OLEH:
BELLA KUSUMAWATI H H2501222031
FADIAH RETNO IMARA H2501222035
NARAINI PUTRI KUATA A H2501222043
M LUTHFI ICHSAN S H2501222051
MEYGY ALIFUDIN H2501222062
ILMU MANAJEMEN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
DAFTAR ISI
i
STUDI KASUS ..................................................................................................... 25
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
CHAPTER 21. Merencanakan dan Mengatur Proyek
1. Initiation
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah mengidentifikasikan kebutuhan
bisnis, permasalaham, atau peluang, dan melakukan brainstorming kepada tim
1
untuk menemukan cara memenuhi kebutuhan proyek, menyelesaikan masalah,
dan menemukan peluang. Pada tahap ini, kita harus mengetahui apa tujuan
proyek yang akan dijalankan, menentukan apakah proyek tersebut layak, dan
mengidentifikasi hasil utama/hasil akhir dari proyek yang akan dikerjakan.
Dari tahapan inisiasi proyek ini, langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu:
a. Melakukan studi kelayakan
b. Mengidentifikasikan ruang lingkup
c. Mengidentifikasikan hasil akhir yang dituju dalam proyek
d. Menentukan stakeholders
e. Mengembangkan sebuah studi kasus
2. Planning
Setelah proyek disetujui berdasarkan identifikasi inisiasi, tahap selanjutnya
yang dilakukan adalah perencanaan. Pada tahap ini, Anda harus melakukan
break down dari proyek yang besar menjadi tugas-tugas yang lebih kecil,
membangun tim, dan menyiapkan jadwal untuk menyelesaikan tugas-tugas.
Dari tahapan perencanaan proyek ini, langkah-langkah yang dapat dilakukan
yaitu:
a. Membuat perencanaan proyek
b. Membuat diagram alur kerja
c. Melakukan estimasi biaya
d. Mengumpulkan sumber daya
e. Mengidentifikasi risiko dan mengantisipasi risiko yang berpotensi
menjadi penghalang selama proyek berlangsung
3. Execution
Setelah persetujuan proyek, pengembangan rencana, dan membangun tim
proyek yang telah dilakukan, tahapan selanjutnya yang harus dilaksanakan
adalah eksekusi. Tahapan ini mengubah rencana yang sudah Anda buat menjadi
tindakan / pekerjaan yang harus Anda kerjakan.
Dari tahapan eksekusi proyek ini, langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu:
a. Membuat tugas dan mengatur alur kerja
b. Memberikan briefing kepada tim Anda mengenai tanggung jawab dan
tugas yang sudah dibuat
2
c. Membangun komunikasi yang baik dengan tim, klien, dan manajemen
d. Melakukan monitoring kualitas kerja tim
e. Mengatur budget
4. Closure
Pada tahapan penutupan/ penyelesaian proyek ini, Anda memberikan hasil
akhir, membubarkan tim proyek, dan menentukan keberhasilan proyek. Pada
tahap ini Anda juga harus melajkan evaluasi manakah proyek yang berhasil dan
juga tidak pada proses pelaksanaan proyek berlangsung.
Dari tahapan terakhir ini, langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu:
a. Menganalisa performa proyek
b. Menganalisa performa tim
c. Mendokumentasikan hasil akhir proyek
d. Melakukan review pasca implementasi proyek
e. Melakukan evaluasi budgeting yang digunakan dan yang tidak
digunakan pada pelaksanaan proyek
3
keberhasilan proyek, mengetahui harapan atau kepentingan pemangku
kepentingan, dan sekaligus meningkatkan keberdayaan psikologis dari pemangku
kepentingan itu. Keberhasilan pengelolaan proyek dapat dicapai dengan
memperhitungkan pengaruh potensial dari pemangku kepentingan.
4
• Identifikasi pemangku kepentingan
• Analisis kebutuhan, minat, dan preferensi pemangku kepentingan
• Memetakan (memvisualisasikan) hubungan dengan pemangku
kepentingan lain dan kriteria utama
• Buat strategi bagaimana Anda akan memprioritaskan dan mendekati
individu, organisasi atau kelompok pemangku kepentingan
5
tertarik untuk melakukannya. Mereka mungkin mitra lintas fungsi jauh
atau kepemimpinan eksekutif di perusahaan Anda. Pastikan pemangku
kepentingan ini mengetahui dasar-dasar proyek Anda. Jika perlu,
mintalah pemangku kepentingan yang memiliki kekuatan dan minat
tinggi untuk membantu mengelola hubungan. Ingatlah, meskipun minat
mereka rendah, pekerjaan mereka mungkin terpengaruh oleh pekerjaan
Anda, dan Anda harus memahami fakta itu. Selama proyek
berlangsung, terus berikan informasi umum kepada pemangku
kepentingan proyek untuk memastikan mereka puas dengan progres
proyek.
• Pengaruh rendah dan minat tinggi. Anda mungkin tidak memerlukan
persetujuan dari kelompok pemangku kepentingan ini, terutama untuk
detail proyek awal. Anda harus terus membagikan informasi kepada
pemangku kepentingan ini selama Langkah 4. Selama proyek
berlangsung, terus berikan informasi kepada pemangku kepentingan
proyek ini.
• Pengaruh rendah dan minat rendah. Mereka adalah pemangku
kepentingan sekunder. Tergantung pada ukuran dan kompleksitas
pekerjaan, Anda mungkin ingin memberikan informasi secara tidak
rutin terkait laporan status proyek, atau sama sekali tidak memberikan
informasi sampai proyek berakhir. Namun, selama proyek berlangsung,
pastikan Anda menghubungi pemangku kepentingan ini jika mereka
ingin lebih terlibat.
6
Setelah mengidentifikasi pemangku kepentingan dan memikirkan
kebutuhan mereka, pastikan Anda mengundang mereka ke sesi perencanaan
proyek dan rapat perdana, jika ada. Pemangku kepentingan utama juga
harus menandatangani piagam proyek, rencana proyek, tujuan proyek, dan
ruang lingkup proyek. Saat proyek Anda berjalan, pastikan untuk
memperbarui informasi tentang perubahan dan progres kepada pemangku
kepentingan yang relevan. Selain meningkatkan visibilitas,
mendokumentasikan proses Anda lebih awal dapat mengurangi risiko
miskomunikasi di kemudian hari.
1. Bisnis
Meliputi tujuan dan visi stratejik organisasi serta tujuan proyek
2. Politik
Meliputi kendala dan masalah organisasi dan pemangku kepentingan
3. Tim
Memastikan anggota tim memahami jadwal dan tujuan proyek, serta
berkomitmen dan fokus untuk mencapainya
4. Teknik
Mencakup pekerjaan yang harus diselesaikan dalam proyek
Kunci keberhasilan dalam berjalannya sebuah proyek dapat diperoleh
dengan mengelola aktivitas berikut:
1. Mengkoordinasikan pekerjaan proyek
2. Mengikuti administrasi
7
3. Mendukung tugas tim
4. Mendukung proses tim
5. Mengkomunikasikan dengan stakeholders
6. Monitoring dan manajemen risiko
8
CHAPTER 22. Mengidentifikasi dan Mengelola Risiko
9
2. INTERNAL
a. Reputasi
Ancaman yang bisa merusak nama baik sebuah bisnis atau perusahaan.
b. Teknologi
Teknologi informasi memerukan perencanaan yang strategis agar
penerapannya dapat selaras dengan tujuan bisnisnya. Jika penerapan
teknologi informasi tidak sesuai dengan arah bisnis perusahaan, maka hal
inilah yang akan menimbulkan risiko. Risiko yang timbul akibat penerapan
teknologi informasi yang salah dapat menyebabkan proses bisnis yang
berjalan tidak berjalan dengan optimal, kerugian finansial dan merugikan
perusahaan
c. Strategi
Perusahaan sering salah Menyusun strategi dalam membuat
perencanaan untuk proyek kedepannya sehingga hal ini bisa menyebabkan
kerugian pada perusahaan.
22.2. Memahami Prinsip dan Kerangka Manajemen Risiko
Tingkat Risiko suatu kegiatan usaha ditetapkan dengan menerapkan konsep
Risiko maksimum (maximum Risk) atas seluruh kriteria yang digunakan dalam
proses analisis Risiko, sehingga tidak ada Risiko yang terabaikan pada saat
menetapkan jenis Perizinan Berusaha.
