning, fourteen risks in sourcing, twenty nine risks in making, and four risks in delivering.

Purchasing
Order
Planning

Making Purchasing
Order Order

Deliver Receiving
Order Order

Inspection 1

Making
Product

Inspection 2

Packaging

Storage

Inspection 3

Deliver Transporting Receiving


Order Product Product

Transporting
Return
Product

Fig. 1. Supply Chain Mapping Company X.

4.3. Risk evaluation

All potential risks, at the previous stage, are analyzed. As stated before, this risk analysis consists of identifying
risk agents by using ARP scoring through HOR 1, questionnaire, and ARP scoring in pareto diagram. Relavant
questions are deployed to assess risk agents. It has been validated by the the list of respondence. ARP assessment in
HOR 1 aims to gain risk agent ranking in the process of risk mitigation. ARP score is obtained by multiplying the
value of risk severity, likelihood or probability risk events, and the value of correlation between risk agent and risk
event. The highest ARP score is operator does not work properly (or they do not work according to SOP), which it
takes 29% of total ARP score. This risk agent occured by human factors through supply chain, especially in production
process. Since company uses manual system, it causes many human errors. This table below represents 11 most critical
risk agents.
Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260 257

Table 1. Critical risk agents.

No Risk Agent Code ARP Rank SC Activity

1 Operator does not work properly A27 756 1 Make

2 Fluctuative production capacity of supplier A10 225 2 Source

3 Inappropriate packaging information A16 117 3 Source


Fluctuative demand, and inflexible supply Plan
A2
4 contract revision 114 4
5 False material packaging A14 110 5 Source

6 Non-standard shrimp handling (supplier) A19 90 6 Source

7 Broken product A41 90 6 Make

8 Non standard product freezing A40 81 8 Make

9 Longer processing lead time A30 72 9 Make


Longer storing lead time A43 Make
10 72 9
11 Storage Overload A44 72 9 Make

Fig. 2. Pareto diagram of ARP value.

Once the rank of risk agents was determined, the following is analysing pareto chart to obtain critical risk agent
by using a concept of 20:80. As shown in the diagram above, there is one of the most critical risks agent which affects
as many as 80% of risk event. Operator does not work according to SOP (A27) got 27% of total ARP of risk agents.
Based on SCOR model, A27 is identified only in make activities. However, in a supply chain, a critical risk agent can
affect the whole system significantly. Therefore, the most important thing is how to mitigate A27, then the rest of 11
critical risk agents.

4.4. Risk mitigation

The next step is designing risk mitigation, according to the scoring result before. This study deployed some risk
mitigations for eleven most critical risk agent as stated at the previous subchapter. Then choose the most appropriate
mitigation based on validation process, through HOR 2 analysis, and stakeholder confirmation. The table below
presents a list of valid mitigation planning of each critical risk agents, and its correlation score.
258 Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260

Table 2. Risk mitigation planning.

No Critical Risk Agent Mitigation Planning Correlation


Score
Manage customer relationship. (*1) 3
Fluctuative demand,
9
1 and inflexible supply Improve production planning and inventory control (PPIC) performance. (*2)
contract revision Discuss revision of supplier-buyer contract, with spesific policy of each 3
cases. (*3)
9
Buy raw materials with higher prices when company find less supply. (*4)
Implement written contract scheme between company and potential supplier. 3
Fluctuative
(*5)
2 production capacity
Develop sharing information media for updating stock between supplier and 3
of supplier
company. (*6)
Look forward to more long term potential suppliers. (*7) 3
Inappropriate 9
packaging Improve production planning and inventory control (PPIC) performance. (*2)
3 information
False material 3
Buy high quality fresh shrimp from trusted supplier. (*8)
4 packaging
Non-standard shrimp 3
Buy high quality fresh shrimp from trusted supplier. (*8)
5 handling (supplier)
Develop reward and punishment system for operator. (*9) 3
Operator does not
work properly Develop supervision and encourage working motivation for operator. (*10) 9
6
Longer processing 3
Develop supervision and encourage working motivation for operator. (*10)
7 lead time
Broken product Implement first in first out (FIFO) in storage system. (*11) 3
8
Improve production planning and inventory control (PPIC) performance. (*2) 9
Non standard product
freezing Implement first in first out (FIFO) in storage system. (*11) 3
9
Implement first in first out (FIFO) in storage system. (*11) 3
Longer storing lead
time Improve production planning and inventory control (PPIC) performance. (*2) 9
10
Storage Overload Develop joint cooling storage contract with other company. (*12) 9
11

The output of previous step become an input for simulating risk mitigation planing. This step aims to decide the
priority of risk mitigation in the near future. These are four criterias that has been used to make decision, and the HOR
2 result is shown in Table 3.
1. Rank of mitigation planning, that is determined by HOR 2 analysis.
2. Cost for implementing each mitigation planning. Based on company policy, a mitigation planning will be
funded IDR 20 million for maximum.
3. Correlation score of mitigation planning. Those which got score of 9 will be the highest priority.
4. Length of time for implementing each mitigation planning. This information is obtained by historical data
from any references.
Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260 259

Table 3. HOR 2 analysis.

