Anda di halaman 1dari 195

Panduan Praktik Klinis (PPK)

Penyakit Jantung dan


Pembuluh Darah
Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta:
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/
atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/
atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Panduan Praktik Klinis (PPK)
Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah

Disusun oleh:
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
Disusun oleh: Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

©2019 Penerbit Airlangga University Press


Anggota IKAPI dan APPTI Jawa Timur
AUP 904/01.20-OC552/10.19/A15E
Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya 60115
Telp. (031) 5992246, 5992247 Fax. (031) 5992248 
E-mail: adm@aup.unair.ac.id

Layout (Akhmad Riyanto) – Cover (Erie Febrianto)

Dicetak oleh:
Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip dan/atau memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Penerbit sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun.

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular


RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah / Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular RSUD Dr. Soetomo Surabaya. -- Surabaya:
Airlangga University Press, 2019.
x, 183 hlm. ; 23 cm

ISBN 978-602-473-351-3

1. Organ Kardiovaskular. I. Judul.

611.1
PRAKATA

Assalamualaikum Wr. Wb.,


Dengan mengucapkan puji dan syukur, kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya atas
selesainya buku Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah. Penyakit yang dibahas pada buku PPK ini antara lain
penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit miokard, penyakit
katup, aritmia, penyakit jantung pediatrik, serta penyakit vaskular. Dalam
buku ini dijelaskan secara rinci mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik,
kriteria diagnosis, diagnosis kerja, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang, terapi, edukasi, dan prognosis terkait berbagai penyakit
tersebut. Dengan adanya informasi yang lengkap, diharapkan buku ini
dapat menjadi referensi dan panduan bagi para dokter dalam menegakkan
diagnosis hingga memberikan terapi yang tepat untuk pasien.
Sebagai penutup, saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. Joni
Wahyuhadi, dr., Sp.BS(K) selaku Direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
Dr. Achmad Lefi, dr, Sp.JP(K) selaku Ketua Komite Medik RSUD Dr.
Soetomo Surabaya, dan Agus Subagjo, dr. Sp.JP(K) selaku ketua SMF
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular yang telah mendukung pembuatan
buku ini. Tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada anggota
tim penulis yang telah membantu dalam penyusunan buku ini sehingga
buku ini dapat diselesaikan dengan baik dan dapat disebarluaskan untuk
memberikan manfaat yang lebih luas bagi pasien.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, Oktober 2019

Dr. Yudi Her Oktaviono, dr., Sp.JP(K)


Ketua Tim Penyusun

v
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.,


Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT,
sehingga buku Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah yang disusun oleh tim Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular RSUD Dr. Soetomo dapat diselesaikan dengan
baik. Buku ini memiliki pembahasan yang lengkap dan detail mengenai
penanganan berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah, mulai dari
diagnosis hingga tatalaksana terapi. Jenis penyakit yang dibahas pun
sangat lengkap dan merupakan kasus penyakit yang memang sering
ditemui di RSUD Dr. Soetomo. Oleh karena itu, buku ini sangat tepat untuk
dijadikan panduan bagi para dokter dalam menjalankan pelayanan medis
di RSUD Dr. Soetomo. Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima
kasih kepada tim penyusun dari Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular, serta semua pihak yang berperan dalam penyusunan buku ini
karena atas segala kerja kerasnya sehingga buku ini dapat diselesaikan
dengan baik. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat yang besar
bagi para dokter dan masyarakat pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, Oktober 2019

Dr. Joni Wahyuhadi, dr., Sp.BS(K)


Direktur RSUD Dr. Soetomo

vi
TIM PENYUSUN

Ketua:
Dr. dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP(K), M.M., FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI

Anggota:
dr. Agus Subagjo, Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC
dr. Andrianto, Sp.JP(K)., FIHA
Prof. Dr. dr. Djoko Soemantri, Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC
Prof. Dr. dr. Budi Susetyo Pikir, Sp.PD., Sp.JP(K)., FIHA
Prof. Dr. dr. Mohammad Yogiarto, Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC
Prof. Dr. dr. Rochmad Romdoni, Sp.PD., Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC
Dr. R.P. Soeharsohadi, Sp.JP(K)., FIHA
dr. Muhammad Amnuddin, Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC
dr. Iswano Pratanu, Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC
dr. Esti Hindariati, Sp.JP(K)., FIHA
dr. Budi Baktijasa, Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC
Dr. dr. Rurus S, Sp.JP(K)., FIHA., FAPSC., FACC., FSCAI., FAsCC
dr. Bambang Herwanto, Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC
Dr. dr. Achmad Lefi, Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC
Dr. dr. J. Nugroho Eko Putranto, Sp.JP(K)., FIHA., FAsCC
dr. Mohammad Budiarto, Sp.JP., FIHA
dr. Mohammad Yusuf Assegaf, Sp.JP., FIHA
dr. Meity Ardiana, Sp.JP., FIHA
dr. Rerdin Julario, Sp.JP., FIHA
dr. Rosi Amrilla Fagi, Sp.JP., FIHA
dr. Nia Dyah R., Sp.JP., FIHA
dr. Aldhi Pradana Hernugraha, Sp.JP., FIHA
dr. Ratih Rachmanyati Pasah, Sp.JP., FIHA
dr. Alisia Yuana Putri, Sp.JP., FIHA

vii
dr. Anudya Kartika Ratri, Sp.JP., FIHA
dr. Nadya Luthfah, Sp.JP., FIHA
dr. Radityo Bagus Wicaksono
dr. I Gede Parama Gandi Semita
dr. Dara Ninggar Ghassani
dr. Eka Rahayu Utami
dr. Rahima Ratna Juwita
dr. Lalu Galih Pratama Rinjani
dr. Desak Ketut Sekar Cempaka Putri
dr. Ronaldi Rizkiawan
dr. Khubay Alvia Shonafi
dr. Ruth Irena Gunadi
dr. Makhyan Jibril Al Farabi

Menyetujui,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular

Dr. Achmad Lefi, dr, Sp.JP(K) Agus Subagjo, dr. Sp.JP(K)


NIP. 19610604 198803 1 006 NIP. 19560814 198503 1 011

Direktur
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Dr. Joni Wahyuhadi, dr., Sp.BS(K)


NIP. 19640620 199003 1 007

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


viii
DAFTAR ISI

Prakata ........................................................................................................ v
Kata Pengantar .......................................................................................... vi
Tim Penyusun............................................................................................ vii

A. PPK KORONER ................................................................................. 1


 Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) ................ 1
 Angina Pektoris Tidak Stabil/Infark Miokard Akut Tanpa
Elevasi ST (UA/NSTEMI) .......................................................... 8
 Sindroma Koroner Kronis/Angina Pektoris Stabil ................ 15

B. PPK GAGAL JANTUNG DAN PENYAKIT MIOKARD ................... 23


 Kardiomiopati Dilatasi (Dilated Cardiomyopathy) ........................ 23
 Kardiomiopati Hipertrofi (Hypertrophic Cardiomyopathy) ...... 26
 Gagal Jantung Akut .................................................................... 30
 Gagal Jantung Kronis ................................................................. 36
 Hipertensi Refrakter ................................................................... 39
 Hipertensi Krisis ......................................................................... 42
 Penyakit Jantung Hipertensi ..................................................... 47

C. PPK PENYAKIT KATUP ................................................................... 49


 Mitral Stenosis ............................................................................. 49
 Mitral Regurgitation ................................................................... 54
 Aorta Stenosis .............................................................................. 59
 Pulmonal Stenosis ....................................................................... 65

D. PPK ARITMIA.................................................................................... 68
 Takikardia Supraventrikular ..................................................... 68
 Ekstrasistol Ventrikel .................................................................. 72
 Takikardia Ventrikular............................................................... 75

ix
 Total AV Blok ............................................................................... 84
 Fibrilasi Atrium ........................................................................... 86
 Sinkop ........................................................................................... 95
 Sinkop Kardiovaskular .............................................................. 101

E. PPK PEDIATRIK DAN PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL....... 108


 Patent Ductus Arteriosus ........................................................... 108
 Tetralogy of Fallot ....................................................................... 114
 Atrioventricular Septal Defect (AVSD) .................................... 116
 Spel Hipoksik............................................................................... 121
 Demam Rematik Akut ............................................................... 124
 Perikarditis ................................................................................... 130
 Endokarditis Infektif .................................................................. 134

F. PPK PENYAKIT VASKULAR ............................................................ 141


 Iskemia Tungkai Akut/Acute Limb Ischemia ............................. 141
 Iskemia Tungkai Kritis/Critical Limb Ischemia...................... 144
 Trombosis Vena Dalam/Deep Vein Thrombosis (DVT) ............. 146
 Emboli Paru/Pulmonary Embolism (PE) ..................................... 150
 Anomali Muara Arteri Koroner dari Arteri Pulmoner ......... 154
 Fistula Arteri Koroner (ICD 10, 24.5) ........................................ 158
 Koartasio Aorta/Coarctatio Aorta (Coa) (ICD 10: Q 25.1) ...... 162
 Interruptus Arcus Aorta/Interrupted Aortic Arch (IAA) ..... 167

Daftar Pustaka ........................................................................................... 171

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


x
A. PPK KORONER

Panduan Praktik Klinis


SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) (ICD 10: I21.1; I21.2; I21.3)
Pengertian Kejadian oklusi mendadak di arteri koroner epikardial dengan
(Definisi) gambaran EKG elevasi segmen ST
Anamnesis a. Nyeri dada substernal, lama lebih dari 20 menit saat istirahat
b. Pertama kali rasa nyeri dada khas angina (CCS Kelas 2 atau 3)
c. Peningkatan rasa nyeri dada (Setidaknya CCS Kelas 3) dengan
sebelumnya angina pektoris stabil
d. Keringat dingin
e. Dapat disertai penjalaran ke lengan kiri, punggung, rahang, dan
ulu hati
f. Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing manis,
kolesterol, darah tinggi, keturunan, dan merokok
Pemeriksaan Umumnya dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan/atau
Fisik komorbid
Kriteria a. Memenuhi kriteria anamnesis
Diagnosis b. Pemeriksaan EKG: adanya elevasi segmen ST
c. Terdapat peningkatan abnormal enzim Troponin dan/atau
CKMB
Diagnosis Kerja ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

Diagnosis a. Takiaritmia
Banding b. Gagal jantung akut
c. Trauma jantung
d. Emboli paru
e. Tension Pneumothorax
f. Deseksi aorta
g. Simptomatik aneurisma aorta
h. Esofagitis, refluks, atau spasme
i. Muskuloskeletal disorder

1
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) (ICD 10: I21.1; I21.2; I21.3)

Pemeriksaan Modalitas Diagnostik Penentuan Luas Area Infark


Penunjang 1. Elektrokardiografi (EKG) (GR I; LOE C)
- Rekaman dan interpretasi EKG dua belas lead ditunjukkan
sesegera mungkin pada kontak medik pertama, dengan
target penundaan tindakan maksimum 10 menit.
- Pemantauan EKG dengan kapasitas defibrillator ditunjukkan
sesegera mungkin pada semua pasien dengan dugaan
STEMI.
- Pemeriksaan EKG kanan dan posterior dipertimbangkan pada
pasien dengan kecurigaan infark miokard kanan maupun
posterior.
2. Penanda kerusakan jantung (serum cardiac biomarker) (GR I;
LOE C)
- Pengambilan sampel darah rutin sesegera mungkin dilakukan
pada fase akut namun sebaiknya tidak menunda tindakan
reperfusi.
3. Foto toraks (chest X-ray) (GR I; LOE C)
- Rutin dikerjakan untuk mendeteksi kardiomegali dan edema
pulmonal, namun sebaiknya tidak menunda tindakan
reperfusi.
4. Ekokardiografi saat istirahat (Resting Echocardiography) (GR I;
LOE B)
- Rutin dikerjakan untuk semua pasien selama perawatan inap
untuk menilai fungsi ventrikel kiri, mendeteksi komplikasi
mekanik pasca-infark awal, dan menyingkirkan thrombus.

Terapi 1. Oksigenasi (GR I; LOE C)


- Oksigen ditunjukkan pada pasien dengan hipoksemia (SaO2
<90% atau PaO2 <60 mmHg)
- Oksigen rutin tidak dianjurkan pada pasien dengan SaO2
90%

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


2
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) (ICD 10: I21.1; I21.2; I21.3)
2. Medikamentosa Periprosedural Revaskularisasi
a. Antiplatelet/Anti agregasi trombosit
- Aspirin oral dosis loading 300 mg diberikan sesegera
mungkin untuk semua pasien tanpa kontraindikasi,
kemudian dosis pemeliharaan 1x100 mg (GR I;LOE A)
- Penghambat reseptor P2Y12 kuat Ticagrelor dosis
loading 180 mg atau Clopidogrel (jika tidak tersedia atau
dikontraindikasikan) dosis loading 600 mg sebelum (atau
paling lama pada saat) PCI, kemudian dosis pemeliharaan
Ticagrelor 2x90 mg atau Clopidogrel 1x75 mg
dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi
seperti risiko pendarahan yang berlebihan.
- Antiplatelet dobel (DAPT) berupa Aspirin dan Ticagrelor
(atau Clopidogrel jika Ticagrelor tidak tersedia atau
dikontraindikasikan) dianjurkan selama 12 bulan setelah
PCI, kecuali ada kontraindikasi seperti risiko pendarahan
yang berlebihan (berdasarkan skor PRECISE-DAPT).
- PPI yang dikombinasikan dengan DAPT direkomendasikan
pada pasien dengan risiko tinggi mengalami perdarahan
gastrointestinal.
b. Anti Aritmia
- Penghambat saluran kalsium dan beta bloker termasuk
Sotalol tidak efektif dalam mengubah irama AF onset baru
menjadi ritme sinus.
- Digoksin tidak efektif dalam mengubah AF onset baru
menjadi ritme sinus dan tidak diindikasikan untuk
pengendalian irama jantung.
- Tidak ada indikasi pengobatan profilaksis dengan obat
antiaritmia untuk mencegah AF.
c. Statin
- Dianjurkan untuk memulai terapi statin dengan intensitas
tinggi seperti Atorvastatin 40 mg malam hari sedini
mungkin kecuali kontraindikasi dan dipertahankan
pemakaian jangka panjang.

A. PPK Koroner
3
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) (ICD 10: I21.1; I21.2; I21.3)
- Target LDL-C 70 mg/dL atau pengurangan paling sedikit
50% jika baseline LDL-C adalah antara 70-135 mg/dL.
d. Terapi Adjuvant dengan Manifestasi Gagal Jantung Akut
- Penghambat ACE Ramipril 1x2.5 mg dimulai dalam 24 jam
pertama STEMI pada pasien dengan bukti gagal jantung,
disfungsi sistolik LV, diabetes, atau infark anterior.
- ARB, terutama Candesartan 1x16 mg adalah alternatif
penghambat ACE pada pasien dengan gagal jantung dan/
atau disfungsi sistolik LV, terutama bagi penderita yang
tidak toleran terhadap penghambat ACE.
- Mineralocor ticoid Receptor Antagonist (MR A)
Spironolactone 1x25mg pada pasien dengan fraksi ejeksi
≤ 40% dan gagal jantung atau diabetes, yang sudah
mendapat penghambat ACE dan beta bloker, asalkan
tidak ada gagal ginjal atau hiperkalemia.
3. Revaskularisasi
a. Terapi Fibrinolitik
- Jika PCI primer tidak dapat dilakukan tepat waktu setelah
diagnosis STEMI, terapi fibrinolitik direkomendasikan
dalam 12 jam onset gejala pada pasien tanpa kontraindikasi
(GR I; LOE A).
- Agen spesifik Fibrin lebih dianjurkan yaitu Tenecteplase
dosis 30-50 mg bolus iv dalam 5 detik (disesuaikan berat
badan), Alteplase dosis 15 mg bolus iv kemudian 0.75 mg/
kg iv dalam 30 menit (hingga 50 mg) kemudian 0.5 mg/kg
iv dalam 60 menit (hingga 35 mg) (GR I; LOE B).
- Streptokinase dosis 1.5 juta unit i.v dalam 30-60 menit
dapat diberikan bila agen spesifik Fibrin tidak tersedia.
- Antikoagulan dianjurkan pada pasien yang diterapi
dengan litik sampai revaskularisasi (jika dilakukan)
atau selama masa tinggal di rumah sakit hingga 8 hari.
Antikoagulan dapat berupa Enoxaparin 30 mg i.v. diikuti
dengan pemeliharaan 1 mg/kg s.c (GR I; LOE A).

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


4
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) (ICD 10: I21.1; I21.2; I21.3)
- Bila Enoxaparin tidak tersedia, UFH dapat diberikan
sebagai i.v. bolus sesuai berat badan diikuti dengan infus
maintenance (GR I; LOE B).
- Intervensi koroner penyelamatan diindikasikan segera
saat fibrinolisis gagal (<50% ST-segment resolusi pada
60-90 menit) atau sewaktu-waktu dengan adanya
ketidakstabilan hemodinamik atau aritmia mengancam
jiwa, atau iskemia yang memburuk (GR I; LOE A).
- Angiografi dan PCI pada arteri yang terkena infark
dikerjakan antara 2-24 jam setelah fibrinolisis berhasil (GR
I; LOE A).
- Angiografi darurat dan PCI dikerjakan dalam kasus iskemia
rekuren atau terdapat bukti reoklusi setelah fibrinolisis
awal berhasil (GR I; LOE B).
b. Intervensi Koroner Perkutan (Percutaneous Coronary
Intervention/PCI)
- Strategi intervensi koroner perkutan primer dianjurkan
pada pasien dengan gejala iskemia <12 jam, EKG konsisten
dengan STEMI, maupun henti jantung teresusitasi
- PCI dikerjakan pada onset STEMI >12 jam yang disertai
dengan gejala iskemik persisten, instabilitas hemodinamik,
dan aritmia yang mengancam jiwa (GR I; LOE C)
- PCI tidak rutin dikerjakan pada oklusi arteri yang
berhubungan dengan infark pada pasien asimtomatik
setelah onset STEMI > 48 jam (GR III)
- Angiografi darurat dan PCI revaskularisasi komplit
diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung/syok.
- Akses Radial direkomendasikan dibandingkan melalui
akses femoral jika dilakukan oleh operator radial yang
berpengalaman.
- Pemasangan stent/stenting direkomendasikan untuk PCI
primer (dibanding balloon angioplasty).

A. PPK Koroner
5
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) (ICD 10: I21.1; I21.2; I21.3)
- Pemasangan stent dengan DES generasi baru
direkomendasikan dibanding BMS untuk PCI primer.
- Penggunaan rutin aspirasi trombus tidak dianjurkan.
- Penundaan pemasangan stent tidak dianjurkan.
- Apabila anatomi koroner tidak sesuai untuk PCI, atau PCI
telah gagal, disarankan CABG darurat.
Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan
2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidup sehat
4. Edukasi kepatuhan minum obat dan kontrol teratur
Prognosis Angka mortalitas dalam 30 hari bergantung dari:
- Klinis: faktor risiko, profil hemodinamik, angiografis (dinilai
berdasarkan TIMI risk score)
- Klasifikasi Killip:
- Killip I -- angka kematian 6%
- Killip II -- angka kematian 17%
- Killip III -- angka kematian 38%
- Killip IV -- angka kematian 81%
- Angiografis:
- TIMI flow dari arteri yang terkena infark
- TIMI flow 3 – angka kematian/30 hari 0.7%
- TIMI flow 2 – angka kematian/30 hari 2%
- TIMI flow 0 dan 1 – angka kematian/30 hari 2.9%
- TIMI Risk Score:
- 0 --- angka kematian/30 hari 0,8%
- 1 --- angka kematian/30 hari 1,6%
- 2 --- angka kematian/30 hari 2,2%
- 3 --- angka kematian/30 hari 4,4%
- 4 --- angka kematian/30 hari 7,3%
- 5 --- angka kematian/30 hari 12,4%
- 6 --- angka kematian/30 hari 16,1%
- 7 --- angka kematian/30 hari 23,4%

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


6
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) (ICD 10: I21.1; I21.2; I21.3)
- 8 --- angka kematian/30 hari 26,8%
- >8 --- angka kematian/30 hari 35,9%
- GRACE Score:
- 0-87 --- angka kematian/6 bulan 0-2%
- 88-128 --- angka kematian/6 bulan 3-10%
- 129-149 --- angka kematian/6 bulan 10-20%
- 150-173 --- angka kematian/6 bulan 20-30%
- 174-182 --- angka kematian/6 bulan 40%
- 183-190 --- angka kematian/6 bulan 50%
- 191-199 --- angka kematian/6 bulan 60%
- 200-207 --- angka kematian/6 bulan 70%
- 208-218 --- angka kematian/6 bulan 80%
- 219-284 --- angka kematian/6 bulan 90%
- >285 --- angka kematian/6 bulan 99%

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline
RSUD Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. LOE: Level of Evidence sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD Dr.
Soetomo Tahun 2017.

A. PPK Koroner
7
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Angina Pektoris Tidak Stabil/Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST


(UA/NSTEMI) (ICD 10: I20.0/I21.4)
Pengertian Sindrom klinik yang disebabkan oleh oklusi parsial atau emboli
(Definisi) distal arteri koroner, tanpa elevasi segmen ST pada gambaran
EKG.
Anamnesis 1. Nyeri dada substernal, lama lebih dari 20 menit saat istirahat
2. Pertama kali rasa nyeri dada khas angina (Kelas II atau III menurut
CCS)
3. Peningkatan rasa nyeri dada (Setidaknya kelas III menurut CCS)
dengan sebelumnya angina stabil
4. Keringat dingin
5. Dapat disertai penjalaran ke lengan kiri, punggung, rahang, dan
ulu hati
6. Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing manis,
kolesterol, darah tinggi, keturunan, dan merokok
Pemeriksaan Umumnya dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan/atau
Fisik komorbiditi
Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan EKG:
a. Tidak ada elevasi segmen ST
b. Ada perubahan segmen ST atau gelombang T
3. Terdapat peningkatan abnormal enzim Troponin I dan/atau
CKMB
Diagnosis Kerja Angina pectoris tidak stabil/Non-ST elevasi Miokard Infark
(NSTEMI)
Diagnosis 1. Takiaritmia
Banding 2. Gagal jantung akut
3. Trauma jantung
4. Emboli paru
5. Tension Pneumothorax
6. Deseksi aorta

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


8
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Angina Pektoris Tidak Stabil/Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST


(UA/NSTEMI) (ICD 10: I20.0/I21.4)
7. Simptomatik aneurisma aorta
8. Esofagitis, refluks, atau spasme
9. Muskuloskeletal disorder
Pemeriksaan 1. Elektrokardiogram
Penunjang - Dianjurkan untuk mendapatkan EKG 12-sadapan dalam waktu
10 menit setelah kontak medis pertama segera diinterpretasi
oleh dokter berpengalaman. Dianjurkan untuk mendapatkan
EKG 12-sadapan tambahan jika terjadi gejala berulang atau
ketidakpastian diagnostik. (GR I; LOE B; Ref 1)
- Sadapan EKG tambahan (V3R, V4R, V7 –V9) direkomendasikan
jika dicurigai iskemia sedang berlangsung dan sadapan yang
standar tidak dapat disimpulkan (GR I; LOE C; Ref 1)
2. Troponin jantung
- Dianjurkan untuk mengukur troponin jantung dengan tes
sensitif atau sensitivitas tinggi dan didapatkan hasilnya
dalam 60 menit. (GR IA, Ref 1)
- Protokol aturan cepat rule-out 0 jam dan 3 jam dianjurkan
jika tes troponin dengan sensitivitas tinggi tersedia. (GR I;
LOE B; Ref 1)
- Protokol rule-out dan rule-in yang cepat pada 0 jam dan 1
jam dianjurkan jika tes troponin dengan sensitivitas tinggi
tersedia dengan algoritma 0 jam/1 jam yang tervalidasi.
Pengujian tambahan setelah 3-6 jam ditunjukkan jika dua
pengukuran troponin pertama tidak meyakinkan dan kondisi
klinis masih menunjukkan adanya SKA. (GR 1; LOE B; Ref 1)
3. Perhitungan skor
- Dianjurkan untuk mendasarkan diagnosis serta stratifikasi
risiko iskemik dan perdarahan jangka pendek awal pada
kumpulan data riwayat klinis, gejala, tanda vital, temuan fisik
lainnya, EKG dan hasil laboratorium. (GR I; LOE A; Ref 1)
- Dianjurkan untuk menggunakan skor risiko yang sudah diakui
untuk perkiraan prognosis. (GR I; LOE B; Ref 1)

A. PPK Koroner
9
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Angina Pektoris Tidak Stabil/Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST


(UA/NSTEMI) (ICD 10: I20.0/I21.4)
- Penggunaan skor CRUSADE dapat dipertimbangkan pada
pasien yang menjalani angiografi koroner untuk mengukur
risiko perdarahan. (GR IIb; LOE B; Ref 1)
4. Pencitraan
- Pada pasien tanpa nyeri dada berulang, temuan EKG normal
dan kadar troponin jantung normal (disarankan sensitivitas
tinggi), namun dicurigai SKA, tes stres noninvasif (sebaiknya
dengan pencitraan) untuk iskemia yang dapat diinduksi
dianjurkan sebelum memutuskan adanya strategi invasif.
(GR I; LOE A; Ref 1)
- Ekokardiografi direkomendasikan untuk mengevaluasi
fungsi LV regional dan global dan untuk menentukan atau
menyingkirkan diagnosis banding. (GR I; LOE C; Ref 1)
- Angiografi koroner Multidetector Computed Tomography
(MDCT) harus dipertimbangkan sebagai alternatif untuk
angiografi invasif untuk menyingkirkan SKA bila ada
kemungkinan PJK rendah atau menengah, dan bila troponin
jantung dan/atau EKG tidak meyakinkan. (GR IIa; LOE A; Ref
1)
5. Pemantauan monitor
- Pemantauan ritme terus menerus dianjurkan sampai
diagnosis NSTEMI ditegakkan atau dikesampingkan. (GR I;
LOE C; Ref 1)
- Dianjurkan untuk menerima pasien NSTEMI ke unit dengan
pemantauan monitor. (GR I; LOE C; Ref 1)
- Pemutaran irama sampai 24 jam atau PCI (mana saja yang
lebih dulu) harus dipertimbangkan pada pasien NSTEMI yang
berisiko rendah terhadap aritmia jantung. (GR IIa; LOE C; Ref 1)
- Pemantauan irama selama > 24 jam harus dipertimbangkan
pada pasien NSTEMI pada tingkat risiko menengah sampai
tinggi untuk aritmia jantung. (GR IIa; LOE C; Ref 1)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


10
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Angina Pektoris Tidak Stabil/Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST


(UA/NSTEMI) (ICD 10: I20.0/I21.4)
- Pada keadaan tidak adanya tanda atau gejala iskemia yang
sedang berlangsung, pemantauan monitor irama pada
angina tidak stabil dapat dipertimbangkan pada pasien
terpilih (misalnya kecurigaan kejang pada koroner atau gejala
terkait yang menyebabkan kejadian aritmia). (GR IIb; LOE C;
Ref 1)
Terapi 1. Medikamentosa Anti-iskemi pada Fase Akut
- Inisiasi awal pengobatan beta-blocker direkomendasikan
pada pasien dengan gejala iskemik yang sedang berlangsung
dan tanpa kontraindikasi. (GR I; LOE B; Ref 1)
- Dianjurkan untuk melanjutkan terapi beta-blocker kronis,
kecuali pasien berada di kelas Killip III/IV. (GR I; LOE B; Ref 1)
- Sublingual atau nitrat intra vena dianjurkan untuk
meringankan angina; Pengobatan intra vena dianjurkan
pada pasien dengan angina rekuren, hipertensi yang tidak
terkontrol atau tanda gagal jantung. (GR IC, Ref 1)
- Pada pasien dengan angina vasospastik yang dicurigai/
dikonfirmasi, calcium channel blocker dan nitrat harus
dipertimbangkan dan beta-blocker dihindari. (GR IIa; LOE B;
Ref 1)
2. Pengobatan Antiplatelet
- Penghambat P2Y12 dianjurkan, sebagai tambahan dari
aspirin, selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi seperti
risiko perdarahan yang berlebihan. (GR I; LOE A; Ref 1)
- Ticagrelor (dosis pemuatan 180 mg, 90 mg dua kali sehari)
dianjurkan, dengan tidak adanya kontraindikasi, untuk semua
pasien yang berisiko sedang sampai tinggi terhadap risiko
kejadian iskemik (misalnya peningkatan troponin jantung),
terlepas dari strategi pengobatan awal dan termasuk yang
diterapi dengan clopidogrel (yang harus dihentikan saat
ticagrelor dimulai). (GR I; LOE B; Ref 1)

A. PPK Koroner
11
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Angina Pektoris Tidak Stabil/Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST


(UA/NSTEMI) (ICD 10: I20.0/I21.4)
- Prasugrel (dosis awal 60 mg, dosis per hari 10 mg) dianjurkan
pada pasien yang melanjutkan ke PCI jika tidak ada
kontraindikasi. (GR I; LOE B; Ref 1)
- Clopidogrel (dosis awal 300-600 mg, dosis per hari 75
mg) dianjurkan untuk pasien yang tidak dapat menerima
ticagrelor atau prasugrel atau yang memerlukan antikoagulan
oral. (GR I; LOE B; Ref 1)
- Tidak dianjurkan untuk memberikan prasugrel pada pasien
yang anatomi koronernya tidak diketahui. (GR III; LOE B; Ref 1)
3. Strategi invasif
- Strategi invasif segera (<2 jam) direkomendasikan pada
pasien dengan setidaknya satu dari kriteria berisiko sangat
tinggi berikut ini: ketidakstabilan hemodinamik atau syok
kardiogenik; nyeri dada berulang atau terus-menerus
yang refrakter terhadap pengobatan medis;aritmia yang
mengancam jiwa atau henti jantung; komplikasi mekanis
MI; gagal jantung akut dengan angina refrakter atau deviasi
ST; perubahan ST atau gelombang T dinamis yang berulang,
terutama dengan elevasi ST yang muncul sewaktu-waktu.
(GR I; LOE C; Ref 1)
- Strategi invasif awal (<24 jam) direkomendasikan pada pasien
dengan setidaknya satu dari kriteria berisiko tinggi berikut:
kenaikan atau penurunan troponin jantung yang sesuai
dengan MI; perubahan gelombang ST atau T yang dinamis
(simtomatik atau asimptomatik); Skor GRACE> 140. (GR I; LOE
A; Ref 1)
- Strategi invasif (<72 jam) direkomendasikan pada pasien
dengan setidaknya satu dari kriteria risiko menengah
berikut:
- Diabetes mellitus
- Insufisiensi ginjal (eGFR <60 mL/min/1,73 m2)
- LVEF <40% atau gagal jantung kongestif

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


12
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Angina Pektoris Tidak Stabil/Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST


(UA/NSTEMI) (ICD 10: I20.0/I21.4)
-
Angina pasca-infark awal
-
PCI baru-baru ini
-
Sebelumnya CABG
-
Skor risiko GRACE> 109 dan <140, Atau gejala rekuren atau
iskemia yang diketahui pada pengujian noninvasif. (GR I; LOE
A; Ref 1)
- Di pusat yang berpengalaman terhadap akses radial,
pendekatan radial direkomendasikan untuk angiografi
koroner dan PCI. (GR I; LOE A; Ref 1)
- Pada pasien dengan PJK multivessel, direkomendasikan untuk
mendasarkan strategi revaskularisasi (misalnya PCI ad hoc
pada culprit-lesion, PCI multivessel, CABG) terhadap status
klinis dan komorbiditas serta tingkat keparahan penyakit
(termasuk distribusi, karakteristik lesi angiografi, skor SYNTAX
) sesuai dengan protokol Tim Jantung setempat. (GR I; LOE C;
Ref 1)
4. Pencegahan Kardiovaskular Sekunder
- Dianjurkan untuk memulai terapi statin dengan intensitas
tinggi sedini mungkin, kecuali kontraindikasi, dan
dipertahankan dalam jangka panjang. (GR I; LOE A; Ref 1)
Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan
2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidup sehat
4. Edukasi obat-obatan
Prognosis - TIMI Risk Score:
- 0-1 -- angka kematian/14 hari 4,7%
- 2 -- angka kematian/14 hari 8,3%
- 3 -- angka kematian/14 hari 18,2%
- 4 -- angka kematian/14 hari 19,9%
- 5 -- angka kematian/14 hari 26,2%
- 6-7 -- angka kematian/14 hari 40,9%

A. PPK Koroner
13
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Angina Pektoris Tidak Stabil/Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST


(UA/NSTEMI) (ICD 10: I20.0/I21.4)
- GRACE Score:
- 0-87 --- angka kematian/6 bulan 0-2%
- 88-128 --- angka kematian/6 bulan 3-10%
- 129-149 --- angka kematian/6 bulan 10-20%
- 150-173 --- angka kematian/6 bulan 20-30%
- 174-182 --- angka kematian/6 bulan 40%
- 183-190 --- angka kematian/6 bulan 50%
- 191-199 --- angka kematian/6 bulan 60%
- 200-207 --- angka kematian/6 bulan 70%
- 208-218 --- angka kematian/6 bulan 80%
- 219-284 --- angka kematian/6 bulan 90%
- >285 --- angka kematian/6 bulan 99%

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline
RSUD Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. LOE: Level of Evidence sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD Dr.
Soetomo Tahun 2017.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


14
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sindroma Koroner Kronis/Angina Pektoris Stabil (ICD-10: I20.9)


Pengertian Sindrom klinik nyeri dada tipikal yang disebabkan oleh
(Definisi) ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai aliran arteri
koroner diperberat aktivitas.
Klasifikasi derajat angina sesuai Canadian Cardiovascular Society
(CCS)
a. CCS Kelas 1 : Keluhan angina terjadi saat aktivitas berat yang
lama
b. CCS Kelas 2 : Keluhan angina terjadi saat aktivitas yang lebih
berat dari aktivitas sehari-hari
c. CCS Kelas 3 : Keluhan angina terjadi saat aktivitas lebih ringan
dari aktivitas sehari-hari
d. CCS Kelas 4 : Keluhan angina terjadi saat istirahat
Anamnesis Nyeri Dada Tipikal
Bila didapatkan tiga kriteria di bawah;
a. Nyeri/tidak nyaman yang menekan, lokasi di substernal, leher,
rahang, bahu, atau lengan
b. Dipicu oleh aktivitas berdasarkan gradasi Canadian
Cardiovascular Society (CCS) dan/atau stres emosional.
c. Membaik dengan istirahat dan/atau pemberian nitrat dalam
hitungan menit.
Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko:
a. Diabetes melitus
b. Peningkatan kadar kolesterol c. Hipertensi
d. Genetik
e. Obesitas
f. Merokok
Pemeriksaan Pemeriksaan fisik pada umumnya normal, kecuali didapatkan
Fisik komplikasi dan/atau komorbid

A. PPK Koroner
15
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sindroma Koroner Kronis/Angina Pektoris Stabil (ICD-10: I20.9)


Kriteria a. Ada keluhan nyeri dada tipikal.
Diagnosis b. Pemeriksaan EKG pada saat istirahat yang menunjukkan tanda-
tanda iskemia atau normal tetapi dikonfirmasi dengan bukti
pemeriksaan penunjang positif
c. Probabilitas pre-test >15% berdasarkan usia, jenis, kelamin, dan
gejala
d. Adanya bukti positif pemeriksaan pencitraan non-invasive untuk
iskemia (stress echocardiography, CT angiography koroner)
e. Adanya uji latih beban positif yang menunjukkan adanya iskemia
yang diinduksi oleh aktivitas
Diagnosis Kerja Penyakit Jantung Koroner – Sindroma Koroner Kronis/Angina
Pektoris Stabil
Diagnosis a. GERD
Banding b. Nyeri Pleuritik
c. Perikarditis
d. Pneumonia
e. Nyeri muskuloskeletal
Pemeriksaan Deteksi Faktor Risiko
Penunjang 1. Pemeriksaan profil lemak lengkap. (GR I; LOE C)
2. Pemeriksaan gula darah puasa dan/atau gula darah 2 jam post-
prandial.
Pemeriksaan HbA1C dapat dilakukan bila pemeriksaan gula
darah plasma tidak meyakinkan atau tidak dapat disimpulkan.
(GR I; LOE B)
3. Pemeriksaan kreatinin plasma (serum kreatinin). (GR I; LOE C)
4. Foto rontgen dada (GR I; LOE C)
Deteksi Derajat Iskemia
1. Elektrokardiografi (EKG) istirahat (Resting ECG) (GR I; LOE C)
Direkomendasikan untuk semua pasien saat muncul keluhan.
Pemeriksaan dapat diulang bila didapatkan perubahan klinis
dan keluhan.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


16
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sindroma Koroner Kronis/Angina Pektoris Stabil (ICD-10: I20.9)


2. Ekokardiografi saat istirahat (Resting Echocardiography) (GR I;
LOE B)
Direkomendasikan untuk:
- Mengidentifikasi kelainan gerak dinding daerah yang
mengalami iskemia
- Mengukur fungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF) untuk tujuan
stratifikasi faktor risiko
3. Coronary CT Angiography (CTA)
(GR I; LOE B)
- Dipertimbangkan sebagai pemeriksaan awal pada pasien
simtomatik (GR I; LOE B)
- St r a t i f i k a s i r i s i ko m e n g g u n a k a n C TA ko r o n e r
direkomendasikan bagi pasien yang baru terdiagnosis (LOE
I; GR B)
- CTA koroner dipertimbangkan sebagai alternatif dari
angografi invasif bila pemeriksaan non-invasive lain tidak
dapat disimpulkan/non-diagnostik (GR II a; LOE B).
- CTA bukan sebagai tes “skrining” pada pasien tanpa gejala
dan tanpa kecurigaan klinis terhadap penyakit arteri koroner
( GR III; LOE C)
- Skor kalsium tidak diperlukan untuk mengidentifikasi pasien
dengan penyakit arteri koroner obstruktif (GR III; LOE C)
4. Uji Latih Beban dengan EKG (Treadmill/Exercise Stress Test).
(GR IIb; LOE B)
- Treadmill stress test direkomendasikan bagi pasien yang baru
terdiagnosis (LOE I; GR B)
- Dianjurkan untuk penilaian toleransi aktvitas, gejala, aritmia,
respons tekanan darah (GR I; LOE C)
- Exercise stress test dipertimbangkan sebagai alternatif
dilakukan bila pemeriksaan pencitraan non-invasive tidak
tersedia (GR IIb; LOE B)

A. PPK Koroner
17
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sindroma Koroner Kronis/Angina Pektoris Stabil (ICD-10: I20.9)


- Dapat dilakukan dengan syarat penderita mampu berjalan
diatas treadmill dan EKG yang dapat diintepretasi antara lain:
EKG tidak terbaca blok, sindroma preeksitasi, efek digitalis
- Apabila terdapat gelombang ST depresi >0.1 mV pada EKG
saat istirahat, maka uji latih beban tidak direkomendasikan
sebagai modalitas diagnostik (GR III; LOE C)
- Ergocycle stress test direkomendasikan pada pasien yang
masih mampu melakukan latihan, tetapi tidak mampu
melakukan treadmill.
5. Dobutamine Stress Echocardiography (GR I; LOE B)
- Direkomendasikan bila CTA koroner tidak signifikan atau pun
non-diagnostik (GR I; LOE B)
- Dipertimbangkan pada pasien – pasien yang tidak
mampu melakukan uji latih beban dan EKG yang tidak bisa
diintepretasi (pasien tidak dapat berjalan, EKG tidak bisa
diinterpretasi) maupun pada pasien dengan fungsi sistolik
ejeksi fraksi LV <50%
6. Percutaneous Coronary Angiography (Angiografi Koroner
Perkutan) (GR I; LOE B)
- Direkomendasikan sebagai modalitas pilihan pada pasien
dengan probabilitas klinis tinggi, gejala angina berat (CCS
3) dan tidak responsif terhadap terapi medis/farmakologis
(GR I; LOE B).
- Dapat dilakukan dengan syarat sudah pernah dilakukan CTA
koroner/stress imaging sebelumnya pada pasien simtomatis
ringan/non-simtomatik (GR II a; LOE B)
- Direkomendasikan jika ditemukan bukti iskemik dari
pemeriksaan cardiac stress test dengan derajat iskemik yang
tinggi dan prognosis yang jelek berdasarkan Duke Treadmill
Score.
- Hasil exercise stress test sebelumnya tidak meyakinkan untuk
mendiagnosis penyakit jantung koroner.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


18
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sindroma Koroner Kronis/Angina Pektoris Stabil (ICD-10: I20.9)