Analisis Risiko wajib dilakukan secara transparan, akuntebel dan
mengedepankan prinsip kehati-hatian berdasarkan data dan/atau penilaian
professional. Kebanyakan dari kita lebih sering menangani masalah ketika masalah
itu sudah terjadi dibandingkan dengan memikirkan risiko-risiko yang mungkin akan
terjadi.
22.2.1. 8 Prinsip Manajemen Risiko Iso 31000:2018
a. Terintegrasi
Manajemen Risiko merupakan bagian keseluruhan dari semua
kegiatan organisasi. Integrasi merupakan sebuah bagian yang
penting agar dapat mendukung peningkatan kinerja dan mendorong
inovasi kepada perusahaan
b. Terstruktur dan Komprehensif
10
Berkontribusi pada hasil yang konsisten, terstruktur dan mampu
menangkap serta memahami risiko.
c. Dapat disesuaikan
Kebutuhan organisasi serta risiko yang harus dikelola organisasi
untuk mencapai sasarannya harus disesuaikan secara baik saat ini
maupun dimasa yang akan datang.
d. Inklusif
Melibatkan semua pemangku kepentingan dan memberikan
pengetahuan, pandangan, dan persepsi mereka untuk
dipertimbangkan.
e. Dinamis
Karena risiko yang muncul dapat berubah atau bahkan menghilang
mengikuti konteks eksternal atau internal organisasi. Prinsip ini
merespon risiko yang ada secara tepat dan waktu yang tepat.
f. Informasi terbaik tersedia
Seluruh data untuk manajemen risiko didasarkan pada informasi
sebelumnya, saat ini, dan harapan dimasa yang akan datang.
g. Manusia dan Budaya
Karena lingkungan juga mempengaruhi pelaksanaan tugas
organisasi sehari-hari.
h. Peningkatan Berkelanjutan
Prinsip ini meningkatkan efektifitas kerja. Perbaikan atau evaluasi
akan terus dilakukan untuk sebuah peningkatan kerja yang baik.
22.2.2. 6 Kerangka Kerja Manajemen Risiko dalam ISO 31000:2018
a. Kepemimpinan dan Komitmen
Menjadi pusat atau dasar kerangka kerja manajemen risiko. Yang
memiliki tanggung jawav dan akuntabilitas untuk berkomitmen
menjalankan manajemen risiko melalui kebijakan dan wewenang,
yang disesuaikan dengan tujuan organisasi
b. Integrasi
11
Menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dan menjadi satu
kesatuan dalam tata kelola, kepemimpinan, dan komitmen
perusahaan
c. Desain
Desain yang berarti suatu perencanaan atau perancangan yang
mencakup beberapa hal, seperti pemahaman organisasi, penegasan
komitmen, penetapan peran, dan lain-lain.
d. Implementasi
merupakan tindak lanjut setelah desain manajemen risiko dibuat
atau ditetapkan. Jika pengimplementasian desain dilaksanakan
dengan baik. Maka kerangka kerja manajemen risiko dapat
memastikan proses manajemen risiko dapat terkontrol pada setiap
kegiatan perusahaan.
e. Evaluasi
Proses mengukur dan menilai kegiatan yang dilaksanakan sesuai
dengan desain yang telah ditetapkan terhadap tujuan, rencana,
indikator dan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan
organisasi. Evaluasi harus terus dilakukan berkala agar kendala yang
muncul bisa segera diatasi.
f. Perbaikan
Pengimplementasian dari evaluasi. Sehingga organisasi dapat
melakukan adaptasi dan kembali mengelola risiko secara efektif.
22.3. Mengelola Risiko
Manajemen risiko bukan tentang menghindari risiko tetapi mampu
mengelola, memahami, dan menghadapinya secara sistematis. Berikut langkah
mengelola risiko:
a. Identifikasi Risiko
Melakukan identifkasi kemungkinan risiko yang akan timbul yang
datang dari internal atau ekstrenal organisasi.
b. Urutkan Hasil Identifikasi
Menganalisa dan mengurutkan kemungkinan dampak yang akan
terjadi.
12
c. Kontrol Risiko
Dengan melakukan tindakan pengontrolan akan dapat membantu
perusahaan untuk bisa mengevaluasi kekurangan - kekurangan.
13
CHAPTER 23. Pengelolaan Berkelanjutan
Bisnis (apalagi orang) tidak dapat bertahan di planet yang gagal. Baik untuk
kepentingan pribadi atau atasan yang lebih baik. Semua aspek kehidupan tidak akan
pernah luput dari yang namanya kebutuhan dan keinginan.suatu perusahaan
memiliki kepentingan untuk dapat mendapatkan keuntungan yang sebanyak
banyaknya. Beroperasi secara berkelanjutan adalah kepentingan setiap organisasi.
Mengeksploitasi Sumber daya alam dengan tanpa memikirkan masa depan
merupakan ide buruk untuk sebuah organisasi.
Munculah istilah revolusi hijau pada abad 19 mampu mengubah cara orang
hidup, perubahan penggunaan bahan fosil menuju praktik pengelolaan yang
berkelanjutan. Revolusi ini sepertinya tidak dapat dihindarkan jika peradaban
manusia dan planet mendukung untuk bertahan hidup. Fakta menyedihkan adalah
bahwa manusia mampu menghabiskan banyak sumebrdaya bumi lebih cepat
daripada planet ini dapat menggantikannya. Hal ini akan meningkatkan dan
mengancam keruntuhan bencana bumi iklim dan keanekaragaman hayati.
Perubahan iklim berpotensi meningkatkan salinitas dan erosi tanah,
meningkatkan prevelensi gulma, hama dan penyakit dan secara serius dapat
merusak keanekaragaman tumbuhan dan hewan serta Kesehatan manusia. Antara
tahun 1970 dan 2012, populasi global amfibi, burung, ikan, mamalia dan reptile
berkurang 58% dan setengah spesies dunia bisa punah pada taun 2100 jika tren ini
berlanjut. Keanekaragaman hayati memurnikan dan melindungi tanah dan air serta
udara, menyimpan dan mendaur siklus nutrisi, menstabilkan dan memoderasi
lingkungan, menyediakan makanan dan obat-obatan dan banyak lagi.berikut
penyebab untuk melakukan pengelolaan berkelanjutan: Sumber daya bumi akan
habis apabila tidak diperbaharui, Bencana iklim, Peningkatan suhu di bumi,
Salinitas, Erosi tanah, Merusak keanekaragaman hayati.
14
they are floating Is no longer the planet it was when first started floating over it. It
is in bad shape.”
Douglas Adams (Author), Life the universe and everything, Pan, London 1982 p.21
Kita hidup di zaman Antroposen, dimana aktivitas manusia adalah pengaruh
utama terhadap iklim dan lingkungan, dan planet bumi sedang menderita. Hujan
asam, polusi udara, perubahan iklim dan peristiwa cuaca ekstrim, perusakan
lingkungan laut dan perusakan habitat, penurunan keanekaragaman hayati dan
kepunahan spesies, hilangnya hutan hujan tropis dan lahan pertanian yang layak,
pengasaman laut dan penangkapan ikan yang berlebihan, naiknya permukaan laut
dan suhu permukaan, kekurangan air bersih dan segar. Kegiatan yang merusak
lingkungan akan menjadi kewajiban yang semakin mahal karena konsumen,
karyawan, pemerintah, investor dan pemangku kepentingan lainnya menekankan
organisasi untuk beroperasi secara lebih berkelanjutan dan bertanggungjawab.
Meskipun tanggung jawab dan berkelanjutan, perusahaan sekarang berada di garis
terdepan dalam berpikir, berperilaku dan pelaporan organisasi yang baru, kegagalan
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim termasuk dalam 10 risiko teratas forum
ekonomi dunia, baik dari segi kemungkinan maupun dampaknya. Isu keberlanjutan
akan mendapatkan menciptakan aset dan menghasilkan pendapatan. Perancangan
proses, produk dan layanan berkelanjutan : seperti melalui daur ulang dan model
manufaktur berkelanjutan, diterapkan nya Eco-Effectiveness dan Eco-Effieciency.
23.1.1. Ruang Lingkup Kebijakan
Kebijakan adalah pernyataan niat-komitmen yang memandu kegiatan dan
keputusan organisasi yang memancu kegiatan dan keputusan organisasi, visi misi
organisasi yang ditetapkan oleh manajemen tingkat atas dan senior. Penjabaran
sebuah kebijakan harus dilakukan sedetail mungkin agar menghindari
kesalahpahaman sasaran kebijakan.