Risk Mitigation Planning


Agent
*1 *2 *3 *4 *5 *6 *7 *8 *9 *10 *11 *12 ARP
A27 3 9 756
A10 9 3 3 3 225
A16 9 117
A2 3 9 3 114
A14 3 110
A19 3 90
A41 9 3 90
A40 3 81
A30 3 72
A43 9 3 72
A44 9 72
Total
Effectiveneness 342 3537 342 2025 675 675 675 601 2268 7020 729 648
Degree of
Difficulties 3 3 1 2 1 2 3 1 1 1 3 2

Effectiveness to
difficulty Ratio
114 1179 342 1013 675 338 225 601 2268 7020 243 324
Rank Of Priority 12 3 7 4 5 8 11 6 2 1 10 9

The result of this study is divided into two points, risk identification and risk mitigation planning. There are 4 risks
in planning activities, 14 risks in sourcing, 29 risks in making, and 4 risks in returning. This study also conclude that
operator does not work properly, fluctuative production capacity of supplier, and inappropriate packaging information
as the three most critical risk agent in company X. Furthermore, the highest priority of mitigation strategies are develop
supervision and encourage working motivation for operator, develop reward and punishment system for operator, and
improve production planning and inventory control (PPIC) performance.
Production manager should provide standard operating procedures of each production process. The manager of
other department, such as procurement and inventory control, also product storage, have to update SOP of their main
activities. Based on the analysis at previous step, it would be better if top management design supervision and
evaluation program. This program objectives is to encourage operators willingness to work properly, or according to
standardized procedures., so that the operator do all the duties efficient. On the other hand, manager in every
department has to assses workers. Those who did higher performance than others will get additional reward. This
policy runs to all workers in company X.
Moreover, since supply chain involves supplier, producer, distributor and end-customer as the players. Company
X should identify risks in each player deeper. Because once company faces difficulties in specific player, it will affect
supply chain system flow. Company should use HACCP (quality risk management in supply chain) and economic
fraud hazard as an integrated framework to assess risk periodically for the following years.
260 Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260

Acknowledgements

This study was supported by Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, through Junior Researcher
scheme. We thank to our colleagues from ITS who provided insight and expertise that greatly assisted the research.
Although they may not agree with every single interpretations of this paper. We would also like to show our gratitude
to all company X stakeholder, especially the owner and executive director, for sharing their wisdom with us during
this study. We are also immensely grateful to the reviewers for their comments on earlier version of the manuscript.

References

[1] Australian New Zealand Standard, Risk Management - Principles & Guidelines, AS/NZS ISO 31000:2009, pp.
1-24, 2009.
[2] Australian New Zealand Standard - AS/NZS 4360:2004, Risk Management. 3rd edition. New Zealand: Standards
New Zealand, 2004.
[3] Badan Pusat Statistika, Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi dan Subsektor (ton), 2000-2013.
[Online]. Available at: http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1705. [Accessed 10 May 2015], 2014.
[4] B. Fahmi, Manajemen Risiko. Jakarta: Grasindo, 2007.
[5] Department of Food Science and Technology IPB, Apa itu HACCP. [Online]. Available at:
http://itp.fateta.ipb.ac.id/fthn3/cbt/haccp-apa.php. [Accessed 13 May 2015], 2005.
[6] E. J. Vaughan, Fundamental of Risk and Insurance. 10th edition. USA: John Wiley & sons, 2008.
[7] H. Siahaan, Manajemen Risiko pada Perusahaan dan Birokrasi. 2nd edition. Jakarta: Gramedia, 2009.
[8] N. Pujawan, Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya, 2005.
[9] Kasidi, Manajemen Risiko. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
[10] Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kelautan dan Perikanan dalam Angka. Jakarta: S.N, 2014.
[11] L. H. Geraldin, I. N. Pujawan, House of Risk: A Model for Proactive Supply Chain Risk Management. Business
Process Management Journal. Volume 15, pp. 963-967, 2009.
[12] LNS Research, Integrating risk and Quality Management in Life Sciences. LNS Research, 2013.
[13] M. Christopher, Creating Resilient Supply Chain: A Practical Guide. Cranfield: Cranfield School of
Management, 2003.
[14] M. Goh, J. Y. S. Lim, F. Meng, A Stochastic Model for Risk Management in Global Supply Chain Networks.
European Journal of Operational Research, Vol. 182 No. 1, pp. 164-73, 2007.
[15] P. R. Sinha, L. E. Whitman, D. Malzahn, Methodology to Mitigate Supplier Risk in an Aerospace Supply Chain.
Supply Chain Management: International Journal, Volume 9, pp. 154-168, 2004.
[16] S. Ambara. Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia KMIP UGM. [Online]. Available at:
http://kmip.faperta.ugm.ac.id/potensi-kelautan-dan-perikanan-indonesia/. [Accessed 10 May 2015]. 2014.
[17] US Department of Health and Human Services, Guidance for Industry - Q9 Quality Risk Management. US: ICH,
2006.
[18] Y. A. Satria, Pengelolaan Risiko Pada Supply Chain PT Graha Makmur Cipta Pratama. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, 2012.
[19] Y. Paonangan, Potensi Laut Indonesia Senilai 7200 Triliun. Pustaka Indonesia. [Online]. Available at:
http://www.pusakaindonesia.org/potensi-laut-indonesia-senilai-rp-7-200-triliun/. [Accessed 10 May 2015],
2014.

Anda mungkin juga menyukai