Terapi 1. Mengurangi Angina
- Nitrat short dan long acting (GR I; LOE B):
Nitroglyserin sublingual 0,3-0,6 mg setiap 5 menit hingga
nyeri hilang atau bila dosis sudah mencapai 1,2 mg dalam 15
menit. Bila sediaan tidak tersedia, dapat diberikan Isosorbid
dinitrat 3x 5-20mg, atau Isosorbid mononitrat 2x 20mg
- Penyekat Reseptor Beta (GR I; LOE A):
Bisoprolol 1x5-10 mg, atau Carvedilol 2x25 mg, atau
Metoprolol 2x50mg, atau Ivabradine 2x5mg jika pasien
intoleran dengan beta bloker/sudah mendapat dosis
maksimal penyekat reseptor beta namun masih simtomatik
- Calcium channel blocker (GR I; LOE A):
Verapamil 3x80 mg atau Diltiazem long acting 1x100 mg
2. Pencegahan Kejadian Kardiovaskuler
- Anti agregasi trombosit (GR I; LOE A):
- Pada pasien SKK dengan irama sinus:
• Aspirin 1x80-160mg atau Clopidogrel 1x75 mg (GR I; LOE
B) jika tidak tersedia atau intoleran dengan Aspirin.
• Clopidogrel lebih dipilih pada pasien simtomatik/
asimtomatik dengan penyakit arteri perifer/riwayat stroke
iskemik (GR II b; LOE B).
- Pada pasien SKK dengan irama AF:
• Antikoagulan baru lebih dipilih dibanding antagonis
vitamin K (GR I; LOE A). Jika tidak tersedia antikoagulan baru,
diberikan antagonis vitamin K dengan target INR 2-2.5
• Antikolagulan jangka panjang (baik antikoagulan baru
maupun antagonis vitamin K dengan target INR 2-2.5)
diberikan pada pasien dengan CHA2DS2Vasc ≥ 2 pada
laki-laki atau ≥ 3 pada perempuan (GR I; LOE A)
• Aspirin 1x80-100mg atau Clopidogrel 1x75 mg dapat
ditambahkan pada pasien dengan riwayat SKA dan risiko
kejadian iskemik berulang yang tidak memiliki risiko tinggi
perdarahan (GR II b; LOE B)

A. PPK Koroner
19
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sindroma Koroner Kronis/Angina Pektoris Stabil (ICD-10: I20.9)


- Pada pasien yang telah menjalani PCI dengan irama sinus:
• Aspirin 1x80-100 mg diberikan rutin (GR I; LOE A)
• Clopidogrel 1x75 mg setelah loading (saat akan menjalani
PCI) diberikan (ditambahkan pada Aspirin) selama durasi
6 bulan, tidak bergantung pada jenis stent, kecuali
didapatkan risiko perdarahan tinggi (durasi 1-3 bulan) (GR I;
LOE A)
• Ticagrelor dapat dipertimbangkan sebagai terapi awal
pada situasi dengan risiko tinggi atau setelah pemasangan
stent elektif dengan risiko trombosis stent, pemasangan
stent yang suboptimal, prosedur left main yang kompleks,
atau stent pada beberapa arteri koroner, atau apabila
terdapat intoleransi Aspirin sehingga tidak bisa mendapat
terapi antiplatelet dobel (GR II b; LOE C)
- Pada pasien yang telah menjalani PCI dengan irama AF:
• Antikoagulan baru (Rivaroxaban 1x20mg, Edoxaban
1x60mg, Apixaban 2x5 mg, Dabigatran 2x150 mg)
kombinasi dengan anti agregasi platelet lebih dipilih
dibandingkan antagonis vitamin K (GR I; LOE A)
- Statin intensitas tinggi:
• Atorvastatin 1x 20-40 mg atau Rosuvastatin 1x10-20mg atau
Simvastatin1x20-40 mg jika tidak tersedia (pemberian statin
pada pasien dengan sudah terdiagnosis penyakit jantung
koroner meskipun kadar LDL normal) (GR I; LOE A)
- Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme):
• Ramipril 1x5 mg atau Lisinopril 1x10 mg (bila terdapat
kondisi hipertensi dengan target sistolik 120-130 mmHg
dan 130-140 mmHg pada pasien usia >65 tahun, diabetes
mellitus, gagal ginjal kronis, gagal jantung kecuali terdapat
kontraindikasi) (GR I; LOE A)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


20
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sindroma Koroner Kronis/Angina Pektoris Stabil (ICD-10: I20.9)


- Penyekat reseptor Beta:
• Bisoprolol 1x5 mg diberikan jangka panjang sebagai
pencegahan kejadian kardiovaskular pada pasien dengan
riwayat STEMI (GR IIa; LOE B) atau sebagai antihipertensi
dengan target sistolik 120-130 mmHg dan 130-140 mmHg
pada pasien usia >65 tahun (GR I; LOE A)
3. Revaskularisasi
PCI atau CABG (Coronary Artery Bypass Graft)
- Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif dilakukan
jika ditemukan bukti iskemik dari pemeriksaan penunjang
di atas disertai lesi signifikan berdasarkan pemeriksaan
angiografi koroner.
- Kriteria lesi signifikan: stenosis LM 50%, stenosis LAD di
osteal/proksimal >50%, stenosis LAD di mid-distal > 70%,
stenosis LCx > 70%, dan stenosis RCA >70%.
- Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti adanya
iskemia yang luas memerlukan pemeriksaan menggunakan
FFR (fractional flow reserve) (GR I; LOE A). Nilai FFR < 0,8
menunjukkan lesi signifikan.
- Sentra yang tidak memiliki fasilitas FFR maka pemeriksaan
iskemik stress test (melalui uji latih treadmill maupun pencitraan)
dapat membantu menentukan jika lesi menginduksi iskemia
miokard maupun gejala angina (GR I; LOE B)
- Indikasi CABG: Lesi multiple stenosis (> 2 pembuluh koroner)
dengan atau tanpa diabetes mellitus.
- Pada kasus-kasus multivessel disease di mana CABG
mempunyai risiko tinggi (Fraksi ejeksi rendah, usia >75 tahun
atau pembuluh distal kurang baik untuk grafting) maka dapat
dilakukan PCI selektif dan bertahap (selective and Staging
PCI) dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien, lama
radiasi, jumlah zat kontras dan lama tindakan.
- PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3
bulan kemudian jika kondisi klinis stabil. PCI lanjutan harus
dipercepat jika terdapat keluhan bermakna (simptomatik).

A. PPK Koroner
21
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sindroma Koroner Kronis/Angina Pektoris Stabil (ICD-10: I20.9)


Edukasi 1. Edukasi mengenai penyakit yang diderita serta perjalanan
penyakit.
2. Edukasi terapi.
3. Edukasi faktor risiko.
4. Edukasi prognosis.
5. Edukasi prevensi serangan jantung.
Prognosis Tergantung stratifikasi risiko berdasarkan Duke Treadmill Score
- Risiko tinggi – angka kematian/tahun > 3 %
- Risiko sedang – angka kematian/tahun 1-3 %
- Risiko rendah – angka kematian/tahun < 1 %

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline
RSUD Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. Ref: Referensi yaitu nomor urut referensi sesuai dengan daftar referensi yang tertulis
pada kolom Kepustakaan.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


22
B. PPK GAGAL JANTUNG DAN PENYAKIT MIOKARD

Panduan Praktik Klinis


SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Kardiomiopati Dilatasi (Dilated Cardiomyopathy) (ICD I42.0)


Pengertian Adalah dilatasi dan gangguan fungsi kontraksi ventrikel kiri/kedua
(Definisi) ventrikel.
Anamnesis Sesak napas, lekas lelah/rasa lemah
Pemeriksaan - Orthopneu
Fisik - S3/S4 gallop
- Murmur regurgitasi (Terutama mitral)
- Pembesaran jantung
- Hepatomegali
- Ascites
- Edema tungkai
Kriteria 1. Keluhan lekas lelah, sesak napas, dan rasa lemah
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik: orthopneu, JVP meningkat, gallop S3/S4,
murmur regurgitasi, ascites, hepatomegali, edema tungkai
3. Foto rontgen dada: kardiomegali, dilatasi arteri pulmonal
4. EKG: sinus takikardia, aritmia atrium/ventrikel, dilatasi ventrikel
& atrium
5. Ekokardiografi: dilatasi ruang-ruang jantung, penurunan fungsi
sistolik dan atau diastolik, regurgitasi katup karena dilatasi
annulus
Diagnosis Kerja Dilated cardiomyopathy/kardiomiopati dilatasi (ICD I42.0)
Diagnosis 1. Ischemic cardiomyopathy
Banding 2. Hypertensive heart disease
3. Miokarditis
Pemeriksaan 1. Foto polos dada
Penunjang 2. Elektrokardiografi/EKG
Kelainan yang dapat ditemukan:
- LBBB komplit atau AV blok (PR > 200 ms atau AV blok derajat
lebih tinggi)

23
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Kardiomiopati Dilatasi (Dilated Cardiomyopathy) (ICD I42.0)


- Aritmia ventrikular yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
(PVC > 100x per jam dalam 24 jam atau non-sustained VT ≥
3 kali dengan rate ≥ 120 kali per menit)
3. Echocardiography
- Fraksi ejeksi LV abnormal yang menggambarkan disfungsi
sistolik
- Dilatasi LVED yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (diameter
atau volume)
4. Angiografi koroner
Penyakit Jantung koroner harus dieksklusi pada pasien berusia >
35 tahun, atau < 35 tahun apabila memiliki faktor risiko PJK yang
signifikan atau riwayat keluarga dengan PJK di usia muda
Terapi Simptomatik
1. Diuretik:
Furosemid 1x 20-80 mg (bila masih ada tanda kongesti)
Spironolakton mulai dari 1 x 12,5 mg
2. ACE-Inhibitor:
Lisinopril mulai dari 2,5 mg; atau Kaptopril mulai dari 2 x 6,25
mg; atau Ramipril mulai dari 1 x 2,5 mg
3. Angiotensin Receptor Blocker/ARB:
Valsartan mulai dari 40 mg; atau Losartan mulai dari 25 mg; atau
Irbesartan mulai dari 150 mg; atau Candesartan
4. Beta-blocker:
Bisoprolol mulai dari 1 x 1,25 mg; atau Carvedilol mulai 2 x 3,125
mg; atau Metoprolol mulai 2 x 25 mg
Definitif
Transplantasi jantung

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


24
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Kardiomiopati Dilatasi (Dilated Cardiomyopathy) (ICD I42.0)


Edukasi 1. Edukasi kepatuhan terhadap pengobatan
2. Edukasi pembatasan cairan dan garam
3. Edukasi diet seimbang
4. Edukasi pengetahuan penyebab kambuhan
5. Edukasi pengaturan dosis diuretik
6. Edukasi latihan fisik yang aman dan bermanfaat
Prognosis Ad vitam: malam
Ad sanationam: malam
Ad fungsional: malam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


25
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Kardiomiopati Hipertrofi (Hypertrophic Cardiomyopathy) Obstruktif


(ICD I42.1) Non-obstruktif (ICD I42.2)
Pengertian Adalah penyakit jantung yang ditandai dengan penebalan – tetapi
(Definisi) tidak melebar – ventrikel kiri, tanpa dijumpai adanya penyakit
jantung lain atau kondisi sistemik yang dapat menyebabkan
penebalan otot ventrikel
Anamnesis 1. Lekas lelah
2. Sesak napas
3. Orthopneu
4. Paroxysmal nocturnal dyspneu
5. Nyeri dada
6. Pingsan
7. Rasa melayang
Pemeriksaan - Murmur ejeksi sistolik
Fisik - Tanda gagal jantung lainnya
Kriteria 1. Tanda dan gejala gagal jantung dan nyeri dada
Diagnosis 2. Echocardiography menunjukkan penebalan otot ventrikel kiri
3. Tidak ada penyakit jantung lain, kelainan katup atau penyakit
sistemik yang dapat menyebabkan penebalan ventrikel kiri
4. Penebalan bukan karena pekerjaan sebagai atlet
Diagnosis Kerja Hypertrophic cardiomyopathy/kardiomiopati hipertrofi
Diagnosis Hypertensive heart disease
Banding
Pemeriksaan 1. Foto polos dada
Penunjang 2. Elektrokardiografi/EKG
a. Elektrokardiografi standar 12 lead direkomendasikan pada
pasien dengan kecurigaan kardiomiopati hipertrofi untuk
membantu diagnosis dan memberi petunjuk mengenai
etiologi penyebab (GR I; LOE B)
b. Pemeriksaan EKG ambulatori 48 jam direkomendasikan untuk
pasien pada asesmen klinik awal untuk mendeteksi aritmia
atrium dan ventrikel (GR I; LOE B)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


26
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Kardiomiopati Hipertrofi (Hypertrophic Cardiomyopathy) Obstruktif


(ICD I42.1) Non-obstruktif (ICD I42.2)
3. Transthoracic Echocardiography
a. Saat istirahat dan saat manuver Valsava, pada posisi duduk
dan semi- supine, lalu pada posisi berdiri bila tidak ada
gradien yang tercetus (I B)
b. Pengukuran ketebalan dinding maksimum saat diastolik,
dengan short- axis view 2D pada semua segmen LV (Left
Ventricle), dari basis ke apeks (GR I; LOE C)
c. Evaluasi menyeluruh fungsi diastolik LV, termasuk pulsed
Doppler of mitral valve inflow, tissue Doppler velocities pada
annulus mitral, pulmonary vein flow velocities, pulmonary
artery systolc pressure, dan pengukuran ukuran dan volume
LA (Left Atrium) (GR I; LOE C)
d. Pada pasien simptomatik dengan peak instantaneous gradien
outflow LVOT (Left Ventricle Outflow Tract) saat istirahat atau
provoked <50 mmHg, ekokardiografi 2-D dan Doppler saat
exercise dengan posisi berdiri, duduk, atau semi-supine
direkomendasikan untuk mendeteksi provocable LVOTO dan
mitral regurgitasi yang diinduksi exercise (GR I; LOE B)
e. Pada pasien asimptomatik dengan peak instantaneous
gradien outflow LVOT saat istirahat atau provoked <50
mmHg, pemeriksaan ekokardiografi 2D dan Doppler saat
exercise dengan posisi berdiri, duduk, atau semi-supine
dapat dipertimbangkan apabila adanya gradien LVOT
relevan terhadap saran gaya hidup dan keputusan terapi
medikamentosa (GR IIb; LOE C)
f. Pada pasien dengan gambaran suboptimal atau dengan
kecurigaan hipertrofi atau aneurisma apeks LV, TTE
dengan opasifikasi ruang LV - menggunakan agen kontras
ekokardiografik intravena- sebaiknya dipertimbangkan
sebagai alternatif terhadap pencitraan CMR (Cardiac
Magnetic Resonance) (GR IIa; LOE C)

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


27
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Kardiomiopati Hipertrofi (Hypertrophic Cardiomyopathy) Obstruktif


(ICD I42.1) Non-obstruktif (ICD I42.2)
g. Kontras ekokardiografi intrakoroner direkomendasikan untuk
semua pasien yang menjalani Septal Alcohol Ablation, untuk
memastikan lokalisasi alkohol yang benar (GR I; LOE B)
4. Biopsi miokardium
Biopsi endomiokardium dapat dipertimbangkan ketika hasil
dari pemeriksaan klinis lainnya mendukung adanya infiltrasi,
inflamasi, atau storage miokard yang tidak dapat dikonfirmasi
dengan pemeriksaan lain (GR IIb; LOE C)
Terapi Terapi Simptomatik
1. Beta blocker: (GR I; LOE B) Bisoprolol 5-10 mg, atau
Atenolol 50-100 mg, atau
Metoprolol 50-100 mg dan/atau
2. Verapamil 40-80 mg (GR I; LOE B)
3. Warfarin atau Coumarine (bila disertai fibrilasi atrium) (GR I;
LOE B)
4. Septal Reduction Therapy pada LVOTO
Pada pasien dengan sinkop rekuren yang berkaitan dengan
aktivitas, yang disebabkan oleh obstruksi LVOT dengan gradien
≥50 mmHg dengan terapi medikamentosa optimal (GR I; LOE B)
a. Septal Alcohol Ablation (SAA)
b. Surgery (ventricular septal myectomy)
Septal myectomy, dibandingkan SAA, direkomendasikan
pada pasien yang memiliki indikasi untuk menjalani septal
reduction therapy dan memiliki lesi lain yang membutuhkan
intervensi pembedahan (contoh: mitral valve repair/
replacement, papillary muscle intervention) (GR I; LOE C)
5. ICD bila ada aritmia yang mengancam jiwa (VT atau VF) (GR I;
LOE B)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


28
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Kardiomiopati Hipertrofi (Hypertrophic Cardiomyopathy) Obstruktif


(ICD I42.1) Non-obstruktif (ICD I42.2)
Edukasi 1. Edukasi kepatuhan terhadap pengobatan
2. Edukasi pembatasan cairan dan garam
3. Edukasi diet seimbang
4. Edukasi pengetahuan penyebab kambuhan
5. Edukasi pengaturan dosis diuretik
6. Edukasi latihan fisik yang aman dan bermanfaat
Prognosis Ad vitam: malam
Ad sanationam: malam
Ad fungsional: malam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


29
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Gagal Jantung Akut (ICD I.50)


Acute Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.21)
Acute on Chronic Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.23) Acute Diastolic
(Congestive) Heart Failure (ICD I50.31)
Acute on Chronic Diastolic (Congestive) Heart Failure (ICD 50.33)
Acute Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart Failure
(ICD 150.41)
Acute on Chronic Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart
Failure (ICD 150.43)
Pengertian Sindrom klinis yang ditandai dengan gejala tipikal (sesak napas,
(Definisi) edema tungkai, dan kelemahan) serta dapat disertai dengan
temuan klinis (peningkatan tekanan vena jugularis, ronkhi pada
paru, dan edema perifer) yang dapat disebabkan oleh kelainan
struktural dan atau fungsional yang mengakibatkan penurunan
curah jantung dan atau peningkatan tekanan intrakardiak selama
istirahat atau saat aktivitas yang timbul mendadak dan onset
cepat.
Anamnesis 1. Keluhan utama yang progresif memburuk (hitungan hari):
a. Keluhan tipikal: sesak napas, orthopnoe, paroxysmal
nocturnal dyspnoe, penurunan kapasitas latihan, kelemahan
(fatigue), edema tungkai
b. Keluhan atipikal: batuk tidak produktif saat malam hari,
merasa bengkak, nafsu makan menurun, depresi, berdebar,
confusion (terutama pada pasien usia lanjut)
2. Faktor pencetus: intake cairan berlebihan, kepatuhan minum
obat yang buruk, infeksi, aktivitas yang lebih berat dari kapasitas
pasien
Pemeriksaan Temuan klinis kongesti:
Fisik 1. Kongesti pulmonum (ronchi basah halus, wheezing)
2. Orthopnea/paroxysmal nocturnal dyspnea
3. Edema perifer (tungkai, skrotum)
4. Peningkatan tekanan vena jugularis
5. Hepatomegali

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


30
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Gagal Jantung Akut (ICD I.50)


Acute Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.21)
Acute on Chronic Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.23) Acute Diastolic
(Congestive) Heart Failure (ICD I50.31)
Acute on Chronic Diastolic (Congestive) Heart Failure (ICD 50.33)
Acute Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart Failure
(ICD 150.41)
Acute on Chronic Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart
Failure (ICD 150.43)
6. Ascites
7. Hepatojugular reflux
Temuan klinis hipoperfusi:
1. Ekstremitas teraba dingin
2. Oliguria
3. Perubahan status mental (gelisah)
4. Dizziness
5. Tekanan pulsasi sempit (pulse pressure)
Kriteria Profil hemodinamik berdasar kriteria Forrester
Diagnosis Gagal Jantung Ringan:
Kelas 1 (Warm-dry): tidak ada kongesti dan hipoperfusi
Kelas 2 (Warm-wet): ada kongesti, tanpa hipoperfusi
Gagal Jantung Sedang:
Kelas 3 (Cold-dry): tidak ada kongesti, ada hipoperfusi
Gagal Jantung Berat:
Kelas 4 (Cold-wet): ada kongesti dan hipoperfusi
Diagnosis Kerja Gagal jantung akut (I50) yang melingkupi:
1. Acute systolic (congestive) heart failure (I50.21)
2. Acute on chronic systolic (congestive) heart failure (I50.23)
3. Acute diastolic (congestive) heart failure (I50.31)
4. Acute on Chronic diastolic (congestive) heart failure (I50.33)
5. Acute combined systolic (congestive) dan diastolic (congestive)
heart failure (I50.41)
6. Acute on chronic combined systolic (congestive) and diastolic
(congestive) heart failure (I50.43)

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


31
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Gagal Jantung Akut (ICD I.50)


Acute Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.21)
Acute on Chronic Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.23) Acute Diastolic
(Congestive) Heart Failure (ICD I50.31)
Acute on Chronic Diastolic (Congestive) Heart Failure (ICD 50.33)
Acute Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart Failure
(ICD 150.41)
Acute on Chronic Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart
Failure (ICD 150.43)
Diagnosis 1. Pneumonia
Banding 2. Asma bronkial akut
3. PPOK dengan eksaserbasi akut
4. Sindrom overload
Pemeriksaan Deteksi etiologi dan profil klinis
Penunjang 1. Elektrokardiografi (EKG) (GR I; LOE A)
2. Foto rontgen thorax (Chest X-ray) (GR I; LOE A)
3. Ekokardiografi trans torakal (GR I; LOE A)
4. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan utama: Darah lengkap, serum elektrolit, BUN,
serum kreatinin, gula darah acak (jika ada kecurigaan
diabetes)
- Pemeriksaan pelengkap: tes fungsi liver (AST, ALT, albumin),
gula darah puasa/2 jam post prandial, HbA1C, profil lipid,
fungsi tiroid (TSH, FT4) (pemeriksaan pelengkap dikerjakan
jika ada indikasi klinis)
Terapi Terapi fase akut meliputi:
1. Terapi oksigen
a. O2 nasal 2-4 lpm, disesuaikan saturasi dari pulse oxymetry
b. O2 masker non-rebreathing atau rebreathing bila dalam 30
menit saturasi tidak membaik

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


32
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Gagal Jantung Akut (ICD I.50)


Acute Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.21)
Acute on Chronic Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.23) Acute Diastolic
(Congestive) Heart Failure (ICD I50.31)
Acute on Chronic Diastolic (Congestive) Heart Failure (ICD 50.33)
Acute Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart Failure
(ICD 150.41)
Acute on Chronic Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart
Failure (ICD 150.43)
2. Terapi farmakologis simtomatik
a. Diuretik (GR I; LOE A)
Injeksi Furosemide 40 mg iv bolus cepat, dapat diberikan 2.5x
dosis bila sudah meminum diuretik sebelumnya
b. Morphine
Injeksi Morphine sulphate 2-4 mg iv bila gelisah dan takipnea
tanpa tanda shock
c. Nitrate
Nitrogliserin pump mulai 5 mcg/menit iv bila TDS > 110
mmHg
d. Dopamine
Dopamine pump mulai dari 5 mcg/kg/menit iv bila TDS < 80
mmHg
e. Dobutamine
Dobutamine pump mulai dari 5 mcg/kg/menit iv bila TDS >
90 mmHg (tanpa tanda syok)
f. Noradrenaline
Noradrenaline pump mulai dari 0.02 mcg/kg/menit iv bila
TDS < 70 mmHg
g. Penghambat ACE (GR I; LOE A)
Tablet Captopril 1x6.25 mg atau Ramipril 1x2.5 mg bila tidak
tersedia dapat diberikan bila fase akut teratasi

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


33
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Gagal Jantung Akut (ICD I.50)


Acute Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.21)
Acute on Chronic Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.23) Acute Diastolic
(Congestive) Heart Failure (ICD I50.31)
Acute on Chronic Diastolic (Congestive) Heart Failure (ICD 50.33)
Acute Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart Failure
(ICD 150.41)
Acute on Chronic Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart
Failure (ICD 150.43)
h. Penghambat Reseptor Angiotensin (GR I; LOE B)
Diberikan bila tidak toleran terhadap penghambat ACE.
Tablet Candesartan dosis awal 1x 4-8 mg ATAU Valsartan 2 x
40 mg
i. Digoxin
Injeksi Digoxin 0.5 mg bolus iv bila fibrilasi atrium cepat,
diulang tiap 4 jam hingga maximal 1 mg iv sebagai
pengendali laju nadi
3. Terapi Mekanis
a. CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) pada pasien
dengan distres napas (RR > 25x per menit, SpO2 <90%) (GR
Iia; LOE B)
b. Intubasi apabila pasien jatuh ke kondisi gagal napas, yang
menyebabkan hipoksemia <PaO2 <60 mmHg), hiperkapnea
(PaCO2 >50 mmHg) dan asidosis (pH <7,35), tidak dapat
diatasi secara non invasif (GR I; LOE C)
c. Kardioversi tersinkronisasi bila didapatkan fibrilasi atrium
dengan hemodinamik tidak stabil (GR I; LOE C)
d. Ultrafiltasi bila tidak responssif terhadap dosis diuretik
maksimal (HR Iib; LOE B)
Edukasi 1. Edukasi kepatuhan terhadap pengobatan
2. Edukasi pembatasan cairan dan garam
3. Edukasi pengaturan aktivitas fisik
4. Edukasi pengendalian faktor risiko

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


34
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Gagal Jantung Akut (ICD I.50)


Acute Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.21)
Acute on Chronic Systolic (Congestive) Heart Failure (ICD I50.23) Acute Diastolic
(Congestive) Heart Failure (ICD I50.31)
Acute on Chronic Diastolic (Congestive) Heart Failure (ICD 50.33)
Acute Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart Failure
(ICD 150.41)
Acute on Chronic Combined Systolic (Congestive) and Diastolic (Congestive) Heart
Failure (ICD 150.43)
Prognosis Bergantung profil hemodinamik Forrester:
(in hospital Kelas 1: 3-11%
mortality) Kelas 2: 9-11%
Kelas 3: 18-23%
Kelas 4: 51-60%
Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


35
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Gagal Jantung Kronis


Chronic Sistolic (Congestive) Heart Failure (I50.22)
Chronic Diastolic (Congestive) Heart Failure (I50.32)
Pengertian Sindrom klinis ditandai gejala dan tanda abnormalitas struktur
(Definisi) dan fungsi jantung, yang menyebabkan kegagalan jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen metabolism tubuh.
Anamnesis a. Cepat lelah bila beraktivitas ringan (mandi, jalan >300 m, naik
tangga)
b. Sesak napas saat terlentang, malam hari atau saat beraktivitas,
tidur lebih nyaman bila menggunakan bantal yang tinggi ( 2-3
bantal)
c. Bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki
d. Riwayat menderita penyakit jantung atau dirawat dengan gejala
diatas
Pemeriksaan a. Sesak napas, frekuensi napas >24x/menit saat istirahat
Fisik b. Frekuensi nadi > 100 x/mnt, nadi kecil dan cepat
c. Iktus cordis bergeser ke lateral pada palpasi
d. Peningkatan tekanan vena jugularis
e. Hepatomegali/hepato jugular reflux (+)
f. Edema tungkai biasanya dekat mata kaki
g. Ascites.

Kriteria 1. Mayor
Diagnosis a. Sesak saat tidur terlentang (Orthopnoe)
b. Sesak terutama malam hari (Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe)
c. Peningkatan Tekanan Vena Jugularis
d. Ronki basah halus
e. Pembesaran Jantung
f. Edema Paru
g. Gallop S3
h. Waktu sirkulasi memanjang>25 detik
i. Refluks hepato jugular

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


36
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Gagal Jantung Kronis


Chronic Sistolic (Congestive) Heart Failure (I50.22)
Chronic Diastolic (Congestive) Heart Failure (I50.32)
j. Penurunan berat badan karena respons dengan
pengobatan
2. Minor:
a. Edema tungkai bawah (biasanya dekat mata kaki)
b. Batuk-batuk malam hari
c. Sesak napas saat aktivitas lebih dari sehari hari
d. Pembesaran hati
e. Efusi Pleura
f. Takikardia
3. Bila terdapat 1 gejala mayor dan 2 minor atau 3 gejala minor,
sudah memenuhi kriteria diagnostik gagal jantung
Diagnosis Kerja Gagal jantung kronis
Diagnosis 1. Asma bronchial
Banding 2. PPOK
3. Uremia
4. Volume overload
5. Tension Pneumothorax
Pemeriksaan a. EKG (LOE: IC)
Penunjang b. Foto polos dada (LOE: IC)
c. Lab.: Hb, Leko, Ureum, Creatinin, BNP/NT-pro BNP, GDs, Ht, Na+,
K+ (LOE: IC)
d. Ekokardiografi transtorakal (LOE: IC)
Terapi 1. Diuretik: Furosemidoral/IV bila tanda dan gejala kongesti masih
ada, dengan dosis 1 mg/kg BB atau lebih. (LOE: IB, IIa,B)
2. ACE inhibitor (atau ARB bila batuk) bila tidak ada kontra indikasi;
dosis dinaikkan bertahap sampai dosis optimal tercapai (LOE:
IA, IB, IIaA)

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


37
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Gagal Jantung Kronis


Chronic Sistolic (Congestive) Heart Failure (I50.22)
Chronic Diastolic (Congestive) Heart Failure (I50.32)
3. Beta blocker dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi, dosis naik
bertahap
Bila dosis sudah optimal tetapi laju nadi masih cepat (>70x/
menit), dengan:
- Irama sinus, dapat ditambahkan Ivabradin mulai dosis kecil
2x2,5mg, maksimal 2 X 5mg.
- Irama atrialfibrilasi - responss ventrikel cepat serta fraksi
ejeksi rendah, tetapi fungsi ginjal baik, berikan digoxin dosis
rumat 0,25mg pagi. (LOE: IA, IB)
4. Mineralocorticoid Receptor Blocker (Aldosterone Antagonist)
dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi. (LOE: IA)
Edukasi 1. Edukasi kepatuhan minum obat
2. Edukasi kepatuhan diet rendah garam, rehabilitasi jantung,
3. Edukasi cara mengatasi bila terjadi sesak napas yang semakin
memburuk
4. Edukasi timbang berat badan dan lingkar perut, ukur jumlah
cairan masuk dan keluar agar seimbang
5. Edukasi kontrol tekanan darah, nadi, dan pemeriksaan fisik ke
Puskesmas terdekat.
Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Adfungsionam: dubia ad bonam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline
RSUD Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. LOE: Level of Evidence sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD Dr.
Soetomo Tahun 2017.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


38
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Hipertensi Refrakter (ICD 10: I10)


Pengertian Suatu kondisi kelainan klinis dengan atau tanpa kelainan
(Definisi) kardiovaskuler yang disebabkan oleh hipertensi arterial di mana
tekanan darah tetap tinggi meskipun sudah menggunakan tiga
atau lebih obat anti hipertensi dari 3 golongan yang berbeda, dan
telah diberikan secara maksimal.
Anamnesis Anamnesis secara lengkap dan menyeluruh melingkupi:
1. Identitas pasien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Suku, Agama,
Pekerjaan, Alamat
2. Keluhan utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
 Jantung berdebar-debar
 Sulit bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat beban
berat
 Mudah lelah.
 Penglihatan kabur
 Wajah memerah
 Hidung berdarah
 Sering buang air kecil, terutama di malam hari
 Telinga berdenging (tinnitus)
 Dunia terasa berputar (vertigo)
4. Penyakit penyerta: Epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi
kepala, hipertensi dan diabetes melitus, serta gangguan faal
pembekuan darah
5. Riwayat lingkungan dan sosial: Pola makan, kebiasaan merokok,
aktivitas fisik, pekerjaan, lingkungan rumah/tempat tinggal.
Pemeriksaan TD sistolik >140-159 mmHg atau TD diastolic > 90-99 mmHg
Fisik Pemeriksaan mata, jantung, ginjal, dan pemeriksaan otak
Kriteria 1. Pemeriksaan fisik: sesuai kriteria JNC VII
Diagnosis 2. Foto toraks: bisa didapatkan kardiomegali
3. Elektrokardiogram: Hipertrofi ventrikel kiri
4. Ekokardiografi: Hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolic
5. ABPM,HBPM

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


39
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Hipertensi Refrakter (ICD 10: I10)


Diagnosis Kerja Penyakit jantung hipertensi
Diagnosis Peningkatan tekanan darah yang dipengaruhi faktor psikogenik
Banding seperti white coat hypertension, sefalgia, peningkatan tekanan
intraserebral, ansietas, atau gagal ginjal kronis
Pemeriksaan 1. Laboratorium
Penunjang - Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, fungsi ginjal,
fungsi liver, faal hemostasis, gula darah, profil lipid, lainnya
disesuaikan penyakit peserta: asam urat, aktivitas renin
plasma, aldosterone, katekolaminurin. (GR 1; LOE A; Ref 1,4)
2. X-Foto toraks
- Dikerjakan sebagai modalitas dasar evaluasi kelainan
anatomis jantung, paru, pembuluh darah. (GR 1; LOE A; Ref
1,4)
3. Ekokardiografi
- Dikerjakan untuk mengevaluasi kelainan katup, dimensi
ruang jantung, fungsi sistolik-diastolik ruang jantung, analisis
segmental, hingga status hemodinamik. (GR 2; LOE A; Ref
1,4)
4. USG Ginjal
- Dikerjakan untuk mengevaluasi kelainan struktur dan
anatomi ginjal. (GR 2; LOE A; Ref 1)
5. USG Pembuluh darah besar
- Dikerjakan untuk mengevaluasi kelainan struktur dan
anatomi pembuluh darah besar. (GR 2; LOE A; Ref 1)
Terapi 1. Non Farmakologis
a) Penurunan berat badan direkomendasikan pada pasien
dengan kategori overweight maupun obesitas.(GR 1; LOE A;
Ref 2)
b) Reduksi asupan sodium/garam direkomendasikan pada
pasien dengan peningkatan tekanan darah. (GR 1; LOE A;
Ref 2)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


40
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Hipertensi Refrakter (ICD 10: I10)


c) Peningkatan aktivitas fisik serta latihan fisik terstruktur
direkomendasikan pada pasien dengan peningkatan tekanan
darah. (GR 1; LOE A; Ref 2)
2. Farmakologis
a) Penambahan Spironolakton dosis rendah pada pengobatan
yang sudah ada (GR 1; LOE A; Ref 9)
- Spironolakton 1 x 25-50mg
b) Bila terdapat intoleransi terhadap Spironolakton berikan
terapi diuretic lain seperti eplerenone, amiloride, thiazide
dengan dosis lebih tinggi/thiazide - like diuretics atau loop
diuretic (GR 1; LOE B; Ref 9)
- Loop diuretic lebih dipertimbangkan jika GFR <30mL/min
- Restriksi penggunaan amiloride dan epleronone jika GFR
 45mL/min dan plasma potassium concentration  4.5
mmol/L karena risiko hiperkalemia
c) Penambahan bisoprolol atau doxazosin (GR 1; LOE B; Ref 9)
Edukasi 1. Penjelasan mengenai penyakit yang diderita dan sifat penyakit
tersebut yang dapat berulang.
2. Penjelasan mengenai rencana terapi yang akan diberikan
3. Penjelasan mengenai nutrisi dan lifestyle modification
Prognosis Pada umumnya hipertensi merupakan penyakit seumur hidup
yang dapat mengakibatkan komplikasi maupun kerusakan fungsi
organ lainnya.
Ad Vitam (Hidup): Dubia ad bonam/Malam
Ad Sanationam (sembuh): Dubia ad bonam/Malam
Ad Fungsionam (fungsi): Dubia ad bonam/Malam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline
RSUD Dr. Soetomo Tahun 2017
2. Ref: Referensi yaitu nomor urut referensi sesuai dengan daftar referensi yang tertulis
pada kolom Kepustakaan.