Langkah membuat kebijakan:
• Menentukan ruang lingkup atau batasanya. Siapa yang akan
terpengaruh oleh kebijakan, diidentifikasi dan dikonsultasikan.
• Menganalisis bagaimana perubahan iklim dan sumberdaya
diperkirakan akan mempengaruhi anda.
• Menulis tujuan mengapa organisasi perlu mengeluarkan kebijakan
15
• Membuat daftar asumsi dan kendala kebijakan dan bagaimana cara
mebelola dan memantau asumsi tsb
• Tanggal kebijakan berlaku, bagian yang bertanggungjawab
Anda dapat mendasarkan dokumen ruang lingkup anda pada gambar 3. Atau
mengikuti format pilihan organisasi anda. Resmikan penerimanya dengan manajer
atau sponsor yang bertanggung jawab sebelum melanjutkan atau menyepakati
sebuah kebijakan.
16
23.1.2. Empat jenis ‘Hijau’
Seberapa hijau organisasi harus berjalan dan seberapa cepat? Haruskan anda
membiarkan sistem anda apa adanya? Haruskan anda berinvestasi dalam teknologi
untuk mengurangi polusi? Mungkin anda harus bertujuan untuk menghasilkan
karbon netral tanpa berkontribusi bersih terhadap emisi karbon, yang memerlukan
perencanaan yang signifikan dan mungkin melibatkan pengeluaran yang signifikan
dalam jangka pendek? Semua terangkum dalam gambar 4. Terdapat empat jenis
seberapa hijau anda dalam menetapkan kebijakan. Hijau pertama yaitu hampir hijau
muda. Kelompok ini disebut kepatuhan, pemangku kepentingan hanya memenuhi
perysaratan hukum dan standar minimum untuk menghindari litigasi, atau
menentang kebijakan dan memanggil pendekatan sukarela. Hijau muda yaitu
disebut Efisiensi. Kelompok ini mampu menanggapi preferensi keberlanjutan dari
pelanggan dan terfokus pada penghematan biaya dan pendapatan. Kelompok jenis
ini mampu memanfaatkan kebijakan dan menyadari bahwa dengan keberlanjutan
mampu menghemat biaya pengeluaran dan menyimpan lebih banyak sisa
pengeluaran. Hujan ketiga yaitu Hijau sedang memiliki sifat Strategis dan Proaktif.
Kelompok ini bekerja untuk mementingkan ketersediaan lingkungan dari
pemakaian banyak pemegang kebijakan dan mampu menyuarakan keberlanjutan
adalah sebuah strategi kunci dalam produktivitas yang mampu mendapatkan profit
17
jangka panjang. Hijau ke empat yaitu Hijau tua dengan sifat memiliki komitmen
ideologi. Secara aktif berusaha untuk menghormati melestarikan dan
memperbaharui sumberdaya alam dalam mencapai keadilan social untuk semua
kesejahteraan umat manusia dan seimbang untuk alam.
18
penggunaan air, membeli produk recycle Mengurangi produk yang
berbahaya untuk lingkungan dan juga non toxic. Hal ini mendorong banyak
produk yang lebih ramah lingkungan berkembang cukup pesat.
c. Menggunakan energi
Mengkampanyekan kepada para karyawan contoh sederhana untuk
menurunkan penggunaan energi seperti: Meminimalkan penggunaan AC,
Ac di set di suhu 25, Matikan lampu di siang hari, Matikan dispenser saat
malam, Menurunkan cahaya PC. Menurunkan penggunaan energi ini dapat
menurunkan pengeluaran suatu perusahaan. Mengurangi kecepatan juga
dapat menurunkan emisi CO2 dalam udara sehingga lebih bersih dan juga
kendaraan akan lebih effisien.
d. Kantor
Program kantor hijau dengan membuat kantor kita menerapkan eco-
office dengan menggunakan produk ramah lingkungan, produk daur ulang
work life ballance dan melanjutkan program yang baik, mengurangi
penggunaan kertas, menggunakan kertas bolak balik dan juga memilah
sampah.
e. Mengepak
Mengurangi penggunaan strerofoam, plastik dan mengganti
kemasan dengan yang lebih ramah lingkungan seperti kemasan dari kentang
dan jamur atau menggunakan kemasan daur ulang.
f. Menggunakan sumberdaya
Mempergunakan sumberdaya yang ada di bumi ini dengan bijaksana
dengan tidak menggunakan produk yang dapat mencemari lingkungan,
limbah yang berbahaya dan juga meracuni sehingga dapat membunuh
hewan yang ada di lingkungan sekitar.
g. Bepergian
Bepergian dengan ramah lingkungan juga dapat dilakukan untuk
menurunkan emisi karbon seperti pergi bekerja dengan berjalan kaki,
menggunakan sepeda, munakan Kendaraan umum yang dapat mengangkut
lebih banyak orang atau juga dapat dilakukan dengan menggunakan
19
kendaraan hybrid yang lebih ramah lingkungan yang tidak mebuat polusi
udara.
h. Memakai air
75% bumi adalah air tapi hanya 2,5% air tawar. Bahkan Uni Emirat
Arab menggunakan air laut menjadi fresh water. maka seyogyanya kita
tidak membuang air dan menutup kran air dengan benar agar sumberdaya
air yang ada di bumi tidak terbuang dengan percuma.
20
untuk memperpanjang siklus hidup dari suatu barang dengan mendaur ulang atau
memakai kembali produk yang telah dipergunakan. sehingga membuat suatu
produk tidak lagi dari bahan mentah, tetapi mendaur ulang lagi produk yang telah
dihasilkan, sehingga ini akan mengurangi penggunaan sumberdaya dari bahan baku
mentah. kabar baiknya, sirkular ekonomi ini dapat menurunkan pengeluaran dan
menghemat uang, selain itu juga dapat mengurangi polusi dan sampah yang
dihasilkan.
21
atau tidak menggunakan pruduk yang tidak ramah lingkungan akan
dapat membantu meningkatkan keberhasilan program ramah
lingkungan lebih efektifD
d. Gunakan kembali atau daur ulang
Salah satu yang banyak digunakan adalah metode daur ulang,
Memakai kemasan yang pernah diproduksi,, dan sampah yang
dihasilkan digunakan kembali dengan membuatnya menjadi produk
daur ulang tidak hanya dengan membuat kerajinan atau bisa juga
mendaur ulang kemasan untuk dijadikan kemasan yang baru.
e. Berkolaborasi
Program yang telah dirancang akan lebih efektif dengan
berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, tidak hanya
dengan mitra tetapi juga dengan kompetitor, sehingga program yang
berkelanjutan dapat diimplementasikan dengan optimal
f. Terapkan Program yang Berkelanjutan
Sederhananya, lakukan negosiasi pagi daripada sore hari agar
memiliki lebih banyak waktu untuk mencapai kesepakatan.
Menginvestasikan lebih banyak waktu dalam negosiasi juga
meningkatkan kemungkinan hasil yang bahagia karena dapat
membangun hubungan baik dan tidak ada pihak yang ingin kehilangan
investasi waktu mereka karena negosiasi yang gagal.
22
Gambar 7. Meningkatkan Keberlanjutan
Apabila kita telah setuju dengan rencana dan kebijakan untuk yang
lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan maka selanjutnya kita harus
implementasikan program tersebut, dan pastikan bahwa semua lini ikut
terlibat dalam program tersebut agar program dapat berjalan dengan
baik dan berhasil
g. Libatkan Karyawan
Libatkan Karyawan untuk menerapkan budaya kerja dan budaya
ramah lingkungan untuk ikut turut melaksanakan program, semakin
banyak karyawan yang terlibat maka kemungkinan program akan
berhasil maka akan semakin besar. Komunikasikan dimana posisi
organisasi sekarang, tujuan ke depan seperti apa dan juga strategi
bagaimana untuk mencapai keberhasilan program tersebut. Sebagai
contoh: mengajak para karyawan untuk mengurangi konsumsi energi,
menjaga lingkungan tetap bersih, memilah sampah dan juga mengurangi
penggunaan air.
23.2.3. Memantau dan Meningkatkan Kebijakan dan Program Keberlanjutan
Monitor kebijakan program dengan mengikuti 4 langkah
Plan : Pantau kembali rencana yang telah dibuat
Do : Lakukan, kerjakan apa yang sudah direncanakan
23
Check : Cek kembali apakah apa yang telah dikerjakan sesuai dengan
rencana yang telah dibuat
Act System : Buat sistem untuk apa yang telah dilaksanakan.
