Untitled
Untitled
Abstract
Immigration or refugee was matter that always been exist in human civilization. Since the motive
to get better life, free from fear and treat. To response the problems international community
through United Nations released Convention 1951 regarding to Status of Refugee. Other hand,
Indonesia as transit state provide legal instrument as legal instruction for related institutions in
handling illegal immigrant/refugee problems. This article described about Immigration Office
at Malang on Handling of Illegal Immigrant/refugee based on Indonesia’s regulation compare
to Convention 1951 regarding to status of refugee.
Key words: immigrant, refugee, immigrant office at Malang, Covention 1951
Abstrak
Pengungsi merupakan suatu persoalan yang akan selalu ada dalam perkembangan peradaban
manusia, karena persoalan pengungsi berlatar belakang naluriah manusia untuk mencari
kehidupan yang lebih baik, baik dari aspek ekonomi, politik, keamanan dan sebagainya.
Indonesia sebagai negara yang terletak pada posisi silang dunia menjadi tempat strategis untuk
transit para pengungsi, terutama para pengungsi/imigran gelap. Di satu pihak dalam konteks
internasional telah ada suatu standart dalam memperlakukan pengungsi melalui Konvensi 1951
tentang Status Pengungsi. Artikel ini akan membahas mengenai peran dari Kantor Imigrasi
kelas I Malang dalam penanganan imigran gelap/pengungsi dikaitkan dengan Konvensi 1951
tentang status pengungsi.
Kata kunci: immigran, pengungsi, kantor Imigrasi Kota Malang, Konvensi 1951
408
409 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
dilakukannya migrasi pada masa itu secara pergi ke Australia. Dalam beberapa tahun
umum berasal dari naluri alamiah umat terakhir, sesuai data yang diberikan oleh
manusia untuk mencari tempat tinggal atau lembaga PBB untuk pengungsi atau United
daerah bermukim yang dapat memberikan Nations High Commissioner for Refugees
keamanan dan kenyamanan. Sejarah mencatat, (UNHCR), Indonesia telah menerima banyak
bangsa Canaan (yang sekarang disebut bangsa pengungsi asing baru secara signifikan. Per
Palestina) pernah melakukan migrasi dari Asia Maret 2012, kira-kira ada 3,781 pengungsi
menuju Eropa, demikian juga yang dilakukan asing yang telah terdaftar di Indonesia.3
oleh bangsa Romawi di masa kejayaannya Pengungsi yang datang tersebut memiliki
dan bangsa-bangsa lainnya.1 latar belakang atau tujuan yang bermacam-
Pengungsian atau perpindahan penduduk macam. Ada pengungsi yang datang ke
dalam skala besar ini pada awalnya hanya Indonesia karena faktor ekonomi maupun
merupakan persoalan domestik suatu negara. yang murni untuk mencari keselamatan
Kemudian, karena perpindahan penduduk hidup. Krisis ekonomi, merosotnya tingkat
juga melampui suatu batas negara satu ke kesejahteraan dan keamanan di banyak negara,
negara lainnya, masalah pengungsi akhirnya dan bertambahnya angka kemiskinan serta
meluas menjadi persoalan negara-negara globalisasi dan akses informasi memudahkan
di kawasan tertentu dan terakhir dianggap berlangsungnya pengungsian, khususnya yang
merupakan masalah bersama umat manusia.2 dilakukan secara ilegal (gelap). Terbatasnya
Persoalan itu pada akhirnya juga menjadi pengamanan perbatasan laut Indonesia
persoalan yang tidak dapat dihindari oleh menambah peluang masuknya para pengungsi
pemerintah Indonesia. Sebagai negara yang gelap ke negara kepulauan yang luas ini.
kerap kali menjadi tujuan bagi para pengungsi Para pengungsi yang datang ke Indonesia
untuk mencari perlindungan dan keselamatan karena faktor ekonomi ini biasanya
diri. menginginkan perubahan kehidupan ke
Posisi Indonesia yang terletak di antara arah yang lebih baik dan berkeinginan
dua samudra dan dua benua, menjadikan untuk mendapatkan penghasilan yang jauh
Indonesia sebagai tempat yang strategis lebih besar daripada penghasilan mereka
untuk pergerakan dan juga tempat transit sebenarnya di negara asal, bahkan tidak jarang
pengungsi asing asal benua Asia yang ingin para pengungsi tersebut adalah orang-orang
1 IOM, Buku Petunjuk Bagi Petugas Dalam Rangka Penanganan Kegiatan Penyelundupan Manusia
dan Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Penyelundupan Manusia, International Organization for
Migration (IOM), Jakarta, 2009, hlm.24.
2 Achmad Romsan, dkk,Pengantar Hukum Pengungsi Internasional: Hukum Internasional dan Prinsip-
Prinsip Perlindungan Internasional, Percetakan Sanic Offset, Bandung, 2003, hlm. 3.
3 http://www.iom.org/read/news/2012/07/18/063417844/80-Indonesiadanpengungsi gelap, diakses 22
September 2012. pukul 09.15 WIB.
Herman Suryokumoro, Nurdin, Ikaningtyas, Urgensi Penanganan Pengungsi/Migran Ilegal... 410
yang sama sekali tidak memiliki pekerjaan di Status Pengungsi (Text of the 1951 Convention
negara asal dan bermaksud mencari pekerjaan Relating to the Status of Refugees). Konvensi
di Indonesia dengan cara yang melanggar yang dibuat di Jenewa pada tanggal 28 Juli
hukum. Namun ada juga pengungsi yang 1951 dan kemudian telah diubah ke dalam
datang ke Indonesia karena terjadi peperangan Protokol 1967 tentang Status Para Pengungsi
di negara asalnya dan para pengungsi tersebut (Protocol Relating to the Status of Refugees
benar-benar membutuhkan perlindungan 1967) memberikan aturan mengenai status para
serta mencari keselamatan diri. Misalnya saja pengungsi yang bertujuan untuk melindungi
beberapa waktu lalu di Indonesia, sebanyak Hak Asasi Manusia (HAM) bagi pengungsi.