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


41
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Hipertensi Krisis (ICD 10: I16.9)


Pengertian Suatu kondisi akut di mana terjadi peningkatan tekanan darah
(Definisi) yang signifikan dan dapat disertai dengan disfungsi target organ
atau tanpa kelainan. Krisis hipertensi dibagi menjadi dua kategori
yaitu hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi
Hipertensi emergensi adalah suatu keadaan yang ditandai
meningkatnya tekanan darah >180/120 mmHg disertai bukti
adanya kerusakan target organ akut atau progresif.
Hipertensi urgensi adalah meningkatnya tekanan darah secara
tajam tanpa gejala yang berat atau kerusakan target organ
Anamnesis Anamnesis secara lengkap dan menyeluruh melingkupi:
1. Identitas pasien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Suku, Agama,
Pekerjaan, Alamat
2. Keluhan utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
 Jantung berdebar-debar
 Nyeri dada
 Penurunan kesadaran
 Sulit bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat beban
berat
 Mudah lelah.
 Penglihatan kabur
 Wajah memerah
 Hidung berdarah
 Telinga berdenging (tinnitus)
 Dunia terasa berputar (vertigo)
4. Penyakit penyerta: Epilepsi, jantung, asma, penyakit ginjal,
riwayat operasi kepala, hipertensi dan diabetes melitus, serta
gangguan faal pembekuan darah
5. Riwayat lingkungan dan sosial: pola makan, kebiasaan merokok,
aktivitas fisik, pekerjaan, lingkungan rumah/tempat tinggal.
Pemeriksaan TD sistolik >180 mmHg atau TD diastolic > 120 mmHg
Fisik Pemeriksaan mata, jantung, ginjal, liver, dan otak

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


42
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Hipertensi Krisis (ICD 10: I16.9)


Kriteria 1. Pemeriksaan fisik: sesuai kriteria JNC VII
Diagnosis 2. Foto toraks: kardiomegali
3. Elektrokardiogram: Hipertrofi ventrikel kiri, perubahan segmen ST
4. Ekokardiografi: Hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik,
disfungsi sistolik
Diagnosis Kerja Krisis hipertensi (emergency/urgensi)
Diagnosis Sefalgia, ansietas, sindrom koroner akut, penyakit serebrovaskular
Banding atau gagal ginjal kronis
Pemeriksaan 1. Laboratorium
Penunjang - Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, fungsi ginjal,
fungsi liver, faal hemostasis, gula darah, profil lipid, lainnya
disesuaikan penyakit peserta: asam urat, aktivitas renin plas
ma,aldosteron,katekolaminurin. (GR 1; LOE A; Ref 1,4)
2. X-Foto toraks
- Dikerjakan sebagai modalitas dasar evaluasi kelainan
anatomis jantung, paru, pembuluh darah. (GR 1; LOE A; Ref
1,4)
3. Ekokardiografi
- Dikerjakan untuk mengevaluasi kelainan katup, dimensi
ruang jantung, fungsi sistolik-diastolik ruang jantung, analisis
segmental, hingga status hemodinamik. (GR 2; LOE A; Ref
1,4)
4. USG Ginjal
- Dikerjakan untuk mengevaluasi kelainan struktur dan
anatomi ginjal. (GR 2; LOE A; Ref 1)
5. USG Pembuluh darah besar
- Dikerjakan untuk mengevaluasi kelainan struktur dan
anatomi pembuluh darah besar. (GR 2; LOE A; Ref 1)
6. CT Scan kepala
- Dikerjakan untuk mengevaluasi kelainan struktur dan
anatomi otak

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


43
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Hipertensi Krisis (ICD 10: I16.9)


Terapi 1. Hipertensi Emergensi: Penderita hipertensi emergensi harus
dirawat di ruang perawatan intensif dengan target pengobatan
menurunkan tekanan arteri rerata tidak lebih dari 25% dalam
satu jam dan jika sudah stabil selanjutnya diturunkan menjadi
160/100-110 mm Hg dalam 2 - 6 jam. Farmakologis:
a) Nitroprusside 0.25-10 g/kg/min infus iv
- Direct vasodilator arteri dan vena
- Onset: immediate
- Duration of action: 2-3 min setelah pemberian
- Dapat meningkatkan tekanan intrakranial, mual, dan
muntah
b) Nicardipine 5-15 mg/jam infus iv
- Calcium channel blocker
- Onset: 1-5 menit
- Duration of action:15-30 menit
- Efek samping: takikardia, sakit kepala, phlebitis local dan
flushing.
c) Nitrogliserin
- Direct vasodilator arteri dan terutama vena
- Onset: 2-5 menit
- Duration of action: 5-10 menit
- Efek samping: takikardia, sakit kepala, dan flushing.
d) Labetalol 20-80 mg iv bolus tiap 10 menit atau 0.5-2.0 mg/
min infus iv
-  adrenergic blocker.
- Onset: 5-10 menit
- Duration of action: 3-6 jam
- Efek samping: Bronkokonstriksi, muntah, eksaserbasi
gagal jantung, blok jantung

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


44
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Hipertensi Krisis (ICD 10: I16.9)


2. Hipertensi Urgensi: Pada umumnya pasien dengan hipertensi
urgensi terjadi karena penghentian terapi hipertensi sebelumnya.
Penanganan penderita demikian, dilakukan observasi beberapa
menit dan bila tekanan darahnya tetap >180/120 mm Hg, maka
dapat dilakukan terapi oral yang sesuai dan mungkin perlu
dikombinasi dengan obat oral sebelumnya, terutama jika jenis
obat yang diberikan sebelumnya dapat mengontrol tekanan
darahnya dengan baik dan dapat ditoleransi oleh penderita
Farmakologis:
a) Captopril 6,5-50 mg
- ACE Inhibitor
- Onset: 15 menit
- Duration of action: 4-6 jam
b) Clonidine 0.2 mg dosis inisial, dosis lanjutan 0,1 mg/jam,
maks. 0.8 mg
- Central  agonis
- Onset: 0.3- 2 jam
- Duration of action:6-8 jam.
c) Furosemid 20-40 mg
- Diuretik
- Onset: 0.5-1 jam
- Duration of action:6-8 jam
d) Labetalol 100-200 mg
-  adrenergic blocker.
- Onset: 0.5-2 jam
- Duration of action: 8-12 jam
e) Nifedipin 5-10 mg
- Calcium channel blocker
- Onset: 5-15 menit
- Duration of action:3-5 jam
f) Propanolol 20-40 mg
-  blocker.
- Onset: 15-30 menit
- Duration of action: 3-6 jam

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


45
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Hipertensi Krisis (ICD 10: I16.9)


Edukasi 1. Penjelasan mengenai penyakit yang diderita dan sifat penyakit
tersebut yang dapat berulang.
2. Penjelasan mengenai rencana terapi yang akan diberikan
3. Penjelasan mengenai nutrisi dan lifestyle modification
Prognosis Pada umumnya hipertensi merupakan penyakit seumur hidup
yang dapat mengakibatkan komplikasi maupun kerusakan fungsi
organ lainnya.
Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam/Malam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam/Malam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam/Malam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline
RSUD Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. Ref: Referensi yaitu nomor urut referensi sesuai dengan daftar referensi yang tertulis
pada kolom Kepustakaan.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


46
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Penyakit Jantung Hipertensi (ICD 10: I11.0 dan I11.9)


Pengertian Sejumlah kondisi kelainan klinis atau struktural jantung yang
(Definisi) disebabkan oleh hipertensi arterial.
Anamnesis 1. Pusing, kepala berat
2. Cepat lelah
3. Berdebar-debar
4. Tanpa keluhan
Pemeriksaan TDS 140- 159 mmHg atau TDD 90 – 99 mmHg (StdI ) TDS >160
Fisik mmHg atau TDD > 100 mmHg (StdII)
Kriteria 1. Pemeriksaan fisik: Sesuai kriteria JNC VII
Diagnosis 2. Fototoraks: Kardiomegali
3. ECG: LVH
4. ABPM, HBPM
5. Ekokardiografi: LVH, disfungsi diastolik
Diagnosis Kerja Penyakit jantung hipertensi
Diagnosis 1. Cephalgia
Banding 2. Anxietas
3. CKD
Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Foto Rontgen dada
3. Lab: Hb, Ht, Leuko, Creatinin, Ureum, GDS, Na+, K+, urinalisis,
OGTT
4. Doppler perifer
5. USG abdomen: ginjal
6. Skrining endokrin
7. Echocardiografi
8. CT-scan kepala
Terapi 1. ACE inhibitor/ARB
2. Diuretik: Tiazid
3. Beta – blocker
4. Calcium channel blocker

B. PPK Gagal Jantung dan Penyakit Miokard


47
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Penyakit Jantung Hipertensi (ICD 10: I11.0 dan I11.9)


5. Alpha – blocker
6. Central blocker
7. MRA
8. Vasodilator direk
Edukasi 1. Edukasi jenis penyakit dan perjalanannya
2. Edukasi pengobatan
3. Edukasi nutrisi/pola hidup
Prognosis Ad vitam: malam
Ad sanationam: malam
Ad fungsional: malam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline
RSUD Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. Ref: Referensi yaitu nomor urut referensi sesuai dengan daftar referensi yang tertulis
pada kolom Kepustakaan.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


48
C. PPK PENYAKIT KATUP

Panduan Praktik Klinis


SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Mitral Stenosis
Rheumatic Mitral Stenosis (I05.0)
Non-Rheumatic Mitral Stenosis (I34.2)
Pengertian Berkurangnya ukuran pembukaan katup mitral (< 2 cm2) yang
(Definisi) menimbulkan gangguan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel
kiri saat diastole. Penyebab terbanyak mitral stenosis adalah
penyakit jantung reumatik.
Anamnesis - Gejala paling umum adalah sesak napas, kelelahan dan
penurunan kapasitas latihan.
- Sesak napas saat aktivitas, ortopnoe dan paroxysmal nocturnal
dyspnoe
- Sesak napas dapat disertai oleh batuk dan wheezing.
- Hemoptisis pada kondisi obstruksi berat yang kronis.
- Nyeri dada
- Palpitasi oleh karena takikardia atau fibrillasi atrium
- Kejadian tromboemboli
Pemeriksaan - Paling umum; nadi tidak teratur (oleh karena fibrilasi atrial),
Fisik tanda dan gejala gagal jantung kanan dan kiri.
- Facies mitral
- Pulsasi vena jugular: gelombang a prominen (sinus), gelombang
v atau c-v (fibrilasi atrial)
- Palpasi: teraba gelombang presistolik atau pengisian cepat pada
awal sistolik, bunyi S1 teraba, thrill diastolik, ventrikel kanan
yang terangkat dan bunyi S2 (pada hipertensi pulmonal)
- Auskultasi: S1 mengeras, P2 mengeras, splitting S2 yang
menyempit hingga menjadi tunggal, S4 dari ventrikel kanan,
Suara opening snap, bising mid diastolik, bising presistolik,
bising sistolik (karena TR atau PR)
- Tanda gagal jantung

49
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Mitral Stenosis
Rheumatic Mitral Stenosis (I05.0)
Non-Rheumatic Mitral Stenosis (I34.2)
Kriteria a. Anamnesis
Diagnosis b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
d. Ekokardiografi untuk menilai derajat MS, anatomi katup mitral
Diagnosis Kerja Rheumatic Mitral Stenosis
Non-rheumatic Mitral Stenosis
Diagnosis a. Myxoma di Atrium Kiri (LA Myxoma)
Banding b. Cor Triatrum
Pemeriksaan 1. Elektrokardiografi (ECG)
Penunjang Untuk melihat adanya gambaran p mitral, deviasi aksis ke kanan,
hipertrofi ventrikel kanan, fibrilasi atrial. (GR I; LOE B; Ref 1,2,3)
2. Laboratorium
Pemeriksaan untuk menegakkan ada atau tidaknya penyakit
rheuma aktif (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, SGOT, SGPT, BUN, SK,
Albumin, protein, INR (untuk pengguna warfarin), ASTO, CRP).
(GR I; LOE B; Ref 1,2,3)
3. Foto toraks
Untuk melihat adanya dilatasi atrium kiri, pembesaran arteri
pulmonal, dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan pada MS
berat, kalsifikasi katup mitral, tanda-tanda bendungan vena
pulmonalis, kerley A dan B, edema paru. (GR I; LOE B; Ref 2)
4. Trans-Thoracic Echocardiography (TTE)
a. Sebagai evaluasi awal pasien dengan kecurigaan MS, untuk
konfirmasi diagnosis, penegakan etiologi, penentuan
severitas, penilaian konsekuensi hemodinamik, prognosis
dan evaluasi waktu untuk intervensi. (GR I; LOE B; Ref 1,2,3)
b. Direkomendasikan pada pasien MS yang mengalami
perubahan gejala ataupun pemeriksaan fisik. (GR I; LOE C;
Ref 1,2,3)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


50
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Mitral Stenosis
Rheumatic Mitral Stenosis (I05.0)
Non-Rheumatic Mitral Stenosis (I34.2)
c. Monitoring secara berkala dengan TTE pada pasien PR
asimtomatis, direkomendasikan dengan interval waktu
sesuai derajat keparahan penyakit jantung katup. (GR I; LOE
C; Ref 1,2,3)
5. Trans-Esophageal Echocardiography (TEE)
Dilakukan pada pasien MS dalam pertimbangan untuk dilakukan
PTMC, untuk menilai adanya trombus di atrium kiri, dan evaluasi
severitas Mitral Stenosis,/jika evaluasi TTE suboptimal. (GR I; LOE
B; Ref 1,2,3)
6. Coronary Angiography
Angiografi koroner diindikasikan sebelum intervensi katup
pada pasien dengan Angina, Bukti objektif iskemia, Penurunan
EF, Riwayat Penyakit Jantung Koroner, atau Faktor Risiko
PJK (termasuk laki-laki usia > 40 tahun dan wanita pasca
menopause). (GR I; LOE C; Ref 1,2,3)
7. Cardiac Catheterization
Kateterisasi jantung untuk asesmen hemodinamik
direkomendasikan pada pasien yang simtomatik, ketika uji
non-invasif tidak konklusif, atau terdapat diskrepansi antara uji
non-invasif dengan pemeriksaan klinis terkait derajat keparahan
MS. (GR I; LOE C; Ref 2,3)
8. Exercise Stress Testing
Untuk mengevaluasi respons mean mitral gradient dan
pulmonary artery pressure jika ada ketidaksesuaian antara temuan
ekokardiografi dengan klinis pasien. (GR I; LOE C; Ref 2,3)
Terapi 1. Tata laksana medis
- Terapi dengan diuretic, beta-blockers, digoxin atau Ca-
Channel Blocker dapat digunakan untuk mengatasi gejala
gagal jantung. (GR I; LOE C; Ref 2)
- Terapi antikoagulan oral (vitamin-K antagonist) diindikasikan
pada pasien MS dengan irama AF. (GR I; LOE B; Ref 2,3)

C. PPK Penyakit Katup


51
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Mitral Stenosis
Rheumatic Mitral Stenosis (I05.0)
Non-Rheumatic Mitral Stenosis (I34.2)
- Terapi antikoagulan oral diindikasikan pada pasien MS
dengan irama sinus, jika terdapat riwayat embolisme sistemik,
atau terdapat thrombus di atrium kiri. (GR I; LOE C; Ref 2)
- Terapi antikoagulan oral dipertimbangkan jika TEE terdapat
SEC (Spontaneous Echo Contrast) yang tebal atau atrium kiri
yang membesar (MM diameter > 50 mm/LA Volume > 60 mL/
m2). (GR II; LOE A; Ref 2)
2. Komisurotomi mitral perkutan/Percutaneous Mitral
Commissurotomy (PTMC)
- PTMC diindikasikan pada pasien MS Sedang-Berat simtomatik
tanpa karakteristik penyulit PTMC (Karakteristik Klinis: usia
tua, riwayat komisurotomi sebelumnya, NYHA FC IV, AF yang
permanen, Hipertensi pulmonal berat. Karakteristik anatomis:
Wilkins Score > 8, Cournier Score 3, MVA < 0.6 cm2, MR lebih dari
ringan) dan tanpa kontraindikasi PTMC. (GR I; LOE B; Ref 2,3)
- PTMC diindikasikan pada pasien MS Sedang-Berat simtomatik
dengan kontraindikasi pembedahan atau risiko tinggi
pembedahan. (GR I; LOE B; Ref 2,3)
- PTMC dipertimbangkan sebagai tata laksana awal pada
pasien MS Sedang-Berat simtomatik dengan anatomi yang
suboptimal, namun tanpa karakteristik penyulit PTMC. (GR
II; LOE A; Ref 2,3)
- PTMC dipertimbangkan pada pasien MS Sedang-Berat
asimtomatik tanpa karakteristik penyulit PTMC dan memiliki
risiko tinggi tromboemboli (riwayat tromboembolisme
sistemik, new onset AF paroksismal, LA SEC yang tebal)
dan/atau risiko tinggi untuk mengalami dekompensasi
hemodinamik (SPAP > 50 mmHg saat istirahat, kebutuhan
pembedahan mayor non-kardiak, menginginkan kehamilan.
(GR II; LOE A; Ref 2,3)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


52
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Mitral Stenosis
Rheumatic Mitral Stenosis (I05.0)
Non-Rheumatic Mitral Stenosis (I34.2)
3. Intervensi bedah
Intervensi pembedahan katup mitral diindikasikan pada pasien
MS Sedang- Berat simtomatik yang tidak sesuai untuk dilakukan
PTMC. (GR I; LOE B; Ref 2,3)
Edukasi 1. Edukasi tentang perjalanan penyakit, komplikasi dan
prognosis
2. Edukasi pencegahan infeksi dan obat jantung
3. Edukasi Nutrisi
4. Edukasi Aktivitas Fisik
5. Edukasi konseling prakehamilan
Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam

C. PPK Penyakit Katup


53
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Mitral Regurgitation
Rheumatic Mitral Regurgitation (I05.1)
Non-Rheumatic Mitral Regurgitation ( I34.0)
Mitral-Valve Prolapse (I34.1)
Pengertian Perubahan struktur dari aparatus katup mitral sehingga aliran
(Definisi) darah dari ventrikel kiri kembali ke atrium kiri saat fase sistole
Anamnesis - Sesak napas saat aktivitas
- Ortopnea
- Kelelahan kronis
- Palpitasi
Pemeriksaan - Bising pansistolik di apeks yang menjalar ke aksila
Fisik - S1 dapat menghilang ( jika MR disebabkan oleh karena defek
pada katup )
- Split S2 oleh karena pemendekan ejeksi ventrikel kiri
- A2 yang lebih dulu oleh karena penurunan resistensi ejeksi
ventrikel kiri
- P2 > A2 jika terdapat hipertensi pulmonal
- Suara S3 oleh karena peningkatan abnormal aliran melalui
orifisium mitral
- Tanda gagal jantung
Kriteria a. Anamnesis
Diagnosis b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
d. Ekokardiografi untuk menilai derajat MR dan morfologi katup,
Diagnosis Kerja a. Regurgitasi Mitral Rematik (I05.1)
b. Regurgitasi Mitral Non Rematik (I34.0)
c. Prolaps Katup Mitral (I34.1)
Diagnosis a. Ventrikular Septal Defect (VSD)
Banding b. Aortic Stenosis (AS)
c. Hypertrophic Obstructive Cardiomyopathy (HOCM)
d. Regurgitasi katup Trikuspid (TR)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


54
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Mitral Regurgitation
Rheumatic Mitral Regurgitation (I05.1)
Non-Rheumatic Mitral Regurgitation ( I34.0)
Mitral-Valve Prolapse (I34.1)
Pemeriksaan 1. Elektrokardiografi (ECG)
Penunjang Untuk melihat adanya gambaran p mitral, hipertrofi ventrikel
kiri. (GR I; LOE B; Ref 1,2,3)
2. Laboratorium
Pemeriksaan untuk menegakkan ada atau tidaknya penyakit
rheuma aktif (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, SGOT, SGPT, BUN, SK,
Albumin, protein, INR (untuk pengguna warfarin), ASTO, CRP).
(GR I; LOE B; Ref 1)
3. Foto toraks
Untuk melihat adanya dilatasi atrium kiri, pembesaran ventrikel
kiri, tanda- tanda bendungan vena pulmonali, kerley A dan B,
edema paru. (GR I; LOE B; Ref 1)
4. Trans-Thoracic Echocardiography (TTE)
a. Sebagai evaluasi awal pasien dengan kecurigaan mitral
regurgitasi, untuk konfirmasi diagnosis, penegakan etiologi,
penentuan severitas, penilaian konsekuensi hemodinamik,
prognosis dan evaluasi waktu untuk intervensi. (GR I; LOE B;
Ref 3)
b. Direkomendasikan pada pasien MR yang mengalami
perubahan gejala ataupun pemeriksaan fisik. (GR I; LOE C;
Ref 3)
c. Monitoring secara berkala dengan TTE pada pasien MR
asimtomatis, direkomendasikan dengan interval waktu
sesuai derajat keparahan MR. (GR I; LOE C; Ref 3)
5. Trans-Esophageal Echocardiography (TEE)
Diindikasikan untuk evaluasi pasien dengan MR Kronis primer
(ketika TTE suboptimal dalam evaluasi mekanisme MR, severitas
dan fungsi LV). (GR I; LOE B; Ref 3) TEE intraoperatif diindikasikan
untuk menegakkan anatomi katup mitral dan memandu repair,
pada MR kronis primer. (GR I; LOE B; Ref 3)

C. PPK Penyakit Katup


55
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Mitral Regurgitation
Rheumatic Mitral Regurgitation (I05.1)
Non-Rheumatic Mitral Regurgitation ( I34.0)
Mitral-Valve Prolapse (I34.1)
6. Stress Echocardiography
Dapat digunakan untuk menegakkan etiologi dari MR
kronis sekunder dan menilai viabilitas miokard yang dapat
mempengaruhi tata laksana MR fungsional. (GR I; LOE C; Ref 3)
7. Exercise Test
Pada pasien asimtomatis untuk konfirmasi adanya keluhan,
evaluasi respons hemodinamik terhadap latihan, dan
menentukan prognosa. (GR II; LOE A; Ref 3)
8. Coronary Angiography
Angiografi koroner diindikasikan sebelum intervensi katup
pada pasien dengan Angina, Bukti objektif iskemia, Penurunan
EF, Riwayat Penyakit Jantung Koroner, atau Faktor Risiko
PJK (termasuk laki-laki usia > 40 tahun dan wanita pasca
menopause). (GR I; LOE C; Ref 3)
9. Cardiac Catheterization
Kateterisasi jantung untuk asesmen hemodinamik
direkomendasikan pada pasien yang simtomatik, ketika uji
non-invasif tidak konklusif, atau terdapat diskrepansi antara uji
non-invasif dengan pemeriksaan klinis terkait derajat keparahan
MR. (GR I; LOE C; Ref 3)
Terapi 1. Tata laksana medis
Untuk mengatasi keluhan atau komplikasi akibat adanya
regurgitasi mitral: (GR I; LOE A; Ref 1,2,3)
a. ACE inhibitor pada MR berat yang disertai gagal jantung atau
hipertensi
b. Beta bloker
c. Diuretik
d. Digitalis (jika terdapat fibrilasi atrial)
e. Antikoagulan jika terdapat atrial fibrilasi

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


56
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Mitral Regurgitation
Rheumatic Mitral Regurgitation (I05.1)
Non-Rheumatic Mitral Regurgitation ( I34.0)
Mitral-Valve Prolapse (I34.1)
Pencegahan kambuhan demam reumatik
a. Pencegahan sekunder reaktivasi rematik diberikan seumur
hidup. Obat dan dosis di bawah ini dipakai untuk berat badan
>30 kg:
- Penisilin Benzatin-G injeksi 1,2 juta IU im setiap 4 minggu
sekali atau
- Penisilin V/Phenoxy Methyl- Peniciline oral (Ospen) 2 x 250
mg setiap hari atau
- Sulfadiazine 1 gr (oral) sekali sehari
b. Pencegahan primer terhadap EI (endokarditis infektif)
2. Intervensi bedah
- Pembedahan Mitral Valve repair merupakan teknik yang lebih
dipilih ketika hasilnya diharapkan dapat bertahan lama. (GR
I; LOE C; Ref 2,3)
- Pembedahan diindikasikan pada pasien MR berat primer
yang simtomatis dengan LVEF > 30%. (GR I; LOE B; Ref 2,3)
- Pembedahan diindikasikan pada pasien MR berat primer
yang asimtomatis dengan disfungsi LV (LVESD > 45 mm/LVEF
< 60%). (GR I; LOE B; Ref 2,3)
- Pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien MR Berat
primer yang asimtomatis dengan fungsi LV yang masih baik
(LVEF > 60 % dan LVESD < 45 mm) disertai Atrial Fibrilasi yang
disebabkan oleh MR atau Hipertensi Pulmonal (Systolic PAP
> 50 mmHg). (GR II; LOE A; Ref 2,3)
- Pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien MR
Berat primer yang asimtomatis dengan LVEF baik (>60%)
dan LVESD 40-44 mm jika hasil repair kemungkinan besar
dapat bertahan lama, risiko operasi rendah dan terdapat Flail
Lealflet atau Dilatasi LA yang signifikan (LAVI > 60 ml/m2
pada irama sinus). (GR II; LOE A; Ref 2,3)

C. PPK Penyakit Katup


57
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Mitral Regurgitation
Rheumatic Mitral Regurgitation (I05.1)
Non-Rheumatic Mitral Regurgitation ( I34.0)
Mitral-Valve Prolapse (I34.1)
- Pembedahan Mitral Valve repair dapat dipertimbangkan
pada pasien MR Berat primer yang simtomatis dengan
Disfungsi LV yang refrakter terhadap terapi medikamentosa,
dengan kemungkinan kesuksesan repair yang tinggi dan
komorbiditas rendah. (GR II; LOE A; Ref 2,3)
- Pe m b e d a h a n M i t r a l Va l ve R e p l a ce m e nt d a p at
dipertimbangkan pada pasien MR Berat primer yang
simtomatis dengan Disfungsi LV (LVEF < 30% dana tau LVESD
> 55 mm) yang refrakter terhadap terapi medikamentosa,
dengan kemungkinan kesuksesan repair yang rendah dan
komorbiditas rendah. (GR II; LOE B; Ref 2,3)
- Pembedahan diindikasikan pada pasien MR-Berat sekunder
yang menjalani CABG dan LVEF > 30%. (GR I; LOE C; Ref 2,3)
- Pembedahan dipertimbangkan pada pasien MR-Sedang
sekunder yang menjalani CABG. (GR II; LOE A; Ref 2,3)
- Jika revaskularisasi tidak diindikasikan, Pembedahan dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan MR Berat Sekunder
dan LVEF > 30%, yang tetap simtomatik dengan terapi medis
optimal dan memiliki risiko pembedahan rendah. (GR II; LOE
B; Ref 2,3)
Edukasi 1. Edukasi tentang perjalanan penyakit, komplikasi dan
prognosis
2. Edukasi pencegahan infeksi dan obat jantung
3. Edukasi Nutrisi
4. Edukasi Aktivitas Fisik
5. Edukasi konseling prakehamilan
Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


58
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Aorta Stenosis
Rheumatic Aorta Stenosis (I06.0)
Non-Rheumatic Aorta Stenosis (I35.0)
Pengertian Obstruksi pada katup aorta yang menyebabkan aliran darah dari
(Definisi) ventrikel kiri ke aorta terganggu saat sistol. Lokasi obstruksi dapat
terjadi di tingkat valvular, supravalvular ataupun subvalvular
Anamnesis - Umumnya asimptomatik, keluhan baru muncul saat terjadi
penurunan fungsi ventrikel kiri
- Mudah lelah, sesak napas saat aktivitas
- Angina
- Sinkop
- Gejala gagal jantung
Pemeriksaan - Pulsasi carotis yang slow-rising, late peaking, serta beramplitudo
Fisik rendah.
- Bising ejeksi sistolik di basis jantung (ICS II kanan) menjalar ke
karotis
- Bunyi jantung kedua melemah
- Tanda gagal jantung
Kriteria a. Anamnesis
Diagnosis b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
d. Ekokardiografi untuk menilai derajat AS, anatomi katup aorta
Diagnosis Kerja Stenosis Aorta Rematik (I06.0)
Stenosis Aorta Non Rematik (I35.0)

Diagnosis 1. Mitral regurgitasi


Banding 2. HOCM
3. VSD
4. Pulmonal stenosis
5. Aneurisma arkus aorta

C. PPK Penyakit Katup


59
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Aorta Stenosis
Rheumatic Aorta Stenosis (I06.0)
Non-Rheumatic Aorta Stenosis (I35.0)
Pemeriksaan 1. Elektrokardiografi (ECG)
Penunjang Untuk melihat adanya deviasi aksis ke kiri, hipertrofi ventrikel
kiri. (GR I; Ref 1,3)
2. Laboratorium
Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, SGOT, SGPT, BUN,SK, Albumin,
protein, Elektrolit, ASTO, CRP, BGA. (GR I; Ref 1,3)
3. Foto toraks
Segmen aorta menonjol. (GR I; Ref 1,3)
4. Trans-Thoracic Echocardiography (TTE)
a. Sebagai evaluasi awal pasien dengan kecurigaan penyakit
jantung katup, untuk konfirmasi diagnosis, penegakan
etiologi, penentuan severitas, penilaian konsekuensi
hemodinamik, prognosis dan evaluasi waktu untuk intervensi.
(GR I; LOE B; Ref 3)
b. TTE direkomendasikan pada pasien penyakit jantung katup
yang mengalami perubahan gejala ataupun pemeriksaan
fisik. (GR I; LOE B; Ref 3)
c. Monitoring secara berkala dengan TTE pada pasien
asimtomatis, direkomendasikan dengan interval waktu
sesuai derajat keparahanpenyakit jantung katup. (GR I; LOE
B; Ref 3)
5. Trans-Esophageal Echocardiography (TEE)
Diindikasikan jika TTE suboptimal, dan pasien akan menjalani
operasi (GR I; LOE B; Ref 3)
6. Stress Echocardiography
Dobutamine-Stress Echocardiography dosis rendah dapat
dilakukan pada pasien AS dengan karakteristik sbb: katup
aorta yang calcified dengan penurunan luas bukaan sistolik,
LVEF<50%, AVA ≤1.0 cm2, dan Aortic Velocity < 4.0 m/s atau
Aortic Mean Pressure Gradient < 40 mmHg (GR II; LOE B; Ref 3)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


60
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Aorta Stenosis
Rheumatic Aorta Stenosis (I06.0)
Non-Rheumatic Aorta Stenosis (I35.0)
7. Exercise Stress Test
Pada pasien asimtomatis untuk konfirmasi adanya keluhan,
evaluasi respons hemodinamik terhadap latihan, dan
menentukan prognosa. (GR I; LOE C; Ref 3)
Tidak boleh dilakukan pada pasien AS simtomatis dengan Aortic
Velocity ≥ 4 m/s atau Aortic Mean Pressure Gradient ≥ 40 mmHg.
(GR III; Ref 3)
8. CT Angiography
Diindikasikan pada pasien Bicuspid Aortic Valves ketika
morfologi sinus aorta, sinotubular junction atau aorta ascendens
tidak bisa dinilai secara akurat oleh TTE. (GR 1; LOE C; Ref 3)
9. Coronary Angiography
Angiografi koroner diindikasikan sebelum intervensi katup
pada pasien dengan Angina, Bukti objektif iskemia, Penurunan
EF, Riwayat Penyakit Jantung Koroner, atau Faktor Risiko
PJK (termasuk laki-laki usia > 40 tahun dan wanita pasca
menopause). (GR I; LOE C; Ref 3)
10. Cardiac Catheterization
Kateterisasi jantung untuk asesmen hemodinamik
direkomendasikan pada pasien yang simtomatik, ketika uji
non-invasif tidak konklusif, atau terdapat diskrepansi antara uji
non-invasif dengan pemeriksaan klinis terkait derajat keparahan
penyakit jantung katup. (GR I; LOE C; Ref 3)
Terapi 1. Tata laksana medis
Pengelolaan Medikamentosa (GR I; LOE B; Ref 1)
a. Vasodilator (bila gagal jantung):
- ACE-I: Captopril 3 x 6.25 – 50 mg
- ARB: Valsartan 1-2 x 40 – 160 mg

C. PPK Penyakit Katup


61
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Aorta Stenosis
Rheumatic Aorta Stenosis (I06.0)
Non-Rheumatic Aorta Stenosis (I35.0)
b. Diuretik (pada kasus dengan gagal jantung)
- Furosemid: drip IV sampai 20mg/jam atau 3 x 2 tab (80
mg)
- Kalium sparing diuretik; Spironolakton sampai 1 x 25 – 100
mg
c. Beta-blocker:
- Metoprolol 2 x 100 mg atau Bisoprolol 1 x 1,25 - 10 mg
d. Antiaritmia
- Amiodaron; mulai dari 3 x 400 mg hingga 1 x 100 mg
- Digoksin oral: 1 x 0,125-0.25 mg
e. Penyekat kalsium: sebaiknya gunakan non dihidropiridin:
- Verapamil 3x 40-80 mg atau Diltiazem 3x 30-60 mg
f. Suplemen elektrolit:
- Kalium Chlorida oral sampai 3 x 2 tablet.
- KCl drip intravena (sesuai rumus koreksi, tidak boleh >20
mEq/jam)
g. Antikoagulan/antiplatelet:
- Warfarin: 1- 6 mg/hari (target kadar INR 2-3)
- Aspirin: 1x 80-160mg
(AF usia <65 tahun, tanpa riwayat hipertensi atau gagal
jantung)
h. Oksigen terapi
2. Intervensi bedah/non bedah
a. Intervensi Bedah
- Intervensi diindikasikan pada pasien AS Berat (mean
gradient ≥ 40mmHg atau peak velocity ≥4.0 m/s) yang
simtomatik. (GR I; LOE B; Ref 1,2,3)
- Intervensi diindikasikan pada pasien AS Berat low flow-
low gradient yang simtomatik dengan penurunan EF
dan terdapat bukti flow (contractile) reserve/eksklusi
pseudosevere AS. (GR I; LOE C; Ref 1,2,3)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


62
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Aorta Stenosis
Rheumatic Aorta Stenosis (I06.0)
Non-Rheumatic Aorta Stenosis (I35.0)
- Intervensi dipertimbangkan pada pasien AS Berat low
flow-low gradient yang simtomatik dengan EF normal
setelah diagnose AS berat terkonfirmasi. (GR II; LOE C; Ref
1,2,3)
- Pembedahan Aor tic Valve Replacement (AVR)
direkomendasikan pada pasien dengan risiko rendah
pembedahan. (GR I; LOE C; Ref 1,2,3)
- AVR diindikasikan pada pasien AS Berat asimtomatis
dengan Disfungsi Sistolik (LVEF < 50%) tanpa adanya
penyebab lainnya. (GR I; LOE C; Ref 2,3)
- AVR diindikasikan pada pasien AS Berat asimtomatis
dengan Uji Latih Abnormal yang menunjukkan gejala
terkait AS/respons hipotensi. (GR I; LOE C; Ref 2,3)
- AVR diindikasikan pada pasien AS Berat yang menjalani
CABG atau pembedahan katup lain atau pembedahan
yang melibatkan Aorta Ascendens. (GR I; LOE C; Ref 2,3)
- AVR dipertimbangkan pada pasien AS Sedang yang
menjalani CABG atau pembedahan katup lain atau
pembedahan yang melibatkan Aorta Ascendens
sebagaimana didiskusikan oleh Heart Team pada forum
PPJT. (GR II; LOE C; Ref 2,3)
b. Intervensi non Bedah
- TAVI ( Transcatheter Aor tic Valve Inter vention)
direkomendasikan pada pasien AS Berat yang tidak sesuai
untuk dilakukan AVR, sebagaimana didiskusikan oleh
Heart Team pada forum PPJT. (GR I; LOE B; Ref 2,3)
- Balloon aortic valvotomy dipertimbangkan pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil yang akan menjalani
AVR/TAVI atau pasien AS berat yang simtomatis yang
membutuhkan segera pembedahan mayor non-kardiak.
(GR II; LOE C; Ref 2,3)

C. PPK Penyakit Katup


63
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Aorta Stenosis
Rheumatic Aorta Stenosis (I06.0)
Non-Rheumatic Aorta Stenosis (I35.0)
Edukasi 1. Edukasi tentang perjalanan penyakit, komplikasi, dan
prognosis
2. Edukasi pencegahan infeksi dan obat jantung
3. Edukasi Nutrisi
4. Edukasi Aktivitas Fisik
Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


64
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Pulmonal Stenosis
Non-rheumatic Pulmonary Valve Stenosis (ICD I37.0)
Congenital Pulmonary Valve Stenosis (ICD Q22.1)
Pengertian Adalah obstruksi katup pulmonal yang menyebabkan aliran darah
(Definisi) dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis terganggu.
Anamnesis a. Pada stenosis ringan-sedang, pasien tanpa gejala
b. Pada stenosis berat, keluhan sesak, kelelahan saat aktivitas, mata
berkunang-kunang, dan nyeri dada (karena angina ventrikel
kanan)
Pemeriksaan a. Jugular a wave yang prominen
Fisik b. Ventrikel kanan terangkat
c. Thrill pada ICS 2 linea parasternum sinistra
d. Auskultasi: normal S1, single/splitting S2, suara P2 yang menurun,
murmur ejeksi sistolik di ICS 2. Ejection Click dapat terdengar
e. Cyanosis dapat terjadi pada pasien PFO/ASD
Kriteria a. Anamnesis
Diagnosis b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang d. Ekokardiografi
Diagnosis Kerja Non-rheumatic Pulmonary Valve Stenosis (ICD I37.0) Congenital
Pulmonary Valve Stenosis (ICD Q22.1)
Diagnosis a. Atrial Septal Defect
Banding b. Tetralogy of Fallot
c. Noonan Syndrome
d. Aorta stenosis
Pemeriksaan 1. Elektrokardiografi (ECG)
Penunjang Untuk melihat adanya gambaran right ventricle hypertrophy,
right ventricle strain (T inversi dan ST depresi pada lead
prekordial kanan) (GR I; LOE B)
2. Laboratorium
Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, SGOT, SGPT, BUN, SK, Albumin,
protein, INR, ASTO, CRP, Elektrolit, BGA (GR I; LOE B)

C. PPK Penyakit Katup


65
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Pulmonal Stenosis
Non-rheumatic Pulmonary Valve Stenosis (ICD I37.0)
Congenital Pulmonary Valve Stenosis (ICD Q22.1)
3. Foto toraks
Untuk melihat adanya pembesaran atrium dan ventrikel kanan,
post stenosis dilatasi dari arteri pulmonal, serta penurunan
vaskularisasi paru (GR I; LOE B)
4. Trans-Thoracic Echocardiography (TTE)
a. Untuk konfirmasi diagnosis, penegakan etiologi, penentuan
severitas, penilaian konsekuensi hemodinamik, prognosis
dan evaluasi waktu untuk intervensi (GR I; LOE B)
b. Direkomendasikan pada pasien PS yang mengalami
perubahan gejala ataupun pemeriksaan fisik (GR I; LOE C)
c. Monitoring secara berkala dengan TTE pada pasien PS
asimtomatis, direkomendasikan dengan interval waktu sesuai
derajat keparahan penyakit jantung katup (GR I; LOE C)
5. Trans-Esophageal Echocardiography (TEE)
Dilakukan jika evaluasi TTE suboptimal dan akan dilakukan
operasi (GR I; LOE B)
6. Heart Catheterization
Kateterisasi jantung untuk asesmen hemodinamik
direkomendasikan pada pasien yang simtomatik, ketika uji
non-invasif tidak konklusif, atau terdapat diskrepansi antara uji
non-invasif dengan pemeriksaan klinis terkait derajat keparahan
penyakit jantung katup (GR I; LOE C)
Terapi 1. Intervensi
a. Ballon valvotomy direkomendasikan pada pasien PS
asimtomatik dengan domed pulmonary valve dan peak
instantaneous gradient > 60 mm Hg atau mean gradient >
40 mm Hg (GR I; LOE B)
b. Ballon valvotomy direkomendasikan pada pasien PS
simtomatik dengan domed pulmonary valve dan peak
instantaneous gradient > 50 mm Hg atau mean gradient >
30 mm Hg (GR I; LOE C)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


66
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Pulmonal Stenosis
Non-rheumatic Pulmonary Valve Stenosis (ICD I37.0)
Congenital Pulmonary Valve Stenosis (ICD Q22.1)
c. Ballon valvotomy dapat dipertimbangkan pada pasien PS
asimtomatik disertai dengan dysplastic pulmonary valve
dan peak instantaneous gradient > 60 mm Hg atau mean
gradient > 40 mm Hg (GR II; LOE A)
d. Ballon valvotomy dapat dipertimbangkan pada pasien PS
simtomatik disertai dengan dysplastic pulmonary valve
dan peak instantaneous gradient > 50 mm Hg atau mean
gradient > 30 mm Hg (GR II; LOE A)
2. Pembedahan
a. Pembedahan direkomendasikan pada pasien dengan PS
Berat disertai hypoplastic pulmonary annulus, PR Berat, PS
subvalvular, atau PS supravalvular. (GR II; LOE A)
b. Pembedahan lebih dipilih pada sebagian besar dysplastic
pulmonary valves dan disertai TR Berat atau bersamaan
dengan Maze Procedure. (GR II; LOE A)
c. Pembedahan lebih dipilih pada sebagian besar dysplastic
pulmonary valves dan disertai TR Berat atau bersamaan
dengan Maze Procedure. (GR II; LOE A)
Edukasi 1. Edukasi tentang perjalanan penyakit, komplikasi dan
prognosis
2. Edukasi pencegahan infeksi dan obat jantung
3. Edukasi Nutrisi
4. Edukasi Aktivitas Fisik
5. Edukasi konseling pra-kehamilan
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

C. PPK Penyakit Katup


67
D. PPK ARITMIA

Panduan Praktik Klinis


SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Supraventrikular (Supra Ventricular Tachycardia/SVT) (ICD-10: I47.1)


Takikardia Reentri Nodus AV (Atrio Ventricular Nodal Reentrant Tachycardia/AVNRT)
Takikardia Resiprokal AV (Atrio Ventricular Reciprocal Tachycardia/AVRT) (ICD 10: I47.1)
Wolf Parkinson White (WPW) (ICD 10: I45.6)
Pengertian Supraventricular Tachycardia (SVT) merupakan istilah yang
(Definisi) digunakan untuk menggambarkan takikardia dengan laju lebih
dari 100 x/mnt saat istirahat, yang mekanismenya melibatkan
jaringan yang berasal dari berkas His atau di atasnya.
Atrio Ventricular Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT) adalah
takikardia dengan QRS sempit, sangat reguler, dengan laju jantung
berkisar antara 150-240x/mnt. Sebagian besar gelombang P ada
di dalam kompleks QRS. QRS dapat lebar bila dengan aberansi,
walaupun sangat jarang, dapat disertai blok ke ventrikel atau ke
atrium.
Atrio Ventricular Reciprocal Tachycardia (AVRT) adalah kelainan
EKG yang disebabkan oleh adanya jalur aksesori; ditandai dengan
interval PR yang pendek dan gelombang delta pada pasien
asimtomatik.
Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW) merupakan kelainan EKG
pola WPW yang disertai takikardia (biasanya takikardia dengan QRS
sempit, reguler, dengan laju jantung berkisar antara 150-240x/mnt.
Interval RP biasanya >70 milidetik. QRS dapat lebar bila dengan
aberansi, walaupun sangat jarang, dapat disertai blok ke ventrikel
atau ke atrium).
Anamnesis a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku, agama,
pekerjaan, alamat.
b. Keluhan utama: berdebar/palpitasi
c. Keluhan: pusing, penurunan kesadaran/syncope, nyeri dada,
sesak napas
d. Riwayat: Hiperthyroid, Penyakit Jantung Kongenital, Sindrom
Pre-eksitasi (WPW syndrome)

68
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Supraventrikular (Supra Ventricular Tachycardia/SVT) (ICD-10: I47.1)


Takikardia Reentri Nodus AV (Atrio Ventricular Nodal Reentrant Tachycardia/AVNRT)
Takikardia Resiprokal AV (Atrio Ventricular Reciprocal Tachycardia/AVRT) (ICD 10: I47.1)
Wolf Parkinson White (WPW) (ICD 10: I45.6)
Pemeriksaan Umumnya dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan/atau
Fisik komorbid
Kriteria a. Hemodinamik stabil atau tidak stabil (disertai/menyertai gagal
Diagnosis jantung kongestif, syok, atau infark miokard akut)
b. Gambaran EKG 12 sadapan:
AVNRT
- QRS sempit, sangat reguler, laju QRS berkisar antara150-
240x/menit
- Sebagian besar gelombang P ada di dalam kompleks QRS.
AVRT/WPW
- QRS sempit, reguler, laju QRS berkisar antara 150-240x/net
- Interval RP biasanya >70 milidetik.
c. Studi Elektrofisiologi
AVNRT
- Takikardia dengan cycle length 250-400 milidetik
- Interval VA pendek (<70milidetik), kecuali pada AVNRT
atipikal
- Tidak ada reset pada pemacuan ventrikel saat refrakter His
- Interval VA saat takikardia–interval saat takikardia: >80
milidetik
- Pola VAV saat terminasi ventrikel kanan dengan takikardia
masih berlangsung.
AVRT/WPW
- Takikardia dengan cycle length 250-400 milidetik
- Interval VA panjang (>70 milidetik)
- Aktivasi retrograde Aeksentrik
- Reset pada pemacuan ventrikel saat refrakter His
- Retrograde A paling awal menentukan lokasi jalur aksesori
- Pola VAV saat terminasi ventrikel kanan dengan takikardia
masih berlangsung