Kita juga bisa mengumpulkan dan menyajikan informasi dengan
menggunakan sistematik analisis dan teknik. Carilah tren yang mungkin
bisa memerlukan tindakan perbaikan dan menyelidiki hasil yang
mengecewakan sehingga dapat meningkatkan kebijakan program atau
prosedur dengan cepat. Selidiki juga hasil yang secara mengejutkan bagus,
untuk mencari tau apa yang menyebabkan agar bisa mengadopsinya di
tempat lain. Tetap memperhatikan peluang agar dapat melanjutkan
perbaikan sehingga meningkatkan produktivitas pelaksanaan untuk
memastikan upaya berkelanjutan tidak stagnan.
24
STUDI KASUS
25
c. Execution
Memastikan anggota tim memahami jadwal dan tujuan proyek, serta
berkomitmen dan fokus untuk mencapainya.
d. Closure
Belum sampai pada tahapan ini dikarenakan proyek masih berjalan sampai
dengan tahun 2025
Rencana dan Realisasi Pencapaian Pengerjaan Proyek Periode Nopember
2019 sampai dengan Maret 2020
26
Cause-and-effect Diagram Penyebab Keterlambatan Pengerjaan Proyek
27
JURNAL REVIEW
Latar Belakang :
Indonesia adalah negara kepulauan dengan total 7,1 juta kilometer persegi. 70%
dari total luas Indonesia adalah lautan. Berdasarkan potensi sumber daya alamnya
yang tinggi, terdapat beberapa perusahaan memproduksi makanan laut termasuk
Perusahaan X. Produksi utama dari perusahaan X adalah udang beku atau shrimp
frozen.Perusahaan X telah memperoleh sertifikasi kualitas keamanan pangan.
Sertifikasi HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) adalah salah satu
manajemen risiko preventif untuk memastikan keamanan pangan.
Rumusan Masalah :
1. Permasalahan utama pada perusahaan X yaitu kualitas udang selalu
menurun seperti terjadi kerusakan pada udang dikarenakan udang memiliki
tingkat sensitivitas pada perubahan suhu.
2. Penawaran dan permintaan juga mempengaruhi kualitas udang.
Berdasarkan informasi dari Perusahaan X, jumlah permintaan sedikit
menurun dalam 3 bulan terakhir, dan akan meningkat signifikan di akhir
tahun.
28
3. Untuk mengantisipasi kondisi ini, Perusahaan X menerapkan strategi untuk
menerima kualitas bahan baku yang baik, dan menahan stok udang dalam
penyimpanan pendingin yang besar sampai perusahaan mendapatkan
permintaan yang cukup dari pasar.
Tujuan :
1. Berdasarkan kondisinya saat ini, mengenai manajemen risiko terkait produk
kualitas untuk udang yang melibatkan rantai pasokan perusahaan X.
2. Tujuan utamanya adalah meminimalkan kasus penolakan atau
pengembalian produk, oleh karena itu laba perusahaan akan sangat
meningkat.
Metode Penelitian :
Aktivitas rantai pasokan dipetakan dengan menggunakan model SCOR, dilanjut
mengidentifikasi kualitas risiko. Kemungkinan ada beberapa risiko di sepanjang
aktivitas rantai pasokan. Risiko diidentifikasi dengan melakukan observasi secara
langsung. Kemudian akan divalidasi dengan mewawancarai stakeholder internal
perusahaan. Penelitian ini menggunakan output dari proses evaluasi risiko serta
pareto diagram. Hasilnya divalidasi oleh pemangku kepentingan perusahaan
melalui kuesioner. SCOR (Supply Chain Operations Reference) adalah alat untuk
mengukur dan meningkatkan kinerja total rantai pasokan perusahaan.
Hasil Penelitian :
Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua poin, yaitu identifikasi risiko dan
perencanaan mitigasi risiko. Ada 4 risiko didalam kegiatan perencanaan, 14 risiko
dalam pengadaan, 29 risiko dalam pembuatan, dan 4 risiko dalam pengembalian.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa operator tidak bekerja dengan baik,
kapasitas produksi pemasok yang berfluktuatif, dan informasi pengemasan yang
tidak sesuai sebagai tiga agen risiko paling kritis di perusahaan X.
Manajer produksi harus menyediakan prosedur operasi standar dari setiap proses
produksi. Manajer departemen lain, seperti pengadaan dan kontrol inventaris, juga
penyimpanan produk, harus memperbarui SOP utama mereka kegiatan.
29
Berdasarkan analisis pada langkah sebelumnya, akan lebih baik jika manajemen
puncak merancang pengawasan dan program evaluasi.
30
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F157
sebesar 77,868%. Sehingga kontraktor utama mengajukan berdasarkan model 5M (machine, method, material, man
perpanjangan waktu pengerjaan proyek melalui amendemen power atau man, dan measurement) dan 5Why’s untuk
kontrak I kepada pemilik proyek untuk dapat menyelesaikan mengidentifikasi akar permasalahan dari penyebab
pengerjaan proyek terhitung mulai minggu ke-61. keterlambatan pengerjaan proyek. Penerapan RCA
Terjadinya keterlambatan disebabkan oleh permasalahan diharapkan dapat membantu perusahaan untuk mampu
yang timbul pada saat pengerjaan proyek, secara umum mengetahui akar permasalahan dari kejadian-kejadian yang
penyebab keterlambatan pengerjaan proyek pada negara menyebabkan keterlambatan pengerjaan proyek.
berkembang didominasi oleh hubungan antara pemlik proyek Setiap pengalaman dan pengetahuan akan berguna dalam
dengan kontraktor sebagai stakeholder proyek. Hal ini melakukan aktivitas proyek selanjutnya jika
diperkuat dengan fakta bahwa terjadinya deviasi antara terdokumentasikan dengan baik oleh perusahaan.
perencanaan dan pelaksanaan serta kontraktor yang tidak Dokumentasi pembelajaran dan pengetahuan proyek
memiliki cukup pengalaman [2]. mencakup kategori dan deskripsi suatu kejadian dari segi
Keterlambatan dalam pengerjaan proyek dapat menjadi keberhasilan, hambatan, dan tindakan yang dilakukan terkait
suatu masalah jika tidak dapat dikelola dan dikendalikan dengan kejadian tersebut. Dengan mendokumentasikan
dengan baik. Salah satu metode untuk mengidentifikasi informasi pembelajaran dan pengetahuan dari pengerjaan
penyebab keterlambatan pengerjaan proyek dan setiap proyek, diharapkan perusahaan mampu untuk
pengendalian proyek adalah metode Root Cause Analysis meningkatkan hasil proyek dan mendukung operasional
(RCA) dengan alat cause-and-effect diagram untuk perusahaan demi mencapai keberhasilan proyek yang
mengidentifikasi penyebab keterlambatan pengerjaan proyek
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F159
berkelanjutan. Penjadwalan proyek harus dilakukan dengan untuk setiap aktivitas dan memfokuskan pada penyelesaian
layak karena karakteristik triple constraint yang melekat pada critical chain proyek sehingga dapat mengatasi kekurangan
setiap proyek, salah satu metode yang dapat digunakan adalah CPM dari segi safety time yang berlebih pada setiap aktivitas.
Critical Chain Project Management (CCPM). Metode ini Penerapan CCPM dengan baik dan benar dapat
didasarkan pada konsep theory of constraints dengan buffer mempersingkat durasi dan meningkatkan kinerja pengerjaan
sebagai alat optimalisasi kinerja pengerjaan proyek untuk proyek, namun harus diiringi oleh usaha kontraktor dalam
menggunakan sumber daya yang tersedia. Bila dibandingkan melakukan sosialisasi, pelatihan, dan kontrol intensif dalam
dengan metode penjadwalan Critical Path Method (CPM), penerapannya [3].
metode CCPM lebih memprioritaskan kesuksesan proyek Berdasarkan pada permasalahan yang dihadapi oleh PT.
secara keseluruhan dengan menghilangkan waktu cadangan Hasta Karya Perdana dalam pengerjaan proyek pengadaan
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F160
Tabel 2. Tabel 3.
Pemeringkatan Penyebab Keterlambatan Pengerjaan Proyek Penyebab Utama Keterlambatan Pengerjaan Proyek oleh Pemilik
Penyebab Keterlambatan Pering- Proyek
No. FI SI IMPI
Keterlam-
Pengerjaan Proyek kat
Penyebab
Kategori
Utama
Why 1
Why 2
Why 3
Why 4
Why 5
batan
10 Alur pemrosesan
No.