193 (seratus sembilan puluh tiga) pengungsi Dalam konvensi tersebut terdapat jenis-jenis
asal Myanmar dan Bangladesh ditemukan HAM yang perlu dilindungi, yang ditujukan
terdampar di perairan Sabang. Kapal para khusus bagi pengungsi dengan alasan bahwa
pengungsi tersebut ditemukan oleh nelayan kondisi mereka yang khusus atau berbeda
di sekitar Pulau Rondo dan Pulau Seulako, dengan warga negara yang lain yang hidup
Sabang, Aceh.4 sejahtera di tempat mereka berdomisili. Jadi,
Terlepas dari latar belakang dan alasan Konvensi 1951 mencantumkan daftar hak
orang-orang tersebut mengubah status yang sangat dibutuhkan oleh pengungsi, di
menjadi pengungsi, sebagai negara yang mana negara pihak (party) wajib memenuhi
menjadi bagian dari dunia internasional dan kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam
sebagai negara yang bermartabat, maka dalam konvensi tersebut.5
menghadapi masalah pengungsi, Indonesia Proses perpindahan penduduk tersebut
memiliki kewajiban untuk melindungi serta atau lebih dikenal dengan migrasi dapat
memberikan penghormatan kepada hak-hak dilakukan sesuai prosedur keimigrasian yang
para pengungsi tersebut sesuai dengan hukum berlaku, maupun secara bertentangan dengan
nasional maupun hukum internasional yang peraturan keimigrasian. Proses migrasi yang
dianut oleh Indonesia. Sebagai manusia, para dilakukan tidak sesuai dengan peraturan
pengungsi tersebut tetap memiliki hak-hak keimigrasian atau migrasi ilegal akan
asasi manusia yang tetap harus dihormati dan mengakibatkan ancaman terhadap kedaulatan,
dilindungi oleh negara yang menjadi tempat keamanan, kehidupan sosial dan ekonomi,
mereka untuk mencari perlindungan dan bahkan juga ancaman terhadap ideologi
mendapatkan keselamatan diri. Hal tersebut suatu bangsa. Belum lagi migrasi ilegal bisa
telah diatur dalam konvensi 1951 tentang dihentikan, telah timbul varian baru yang
4 Arip Budiman, Terdampar, 193 Pengungsi Asal Myanmar dan Bangladesh (online),http://www.
KabariNews.com/?32484, diakses 22 September 2012.
5 Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM, Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, PT. Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2008, hlm.290.
411 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
kini kian mengemuka, yakni penyelundupan merupakan hak atas perlindungan diplomatik
manusia (people smuggling), dan perdagangan di luar negeri dan ini merupakan atribut yang
manusia (human trafficking). 6
esensial, dimana negara bertanggung jawab
Proses migrasi suatu kelompok manusia untuk melindungi warganya yang merupakan
yang melintasi batas-batas negara tersebut pencerminan aspek korelatif dan kesetiaan
merupakan suatu peristiwa hukum yang dan perlindungan.
termasuk dalam definisi hukum internasional Di Indonesia, organisasi yang mempunyai
publik. hukum internasional dalam hal ini fungsi keimigrasian tersebut di atas, di
hukum internasional publik merupakan diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
keseluruhan kaidah dan azas hukum Imigrasi Departemen Kehakiman RI, yang
yang mengatur hubungan atau persoalan keberadaannya, tugas pokok serta fungsinya
yang melintasi batas negara (hubungan diatur berdasarkan Keputusan Presiden
internasional) yang bukan bersifat perdata.7 RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-
Berdasarkan pengertian hukum internasional Pokok Organisasi Departemen jo Keputusan
publik tersebut, secara khusus kajian mengenai Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984 tentang
perpindahan (keluar/masuk) person ke dalam susunan organisasi Departemen sebagaimana
atau ke luar suatu wilayah negara kajian telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
hukum keimigrasian. Hukum Keimigrasian Keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 1991
melaksanakan sebagian fungsi dan tugas dan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor
hukum internasional publik, termasuk M-PR.0704 Tahun 1991 tentang Organisasi
perjanjian bilateral tentang bidang lintas batas. dan Tata Kerja Kantor Imigrasi di daerah-
Pengertian imigrasi8 mempunyai makna di daerah seluruh Indonesia. Kantor imigrasi
satu sisi merupakan tindakan masuk ke negara yang tersebar di seluruh Indonesia tersebut
lain untuk tinggal menetap sedangkan sisi lain mempunyai dua klasifikasi, kelas I dan kelas
dari segi kelembagaan mempunyai fungsi dan II, kantor imigrasi ini tidak hanya berada di
tujuan yaitu mengatur orang asing yang masuk tingkat provinsi tetapi juga tingkat kabupaten/
ke negeri ini. Sisi pertama tersebut menunjuk kota.
pada suatu aktivitas manusia, yaitu aktivitas Untuk Kota Malang sendiri terdapat
berupa lalu lintas manusia dari suatu negara kantor imigrasi kelas II. Kantor imigrasi ini
ke negara lain. Sisi kedua, menunjukkan tata tentunya mempunyai fungsi strategis dalam
laksana dari suatu organisasi atau instansi yang mengatur lalu lintas warga negara Indonesia
mengurus lalu lintas manusia antar negara. maupun asing yang keluar maupun masuk
Selain itu dalam hukum internasional, ke wilayah Indonesia, terutama yang terkait
migrasi adalah aspek kewarganegaraan persoalan imigran illegal. Pesisir Malang
6 IOM, Op.Cit.
7 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Jakarta, 1976, hlm. 4.
8 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1982, hlm. 376.