D. PPK Aritmia
69
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Supraventrikular (Supra Ventricular Tachycardia/SVT) (ICD-10: I47.1)


Takikardia Reentri Nodus AV (Atrio Ventricular Nodal Reentrant Tachycardia/AVNRT)
Takikardia Resiprokal AV (Atrio Ventricular Reciprocal Tachycardia/AVRT) (ICD 10: I47.1)
Wolf Parkinson White (WPW) (ICD 10: I45.6)
Diagnosis Kerja AVNRT AVRT/WPW
Diagnosis a. AVRT (WPW) a. AVNRT
Banding b. Atrial takikardia b. Atrial takikardia
c. Atrial flutter dengan konduksi c. Atrial flutter dengan konduksi
1:1 1:1
Pemeriksaan a. EKG 12 lead (GR I; LOE A)
Penunjang Memastikan kelainan irama
b. Pemeriksaan laboratorium (GR I; LOE B)
Hematologi rutin, faktor koagulasi, fungsi tiroid, HbsAg, HCV,
HIV, fungsi ginjal
c. Echocardiography (GR I; LOE C)
Menilai kelainan structural jantung dan katup
d. Holter monitoring (GR I; B)
Merekam kelainan irama yang terjadi dalam 24 jam
e. Elektrofisiologi (GR I; LOE A)
Mengidentifikasi sumber aritmia, mendiagnosis, dan melakukan
tata laksana ablasi aritmia
Terapi a. Pada keadaan akut
 Manuver valsava (GR I untuk AVRT; Ref a)
 Adenosin i.v (obat pilihan utama): ATP 10 mg-20 mg
(GR IIa untuk AVNRT dan GR I untuk AVRT; Ref a)
 Verapamil i.v: 2.5-5 mg perlahan; q 3x (bila tidak ada gagal
jantung) (GR I untuk AVNRT dan GR IIa untuk AVRT; Ref a)
 Diltiazem i.v: 0.25-0.35 mg/kg (bila tidak ada gagal jantung)
(GR I untuk AVNRT dan GR IIa untuk AVRT; Ref a)
 Digitalis i.v: 0.5 mg
(GR IIb untuk AVRT; Ref a)
 Metoprolol i.v: 5- 15 mg; propanolol 1-2 mg i.v, q 4 mnt
(GR I untuk AVNRT dan GR IIa untuk AVRT; Ref a)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


70
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Supraventrikular (Supra Ventricular Tachycardia/SVT) (ICD-10: I47.1)


Takikardia Reentri Nodus AV (Atrio Ventricular Nodal Reentrant Tachycardia/AVNRT)
Takikardia Resiprokal AV (Atrio Ventricular Reciprocal Tachycardia/AVRT) (ICD 10: I47.1)
Wolf Parkinson White (WPW) (ICD 10: I45.6)
 Amiodarone i.v:
(GR IIb untuk AVNRT dan AVRT; Ref a)
 Kardioversi listrik bila hemodinamik tidak stabil
(GR I untuk AVNRT dan AVRT; Ref a)
b. Terapi definitif
 AVNRT: Ablasi radio frekuensi slow path way dari nodus AV
(GR I; Ref a)
 AVRT: Ablasi radio frekuensi jalur aksesori (GR I; Ref a)
c. Maintenance
 Penyekat beta oral, Diltiazem oral, atau Verapamil oral (GR IIa
pada AVNRT dan GR I pada AVRT; Ref a)
 Amiodarone oral (GR IIb pada AVNRT dan AVRT; Ref a)
 Kateter ablasi (GR I pada AVRT dan AVNRT; Ref a)
Edukasi a. Edukasi mengenali tanda dan gejala secara mandiri. Mengajarkan
cara menghitung nadi yang cepat, mengukur tekanan darah,
mengelah berdebar, rasa melayang seperti akan pingsan,
keringat dingin, lemas
b. Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan ketika timbul tanda
dan gejala, seperti: istirahat, bila keluhan tidak hilang harus
segera ke pelayanan kesehatan terdekat
c. Edukasi tindakan lanjut/terapi definitif: Radio Frekuensi Ablasi
d. Edukasi re-assurance: meyakinkan pasien kondisinya tidak
berbahaya.
Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

D. PPK Aritmia
71
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Ekstrasistol Ventrikel (ICD 10: I 49.3)


Pengertian Adalah kelainan irama yang ditandai dengan timbulnya kompleks
(Definisi) QRS lebar (LBBB atau RBBB) yang datang lebih awal dari pada
interval irama dasarnya.
Anamnesis a. Berdebar
b. Kehilangan denyut (skipped beat)
c. Nyeri dada
d. Denyut yang tiba-tiba terasa keras
e. Sesak napas
f. Dizziness
Pemeriksaan Laju nadi teraba irreguler dengan adanya pause kompensator.
Fisik Umumnya dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan/atau
komorbid
Kriteria 1. EKG 12 sadapan:
Diagnosis a. QRS lebar yang datang lebih awal, kadang disertai pause
kompensator
b. Dengan melihat morfologi kompleks QRS, dapat diketahui
di mana sumber ekstra sistol, misalnya:
- Morfologi sebagai LBBB, aksis inferior, lokasi di right
ventrikular outflow tract.
- Morfologi sebagai RBBB berasal di ventrikel kiri
2. EKG Holter
a. Menilai seberapa sering timbulnya ekstra sistol (arrhythmic
burden)
b. Menilai adanya takikardia
c. Kriteria VES benigna vs maligna:
- > 6 dalam 1 menit (10% dalam 24 jam)
- R on T
- Infarkmiokard
- Polimorfik
- Repetitif dan konsekutif (bigemini, couplet, triplet)
3. Uji latih jantung dengan beban
a. Iskemia sebagai pencetus
b. Mencetuskan takikardia ventrikel

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


72
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Ekstrasistol Ventrikel (ICD 10: I 49.3)


Diagnosis Kerja Ekstra Sistol Ventrikel (VES)
Diagnosis 1. Extrasistol atrial dengan aberans
Banding 2. Artefak
Pemeriksaan 1. EKG 12 lead (GR I; Ref A)
Penunjang EKG 12 lead saat istirahat direkomendasikan pada semua pasien
*EKG Holter dengan ventrikular aritmia
Ro Thorax 2. Exercise Stress Test (EST) (GR I; Ref A)
EST direkomendasikan pada pasien dewasa dengan ventrikular
aritmia yang memiliki risiko moderate atau tinggi PJK
3. Laboratorium (GR I; Ref B)
Elektrolit, hematologi rutin, faktor koagulasi, fungsi tiroid, fungsi
ginjal, HbsAg, anti HCV dan HIV
4. Echocardiography (GR I; Ref B)
Echokardiografi untuk menilai fungsi ventrikel kiri dan deteksi
penyakit struktural jantung direkomendasikan pada semua
pasien dengan ventrikel aritmia
5. MRI atau CT cardiac (GR IIa; Ref B)
MRI atau CT kardiak dipertimbangkan pada pasien dengan
ventrikel aritmia apabila ekokardiografi tidak dapat memberikan
informasi akurat tentang fungsi ventrikel kiri dan kanan atau
evaluasi struktur jantung
6. Angiografi koroner (GR IIa; Ref C)
Angiografi koroner harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi
adakah signifikan stenosis koroner pada pasien dengan ventrikel
aritmia yang mengancam nyawa.
7. Studi Elektrofisiologi (GR I; Ref B)
Elektrofisiologi pasien dengan sinkop direkomendasikan untuk
evaluasi diagnostik pasien dengan infark miokard dengan
ventrikel takiaritmia.
Terapi 1. Asimtomatik
a. Observasi
b. Pada penderita dengan jantung yang normal, hanya perlu
re-assurance dan tidak perlu obat-obatan.

D. PPK Aritmia
73
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Ekstrasistol Ventrikel (ICD 10: I 49.3)


c. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, perlu
dilakukan disingkirkan kemungkinan iskemia, dan dinilai
risiko terjadinya VT.
2. Simtomatik
a. Farmakologis dengan beta bloker, non-dihidropiridin calcium
channel blocker, amiodaron, atau kombinasi
b. Koreksi elektrolit, terutama magnesium dan kalium
c. Terapi definitif: ablasi radio frekuensi (konvensional atau
3-dimensi)
Edukasi 1. Edukasi mengenali tanda dan gejala secara mandiri. Mengajarkan
cara menghitung nadi, mengukur tekanan darah, mengelah
berdebar, rasa melayang seperti akan pingsan, keringat
dingin,lemas
2. Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan ketika timbul tanda
dan gejala, seperti: istirahat, bila keluhan tidak hilang harus
segera ke pelayanan kesehatan terdekat
3. Edukasi tindakan lanjut/terapi definitif: Radio Frekuensi Ablasi
4. Edukasi re-assurance: meyakinkan pasien kondisinya tidak
berbahaya

Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


74
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Ventrikular
Takikardia Ventrikular Berkas Cabang Takikardia Ventrikular Diopatik dari Outflow
Tract Takikardia Ventrikular Diopatik Left Ventrikel Takikardia Ventrikular Iskemik
Torsade De Pointes (ICD 10: I47.2)
Pengertian  Takikardia ventrikular berkas cabang adalah takikardia
(Definisi) monomorfik dengan QRS lebar, tipe LBBB (kadang tipe RBBB)
dan aksis kiri. Umumnya dengan kelainan struktural jantung:
kardiomiopati dilatasi/DCM (45%), kardiomiopati hipertrofik
obstruktif (HCOM), penyakit jantung koroner, riwayat
penggantian katup aorta, kelainan katup mitral, Ebstein. Sensitif
terhadap adenosin.
 Takikardia ventrikular diopatik dari outflow tract adalah
takikardia monomorfik dengan QRS lebar, tipe LBBB dan aksis
inferior. Umumnya dengan jantung normal. Sensitif terhadap
adenosin.
 Takikardi ventrikular diopatik dari LV adalah takikardia
monomorfik dengan QRS lebar, tipe RBBB dengan aksis superior
(fasikulus posterior) atau aksis kanan (fasikulus anterior). Sangat
jarang tipe septal dengan QRS relatif sempit dengan aksis
normal sampai kanan. Umumnya dengan jantung normal.
Sensitif terhadap verapamil.
 Takikardia ventrikular iskemik adalah takikardia bias
monomorfik maupun polimorfik dengan QRS lebar, pada pasien
dengan riwayat serangan jantung/penyakit jantung koroner
dan disfungsi ventrikel kiri. Bila monomorfik, origin dapat
diperkirakan sebagai berikut:
- RBBB - parietal LV, LBBB - septum dari RV
- Aksis superior - LV inferior/inferoseptal, aksis inferior - LV
anterior/anteroseptal, aksis kanan - LV lateral atau apeks
- Transisi R/S dini - LV basal, lambat - LV apeks, konkor dan
positif - Mitral annulus
 Torsade de Pointes (TdP) adalah takikardia polimorfik dengan
QRS lebar, tipe LBBB dengan aksis inferior. Umumnya dengan
jantung normal tanpa kelainan struktural.

D. PPK Aritmia
75
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Ventrikular
Takikardia Ventrikular Berkas Cabang Takikardia Ventrikular Diopatik dari Outflow
Tract Takikardia Ventrikular Diopatik Left Ventrikel Takikardia Ventrikular Iskemik
Torsade De Pointes (ICD 10: I47.2)
Anamnesis a. Berdebar
b. Kehilangan denyut (skipped beat)
c. Nyeri dada
d. Denyut yang tiba-tiba terasa keras
e. Sesak napas
f. Dizziness
g. Hampir sinkop sampai sinkop
Pemeriksaan Laju nadi teraba cepat dan regular
Fisik Umumnya dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan/atau
komorbid
Kriteria a. Anamnesis: adanya riwayat penyakit jantung pada VT berkas
Diagnosis cabang, adanya riwayat serangan jantung/penyakit jantung
koroner dan disfungsi ventrikel kiri pada VT iskemik
b. EKG 12 sadapan: seperti pada definisi
c. EKG Holter: untuk menilai seberapa sering timbulnya
takikardia
d. Ekokardiografi: cari kelainan struktural jantung, wall motion
abnormality
e. Cardiac MRI: untuk menyingkirkan adanya Arrhythmogenic
Right Ventricular Dysplasia (ARVD )/Arrhythmogenic Right
Ventricular Cardiomyopathy (ARVCM)
f. Studi elektrofisiologi:
 Takikardia Ventrikular Berkas Cabang
- Sinus Rhythm (SR) dengan intra ventricular conduction
delay (HV interval memanjang)
- Takikardia monomorfik dengan QRS lebar, LBBB atau RBBB
yang konsisten dengan aktivasi ventrikel

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


76
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Ventrikular
Takikardia Ventrikular Berkas Cabang Takikardia Ventrikular Diopatik dari Outflow
Tract Takikardia Ventrikular Diopatik Left Ventrikel Takikardia Ventrikular Iskemik
Torsade De Pointes (ICD 10: I47.2)
- Dapat dicetuskan dengan Programmed Electrical
Stimulation (PES) (short-long- short), kadang atrial PES dan
kadang memerlukan Isoproterenol atau obat anti aritmia
I A (memperpanjang konduksi His-Purkinje)
- Umumnya tipe LBBB (90%) tapi bisa juga tipe RBBB
- Aktivasi His mendahului aktivasi ventrikel (mendekati HV
saat SR)
- Perubahan V-V didahului oleh perubahan H-H
 Takikardia Ventricular diopatik dari out flow tract
- Takikardia monomorfik dengan QRS lebar
- Umumnya disosiasi VA
- Dapat dicetuskan dengan isoproterenol, jarang dengan
PES
- Aktivasi dini (>30ms sebelum QRS) dengan QS pada
sadapan unipolar sebagai fokus dan target ablasi
- Konfirmasi dengan pacemap yang menunjukkan
kesesuaian EKG
 Takikardia Ventricular diopatik dari LV
- Takikardia monomorfik dengan QRS lebar
- Umumnya disosiasi
- Dapat dicetuskan dengan programme atrial/ventricular
stimulation
- Umumnya mudah diterminasi dengan rapid stimulation
- Reset dengan stimulasi atrial maupun ventrikel
- Adanya diastolic potential (P1) mendahului QRS saat
takikardia di tempat target ablasi
- Presystolic Purkinje potential (P2) mendahului QRS saat SR
sebagai tanda fasikulus, apical sampai mid-inferoseptal
untuk fasikulus posterior dan mid-anterior (antero lateral)
untuk fasikulus anterior

D. PPK Aritmia
77
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Ventrikular
Takikardia Ventrikular Berkas Cabang Takikardia Ventrikular Diopatik dari Outflow
Tract Takikardia Ventrikular Diopatik Left Ventrikel Takikardia Ventrikular Iskemik
Torsade De Pointes (ICD 10: I47.2)
- Untuk posterior fasikulus, pacemap umumnya tidak
menunjukkan kesesuaian, di mana pada anterior fasikulus
pacemap didapatkan kesesuaian EKG.
 VT Iskemik
- Takikardia dengan QRS lebar, yang tidak bergantung pada
aktivasi atrial maupun AV node
- Umumnya disosiasi VA atau VH, atau bila tidak disosiasi HV
interval yang lebih pendek saat takikardia dibanding SR
- Dapat dicetuskan dengan PES dan memenuhi criteria re-
entry
- Takikardia dengan pre eksitasi perlu disingkirkan
- Voltage mapping untuk mengetahui zona infark (bipolar
voltage < 0,5mV)
 Toursade de Pointes
- Takikardia polimorfik dengan QRS lebar
- Umumnya disosiasi VA
- Dapat dicetuskan dengan isoproterenol, jarang dengan
PES
- Aktivasi dini (>30ms sebelum QRS) dengan QS pada
sadapan unipolar sebagai fokus dan target ablasi
- Konfirmasi dengan pace map yang menunjukkan
kesesuaian EKG
Diagnosis Kerja Takikardia Ventrikular Berkas Cabang
Takikardia Ventrikular diopatik dari outflow tract
Takikardia Ventrikular diopatik dari LV
Takikardia Ventrikular Iskemik
Torsade de Pointes

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


78
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Ventrikular
Takikardia Ventrikular Berkas Cabang Takikardia Ventrikular Diopatik dari Outflow
Tract Takikardia Ventrikular Diopatik Left Ventrikel Takikardia Ventrikular Iskemik
Torsade De Pointes (ICD 10: I47.2)
Diagnosis Ventrikel Fibrilasi
Banding Takikardia Supraventrikular dengan konduksi aberans (SVT dengan
aberans dan antar bentuk VT di atas)
Atrial Flibrilasi dengan konduksi aberans
Atrial flutter dengan konduksi aberans
Pemeriksaan 1. EKG 12 lead (GR I; Ref A)
Penunjang EKG 12 lead saat istirahat direkomendasikan pada semua pasien
*EKG Holter dengan ventrikular aritmia
Ro Thorax 2. Exercise Stress Test (EST) (GR I; Ref A)
EST direkomendasikan pada pasien dewasa dengan ventrikular
aritmia yang memiliki risiko moderate atau tinggi PJK
3. Laboratorium (GR I; Ref B)
Elektrolit, hematologi rutin, faktor koagulasi, fungsi tiroid, fungsi
ginjal, HbsAg, anti HCV dan HIV
4. Echocardiography (GR I; Ref B)
Echocardiography untuk menilai fungsi ventrikel kiri dan deteksi
penyakit struktural jantung direkomendasikan pada semua
pasien dengan ventrikel aritmia
5. MRI atau CT cardiac (GR IIa; Ref B)
MRI atau CT kardiak dipertimbangkan pada pasien dengan
ventrikel aritmia apabila echocardiography tidak dapat
memberikan informasi akurat tentang fungsi ventrikel kiri dan
kanan atau evaluasi struktur jantung
6. Angiografi koroner (GR IIa; Ref C)
Angiografi koroner harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi
adakah signifikan stenosis koroner pada pasien dengan ventrikel
aritmia yang mengancam nyawa.
7. Studi Elektrofisiologi (GR I; Ref B)
Elektrofisiologi pasien dengan sinkop direkomendasikan untuk
evaluasi diagnostik pasien dengan infark miokard dengan
ventrikel takiaritmia.

D. PPK Aritmia
79
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Ventrikular
Takikardia Ventrikular Berkas Cabang Takikardia Ventrikular Diopatik dari Outflow
Tract Takikardia Ventrikular Diopatik Left Ventrikel Takikardia Ventrikular Iskemik
Torsade De Pointes (ICD 10: I47.2)
Terapi Tata laksana umum: koreksi elektrolit, terutama magnesium dan
kalium
Terapi obat:
a. VT Berkas Cabang Akut dengan adenosine IV: ATP 10mg – 20
mg, dilanjutkan dengan beta bloker dan/atau amiodaron
b. VTI diopatik dari outflow tract Akut dengan adenosine IV.:
ATP10mg – 20 mg, dilanjutkan dengan beta bloker dan/atau
amiodaron
c. VTI diopatik dari LV Akut dengan adenosine IV: Verapamil,
dilanjutkan dengan beta bloker dan/atau amiodaron
d. VT Iskemik, Akut dengan overdrive pacing atau kardioversi,
dilanjutkan dengan beta bloker dan/atau amiodaron
e. Torsade de Pointes Akut dengan adenosine IV: ATP10mg – 20
mg, dilanjutkan dengan betabloker
Terapi definitif:
a. VT Berkas Cabang: ablasi radio frekuensi diberkas cabang
(umumnya kanan)
b. VTI diopatik dari outflow tract: ablasi radio frekuensi
menggunakan pemetaan 3D untuk menilai aktivasi dini sebagai
fokus takikardia.
c. VTI diopatik dari LV: ablasi radio frekuensi menggunakan
pemetaan 3D untuk menilai diastolic potential dan presystolic
Purkinje potential
d. VT Iskemik: ablasi radio frekuensi menggunakan pemetaan 3D
untuk substrate mapping dan pemasangan ICD
Target ablasi:
o Entrainment mapping:
 Concealed entrainment saat pacemap
 PPI= VT cycle length ±30 ms

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


80
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Ventrikular
Takikardia Ventrikular Berkas Cabang Takikardia Ventrikular Diopatik dari Outflow
Tract Takikardia Ventrikular Diopatik Left Ventrikel Takikardia Ventrikular Iskemik
Torsade De Pointes (ICD 10: I47.2)
 Stimulus-QRS interval saat pacing= electrogram–QRS saat
VT ±20sm
o Substrate mapping:
 Daerah dengan konduksi lambat
 Stimulus-QRS interval >4070ms
 Daerah dengan kesesuaian pace map 10/12
 Isolated diastolic potentials
 Adanya channels di antara atau di dalam scar
o Polimorfik VT:
 Pace map dari trigger beat
 Umumnya menunjukkan aktivasi purkinje yang dini baik
saat SR maupun saat trigger beat.
e. Torsade de Pointes: ablasi radio frekuensi menggunakan
pemetaan 3D untuk substrate mapping.
1. RJPO
RJPO harus dilakukan pada pasien dengan henti jantung (GR
I; Ref A)
2. Amiodarone
- Amiodarone intravena diberikan pada pasien dengan
hemodinamik tidak stabil atau ventrikel aritmia yang
menetap setelah defibrilasi atau cardioversi optimal (GR
I; Ref A) Sotalol
- Amiodarone atau sotalol dapat diberikan untuk pasien
PJK dengan episode ventrikel aritmia rekuren atau dengan
ICD (GR I; Ref B)
3. Cardioversion
Cardioversion dilakukan pada pasien dengan hemodinamik
tidak stabil (GR I; Ref A)

D. PPK Aritmia
81
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Ventrikular
Takikardia Ventrikular Berkas Cabang Takikardia Ventrikular Diopatik dari Outflow
Tract Takikardia Ventrikular Diopatik Left Ventrikel Takikardia Ventrikular Iskemik
Torsade De Pointes (ICD 10: I47.2)
4. Revaskularisasi
Pada pasien dengan STEMI disertai ventrikel aritmia
revaskularisasi emergency direkomendasikan (GR I; Ref B)
5. Implantable Cardiac Defibrilliator (ICD)
- ICD direkomendasikan pada pasien dengan ventrikel
aritmia stabil yang bukan dikarenakan penyebab yang
reversibel atau pada PJK disertai sustained ventrikel
takikardia monomorfik pada elektrofisiologi. (GR I; Ref B)
- Pada pasien dengan EF <35% karena PJK, 40 hari setelah
infark dan minimal 90 hari setelah revaskularisasi. (GR I;
Ref A)
- Pada pasien bukan PJK disertai ventrikel aritmia rekuren
dengan NYHA kelas II-III dan EF <35% direkomendasikan
ICD. (GR I; Ref A)
6. Calcium channel blocker (CCB)
CCB direkomendasikan pada pasien dengan koroner spasme
disertai ventrikel aritmia. (GR I; Ref B)
7. Ablasi kateter
Pasien dengan ventrikel aritmia dengan struktur jantung
normal dan tidak respons dengan pemberian medikamentosa.
(GR I; Ref B)
Edukasi  Edukasi mengenali tanda dan gejala secara mandiri. Mengajarkan
cara menghitung nadi, mengukur tekanan darah, mengelah
berdebar, rasa melayang seperti akan pingsan, keringat dingin,
lemas
 Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan ketika timbul tanda
dan gejala, seperti: istirahat, bila keluhan tidak hilang harus
segera ke pelayanan kesehatan terdekat
 Edukasi tindakan lanjut/terapi definitif: Radio Frekuensi Ablasi

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


82
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Takikardia Ventrikular
Takikardia Ventrikular Berkas Cabang Takikardia Ventrikular Diopatik dari Outflow
Tract Takikardia Ventrikular Diopatik Left Ventrikel Takikardia Ventrikular Iskemik
Torsade De Pointes (ICD 10: I47.2)
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam

D. PPK Aritmia
83
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Total AV Blok (ICD-10: I44.2)


Pengertian Total AV Blok (TAVB) adalah keadaan di mana terjadi kegagalan
(Definisi) konduksi impuls listrik dari nodus sinoatrial ke ventrikel, sehingga
atrium dan ventrikel memiliki pemacu independen sendiri-
sendiri.
Anamnesis 1. Tanpa gejala
2. Sinkop, hampir sinkop, sesak, kapasitas fisik menurun
3. Gejala bisa bervariasi tergantung kondisi penyakit lain yang
menimbulkan AV blok seperti: infark miokard akut, hipotiroid,
pasca Aortic Valve Replacement (AVR), degenerative, hiperkalemia
karena Chronic Kidney Disease (CKD)
4. Riwayat pemakaian obat yang dapat mencetuskan TAVB:
intoksikasi digitalis, beta bloker, Calcium Channel Blockers (CCB)
Pemeriksaan 1. Bradikardia
Fisik 2. Bisa terjadi gangguan hemodinamik berupa tekanan darah
menurun atau tanda- tanda syok kardiogenik
3. Gelombang a prominen pada JVP (Canon “a” waves)
Kriteria EKG 12 sadapan:
Diagnosis 1. Gelombang P dan gelombang QRS saling tidak ada hubungan
(disosiasi), gelombang P lebih banyak dari QRS
2. Tergantung lokasi blok, maka irama escape bisa berasal dari
junction (idio junctional rhythm, dengan QRS sempit, dan laju
jantung relatif lebih cepat) atau dari ventrikel (idio ventricular
rhythm, dengan kompleks QRS lebar dan laju jantung relatif
lebih lambat).
Diagnosis Kerja Total AV blok (TAVB)/AV blok derajat III
Diagnosis 1. AV blok derajat tinggi
Banding 2. Sinus arrest (Sino-Atrial blok derajat 3)
Pemeriksaan 1. Holter Monitoring (GR I; LOE C; Ref 1)
Penunjang Monitoring ECG minimal 24 jam membantu diagnostik ketika
ada periode TAVB atau pause ventrikel > 3 detik

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


84
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Total AV Blok (ICD-10: I44.2)


2. Rontgen toraks
Melihat kontur dan ukuran jantung, infeksi paru atau edema
paru
3. Lab: darah lengkap, fungsi ginjal, elektrolit, analisa gas darah,
marker kardiak, screening HbsAg, anti HCV
Jika ada kecurigaan adanya kelainan yang bisa dikoreksi sebagai
penyebab TAVB (misal: infark miokard akut; hiperkalemia karena
CKD)
4. Ekokardiografi (GR I; LOE B; Ref 1)
Ekokardiografi diindikasikan untuk diagnosis dan stratifikasi
risiko pada pasien dengan gejala pingsan yang dicurigai
mempunyai kelainan struktur jantung
Terapi 1. Pacu jantung sementara (GR I; LOE B; Ref 1)
Pacu jantung sementara diindikasikan pada pasien TAVB yang
diperkirakan disebabkan oleh penyebab yang reversible (ICD 9
CM 37.70)
2. Pacu jantung permanen (GR I; LOE C; Ref 2)
Pacu jantung permanen diindikasikan pada TAVB tanpa
memperhatikan gejala, yang diperkirakan disebabkan oleh
penyebab irreversible (ICD 9 CM 37.81)
Edukasi 1. Mengenali tanda dan gejala secara mandiri
2. Tindakan yang harus dilakukan: evaluasi keadaan klinis, pasien
dengan gangguan hemodinamik atau tidak
3. Tindakan lanjut/terapi definitif: pacu jantung permanen
Prognosis Ad Vitam (Hidup): Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh): Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi): Dubia ad bonam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. Ref: Referensi yaitu nomor urut referensi sesuai dengan daftar referensi yang tertulis
pada kolom Kepustakaan.

D. PPK Aritmia
85
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fibrilasi Atrium (ICD-10: I48)


Pengertian Fibrilasi atrium (FA) adalah takiaritmia supraventrikular yang khas,
(Definisi) dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan
fungsi mekanis atrium yang semakin memburuk. Pada
elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah tiadanya konsistensi
gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi)
yang bervariasi amplitudo, bentuk, dan durasinya. Pada fungsi NAV
yang normal, FA biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga
ireguler dan seringkali cepat.
Anamnesis Spektrum presentasi klinis sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik
hingga syok kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat.
Hampir >50% episode FA tidak menyebabkan gejala (silent atrial
fibrillation). Beberapa gejala ringan yang mungkin dikeluhkan
pasien antara lain:
1. Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai pukulan
genderang, gemuruh guntur, atau kecipak ikan di dalam dada.
2. Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
3. Presinkop atau sinkop
4. Kelemahan umum, pusing
Selain itu, FA juga dapat menyebabkan gangguan hemodinamik,
kardiomiopati yang diinduksi oleh takikardia, dan tromboembolisme
sistemik.
Penilaian awal dari pasien dengan FA yang baru pertama kali
terdiagnosis harus berfokus pada stabilitas hemodinamik dari
pasien.
Pemeriksaan 1. Hemodinamik dapat stabil atau tidak stabil
Fisik 2. Denyut nadi tidak teratur
3. Denyut nadi dapat lambat, jika disertai dengan kelainan irama
blok
4. Jika hemodinamik tidak stabil dengan denyut yang cepat
sebagai kompensasi, maka terdapat tanda-tanda hipoperfusi
(akral dingin, pucat)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


86
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fibrilasi Atrium (ICD-10: I48)


Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. EKG:
- Laju ventrikel bersifat ireguler
- Tidak terdapat gelombang P yang jelas
- Gelombang P digantikan oleh gelombang F yang ireguler
dan acak, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler pula.
- Secara umum: Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/
menit, tetapi jarang melebihi 160 170x/menit.
- Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS
lebar) setelah siklus interval RR panjang-pendek (fenomena
Ashman):
- Pre-eksitasi
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Blok berkas cabang
- Tanda infark akut/lama
3. Berdasarkan durasi dibagi menjadi:
- First Diagnosed AF
- Paroxismal AF: <48 jam – 7 hari
- Persistent AF: >7 hari
- Long standing Persistent AF: ≥ 1 tahun
- Permanent AF
4. Menilai lima domain pada pasien yang baru terdiagnosis dengan
FA
a. Haemodinamik tidak stabil dan gejala berat yang sangat
membatasi kehidupan normal pasien
b. Adanya faktor presipitat (seperti tirotoksikosis, sepsis, atau FA
pasca operasi) dan kondisi kardiovaskular yang mendasari.
c. Risiko stroke dan kebutuhan penggunaan antikoagulan
d. Laju jantung dan kebutuhan untuk kendali laju
e. Penilai gejala dan keputusan untuk kendali irama
5. Stratifikasi risiko stoke dan kejadian tromboemboli: CHA2DS2-
VASc Score

D. PPK Aritmia
87
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fibrilasi Atrium (ICD-10: I48)


6. Foto toraks: Pemeriksaan foto toraks biasanya normal, tetapi
kadang-kadang dapat ditemukan bukti gagal jantung atau
tanda-tanda patologi parenkim atau vaskular paru (misalnya
emboli paru, pneumonia).
Diagnosis Kerja Fibrilasi atrium
Diagnosis 1. Multifocal atrial tachycardia (MAT)
Banding 2. Frequent premature atrial contractions (PAC)
3. Atrial Flutter
4. Atrioventricular Reentrant Tachycardia
5. Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia
Pemeriksaan 1. EKG 12 lead (GR 1; LOE B; Ref 13)
Penunjang Dokumentasi EKG diperlukan untuk menegakkan diagnosis
FA
2. Laboratorium darah (GR 1; LOE C; Ref 1)
Tes darah pada fungsi tiroid, renal, dan serum elektrolit, dan
darah lengkap
3. Transthoracic Echocardiography (GR 1; LOE C; Ref 12)
Transthoracic Echocardiography direkomendasikan pada semua
pasien FA untuk mengarahkan manajemen
4. Holter (GR IIa; LOE C; Ref 1)
Monitoring EKG dalam jangka panjang sebaik nya
dipertimbangkan pada pasien tertentu untuk mengetahui
adekuat tidaknya kendali laju pada pasien simptomatis dan
untuk menemukan hubungkan antara gejala yang dikeluhkan
dengan episode FA.
5. Rontgen Thorax (GR I; LOE C; Ref 1,2)
a. Parenkim paru, ketika penemuan klinis menunjukkan
abnormalitas
b. Pembuluh darah pulmonal, ketika penemuan klinis
menunjukkan abnormalitas

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


88
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fibrilasi Atrium (ICD-10: I48)


6. Exercising Test (Ref 2)
a. Ketika keadekuatan kendali rate dipertanyakan.
b. Untuk memproduksi exercise-induced FA
c. Untuk mengeksklusi iskemia sebelum terapi pada pasien
tertentu dengan obat antiaritmia tipe IC
7. Transoesophageal Echocardiography
(GR 1; LOE B; Ref 1, 2, 38, 40)
a. Untuk mengidentifikasi LA thrombus (LAA)
b. Untuk mengarahkan cardioversi
8. Electrophysiological study (Ref 2)
a. Untuk memastikan mekanisme suatu takikardia QRS lebar
b. Menentukan Aritmia yang menjadi predisposisi terjadinya FA
c. Untuk mencari situs untuk dilakukannya ablasi FA kuratif atau
ablasi blok/modifikasi konduksi AV
Terapi Pasien FA dengan hemodinamik tidak stabil
Untuk pasien FA dengan Hemodinamik tidak stabil, dilakukan
kardioversi elektrik urgent untuk memperbaiki output kardiak.
- Prosedur: Dilakukan syok cardioversi (direct current)
tersinkronisasi dengan dosis energi bifasik 120-200 Joule. (GR
I; LOE B; Ref 37,39)
Terapi pencegahan stroke pada pasien FA
1. Dilakukan prediksi risiko stroke dengan menggunakan skor
CHA2DS2VASc. (GR I; LOE A; Ref 16, 17, 19)
2. Antikoagulan Oral untuk mencegah tromboembolisme pada
semua pasien FA laki-laki dengan CHAD2DS2VASc 2 atau lebih.
(GR I; LOE A; Ref 6, 15, 21)
3. Antikoagulan Oral untuk mencegah tromboembolisme pada
semua pasien FA perempuan dengan CHAD2DS2VASc 3 atau
lebih. (GR I; LOE A; Ref 6, 21) Antikoagulan Oral untuk mencegah
tromboembolisme pada semua pasien FA laki-laki dengan
CHAD2DS2VASc 1 dengan mempertimbangkan karakteristik
individual pasien. (GR IIa; LOE B; Reg 17, 18)

D. PPK Aritmia
89
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fibrilasi Atrium (ICD-10: I48)


4. Antikoagulan Oral untuk mencegah tromboembolisme pada
semua pasien FA laki-laki dengan CHAD2DS2VASc 2 dengan
mempertimbangkan karakteristik individual pasien. (GR I; LOE
B; Ref 17, 18)
5. Vitamin K antagonist therapy (INR 2.0-3.0 atau lebih) diberikan
sebagai pencegahan stroke pada pasien FA dengan stenosis
mitral moderat hingga berat atau dengan katup jantung
mekanik. (GR I; LOE B; Ref 11, 22-24)
6. Pada pasien yang dapat diberikan NOAC (apixaban,
dabigatran, edoxaban atau rivaroxaban), maka NOAC lebih
direkomendasikan dibandingkan Vitamin K antagonist. (GR I;
LOE A; Ref 7, 21)
7. Ketika pasien diterapi dengan vitamin K antagonis maka TTR
(time in therapeutic range) harus dibuat setinggi mungkin dan
benar-benar dicermati. (GR I; LOE A; Ref 20, 25)
Kendali irama pada FA
1. Kecuali pada pasien FA dengan Haemodinamik yang tidak
stabil pilihan antara melakukan kardioversi farmakologis atau
elektrikal ditentukan berdasarkan pilihan pasien bersama
dengan dokter yang merawat. (GR IIa; LOE C; Ref 1)
2. Kardioversi FA direkomendasikan bagi pasien FA persistent
dan FA long-standing persistent yang simtomatis. (GR I; LOE B;
Ref 38)
3. Pasien FA yang direncanakan untuk dilakukan kardioversi
terlebih dahulu dilakukan pemberian antikoagulan paling
sedikit 3 minggu sebelum dilakukan kardioversi. (GR I; LOE B;
Ref 38, 40)
4. Bila direncanakan untuk dilakukan kardioversi lebih awal,
maka dilakukan Echocardigraphy Transoesophagus (TOE)
untuk menyingkirkan adanya trombus sebagai alternatif dari
pemberian antikoagulan preprosedur kardioversi. (GR I; LOE B;
Ref 38,40)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


90
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fibrilasi Atrium (ICD-10: I48)


5. Bila pada TOE didapatkan trombus maka dilakukan pemberian
antikoagulan sampai paling sedikit 3 minggu. (GR I; LOE C; Ref
1)
6. Kardioversi dini dapat dilakukan tanpa TOE bila durasi FA kurang
dari 48 jam. (GR IIa; LOE B; Ref 38)
7. Dilakukan TOE ulang untuk memastikan resolusi trombus
sebelum dilakukan kardioversi. (GR I; LOE C; Ref 1)
8. Pada pasien berisiko stroke perlu diberikan antikoagulan
terapi jangka panjang setelah dilakukan kardioversi, tanpa
memperhatikan jenis kardioversi yang dipilih dan kondisi irama
sinus nya. Pada pasien tanpa faktor risiko stroke, pemberian
antikoagulan dilakukan sampai 4 minggu pasca kardioversi.
(GR I; LOE B; Ref 14, 41)
9. Pemilihan obat antiaritmia untuk kardioversi farmakologis
harus dilakukan dengan seksama, dengan memperhatikan
komorbiditas, risiko kardiovaskular, dan kemungkinan terjadinya
proaritmia serius, efek toksik ekstra kardiak, gejala yang diderita
serta juga keinginan pasien. (GR I; LOE A; Ref 8, 30)
10. Flecainide, propafenon, atau vernakalant diberikan untuk
kardioversi farmakologis pada pasien yang tidak ada riwayat
penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung struktural (GR
I; LOE A; Ref 31, 32). Prosedur:
- Kardioversi farmakologis pada pasien tanpa riwayat penyakit
jantung iskemik dan penyakit jantung struktural:
- Flecainide 200-300 mg per oral atau 1.5-2 mg/kg BB selama
10 menit
- Propafenon 450-600 mg per oral atau 1.5-2 mg/kg selama 10
menit
- Vernakalant, dosis awal 3 mg/kg BB selama 10 menit, dosis
lanjutan 2 mg/kg BB selama 10 menit setelah menunggu
selama 15 menit

D. PPK Aritmia
91
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fibrilasi Atrium (ICD-10: I48)


11. Amiodaron diberikan untuk kardioversi farmakologis pada
pasien dengan dengan penyakit jantung iskemik dan penyakit
jantung struktural (GR I; LOE B; Ref 35, 36). Prosedur:
- Amiodaron 5-7mg/kg BB selama 1-2 jam, dilanjutkan dengan
50mg/jam sampai dengan maksimal 1 gram dalam 24jam
12. Dronedarone, flecainide, propafenone, atau sotalol diberikan
untuk mencegah FA simtomatis berulang pada pasien dengan
fungsi ventrikel kiri yang normal dan tanpa hipertrofi ventrikel
kiri (GR I; LOE A; Ref 49, 32, 34). Prosedur untuk pencegahan FA
simtomatis:
- Dronedarone 200 mg dua kali sehari
- Flecainide 100-150 mg dua kali sehari (atau 200mg sekali
sehari lepas lambat)
- Propafenon 150-300 mg tiga kali sehari (225-425 dua kali
sehari lepas lambat)
- Sotalol 80-160 mg dua kali sehari
13. Dronedaron diberikan untuk mencegah FA simtomatis berulang
pada pasien dengan penyakit arteri koroner stabil dan tanpa
gagal jantung (GR I; LOE A; Ref 32, 34). Prosedur untuk mencegah
FA simtomatis berulang:
- Dronedaron 200 mg dua kali sehari
14. Amiodaron diberikan utnuk pencegahan FA simtomatis
berulang pada pasien dengan gagal jantung (GR I; LOE A; Ref
36, 35). Prosedur untuk mencegah FA simtomatis berulang:
- Amiodaron, 600 mg dalam dosis terbagi selama 4 minggu,
dilanjutkan dengan 400 mg selama 4 minggu, dilanjutkan
dengan 200 mg per hari
Kendali laju (heart rate control) pada FA
1. B et a b loker, digok sin, diltia zem, at au verap amil
direkomendasikan untuk kendali laju jantung pada pasien FA
dengan LVEF ≥40% (GR I; LOE B; Ref 10, 26, 27). Prosedur:

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


92
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fibrilasi Atrium (ICD-10: I48)


