Keperawatan Jiwa 2
Keperawatan Jiwa 2
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
(mandi, makan, berhias dan toileting)
Dosen Pengampu:
Rizky Febrian Pratama, S.Kep., M.Kes.
Disusun Oleh :
Ziyan Hilaliyyah (02127091)
A. Konsep Medis
1. Definisi Defisit Perawatan Diri
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang
mengalai kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari hari secara mandiri. Tidak
ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut,
pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam :
kebersihan diri, makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri,
buang air besar atau kecil sendiri (toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul
pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan iwa kronis sering
mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan
gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik
dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, Rizky &
Hanik,2015:154)
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene),
berpakaian atau berhias, makan, dan BAB atau BAK (toileting) (Fitria,
2009).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa
terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan
diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri diantaranya
mandi, makan dan minum secara mandiri, berhias secara mandiri, dan
toileting.
2. Penyebab Defisit Perawatan Diri
a. Faktor Predisposisi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kurang
perawatan diri adalah, Perkembangan. Dalam perkembangan,
keluarga yang terlalu melindungi dan memanjakan klien dapat
menimbulkan perkembangan inisiatif dan keterampilan. Lalu
faktor predisposisi selanjutnya adalah Faktor Biologis,
beberapa penyakit kronis dapat menyebabkan klien tidak
mampu melakukan perawatan diri secara mandiri. Faktor
selanjutnya adalah kemampuan realitas yang menurun. Klien
dengan gangguan jiwa mempunyai kemampuan realitas yang
kurang, sehingga menyebabkan ketidak pedulian dirinya
terhadap lingkungan termasuk perawatan diri. Selanjutnya
adalah faktor Sosial, kurang dukungan serta latihan
kemampuan dari lingkungannya, menyebabkan klien merasa
b. Faktor Presipitasi.
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurangnya atau penurunan motivasi, kerusakan kognisi, atau
perseptual, cemas, lelah / lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri. Sedangkan menurut Depkes tahun 2000 faktor
yang mempengaruhi personal hygiene adalah body Image,
praktik social, status sosial ekonomi, pengetahuan, budaya,
kebiasaan dan kondisi fisik.
Berikut penjabarannya. gambaran individu terhadap dirinya
sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak perduli dengan dirinya.
Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri
maka,kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene. Personal hygiene memerlukan alat dan bahan, seperti
sabun, sikat gigi, shampoo dan alat mandi lainnya yang
membutuhkan uang untuk menyediakannya.
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan,
misalnya pada pasien penderita DM yang harus menjaga
kebersihan kakinya. Pada factor Budaya, terdapat budaya di
sebagian masyarakat tertentu jika individu sakit tidak boleh
dimandikan. Ada pula kebiasaan seseorang yang enggan
menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri, missal
sabun, shampoo, dll. Sedangkan, untuk factor kondisi fisik,
pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukan nya.
3. Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri
Menurut Nanda (2012),jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
b. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
c. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas makan secara mandiri
d. Defisit perawatan diri : eliminasi / toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas eliminasi sendiri.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000), dalam Anonim (2009), tanda dan gejala klien
dengan defisit perawatan diri yaitu:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
b. Psikologi
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur
5) Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) di
sembarang tempat
6) Gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut :
a. Mandi/Hygiene
Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi
kotor, kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
b. Berpakaian/berhias
Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut
acakacakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai,
pada pasien laki-lakitidak bercukur, pada pasien perempuan tidak
berdandan
c. Makan
Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
kemampuanmengambil makan sendiri, makan berceceran dan
makan tidak padatempatnya
d. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil,duduk atau bangkit dari
jamban,memanipulasi pakaian untuk toileting,membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat,dan menyiram toilet atau kamar
kecil.
5. Rentang Respon
Keterangan :
a. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor
dan mampu untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan
yang dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan
perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien
mendapatkan stresor kadang kadang klien tidak
memperhatikan perawatan dirinya.
c. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia
tidak peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan nya di bagi 2 (Stuart &
Sundeen, 2000), yaitu :
a. Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
Klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
b. Mekanisme Koping Mal Adaptif
Mekanisme koping yang menghambat, fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategori nya adalah : Tidak mau
merawat diri.
7. Pohon Masalah
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Kondisi Klien
Data Subjektif :
Pasien merasa lemah,malas untuk beraktivitas,dan merasa tidak
berdaya
Data Objektif :
Rambut kotor dan acak-acakan, badan dan pakaian kotor serta
bau, mulut dan gigi bau,kulit kusam dan kotor,
2. Diagnosa
Defisit Keperawatan Diri : Mandi, Gosok gigi, cuci rambut
3. Intervensi
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menjelaskan, pentingnya kebersihan diri.
c. Klien dapat menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
d. Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan
perawat.
e. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
4. Implementasi
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Jelaskan pentingnya perawatan diri yang baik..
c. Ajarkan klien mempraktekan cara perawatan diri : mandi, gosok
gigi dan cuci rambut
d. Bantu klien mempraktekan cara perawatan diri.
e. Anjurkan klien memasukan kegiatan perawatan diri secara
mandiri di dalan jadwal kegiatan harian.
5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan
melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal Wahit, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba
Medika.
Keliat, B. A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN
(Basic Course).Yogyakarta: EGC.
Kelliat, B., A, dkk. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa :Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.
STRATEGI PELAKSANAAN
3. Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1. Evaluasi klien/subjektif
“Bagaimana perasaan Ny. M setelah latihan cara makan yang
baik?”
2. Evaluasi perawat/objektif
“Ny. M terlihat rapid an bersih”
b. Rencana tindak lanjut klien
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ny. M sehabis
melakukan mandi kemudian melakukan cara berdandan dan makan
yang baik dan benar sesuai dengan latihan kita hari ini. Beri tanda M
(Mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (Bantuan) kalau
diingatkan dan T (Tidak) tidak melakukan”.
c. Kontrak yang akan datang
Topik: “Baik besok kita akan bertemu kembali untuk latihan cara
BAK/BAB yang baik ya Ny. M?”
Waktu: “Kalau begitu kita akan latihan cara BAK/BAB besok jam
10 pagi atau sesuai jadwal kapan Ny. M merasa ingin BAB/BAK”
Tempat: “Besok kita latihan cara BAB/BAK dengan baik diruangan
ini ya Ny. M?”
4. SP-4 Pasien : Defisit Perawatan Diri Pertemuan Ke-4
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Ny. M terlihat duduk di salah satu sisi kamar. Ny. M terlihat rapi
dengan rambut yang di sisir.
2. Diagnosis Keperawatan: Defisit Perawatan Diri
3. Tujuan Khusus:
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan membersihkan tempat BAB/BAK