Herman Suryokumoro, Nurdin, Ikaningtyas, Urgensi Penanganan Pengungsi/Migran Ilegal... 412
menjadi salah satu pintu penyeberangan antara istilah pengungsi dan imigran ilegal.
imigran secara ilegal, yang bertujuan ke Hal ini mengingat bahwa Indonesia yang
Australia. Terbukti Kepolisian dan Imigrasi belum meratifikasi Konvensi Wina 1961
Malang kembali menangkap 77 imigran tentang status pengungsi, membuat belum
gelap di wilayah pesisir Malang pada awal adanya standart khusus perlakuan terhadap
bulan Juli 2012. Terdiri dari 14 warga negara pengungsi. Sehingga apabila terdapat kasus
Afghanistan, Sudan 2 orang, 34 imigran asal pengungsi yang terdampar atau diamankan
Pakistan, Iran 9 orang dan 18 warga Srilanka. wilayah Indonesia, khususnya di wilayah
Tujuh orang di antaranya adalah perempuan, operasional lingkungan kantor Imigrasi kelas I
empat anak-anak, dan 66 lelaki dewasa.9 kota Malang yang digunakan adalah tindakan
Kemudian pada 11 Juli lalu petugas keamanan keimigrasian.
juga mengamankan sedikitnya 25 imigran Kantor imigrasi klas I Malang didirikan
yang masuk secara ilegal di Malang. Mereka pada bulan November sekitar tahun 1961,
ditangkap di Singosari, Malang dengan dan mulai beroperasi pada tahun 1962.
menggunakan dua kendaraan. Selain itu, April Semula kantor Imigrasi Kota Malang ini
silam juga diamankan 43 imigran gelap dari bertempat di Jalan Bandung No. 28 Malang
berbagai negara. Mereka ditangkap setelah yang sekaligus sebagai rumah pribadi Kepala
kapal yang mereka tumpangi terdampar di Kantor Imigrasi pada saat itu. Kemudian
kawasan Pantai Gedangan. 10
pemerintah memindahkan kantor imigrasi
dengan mengadakan bangunan di Jalan
Pembahasan Raung No. 2 Malang dengan status tanah
sewa milik Pemerintah daerah Kota Malang.
A. Kesesuaian Penanganan Pengungsi/
Dengan banyaknya kasus serta urusan yang
Migran Ilegal Yang Diterapkan Di
ditangani gedung yang bertempat di Jalan
Kantor Imigrasi Kota Malang Dengan
Raung tersebut ternyata sudah tidak mampu
Konvensi Tentang Status Pengungsi
menampung seluruh aktivitas kantor imigrasi,
1951
sehingga pada tahun 1988 kantor imigrasi kota
Dalam bab pembahasan ini, peneliti
Malang berpindah ke Gedung baru berlantai
akan menelaah mengenai perlakuan yang
dua yang berlokasi di Jalan Panji Suroso No.4
diterapkan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Kota
Malang.
Malang, terhadap para pengungsi/imigran
Kegiatan Kantor imigrasi Klas I kota
ilegal. Sebelumnya ada beberapa hal yang
Malang lebih berfokus pada kegiatan:
akan disampaikan yaitu: peneliti menggabung
9 http://www.tempo.co/read/news/2012/07/18/063417844/80-Imigran-Gelap-Terdampar-di-Malang, diakses 18
Juli 2012.
10 http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=9080e22aa92157ec13f5038e8f626279&jenis=c8
1e728d9d4c2f636f067f89cc14862c. diakses 18 Juli 2012.
413 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
perlu dilakukan pengawasan dan tindakan keberatan kepada Menteri dalam jangka
keimigrasian apabila terjadi pelanggaran. waktu tiga hari sejak tanggal diterimanya
Tindakan keimigrasian ini dilakukan secara Keputusan Tindakan Keimigrasian.
tepat, cepat dan teliti serta terkoordinasi tanpa (2) Permohonan keberatan sebagaimana
mengabaikan keterbukaan dalam memberikan dimaksud dalam ayat (1) tidak menunda
pelayanan kepada orang asing. atau menghalangi pelaksanaan keputusan
Tindakan keimigrasian adalah tindakan tindakan keimigrasian.
administratife dalam bidang keimigrasian Pasal 26
di luar proses peradilan. Dalam pelaksanaan (1)
Pengajuan keberatan sebagaimana
tindakan keimigrasian, untuk menjamin dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan
kepastian hukum dan keadilan bagi orang oleh orang asing yang bersangkutan atau
asing yang terkena tindakan keimigrasian. wakilnya yang sah.
Mengenai tindakan keimigrasian ini diatur (2) Wakil yang sah sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Republik dalam ayat (1) adalah:
Indonesia Nomor 31 Tahun 1994 tentang a. orang tua atau walinya yang
Pengawasan Orang Asing dan Tindakan bertanggung jawab atas orang asing
Keimigrasian, antara lain: tersebut;
Pasal 24 b.
pengusaha atau sponsor yang
(1)
Tindakan Keimigrasian ditetapkan bertanggung jawab atas kedatangan
dengan keputusan tertulis oleh Pejabat orang asing tersebut di Indonesia;
Imigrasi yang berwenang.
atau
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam
c. orang lain yang memperoleh kuasa
ayat (1) disampaikan kepada orang asing
khusus.
yang dikenakan tindakan keimigrasian
Pasal 27
selambat-lambatnya tujuh hari terhitung
(1)
Pengajuan keberatan sebagaimana
sejak tanggal penetapan.
dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan
(3) Dalam hal tindakan keimigrasian berupa
secara tertulis melalui Direktur Jenderal
penolakan masuk ke wilayah negara
Imigrasi dengan melampirkan bukti-
Republik Indonesia, keputusan tindakan
bukti yang dapat dipakai sebagai alasan
keimigrasian oleh Pejabat Imigrasi di
keberatannya.
Tempat Pemeriksaan Imigrasi dilakukan
(2) Direktur Jenderal Imigrasi selambat-
dengan menerakan tanda penolakan di
lambatnya 21 (dua puluh satu) hari
paspornya.
terhitung sejak menerima pengajuan
Pasal 25
keberatan sebagaimana dimaksud dalam
(1) Setiap orang asing yang dikenakan
ayat (1), menyampaikan keberatan
tindakan keimigrasian dapat mengajukan
417 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
tindakan keimigrasian, baik menyangkut izin instansi lain yang dilakukan secara
keberadaannya maupun izin dari kegiatannya koordinatif.
selama berada di wilayah republik Indonesia.