Kendali laju akut Intravena:
- metoprolol 2,5-10 mg bolus intravena (dapat diulang bila
perlu)
- diltiazem 15-25 mg bolus intravena
- verapamil 2,5-10 mg bolus intravena (dapat diulang bila
perlu)
Kendali laju jangka panjang per oral:
- bisoprolol 1.25-20 mg per hari dosis tunggal atau terbagi
- carvedilol 3.125-50 mg dua kali sehari
- metoprolol 100-200 mg dosis total harian
- diltiazem 60 mg tiga kali sehari sampai dengan 360 mg dosis
total harian
- verapamil 40-120 mg tiga kali sehari
- digoxin 0.0625-0.25 mg dosis harian
2. Beta bloker dan/atau digoksin diberikan untuk kendali laju
denyut jantung pada pasien dengan LVEF < 40% (GR IB; LOE B;
Ref 5, 10, 26). Prosedur:
Kendali laju akut Intravena:
- metoprolol 2,5-10 mg bolus intravena (dapat diulang bila
perlu) dengan dosis terendah dalam mencapai kendali laju
Kendali laju jangka panjang per oral:
- bisoprolol 1.25-20 mg per hari dosis tunggal atau terbagi
- carvedilol 3.125-50 mg dua kali sehari
- metoprolol 100-200 mg dosis total harian
- digoxin 0.0625-0.25 mg dosis harian
3. Laju jantung istirahat <110 menjadi target laju jantung untuk
terapi kendali laju jantung (GR IIa; LOE B; Ref 28).
4. Ablasi nodus atrioventrikular dapat dipertimbangkan untuk
kendali laju pada pasien yang tidak responssif atau atau tidak
toleran terhadap terapi kendali laju dan kendali irama yang
intensif. Dengan demikian menerima keadaan bahwa pasien
ini akan bergantung pada pacemaker. (GR IIa; LOE B; Ref 9, 29)

D. PPK Aritmia
93
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fibrilasi Atrium (ICD-10: I48)


Terapi ablasi kateter pasien FA
1. Ablasi kateter pada pasien FA paroksismal dapat dilakukan
untuk memperbaiki gejala-gejala FA pada pasien dengan FA
simtomatis berulang dengan terapi obat antiaritmia (amiodaron,
dronedaron, flecainide, propafenon, sotalol) dan memungkinkan
untuk dapat dilakukan terapi kendali irama. Dilakukan oleh
seorang elektrofisiologis yang telah mendapatkan pelatihan
dan bekerja melakukan prosedur tersebut di institusi yang
berpengalaman (GR I; LOE A; Ref 41, 42)
Edukasi 1. Mengenali tanda dan gejala secara mandiri
Mengajarkan cara menghitung nadi yang irreguler, mengukur
tekanan darah, mengeluh berdebar, rasa melayang seperti akan
pingsan
2. Tindakan yang harus dilakukan
Tahapan awal yang harus dilakukan ketika timbul tanda dan
gejala, seperti: istirahat, minum obat yang dianjurkan, ketika
keluhan tidak hilang harus segera ke pelayanan kesehatan
terdekat
3. Tindakan lanjut/terapi definitif
Untuk menghilangkan penyakit (tentang terapi: radiofrekuensi
ablasi penutupan Aurikula LA)
Prognosis Ad Vitam (Hidup) : bonam
Ad Sanationam (sembuh) : bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : bonam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline
RSUD Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. Ref: Referensi yaitu nomor urut referensi sesuai dengan daftar referensi yang tertulis
pada kolom Kepustakaan.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


94
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop
Pengertian Kehilangan kesadaran (pingsan) sementara karena hipoperfusi
(Definisi) serebral global yang ditandai dengan onset cepat, berlangsung
singkat dan pulih secara komplit, dapat diklasifikasikan menjadi:
- Sinkop Refleks (neurally- mediated)
- Sinkop karena Hipotensi Ortostatik
- Sinkop Kardiovaskular (aritmia, penyakit jantung struktural,
diseksi aorta, infark miokard akut, dan obstruksi outflow tract)
Anamnesis Sebelum sinkop:
 Posisi (berbaring, duduk atau berdiri)
 Aktivitas (istirahat, berubah posisi, selama atau sesudah latihan,
selama dan segera setelah buang air kecil, buang air besar, batuk
atau mengejan)
 Faktor predisposisi (kerumunan atau suhu ruang tinggi, berdiri
lama, sesudah makan)
 Faktor pencetus (ketakutan, nyeri hebat, gerakan leher)
Saat sinkop: (Hetero anamnesis)
 Warna kulit (pucat, kebiruan)
 Lama serangan pingsan
 Gerakan badan dan gigitan pada lidah
Setelah sinkop:
 Keringat, rasa dingin, muntah
 Kebingungan, lateralisasi
 Warna kulit
 Luka dan injury
 Nyeri dada dan palpitasi
Anamnesis riwayat penyakit dahulu
 Riwayat keluarga meninggal mendadak, Arrhythmogenic right
ventricular dysplasia
 Penyakit jantung sebelumnya
 Penyakit saraf dan metabolik sebelumnya
 Riwayat pengobatan (antihipertensi, antiaritmia, obat yang
memperpanjang QT interval: amiodaron, azithromycin,
haloperidol, eritromisin)

D. PPK Aritmia
95
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop
Pemeriksaan - Tanda vital:
Fisik  Tekanan darah posisi berbaring, duduk, dan berdiri
 Nadi: reguler/irreguler
 Respirasi
- Kepala leher: peningkatan JVP
- Toraks:
 Jantung: Batas jantung, Murmur, Ekstrasistol
 Paru: Ronchi
- Abdomen: hepatomegali; ascites
- Ekstremitas: Edema tungkai
Kriteria - Sinkop vasovagal adalah sinkop yang dicetuskan oleh stres
Diagnosis emosional atau stres ortostatik dan berkaitan dengan prodromal
tipikal (GR I; LOE C; Ref 2,3)
- Sinkop situasional adalah sinkop yang terjadi pada saat atau
segera setelah pencetus yang spesifik (batuk, bersin, stimulasi
sistem pencernaan, mikturisi, setelah olahraga, setelah makan
(GR I; LOE C; Ref 2,3)
- Sinkop ortostatik adalah sinkop yang terjadi setelah berdiri dan
ada dokumentasi hipotensi ortostatik (GR I; LOE C; Ref 2,3)
- Sinkop karena aritmia (arrhythmogenic syncope) bila pada
pemeriksaan EKG terdapat: (GR I; LOE C; Ref 2,3)
1. Sinus bradikardia persisten < 40 kali per menit atau terdapat
sinoatrial block atau sinus pause ≥ 3 detik
2. Blok AV derajat 2 tipe Mobitz II atau blok AV derajat 3
3. Blok cabang berkas kanan dan kiri yang terjadi bergantian
4. VT atau SVT paroksismal
5. Non-sustained polymorphic VT dan interval QT panjang atau
pendek
6. Irama pacemaker atau ICD yang mengalami disfungsi dengan
pause kardiak
- Sinkop karena iskemia miokard bila terdapat EKG dengan
gambaran iskemia miokard akut dengan atau tanpa infark
miokard (GR I; LOE C; Ref 2,3)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


96
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop
- Sinkop kardiovaskular adalah sinkop pada pasien dengan
miksoma atrial, stenosis aorta berat, hipertensi pulmonal,
emboli paru, atau diseksi aorta akut (GR I; LOE C; Ref 2,3).
Diagnosis Sinkop
Diagnosis 1. Kehilangan kesadaran parsial atau total tanpa hipoperfusi
Banding serebral:
- Epilepsi
- Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipoksia, hiperventilasi
dengan hipokapnea)
- Intoksikasi
- TIA Vertebrobasiler
2. Kelainan tanpa gangguan kesadaran:
- Cataplexy
- Drop attack
- Pseudosyncope psychogenic
- Transient Ischemic Attack (TIA) yang bersumber dari karotis
Pemeriksaan 1. CSM (Carotid Sinus Massage)
Penunjang Indikasi:
- CSM dilakukan bila sinkop pada usia ≥ 40 tahun dengan
etiologi yang tidak diketahui setelah pemeriksaan awal (GR
I; LOE B; Ref 2)
- CSM sebaiknya dihindari pada pasien dengan riwayat TIA atau
stroke dalam 3 bulan terakhir dan pasien dengan murmur
karotis (kecuali jika Dopler karotis dapat menyingkirkan
adanya stenosis signifikan) (GR I; LOE C; Ref 2)
2. Berdiri aktif
- Menilai tekanan darah dengan sfigmomanometer tekanan
darah saat berbaring dan saat berdiri selama 3 menit
diindikasikan sebagai evaluasi awal ketika dicurigai terdapat
hipotensi ortostatik (GR I; LOE B; Ref 2)
- Pengukuran denyut demi denyut dengan pengukuran
tekanan noninvasif dapat berguna pada kasus-kasus yang
meragukan (GR II; LOE C; Ref 2)

D. PPK Aritmia
97
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop
3. Tilt testing
- Menilai tekanan darah dengan sfigmomanometer tekanan
darah saat berbaring dan saat berdiri selama 3 menit
diindikasikan sebagai evaluasi awal ketika dicurigai terdapat
hipotensi ortostatik (GR I; LOE B; Ref 2)
- Pengukuran denyut demi denyut dengan pengukuran
tekanan noninvasif dapat berguna pada kasus-kasus yang
meragukan (GR I; LOE C; Ref 2)
4. Elektrokardiografi (EKG) (GR I; LOE B; Ref 2)
- EKG dilakukan untuk pasien dengan klinis atau gambaran
EKG mengarah ke sinkop artmik
- Pemeriksaan EKG segera setelah datang ke RS diindikasikan
untuk pasien risiko
5. Studi elektrofisiologi (EPS) (GR I; LOE B; Ref 2)
- Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik, EPS
diindikasikan bila pada pemeriksaan awal mengarah pada
dugaan etiologi sinkop adalah aritmia, kecuali sudah ada
dugaan kuat ke arah penyakit jantung iskemik
6. Tes Adenosin Trifosfat (ATP) (GR III; LOE B; Ref 2)
- Karena ATP tidak berkorelasi erat dengan sinkop spontan,
tes ATP tidak dapat digunakan sebagai uji diagnostik untuk
memilih kandidat pasien untuk pacu jantung
7. Ekokardiografi (GR I; LOE B; Ref 2)
- Karena ATP tidak berkorelasi erat dengan sinkop spontan,
tes ATP tidak dapat digunakan sebagai uji diagnostik untuk
memilih kandidat pasien untuk pacu jantung
8. Uji latih (GR I; LOE C; Ref 2)
- Dipilih pada pasien yang mengalami sinkop saat atau sesaat
setelah aktifitas
9. Evaluasi psikiatri (GR I; LOE C; Ref 2)
- Diindikasikan pada pasien dengan sinkop diduga
pseudosinkop psikogenik

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


98
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop
10. Evaluasi neurologi (GR III; LOE B; Ref 2)
- Elektro Ensefalografi (EEG), sonografi arteri leher, CT-scan,
dan MRI kepala tidak diindikasikan kecuali ada kecurigaan
kecurigaan etiologi kehilangan kesadaran di luar sinkop.
Terapi Sinkop Refleks
1. Penjelasan tentang diagnosis dan risiko kambuh diinformasikan
pada semua pasien (GR I; LOE C; Ref 2)
2. Penjelasan tentang diagnosis dan risiko kambuh diinformasikan
pada semua pasien (GR I; LOE B; Ref 2)
3. Pacu jantung dipertimbangkan pada pasien dengan CSS
cardioinhibitori dominan, pasien dengan refleks sinkop rekuren,
umur > 40 tahun (GR Iia; LOE B; Ref 2)
4. Midodrine dapat diberikan pada pasien dengan VVS yang
refrakter terhadap perubahan gaya hidup (GR Iia; LOE B; Ref 2)
5. Tilt training dapat bermanfaat untuk edukasi pasien tetapi
manfaat jangka panjang diperoleh tergantung dari kepatuhan
pasien (GR Iib; LOE B; Ref 2)
6. Pacu jantung mungkin diperlukan pada pasien dengan responss
kardioinhibitori dengan episode sinkop berulang yang sering
dan usia > 40 tahun setelah terapi alternatif gagal (GR Iib; LOE
C; Ref 2)
7. Pacu jantung tidak diindikasikan bila tidak ada refleks
kardioinhibitori (GR III; LOE C; Ref 2)
8. Tidak ada indikasi pemberian obat penghambat beta adrenergik
(GR III; LOE A; Ref 2)
9. Hidrasi yang cukup dan asupan garam harus dijaga (GR I; LOE
C; Ref 2)
10. Midodrine dapat diberikan bila perlu (GR Iia; LOE B; Ref 2)
11. Fludrocortisone dapat diberikan sebagai terapi tambahan bila
diperlukan (GR IIa; LOE C; Ref 2)
12. PCM dapat diberikan (GR II b; LOE C; Ref 2)
13. Stoking penyangga abdominal untuk mengurangi pooling vena
dapat diberikan (GR Iib; LOE C; Ref 2)

D. PPK Aritmia
99
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop
14. Headup tilt sleeping untuk meningkatkan volume cairan dapat
diberikan (GR IIb; LOE C; Ref 2)
Sinkop kardiovaskular
1. Sinkop karena aritmia harus diterapi sesuai penyebabnya (GR I;
LOE B; Ref 2)
Edukasi 1. Penyebab dan faktor pencetus
2. Perjalanan penyakit
3. Terapi
4. Penanganan pertama terhadap kambuhan
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


100
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop Kardiovaskular
Pengertian Kehilangan kesadaran (pingsan) sementara karena hipoperfusi
(Definisi) serebral global yang ditandai dengan onset cepat, berlangsung
singkat dan pulih komplit secara spontan dengan penyebab
aritmia disertai kelainan struktur kardiovaskular.
Anamnesis Sebelum serangan pingsan harus diperinci kondisi sebagai
berikut:
 Posisi (berbaring, duduk atau berdiri)
 Aktivitas (istirahat, berubah posisi, selama atau sesudah latihan,
selama dan segera setelah buang air kecil, buang air besar, batuk
atau mengejan)
 Faktor predisposisi (kerumunan atau suhu ruang tinggi, berdiri
lama, sesudah makan)
 Faktor pencetus (ketakutan, nyeri hebat, gerakan leher)
Heteroanamnesis waktu serangan
 Warna kulit (pucat, kebiruan)
 Lama serangan pingsan
 Gerakan badan dan gigitan pada lidah
Anamnesis sesudah serangan
 Keringat, rasa dingin, muntah
 Kebingungan, lateralisasi
 Warna kulit
 Luka dan injury
 Nyeri dada dan palpitasi
Anamnesis riwayat penyakit dahulu
 Riwayat keluarga mati mendadak, Arrhythmogenic right
ventricular dysplasia
 Penyakit jantung sebelumnya
 Penyakit saraf dan metabolik sebelumnya
 Riwayat pengobatan (antihipertensi, antiaritmia, obat yang
memperpanjang QT interval-amiodaron, azithromycin,
haloperidol, eritromisin)

D. PPK Aritmia
101
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop Kardiovaskular
Pemeriksaan Sinkop karena aritmia pada pemeriksaan fisik didapatkan irama
Fisik jantung tidak teratur (bardiartimia atau takiaritmia) dan variasi
besaran tekanan darah bila dilakukan berulang.
Sinkop karena iskemia miokard pada pemeriksaan fisik mungkin
tidak dijumpai kelainan, adanya murmur sistolik di apeks karena
disfungsi otot papilaris, syok kardiogenik bila lokalisasi iskemia
miokard luas.
Sinkop disertai dengan miksoma atrial yang mengalami prolap
pada pemeriksaan fisik didapatkan murmur diastolik rumbling
di apeks grade 3/6 atau grade <3/6 bila terdapat obstruksi total
miksoma atrial.
Sinkop disertai dengan stenosis katup aorta berat memberikan
gambaran murmur sistolik di left strenal border II kiri yang menjalar
ke karotis. atau deseksi aorta akut
Kriteria Sinkop kardiovaskular bila Evaluation of Guidelines in Syncope Study
Diagnosis 2 trial (EGSYS-2) ≥ 3 dengan sensitivitas sebesar 95%/92% dan
spesifisitas sebesar 61%/69%.
Adapun variabel dalam EGSYS-2 adalah
 Palpitations before syncope (score 4)
 Abnormal ECG and/or heart disease (score 3)
 syncope during effort (score 3)
 syncope in supine position (score 2)
 autonomic prodromes (score -1)
 predisposing and/or precipitating factors (score -1)
Diagnosis 1. Sinkop vasovagal adalah sinkop yang dicetuskan oleh stres
emosional atau stres ortostatik dan berkaitan dengan prodromal
tipikal (GR I; LOE C)
2. Sinkop situasional adalah sinkop yang terjadi pada saat atau
segera setelah pencetus yang spesifik (batuk, bersin, stimulasi
sistem pencernaan, mikturisi, setelah olahraga, setelah makan
3. Sinkop ortostatik adalah sinkop yang terjadi setelah berdiri dan
ada dokumentasi hipotensi ortostatik (GR I; LOE C)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


102
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop Kardiovaskular
4. Sinkop karena aritmia (arrhythmogenic syncope) bila pada
pemeriksaan EKG terdapat: (GR I; LOE C)
- Sinus bradikardia persisten < 40 kali per menit atau terdapat
sinoatrial block atau sinus pause ≥ 3 detik
- Blok AV derajat 2 tipe Mobitz II atau Blok AV derajad 3
- Blok cabang berkas kanan dan kiri yang terjadi bergantian.
- VT atau SVT paroksismal
- Non-sustained polymorphic VT dan interval QT panjang atau
pendek
- Irama pacemaker atau ICD yang mengalami disfungsi dengan
pause kardiak.
5. Sinkop karena iskemia miokard bila terdapat EKG dengan
gambaran iskemia miokard akut dengan atau tanpa infark
miokard (GR I; LOE C) Indikasi masuk rumah sakit yaitu:
 Penyakit jantung koroner dan Penyakit jantung struktural
yang berat (gagal jantung, fraksi ejeksi rendah, riwayat infark
miokard)
 Kondisi klinis dan gambaran EKG yang mengarah ke sinkop
aritmik:
a. Pingsan waktu akitivitas atau berbaring
b. Palpitasi pada saat sinkop
c. Riwayat keluarga meninggal mendadak
d. Non-sustained VT
e. Blok bifasikular (LBBB atau RBBB dengan LAFB atau LPFB
atau abnormalitas konduksi interventrikuler lain dengan
durasi QRS > 120 ms)
f. Sinus bradikardia inadekuat (nadi < 50x/menit) atau
blok sinoatrial tanpa riwayat penggunaan pengobatan
kronotropik negatif atau latihan fisik
g. Kompleks pre-eksitasi QRS
h. Interval QT yang memendek atau memanjang
i. Pola RBBB dengan elevasi ST di lead V1-V3 (pola
Brugada)

D. PPK Aritmia
103
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop Kardiovaskular
j. Gelombang T negatif di prekordial kanan, gelombang
epsilon dan potensial ventrikel lambat yang mengarah
ke ARVC
 Komorbid lain: anemia berat, gangguan elektrolit
Diagnosis Epilepsi, hipogikemia, hiperventilasi dengan hipokapnia, intoksikasi,
Banding vertebrobasiler TIA, cataplexy, drop attack, pseudosyncope
psychogenic, TIA.
Pemeriksaan 1. Elektrokardiografi
Penunjang - EKG dilakukan untuk pasien dengan klinis atau gambaran
EKG mengarah ke sinkop aritmik (GR I; LOE B; Ref 4)
- Pemeriksaan EKG segera setelah datang ke RS diindikasikan
untuk pasien risiko tinggi (GR I; LOE C; Ref 4)
- Pemeriksaan Holter diindikasikan pada pasien yang sering
sinkop (>1x/minggu) (GR I; LOE B; Ref 4)
2. Studi Elektrofisiologi (EPS)
- Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik, EPS
diindikasikan bila pada pemeriksaan awal mengarah pada
dugaan etiologi sinkop adalah aritmia, kecuali sudah ada
dugaan kuat ke arah penyakit jantung iskemik (GR I; LOE B;
Ref 4)
- Pasien BBB, EPS harus dipertimbangkan ketika uji invasif
gagal menegakkan diagnosis (GR Iia; LOE B; Ref 4)
3. Ekokardiografi
- Digunakan untuk diagnosis dan stratifikasi risiko untuk pasien
dengan kecurigaan penyakit jantung structural (GR I; LOE B;
Ref 4)
- Ekokardiografi sendiri merupakan diagnostik untuk
mengetahui penyebab sinkop pada kasus stenosis aorta
berat, tumor atau trombus kardiak obstruktif, tamponade
perikard, diseksi aorta dan kelainan kongenital pada arteri
koroner (GR I; LOE B; Ref 4)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


104
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop Kardiovaskular
4. Uji latih
- Dilakukan pada pasien yang mengalami sinkop saat atau
sesaat setelah latihan (GR I; LOE C; Ref 4)
- Uji latih dikatakan memiliki nilai diagnostik bila sinkop
berulang pada saat atau sesaat setelah latihan dengan
adanya abnormalitas gambaran EKG dan hipotensi (GR I; LOE
C; Ref 4)
- Uji latih bersifat diagnostik bila muncul mobitz II derajat II
atau AV blok derajat III saat latihan meskipun tanpa sinkop
(GR I; LOE C; Ref)
Terapi 1. Pacu jantung
- Pacu jantung diindikasikan pada pasien dengan penyakit
nodus sinus di mana sinkop disebabkan sinus arrest
(hubungan klinis-EKG) tanpa sebab yang dapat dikoreksi
(GR I; LOE C; Ref 4,5)
- Pacu jantung diindikasikan pada penyakit nodus sinus
dengan sinkop dan CSNRT abnormal (GR I; LOE C; Ref 4,5)
- Pacu jantung diindikasikan pada penyakit sinus dengan
sinkop dan pause asimtomatik > 3 detik (perkecualian pada
pasien muda yang terlatih, saat tidur dan pada pasien yang
minum obat) (GR I; LOE C; Ref 4,5)
- Pacu jantung diindikasikan pada pasien dengan sinkop dan
Mobit II derajat II, blok AV derajat tinggi atau AV blok total
(GR I; LOE B; Ref 4,5)
- Pacu jantung diindikasikan pada pasien dengan sinkop, BBB
dan EPS positif (GR I; LOE B; Ref 4,5)
- Pacu jantung harus dipertimbangkan pada pasien dengan
sinkop yang tidak dapat dijelaskan dan BBB (GR IIa; LOE C;
Ref 4,5)
- Pacu jantung diindikasikan pada pasien dengan sinkop
yang tidak dapat dijelaskan dan penyakit sinus dengan sinus
bradikardia persistent dan asimtomatik (GR IIb; LOE C; Ref 4,5)

D. PPK Aritmia
105
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop Kardiovaskular
- Pacu jantung tidak diindikasikan pada pasien dengan sinkop
yang tidak dapat dijelaskan tanpa bukti gangguan konduksi
(GR III; LOE C; Ref 4,5)
2. Ablasi kateter
- Ablasi Kateter diindikasikan pada pasien dengan gejala atau
korelasi EKG aritmia baik SVT dan VT tanpa adanya penyakit
jantung struktural (dengan perkecualian fibrilasi atrial) (GR
I; LOE C; Ref 4,5)
- Ablasi Kateter diindikasikan pada pasien dengan sinkop
karena fibrilasi atrial dengan respons ventrikel cepat (GR Iia;
LOE C; Ref 4,5)
3. Terapi obat anti aritmia
- Terapi obat anti-aritmia termasuk obat pengontrol laju nadi,
diindikasikan pada pasien dengan sinkop karena fibrilasi
atrial cepat (GR I; LOE C; Ref 4,5)
- Terapi obat harus dipertimbangkan pada pasien dengan gejala
atau EKG aritmia baik pada SVT dan VT ketika ablasi kateter
tidak dapat atau gagal dilakukan (GR Iia; LOE C; Ref 4,5)
4. Implantable Cardioverter Defibrilator (ICD)
- ICD diindikasikan pada pasien terdokumentasi VT dan
penyakit jantung struktural (GR I; LOE B; Ref 4,5)
- ICD diindikasikan pada pasien yang terdapat sustained
monomorphic VT pada EPS dengan riwayat infark miokard
(GR I; LOE B; Ref 4,5)
- ICD harus dipertimbangkan pada pasien dengan VT dan
kardiomiopati turunan atau channelopati (GR Iia; LOE B; Ref 4,5)
Indikasi ICD pada pasien dengan sinkop yang tidak dapat
dijelaskan dan risiko tinggi mati mendadak:
- Pada pasien dengan kardiomiopati hipertrofik dan
kardiomiopati ventrikel kanan, terapi ICD harus
dipertimbangkan pada pasien dengan risiko tinggi (GR IIa;
LOE C; Ref 4,5)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


106
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sinkop Kardiovaskular
- Pada sindrom Brugada, terapi ICD harus dipertimbangkan
pada pasien dengan EKG spontan tipe I (GR IIa; LOE B; Ref
4,5)
- Pada sindrom long QT terapi ICD dengan penyekat beta harus
dipertimbangkan pada pasien dengan risiko tinggi (GR IIa;
LOE B; Ref 4,5)
- Pada pasien dengan kardiomiopati iskemik maupun non
iskemik tanpa penurunan EF yang berat atau gagal jantung
dan stimulasi program eletrik negatif, dapat dipertimbangkan
terapi ICD (GR IIb; LOE C; Ref 4,5)
Edukasi Terapi aritmia kardiak
1. Terapi obat
- Pengemudi non profesional: setelah terapi berhasil
dilakukan
- Pengemudi profesional: setelah terapi berhasil dilakukan
2. Implantasi pacu jantung
- Pengemudi non profesional: setelah 1 minggu
- Pengemudi profesional: setelah dipastikan berfungsi baik
3. Ablasi kateter
- Pengemudi non profesional: setelah terapi berhasil
dilakukan
- Pengemudi profesional: setelah dipastikan selama jangka
panjang berhasil (>1 tahun)
4. Implantasi ICD
- Pengemudi non profesional: secara umum risiko rendah,
tergantung masing-masing kasus
- Pengemudi profesional: tidak diperbolehkan
Prognosis Sesuai EGSYS score, mortalitas dalam 2 tahun sebesar 2% bila score
<3 dan sebesar 21% bila score ≥ 3. Kemungkinan terjadi Sinkop
kardiak 2% bila score <3,13% bila score 3, 33% bila score 4 dan 77%
bila score > 4.

D. PPK Aritmia
107
E. PPK PEDIATRIK DAN PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL

Panduan Praktik Klinis


SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Patent Ductus Arteriosus (ICD-10: Q25.0)


Pengertian Patent Duktus Arteriosus (PDA) merupakan penyakit jantung
(Definisi) bawaan di mana duktus arteriosus tidak menutup sehingga terdapat
hubungan antara aorta desendens dan arteri pulmonalis.
Anamnesis 1. Pasien asimptomatik apabila PDA berukuran kecil
2. Didapatkan gejala gagal jantung, kesulitan menyusu, berat
badan sulit naik, gagal tumbuh kembang apabila PDA berukuran
besar
3. Infeksi saluran napas bawah berulang atau terjadi atelektasis
Pemeriksaan 1. Takipnea dan Takikardia terutama apabila mengalami gagal
Fisik jantung kongestif
2. Pulsus Seler (Tekanan nadi yang melebar, tekanan diastolik
menurun)
3. Pada PDA berukuran besar, nadi perifer terhentak (bounding)
4. Prekordium hiperaktif, thrill sistolik teraba di tepi kiri sternum
atas (upper left sternal border).
5. P2 biasanya normal, dapat mengeras apabila didapatkan
hipertensi pulmonal
6. Bising kontinu (Continous atau machinery murmur) skala 1-4/6
paling jelas di bawah klavikula kiri atau tepi kiri sternum atas.
Pada neonatus atau hipertensi pulmonal mungkin hanya
terdengar bising sistolik yang kresendo
7. Bising diastolik rumble terdengar di apeks pada PDA berukuran
besar (stenosis mitral relatif)
8. Sianosis (bila terjadi aliran berbalik dari arteri pulmonalis ke
aorta akibat adanya hipertensi pulmonal)
Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik
3. Foto Thoraks
4. EKG

108
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Patent Ductus Arteriosus (ICD-10: Q25.0)


5. Ekokardiografi transtorakal/Trans Thoracic Echocardiography
(TTE)
6. MSCT atau MRI (pada sebagian kasus)
7. Sadap Jantung (bila dicurigai Pulmonary Vascular Disease/PVD)
Diagnosis Kerja 1. PDA tanpa Hipertensi Pulmonal/Pulmonary Hypertension (PH)
2. PDA dengan Hipertensi Pulmonal/Pulmonary Hypertension
(PH)
3. PDA dengan penyulit, seperti: Mitral Insufisiensi, Gagal Jantung
Kongestif, Infektif Endokarditis, Infeksi Paru, Gizi Buruk
4. PDA dengan Pulmonary Vascular Disease (PVD)/Eissenmenger
Syndrome
Diagnosis 1. Aorto Pulmonary Window
Banding 2. VSD dan Aorta Insufisiensi
3. Aorta Stenosis dan Insufisiensi
4. Fistula arterio-venous koroner
Pemeriksaan 1. X-Ray Foto Toraks (GR I; LOE B)
Penunjang X-Ray Foto Toraks dikerjakan pada semua pasien dengan
kecurigaan kelainan jantung dan kecurigaan adanya
eissenmenger syndrome
2. Elektrokardiografi (EKG) (GR I; LOE C)
3. Pulse Oximetry (GR I; LOE C)
Pulse Oximetry dengan dan tanpa oksigen sebaiknya dilakukan
pada pasien dengan Penyakit Jantung Bawaan dengan
kecurigaan adanya Hipertensi Pulmonal
4. Ekokardiografi (GR I; LOE B)
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan baku emas pada
presentasi klinis continous murmur. Dapat dilakukan pengukuran
derajat volume overload ventrikel kiri, ukuran dan tekanan Arteri
Pulmonalis, serta perubahan struktur jantung kanan.

E. PPK Pediatrik
109
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Patent Ductus Arteriosus (ICD-10: Q25.0)


5. CT kardiak/MR kardiak (GR I; LOE C)
Pemeriksaan ini diindikasikan apabila diperlukan tambahan
informasi untuk kuantifikasi volume ventrikel kiri dan evaluasi
anatomi Arteri Pulmonalis
6. Kateterisasi Jantung
a. Kateterisasi jantung dilakukan apabila tekanan arteri
pulmonalis tinggi pada pemeriksaan ekokardiografi untuk
mengestimasi besarnya Tekanan Resisten Paru (PVR) (GR I;
LOE C)
b. Kateterisasi jantung tidak direkomendasikan pada PDA tanpa
komplikasi dengan pemeriksaan non invasif yang adekuat
(GR III; LOE B)
Terapi 1. Konservatif (Medikamentosa)
a. Neonatus/Bayi dengan Gagal Jantung Kongestif (GJK) (GR I;
LOE Pada Neonatus terutama prematur dengan PDA besar
akan terjadi GJK
i. Atasi hipoglikemi serta hipokal semi yang sering dijumpai
pada bayi prematur, yang dapat memperburuk kondisi
miokard sehingga mempermudah terjadinya GJK.
ii. Berikan obat anti gagal jantung seperti digitalis, diuretika
dan vasodilator. Pada bayi prematur, bila tidak perlu
sebaiknya pemberian diuretika dan vasodilator dihindari
karena akan menghambat penutupan PDA secara
spontan
b. Bayi prematur dengan GJK dan usia < 10 hari (GR I; LOE C)
i. Berikan obat anti gagal jantung
ii. Berikan Indometasin intravena atau peroral dengan dosis
0,2 mg/kgBB sebanyak 3x interval 12 jam untuk menutup
PDA.
Kontra indikasi pemberian Indometasin:
1. Gangguan fungsi ginjal, perdarahan intracranial atau
gastro-intestinal,

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


110
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Patent Ductus Arteriosus (ICD-10: Q25.0)


2. Necrotizing Entero Colitis (NEC),
3. Gangguan fungsi hati dan,
4. Sepsis.
c. Bayi cukup bulan dengan GJK (GR I; LOE C)
i. GJK diatasi dulu dengan obat-obat anti gagal jantung.
ii. Bila berhasil, maka operasi ligasi PDA dapat ditunda
sampai usia 12–16 minggu, karena ada kemungkinan PDA
menutup spontan.
iii. Bila GJK tak teratasi, maka ligasi PDA harus segera
dilakukan.
d. Bayi tanpa GJK (GR I; LOE C)
i. Tindakan penutupan PDA secara bedah (ligasi PDA)
atau non bedah dengan pemasangan device dilakukan
elektif pada usia diatas 12-16 minggu, tanpa didahului
pemeriksaan kateterisasi jantung.
ii. Follow up rutin setiap 3-5 tahun pada pasien dengan PDA
kecil tanpa bukti adanya overload ventrikel kiri
e. Anak dan orang dewasa tanpa PH (GR I; LOE B)
i. Bila klinis tidak ada tanda-tanda PH dan ekokardiogram
memperlihatkan aliran pirau melalui PDA yang kontinu
dari kiri ke kanan, maka intervensi non bedah atau bedah
dapat dilakukan tanpa pemeriksaan kateterisasi jantung
f. Anak dan orang dewasa dengan PH
i. Bila ada PH tetapi pada ekokardiogram aliran pirau melalui
PDA masih kontinu dari kiri ke kanan, maka operasi ligasi
PDA perlu segera dilakukan. (GR I; LOE B)
ii. Bila ada PH tetapi aliran pirau sudah dua arah, maka perlu
dilakukan pemeriksaan sadap jantung untuk menilai
reaktifitas vaskuler paru. Apabila perhitungan PARi <8
U/m2 setelah PDA dioklusi dengan kateter balon dan
dilakukan test O2 100%, maka operasi ligasi PDA dapat
dilakukan. (GR I; LOE C).

E. PPK Pediatrik
111
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Patent Ductus Arteriosus (ICD-10: Q25.0)


2. Profilaksis IE (GR III; LOE C)
Profilaksis IE tidak direkomendasikan pada pasien yang telah
dilakukan koreksi pada PDA tanpa adanya bukti residual shunt
3. Intervensi penutupan PDA: Transcatheter
a. PDA sebaiknya ditutup apabila terdapat tanda dari volume
overload dari ventrikel kiri (GR I; LOE C)
b. Penutupan PDA sebaiknya dilakukan pada pasien dengan pH,
dengan syarat tekanan arteri pulmonalis (PAP) <2/3 tekanan
arteri sistemik atau tekanan resisten paru (PVR) <2/3 tekanan
resisten sistemik (SVR) (GR I; LOE C)
c. Penutupan PDA dapat dipertimbangkan pada pasien dengan
dengan tekanan arteri pulmonalis (PAP) >2/3 tekanan arteri
sistemik atau tekanan resisten paru (PVR) >2/3 tekanan
resisten sistemik (SVR), tetapi aliran pirau masih dari kiri ke
kanan (Qp:Qs >1.5) atau didapatkan vaskular pulmonal yang
reaktif pada tes Nitric oxide (GR IIa; LOE C)
d. Penutupan PDA harus dihindari pada pada keadaan
Eisenmenger, PDA sangat kecil (tidak ada murmur), dan
adanya desaturasi extremitas bawah pada uji latih (GR III;
LOE C)
4. Intervensi penutupan PDA: Bedah
a. PDA sebaiknya ditutup apabila terdapat tanda dari volume
overload dari ventrikel kiri (GR I; LOE C)
b. Penutupan PDA secara tindakan bedah sebaiknya dilakukan
apabila ukuran PDA terlalu besar untuk ditutup dengan
menggunakan alat (device) secara transcatheter (GR I; LOE C)
c. Penutupan PDA secara tindakan bedah sebaiknya dilakukan
apabila ditemukan penyulit pada anatomi ductus (aneurisma
atau endarteritis) (GR I; LOE B)
Edukasi 1. Edukasi kondisi penyakit, penyebab, perjalanan klinis penyakit,
dan tata laksana yang akan dikerjakan
2. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


112
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Patent Ductus Arteriosus (ICD-10: Q25.0)


3. Edukasi obat-obatan
4. Edukasi penyulit yang dapat terjadi: gagal napas, efusi perikardial
atau pleura, sindrom curah jantung rendah, kematian
5. Edukasi tentang perawatan sehari-hari: pembatasan cairan,
pembatasan garam, menjaga kebersihan mulut dan gigi,
mencegah infeksi
6. Edukasi tindakan intervensi non bedah/bedah yang mungkin
diperlukan
Prognosis Saat single clip ditempatkan di PDA, kejadian rekanalisasi/re-
opening dari duktus dapat terjadi (sekitar 23%). Risiko pembedahan
dari ligasi PDA sekitar < 1%. Risiko lebih tinggi pada pasien dengan
penyakit jantung kronis, penderita usia tua dengan PDA yang
fragil.
Kasus PDA tanpa PH atau dengan PH yang reaktif atau dengan
Infektif Endokarditis (IE)
Ad vitam (hidup) : dubia ad bonam
Ad sanationam (sembuh) : dubia ad bonam
Ad fungsionam (fungsi) : dubia ad bonam/malam
Kasus PDA dengan Eisenmenger Syndrome
Ad vitam (hidup) : dubia ad malam
Ad sanationam (sembuh) : dubia ad malam
Ad fungsionam (fungsi) : dubia ad malam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. LOE: Level of Evidence sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD Dr.
Soetomo Tahun 2017.

E. PPK Pediatrik
113
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Tetralogy of Fallot (ICD Q21.3)


Pengertian Penyakit jantung bawaan yang terdiri dari Ventricular Septal Defect
(Definisi) (VSD) tipe peri membranus subaortik, over riding aorta, Pulmonal
Stenosis (PS) infundibular dengan atau tanpa PS valvular serta
hipertrofi ventrikel kanan.
- Bila disertai ASD disebut Pentalogy of Fallot. (ICD10: Q21.1)
- Bila tipe VSD adalah subarterial doubly committed dikenal
sebagai Oriental atau Mexican Fallot (ICD10:Q21.3)
Anamnesis - Sianosis - biru pada bibir dan kuku tangan maupun kaki
- Spel hipoksia - bertambah biru pada saat menangis, merintih,
pingsan
- Squatting pada anak lebih besar – jongkok pada saat bertambah
biru
Pemeriksaan - Sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari tangan serta kaki
Fisik - Jari seperti tabuh (clubbing finger).
- Aktivitas ventrikel kanan meningkat.
- Auskultasi jantung:
o Bunyi jantung dua umumnya tunggal
o Bising sistolik ejeksi terdengar di sela iga 2 parasternal kiri
yang menjalar ke bawah klavikula kiri.
Kriteria 1. Sesuai dengan anamnesis
Diagnosis 2. Sesuai dengan pemeriksaan fisis
3. Hasil pemeriksaan ekokardiografi
Diagnosis Kerja 1. Tetralogy of Fallot (TOF) (Q 21.3)
2. Tetralogy of Fallot (TOF) (Q 21.3) dengan absent PV(Q 37.9)
3. Tetralogy of Fallot (TOF) (Q 21.3) dengan IE (I33.0)
4. Tetralogy of Fallot (TOF) (Q 21.3) dengan Pulmonal atresia
(Q 22.0)
Diagnosis 1. VSD (Q21.0) dengan PS (Q 22.0)
Banding 2. Double Outlet Right Ventricle (DORV) (Q20.1) dengan VSD (Q21.0)
dan PS. (Q22.0).