85 82,5 70,13 1
penagihan yang panjang
9 Keterbatasan material
konstruksi sipil untuk 77,5 82,5 63,94 2 Kebijaka
Alur
switchyard dan gedung n pemilik
pemrosesa
7 Etos kerja yang rendah 80 77,5 62 3 proyek
n
6 Keterbatasan tenaga kerja 1 Method mengenai - - - -
70 75 52,5 4 penagihan
pada waktu tertentu prosedur
yang
4 Keterlambatan penagiha
panjang
kedatangan material n
70 70 49 6
elektromekanikal di
lokasi pekerjaan FGD. Setelah terkumpul hail kuesioner, maka dapat
2 Administrasi proyek yang dilakukan perhitungan pemeringkatan penyebab
70 62,5 43,75 7
buruk
8 Kurangnya jumlah alat keterlambatan dengan rumus perhitungan [5].
60 67,5 40,5 8
berat
1 Keterlambatan 𝑛 100
penyelesaian administrasi 𝐹𝑟𝑒𝑞𝑢𝑒𝑛𝑐𝑦 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 (𝐹𝐼) = ∑ [𝑓 × ( ) × ], (1)
65 60 39 9 𝑁 4
pekerjaan tambah atau dimana:
kurang
5 Kurangnya koordinasi
f = konstanta dari pembobotan frekuensi yang diharapkan
dan persiapan kedatangan dari masing-masing responden (1 = sangat jarang terjadi,
67,5 57,5 38,81 10
material elektromekanikal 2 = jarang terjadi, 3 = mungkin terjadi, 4 = sangat
di lokasi pekerjaan mungkin terjadi),
3 Staf proyek kurang
tegas dalam
n = frekuensi responden yang memberikan nilai f tertentu,
mengambil keputusan N = jumlah keseluruhan responden.
62,5 60 37,5 11
saat site manager
berhalangan hadir di 𝑛 100
lokasi pekerjaan
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 (𝑆𝐼) = ∑ [𝑠 × ( ) × ], (2)
𝑁 4
dimana:
barang dan jasa konstruksi GI 150 kV Arjasa, maka diberikan s = konstanta dari pembobotan keparahan yang diberikan
usulan untuk menggunakan metode CCPM dan RCA serta dari masing-masing responden (1 = tidak berpengaruh, 2
mendokumentasikan pembelajaran dan pengetahuan proyek = sedikit berpengaruh, 3 = berpengaruh, 4 = sangat
sebagai panduan untuk mencapai keberhasilan dalam proyek berpengaruh),
melalui peningkatan kinerja pengerjaan proyek sehingga n = frekuensi responden yang memberikan nilai s tertentu,
perusahaan dapat menyelesaikan proyek sesuai dengan N = jumlah keseluruhan responden.
kontrak kerja yang telah disepakati dengan pemilik proyek.
𝐹𝐼×𝑆𝐼
𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟𝑡𝑎𝑛𝑐𝑒 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 (𝐼𝑀𝑃. 𝐼) = , (3)
100
II. METODE PENELITIAN dimana:
FI = nilai frequency index,
Terdapat tiga tahapan dalam penelitian yang ditunjukkan SI = nilai severity index.
pada Gambar 1. Selanjutnya dilakukan identifikasi penyebab utama
A. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data keterlambatan pengerjaan proyek dengan prinsip pareto.
1) Identifikasi Gambaran Umum Proyek 3) Penjadwalan Proyek dengan Critical Chain Project
Meliputi pendefinisian cakupan proyek, pendefinisian Management
struktur organisasi proyek, pendefinisian Work Breakdown Penjadwalan proyek dilakukan dengan software Microsoft
Structure (WBS), penentuan matriks tanggung jawab dengan Project berdasarkan Work Breakdown Structure (WBS) yang
metode RACI (Responsible, Accountable, Consulted, dan terdiri dari enam tahap: menghilangkan waktu pengaman
Informed). Selanjutnya penjadwalan proyek, pengalokasian dengan metode Cut and Paste Method (C&PM) dengan
tenaga kerja, dan penetapan biaya tenaga kerja dengan persentase waktu pengaman setiap aktivitas berdasarkan
metode Critical Path Method. expert judgmenent dari manajer operasional PT. Hasta Karya
2) Identifikasi Penyebab Keterlambatan Pengerjaan Proyek Perdana yaitu sebesar 20%, identifikasi konflik tenaga kerja
Pengumpulan data penyebab keterlambatan pengerjaan pada aktivitas proyek dan hilangkan dengan menambahkan
proyek dilakukan dengan Focus Group Discussion bersama resource constraint, identifikasi critical chain dengan
manajemen proyek dan tim proyek pengadaan barang dan forward pass dan backward pass, menentukan durasi project
jasa konstruksi GI 150 kV Arjasa PT. Hasta Karya Perdana. dan feeding buffer dengan metode Square Root of the Sum of
Kegiatan FGD dilakukan secara terpisah pada saat proses the Squares (SSQ) dan menyisipkan buffer dalam
pengerjaan proyek berlangsung. Digunakan teknik triangulasi penjadwalan, feeding buffer yang disisipkan dalam
data untuk memperkuat validitas data. Seluruh penyebab penjadwalan adalah yang memiliki nilai terbesar atau rantai
keterlambatan yang telah teridentifikasi akan dikategorikan terpanjang [6]. Kemudian melakukan penjadwalan ulang
dalam cause-and-effect diagram model 5M [4]. Dilanjutkan apabila terdapat konflik tenaga kerja, dan menghitung biaya
dengan penyebaran kuesioner secara sensus kepada peserta tenaga kerja hasil penjadwalan.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F161
Tabel 4.
Penyebab Utama Keterlambatan Pengerjaan Proyek oleh Subkontraktor
Keterlam-
Penyebab
Kategori
Utama
Why 1
Why 2
Why 3
Why 4
Why 5
batan
No.
Tabel 5.
Perbandingan Penjadwalan CPM dan CCPM
Metode Alokasi Jumlah Biaya Tenaga
Durasi
Penjadwalan Tenaga Kerja Kerja
633 hari
CPM 146 orang Rp2.210.182.350
kalender
601,05
CCPM hari 146 orang Rp1.714.792.420
kalender
kerja senilai Rp 2.210.182.350 dengan tenaga kerja yang pembayaran dengan cepat untuk memanfaatkan interval
dialokasikan sebanyak 146 orang. waktu pemrosesan penagihan pada pemilik proyek. Jika
terdapat hambatan dalam pemrosesan penagihan berlangsung
B. Identifikasi Penyebab Keterlambatan Pengerjaan
maka dapat berdampak pada keseimbangan arus kas proyek
Proyek
sehingga mempengaruhi keseimbangan arus kas kontraktor
Berdasarkan hasil identifikasi penyebab keterlambatan utama secara umum. Tabel 3 menunjukkan akar
pengerjaan proyek dengan FGD, maka dapat dikategorikan permasalahan dari kejadian ini.
dalam cause-and-effect diagram pada Gambar 3.
Berdasarkan penerapan prinsip pareto, pada Tabel 2 2) Penyebab Utama oleh Subkontraktor
didapatkan 3 penyebab utama keterlambatan pengerjaan a) Keterbatasan material konstruksi sipil
proyek. Pengadaan material konstruksi sipil dilakukan oleh
subkontraktor berdasarkan persyaratan teknis yang
C. Penjadwalan CCPM ditetapkan oleh pemilik proyek dan kontraktor utama.
1) Pengurangan Durasi Aktivitas Ketersediaan material konstruksi sipil berpengaruh pada
Berdasarkan hasil pengurangan durasi aktivitas dengan Cut progress pengerjaan proyek konstruksi sipil, jika material
and Paste Method (C&PM) sebesar 20% untuk setiap dapat menghambat pengerjaan konstruksi sipil. Untuk
aktivitas, durasi pengerjaan proyek berkurang menjadi 542,3 menyiasati kendala pengadaan material konstruksi sipil di
hari kalender. konstruksi sipil tersedia dalam jumlah yang sedikit maupun
2) Identifikasi Konflik Tenaga Kerja tidak tersedia sama sekali di lokasi pekerjaan maka wilayah
Terdapat 14 posisi tenaga kerja yang mengalami lokasi pekerjaan dari segi persyaratan teknis maka
multitasking, untuk mengatasi konflik tenaga kerja maka subkontraktor melakukan pengadaan material konstruksi sipil
ditambahkan resource constraint pada aktivitas yang di luar wilayah lokasi pekerjaan sehingga memerlukan waktu
mengalami overalokasi tenaga kerja tanpa mengubah jumlah pengadaan yang lebih lama dan dapat dilihat pada tabel 4.
tenaga kerja. b) Etos kerja yang rendah
3) Identifikasi Critical Chain Kontraktor utama melakukan pengerjaan proyek bekerja
Terdapat 13 aktivitas yang termasuk sebagai critical chain sama dengan subkontraktor yang sesuai dengan bidang
dalam penjadwalan proyek ini. keahliannya. Pada pengerjaan proyek, terdapat subkontraktor
4) Menentukan Buffer pada Penjadwalan yang tidak mengikuti arahan dari kontraktor utama untuk
Total durasi feeding buffer adalah selama 223,7 hari mempercepat progress pengerjaan proyek saat kondisi
kalender dalam 7 lintasan aktivitas non-critical chain. sedang mendesak dengan menambah tenaga kerja dan waktu
Sedangkan total durasi project buffer adalah selama 20,5 hari bekerja (lembur). Selain itu terdapat subkontraktor yang tidak
kalender. melakukan pekerjaan sesuai dengan persyratan teknis.