Kewenangan dari kantor Imigrasi Kota B.2.
Kewenangan Untuk Melakukan
Malang, yaitu: Penyidikan
Dalam penyidikan selain polisi negara
B.1.
Kewenangan Untuk Melakukan Republik Indonesia sebagao penyidik
Pengawasan
umum, penyidikan juga dapat dilakukan
Tindakan ini berupa kegiatan oleh Pejabat Imigrasi yang diangkat sebagai
mengumpulkan data, menganalisa dan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
menentukan apakah sesuatu yang diawasi
(PPNS). PPNS hanya berwenang melakukan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan
penyidikan terhadap tindakan keimigrasian,
atau sesuai dengan ketentuan peraturan yang
kewenangannya adalah:
berlaku. Pengawasan orang asing meliputi
a) menerima laporan tentang adanya tindakan
aspek yang menyangkut keberadaannya dan
penyalahgunaan visa atau suatu tindakan
aspek aktivitasnya, yaitu proses kegiatan di
yang menyangkut tentang keimigrasian.
bidang keimigrasian yang mengumpulkan data
b) Memanggil, memeriksa, menggeledah,
dan informasi, menganalisa dan menentukan
menangkap serta menahan seseorang
keberadaan orang sejak masuknya di wilayah
yang disangka melakukan tindakan yang
Indonesia serta kegiatannya selama berada
di wilayah republik Indonesia. Pengawasan menyangkut tentang keimigrasian.
keimigrasian dibagi atas dua bentuk, yaitu: wilayah Indonesia secara tidak sah (imigran
Pejabat imigrasi diangkat sebagai PPNS stabilitas politik di negaranya sudah sangat
11 Hasil wawancara dengan Kasubsi Penindakan, Kantor Imigrasi Kelas I Kota Malang, 7 November 2012.
421 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
kelas I kota Malang tersebut, jelas bahwa berdasarkan konvensi Tahun 1951 tentang
yang dilakukan adalah sebatas tindakan Status Pengungsi. Selama ini masyarakat
keimigrasian sejauh peraturan perundang- kita menyamakan antara pengungsi dengan
undangan yang mengatur, belum ada imigran ilegal. Tentunya ini menjadikan image
pengimplementasian standart perlakuan negative bagi para pengungsi itu sendiri.
terhadap pengungsi sebagaimana Konvensi Kendala yang dihadapi oleh para
1951 tentang Status Pengungsi. pengungsi untuk memperoleh perlakuan yang
layak di negara tujuan ataupun negara transit
C. Tindakan Terhadap Pengungsi/ adalah banyaknya negara yang belum menjadi
Imigran Ilegal Berdasarkan Konvensi peserta Konvensi tentang Status Pengungsi
1951 tentang Status Pengungsi 1951 (Text of the 1951 Convention Relating
Dalam tinjauan pustaka dijelaskan bahwa to the Status of Refugees) dan Protokol 1967
Pengertian dari pengungsi adalah seseorang tentang Status Para Pengungsi (Protocol
atau sekelompok orang yang meninggalkan Relating to the Status of Refugees 1967).
suatu wilayah guna menghindari suatu bencana Sehingga tidak jarang kehadiran pengungsi
atau musibah. Bencana ini dapat berbentuk di negara persinggahan (transit) atau negara
banjir, tanah longsor, tsunami, kebakaran, tujuan, dipulangkan secara paksa. Perlakuan
dan lain sebagainya yang diakibatkan oleh seperti itu jelas bertentangan dengan prinsip-
alam. Dapat pula bencana yang diakibatkan prinsip hukum internasional yang telah diakui
oleh ulah manusia secara langsung. Misalnya oleh negara-negara beradab. Kewajiban
perang, kebocoran nuklir, dan ledakan bom. internasional yang melekat kepada setiap
Sedangkan pengertian dari imigran adalah negara yang menganggap mereka adalah
orang yang dating dari negara lain dan bagian masyarakat internasional, terlepas
menetap di suatu negara. Terlihat dari definisi apakah negara itu menjadi anggota dari
istilah pengungsi dan imigran tersebut, bahwa organisasi-organisasi internasional seperti
pengungsi merupakan salah satu bentuk dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), anggota
perpindahan WNA itu sendiri. organisasi internasional lainnya, ataupun
Untuk menghindari persamaan perlakuan peserta atau bukan peserta dari sebuah
antara penyelundupan manusia untuk konvensi internasional untuk memperlakukan
tujuan yang bertentangan dengan hukum para pengungsi secara manusiawi.13 Dengan
dengan pengungsi yang bertujuan lari dari kata lain bahwa Konvensi tentang Status
ketakutan dan mencari hidup yang yang lebih Pengungsi Tahun 1951 ini merupakan standar
baik, penting bagi kita untuk mengetahui perlakuan yang berperikemanusiaan untuk
standart perlakuan terhadap pengungsi diterapkan kepada pengungsi dan untuk
12 Ibid.
13 Achmad Romsan, dkk., Op. Cit., hlm. 141.
Herman Suryokumoro, Nurdin, Ikaningtyas, Urgensi Penanganan Pengungsi/Migran Ilegal... 422
14 UNHCR, Penandatanganan Dapat Membuat Seluruh Perbedaan, Swiss, UNHCR, 2009, hlm. 8.
423 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
negara pihak (party) bahwa pengungsi 4. Hak untuk bekerja (Pasal 17);
tersebut mengalami ketakutan yang amat Pasal ini memberikan ketentuan
sangat atau pengancaman terhadap diri bahwa suatu negara pihak (party) yang
mereka jika dikembalikan (dipulangkan) menerima kedatangan pengungsi tersebut
ke negara asal. mengupayakan pekerjaan bagi para
2. Hak untuk tidak mengalami pengusiran, pengungsi guna mendidik mereka untuk
kecuali dalam keadaan tertentu yang berusaha hidup mandiri. Sedangkan bagi
sangat jelas (Pasal 32); Pengungsi Anak (Children Refugee) tidak
Pasal ini memberikan ketentuan bahwa dibebani suatu kewajiban untuk bekerja
tidak seorang pun dari para pengungsi di dan mencari nafkah. Sehingga hak untuk
suatu wilayah dari negara pihak yang boleh bekerja ini tidak termasuk suatu hak yang
diusir dari wilayah negara tersebut, kecuali harus diterima oleh para Pengungsi Anak
(Children Refugee).