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


114
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Tetralogy of Fallot (ICD Q21.3)


Pemeriksaan 1. Elektrokardiogram (ICD 9CM:89.52)
Penunjang 2. Foto Rontgen Toraks (ICD 9CM:87.44)
3. Ekokardiogram ICD 9CM:88.72)
4. MSCT (ICD9CM:87.41)
5. MRI jantung (ICD9CM:88.92)
6. Sadap jantung/kateterisasi ( ICD 9CM: 37.23)
Terapi 1. Bayi dengan riwayat spel hipoksia.
Propranolol (oral) dengan dosis 0,5–1,5 mg/kgBB/6-8 jam,
sampai usia 6 bulan dalam rangka persiapan operasi paliatif
Blalock Taussig Shunt (BTShunt) atau definitif- reparasi.
Bila spel hipoksia tidak teratasi: operasi BT shunt (ICD
9CM:39.0)
2. Bayi tanpa riwayat spel hipoksia.
Pada bayi <6 bulan: observasi sampai usai 6 bulan, kemudian
dilakukan pemeriksaan MCST/MRI/kateterisasi jantung untuk
menentukan tindakan paliatif/definitif.
Edukasi 1. Edukasi tentang perjalanan penyakit
2. Edukasi tentang rencana tindakan operasi
3. Edukasi tentang spell hipoksia
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

E. PPK Pediatrik
115
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Atrioventricular Septal Defect (AVSD) (ICD Q21.2)


Pengertian Adalah kelainan berupa defek pada septum atrioventrikular (AV) di
(Definisi) atas/di bawah katup AV, disertai kelainan katup AV; terjadi akibat
pertumbuhan yang abnormal dari endokardial cushion pada masa
janin.
AVSD sering terjadi pada kelainan kromosom Trisomi 21 (Sindrom
Down). AVSD dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Parsial - bila hanya ada atrial septal defect (ASD) primum tanpa
ventricular septal defect (VSD), dengan dua katup AV (mitral dan
trikuspid) yang terpisah, umumnya disertai celah (cleft) pada
katup mitral sehingga terdapat mitral regurgitasi.
2. Intermediate - bila ada ASD primum besar dengan VSD muskuler
inlet kecil (restriktif) dan fusi jembatan daun katup AV anterior
serta posterior sehingga terbentuk dua katup AV terpisah (mitral
& trikuspid)
3. Komplit - bila ada ASD primum besar, VSD muskuler inlet besar
dan hanya ada satu katup AV (common AV valve). Selain itu juga
ada AVSD kompleks di mana selain kelainan AVSD komplit juga
terdapat kelainan lainnya seperti Tetralogy Fallot (TOF), Double
Outlet Right Ventricle (DORV), Transposition of Great Arteries
(TGA), Pulmonal Stenosis (PS), obstruksi alur keluar ventrikel
kiri (left ventricular routflow tract obstruction = LVOTO) atau
imbalanced ventricle di mana salah satu ventrikel hipoplastik.
Anamnesis - Tanda dan gejala timbul pada saat resistensi vascular paru
menurun (usia 2 –3 bulan), yaitu:
 Infeksi saluran napas berulang
 Gagal jantung kongestif (GJK) bila pirau kiri ke kanan
besar atau insufisiensi katup AV berat: sesak napas,
kesulitan menyusu dan gagal tumbuh kembang. Umum
ditemukan pada tipe komplit dan kadang-kadang pada tipe
intermediate.
- Sianosis timbul apabila sudah terjadi hipertensi pulmonal (HP)/
peningkatan resistensi vaskular paru dengan pirau terbalik dari
kanan ke kiri.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


116
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Atrioventricular Septal Defect (AVSD) (ICD Q21.2)


Pemeriksaan - Aktivitas ventrikel kiri dan kanan meningkat
Fisik - Auskultasi jantung:
 S2 terpisah, lebar dan menetap; P2 mengeras bila ada HP
(Hipertensi Pulmonal)
 Umumnya tidak terdengar murmur, karena tekanan ventrikel
kiri dan kanan yang hampir sama
 Bising pansistolik di daerah apeks dari regurgitasi katup AV
 Bising mid-diastolik diapeks akibat aliran deras melalui katup
AV.
- Tanda-tanda gagal jantung kongestif pada AVSD dengan aliran
pirau yang besar atau dengan regurgitasi katup AV yang berat,
antara lain: takikardia, takipnoe, dan hepatomegali.
Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
4. Ekokardiografi
Diagnosis Kerja Atrioventricular Septal Defect (ICD Q 21.2)
Diagnosis 1. Mitral insufisiensi
Banding 2. Trikuspid insufisiensi

Pemeriksaan 1. Elektrokardiografi (ECG)


Penunjang LAD, hipertrofi biventrikel, kemungkinan interval PR
memanjang
2. Foto thorax
Kardiomegali (akibat pembesaran atrium dan ventrikel, penonjolan
segmen pulmonal, vaskularisasi paru meningkat (plethora)).
Gambaran vaskuler paru yang berkurang di daerah tepi pada HP
yang sudah terjadi peningkatan resistensi vaskular paru.
3. Ekokardiogram
a. M-Mode: dilatasi ventrikel kanan, gerakan septum ventrikel
paradoks akibat beban volume pada ventrikel kanan.

E. PPK Pediatrik
117
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Atrioventricular Septal Defect (AVSD) (ICD Q21.2)


b. 2-Dimensi:
 ASD primum pada pandangan subsifoid dan apikal
4-ruang
 VSD muskuler inlet pada pandangan apikal 4-ruang
 AVSD komplit – hanya terlihat satu katup AV
 AVSD parsial - terlihat katup mitral dan tricuspid terpisah
dan terletak pada satu level
c. Color Doppler:
 Tentukan arah aliran pirau ASD dan VSD: pirau dari kiri ke
kanan bila belum terjadi HP, atau sudah terbalik dari kanan
ke kiri karena HP yang berat.
 Derajat beratnya regurgitasi katup AV kiri atau kanan
 Hitung tingginya tekanan arteri pulmonalis dengan
mengukur kecepatan aliran regurgitasi katup trikuspid
bila ada
d. Kateterisasi jantung kanan (GR IIa )
Pemeriksaan kateterisasi jantung kanan hanya dilakukan
apabila dicurigai resistensi paru sudah tinggi atau sudah
terjadi peningkatan resistensi vaskular paru. Tentukan dan
nilai:
 Rasio aliran ke parudan sistemik (Flow Ratio = FR = Qp/
Qs)
 Resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery Resistance
Index/PARI)
 Reaktifitas vaskuler paru terhadap test oksigen 100%;
untuk menentukan indikasi dan kontra indikasi operasi
reparasi AVSD
e. Angiografi ventrikel kiri
 Gambaran “leher angsa” (goose neck appearance) akibat
celah dan posisi katup mitral yang abnormal
 Derajat regurgitasi katup AV

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


118
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Atrioventricular Septal Defect (AVSD) (ICD Q21.2)


Terapi 1. AVSD intermediate tanpa GJK (GR I, LOE B)
Operasi koreksi dilakukan pada usia sekitar 3–6 bulan (sebelum
peningkatan resistensi vaskular paru terjadi), tanpa kateterisasi
jantung kanan. Pemeriksaan kateterisasi jantung kanan
dilakukan usia >6 bulan, karena dengan dugaan sudah mulai
terjadi peningkatan resistensi vaskular paru.
2. AVSD komplit dan intermediate dengan GJK (GR III, LOE C)
GJK harus diberikan obat-obatan tikongestif (vasodilator,
diuretik dan mungkin digitalis).
- Bila GJK tidak teratasi: secepatnya dilakukan operasi reparasi
atau dapat juga dilakukan Pulmonary Artery Banding (PAB)
lebih dahulu dan operasi reparasi dilakukan menjelang usia
6 bulan; PAB tidak dianjurkan bila ada regurgitasi katup AV
yang bermakna.
3. AVSD parsial (ASD primum dengan mitral regurgitasi)
Tindakannya sama seperti ASD sekundum.
- Bila tidak ada keluhan maka operasi tutup ASD dapat
dilakukan pada usia pra-sekolah (3– 4 tahun). (GR I, LOE B)
- Bila ada GJK karena mitral regurgitasi yang bermakna maka
secepatnya dilakukan operasi tutup ASD dan reparasi katup
mitral. (GR I, LOE C)
4. AVSD parsial, intermediate atau komplit dengan HP (GR IIa, LOE C)
Bila sudah terjadi HP dan dicurigai terjadi peningkatan resistensi
vaskular paru, maka harus dilakukan pemeriksaan kateterisasi
jantung kanan untuk mengukur PARi dan reaktivitas vaskuler
paru terhadap tes oksigen 100%. Bila PARi <8 U/m2 atau setelah
dilakukan test oksigen PARi <8 U/m2, maka operasi reparasi
AVSD dapat dilakukan tetapi dengan risiko tinggi, diperlukan
manajemen HP pasca bedah.

E. PPK Pediatrik
119
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Atrioventricular Septal Defect (AVSD) (ICD Q21.2)


5. AVSD kompleks
Keputusan untuk bedah paliatif, definitive atau korektif
ditentukan oleh jenis kelainan lain yang ditemukan bersama
dengan AVSD komplit. Kateterisasi jantung kanan dikerjakan
bila ada keraguan diagnosis (untuk konfirmasi), atau untuk
mengetahui tingginya tekanan dan PARi dan reaktivitasnya,
serta diameter cabang-cabang arteri pulmonalis.
- Bila terdapat GJK akibat aliran ke paru meningkat/tanpa PS
– maka obat-obat anti gagal jantung dapat diberikan. (GR I,
LOE C)
- Bila terdapat LVOTO-maka dipilih operasi Damus Kaye
Stanzel. (GR IIa, LOE C)
- Bila terdapat imbalanced ventricle-maka dilakukan bedah
paliatif pulmonary artery banding (PAB) pada usia <6 bulan
untuk mencegah peningkatan resistensi vaskular paru,
sehingga memungkinkan bedah univentricular repair pada
tahap berikutnya. Operasi jenis Bidirectional Cavo-Pulmonary
Shunt (BCPS) dilakukan pada usia 1 tahun dan operasi Fontan
pada usia 3–4 tahun. (GR I, LOE C)
- Bila terjadi spel hipoksia, maka dilakukan bedah paliatif Blalock-
Taussig Shunt (BTS) untuk memperbaiki kondisinya atau untuk
memperbesar diameter arteri pulmonalis sampai siap dilakukan
operasi definitive univentricular atau biventricular repair. (GR I,
LOE C)
Edukasi 1. Edukasi tentang jenis penyakit dan perjalanan penyakit
2. Edukasi tentang rencana tindakan operasi
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


120
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Spel Hipoksik
Pengertian Adalah terjadinya serangan gelisah, menangis berkepanjangan,
(Definisi) hiper-ventilasi, bertambah biru, lemas atau tidak sadar, kadang-
kadang disertai kejang.
Anamnesis - Terdapat riwayat penyakit jantung bawaan biru dan riwayat
squatting setelah aktivitas fisik.
- Ditemukan faktor-faktor pencetus antara lain kelelahan akibat
menangis lama atau aktivitas fisik berat, demam, anemia, infeksi,
dehidrasi, hipoglikemia, asidosis metabolik, dan sebagainya.
Pemeriksaan - Terlihat sangat biru
Fisik - Hiperventilasi
- Auskultasi terdengar bising
Kriteria 1. Sesuai dengan anamnesis
Diagnosis 2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik
3. Laboratorium analisis gas darah pO2 dan saturasi O2 rendah
sekali
Diagnosis Kerja Spel hipoksik
Diagnosis Hipoksia akibat obstruksi jalan napas
Banding
Pemeriksaan  Laboratorium
Penunjang Bila didapatkan hasil asidosis metabolic (base excess < -12), terapi
dengan memberikan natrium bikarbonat. Berikan setengah dari
kebutuhan defisit mmol awal kemudian monitor perkembangan
(defisit mmol = 0.3 x base excess x kg BB)
Terapi 1. Prinsip pengobatan spel hipoksik adalah mengurangi konsumsi
O2, meningkatkan pengikatan O2, dan menurunkan aliran pirau
kanan ke kiri dengan mengurangi aliran balik vena sistemik dan
meningkatkan aliran darah ke paru.

E. PPK Pediatrik
121
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Spel Hipoksik
2. Cara: posisi tubuh lutut-dada/siku (knee-chest/elbow position)
yaitu posisi di mana lutut didekatkan pada dada atau siku.
Dengan cara ini aliran balik vena sistemik akan berkurang
karena sebagian darah akan terkumpul di ekstremitas bawah
dan tahanan vaskuler sistemik akan meningkat sehingga aliran
pirau kanan ke kiri akan berkurang dan aliran darah ke paru
meningkat.
3. Berikan O2 100% dengan sungkup, diharapkan oksigenisasi
membaik.
4. Untuk sedasi dapat diberikan injeksi subkutan morfin sulfat
2-10 mg atau intravena, yang dapat diulang setelah 10 menit.
Morfin akan mendepresi pusat pernapasan dan menghilangkan
refleks hiperventilasi. Dapat juga diberikan obat sedasi
yang lain misalnya diazepam 2-10 mg secara intravena atau
intramuskular.
5. Bila serangannya berat atau menetap, maka akan terjadi asidosis
metabolik.
Asidosis ini akan memperberat keadaan dan hiperventilasi.
Berikan intravena natrium bikarbonas 90-180 mEq/L (7.5-15 g)
dengan kecepatan 1-1.5 L pada 1 jam pertama. Selanjutnya bila
memungkinkan periksa analisa gas darah dan koreksi asidosis
sesuai dengan kebutuhannya.
6. Bila spel menetap atau berulang, dapat diberikan injeksi
intravena Propranolol 1-3 mg dengan kecepatan 1 mg/min
untuk mengurangi spasme infundibulum ventrikel kanan yang
menyebabkan stenosis pulmonal bertambah. Propranolol
dilanjutkan dengan pemberian oral 20-40 mg tiap 6-8 jam.
Jangan diberikan bila ada riwayat asma.
7. Vasopresor juga dapat diberikan, yaitu infus Fenilefrin (Neo-
Synephrine) 100-180 mcg/min dititrasi hingga respons yang ingin
dicapai atau intravena bolus 100-500 mcg atau intramuskuler 2-5
mg. Jangan memakai epinefrin atau norepinefrin. Vasopresor
akan meningkatkan tahanan vaskuler sistemik dan pada
pemberiannya tekanan darah harus dipantau dengan ketat.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


122
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Spel Hipoksik
8. Bila spel menetap atau berulang dan terjadi gagal napas maka
sebaiknya pasien diberikan bantuan pernapasan mekanik
(ventilator).
9. Bila saturasi O2 darah arteri tidak naik lebih dari 30% atau
terjadi spel hipoksik berulang yang tidak teratasi dengan
obat-obat di atas, maka harus segera dilakukan bedah
paliatif arteriopulmonary shunt emergensi atau bila kondisi
memungkinkan langsung operasi korektif.
Edukasi 1. Edukasi tentang mekanisme dan perjalanan spel hipoksik
2. Edukasi tentang terapi medikamentosa dan rencana tindakan
operasi
3. Edukasi faktor pencetus spel dan cara mengatasi spel hipoksik
di rumah
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

E. PPK Pediatrik
123
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Demam Rematik Akut (ICD 10: I 10.0 - 10.2)


Pengertian Reaksi peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi Streptococcus
(Definisi) grup A (GAS) - haemolytic, yang meliputi berbagai organ (antara
lain jantung, persendian, sistem syaraf pusat).
Anamnesis a. Riwayat sakit tenggorokan 1-5 minggu sebelumnya (pada 70%
anak dan dewasa muda).
b. Demam, disertai tanda klinis yang tak spesifik seperti: rash,
nyeri kepala, berat badan turun, epistaksis, rasa lelah, malaise,
keringat berlebihan, pucat, nyeri dada dengan ortopnea, nyeri
abdomen, muntah.
c. Keluhan yang lebih spesifik untuk DRA:
o Nyeri sendi yang berpindah-pindah
o Nodul subkutan
o Iritabel, konsentrasi menurun, perubahan kepribadian seperti
gangguan auto immune neuropsychiatric (pada anak dengan
infeksi Streptococcus)
o Disfungsi motorik
o Riwayat demam rematik sebelumnya (ada kecenderungan
berulang)
Pemeriksaan 1. Pericarditis:
Fisik - Friction rub
- Pericardial efusi, ditandai dengan bunyi jantung menjauh;
2. Miokarditis:
- Tanda-tanda gagal jantung yang tidak jelas penyebabnya
- Fungsi ventrikel kiri jarang terganggu
3. Endokarditis/Valvulitis
- Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung rematik:
terdengar bising regurgitasi mitral diapeks (dengan atau
tanpa bising mid diastolik, Carey Coombs murmur).
- Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung rematik: ada
perubahan karakteristik bising atau terdengar bising baru.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


124
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Demam Rematik Akut (ICD 10: I 10.0 - 10.2)


Kriteria Kriteria yang digunakan untuk diagnosis demam rematik: kriteria
Diagnosis Jones.
Kriteria Mayor:
1. Karditis
2. Poliartritis migrans
3. Sydenham Chorea
4. Erythema marginatum
5. Nodul Subkutan
Kriteria Minor:
1. Klinis: demam, poliartralgia
2. Laboratorium: peningkatan penanda inflamasi akut (LED,
leukosit)
3. EKG: interval PR memanjang
Bukti adanya infeksi GAS beta hemolitikus dalam 45 hari
sebelumnya:
1. Peningkatan titer ASTO >333 unit untuk anak dan >250 untuk
dewasa
2. Kultur tenggorok (+)
3. Rapid antigen test untuk Streptococcus group A
4. Demam scarlet yang baru terjadi
Kriteria Diagnosis:
1. Episode pertama demam rematik
Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 mayor + 2 minor + bukti
infeksi GAS
2. Demam rematik berulang pada pasien tanpa penyakit jantung
rematik.
Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 mayor + 1 kriteria minor tanpa
sequelae penyakit jantung rematik
3. Demam rematik berulang pada pasien dengan penyakit
jantung rematik Memenuhi 2 kriteria minor + bukti infeksi GAS
+ sequelae penyakit jantung rematik sebelumnya.

E. PPK Pediatrik
125
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Demam Rematik Akut (ICD 10: I 10.0 - 10.2)


4. Rematik chorea dan rematik karditis
Demam rematik dapat ditegakkan tanpa bukti infeksi/kriteria
lainnya
5. Lesi katup kronis pada penyakit jantung rematik (Pasien datang
pertama kali dengan lesi katup mitral dengan/atau tanpa lesi
katup aorta)
Diagnosis Kerja 1. Demam Rematik episode pertama (I 10.0 )
2. Demam Rematik berulang tanpa Penyakit Jantung Rematik
(I 10.0)
3. Demam Rematik berulang dengan Penyakit Jantung Rematik
(I 10.1)
4. Rematik Karditis (I 10.1)
5. Rematik Chorea (I 10.2)
6. Penyakit Jantung Rematik Kronis (I 10.5 - I 10.9)
Diagnosis 1. Penyakit jantung katup disertai infeksi banal
Banding 2. Penyakit sistemik (Lupus Erythematous)
3. Reumatoid artritis
Pemeriksaan 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Penunjang 2. EKG
3. Foto rontgen dada
4. Lab: darah rutin, LED, CRP, ASTO, kultur swab tenggorokan
5. Ekokardiografi.
Terapi 1. Tata Laksana Umum: Tirah baring
Pasien harus tirah baring, dilanjutkan dengan mobilisasi
bertahap yang lamanya tergantung pada kondisi jantungnya:
Tirah Baring Mobilisasi Bertahap
Kelompok Klinis
(Minggu) (Minggu)
Karditis (-), arthritis (+) 2 2
Karditis (+), kardiomegali (-) 4 4
Karditis (+), kardiomegali (+) 6 6
Karditis (+), gagal jantung (+) >6 >6

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


126
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Demam Rematik Akut (ICD 10: I 10.0 - 10.2)


2. Eradikasi
Berikan antibiotik untuk keradikasi kuman GAS, sebagai
pencegahan primer demam rematik.
Eradikasi:
- Benzatin penisilin:1,2 juta U IM (BB <27 Kg: 600.000 U IM)
- Phenoxymethil Penicillin (Penicilin V) selama 10 hari
o Dewasa dan remaja: 750- 1000 mg/hari dibagi 2-4 dosis
o Anak: 500 –750 mg/hari dibagi 2-3 dosis
- Amoxicilin: 25–50 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis (dosis maximal
750-1000 mg/hari) selama 10 hari
Bila alergi Penicillin dapat diberikan:
- Cephalosporin spectrum sempit (cephalexin, cefadroxil) per-
oral dengan dosis bervariasi selama 10 hari
- Clindamycin 20 mg/KgBB/hari per-oral dibagi 3 dosis
(maksimal 1.8 gram/hari) selama 10 hari;
- Azithromycin 12 mg/KgBB per-oral sekali sehari (maksimal
500 mg) selama 5 hari
- Clarithromycin 15 mg/KgBB/hari per-oral dibagi dalam 2dosis
(maksimal 500 mg), selama 10 hari.
Kultur diulang 2-7 hari pasca selesai pemberian antibiotik.
3. Anti radang untuk karditis dan polyarthritis migrans
- Prednison: 2 mg/KgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) selama 2
minggu, kemudian di sapih 20- 25% tiap minggu, atau:
- Salisilat: 100 mg/KgBB dibagi 4-5 dosis (maksimal 6 g/hari)
selama 2 minggu, kemudian 60-70 mg/KgBB/hari selama 3-6
minggu.
4. Gagal jantung
- Tempat perawatan:
o Gagal jantung berat dirawat di ruang rawat intensif.
o Gagal jantung sedang dirawat di ruang rawat intermediate
o Gagal jantung ringan dirawat di ruang rawat biasa

E. PPK Pediatrik
127
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Demam Rematik Akut (ICD 10: I 10.0 - 10.2)


- Lama perawatan dan mobilisasi tergantung kondisi
jantung
- Restriksi cairan dan diet rendah garam,
- Obat-obatan anti gagal jantung: diuretik, ACE-I +/- digoxin
- Bila terdapat efusi perikard yang berakibat tamponade maka
perlu dilakukan punksi perikard.
5. Chorea
Chorea dapat hilang sendiri setelah tirah baring dan eradikasi
kuman GAS; bila perlu diberikan pengobatan symptomatic
dengan clorpromazin, diazepam atau haloperidol.
6. Tindakan intervensi bedah dan non bedah
Jarang dilakukan pada keadaan akut, kecuali bila gagal diatasi
dengan medika mentosa. Intervensi sebaiknya dilakukan 3 (tiga)
bulan setelah demam rematik dinyatakan reda.
7. Antibiotik untuk Prevensi Sekunder
- Benzathine Benzylpenicillin 1,2 juta U IM (untuk BB <27 Kg,
600.000 U IM) setiap 3-4 minggu atau
- Phenoxymethil Penicillin (Penicillin V): 2 x 250 mg,
Bila alergi penicillin, dapat diberikan:
- Sulfadizin 1 gram/hari (BB >30 Kg), 500 mg/hari (BB < 30Kg)
atau
- Erythromycin 2 x 250mg
Pemberian Antibiotik untuk Prevensi Sekunder
Edukasi 1. Edukasi jenis penyakit, perjalanan klinis penyakit, dan tata
laksana yang akan dikerjakan
2. Edukasi obat-obatan eradikasi ataupun profilaksis
3. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
4. Edukasi penyulit yang timbul
5. Edukasi tindakan intervensi bedah dan non bedah

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


128
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Demam Rematik Akut (ICD 10: I 10.0 - 10.2)


Prognosis Ad Vitam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad fungsional: dubia ad bonam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. LOE: Level of Evidence sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD Dr.
Soetomo Tahun 2017.

E. PPK Pediatrik
129
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Perikarditis (ICD 10: Q 20.3)


Pengertian Suatu keadaan inflamasi pada pericardium yang disebabkan oleh
(Definisi) infeksi (bakteri, virus, jamur, tuberkulosis), kelainan autoimun,
keganasan, radiasi, pasca pembedahan jantung ,trauma, kelainan
bawaan, dan lain-lain. Pericarditis bisa disertai efusi perikard atau
tanpa efusi perikard.
Klasifikasi:
1. Perikarditis akut (1-2 minggu)
2. Perikarditis kronis (3 bulan)
3. Perikarditis rekuren
4. Perikarditis konstriktif
Anamnesis - Nyeri dada: timbul tiba-tiba, terasa di area retrosternal dan
semakin berat bila bergerak atau menarik napas dalam, nyeri
berkurang bila pasien duduk membungkuk.
- Sesak napas (disebabkan oleh nyeri)
- Demam
Pemeriksaan - Demam
Fisik - Sinus takikardia
- Auskultasi:
o Pericardial friction rub, paling baik terdengar diapeks jantung
atau left sterna border; terdengar jelas saat pasien duduk
membungkuk atau menarik napas.
o Bila ada efusi perikard luas, suara jantung terdengar
menjauh.
- Beck’striad pada tampona dekordis:
o Suara jantung menjauh, o Hipotensi,
o Peningkatan tekanan vena sentral disertai distensi vena
jugular.
- Pulsus paradoksus (penurunan TD sistolik >10 mmHg saat
inspirasi)
Kriteria 1. Anammesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


130
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Perikarditis (ICD 10: Q 20.3)


3. Elektrokardiogram
- Perubahan segmen ST dan gelombang T di hampir seluruh
lead.
- Bila efusi cukup banyak bisa ditemukan EKG low voltage
4. Laboratorium: darah perifer lengkap (termasuk ESR, CRP, LDH),
enzim jantung (CK-CKMB dan Troponin I), serum antinuklear
antibodi pada pasien perempuan muda.
5. Rontgen Toraks
- Pada perikarditis akut, umumnya normal.
- Bila terjadi efusi perikard 200 mL akan terjadi pembesaran
bayangan jantung (water-bottle shape).
- Pada perikarditis kronis bisa ditemukan kalsifikasi.
6. Ekokardiografi:
- Eksklusi adanya efusi yang tersembunyi, swinging heart.
- Pada efusi yang cukup luas, tampak adanya bagian yang
kosong (echo-free space).
- Bila terjadi tamponadekordis, RV free-wall tampak kolaps.
7. Perikardio sintesis terapeutik dan diagnostic pada pasien
tamponade kordis dan pada pasien yang dicurigai dengan
perikarditis bakterial, keganasan atau perikarditis purulenta.
Diagnosis Kerja 1. Perikarditis akut
2. Perikarditis akut dengan tamponade kordis
3. Perikarditis konstriktif
Diagnosis 1. Emboli paru
Banding 2. Infark miokard
3. Costochondritis
4. Gastroesophageal reflux disease
5. Diseksi Aorta
6. Pneumothoraks
7. Nyeri herpes-zoster

E. PPK Pediatrik
131
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Perikarditis (ICD 10: Q 20.3)


Pemeriksaan 1. Elektrokardiogram
Penunjang 2. Laboratorium: darah perifer lengkap, enzim jantung (CK-
CKMB dan Troponin I), serum antinuklear antibodi pada pasien
perempuan muda.
3. Foto Roentgen Toraks
4. Ekokardiografi
5. Perikardio sentesis diagnostik
Terapi 1. Perikarditis akut
- Pasien harus dirawat inap untuk pelacakan kausa, observasi
terjadinya tampona dekordis, dan mulai terapi anti-inflamasi
maupun simptomatik.
- Penyebab perikarditis akut terbanyak adalah virus, terapi
ditujukan untuk symptom saja, menggunakan NSAID,
kolkisin, kortikosteroid.
o NSAID merupakan terapi utama (perlu pelindung gastro
intestinal): Ibu profen (300-800 mg tiap 6-8 jam). Kolkisin
bias ditambahkan atau bias juga digunakan sebagai terapi
utama (0.5mg 2x sehari).
o SAID - penggunaan kortikosteroid (Prednisone) baik
secara sistemik maupun intraperikardial diperbolehkan.
- Apabila penyebab dicurigai bakteri (perikarditis purulenta),
diperlukan drainase secara bedah disertai terapi antibiotik:
o Inisial spectrum luas seperti penisilin resisten penisilinase
IV
o Vankomisin apabila dicurigai MRSA,
o Golongan sefalosporin generasi ketiga (ceftriaxone,
cefotaxime)
- Bila kondisi pasien imunokompromais, tambahkan golongan
Aminoglikosida
- Terapi antibiotik spesifik diberikan apabila sudah terdapat
hasil kultur. Terapi diberikan paling tidak 3-4 minggu secara
intravena.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


132
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Perikarditis (ICD 10: Q 20.3)


- Perikarditis pada penyakit autoimun diobati dengan NSAID
oral, bila terjadi efusi yang mengganggu fungsi jantung perlu
perikardiosentesis/punksi perikard. Tindakan ini dilakukan
pada efusi perikard yang secara ekokardiografis tebalnya
>20 mm (pada fase diastolik), atau apabila diperlukan untuk
diagnosis kausa sehingga mempermudah pemberian terapi
yang tepat.
2. Perikarditis akut dengan tamponade kordis diperlukan
perikardiosentesis segera untuk memperbaiki kerja jantung.
Manajemen cairan IV juga perlu dilakukan, untuk mengatasi
hipovolemia akibat kegagalan fungsi diastolic jantung. Bila
cairan efusi kental dan sulit untuk dilakukan perikardiosentesis,
diperlukan drainase secara bedah.
3. Perikarditis konstriktif
Terapi definitif adalah perikardi ektomi radikal
Edukasi 1. Edukasi jenis penyakit, perjalanan penyakit, dan tata
laksananya
2. Edukasi penyulit-penyulit yang mungkin timbul dari
Perikarditis
3. Edukasi obat-obatan yang diperlukan oleh pasien
4. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
5. Edukasi tindakan non-pembedahan apabila diperlukan
6. Edukasi tindakan pembedahan apabila diperlukan
Prognosis Ad Vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsional : dubia ad malam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. LOE: Level of Evidence sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD Dr.
Soetomo Tahun 2017.

E. PPK Pediatrik
133
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Endokarditis Infektif (ICD 10:I 33)


Pengertian Infeksi pada lapisan sebelah dalam jantung (endokardium) dan
(Definisi) katup jantung.
Anamnesis a. Demam
b. Riwayat pemasangan material prostetik intrakardial
c. Riwayat EI sebelumnya
d. Riwayat penyakit jantung katup atau bawaan
Pemeriksaan 1. Suhu badan >38oC
Fisik 2. Ditemukan nodul osler, lesi Janeway
3. Murmur jantung regurgitasi yang baru
4. Tanda-tanda gagal jantung kongestif
Kriteria Diagnosis Endokarditis Infektif berdasarkan Modifikasi Kriteria
Diagnosis Duke
Kriteria Mayor
1. Kultur Darah Positif untuk EI
a. Ditemukan mikroorganisme tipikal yang konsisten untuk EI
pada2 kali pemeriksaan kultur darah dengan waktu yang
berbeda: Streptococcus viridans, Streptococcus bovis, grup
H ACEK, Staphylococcus aereus, atau community-acquired
enterococci di mana tidak adanya fokus primer atau
b. Ditemukan mikroorganisme konsisten untuk EI yang persisten
pada kultur darah: paling tidak kultur darah positif 2 kali pada
sampel darah yang diambil dengan perbedaan waktu >12
jam atau 3 dari 4 pemeriksaan kultur darah yang diambil
dalam waktu yang berbeda (dalam hal ini jarak pemeriksaan
darah pertama dan terakhir sekitar 1 jam)
c. Kultur darah positif satu kali untuk Coxiella burnetii atau
kadar antibody IgG fase 1 >1:800
2. Bukti keterlibatan endocardium
Ekokardiografi positif untuk EI: vegetasi, abses, terdapat
regurgitasi katup yang baru.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


134
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Endokarditis Infektif (ICD 10:I 33)


Kriteria Minor
1. Predisposisi: suatu kondisi jantung yang mempunyai risiko
untuk kejadian EI, penggunaan obat injeksi
2. Demam: suhu > 38 OC
3. Fenomena vaskular: emboli arteri mayor, infark pulmoner
septik, aneurisma mikotik, perdarahan intracranial, perdarahan
konjungtiva, lesi Janeway
4. Fenomena Imunologis: glomerulonephritis, nodus Osler, Titik
Roths, faktor rheumatoid
5. Bukti mikrobiologi: kultur darah positif tetapi tidak memenuhi
kriteria mayor ataupun bukti serologis dari infeksi aktif dengan
organisme yang konsisten dengan EI.
Diagnosis
Endokarditis Infektif Definitif 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor
dan 3 kriteria minor;atau 5 kriteria minor
Endokarditis Infektif Possible 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor;
atau 3 kriteria minor
Endokarditis Infektif Rejektif
- Terdapat bukti diagnosis lain penyebab EI; atau o Terdapat
resolusi gejala klinis EI dengan pemberian terapi antibiotik
selama <4 hari; atau
- Tidak ada bukti patologi EI pada pembedahan ataupun otopsi
dengan terapi antibiotik <4 hari; atau
- Tidak memenuhi kriteria EI seperti di atas
Diagnosis Kerja 1. Endokarditis Infektif Definitif
2. Endokarditis Infektif Possible
3. Endokarditis Infektif Rejektif
Diagnosis 1. Pneumonia
Banding 2. Meningitis
3. Abses otak
4. Perikarditis akut

E. PPK Pediatrik
135
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Endokarditis Infektif (ICD 10:I 33)


Pemeriksaan 1. Laboratorium petanda infeksi, kultur darah, urinalisis
Penunjang 2. Foto Rontgen Toraks
3. Ekokardiografi
4. MSCT toraks untuk menilai ada tidaknya emboli paru
5. MSCT kepala untuk menilai ada tidaknya aneurisma mikotik
Terapi Tata laksana EI didasarkan atas kombinasi terapi antimikroba
jangka panjang dan pada sebagian kasus, eradikasi jaringan yang
terinfeksi dengan cara pembedahan. Lama pemberian terapi
antimikroba selama 4-6 minggu.
1. Pemberian Antibiotik Empirik Untuk Inisiasi
Terapi:
Katupasli/native:
- Ampicillin Sulbactam 12 gram/hari intravena terbagi dalam
4 dosis atau Amoxillin Clavulanate 12 gram/hari intravena
dalam 4 dosis selama 4-6 minggu, ditambah:
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular
terbagi dalam 2-3 dosis selama 4-6 minggu.
Katup asli/native yang alergi penicillin
- Vancomycin 30 mg/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama 4-6 minggu, ditambah:
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular
terbagi dalam 2-3 dosis selama 4-6 minggu, ditambah:
- Ciprofloxacin 1000 mg/hari per oral terbagi dalam 2 dosis
selama 4-6 minggu.
Katup Prostetik:
- Vancomycin 30 mg/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama 4-6 minggu, ditambah:
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular
terbagi dalam 2-3 dosis selama 2 minggu, ditambah
- ifampicin 1200 mg/hari per oral terbagi dalam 2 dosis selama
2 minggu.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


136
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Endokarditis Infektif (ICD 10:I 33)


2. P e m b e r i a n A n t i b i o t i k S e s u a i D e n g a n Te m u a n
Mikroorganisme:
a. Pemberian antibiotik pada Grup D Streptococcus yang
sensitif Penicillin
Terapi Standar:
- Penicillin G 12-18 juta Unit/hari intravena terbagi dalam
6 dosis atau Amoxillin 100 - 200 mg/kg/hari intravena
terbagi dalam 4-6 dosis atau Ceftriaxone 2 gram/hari IV/
IM selama 4 minggu
Terapi 2 minggu:
- Penicillin G 12-18 juta Unit/hari intravena terbagi dalam
6 dosis atau Amoxillin 100- 200 mg/kg/hari intravena
terbagi dalam 4-6 dosis atau Ceftriaxone 2 gram/hari
intravena atau intramuskular dalam 1 dosis selama 2
minggu, ditambah:
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular
terbagi dalam 1 dosis atau Netilmicin 4-5 mg/kg/hari
intravena dalam 1 dosis selama 2 minggu.
Untuk pasien alergi beta-laktam:
- Vancomycin 30/kg/hari IV terbagi dalam 2 dosis selama 4
minggu
b. Pemberian antibiotik pada Grup D Streptococcus yang
resisten Penicillin
Terapi standar
- Penicillin G 24 juta Unit/hari intravena terbagi dalam 6
dosis atau Amoxillin 200 mg/kg/hari intravena terbagi
dalam 4-6 dosis selama 4 minggu, ditambah
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular
dalam 1 dosis selama selama 2 minggu
Untuk pasien alergi beta-laktam
- Vancomycin 30/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama 4 minggu, ditambah:
- Gentamicin 3mg/kg/hari intravena atau intramuskular
dalam 1 dosis selama 2 minggu

E. PPK Pediatrik
137
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Endokarditis Infektif (ICD 10:I 33)


c. Pemberian antibiotik pada grup Staphylococcus
Katup native
Untuk yang sensitif dengan methicillin:
- (Flu) cloxacillin atau oxacillin12 gram/hari intravena
terbagi dalam 4-6 dosis selama 4-6 minggu dan ditambah
gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuscular
yang terbagi dalam 2-3 dosis selama 3-5 hari
Untuk yang alergi atau resisten methicillin:
- Vancomycin 30/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama 4-6 minggu dan ditambah gentamicin 3 mg/kg/
hari intravena atau intramuscular yang terbagi dalam 2-3
dosis selama 3-5 hari
Katup prostetik
Untuk yang sensitif dengan methicillin
- (Flu) cloxacillin atau Oxacillin 12 gram/hari intravena
terbagi dalam 4-6 dosis selama lebih dari 6 minggu,
ditambah
- Rifampicin 1200 mg/hari intravena atau oral terbagi dalam
2 dosis selama lebih dari 6 minggu, dan Gentamicin 3 mg/
kg/hari intravena atau intramuskular terbagi dalam 2-3
dosis selama 2 minggu.
Untuk yang alergi atau resisten methicillin
- Vancomycin 30/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama lebih dari 6 minggu, ditambah Rifampicin 1200
mg/hari intravena atau oral terbagi dalam 2 dosis selama
lebih dari 6 minggu, dan Gentamicin 3 mg/kg/hari
intravena atau intramuskular terbagi dalam 2-3 dosis
selama 2 minggu
d. Pemberian antibiotik pada grup Enterococcus
Untuk yang sensitif dengan betalaktam dan gentamicin
- Amoxicillin 200 mg/kg/hari intravena terbagi dalam 4-6
dosis selama 4-6 minggu, ditambah Gentamicin 3 mg/kg/
hari intravena atau intramuskular terbagi dalam 2-3 dosis
selama 4-6 minggu, atau

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


138
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Endokarditis Infektif (ICD 10:I 33)


- Ampicillin 200 mg/kg/hari intravena terbagi dalam 4-6
dosis selama 4-6 minggu, ditambah Gentamicin 3 mg/kg/
hari intravena atau intramuskular terbagi dalam 2-3 dosis
selama 4-6 minggu, atau
- Vancomycin 30/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama 6 minggu, ditambah Gentamicin 3 mg/kg/hari
intravena atau intramuskular terbagi dalam 2-3 dosis
selama 6 minggu,
Bila pasien dinilai stabil, tidak ada tanda-tanda gagal jantung
kongesti dan tidak terdapat komplikasi, maka pemberian antibiotik
parenteral dapat diberikan melalui rawat jalan pada hari ke-14
setelah pemberian antibiotik.
Terapi pembedahaan dilakukan pada sebagian besar pasien
dengan EI karena adanya komplikasi yang berat. Tiga komplikasi
dan indikasi untuk dilakukannya tindakan pembedahaan segera
pada fase aktif saat pasien masih menjalani terapi antibiotik, antara
lain karena:
1. Gagal jantung
2. Infeksi yang tidak bisa terkontrol
3. Pencegahan kejadian tromboemboli
Tindakan pembedahan emergensi dilakukan dalam waktu 24 jam,
bila urgensi dilakukan dalam beberapa hari, dan elektif setelah
pemberian antibiotik selama 2 minggu
Komplikasi: Gagal jantung, gagal ginjal, syok septik, stroke
Edukasi 1. Edukasi perjalanan klinis penyakit dan tata laksana yang akan
dikerjakan
2. Edukasi obat-obatan
3. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
4. Edukasi penyulit yang timbul: emboli paru, aneurisma mikotik,
dan lain-lain.
5. Edukasi untuk menjaga oral hygiene
6. Edukasi tindakan koreksi pembedahan
7. Edukasi bila diperlukan tindakan pembedahan non jantung

E. PPK Pediatrik
139
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Endokarditis Infektif (ICD 10:I 33)


Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam/malam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline
RSUD Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. LOE: Level of Evidence sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD Dr.
Soetomo Tahun 2017.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


140
F. PPK PENYAKIT VASKULAR

Panduan Praktik Klinis


SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Iskemia Tungkai Akut/Acute Limb Ischemia (ICD 10: I74.2)


Embolism and Thrombosis of Arteries of Upper Extremities (ICD 10: I74.3)
Embolism and Thrombosis of Arteries of Lower Extremities
Pengertian Penurunan perfusi tungkai dan atau lengan secara mendadak
(Definisi) (kurang dari 14 hari) yang dapat menimbulkan ancaman
kehidupannya
Anamnesis Nyeri tungkai dan atau lengan mendadak saat istirahat yang dapat
mengganggu fungsi.
Pemeriksaan 1. Nyeri hebat (pain)
Fisik 2. Nadi tidak teraba (pulseless)
3. Pucat (pallor)
4. Kesemutan (paresthesia)
5. Lumpuh (paralysis)
6. Rasa dingin (perishing cold)
Kriteria 1. Kriteria klinis 6P
Diagnosis 2. Penentuan stadium menurut Rutherford:
a. Stadium I.Tidak ada kehilangan rasa maupun kelemahan otot,
Doppler arteri dan vena terdeteksi
b. Stadium II
- IIA. Kehilangan rasa minimal terbatas pada jari, tidak ada
kelemahan otot, Doppler arteri terdeteksi dan vena tidak
terdeteksi
- IIB. Kehilangan rasa minimal disertai nyeri pada jari
yang meluas ke arah proksimal, kelemahan otot ringan
sampai sedang, Doppler arteri terdeteksi dan vena tidak
terdeteksi
c. Stadium III. Hilang rasa menonjol, paralisis, Doppler arteri
dan vena tidak terdeteksi
3. Bukti obstruksi total anatomis arteri tungkai atau lengan
Diagnosis Kerja Iskemia ekstremitas akut stadium (I, IIA/B, III)