5) Penjadwalan Ulang dengan Buffer B. Dokumentasi Pembelajaran dan Pengetahuan Proyek
Apabila terdapat aktivitas yang mengalami konflik tenaga
Terdapat 7 kejadian yang termasuk sebagai keberhasilan
kerja maka dilakukan penyesuaian resource constraint.
dalam pengerjaan proyek, dapat digolongkan ke dalam
Terdapat dua aktivitas yang disesuaikan resource constraint-
kelompok kontraktor utama, subkontraktor, dan pemilik
nya. Berdasarkan penjadwalan ulang dengan buffer maka
proyek. Sedangkan terdapat 14 kejadian yang menghambat
didapatkan durasi pengerjaan proyek adalah selama 601,05
pengerjaan proyek, dapat digolongkan ke dalam kelompok
hari kalender termasuk buffer waktu selama 244,2 hari
kontraktor utama, subkontraktor, pemilik proyek, dan faktor
kalender.
eksternal.
6) Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja penjadwalan CCPM dengan buffer C. Analisis Penerapan CCPM
adalah senilai Rp1.714.792.540 dengan tenaga kerja
1) Perbandingan Penjadwalan CPM dan CCPM
sejumlah 146 orang.
Berdasarkan tabel 5, dari hasil penjadwalan dengan CCPM
didapatkan pengurangan durasi pengerjaan proyek menjadi
IV. HASIL DAN DISKUSI 601,05 hari kalender termasuk dengan buffer waktu selama
A. Analisis Penyebab Utama Keterlambatan Pengerjaan 244,2 hari kalender. Apabila buffer time tidak terkonsumsi
Proyek sama sekali maka durasi pengerjaan proyek adalah selama
542,3 hari kalender. Penjadwalan ulang dengan CCPM dapat
1) Penyebab Utama oleh Pemilik Proyek
mengurangi biaya tenaga kerja menjadi Rp1.714.792.420
Penagihan atas pembayaran pekerjaan fisik proyek atau berkurang sebanyak Rp495.389.930 jika dibandingkan
dilakukan oleh kontraktor utama kepada pemilik proyek dengan penjadwalan existing proyek dengan CPM.
berdasarkan kemajuan (progress) pekerjaan fisik proyek. Tidak terdapat perbedaan jumlah dan nominal gaji harian
Dalam pengajuan penagihan kepada pemilik proyek, tenaga kerja yang dialokasikan pada kedua metode
kontraktor utama harus melalui lima unit kerja dari pemilik penjadwalan karena PT. Hasta Karya Perdana sebagai
proyek untuk mendapatkan validasi atas laporan kemajuan kontraktor utama menetapkan estimasi jumlah dan gaji harian
fisik sebagai persyaratan pengajuan penagihan. Pada setiap tenaga kerja tersebut sebagai acuan untuk pembuatan harga
unit kerja, pemrosesan penagihan memerlukan waktu satuan pekerjaan pada lingkup pekerjaan konstruksi yang
berkisar antara 3 sampai dengan 30 hari kerja. Kontraktor ditugaskan oleh kontraktor utama kepada subkontraktor
utama perlu untuk melakukan pengajuan penagihan dengan dalam kontrak pekerjaan yang disepakati kedua belah pihak
akurat dan tepat sehingga memperoleh validasi dan
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F163
dan tidak diperbaharui selama kontrak pekerjaan masih Sedangkan biaya tenaga kerja berkurang menjadi
berlaku. Rp1.714.792.420.
2) Analisis Buffer Management B. Saran
Setiap indikator warna mewakili zona pemakaian buffer
1) Saran kepada PT. Hasta Karya Perdana
waktu. Apabila posisi penggunaan buffer masih berada pada
zona hijau, maka berarti belum ada tindakan yang harus Melakukan dokumentasi pembelajaran dan pengetahuan
dilakukan. Namun, ketika pengunaan buffer mencapai zona proyek secara periodik dari pengerjaan setiap proyek.
kuning maka kontraktor utama harus melakukan perencanaan Kemudian menerapkan penjadwalan CCPM dalam
langkah-langkah mitigasi yang harus ditempuh agar buffer penjadwalan proyek selanjutnya dengan diiringi oleh usaha
tidak terpakai seluruhnya. Sedangkan ketika pengunaan perusahaan dalam melakukan sosialisasi, pelatihan, dan
buffer mencapai zona merah maka kontraktor utama harus kontrol intensif dalam penerapannya.
mengimplementasikan langkah-langkah mitigasi yang telah 2) Saran kepada penelitian selanjutnya
direncanakan. Melalui langkah-langkah ini, buffer Melakukan perhitungan produktivitas masing-masing
management dapat menyediakan alat antisipasi posisi tenaga kerja agar alokasi jumlah tenaga kerja aktual
ketidakpastian proyek dengan kriteria keputusan yang sesuai. sesuai dengan perencanaan alokasi tenaga kerja yang dibuat,
Gambar 4 dan Gambar 5 merupakan zona pemakaian buffer memperluas lingkup responden yang dilibatkan dalam
waktu pada project dan feeding buffer. identifikasi penyebab keterlambatan pengerjaan proyek
dengan menyertakan subkontraktor dan pemilik proyek,
V. KESIMPULAN/RINGKASAN melakukan pengendalian proyek dengan metode Earned
Value Analysis untuk mengetahui performansi proyek dari
A. Kesimpulan segi pemenuhan cakupan, penjadwalan, dan biaya proyek dan
Terdapat 11 kejadian yang menyebabkan keterlambatan metode Cost-Benefit Analysis untuk menentukan tindakan
pengerjaan proyek, berdasarkan penerapan prinsip pareto koreksi terbaik pada aspek biaya jika terjadi deviasi progress
didapatkan 3 penyebab utama antara lain kategori method pengerjaan proyek. Kemudian menggunakan software
yaitu alur pemrosesan penagihan yang panjang, kategori penjadwalan yang spesifik dalam pengolahan data
material yaitu keterbatasan material konstruksi sipil untuk penjadwalan CCPM.
switchyard dan gedung, dan kategori man yaitu etos kerja
yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Terdapat 7 kejadian yang termasuk sebagai keberhasilan
[1] Project Management Institute, Pedoman Kerangka Ilmu Manajemen
dalam pengerjaan proyek, dapat digolongkan ke dalam Proyek (PMBOK Guide) Edisi Keenam. Jakarta: PMI Indonesia
kelompok kontraktor utama, subkontraktor, dan pemilik Chapter, 2018.
proyek. Sedangkan terdapat 14 kejadian yang menghambat [2] P. K. Venkatesh and V. Venkatesan, “Delays in Construction Projects:
pengerjaan proyek, dapat digolongkan ke dalam kelompok A Review of Causes, Need And Scope for Further Research.”
[3] B. Pradhana, A., & Setiadi, “Studi penggunaan metode penjadwalan
kontraktor utama, subkontraktor, pemilik proyek, dan faktor critical chain pada proyek konstruksi konvensional,” Universitas
eksternal. Indonesia, 2013.
Dari hasil penjadwalan menggunakan Critical Chain [4] D. B. Septiawan and R. Bekti, “Analysis of project construction delay
using fishbone diagram at pt. rekayasa industri,” J. Bus. Manag., vol.