apabila jelas diketahui bahwa pengungsi
5. Hak untuk mempunyai rumah (Pasal 21);
tersebut termasuk dalam golongan orang-
Pasal ini memberikan suatu ketentuan
orang yang telah melakukan kejahatan
bahwa sebisa mungkin negara pihak
terhadap perdamaian, kejahatan perang,
(party) memberikan tempat tinggal yang
kejahatan terhadap kemanusiaan, atau
layak bagi para pengungsi. Tempat tinggal
kejahatan non-politik yang serius di luar
atau kamp pengungsi tersebut harus berada
negara suakanya, dan orang-orang yang
dalam kondisi yang aman dan jauh dari
terbukti menyalahi tujuan dan prinsip
segala bahaya yang dapat mengganggu
PBB.15 Orang-orang dengan kriteria
kehidupan para pengungsi dan.
seperti itu tidak berhak untuk mendapatkan
6. Hak untuk memperoleh pendidikan (Pasal
perlindungan internasional.
22);
3. Pengecualian dari hukuman atas
Pasal ini memberikan ketentuan bagi
penyusupan secara ilegal ke negara pihak
negara pihak (party) untuk memberikan
(party) dari Konvensi ini (Pasal 31);
hak pendidikan bagi para pengungsi,
Pasal ini memberikan ketentuan bahwa
terutama Pengungsi Anak (Children
suatu negara pihak (party) tidak dapat
Refugee) yang masih membutuhkan
menjatuhkan sanksi pidana kepada para pendidikan. Akses kepada sarana atau
pengungsi yang masuk ke dalam wilayah fasilitas pendidikan bagi para pengungsi
negaranya dengan alasan bahwa para dan Pengungsi Anak (Children Refugee)
pengungsi tersebut telah masuk ke dalam tidak boleh dibedakan dengan warga
wilayah negara secara melanggar hukum negara dan/atau anak-anak dari dalam
(ilegal). negara penerima tersebut.
15 Ibid., hlm. 9.
Herman Suryokumoro, Nurdin, Ikaningtyas, Urgensi Penanganan Pengungsi/Migran Ilegal... 424
7. Hak untuk memperoleh bantuan umum bergerak di dalam wilayah negara tersebut.
(Pasal 23); Pemerintah dari negara penerima tidak
Pasal ini memberikan ketentuan kepada boleh menempatkan mereka di dalam satu
negara pihak (party) untuk senantiasa wilayah tertentu, sehingga mereka tidak
memberikan bantuan kepada para memiliki kesempatan untuk berpindah
pengungsi dalam bentuk apapun yang dan mencapai akses-akses yang mereka
mereka butuhkan. Sebisa mungkin butuhkan.
pemerintah dari negara tersebut 11. Hak untuk mendapatkan kartu identitas
dibutuhkan oleh para pengungsi dan Pasal ini memberikan ketentuan bagi
16 Sukanda Husin, UNHCR dan Perlindungan Hak Azasi Manusia, Jurnal Hukum, No. 7 Th.V/1998, Fakultas
Hukum Universitas Andalas, Padang, 1998, hlm. 32.
425 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
untuk menjalankan agamanya serta kebebasan maka pengungsi memiliki hak-hak yang tidak
bagi pendidikan anak-anak mereka ditempat ada kurangnya dengan warga negara yang lain
mana mereka ditampung (Pasal 3 dan 4). Ini yang tidak mengalami nasib yang sama dengan
merupakan hak non-diskriminasi. para pengungsi tersebut. Kondisi mengungsi
Selain dari hak-hak pengungsi yang tidak boleh menyebabkan seseorang merasa
disebutkan di atas, Konvensi juga telah tersingkirkan atau merasa dikucilkan dari
menggariskan kewajiban pengungsi lingkungannya dan pengungsi memiliki hak
sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 asasi untuk hidup. Ini merupakan hak yang
Konvensi. paling mendasar. Jaminan kesehatan yang
“Every refugee has duties to the country baik dan dapat diakses secara murah dan
in which he finds himself, wihch require in bermutu merupakan bentuk perlindungan atas
particular that he conform to its laws and hak hidup pengungsi. Hal tersebut merupakan
regulations as well as to measures taken for prinsip dasar yang terdapat dalam Konvensi
maintenance of public order.” Tahun 1951 dan merupakan bagian dari Hak
Berdasarkan Pasal 2 di atas setiap Dasar Anak yang harus diberikan kepada
pengungsi berkewajiban untuk mematuhi para Pengungsi Anak (Children Refugee) oleh
semua hukum dan peraturan atau ketentuan- siapa pun, termasuk kepada negara-negara
ketentuan untuk menciptakan ketertiban pihak (parties) dari Konvensi 1951 ini.
umum di negara dimana dia ditempatkan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Universal
Prinsip yang paling mendasar dari Konvensi Declaration of Human Right 1948 (Deklarasi
ini adalah prinsip non-refoulement, yaitu Universal HAM), setiap orang memiliki hak
pengungsi memiliki hak asasi untuk tidak untuk mencari dan menikmati suaka dari negara
dikembalikan secara paksa bila pemulangan itu lain karena takut akan penyiksaan. Setiap
akan memunculkan ancaman bagi kehidupan, pencari suaka-pun memiliki hak untuk tidak
keamanan, atau kebebasan mereka. Sehingga diusir atau dikembalikan secara paksa apabila
jaminan keamanan merupakan hak pengungsi mereka telah tiba di suatu negara dengan cara
yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Prinsip yang tidak lazim. Prinsip ini kemudian dikenal
non-refoulement ini terdapat dalam Pasal 33 sebagai non refoulement.