141
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Iskemia Tungkai Akut/Acute Limb Ischemia (ICD 10: I74.2)


Embolism and Thrombosis of Arteries of Upper Extremities (ICD 10: I74.3)
Embolism and Thrombosis of Arteries of Lower Extremities
Diagnosis 1. Arterial trauma
Banding 2. Aortic/arterial dissection
3. Arteritis with thrombosis
4. HIV arteriopathy
5. Spontaneous thrombosis associated with hypercoagulable state
6. Popliteal adventitial cyst with thrombosis
7. Popliteal entrapment with thrombosis
8. Vasospasm with thrombosis
9. Compartment syndrome
10. Thrombosis of an atherosclerotic stenosed artery
11. Thrombosis of an arterial bypass graft
12. Embolism from heart, aneurysm, plaque or critical stenosis
upstream
13. Thrombosed aneurysm with or without embolization
Pemeriksaan 1. Duplex Sonography ( ICD 9: 88.77; GR I; Ref 2,3)
Penunjang Rutin digunakan untuk diagnostik dan evaluasi arteri, pada
stadium I serta evaluasi post trombektomi ataupun post
amputasi
2. CTA (GR I; Ref 3)
Dilakukan untuk diagnostik anatomi dan derajat stenosis pada
stadium I.
3. Invasif Angiografi (ICD 9: 88.40; LOE C; Ref 1)
Digunakan untuk evaluasi residual trombus dan oklusi atau
lesi arteri kritikal, pada stasium I dan II, serta evaluasi post
trombektomi ataupun post amputasi.
Terapi 1. Heparinisasi (GR I; Ref 2,3)
Revaskularisasi dengan heparinisasi pada semua stadium
Stadium I: heparinisasi

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


142
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Iskemia Tungkai Akut/Acute Limb Ischemia (ICD 10: I74.2)


Embolism and Thrombosis of Arteries of Upper Extremities (ICD 10: I74.3)
Embolism and Thrombosis of Arteries of Lower Extremities
2. Trombolitik intra arterial (ICD 9: 99.10) atau mechanical
thrombectomy (ICD 9: 38.48) atau aspirasi trombus dengan alat
(38.0) (GR I; Ref 2,3)
Pada stadium IIA/B
3. Amputasi (GR I; Ref 2,3)
Pada stadium III
4. Warfarin (GR I; Ref 1,3)
Diberikan bila terdapat atrial fibrilasi atau katup prostetik
mekanik serta diduga adanya suatu tromboemboli
5. Antiplatelet (GR I; Ref 1,3)
Setelah revaskularisasi Aspirin dan Clopidogrel bersama-sama
diberikan selama 1 bulan, kemudian dilanjutkan dengan SAPT
minimal 1 tahun atau lebih selama dapat ditoleransi pasien.
6. Antinyeri (GR I; LOE C; Ref 3)
Bila nyeri hebat dapat diberikan pethidine 12 – 25 mg bolus atau
morphine 2 mg bolus (dapat diulang)
Edukasi 1. Pengendalian faktor risiko
2. Pengawasan komplikasi akibat penggunaan antikoagulan
jangka Panjang (perdarahan) dengan pemeriksaan INR setiap
bulan
3. Pengendalian infeksi sistemik
Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam/malam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam/malam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

F. PPK Penyakit Vaskular


143
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Iskemia Tungkai Kritis/Critical Limb Ischemia (ICD 10: I70.2)


Atherosclerosis of Arteries Of Extremities
Pengertian Penurunan perfusi tungkai secara kronis berupa nyeri saat
(Definisi) istirahat, ulkus, atau gangrene yang dapat menimbulkan ancaman
kehidupan atau viabilitas tungkai
Anamnesis 1. Nyeri tungkai saat istirahat
2. Luka (ulkus) yang tidak kian sembuh
3. Gangrene
Pemeriksaan 1. Pucat dan dingin
Fisik 2. Pulsasi arteri menurun atau hilang
3. Capillary refill time meningkat
4. Rontok rambut ekstremitas
5. Dependent rubor
6. Elevation pallor
7. Ulkus atau gangrene
Kriteria 1. Kriteria klinis rest pain atau ulkus atau gangrene
Diagnosis 2. Ankle pressure <50 mmHg
3. Toe pressure <30 mmHg
Klasifikasi Rutherford:
Kategori 0 : Asimtomatik
Kategori 1 : Klaudikasio ringan
Kategori 2 : Klaudikasio sedang
Kategori 3 : Klaudikasio berat
Kategori 4 : Nyeri iskemik saat istirahat
Kategori 5 : Kerusakan jaringan minor
Kategori 6 : Kerusakan jaringan mayor
Diagnosis Kerja Iskemia tungkai kritis (critical limb ischemia)

Diagnosis 1. Ischialgia
Banding 2. Neuropati diabetik
3. Ulkus venosus

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


144
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Iskemia Tungkai Kritis/Critical Limb Ischemia (ICD 10: I70.2)


Atherosclerosis of Arteries Of Extremities
Pemeriksaan 1. ABI (GR I; Ref 4,6)
Penunjang Semua pasien dengan suspek PAD
2. TBI (GR I; Ref 4,6)
Dilakukan bila hasil pemeriksaan ABI non-compressible arteries
(ABI>1,4)
3. Duplex Sonography (GR I; Ref 4,6)
Rutin digunakan untuk diagnostik dan evaluasi arteri
4. CTA (GR I; Ref 4,6)
Untuk mendiagnosis lokasi anatomis dan tingkat keparahan
stenosis pada pasien dengan PAD simtomatik yang akan
dilakukan revaskularisasi
5. Angiografi invasif (GR I; Ref 4,6)
Dilakukan apabila pasien akan dilakukan revaskularisasi
Terapi 1. Terapi/pengendalian faktor risiko (GR I; Ref 4,6)
2. Antiplatelet (Aspirin, clopidogrel, cilostazol) (GR I; Ref 4,6)
3. PTA/stenting (endovasular procedures) (GR I; Ref 4,6)
4. Operasi bedah pintas (bypass) (GR I; Ref 4,6)
5. Perawatan luka (wound care) (GR I; Ref 4,6)
6. Amputasi (minor/mayor) (GR I; Ref 4,6)
Edukasi 1. Pengendalian faktor risiko
2. Minum obat teratur
3. Perawatan luka
4. Exercise (rehabilitasi)
Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam/malam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam/malam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

F. PPK Penyakit Vaskular


145
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Trombosis Vena Dalam/Deep Vein Thrombosis (DVT) (ICD 10: I82.409)


Pengertian Pembentukan bekuan darah pada lumen vena dalam (deep vein)
(Definisi) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh darah dan
jaringan perivena
Anamnesis Nyeri dan keras, edema tungkai biasanya unilateral
Pemeriksaan Perubahan warna kulit (phlegmasia alba dolens/milk leg, phlegmasia
Fisik cerulean dolens/blue leg).
Kriteria Skor Wells:
Diagnosis 1. Kanker aktif (pengobatan dalam 6 bulan terakhir atau paliatif):
+1 poin
2. Calf pembengkakan ≥ 3 cm dibandingkan dengan betis
asimptomatik (diukur 10 cm di bawah tuberositas tibialis): +1
poin
3. Pembengkakan pembuluh darah superfisial unilateral (non-
varises, di leg gejala): +1 poin
4. Unilateral pitting edema (pada tungkai bergejala): +1 poin
5. Sebelumnya didokumentasikan DVT: +1 poin
6. Pembengkakan seluruh kaki: +1 poin
7. Localized nyeri sepanjang sistem vena dalam: +1 poin
8. Kelumpuhan, paresis , atau imobilisasi cor terbaru dari
ekstremitas bawah: +1 poin
9. Baru-baru ini terbaring di tempat tidur ≥ 3 hari, atau operasi
besar yang membutuhkan anestesi regional atau umum dalam
12 minggu terakhir: +1 poin
10. Alternatif diagnosis setidaknya mungkin: -2 poin
Probability of DVT:
1. Low <1
2. Intermediate 1 – 2
3. High >2

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


146
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Trombosis Vena Dalam/Deep Vein Thrombosis (DVT) (ICD 10: I82.409)


Diagnosis Kerja DVT dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Tipe proksimal (iliac DVT dan femoral DVT)
2. Tipe distal (DVT pada vena poplitea dan daerah distal)
Diagnosis 1. Tromboflebitis
Banding 2. Ruptur kista Baker’s
3. Ruptur muskulus gastrocnemius
4. Selulitis
5. Artritis
6. Vaskulitis
Pemeriksaan 1. D-dimer (GR IIa; Ref 3,6)
Penunjang Pengukuran D-dimer direkomendasikan pada pasien yang
secara klinis ‘tidak mungkin untuk mengeksklusi DVT
2. Duplex ultrasound (GR I; Ref 3,6)
Duplex ultrasound direkomendasikan sebagai modalitas imaging
lini pertama untuk diagnosis DVT
3. Contrast CT venography (GR I; Ref 3,6)
Contrast CT dilakukan pada pasien dengan kecurigaan adanya
DVT abdominal atau toraks
4. Invasive Venography (GR I; Ref 3,6)
Invasive venography hanya terbatas untuk pasien tertentu, yaitu
dalam kasus pasien dengan PE, untuk referensi pencitraan awal
vena, berguna jika terdapat kecurigaan kambuhan DVT atau
stratifikasi lebih lanjut pada pasien tertentu
Terapi 1. Heparin (GR I; Ref 5,6)
Penggunaan kombinasi heparin dan warfarin pada DVT akut
dengan monitoring APTT target 1,5-2 kali kontrol
2. Warfarin (GR I; Ref 5)
Bila warfarin diberikan pada pasien dengan trombosis, heparin
dan warfarin harus digabungkan selama 5 hari sebelum memulai
monoterapi warfarin. Dosis warfarin harus disesuaikan untuk
mencapai PT-INR 1,5 sampai 2,5 (target 2.0)

F. PPK Penyakit Vaskular


147
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Trombosis Vena Dalam/Deep Vein Thrombosis (DVT) (ICD 10: I82.409)


3. NOAC (GR IIb; Ref 4)
Pada pasien dengan DVT kaki atau PE dan tidak ada kanker,
sebagai terapi antikoagulan 3 bulan pertama, disarankan
menggunakan dabigatran, rivaroxaban, apixaban, atau
edoxaban daripada antagonis vitamin K (VKA)
4. LMWH (GR I; Ref 5)
Pada pasien dengan DVT kaki atau PE dengan kanker (“kanker
terkait trombosis”), sebagai terapi antikoagulan 3 bulan pertama
disarankan LMWH daripada terapi VKA (kelas 2B), dabigatran
(kelas2C), rivaroxaban (Grade 2C), apixaban (Grade 2C), atau
edoxaban.
5. Intervensi kateter (endovasular thrombolisis, stenting) (GR IIb;
Ref 5)
Lebih baik CDT dilakukan pada kejadian DVT akut. Trombektomi
aspirasi dapat dikombinasikan dengan CDT pada beberapa
kasus. Terapi endovaskular menggunakan balon dan stent
diharapkan bisa memperbaiki hasil pasien yang memiliki sisa
stenosis setelah CDT
6. Surgical venous thrombectomy (GR IIb; Ref 5,6)
Trombektomi bedah berguna untuk mencegah sequelae
trombosis berat pada pasien sehat dan nekrosis vena pada
pasien dengan phlegmasia cerulea dolens
7. Elastic compression stockings (GR I; Ref 5,6)
Kompresi dapat mengurangi keluhan bengkak dan nyeri serta
secara signifikan menurunkan kejadian sequelae oleh karena
trombosis (sindrom post trombotik)
8. Vena cava filter (GR I; Ref 5)
Vena cava filter dapat dipertimbangkan pada pasien yang
dikontraindikasikan untuk antikoagulan

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


148
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Trombosis Vena Dalam/Deep Vein Thrombosis (DVT) (ICD 10: I82.409)


Edukasi 1. Penjelasan mengenai penyakit yang diderita dan sifat penyakit
tersebut yang dapat berulang.
2. Penjelasan mengenai rencana terapi yang akan diberikan
Prognosis Dengan pengawasan yang cermat maka prognosisnya baik

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. Ref: Referensi yaitu nomor urut referensi sesuai dengan daftar referensi yang tertulis
pada kolom Kepustakaan.

F. PPK Penyakit Vaskular


149
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Emboli Paru/Pulmonary Embolism (PE) (ICD 10: I26)


Pengertian Peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh
(Definisi) darah arteri pulmonalis oleh peristiwa emboli
Anamnesis Sesak mendadak, nyeri dada
Pemeriksaan Parameter klinis sesuai dengan Modified Wells Score
Fisik
Kriteria 1. Modified Wells Score:
Diagnosis a. Tanda dan gejala klinis DVT (minimal edema tungkai dan
palpasi vena dalam nyeri): 3
b. Alternatif diagnosa lain tak ada kecuali emboli paru: 3
c. HR > 100x/menit: 1,5
d. Imobilisasi atau operasi dalam 4 minggu sebelumnya: 1,5
e. Riwayat DVT atau emboli paru sebelumnya: 1,5
f. Hemoptysis: 1
g. Keganasan (dalam terapi terakhir 6 bulan atau paliatif): 1
Skor ≤ 4 kemungkinan emboli paru 12,1%
Skor ≥ 4 kemungkinan emboli paru 37,1%
2. EKG: S1, Q3, T3, RBBB incomplete (baru), ST depresi, V3R-V6R
3. D-dimer (ELISA) > 500
4. CTA toraks
5. Troponin (+) bukan konfirmasi diagnostik tapi menunjukkan
prognostik buruk dari emboli paru
6. Ekokardiografi
7. Arteriografi pulmonal dilakukan bila indikasi embolektomi
perkutan
Diagnosis Kerja Presentasi klinis dapat dikelompokkan menjadi
1. Emboli paru massif: bukti ada emboli paru disertai syok dan atau
hipotensi
2. Emboli paru submasif: bukti ada emboli paru disertai dengan
hipokinesia ventrikel kanan
3. Emboli paru non massif: bukti ada emboli paru tanpa penyerta
di atas

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


150
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Emboli Paru/Pulmonary Embolism (PE) (ICD 10: I26)


Diagnosis 1. Infark miokard akut
Banding 2. Infeksi paru
3. Diseksi aorta
Pemeriksaan 1. D-dimer (GR I; Ref 1,4)
Penunjang Pengukuran D-dimer plasma direkomendasikan pada pasien
rawat jalan atau rawat darurat dengan probabilitas klinis rendah
atau menengah, atau tidak mungkin PE, untuk mengurangi
kebutuhan pencitraan yang tidak perlu dan radiasi, dan
sebaiknya menggunakan tes yang sangat sensitif
2. Compression venous ultrasonography (GR I; Ref 1,4)
Compression venous ultrasonography yang menunjukkan
adanya DVT proksimal pada pasien dengan klinis curiga PE,
menegaskan adanya PE
3. Computed tomographic pulmonary Angiography (GR I;
Ref 1,4)
Computed tomographic pulmonary angiografi menunjukkan
segmental atau trombus proksimal yang menegaskan PE
4. Invasive Pulmonary Angiography (GR IIb; Ref 1)
Invasive pulmonary angiography dapat dipertimbangkan pada
kasus di mana terdapat perbedaan antara pemeriksaan klinis
dan hasil tes pencitraan noninvasif
Terapi Umum
1. Tirah baring di ruang perawatan intensif
2. Oksigen 2 – 4 L/menit
3. IV line untuk pemberian cairan
4. Pemantauan tekanan darah
Khusus
1. UFH (GR I; Ref 1,2,4)
Antikoagulan intravena dengan UFH dimulai tanpa penundaan
pada pasien PE dengan syok atau hipotensi

F. PPK Penyakit Vaskular


151
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Emboli Paru/Pulmonary Embolism (PE) (ICD 10: I26)


2. Vitamin K antagonis (GR I; Ref 1,2)
Bersama dengan antikoagulan parenteral, VKA direkomendasikan
dengan target terapi INR 2.5 (range 2.0-3.0)
3. LMWH (GR I; Ref 1,2,4)
LMWH or fondaparinux direkomendasikan sebagai terapi
antikoagulan pada kebanyakan pasien fase akut
4. NOAC (GR I; Ref 1)
Rivaroxaban (15 mg dua kali sehari selama 3 minggu, dilanjutkan
20 mg sehari sekali) direkomendasikan sebagai alternatif
kombinasi antikoagulan parenteral dan VKA,
5. Trombolitik sistemik (GR I; Ref 1,4)
Trombolitik direkomendasikan untuk pasien PE dengan syok
atau hipotensi
6. Surgical pulmonary embolectomy (GR I; Ref 1,4)
Bedah pulmonary embolectomy direkomendasikan untuk
pasien PE dengan syok atau hipotensi yang dikontraindikasikan
atau gagal trombolisis
7. Intervensi kateter (GR IIb; Ref 4)
Terapi intervensi kateter perkutan diindikasikan untuk pasien PE
masif dengan syok atau hipotensi walau telah dilakukan terapi.
Intervensi kateter meliputi catheter directed thrombolysis (CDT)
dan catheter fragmentation/aspiration thrombectomy
8. Venous filters (GR I; Ref 2,4)
Filter vena cava inferior harus dipertimbangkan pada
pasien dengan PE akut dan pasien dengan kontraindikasi
absolut antikoagulan. Filter vena cava inferior juga harus
dipertimbangkan pada kasus kambuhan PE, apapun level terapi
antikoagulannya
Edukasi 1. Pengendalian faktor risiko
2. Pengawasan komplikasi akibat gagal jantung, syok, dan gagal
napas
3. Pengedalian infeksi

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


152
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Emboli Paru/Pulmonary Embolism (PE) (ICD 10: I26)


Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Keterangan:
1. GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017.
2. Ref: Referensi yaitu nomor urut referensi sesuai dengan daftar referensi yang tertulis
pada kolom Kepustakaan.

F. PPK Penyakit Vaskular


153
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Anomali Muara Arteri Koroner dari Arteri Pulmoner (ICD Q24.5)


Pengertian Adalah cacat bawaan di mana arteri koroner keluar dari arteri
(Definisi) pulmoner.
1. Anomalous origin of the left coronary artery a rising from the
pulmonary artery (ALCAPA) - anomali terjadi pada a. koroner
kiri
2. Anomalous origin of the righ coronary artery a rising from the
pulmonary artery (ARCAPA) - anomali terjadi pada a. koroner
kanan
Anamnesis Bayi dengan ALCAPA awalnya tanpa keluhan, tetapi berangsur-
angsur memperlihatkan tanda-tanda gagal jantung kongestif
(GJK):
- Irritable
- Berdebar-debar
- Berkeringat banyak
- Kesulitan menyusu
- Napas cepat
- Berat badan sulit naik
Usia timbulnya keluhan tergantung ada/tidaknya dan besar aliran
sirkulasi kolateral antara arteri koroner kanan dan kiri.
Bayi dengan ARCAPA keluhan di atas lebih jarang terjadi, karena
kolateral dari Arteri koroner kiri yang cukup; acap kali terdeteksi
saat otopsi.
- Nyeri dada (angina pektoris), sinkop/kematian mendadak bisa
terjadi.
Pemeriksaan - Gelisah, takipnea, takikardia, keringat berlebihan bila terjadi
Fisik GJK
- Impuls prekordia ventrikel kiri bias menonjol dan bergeser ke
bawah dan lateral
- Pada auskultasi mungkin terdengar:
o S2 terpisah-sempit
o P2 meningkat intensitasnya bila terjadi gagal jantung kiri
yang mengakibatkan hipertensi pulmonal

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


154
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Anomali Muara Arteri Koroner dari Arteri Pulmoner (ICD Q24.5)


o Bising sistolik diapeks karena regurgitasi mitral
o Bising diastolic menggenderang di apeks (stenosis mitral
relatif)
o Bising kontinu halus di tepi kiri sternum atas mirip fistula
arteri koroner atau PDA kecil;
Bila terjadi gagal jantung kongestif berat, hepar membesar dan
nadi perifer melemah karena curah jantung turun.
Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Foto Toraks
4. EKG
5. Ekokardiografi transtorakal
6. MSCT atau MRI (pada sebagian kasus)
7. Sadap Jantung (bila hasil pemeriksaan noninvasif meragukan)
Diagnosis Kerja 1. Anomalous origin of the left coronary artery a rising from the
pulmonary artery (ALCAPA) tanpa penyulit.
2. Anomalous origin of the right coronary artery a rising from the
pulmonary artery (ARCAPA) tanpa penyulit.
3. ALCAPA atau ARCAPA dengan penyulit seperti: Mitral Insufisiensi,
Gagal jantung, Infektif endokarditis, Infeksi Paru, Gizi Buruk.
Diagnosis 1. Kardiomiopati dilatatif
Banding 2. Fistula arteri koroner
3. Insufisiensi katup mitral
4. Miokarditis viral
Pemeriksaan 1. EKG 12 lead minimal 2 kali (pra dan pasca intervensi)
Penunjang 2. Foto Toraks
3. Ekokardiografi untuk diagnosis dan evaluasi post-operatif
4. MSCT/MRI pada kasus yang meragukan
5. Sadap jantung dan angiografi pada kasus yang meragukan.

F. PPK Penyakit Vaskular


155
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Anomali Muara Arteri Koroner dari Arteri Pulmoner (ICD Q24.5)


6. Lab
- Brain natriuretic peptide bila ada kecurigaan gagal jantung
- Kultur darah, urinalisis bila ada kecurigaan infektif
endokarditis
Terapi 1. Medikal:
Terapi GJK dengan diuretik, vasodilator sistemik, dan
inotropik.
- Pemakaian inotropik yang berlebihan dapat meningkatkan
konsumsi oksigen miokard sehingga memperburuk
iskemia.
- Pemakaian oksigen dan vasodilator harus berhati-hati, karena
efek vasodilatasi pulmoner (penurunan tekanan a. pulmoner)
sehingga “steal” arteri koroner bertambah;
2. Bedah
Dilakukan bila kondisi pasien cukup stabil, dengan cara
membuat dua system arteri koroner normal, caranya:
- Anatomosis arteri subclavia kiri ke arteri koroner setelah
hubungannya dengan arteri pulmonal diikat
- Memasang saphenous vein bypass graft setelah hubungannya
dengan arteri pulmonal diikat
- Prosedur Takeuchi
- Implantasi langsung
Reparasi katup mitral jarang diperlukan karena kondisi
ventrikel kiri akan membaik dan derajat regurgitasi berkurang
pascabedah.
Edukasi 1. Edukasi kondisi penyakit, penyebab, perjalanan klinis penyakit
2. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
3. Edukasi obat-obatan
4. Edukasi penyulit yang dapat terjadi seperti:
- Gagal napas
- Infark miokard
- Sindrom curah jantung rendah

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


156
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Anomali Muara Arteri Koroner dari Arteri Pulmoner (ICD Q24.5)


- Infektif endokarditis
- Kematian
5. Edukasi tentang perawatan sehari-hari prabedah:
- Pembatasan cairan dan garam
- Mencegah infeksi
Pembatasan ini tak berlaku pascabedah yang berhasil
6. Edukasi tindakan intervensi bedah yang mungkin diperlukan
7. Edukasi pembatasan aktivitas fisik bila terdapat iskemia miokard
saat istirahat atau aktivitas fisik.
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

F. PPK Penyakit Vaskular


157
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fistula Arteri Koroner (ICD 10, 24.5)


Pengertian Adalah cacat bawaan di mana terminasi dari arteri koroner
(Definisi) abnormal, sehingga terbentuk hubungan antara arteri koroner
dengan salah satu rongga jantung (coronary-cameral fistula) atau
segmen sirkulasi sistemik atau pulmoner (coronary arterio venous
fistula)
Anamnesis Tak ada keluhan bila fistula arteri koroner kecil pada bayi dengan
fistula arteri coroner cukup besar, biasanya timbul keluhan usia 2-3
bulan (setelah resistensi vaskular pulmoner turun):
- Angina pektoris ( bayi menjadi irritable),
- Gagal jantung kongestif (GJK): cepat lelah, berkeringat banyak
terutama saat menyusu, takipnu, takikardia, wheezing, gagal
tumbuh.
- Curah jantung rendah: pucat, akral dingin, Sinkop
Pada pasien lebih besar, terjadi juga keluhan GJK dan curah jantung
rendah seperti di atas. Bila fistula sangat besar kadang-kadang
terjadi gagal jantung dengan curah jantung tinggi.
Pemeriksaan - Asimptomatis bila fistula arteri koroner kecil
Fisik - Tekanan nadi besar atau mungkin terjadi nadi kolaps.
- S1 dan S2 intensitasnya menurun; ada S3 dan gallop bila fistula
besar.
- Bising yang terdengar:
o Bising kontinu di batas kiri sternum (lebih bawah dari lokasi
bising PDA), dengan aksentuasi pada fase diastol, puncaknya
terdengar pada mid- late diastol.
o Bising hanya terdengar pada awal diastole bila fistula
berhubungan dengan ventrikel kiri.
o Bising holosistolik dari mitral regurgitasi bisa terdengar
diapeks
- Gejala GJK timbul bila fistula arteri koroner besar.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


158
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fistula Arteri Koroner (ICD 10, 24.5)


Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Foto Toraks
4. EKG
5. Ekokardiografi transtorakal
6. MSCT atau MRI (pada sebagian kasus )
7. Sadap Jantung bila hasil pemeriksaan non-invasive meragukan
terutama tempat terminasi arteri koroner
Diagnosis Kerja 1. Fistula arteri koroner tak bermakna
2. Fistula arteri koroner bermakna
3. Fistula arteri koroner dengan penyulit: Mitral Insufisiensi, GJK,
Infektif endocarditis, Infeksi Paru, Gizi Buruk
Diagnosis 1. Anomalous Left Coronary Artery From the Pulmonary Artery
Banding 2. Pulmonary Arteriovenous Fistulae
3. Coronary Artery Anomalies
4. Myocardial Infarction in Childhood
5. Patent Ductus Arteriosus
6. Sinus of Valsalva Aneurysm
7. Ventricular Septal Defect, Supracristal
Pemeriksaan 1. EKG 12 lead minimal 2 kali (pra dan pasca intervensi)
Penunjang 2. Foto Toraks
3. Ekokardiografi untuk diagnosis dan evaluasi pascabedah
4. Treadmill untuk memastikan adanya iskemia miokard atau
membandingkan kondisi miokard pra dan pasca intervensi
5. MSCT/MRI pada kasus yang meragukan
6. Sadap jantung untuk menentukan Qp: Qs, dan angiografi untuk
menilai fistula khususnya: jumlah fistula, lokasi terminasinya,
perjalanan, stenosis regional, dan masuknya fistula.
7. Pemeriksaan laboratorium:
- Enzim jantung bila ada kecurigaan infark miokard
- Brain natriuretic peptide bila ada kecurigaan GJK
- Kultur darah, urinalisis pada kasus dengan kecurigaan infektif
endokarditis.

F. PPK Penyakit Vaskular


159
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fistula Arteri Koroner (ICD 10, 24.5)


Terapi 1. Pada fistula arteri koroner yang kecil dan asimptomatik tidak
perlu terapi, karena kemungkinan menutup spontan, tetapi
terus dipantau
2. Medikal:
- Atasi GJK bila ada, sesuai pedoman pelayanan klinik
- Endokarditis dan komplikasi lain diatasi sesuai pedoman
pelayanan klinik
3. Kebanyakan a. koroner yang mempunyai fistula mengalami
dilatasi secara progresif dan berpotensi menimbulkan
trombosis, endocarditis, dan ruptur, sehingga perlu ditutup
dengan intervensi non bedah/bedah.
Tujuan intervensi adalah menutup fistula tanpa mengganggu
aliran arteri koroner yang normal.
- Embolisasi transkateter untuk fistula arteri koroner tunggal
dengan ukuran sedang
- Bedah untuk fistula arteri koroner multipel dengan ukuran
besar
Edukasi 1. Edukasi kondisi penyakit, penyebab, perjalanan klinis
2. Edukasi penyulit yang dapat terjadi seperti:
- Gagal napas
- Infark miokard
- Sindrom curah jantung rendah
- Infektif endokarditis
- Kematian
3. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
4. Edukasi obat-obatan
5. Edukasi tentang perawatan sehari-hari:
- Pembatasan cairan dan garam
- Mencegah infeksi
6. Edukasi tindakan intervensi nonbedah/bedah yang mungkin
diperlukan

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


160
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Fistula Arteri Koroner (ICD 10, 24.5)


Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD
Dr. Soetomo Tahun 2017

F. PPK Penyakit Vaskular


161
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Koartasio Aorta/Coarctatio Aorta (Coa)


(ICD 10: Q 25.1)
Pengertian Coarctatio aorta adalah penyempitan pada arkus aorta distal atau
(Definisi) pangkal aorta desendens torakalis, yang menyebabkan obstruksi
dari aliran darah,
Sering ditemukan pada kelainan kromosom 22
(sindrom Turner) dan PJB lain. Klasifikasi:
1. Di atas duktus arteriosus (pre-ductal): diperlukan PDA untuk
kelangsungan hidupnya.
2. Di depan duktus arteriosus (juxta ductal)
3. Di bawah duktus arteriosus (post ductal)
Anamnesis - Pada bayi terdapat gejala sulit menyusu, sering berkeringat,
sesak nafas, berat badan tidak naik, gagal tumbuh kembang.
- Pada anak lebih besar atau dewasa umumnya terdapat
hipertensi ekstremitas atas yang asimptomatik
- Sianosis pada coarctatio aorta dengan kelainan intra kardiak
kompleks dimana ada pirau dari kanan ke kiri
Pemeriksaan Pada anak:
Fisik - Pada pemeriksaan fisik terdapat berbagai derajat distres
respirasi, oligouria sampai anuria, asidosis metabolik.
- Nadi lemah, pada auskultasi S2 tunggal dan keras, terdengar
gallops, bising sistolik ejeksi (50% tidak terdengar pada neonatus
sakit) dan kembali mengeras setelah membaik.
Pada remaja:
- Tekanan darah anggota gerak atas lebih tinggi dari anggota
gerak bawah, perbedaan >20 mmHg secara signifikan mengarah
pada koarktasio aorta.
- Pada auskultasi S2 split tidak konstan tetapi A2 meningkat.
Sering terdengar klik ejeksi pada apek yang biasanya
berhubungan dengan bikuspid katup aorta atau hipertensi
sistemik. Bising sistolik ejeksi derajat 2-4/6 dapat didengar pada
linea parasternalis kiri atas dan subclavikula. Bising kontinyu atau
bruit bisa terdengan pada daerah aksila bila ada kolateral.
- Mungkin terdapat tanda gagal jantung kiri.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


162
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Koartasio Aorta/Coarctatio Aorta (Coa)


(ICD 10: Q 25.1)
Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik
3. Foto Toraks
4. Elekrokardiografi
5. Transtorakal Ekokardiografi untuk menilai derajat AS, anatomi
katup aorta
6. Cardiovascular CT dan MRI scan untuk memastikan anatomi
arkus aorta
7. Sadap jantung pada kasus yang akan dilakukan Percutaneous
Balloon Angioplasty (PBA)
Diagnosis Kerja 1. CoA dengan atau tanpa PDA
2. CoA dengan VSD
3. CoA dengan kelainan intrakardiak kompleks (TGA, DORV, AVSD,
dll)
4. CoA dengan HLHS
Diagnosis 1. IAA (Interrupted Aortic Arch)
Banding 2. IAA dengan kelainan intra kardiak kompleks
Pemeriksaan 1. Elektrokardiografi (ECG)
Penunjang Pada periode perinatal biasanya normal atau aksis kekanan
dan hipertrofi ventrikel kanan atau right bundle branch block
(RBBB). Sedang pada anak lebih besar biasa normal (20%) atau
hipertrofi ventrikel kiri.
2. Laboratorium
Kultur darah, urinalisa pada kasus dengan kecurigaan infektif
endocarditis, Pemeriksaan laboratorium pada kasus dengan gizi
buruk dan kecurigaan sindroma Turne.
3. Foto toraks
Pada periode perinatal didapatkan kardiomegali dan edema
paru atau kongesti vena pulmonalis.

F. PPK Penyakit Vaskular


163
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Koartasio Aorta/Coarctatio Aorta (Coa)


(ICD 10: Q 25.1)
Pada anak didapatkan jantung tampak normal atau sedikit
membesar, tampak dilatasi aorta desenden. Adanya pre stenosis
dan post stenosis dilatasi pada pemeriksaan lateral dengan
barium esofagus didapatkan gambaran three sign. Pada foto
AP anak umur lebih dari 5 tahun terdapat rib-notching.
4. Trans-Thoracic Echocardiography (TTE)
Memberikan informasi mengenai lokasi, struktur, dan luasnya
koarktasio aorta, fungsi ventrikel kiri, dan hipertrofi, terkait
kelainan jantung, dan diameter pembuluh aorta dan supra-
aorta. dan kelainan lain yang menyertainya seperti VSD,
PDA, katup aorta bikuspid serta dapat mengukur derajat
penyempitannya.
5. Cardiovascular CT dan MRI scan
Memastikan anatomi arkus aorta apabila tidak jelas tervisualisasi
dengan TTE
6. Cardiac Catheterization
Sadap jantung pada kasus yang akan dilakukan PBA
Terapi 1. CoA tanpa kelainan intra kardiak lain
- Operasi reparasi CoA dan potong PDA (bila ada) harus
dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan, terutama
neonates/bayi dengan GJK dan syok sirkulasi.
- Pada neonates dengan kondisi (GJK) yang berat mungkin
perlu diberikan infuse Prostaglandin E1 (PGE1) dahulu untuk
mempertahankan PDA agar perfusi ke aorta desendens dan
ginjal tetap baik.
- Stabilisasi dan perbaiki keadaan umum dengan obat-obat
inotropik dan diuretika sementara operasi dipersiapkan.
- Pada bayi, anak atau dewasa dengan CoA yang discrete
tanpa PDA atau dengan recoarctatio pasca bedah reparasi
dapat dilakukan intervensi non bedah PBA dengan atau
tanpa pemasangan stent.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


164
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Koartasio Aorta/Coarctatio Aorta (Coa)


(ICD 10: Q 25.1)
2. CoA dengan VSD tunggal
- Operasi reparasi CoA dan penutupan VSD dilakukan dalam
satu tahap
- Apabila kondisi kurang baik atau fasilitas tidak memadai
maka dapat dipilih operasi 2 tahap. Tahap pertama reparasi
CoA dengan Pulmonary Artery Banding (PAB) dan pada usia di
atas 3 bulan tahap kedua operasi tutup VSD dan buka PAB.
- Pada yang dengan VSD restriktif dilakukan reparasi CoA tanpa
PAB dan di kemudian hari diharapkan VSD akan menutup
spontan atau dilakukan intervensi non bedah penutupan
transkateter dengan device.
3. CoA dengan VSD besar atau multiple
- Sebaiknya dilakukan operasi 2 tahap, yaitu reparasi CoA dan
PAB dulu
- Penutupan VSD dan membuka PAB dilakukan dikemudian
hari bila usia sudah lebih dari 6 bulan dan kondisi sudah
memungkinkan.
- VSD muskuler multiple yang kecil-kecil diharapkan akan
menutup spontan.
4. CoA dengan HLHS
- Bila ASD restritiktif perlu dilakukan Balloon Atrial Septostomy
(BAS) lebih dahulu untuk memperlancar aliran balik
vena pulmonalis yang terbendung akibat jantung kiri
hipoplastik.
- Operasi tahap pertama tipe Norwood I dengan risiko tinggi
dan prognosis kurang baik. Dapat juga dilakukan cara hybrid,
yaitu pemasangan stent PDA cara transkateter dan operasi
PAB bilateral (RPA dan LPA).
- Selanjutnya dilakukan operasi tahap II BCPS pada usia di atas
3–6 bulan dan operasi tahap III Fontan sesuai dengan criteria
yang berlaku untuk operasi reparasi univentrikular.