Project Management (CCPM) didapatkan pengurangan 5, no. 5, pp. 634–650, 2016.
durasi pengerjaaan menjadi selama 601,05 hari kalender [5] N. Alamri, O. Amoudi, and G. Njie, “Analysis of construction delay
termasuk dengan buffer time selama 244,2 hari kalender, jika causes in dams projects in Oman,” Eur. J. Bus. Soc. Sci., vol. 6, no. 2,
pp. 19–42, 2017.
buffer time tidak terkonsumsi sama sekali maka durasi [6] L. P. Leach, Critical Chain Project Management, 3rd ed. London:
pengerjaan proyek adalah selama 542,3 hari kalender. Artech House, 2014.
Available online at www.sciencedirect.com
ScienceDirect
Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260
Abstract
Frozen shrimp is a product that is very sensitive to temperature changing, therefore its quality has to be carried out from the supplier
to customer stage. Quality itself consists of product hygiene and freshness as a healthy food. Company X as a frozen shrimp
manufacturer faces quality losses of the product, which often caused by both production process and external factors. The accuracy
of supplied shrimp specification and unpredictable supply demand pattern influence losses. This research analyse the quality
problems of frozen shrimp product along its supply chain, involving supplier, Company X, logistic provider and customer. Firstly,
all the activities are mapped by using Supply Chain Operations Reference (SCOR) model. Supply chain activities are divided into
five categories namely plan, source, make, deliver and return. Secondly, potential quality risks are analyzed in a House of Risk 1
(HOR-1). Furthermore, some mitigation actions are deployed, then being analyzed by using HOR-2. Lastly, 41 risk occurance and
52 risk agents are identified. Regarding to the result of risk analysis, there are 11 most critical risk agents which is deri ved from
the highest Aggregate Risk Potential (ARP). According to the selection analysis, there are 12 proposed mitigation actions to be
implemented in Company X.
© 2015
© 2015TheTheAuthors.
Authors. Published
Published by Elsevier
by Elsevier B.V. B.V.
This is an open access article under the CC BY-NC-ND license
Peer-review under responsibility of the organizing committee of the Industrial Engineering and Service Science 2015 (IESS
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).
Peer review under responsibility of the organizing committee of the Industrial Engineering and Service Science 2015 (IESS 2015)
2015).
Keywords: ARP, frozen shrimp, HOR 1, HOR 2, quality risk management, SCOR, supply chain
1. Introduction
Indonesia is an archipelagic country with 7.1 million square kilometers of total territorial and 5.4 million square
kilometers surrounding sea [16], which 70% of total area in Indonesia is ocean. So that Indonesia has a great potential
in fisheries and sea food industry. The total economic potential of Indonesia maritime reach 7.20 trillion Rupiah per
year or four times more than 2014 state budget, APBN [19]. Based on its high potential of natural resources, there are
some seafood companies established in Indonesia, including Company X. Seafood is any form of sea life regarded as
food by humans. Company X as if seafood company as usual involved getting supply from fisherman, processing,
2351-9789 © 2015 The Authors. Published by Elsevier B.V. This is an open access article under the CC BY-NC-ND license
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).
Peer review under responsibility of the organizing committee of the Industrial Engineering and Service Science 2015 (IESS 2015)
doi:10.1016/j.promfg.2015.11.039
Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260 253
distributing and marketing its product. The main product of Company X is frozen shrimp. Company X exports its
product abroad such as United State of America, ASEAN countries and Japan. To be able to compete among the
competitors, Company X has to assure its product quality. Product quality itself includes freshness of shrimp, hygiene
of production process, also packaging cleanness. So that the customers are satisfied and get highly trust to recommend
later.
In the last few years, Company X has obtained quality certification of food safety, HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point). HACCP certification is one of preventive risk management to ensure food safety [5].
Company X applies HACCP since the preparation of supply its raw materials, until the product distributed to
customers. By implementing HACCP, Company X product has never been rejected by the market, because it has met
minimum standard of quality and food safety. However, there are still some quality issues to increase company’s
profit. The most important problem is shrimp grade that is remain declined, that is occurs damaged shrimp in
production process. It caused by the sensitiveness of shrimp production process to the temperature. Once the
temperature changed, the shrimps becomes discolored and declining grades. Shrimp damage also occured in
deheading and skin stripping process.
Moreover, a fluctuative supply and demand also affect shrimp quality. Based on the information from Company
X, the number of demand is slightly decreased in last 3 months, and will rise significantly in the end of the year. On
the other hand, there is an unpredictable supply from supplier. To anticipate this condition, Company X implement a
strategy to accept good quality of raw material, and hold the stocks of shrimp in a big cooling storage until company
get sufficient demand from the market. Holding stock in longer time will increase the cost saving, also risk of rejection
occurance. Based on its current condition, it is necessary to observe deeper about risk management related to product
quality for frozen shrimp, involving Company X supply chain. The main objective is minimizing case of product
rejection, therefore the company profit will be highly increased.
2. Literature Review
This chapter presents some relevant theory about risk and risk management, quality risk management, supply chain
management, supply chain operation reference (SCOR), and house of risk. Other sub chapter is review of previous
research that is in relevant with this topic.
Risk has been defined in a number of ways, that is never entirely true of false. Based on Australian New Zealand
Standard [1], risk is an unpredictable effect of specific objective. Sinha et.al. [15] defines risk as a function of the
level of uncertainty and the impact of an event, and as pointed out by Goh et.al. [14] there are two types of supply
chain risks based on their sources, risks arising from the internal of supply chain networsk and those from the external
environments. The definition of risk that we will use for this research is the possible deviation distribution from
expected results and objective due to internal or external events. Quantitative risk requires calculation of likelihood
multiplied by consequences. Likelihood is a risk probability, and consequences is the magnitude of potential loss.
Furthermore, risk management is a scientific approach to manage risks by doing anticipating losses, and designing
procedures that will minimize financial losses [6]. These are seven steps of risk management process:
1. Communication and Consultation.
2. Establishing the context.
3. Risk Identification.
4. Risk Analysis.
5. Risk Evaluation.
6. Risk Treatment.
7. Monitoring and Review.
254 Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260
House of Risk is a risk analysis method that is developed by [11]. This model is based on the notion that a proactive
SC risk management should attempt to focus on preventive actions, i.e. reducing the probability of risk agents to occur.
Reducing occurrence of the risk agents would typically prevent some of the risk events to occur. In such a case, it is
necessary to identify the risk events and the associated risk agents. Typically, one risk agent could induce more than
one risk events. In the well-known FMEA, risk assessment is done through calculation of a RPN as a product of three
factors, i.e. probability of occurrence, severity of impacts, and detection. Unlike in the FMEA model where both the
probability of occurrence and the degree of severity are associated with the risk events. Since one risk agent could
Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260 255
induce a number of risk events, it is necessary to quantity the aggregate risk potential of a risk Supply chain risk
management 955 agent.
If Oj is the probability of occurrence of risk agent j, Si is the severity of impact if risk event i occurred, and Rij is
the correlation between risk agent j and risk event i (which is interpreted as how likely risk agent j would induce risk
event i) then the ARPj (aggregate risk potential of risk agent j) can be calculated as follows:
The HOQ model is used to determine which risk agents should be given priority for preventive actions. A rank is
assigned to each risk agent based on the magnitude of the ARPj values for each j. Hence, if there are many risk agents,
the company can select first a few of those considered having large potentials to induce risk events. There are the
modified HOQ: (1) HOR1 is used to determine which risk agents are to be given priority for preventive actions. (2)
HOR2 is to give priority to those actions considered effective but with reasonable money and resource commitments.
3. Methodology
This study examines a supply chain for frozen shrimp, as a kind of seafood product. These are several steps of this
study refers to risk management framework and House of Risk that have been explained at the previous chapter. First,
all the supply chain activities are mapped by using SCOR model, which divided into Plan, Source, Make, Deliver, and
Return. Supply chain activities starting from supply raw material to the end customer. Second, identifying quality
risks. There might be some risks along supply chain activities. Risks are identified by doing brainstorming and direct
observation, then will be validated by interviewing company internal stakeholder. Then assessing its potential risks to
determine the severity, likelihood and relationship scoring between risk agents and risk events. This step output is
HOR-1 matrix which including risk agent rank (Aggregate Potential Risk), the most critical risk agents, and pareto
diagram. The next step is developing risk mitigation. This study uses the output of risk evaluation process, pareto
diagram, to decide risk agent. Then determine correlation score between mitigation strategy and risk agent. Its scoring
result was validated by company stakeholder through a questionnaire. All the related questions were designed based
on previous result, and plotted to a House of Risk II. In the end of this study, there are some mitigation actions that is
appropriate to be implemented in Company X.