dan merupakan prinsip paling pokok yang Pasal 33 ayat (1) Konvensi tentang
harus dipenuhi oleh negara pihak (party). Status Pengungsi 1951 menyebutkan
Konvensi 1951 memberikan ketentuan bahwa negara-negara peserta Konvensi
mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) yang ini tidak diperbolehkan untuk mengusir
harus diberikan kepada pengungsi, yaitu ataupun mengembalikan pengungsi dalam
bahwa pengungsi memiliki hak asasi atas bentuk apapun ke luar wilayahnya dimana
kewarganegaraan. Sebagai warga negara, keselamatan dan kebebasan mereka terancam
Herman Suryokumoro, Nurdin, Ikaningtyas, Urgensi Penanganan Pengungsi/Migran Ilegal... 426
karena alasan ras, agama, kebangsaan, Civil and Political Rights) 1966, Indonesia
keanggotaan pada kelompok sosial ataupun telah menjadi pihak dengan meratifikasi dan
pandangan politiknya17, selain itu definisi mengadopsinya dalam peraturan perundang-
yang hampir sama dikemukakan oleh Michelle undangan Republik Indonesia, sehingga
Foster: walaupun Indonesia belum meratifikasi
“The key protection in the Refugee Konvensi 1951 tentang status pengungsi
Indonesia mempunyai kewajiban hukum
Convention is non-refoulement, the obligation
untuk menjalankan prinsip non refoulement
on states not to return a refugee to place in
berdasarkan regulasi internasional tersebut di
which he will face the risk of being persecuted”
atas.
(inti dari perlindungan terhadap pengungsi
Prinsip inipun telah diakui sebagai
adalah negara berkewajiban untuk tidak
bagian dari hukum kebiasaan internasional
memulangkan para pengungsi ke negara asal
(international customary law). Dalam
dimana keselamatan mereka terancam karena
arti, negara yang belum menjadi pihak
adanya penyiksaan)18. (state parties) dari Konvensi Pengungsi
Prinsip non refoulement ini tidak hanya 1951 pun harus menghormati prinsip non
terdapat pada Konvensi 1951, namun juga refoulement ini. Prinsip utama yang melatar
tercantum secara implisit maupun eksplisit belakangi perlindungan internasional bagi
pada Konvensi Anti Penyiksaan (Convention pengungsi, perangkat-perangkat kuncinya
Against Torture) Pasal 3, Konvensi Jenewa adalah Konvensi 1951 dan Protokol 196719,
IV (Fourth Geneva Convention) Tahun ketentuan-ketentuan yang tercakup di
1949 pada Pasal 45 paragraf 4, pada dalamnya termasuk:
Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan a) Larangan untuk memulangkan
and Political Rights) 1966 Pasal 13, dan beresiko menghadapi penganiayaan saat
dipulangkan (prinsip non-refoulement).
instrumen-instrumen HAM lainnya. Untuk
b) Persyaratan untuk memperlakukan
Konvensi Anti Penyiksaan (Convention
semua pengungsi dengan cara yang non
Against Torture) Pasal 3, Konvensi Jenewa
diskriminatif.
IV (Fourth Geneva Convention) Tahun
c) Standar perlakuan terhadap pengungsi.
1949 dan Kovenan Internasional Hak-Hak
d) Kewajiban pengungsi kepada negara
Sipil dan Politik (International Covenant on
tempatnya suaka.
17 Sulaiman Hamid, Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 2002,hlm. 96.
18 Michelle Foster, Protection Elsewhere: the Legal Implications of Requiring Refugees to seek Protection
in Another State, Michigan Journal ofInternational Law, Volume 28:223, 2007,hlm. 226.
19 UNHCR, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional, Melindungi Orang-Orang Yang Menjadi
Perhatian UNHCR, Swiss, 2009, hlm. 39.
427 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
e) tugas negara untuk bekerja sama dengan masyarakat internasional secara luas, tetapi
UNHCR dalam melaksanakan fungsi- juga prinsip-prinsip hukum internasional
fungsinya. yang tersusun dalam instrumen-instrumen
Namun lebih spesifik lagi yang dimaksud internasional di mana negara tersebut menjadi
dengan prinsip non-refoulement (larangan pihak.
pengusiran dan pengembalian) adalah: Aturan-aturan hukum kebiasaan
a) Melarang pengembalian pengungsi internasional tersebut merupakan praktek
dengan cara apapun ke negara atau wilayah praktek umum yang sudah diterima oleh semua
dimana hidup atau kebebasannya terancam negara sebagai hukum yang hampir semuanya
dikarenakan ras, agama, kebangsaan, terdiri dari elenen-elemen yang bersifat
keanggotaan dalam kelompok sosial konstitutif20. Praktek-praktek negara tersebut
tertentu atau pendapat politiknya. bersifat tetap dan seragam dan membentuk
b) Pengecualian hanya dapat dilakukan jika suatu kebiasaan. Praktek-praktek tersebut
pengungsi yang bersangkutan merupakan telah meningkat pelaksanaannya secara
ancaman bagi keamanan nasional atau universal karena banyak negara lagi yang
yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman telah menggunakannya sebagai kebiasaan
atas kejahatan yang serius, berbahaya seperti halnya prinsip non refoulement.
bagi masyarakat namun tidak berlaku Dalam dua tahun terakhir ini jumlah
jika individu tersebut menghadapi resiko pengungsi lintas negara atau refugee
penyiksaan atau perlakuan atau hukuman (selanjutnya pengungsi) dan pencari suaka/
yang kejam, tidak manusiawi atau asylum seeker di Indonesia meningkat tajam.