F. PPK Penyakit Vaskular


165
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Koartasio Aorta/Coarctatio Aorta (Coa)


(ICD 10: Q 25.1)
5. CoA dengan kelainan intrakardiak kompleks (TGA, DORV,
AVSD)
- Sebaiknya bila memungkinkan operasi reparasi CoA dilakukan
satu tahap bersamaan dengan reparasi intrakardiak yang
ada.
- Bila kondisi tidak memungkinkan maka dapat dilakukan
operasi reparasi CoA dengan atau tanpa PAB.
- Untuk reparasi intra kardiak lihat PPK kelainan intrakardiak
yang menyertai
Edukasi 1. Edukasi jenis penyakit, perjalanan klinis penyakit, dan tata
laksana yang akan dikerjakan.
2. Edukasi obat-obatan
3. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
4. Edukasi penyulit yang timbul seperti GJK, hipertensi, PH, gagal
ginjal, gangguan konduksi, listrik, dll
5. Edukasi untuk menjaga oral hygiene untuk menghindari
kejadian endokarditis infektif.
6. Edukasi tindakan operasi paliatif dan definitif (reparasi)
Prognosis 1. Kasus CoA dengan atau tanpa PDA
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam/malam
2. Kasus CoA dengan VSD
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam/malam
3. Kasus CoA dengan kelainan intra karidak lain
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsional : dubia ad bonam/malam

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


166
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Interruptus Arcus Aorta/Interrupted Aortic Arch (IAA)


(ICD 10: Q 25.4)
Pengertian Adalah suatu kelainan kongenital di mana tidak terdapat hubungan
(Definisi) antara aorta asenden dan aorta desenden secara total.
Kelainan ini biasanya menyertai kelainan jantung bawaan yang
lain, seperti VSD, PDA, Trunkus Arteriosus dan Atresia Trikuspid.
Klasifikasi:
Tipe A : Tidak ada hubungan terjadi di distal dari a. Subklavia
sinistra
Tipe B : Tidak ada hubungan terjadi diantara a. Karotis komunis
dan arteri Subklavia sinistra
Tipe C : Tidak ada hubungan terjadi antara a. Innominata dan a.
Karotis komunis
Anamnesis 1. Takipneu
2. Poor feeding (sulit menyusu)
3. Lethargis
Pemeriksaan 1. Sianosis pada ekstremitas inferior (mottled/gray appearance)
Fisik Saturasi oksigen ekstremitas superior > ekstremitas inferior.
2. Tanda vital:
- Perbedaan TD ekstremitas superior dan inferior, bisa
terjadi.
- Hilangnya pulsasi pada ek stremitas inferior atau
keempatnya.
3. Facies dismorfik (50% pasien menderita DiGeorge Syndrome)
4. Auskultasi:
- S1 normal, S2 tunggal.
- Bising ejection systolic grade 2-3 pada basis jantung. Bila
terdapat VSD/PDA, bising sesuai dengan kelainan yang
terjadi.
Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik
3. Laboratorium:
- Darah lengkap

F. PPK Penyakit Vaskular


167
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Interruptus Arcus Aorta/Interrupted Aortic Arch (IAA)


(ICD 10: Q 25.4)
- Analisa gas darah untuk mendeteksi adanya asidosis
metabolik
- Kadar kalsium darah pada pasien dengan sindrom
DiGeorge.
4. EKG: RVH, abnormalitas gelombang ST, pemanjangan segmen
QT pada hipokalsemia, terkait sindrom DiGeorge
5. Foto dada: siluet kardiotimik bias normal/meningkat; pasien
dengan sindrom DiGeorge biasanya tidak memiliki thymus.
Vaskularisasi paru bisa normal atau plethora.
6. Ekokardiografi:
- Diagnotik untuk IAA,
- Tampak morfologi per cabang anarteri dan dimana interupsi
tersebut terjadi.
- Analisis percabangan arteri subklavia dextra, apakah ada
atau tidak.
- Apabila terdapat VSD dilakukan pengukuran dan penentuan
tipenya.
7. MSCT/MRI: menunjukkan polaper cabangan dan interupsi yang
terjadi antara aorta proksimal dan distal
8. Sadap jantung bila ada Pulmonary Vascular Disease (PVD)
Diagnosis Kerja 1. IAA tipeA
2. IAA tipe B
3. IAA tipe C
Diagnosis 1. Coarctatio Aorta
Banding 2. Stenosis Aorta
3. Sindrom Velocardiofacial
Pemeriksaan 1. Laboratorium
Penunjang 2. Electrocardiography
3. Foto dada
4. Echocardiography
5. Cardiac cathetherization
6. MRI (pada beberapa kasus)

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


168
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Interruptus Arcus Aorta/Interrupted Aortic Arch (IAA)


(ICD 10: Q 25.4)
Terapi 1. Menjaga patensi PDA
Berikan Prostaglandin E-1i.v untuk menjaga patensi PDA yang
akan menjamin sirkulasi darah ke seluruh tubuh.
2. Penggunaan ventilator diputuskan berdasarkan AGD & klinis
pasien.
3. Operasi
- Apabila region subaortik diameternya cukup (>5-6 mm),
pasien kompatibel untuk Primary Intracardiac Reconstruction
(VSD patch closure dan rekonstruksi arkus aorta–end to
endanastomosis)
- Apabila diameternya tidak cukup (<3 mm) dan VSD
malalignment, maka dilakukan salah satu prosedur operasi
berikut:
a. Prosedur Ross-Konno
Regio aortic outflow diperbesar (Konno) dan katup sorta
diganti dengan autograft pulmonary valve (Ross). Ostiuma.
Koronaria dipindahkan ke autograft dan dilakukan
pemasangan conduit dari RV ke a. Pulmonalis.
b. Prosedur Norwood-Rastelli
Baffle interventrikular menghubungkan LV dengan aortic
outflow dan annulus pulmonalis (Rastelli). Arteri Pulmonal
utama ditranseksi. Bagian proksimal disambungkan ke
aorta asenden (Norwood), bagian distal disambungkan
ke RV melalui conduit (Rastelli)
4. Follow-up: Paska operasi, pasien harus rutin kontrol untuk
melihat patensi hasil rekonstruksi
Edukasi 1. Edukasi jenis penyakit, perjalanan klinis dan tatalaksananya
2. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
3. Edukasi penyulit yang bias timbul sebelum operasi, bila tidak
dioperasi, dan pasca operasi.
4. Edukasi tindakan intervensi non bedah
5. Edukasi tindakan koreksi pembedahan

F. PPK Penyakit Vaskular


169
Panduan Praktik Klinis
SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskular
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Interruptus Arcus Aorta/Interrupted Aortic Arch (IAA)


(ICD 10: Q 25.4)
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


170
DAFTAR PUSTAKA

Aboyans, V., Ricco J.B., Bartelink MEL, et al. 2017 ESC Guidelines on the Diagnosis
and Treatment of Peripheral Arterial Diseases, in collaboration with the
European Society for Vascular Surgery (ESVS). Eur Heart J.2018 Mar
1;39(9):763-816.
Ahmed, T., Sanil, Y., Heidemann, S.M. 2018. A Practical Approach to Diagnosis
Management, pp.61–168. New York: Springer International Publishing.
Al-Khatib, S.M., Allen LaPointe, N.M., Chatterjee, R., Crowley, M.J., Dupre,
M.E., Kong, D.F., Lopes, R.D., Povsic, T.J., Raju, S.S., Shah, B., Kosinski,
A.S., McBroom, A.J., Sanders GD. 2014. Rate- and rhythm-control therapies
in patients with atrial fibrillation: a systematic review. Ann Intern Med ,
160(11):760–773.
Angel Moya, Richard Sutton, Fabrizio Ammirati, Jean-Jacques Blanc, Michele
Brignole, Johannes B. Dahm, Jean-Claude Deharo, Jacek Gajek, Knut Gjesdal,
Andrew Krahn, Martial Massn, Mauro Pepi, Thomas Pezawas, Ricardo Ruiz
Granell, Francois Sarasin, Andrea Ungar, J. Gert van Dijk, Edmond P. Walma,
and Wouter Wieling.2009. Guidelines for the Diagnosis and Management of
Syncope (version 2009): The Task Force for the Diagnosis and Management
of Syncope of the European Society of Cardiology (ESC).” European Heart
Journal, 30 (21): 2631–2671. doi:10.1093/eurheartj/ehp298.
Aschermann, M., Widimský Sen. J. 2015. Comparison of ESC Guidelines 2008 and
2014 - Diagnostic and treatment of acute pulmonary embolism. Cor et Vasa.
57(4):e270-e274. doi:10.1016/j.crvasa.2015.05.013.
Atz, A.M., Hawkins, J.A., Lu, M., Cohen, M.S., Colan, S.D., Jaggers, J., et al. 2011.
Surgical management of complete atrioventricular septal defect: Associations
with surgical technique, age, and trisomy 21. J Thorac Cardiovasc Surg,
141(6):1371–1379.
Baumgartner, H., Bonhoeffer, P., De Groot, N.M.S., De Haan, F., Deanfield, J.E.,
Galie, N., et al. 2010. ESC Guidelines for the management of grown-up
congenital heart disease (new version 2010). Eur Heart J, 31(23):2915–2957.
Birnbaum, Y., Sclarovsky, S. 2001. The grades of ischemia on the presenting
electrocardiogram of patients with ST elevation acute myocardial infarction.
J Electrocardiol.34 Suppl:17-26. doi:10.1054/jelc.2001.28819.

171
Boden, W. E., et al. 2007. Optimal Medical Therapy with or without PCI for Stable
Coronary Disease. N Engl J Med, 356:1503-1516.
Boening A, Scheewe J, Heine K, Hedderich J, Regensburger D, Kramer H, et al.
2002. Long-term results after surgical correction of atrioventricular septal
defects. Eur J Cardio-thoracic Surg, 22(2):167–173.
Braunwald, E., Morrow, D.A. 2013. Unstable angina: is it time for a requiem?
Circulation, 127(24):2452 –2457.
Braunwald’s. 2012. Heart Disease. 9th Ed., Chapter 42,p.885-895. Philadelphia:
Elsevier Saunders.
Brignole, M., Angel M., Frederik JL., et al. Guidelines for the Diagnosis and
Management of Syncope. European Heart Journal , 39(21); 1883-1948
Brignole, M., et al. Guidelines on Cardiac Pacing and Cardiac Resynchronization
Therapy. European Heart Journal. 2013; 34:2281-2329.
Brignole, M., Hamdan, M. H. 2012. New Concepts in the Assessment of Syncope.
Journal of the American College of Cardiology, 59 (18) (May 1): 1583–1591.
doi:10.1016/j.jacc.2011.11.056.
Calkins, H., Reynolds, M.R., Spector, P., Sondhi, M., Xu, Y., Martin, A., Williams,
C.J., Sledge, I. 2009. Treatment of atrial fibrillation with antiarrhythmic drugs
or radiofrequency ablation: two systematic literature reviews and meta-
analyses. Circ Arrhythm Electrophysiol,2(4):349–361.
Cappato, R, Ezekowitz, M.D., Klein, A.L., Camm, A.J., Ma, C.S., Le Heuzey,
J.Y., Talajic, M., Scanavacca, M., Vardas, P.E., Kirchhof, P., Hemmrich, M.,
Lanius, V., Meng, I.L., Wildgoose, P., van Eickels, M., Hohnloser, S.H., X-VeRT
Investigators. 2014. Rivaroxaban vs. vitamin K antagonists for cardioversion
in atrial fibrillation. Eur Heart J, 35(47): 3346–3355.
Chevalier, P., Durand-Dubief, A., Burri, H., Cucherat, M., Kirkorian, G., Touboul,
P. 2003. Amiodarone versus placebo and class Ic drugs for cardioversion of
recent-onset atrial fibrillation: a meta-analysis. J Am Coll Cardiol, 41(2):255–
262.
Coll-Vinent, B., Sala, X., Fernandez, C., Bragulat, E., Espinosa, G., Miro, O., Milla, J.,
Sanchez, M. 2003. Sedation for cardioversion in the emergency department:
analysis of effectiveness in four protocols. Ann Emerg Med, 42(6):767–772.
Connolly, S.J., Eikelboom, J., Joyner, C., Diener, H.C,, Hart. R., Golitsyn, S., Flaker,
G., Avezum, A., Hohnloser, S.H., Diaz, R., Talajic, M., Zhu, J., Pais, P., Budaj,
A., Parkhomenko, A., Jansky, P., Commerford, P., Tan, R.S., Sim, K.H., Lewis,
B.S., Van Mieghem, W., Lip, G.Y., Kim, J.H., Lanas-Zanetti, F., Gonzalez-
Hermosillo, A., Dans, A.L., Munawar, M., O’Donnell, M., Lawrence, J., Lewis,
G., Afzal, R., Yusuf, S., et al.2011. Apixaban in patients with atrial fibrillation.
N Engl J Med, 364:806–817.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


172
Connolly, S.J., Ezekowitz, M.D., Yusuf, S., Reilly, P.A., Wallentin, L. 2010. Newly
identified events in the RE-LY trial. N Engl J Med,363(19):1875–1876.
Craig T, et al. . 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients
with Atrial Fibrillation. JACC, 2014; 64(21): 1—76.
Crijns, H.J., Weijs, B., Fairley, A.M., Lewalter, T., Maggioni, A.P., Martin, A.,
Ponikowski, P., Rosenqvist, M., Sanders, P., Scanavacca, M., Bash, L.D.,
Chazelle, F., Bernhardt, A., Gitt, A.K., Lip, G.Y., Le Heuzey, J.Y. 2014.
Contemporary real life cardioversion of atrial fibrillation: Results from the
multinational RHYTHM-AF study. Int J Cardiol, 172(3): 588–594.
de Araujo Goncalves, P., Ferreira, J., Aguiar, C., Seabra-Gomes, R. 2005. TIMI,
PURSUIT, and GRACE risk scores: sustained prognostic value and interaction
with revascularization in NSTE-ACS. Eur Heart J, 26(9):865–872.
Del Rosso, A., Ungar, A., Maggi R., Giada, F., Petix, N. R., De Santo, T., Menozzi,
C., and Brignole, M. 2008. Clinical Predictors of Cardiac Syncope at Initial
Evaluation in Patients Referred Urgently to a General Hospital: The EGSYS
Score. Heart, 94 (12) 1620–1626. doi:10.1136/hrt.2008.143123.
Deshpande, A., Birnbaum, Y. 2014. ST-segment elevation: Distinguishing ST
elevation myocardial infarction from ST elevation secondary to nonischemic
etiologies. World J Cardiol, 6(10):1067-1079. doi:10.4330/wjc.v6.i10.1067.
Devon, H.A., Rosenfeld, A., Steffen, A.D., Daya, M. 2014. Sensitivity, specificity,
and sex differences in symptoms reported on the 13-item acute coronary
syndrome checklist. J Am Heart Assoc,;3(2):e000586.
Donal, E., Lip, G.Y., Galderisi, M., Goette, A., Shah, D., Marwan, M., Lederlin,
M., Mondillo, S., Edvardsen, T., Sitges, M., Grapsa, J., Garbi, M., Senior, R.,
Gimelli, A., Potpara, T.S., Van Gelder, I.C., Gorenek, B., Mabo, P., Lancellotti,
P., Kuck, K.H., Popescu, B.A., Hindricks, G., Habib, G., Cosyns, B., Delgado,
V., Haugaa, K.H., Muraru, D., Nieman, K., Cohen, A. 2016. EACVI/EHRA
Expert Consensus Document on the role of multi-modality imaging for
the evaluation of patients with atrial fibrillation. Eur Heart J Cardiovasc
Imaging, 17(4):355–383.
Elliott, P., Andersson, B., Arbustini, E., Bilinska, Z., Cecchi, F., Maisch, B.,
Charron, P., Dubourg, O., Ku, U., Mckenna, W. J., Monserrat, L., Pankuweit,
S., Rapezzi, C., Seferovic, P., Tavazzi, L. and Keren, A. 2008. Classification
of the cardiomyopathies : a position statement from the european society
of cardiology working group on myocardial and pericardial diseases. Eur
Heart J, 29(2):270-276.
Elliott, PM., et al. 2014. 2014 ESC Guidelines on diagnosis and management
of hypertrophic cardiomyopathy The Task Force for the Diagnosis and
Management of Hypertrophic Cardiomyopathy of the European Society of
Cardiology (ESC). Eur Heart J, 35(39): 2733–2779.

Daftar Pustaka
173
Ettehad, D., Emdin, C.A., Kiran, A., et al. 2016. Blood pressure lowering for
prevention of cardiovascular disease and death: a systematic review and
meta-analysis. The Lancet, 387:957-967.
Farber, A., Eberhardt, R.T. 2016. The current state of critical limb ischemia: a
systematic review. JAMA Surg, 151(11):1070-1077.
Fhin, S. D., et al. 2012. 2012 ACCF/AHA/ACP/AATS/PCNA/SCAI/STS guideline
for the diagnosis and management of patients with stable ischemic heart
disease. J Am Coll Cardiol, 60:1-64.
Firdaus, I., Rahajoe, A.U., Yahya, A.F., Lukito, A.A., Kuncoro, A.S., Lilyasari, O., et
al. 2016. Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah. Edisi Pertama. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Forrester, J.S., Diamond, G.A., Swan, H.J. 1977. Correlative classification of clinical
and hemodynamic function after acute myocardial infarction. Am J Cardiol,
39(2):137-45.
Fox, K., Garcia, M.A., Ardissino, D., Buszman, P., Camici, P.G., Crea, F., Daly, C.,
De Backer, G., Hjemdahl, P. 2006. Guidelines on the management of stable
angina pectoris: executive summary: the task force on the management
of stable angina pectorisof the european society of cardiology. Eur Heart
Journal, 27(11):1341–1381.
Fox, K.A., Goodman, S.G., Klein, W., Brieger, D., Steg, P.G., Dabbous, O., Avezum,
A. 2002. Management of acute coronary syndromes. Variations in practice
and outcome; findings from the Global Registry of Acute Coronary Events
(GRACE). Eur Heart J, 23(15):1177–1189.
Fracker, T.D. Jr., et al. 2007. 2007 Chronic Angina Focused Update of The 2002 ACC/
AHA Guidelines for The Management of Chronic Stable Angina: A Report
of American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Practice Guidelines Writing Group To Develop The Update Focus Update
of The 2002 Guideline For The Management of Patients With Chronic Stable
Angina. J Am Coll Cardiol. 2007; 50(23):2264-2274.
Friberg, L., Rosenqvist, M., Lip, G.Y. 2012. Evaluation of risk stratification schemes
for ischaemic stroke and bleeding in 182 678 patients with atrial fibrillation:
the Swedish Atrial Fibrillation cohort study. Eur Heart J, 33(12):1500–1510.
Gerhard-Herman, M.D., Gornik, H.L., Barrett, C., et al. 2016 AHA/ACC Guideline
on the Management of Patients With Lower Extremity Peripheral Artery
Disease: Executive Summary. Vasc Med. 2017; 22(3): 1-43.
Gilbert Habib, Patrizio Lancellotti, Manuel J Antunes, Maria Grazia Bongiorni,
Jean-Paul Casalta, Francesco Del Zotti, Raluca Dulgheru, Gebrine El
Khoury, Paola Anna Erba, Bernard Iung, Jose M Miro, Barbara J Mulder,
Edyta Plonska-Gosciniak, Susanna Price, Jolien Roos-Hesselink, Ulrika

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


174
Snygg-Martin, Franck Thuny, Pilar Tornos Mas, Isidre Vilacosta, Jose Luis
Zamorano. ESC Guidelines for The Management of Infective Endocarditis.
European Heart Journal, 2015; 36(44): 3075–3128
Hamm, C.W., Bassand, J.P., Agewall, S., et al. 2011. ESC Guidelines for the
management of acute coronary syndromes in patients presenting without
persistent ST-segment elevation: The task force for the management of acute
coronary syndromes (ACS) in patients presenting without persistent ST-
segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart
Journal,32(23):2999–3054.
Hansen, M.L., Sorensen, R., Clausen, M.T., Fog-Petersen, M.L, Raunso, J., Gadsboll,
N., Gislason, G.H., Folke, F., Andersen, S.S., Schramm, T.K., Abildstrom, S.Z.,
Poulsen, H.E., Kober, L., Torp-Pedersen, C. 2010. Risk of bleeding with single,
dual, or triple therapy with warfarin, aspirin, and clopidogrel in patients
with atrial fibrillation. Arch Intern Med,170(16):1433–1441.
Hansson, E.C., Jideus, L., Aberg, B., Bjursten, H., Dreifaldt, M., Holmgren, A., Ivert,
T., Nozohoor, S., Barbu, M., Svedjeholm, R., Jeppsson, A. 2016. Coronary
artery bypass grafting-related bleeding complications in patients treated
with ticagrelor or clopidogrel: a nationwide study. Eur Heart J,37(2):189–
197.
Hardjosworo, AB., et al. Panduan Praktik Klinis Prosedur Tindakan di RS Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita 2017-2019. Jakarta: Rumah Sakit Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Hart, R.G., Pearce, L.A., Aguilar, M.I. 2007. Adjusted-dose warfarin versus
aspirin for preventing stroke in patients with atrial fibrillation. Ann Intern
Med147(8): 590–592.
Hart, R.G., Pearce, L.A., Aguilar, M.I. 2007. Meta-analysis: antithrombotic therapy
to prevent stroke in patients who have nonvalvular atrial fibrillation. Ann
Intern Med,146(12):857–867.
Helmut Baumgartner, Volkmar Falk, Jeroen J Bax, Michele De Bonis, Christian
Hamm, Per Johan Holm, Bernard Iung, Patrizio Lancellotti, Emmanuel
Lansac, Daniel Rodriguez Muñoz, Raphael Rosenhek, Johan Sjögren, Pilar
Tornos Mas, Alec Vahanian, Thomas Walther, Olaf Wendler, Stephan
Windecker, Jose Luis Zamorano. 2017 ESC/EACTS Guidelines for The
Management of Valvular Heart Disease. European Heart Journal. 2017;
38(36): 2739-2791.
Hohnloser, S.H., Crijns, H.J., van Eickels, M., Gaudin, C., Page, R.L., Torp-Pedersen,
C., Connolly, S.J. 2009. Effect of dronedarone on cardiovascular events in
atrial fibrillation. N Engl J Med,360(7):668–678.

Daftar Pustaka
175
Ibanez, B., James, S., Stefan Agewall, et al. 2017. 2017 ESC Guidelines for the
management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-
segment elevation. Eur Heart J, 1-8. doi:10.1093/eurheartj/ehx393.
Jaff, M.R., McMurtry, M.S., Archer, S.L., et al. 2011. Management of massive and
submassive pulmonary embolism, iliofemoral deep vein thrombosis, and
chronic thromboembolic pulmonary hypertension: A scientific statement
from the american heart association. Circulation,;123(16):1788-1830.
doi:10.1161/CIR.0b013e318214914f.
Japp, A. G., Gulati, A., Cook, S. A., Cowie, M. R. and Prasad, S. K. The Diagnosis
and Evaluation of Dilated Cardiomyopathy. J Am Coll Cardiol. 2016; 67(25):
2996-3010.
JCS Guidelines. 2011. Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention of
pulmonary thromboembolism and deep vein thrombosis (JCS 2009). Circ
J, 75(5): 1258-1281.
Joundi, R.A., Cipriano, L.E., Sposato, L.A., Saposnik, G. Stroke Outcomes Research
Working Group. 2016. Ischemic Stroke Risk in Patients With Atrial Fibrillation
and CHA2DS2-VASc Score of 1: Systematic Review and Meta-Analysis.
Stroke,47(5):1364–1367.
Kearon, C., Akl, E.A., Ornelas, J., et al. 2016. Antithrombotic therapy for VTE
disease: CHEST guideline and expert panel report. Chest, 149(2):315-352.
doi:10.1016/j.chest.2015.11.026.
Klein, A.L., Grimm, R.A., Murray, R.D., Apperson-Hansen, C., Asinger, R.W.,
Black, I.W., Davidoff, R., Erbel, R., Halperin, J.L., Orsinelli, D.A., Porter, T.R.,
Stoddard, M.F. 2001. Use of transesophageal echocardiography to guide
cardioversion in patients with atrial fibrillation. N Engl J Med ,344(19):1411–
1420.
Konstantinides, S. V., Torbicki, A., Agnelli, G., et al. 2014. 2014 ESC Guidelines on
the diagnosis and management of acute pulmonary embolism. Eur Heart J,
35(43):3033-3069. doi:10.1093/eurheartj/ehu283.
Kotecha, D., Holmes, J., Krum, H., Altman, D.G., Manzano, L., Cleland, J.G., Lip,
G.Y., Coats, A.J., Andersson, B., Kirchhof, P., von Lueder, T.G., Wedel, H.,
Rosano, G., Shibata, M.C., Rigby, A., Flather, M.D., 2014. Efficacy of beta
blockers in patients with heart failure plus atrial fibrillation: an individual-
patient data meta-analysis. Lancet, 384(9961):2235–2243.
Kristensen, S.D., Laut, K.G., Fajadet, J., Kaifoszova, Z., Kala, P., Di Mario, C., Wijns,
W, Clemmensen, P., Agladze, V., Antoniades, L., Alhabib, K.F., De Boer, M.J.,
Claeys, M.J., Deleanu, D., Dudek, D., Erglis, A., Gilard, M., Goktekin, O.,
Guagliumi, G., Gudnason, T., Hansen, K.W., Huber, K., James, S., Janota,
T., Jennings, S., Kajander, O., Kanakakis, J., Karamfiloff, K.K., Kedev, S.,
Kornowski, R., Ludman, P.F., Merkely, B., Milicic, D., Najafov, R., Nicolini,

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


176
F.A., Noc, M., Ostojic, M., Pereira, H., Radovanovic, D., Sabate, M., Sobhy,
M., Sokolov, M., Studencan, M., Terzic, I., Wahler, S., Widimsky, P.. 2014.
Reperfusion therapy for ST elevation acute myocardial infarction 2010/2011:
current status in 37 ESC countries. Eur Heart J,35(29):1957–1970.
Lafuente-Lafuente, C., Longas-Tejero, M.A, Bergmann, J.F., Belmin, J. 2015.
Antiarrhythmics for maintaining sinus rhythm after cardioversion of atrial
fibrillation. Cochrane Database Syst Rev ,;3:CD005049.
Larsen, A.I., Galbraith, P.D., Ghali, W.A., Norris, C.M., Graham, M.M., Knudtson,
M.L. 2005. Characteristics and outcomes of patients with acute myocardial
infarction and angiographically normal coronary arteries. Am J Cardiol,
95(2):261–263.
Lawes, C.M., Bennett, D.A., Lewington, S., et al. 2002. Blood pressure and coronary
heart disease: a review of the evidence. Semin. Vasc. Med, 2(4):355-368.
Letelier, L.M., Udol, K., Ena, J.,Weaver, B., Guyatt, G.H. 2003. Effectiveness of
amiodarone for conversion of atrial fibrillation to sinus rhythm: a meta-
analysis. Arch Intern Med,163(7):777–785.
Lim, K.T., Davis, M.J., Powell, A., Arnolda, L., Moulden, K., Bulsara, M.,
Weerasooriya, R. 2007. Ablate and pace strategy for atrial fibrillation: long-
term outcome of AIRCRAFT trial. Europace, 9(7):498–505.
Lip, G.Y., Nieuwlaat, R., Pisters, R., Lane, D.A., Crijns, H.J. 2010. Refining clinical
risk stratification for predicting stroke and thromboembolism in atrial
fibrillation using a novel risk factor-based approach: the euro heart survey
on atrial fibrillation. Chest, 137(2):263–272.
Lip, G.Y., Windecker, S., Huber, K., Kirchhof, P., Marin, F., ten Berg, J.M., Haeusler,
K.G., Boriani, G., Capodanno, D., Gilard, M., Zeymer, U., Lane, D., Storey,
R.F., Bueno, H., Collet, J.P., Fauchier, L., Halvorsen, S., Lettino, M., Morais,
J., Mueller, C., Potpara, T.S., Rasmussen, L.H., Rubboli, A., Tamargo, J.,
Valgimigli, M., Zamorano, J.L. 2014. Management of antithrombotic therapy
in atrial fibrillation patients presenting with acute coronary syndrome
and/or undergoing percutaneous coronary or valve interventions: a joint
consensus document of the European Society of Cardiology working group
on thrombosis, European Heart Rhythm Association (EHRA), European
Association of Percutaneous Cardiovascular Interventions (EAPCI) and
European Association of Acute Cardiac Care (ACCA) endorsed by the Heart
Rhythm Society (HRS) and Asia-Pacific Heart Rhythm Society (APHRS).
Eur Heart J, 35(45):3155–3179.
Lonn, E.M., Bosch, J., Lopez-Jaramillo, P., et al. 2016. Blood-pressure lowering in
intermediate-risk persons without cardiovascular disease. N Engl J Med,
374(21):2009-2020.

Daftar Pustaka
177
Mackman N, Becker R.C. 2010. DVT: a new era in anticoagulant therapy.
Arterioscler Thromb Vasc Biol, 30(3): 369-371.
Mazzolai, L., Aboyans, V., Ageno, W., et al. Diagnosis and Management of Acute
Deep Vein Thrombosis: A Joint Consensus Document From the European
society of Cardiology Working Groups of Aorta and Peripheral Vascular
Diseases and Pulmonary Circulation and Right Ventricular Function. Eur
Heart J. 2018; 39(47):4208-4218.
Montalescot, G., et al. 2013. ESC guidelines on the management of stable coronary
artery disease: the Task Force on the management of stable coronary artery
disease of the European Society of Cardiology. European Heart Journal,
34(38): 2949–3003.
Mueller, C. 2014. Biomarkers and acute coronary syndromes: an update. Eur Heart
J,35(9):552–556.
Mueller, C., Neumann, F.J., Perach, W., Perruchoud, A.P., Buettner, H.J. 2004.
Prognostic value of the admission electrocardiogram in patients with
unstable angina/non-ST-segment elevation myocardial infarction treated
with very early revascularization. Am J Med, 117(3):145–150.
Nielsen J.C., Johannessen, A., Raatikainen, P., Hindricks, G., Walfridsson, H.,
Kongstad, O., Pehrson, S., Englund, A., Hartikainen, J., Mortensen, L.S.,
Hansen, P.S. 2012. Radiofrequency ablation as initial therapy in paroxysmal
atrial fibrillation. N Engl J Med ,367:1587–1595.
Nikolaidou, T., Channer, K.S. 2009. Chronic atrial fibrillation: a systematic review
of medical heart rate control management. Postgrad Med J, 85(1004):303–
312.
Noc, M., Fajadet, J., Lassen, J.F., Kala, P., MacCarthy, P., Olivecrona, G.K.,
Windecker, S., Spaulding, C., 2014. Invasive coronary treatment strategies
for out-of-hospital cardiac arrest: a consensus statement from the European
Association for Percutaneous Cardiovascular Interventions (EAPCI)/Stent
for LIfe (SFL) groups. EuroIntervention, 10(1):31–37.
Norgren, L., Hiatt, W.R., Dormandy, J.A., Nehler, M.R., Harris, K.A., Fowkes, F.G.R.
2007. Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral Arterial
Disease (TASC II). J Vasc Surg, 45 Suppl. S:S5-67.
Olesen, J.B., Lip, G.Y., Hansen, M.L., Hansen, P.R., Tolstrup, J.S., Lindhardsen,
J., Selmer, C., Ahlehoff, O., Olsen, A.M., Gislason, G.H., Torp-Pedersen,
C. 2011. Validation of risk stratification schemes for predicting stroke and
thromboembolism in patients with atrial fibrillation: nationwide cohort
study. BMJ,342:d124.
Olesen, K.H. 1962. The natural history of 271 patients with mitral stenosis under
medical treatment. Br Heart J,24:349–357.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


178
Pappachan, J. Medical management of Hypercyanotic spells in neonates, infants
with Tetralogy of Fallot. 2018;1–6.
Pedersen, F., Butrymovich, V., Kelbaek, H., Wachtell, K., Helqvist, S., Kastrup, J.,
Holmvang, L., Clemmensen, P., Engstrom, T., Grande, P., Saunamaki, K.,
Jorgensen, E. 2014. Short- and long-term cause of death in patients treated
with primary PCI for STEMI. J Am Coll Cardiol,64(20):2101–2108.
Perez-Gomez, F., Alegria, E., Berjon, J., Iriarte, J.A., Zumalde, J., Salvador, A., Mataix,
L.2004. Comparative effects of antiplatelet, anticoagulant, or combined
therapy in patients with valvular and nonvalvular atrial fibrillation: a
randomized multicenter study. J Am Coll Cardiol, 44(8):1557–1566.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2014. Pedoman Tata
Laksana Fibrilasi Atrium. Jakarta: Centra Communications.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2016. Panduan Praktik
Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Panduan Praktik Klinis
& Clinical Pathway Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2016. Edisi Pertama. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia
PERKI. 2016. Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia.
Piccini, J.P., Hranitzky, P.M., Kilaru, R., Rouleau, J.L., White, H.D., Aylward, P.E.,
Van de Werf, F., Solomon, S.D., Califf, R.M., Velazquez, E.J. 2008. Relation
of mortality to failure to prescribe beta blockers acutely in patients with
sustained ventricular tachycardia and ventricular fibrillation following acute
myocardial infarction (from the VALsartan In Acute myocardial iNfarcTion
trial [VALIANT] Registry). Am J Cardiol,102(11):1427–1432.
Piper, M.A., Evans, C.V., Burda, B.U., et al. 2015. Diagnostic and predictive accuracy
of blood pressure screening methods with consideration of rescreening
intervals: a systematic review for the U.S. Preventive Services Task Force.
Ann. Intern. Med.162(3):192-204.
Rapezzi, C., Arbustini, E., Caforio, A. L. P., Charron, P., Linhart, A., Mogensen, J.,
Pinto, Y., Gimeno-blanes, J., Helio, T., Ristic, A., Seggewiss, H., Sinagra, G.,
Tavazzi, L. and Elliott, P. M. 2013. Diagnostic work-up in cardiomyopathies :
bridging the gap between clinical phenotypes and final diagnosis. A position
statement from the esc working group on myocardial and pericardial
diseases. Eur Heart J, 34(19):1448-1458.
Reichlin, T., Twerenbold, R., Maushart, C., Reiter, M., Moehring, B., Schaub, N.,
Balmelli, C., RubiniGimenez, M., Hoeller, R., Sakarikos, K., Drexler, B., Haaf,

Daftar Pustaka
179
P., Osswald, S., Mueller, C. 2013. Risk stratification in patients with unstable
angina using absolute serial changes of 3 high-sensitive troponin assays. Am
Heart J, 165(3): 371–378, e373.
Reiner Z,, Catapano AL, De Backer G., et al. ESC/EAS Guidelines for the
management of dyslipidaemias The Task Force for the management of
dyslipidaemias of the European Society of Cardiology (ESC) and the
European Atherosclerosis Society (EAS). European Heart Journal, 2011;
32(14):1769–1818.
Reynolds, H.R., Srichai, M.B., Iqbal, S.N., Slater, J.N., Mancini, G.B., Feit, F., Pena-
Sing, I., Axel, L., Attubato, M.J., Yatskar, L., Kalhorn, R.T., Wood, D.A.,
Lobach, I.V., Hochman, J.S. 2011. Mechanisms of myocardial infarction
in women without angiographically obstructive coronary artery disease.
Circulation,124(13): 1414–1425.
Rowe, J.C., Bland, E.F., Sprague, H.B., White, P.D. 1960. The course of mitral
stenosis without surgery: ten- and twenty-year perspectives. Ann Intern
Med , 52:741–749.
Roy, D., Talajic, M., Dorian, P., Connolly, S., Eisenberg, M.J., Green, M., Kus, T.,
Lambert, J., Dubuc, M., Gagne, P., Nattel, S., Thibault, B. 2000. Amiodarone to
prevent recurrence of atrial fibrillation. Canadian Trial of Atrial Fibrillation
Investigators. N Engl J Med, 342(13):913–920.
Ruff, C.T., Giugliano, R.P., Braunwald, E., Hoffman, E.B., Deenadayalu, N.,
Ezekowitz, M.D., Camm, A.J., Weitz, J.I., Lewis, B.S., Parkhomenko, A.,
Yamashita, T., Antman, E.M. 2014. Comparison of the efficacy and safety of
new oral anticoagulants with warfarin in patients with atrial fibrillation: a
meta-analysis of randomised trials. Lancet383(9921): 955–962.
Segal, J.B., McNamara, R.L., Miller, M.R., Kim, N., Goodman, S.N., Powe, N.R.,
Robinson, K., Yu, D., Bass, E.B. 2000. The evidence regarding the drugs used
for ventricular rate control. J Fam Practice,49(1):47–59.
Shen WK, Sheldon RS, Benditt DG, et al. 2017 ACC/AHA/HRS Guideline for the
Evaluation and Management of Patients With Syncope: A Report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Clinical Practice Guidelines, and the Heart Rhythm Society. J Am Coll
Cardiol 2017;Mar 9:[Epub ahead of print].
Shishehbor, M.H., White, C.J., Gray, B.H., et al. 2016. Critical Limb Ischemia: An
Expert Statement. J Am Coll Cardiol, 68(18):2002-2015.
Singh, B.N., Connolly S.J., Crijns, H.J., Roy, D., Kowey, P.R., Capucci, A., Radzik,
D., Aliot, E.M., Hohnloser, S.H. 2007. Dronedarone for maintenance of sinus
rhythm in atrial fibrillation or flutter. N Engl J Med, 357:987–999.
Sjogren, V., Grzymala-Lubanski, B., Renlund, H., Friberg, L., Lip, G.Y., Svensson,
P.J., Sjalander, A. 2015. Safety and efficacy of well managed warfarin. A report

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


180
from the Swedish quality register Auricula. Thromb Haemost;113(6):1370–
1377.
Solomon, C.G., Kullo, I.J., Rooke, T.W. 2016. Peripheral artery disease. N Engl J
Med,374(9):861-871.
Steg PG, James SK, et al. 2012. ESC Guidelines for The Management of Acute
Myocardial Infarctionin Patients Presenting with ST-Segment Elevation The
Task Force on The Management of ST- Segment Elevation Acute Myocardial
Infarction of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart
Journal, 33:2569-2619.
Steg, P.G,, James, S.K., Atar, D., Badano, L.P., Blomstrom-Lundqvist, C., Borger,
M.A., Di Mario, C., Dickstein, K., Ducrocq, G., Fernandez-Aviles, F.,
Gershlick, A.H., Giannuzzi, P., Halvorsen, S., Huber, K., Juni, P., Kastrati,
A., Knuuti, J., Lenzen, M.J., Mahaffey, K.W., Valgimigli, M., van’t Hof, A.,
Widimsky, P., Zahger, D. 2012. ESC guidelines for the management of acute
myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. Eur
Heart J,33(30):2569 –2619.
Steinberg, J.S., Sadaniantz, A., Kron, J., Krahn, A., Denny, D.M., Daubert, J.,
Campbell, W.B., Havranek, E., Murray, K., Olshansky, B., O’Neill, G., Sami,
M., Schmidt, S., Storm, R., Zabalgoitia, M., Miller, J., Chandler, M., Nasco,
E.M., Greene, H.L. 2004. Analysis of cause-specific mortality in the Atrial
Fibrillation Follow-up Investigation of Rhythm Management (AFFIRM)
study. Circulation,;109(16):1973–1980.
Sundstrom, J., Arima, H., Jackson, R., et al. 2015. Effects of blood pressure reduction
in mild hypertension: a systematic review and meta-analysis. Ann. Intern.
Med, 162(3):184-91.
Suzuki, T., Bove, E.L., Devaney, E.J., Ishizaka, T., Goldberg, C.S., Hirsch, J.C., et al.
2008. Results of definitive repair of complete atrioventricular septal defect
in neonates and infants. Ann Thorac Surg,86(2):596–602.
Szekely, P. 1964. Systemic embolism and anticoagulant prophylaxis in rheumatic
heart disease. Br Med J1(5392):1209–1212.
Thomas, K.L., Shah, B.R., Elliot-Bynum, S., et al. 2014. Check it, change it: a
community-based, multifaceted intervention to improve blood pressure
control. Circ Cardiovasc Qual Outcomes., 7(6):828-834.
Thomopoulos, C., Parati, G. and Zanchetti, A. 2016. Effects of blood pressure
lowering on outcome incidence in hypertension: 7. Effects of more vs. less
intensive blood pressure lowering and different achieved blood pressure
levels - updated overview and meta-analyses of randomized trials. J.
Hypertens,34(4):613-22.
Thygesen, K., Mair, J., Giannitsis, E., Mueller, C., Lindahl, B., Blankenberg, S.,
Huber, K., Plebani, M., Biasucci, L.M., Tubaro, M., Collinson, P., Venge, P.,

Daftar Pustaka
181
Hasin, Y., Galvani, M., Koenig, W., Hamm, C., Alpert, J.S., Katus, H., Jaffe,
A.S. 2012. How to use high-sensitivity cardiac troponins in acute cardiac
care. Eur Heart J, 33(18):2252 –2257.
Van Gelder, I.C., Groenveld, H.F., Crijns, H.J., Tuininga, Y.S., Tijssen, J.G., Alings,
A.M., Hillege, H.L., Bergsma-Kadijk, J.A., Cornel, J.H., Kamp, O., Tukkie,
R., Bosker, H.A., Van Veldhuisen, D.J., Van den Berg, M.P. 2010. Lenient
versus strict rate control in patients with atrial fibrillation. N Engl J
Med,362(15):1363–1373.
VandeWerf, F. 2003. Management of acute myocardial infarction in patients
presenting with ST-segment elevation. Eur Heart J,24(1):28-66. doi:10.1016/
S0195-668X(02)00618-8.
Wakefield, T., Myers, D., Henke, P. 2008. Mechanisms of venous thrombosis and
resolution. Arterioscler Thromb Vasc Biol, 28(3):387-91.
Wan, Y., Heneghan, C., Perera, R., Roberts, N., Hollowell, J., Glasziou, P., Bankhead,
C., Xu, Y. 2008. Anticoagulation control and prediction of adverse events in
patients with atrial fibrillation: a systematic review. Circ Cardiovasc Qual
Outcomes,1(2):84–91.
Weerasooriya, R., Davis, M., Powell, A., Szili-Torok, T., Shah, C., Whalley, D.,
Kanagaratnam, L., Heddle, W., Leitch, J., Perks, A., Ferguson, L., Bulsara,
M. 2003. The Australian intervention randomized control of rate in atrial
fibrillation trial (AIRCRAFT). J Am Coll Cardiol,41(10):1697–1702.Welch,
T.D., Yang, E.H., Reeder, G.S., Gersh, B.J. 2012. modern management of
acute myocardial infarction. Curr Probl Cardiol, 37(7):237-310. doi:10.1016/j.
cpcardiol.2012.03.002.
Williams, B., et al. 2018 ESC/ESH Guidelines for The Management of Arterial
Hypertension. Eur Heart J, 39(33): 3021-3104.
Williamson, J.D., Supiano, M.A., Applegate, W.B., et al. 2016. Intensive vs standard
blood pressure control and cardiovascular disease outcomes in adults aged
≥75 years: a randomized clinical trial. JAMA, 315(24):2673-2682.
Wilson, W., et al. 2005. Infective Endocarditis: Diagnosis and Management,
American Heart Association scientific Statement. Circulation,111(23):e394-
434.
Yan, A.T., Yan, R.T., Kennelly, B.M., Anderson, F.A. Jr., Budaj, A., Lopez-Sendon,
J., Brieger, D., Allegrone, J., Steg, G., Goodman, S.G. 2007. Relationship of ST
elevation in lead aVR with angiographic findings and outcome in non-ST
elevation acute coronary syndromes. Am Heart J,154(1):71–78.
Yancy, C.W., Jessup, C.M., Bozkurt, B., et al. 2017. 2017 ACC/AHA/HFSA Focused
Update of the 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart
Failure. Circulation. 2017;136:e137–e161.

Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


182
Yehuda Adler, Philippe Charron, Massimo Imazio, Luigi Badano, Gonzalo
Barón-Esquivias, Jan Bogaert, Antonio Brucato, Pascal Gueret, Karin
Klingel, Christos Lionis, Bernhard Maisch, Bongani Mayosi, Alain Pavie,
Arsen D Ristić, Manel Sabaté Tenas, Petar Seferovic, Karl Swedberg ,
Witold Tomkowski. ESC Guidelines for The Diagnosis and Management of
Pericardial Diseases. European Heart Journal. 2015; 36(42): 2921–2964
Ziff, O.J., Lane, D.A., Samra, M., Griffith, M., Kirchhof, P., Lip, G.Y., Steeds, R.P.,
Townend, J., Kotecha, D. 2015. Safety and efficacy of digoxin: systematic
review and meta-analysis of observational and controlled trial data.
BMJ,351:h4451.

Daftar Pustaka
183

Anda mungkin juga menyukai