Frozen shrimp supply chain in Company X has four main entities, such as supplier, Company X, logistic provider,
and customer. Based on SCOR model, the supply chain activities are devided into plan, make, deliver, and return. In
term of plan, there are four sub process i.e planning for production, procurement, distribution and return. In source
categories, sub process are related to some activities which done by the company with its supplier, such as designing
supplier contract, releasing purchase order, organizing distribution process, material handling and inspection, also
material storing. Make activity category consists of deheading, grading, shrimp paring, soaking, freezing, glazing,
weighing, packaging, storaging, product handling, includes its inspection. Distribution scheduling, and product
delivery are categorized as deliver activity. Then product returning from customer is the subcategory of return
activity.These following picture figures out frozen shrimp supply chain activities.
This stage is the most important phase in risk management, when any potential risks that affect frozen shrimp
quality should be identified. Based on its definition, risk is anything that cause losses and lead more than one risk
events. This study identify risks through direct observation, both analyzing historical data and interviewing company
stakeholders. The following steps is validating all potential risks that has been identified. Production manager, quality
256 Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260
assurance manager, and management representatives are involved in validation process. There are four potential risks
in planning, fourteen risks in sourcing, twenty nine risks in making, and four risks in delivering.
Purchasing
Order
Planning
Making Purchasing
Order Order
Deliver Receiving
Order Order
Inspection 1
Making
Product
Inspection 2
Packaging
Storage
Inspection 3
Transporting
Return
Product
All potential risks, at the previous stage, are analyzed. As stated before, this risk analysis consists of identifying
risk agents by using ARP scoring through HOR 1, questionnaire, and ARP scoring in pareto diagram. Relavant
questions are deployed to assess risk agents. It has been validated by the the list of respondence. ARP assessment in
HOR 1 aims to gain risk agent ranking in the process of risk mitigation. ARP score is obtained by multiplying the
value of risk severity, likelihood or probability risk events, and the value of correlation between risk agent and risk
event. The highest ARP score is operator does not work properly (or they do not work according to SOP), which it
takes 29% of total ARP score. This risk agent occured by human factors through supply chain, especially in production
process. Since company uses manual system, it causes many human errors. This table below represents 11 most critical
risk agents.
Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260 257
Once the rank of risk agents was determined, the following is analysing pareto chart to obtain critical risk agent
by using a concept of 20:80. As shown in the diagram above, there is one of the most critical risks agent which affects
as many as 80% of risk event. Operator does not work according to SOP (A27) got 27% of total ARP of risk agents.
Based on SCOR model, A27 is identified only in make activities. However, in a supply chain, a critical risk agent can
affect the whole system significantly. Therefore, the most important thing is how to mitigate A27, then the rest of 11
critical risk agents.
The next step is designing risk mitigation, according to the scoring result before. This study deployed some risk
mitigations for eleven most critical risk agent as stated at the previous subchapter. Then choose the most appropriate
mitigation based on validation process, through HOR 2 analysis, and stakeholder confirmation. The table below
presents a list of valid mitigation planning of each critical risk agents, and its correlation score.
258 Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260
The output of previous step become an input for simulating risk mitigation planing. This step aims to decide the
priority of risk mitigation in the near future. These are four criterias that has been used to make decision, and the HOR
2 result is shown in Table 3.
1. Rank of mitigation planning, that is determined by HOR 2 analysis.
2. Cost for implementing each mitigation planning. Based on company policy, a mitigation planning will be
funded IDR 20 million for maximum.
3. Correlation score of mitigation planning. Those which got score of 9 will be the highest priority.
4. Length of time for implementing each mitigation planning. This information is obtained by historical data
from any references.
Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260 259
Effectiveness to
difficulty Ratio
114 1179 342 1013 675 338 225 601 2268 7020 243 324
Rank Of Priority 12 3 7 4 5 8 11 6 2 1 10 9
The result of this study is divided into two points, risk identification and risk mitigation planning. There are 4 risks
in planning activities, 14 risks in sourcing, 29 risks in making, and 4 risks in returning. This study also conclude that
operator does not work properly, fluctuative production capacity of supplier, and inappropriate packaging information
as the three most critical risk agent in company X. Furthermore, the highest priority of mitigation strategies are develop
supervision and encourage working motivation for operator, develop reward and punishment system for operator, and
improve production planning and inventory control (PPIC) performance.
Production manager should provide standard operating procedures of each production process. The manager of
other department, such as procurement and inventory control, also product storage, have to update SOP of their main
activities. Based on the analysis at previous step, it would be better if top management design supervision and
evaluation program. This program objectives is to encourage operators willingness to work properly, or according to
standardized procedures., so that the operator do all the duties efficient. On the other hand, manager in every
department has to assses workers. Those who did higher performance than others will get additional reward. This
policy runs to all workers in company X.
Moreover, since supply chain involves supplier, producer, distributor and end-customer as the players. Company
X should identify risks in each player deeper. Because once company faces difficulties in specific player, it will affect
supply chain system flow. Company should use HACCP (quality risk management in supply chain) and economic
fraud hazard as an integrated framework to assess risk periodically for the following years.
260 Dewanti Anggrahini et al. / Procedia Manufacturing 4 (2015) 252 – 260
Acknowledgements
This study was supported by Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, through Junior Researcher
scheme. We thank to our colleagues from ITS who provided insight and expertise that greatly assisted the research.
Although they may not agree with every single interpretations of this paper. We would also like to show our gratitude
to all company X stakeholder, especially the owner and executive director, for sharing their wisdom with us during
this study. We are also immensely grateful to the reviewers for their comments on earlier version of the manuscript.
References
[1] Australian New Zealand Standard, Risk Management - Principles & Guidelines, AS/NZS ISO 31000:2009, pp.
1-24, 2009.
[2] Australian New Zealand Standard - AS/NZS 4360:2004, Risk Management. 3rd edition. New Zealand: Standards
New Zealand, 2004.
[3] Badan Pusat Statistika, Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi dan Subsektor (ton), 2000-2013.
[Online]. Available at: http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1705. [Accessed 10 May 2015], 2014.
[4] B. Fahmi, Manajemen Risiko. Jakarta: Grasindo, 2007.
[5] Department of Food Science and Technology IPB, Apa itu HACCP. [Online]. Available at:
http://itp.fateta.ipb.ac.id/fthn3/cbt/haccp-apa.php. [Accessed 13 May 2015], 2005.
[6] E. J. Vaughan, Fundamental of Risk and Insurance. 10th edition. USA: John Wiley & sons, 2008.
[7] H. Siahaan, Manajemen Risiko pada Perusahaan dan Birokrasi. 2nd edition. Jakarta: Gramedia, 2009.
[8] N. Pujawan, Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya, 2005.
[9] Kasidi, Manajemen Risiko. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
[10] Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kelautan dan Perikanan dalam Angka. Jakarta: S.N, 2014.
[11] L. H. Geraldin, I. N. Pujawan, House of Risk: A Model for Proactive Supply Chain Risk Management. Business
Process Management Journal. Volume 15, pp. 963-967, 2009.
[12] LNS Research, Integrating risk and Quality Management in Life Sciences. LNS Research, 2013.
[13] M. Christopher, Creating Resilient Supply Chain: A Practical Guide. Cranfield: Cranfield School of
Management, 2003.
[14] M. Goh, J. Y. S. Lim, F. Meng, A Stochastic Model for Risk Management in Global Supply Chain Networks.
European Journal of Operational Research, Vol. 182 No. 1, pp. 164-73, 2007.
[15] P. R. Sinha, L. E. Whitman, D. Malzahn, Methodology to Mitigate Supplier Risk in an Aerospace Supply Chain.
Supply Chain Management: International Journal, Volume 9, pp. 154-168, 2004.
[16] S. Ambara. Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia KMIP UGM. [Online]. Available at:
http://kmip.faperta.ugm.ac.id/potensi-kelautan-dan-perikanan-indonesia/. [Accessed 10 May 2015]. 2014.
[17] US Department of Health and Human Services, Guidance for Industry - Q9 Quality Risk Management. US: ICH,
2006.
[18] Y. A. Satria, Pengelolaan Risiko Pada Supply Chain PT Graha Makmur Cipta Pratama. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, 2012.
[19] Y. Paonangan, Potensi Laut Indonesia Senilai 7200 Triliun. Pustaka Indonesia. [Online]. Available at:
http://www.pusakaindonesia.org/potensi-laut-indonesia-senilai-rp-7-200-triliun/. [Accessed 10 May 2015],
2014.