menghinakan. Menurut laporan UNHCR, tahun ini ada
c) Sebagai bagian dari hukum adat dan sekitar 4.000 pengungsi dan pencari suaka di
traktat, prinsip dasar ini mengikat semua Indonesia. Sebagian besar karena terdampar
negara. atau ditangkap oleh aparat keamanan
negara sebagai subyek hukum Indonesia di wilayah kedaulatan Pemerintah
internasional dan sebagai anggota masyarakat Indonesia. Mereka berasal dari negara-negara
internasional sudah tentu harus menghormati yang sedang dilanda krisis, seperti Afganistan,
dan melaksanakan bukan saja aturan hukum Sri Lanka, Irak, dan Myanmar.21
kebiasaan internasional (rules of customary Untuk memperlakukan pengungsi secara
international law) yang sudah merupakan adil, perlu adanya perubahan perilaku dan
aturan-aturan hukum yang sudah diterima oleh kebijakan. Perubahan perilaku yang paling
20
21 Adrianus Suyadi, http://internasional.kompas.com/read/2010/06/21/0953469/Pengungsi.Bukan.Imigran.
Gelap, diakses 20 Oktober 2012.
Herman Suryokumoro, Nurdin, Ikaningtyas, Urgensi Penanganan Pengungsi/Migran Ilegal... 428
sederhana misalnya mengubah cara pandang Indonesia. Hal ini jelas menunjukkan bahwa
pengungsi sebagai orang yang harus dilindungi Indonesia memiliki kepedulian tinggi dalam
hak-haknya dan tidak menyebut mereka menangani pengungsi Vietnam. Hal tersebut
sebagai imigran gelap. Agar perubahan tetap dilakukan walaupun Indonesia bukan
perilaku ini menjadi efisien dan efektif, merupakan negara pihak dari Konvensi
perlu ada perubahan kebijakan Pemerintah Geneva 1951 dan Protokol 1967. Selanjutnya
Indonesia. Pemerintah Indonesia hendaknya selama 20 tahun Indonesia membantu
segera menandatangani dan meratifikasi pengungsi Vietnam dengan menyediakan
Konvensi Geneva 1951 dan Protokol 1967. tempat penampungan dan membantu repatriasi
Sebenarnya sebagai negara tujuan dari mereka yang sepenuhnya ditentukan oleh
para pengungsi, walaupun Indonesia belum UNHCR.22 Sayangnya pengalaman pengungsi
meratifikasi Konvensi Geneva 1951 dan tersebut tidak dilanjutkan dengan penentuan
Protokol 1967, Indonesia telah mempunyai standart penanganan pengungsi di wilayah
pengalaman dalam penanganan yang baik Republik Indonesia dimana Direktorat
terhadap pengungsi Vietnam pada tahun 1975. Jenderal Keimigrasian menjadi pintu awalnya.
Pengungsi Vietnam yang lebih dikenal dengan Dari pembahasan di atas dapat diketahui
sebutan “manusia perahu” ini menjadikan bahwa penanganan terhadap pengungsi di
Indonesia sebagai negara tujuan. Indonesia Indonesia masih sebatas penegakan peraturan
menerima mereka tanpa bantuan dari UNHCR. keimigrasian untuk menjaga kepentingan
Perkembangan meningkatnya jumlah manusia Indonesia saja, sehingga substansi dan teknis
perahu mendorong PBB melalui UNHCR penanganan terhadap pengungsi masih
untuk menyelenggarakan Konferensi terbatas bahkan serupa pada penanganan
Internasional mengenai pengungsi Vietnam di terhadap imigran gelap. Sebagai negara
Jenewa pada tahun 1979. Hasil dari Konvensi kepulauan yang letaknya sangat strategis, dan
tersebut antara lain bahwa semua manusia tak jarang menjadi tempat singgah (transit)
perahu mendapat status sebagai pengungsi. bagi para imigran dengan berbagai tujuan,
negara yang menjadi tujuan manusia perahu seharusnya pemerintah Indonesia hendaknya
di harap menampung sementara manusia segera menandatangani dan meratifikasi
perahu sampai mereka dimukimkan di negara Konvensi Geneva 1951 dan Protokol 1967.
ketiga. PBB meminta agar negara-negara Konvensi Geneva 1951 dan Protokol 1967
mengusahakan keberangkatan mereka ke secara substansial menempatkan perlindungan
negara ketiga secepatnya. Konferensi terhadap dan jaminan Hak Asasi Manusia pengungsi
dihadiri juga oleh perwakilan dari pemerintah lebih utama, dengan tidak mengesampingkan
22 Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm. 167-169.
429 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
kepentingan suatu negara untuk menjaga Lembaga yang mempunyai tugas pokok
stabilitas dan kepentingan nasionalnya. selain Kantor Imigrasi dalam penanganan
Tentunya dengan meratifikasi Konvensi terhadap imigran gelap/pengungsi,
Geneva 1951 dan Protokol 1967 ini, akan adalah:
menambah bargaining position di percaturan 1) Departemen Dalam Negeri
internasional, sebagaimana yang kita ketahui 2) Departemen Perhubungan
HAM menjadi perhatian penting di komunitas 3) Kepolisian Republik Indonesia
Internasional. 4) Departemen Sosial
b. Kurangnya Sumber Daya Manusia dalam
D. Kendala-Kendala Yang Dihadapi proses penanganan terhadap imigran
Dalam Penanganan Pengungsi/Migran gelap/pengungsi.
Ilegal Yang Diterapkan Di Kantor Dari data primer yang diperoleh,
Imigrasi Kota Malang terungkap bahwa sumber daya manusia
Indonesia yang merupakan negara atau personil yang ada di kantor Imigrasi
kepulauan dengan letak yang strategis di antara belumlah optimal baik dari aspek
dua benua dan dua Samudra, dan dengan batas kuantitas maupun kualitas.
geografi dan jalur pantai yang panjang dan c. Kurangnya sarana dan pra sarana
sulit dikontrol menjadi jalur transit yang sering selain itu, kantor Imigrasi mengakui
digunakan para imigran dengan berbagai motif dalam pelaksanaan tugas penanganan
dan cara, khu susnya bagi para pengungsi. terhadap imigran gelap/pengungsi
Kantor Imigrasi yang menjadi pintu utama kurang didukung dengan sarana dan
dalam penanganan terhadap imigran gelap/ prasana yang memadai. Anggaran yang
pengungsi ini mengalami beberapa kendala dialokasikan tidak sebanding dengan
dalam proses penanganan terhadap imigran permasalahan yang harus diatasi. Sarana
gelap/pengungsi, yaitu: seperti alat transportasi dan peralatan
komunikasi yang minim akhirnya
D.1. Kendala Internal mempengaruhi kinerja kantor Imigrasi
a. Disebabkan tidak adanya standart baku kelas I Kota Malang dalam penanganan
dalam peraturan perundang-undangan terhadap imigran gelap/pengungsi.
mengenai penanganan imigran gelap Sebenarnya permasalahan sarana dan
yang padahal adalah pengungsi membuat prasarana yang kurang memadai bukan hanya
kurangnya koordinasi dan kerjasama permasalahan kantor Imigrasi, hal klasik
antar lembaga yang mempunyai tugas semacam ini juga dialami oleh lembaga
pokok dalam penanganan terhadap lainnya. Sehingga memang dalam hal ini
imigran gelap/pengungsi. untuk masalah pembiayaan yang juga menjadi
Herman Suryokumoro, Nurdin, Ikaningtyas, Urgensi Penanganan Pengungsi/Migran Ilegal... 430
tanggung jawab pemerintahan daerah dalam biaya yang murah, akhirnya menyembunyikan
hal ini pemerintah Kota Malang. Pemerintah keberadaan mereka. Selain itu kurang
Kota Malang dalam mengelola keuangan kerjasama dari pihak imigran/pengungsi
daerah harus mengalokasikan biaya yang tersebut membuat kurang optimal dalam
memadai untuk operasional penanganan penangananya.
terhadap imigran gelap/pengungsi.
Simpulan
D.2. Kendala Eksternal Penanganan terhadap pengungsi di
Penanganan terhadap imigran gelap/ Indonesia sebagaimana di Kantor Imigrasi
pengungsi membutuhkan kerjasama dari Kelas I Kota Malang masih sebatas penegakan
berbagai pihak terutama masyarakat. peraturan keimigrasian untuk menjaga
Para pihak yang kurang terbuka dalam kepentingan Indonesia saja, sehingga substansi
memberikan informasi mengenai keberadaan dan teknis penanganan terhadap pengungsi
orang asing menghambat dalam penanganan masih terbatas bahkan serupa pada penanganan
terhadap imigran gelap/pengungsi. Hubungan terhadap imigran gelap. Sebagai negara
lingkungan sekitar, masyarakat dan instansi kepulauan yang letaknya sangat strategis, dan
yang terkait merupakan hubungan yang terjadi tak jarang menjadi tempat singgah (transit)
tidak hanya semata-mata menyangkut aspek bagi para imigran dengan berbagai tujuan,
ekonomis tetapi juga aspek lainnya seperti seharusnya pemerintah Indonesia hendaknya
aspek sosial, politik dan aspek keamanan.23 segera menandatangani dan meratifikasi
Sehingga dalam pelaksanaan mengatur Konvensi Geneva 1951 dan Protokol 1967.
hubungan tersebut perlu diusahakan adanya Konvensi Geneva 1951 dan Protokol 1967
kejelasan pengaturan hak dan kewajiban secara substansial menempatkan perlindungan
masing-masing pihak agar tercipta hubungan dan jaminan Hak Asasi Manusia pengungsi
yang serasi dan harmonis antara para pihak- lebih utama, dengan tidak mengesampingkan
pihak tersebut. kepentingan suatu negara untuk menjaga
Dalam penanganan imigran gelap/ stabilitas dan kepentingan nasionalnya.
pengungsi ini tak jarang hambatan berasal Tentunya dengan meratifikasi Konvensi
dari masyarakat yang kurang memiliki Geneva 1951 dan Protokol 1967 ini, akan
kesadaran dalam keterbukaan informasi menambah bargaining position di percaturan
adanya orang asing, contohnya perusahaan internasional, sebagaimana yang kita ketahui
yang bisa menggunakan tenaga asing dengan HAM menjadi perhatian penting di komunitas
Internasional.
23 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina cipta, Bandung,
2002, hlm.83.
431 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Achmad Romsan, dkk, 2003, Pengantar Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Pengantar
Hukum Pengungsi Internasional: Hukum Internasional, Bina Cipta,
Hukum Internasional dan Prinsip- Jakarta.
Prinsip Perlindungan Internasional, Sulaiman Hamid, 2002, Lembaga Suaka
Percetakan Sanic Offset, Bandung. dalam Hukum Internasional,
IOM, 2009, Buku Petunjuk Bagi Petugas Rajawali Pers, Jakarta.
Dalam Rangka Penanganan UNHCR, 2009, Penandatanganan Dapat
Kegiatan Penyelundupan Manusia Membuat Seluruh Perbedaan, Swiss,
dan Tindak Pidana yang Berkaitan UNHCR.
dengan Penyelundupan Manusia, UNHCR, 2009, Pengenalan Tentang
International Organization for Perlindungan Internasional,
Migration (IOM), Jakarta. Melindungi Orang-Orang Yang
Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi Menjadi Perhatian UNHCR, Swiss.
HAM, Mengurai Hak Ekonomi, Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi
Sosial, dan Budaya, PT. Rajagrafindo Internasional, Jakarta, Sinar Grafika.
Persada, Jakarta. WJS. Poerwadarminta, 1982, Kamus Umum
Mochtar Kusumaatmadja, 2002, Hukum, Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Masyarakat dan Pembinaan Hukum Jakarta.
Nasional, Bina cipta, Bandung.
Herman Suryokumoro, Nurdin, Ikaningtyas, Urgensi Penanganan Pengungsi/Migran Ilegal... 432