Laporan MR Isbd
Laporan MR Isbd
SKOR NILAI:
Eksistensi Perempuan Dalam Budaya Patriarki Pada Masyarakat Simalungun di Desa Raya
Usang, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
KELOMPOK 5
MEI 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan penulis rahmat kesehatan dan kesempatan. Sehingga penulis bisa menyusun atau
menyelesaikan makalah Tugas Miniriset. Penulisan ini penulis sajikan secara ringkas dan
sederhana sesuai dengan kemampuan yang penulis miliki, dan tugas ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Dalam menyusun tugas ini banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik
yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tugas ini ,
dan dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan secara khusus penulis berterima kasih kepada Bapak Drs. Onggal Sihite, M.Si
selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar karena telah memberi
bimbingannya kepada penulis untuk menyelasaikan makalah tugas miniriset ini hingga
selesai.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
2
B. Identifikasi Masalah................................................................................................6
C. Batasan Masalah......................................................................................................7
D. Rumusan Masalah...................................................................................................7
E. Tujuan Penelitian.....................................................................................................7
F. Manfaat Penelitian...................................................................................................8
B. Hipotesis Tindakan................................................................................................12
A. Jenis Penelitian......................................................................................................13
B. Lokasi Penelitian...................................................................................................13
D. Tahap-Tahap Penelitian.........................................................................................14
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................................17
BAB V PENUTUP..............................................................................................................22
A. Simpulan................................................................................................................22
B. Saran......................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
3
Perempuan dengan segala dinamikanya seakan menjadi inspirasi yang tak akan pernah
ada habisnya. Merebaknya bentuk kajian yang membahas tentang isu-isu perempuan merupakan
suatu kelaziman dibanding mencuatnya permasalahan yang membahas tentang isu laki-laki.
Kecenderungan tersebut muncul karena kehidupan perempuan senantiasa dianggap unik
sehingga selalu menjadi stressing dalam berbagai aspek kehidupan. Bagi perempuan sendiri,
keunikan tersebut tidak selalu berarti sesuatu yang menyenangkan karena dalam banyak hal
mereka mearasakan ketidakadilan. Yang menjadi persoalan disini adalah perempuan relative
memiliki banyak kesulitan dalam menetukan eksistensinya dan dalam menentukan sikap
menyambut kerumitan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Perempuan yang
ingin menemukan eksistensinya terkadang dipandang sebagai bentuk perlawanan oleh sebagian
orang yang masih dilingkupi pemikiran patriarkis.
Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia adalah salah satu Negara yang menganut
budaya patriarki. Budaya ini berpengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan perempuan
Indonesia. Budaya patriarki ini juga sudah dimampukan dalam waktu yang cukup lama dan
sudah menjadi suatu tekanan sosial dalam masyarakat Indonesia. Budaya atau ideology gender
tersebut dianggap sesuatu yang hegemonik dan menimbulkan subordinasi terhadap
perempuan.Dalam budaya patriarki secara eksplisit terungkap bahwa perempuan mempunyai
kedudukan sebagai milik kaum laki-laki, pelayan/asisten (melayani/membantu) memenuhi
kebutuhan kaum laki-laki dan penghasil ketutunan. Sangat tergambar dengan jelas bahwa
perempuan tidak mempunyai kemandirian dan hidup hanya tergantung dari kaum laki-laki. Hal
ini terjadi secara turun temurun dan juga didukung karena tidak adanya kemampuan/daya saing
seorang perempuan untuk bisa menunjukkan eksistensi diri.
Berlakunya budaya patriarki yang sampai sekarang masih dianut oleh masyarakat
membuat sebagian kaum perempuan atas kesetaraan gender menjadi tidak nyaman dengan
posisi sebagai warga. Pandangan yang sempit dalam budaya patriarki mendukung kaum laki-
laki melegalkan tindakan semena-mena terhadap kaum perempuan. Sehingga muncul macam-
macam gerakan kaum feminis yang menentang anggapan bahwa kaum perempuan hanya
berperan dalam urusan domestic local hingga yang beranggapan bahwa pernikahan sebagai
lading subur praktik patriarki yang tentunya bisa menghambat eksistensi seorang perempuan.
4
rasional. Ada juga pembagian peran dalam masyarakat, misalnya bahwa laki-laki bekerja
disektor publik sedangkan perempuan berada disektor domestik. Nilai-nilai ini berasal dari
konstruksi gender dalam budaya patriarki ini memang perjalanan sejarah manusia telah
menciptakan sistem patriarki tidak hanya di Indonesia, akan tetapi Indonesia menjadi fokusnya
disini khususnya budaya Simalungun , dimana budaya patriarkinya adalah sangat kuat. Seperti
yang telah disebutkan diatas bahwa salah satu masyarakat yang dikenal dengan kebudayaannya
yang patriarki adalah budaya Simalungun. Masyarakat Simalungun merupakan masyarakat
yang memiliki pembatasan-pembatasan tertentu dalam relasi gender yang memperlihatkan
kedudukan dan peran laki-laki yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Kesan dan
anggapan yang berkembang dalam masyarakat tentang perempuan adalah perempuan
menduduki posisi subordinat atau menempati kelas dua setelah laki-laki dalam tatanan sebuah
masyarakat, sehingga perempuan harus selalu siap untuk menjadi pelayan bagi laki-laki setiap
saat, tetapi tidak sebaliknya. Dari anggapan tersebut kemudian menjadi sebuah bentuk
kebiasaan yang dilakukan dan diyakini oleh beberapa laki-laki bahwa perempuan berada pada
posisi bawah yang harus patuh dan taat pada laki-laki. Hal lain yang harus diterima oleh
perempuan akibat budaya patriarki adalah tertutupnya akses pendidikan dan pekerjaan.
Kebebasan bagi perempuan dalam mengakses berbagai aspek kehidupan seperti
pendidikan dan pekerjaan ini pula yang kemudian ikut serta meningkatkan kedudukan dan
eksistensi perempuan Simalungun di tengah-tengah masyarakat, karena kedudukan sosial dalam
kehidupan bermasyarakat merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. hal itu
sejalan dengan berbagai pendapat yang menyatakan bahwa bukan paternalistik yang justru
tampak dalam praktik hidup sehari-hari pada masyarakat Simalungun. Sebagian orang
menganggap perempuan Simalungun memiliki kekuasaan yang tinggi mengingat
sumbangannya yang umumnya cukup besar dalam ekonomi keluarga yang dicapai melalui
partisipasi aktif mereka dalam kegiatan produktif.
Dengan adanya modernisasi secara tidak langsung telah mengubah eksistensi dan
persepsi mereka mengenai patriarki yang selama ini dianut dalam kebudayaannya. Selain itu
karena notabene nya perempuan Simalungun yang tinggal di Desa Raya Usang adalah
masyarakat transmigran dan juga karena lingkungan sekitar mereka adalah multietnis, jadi
budaya-budaya Simalungun khususnya patriarki sudah mulai mengalami pergeseran. Berangkat
dari pemaparan latar belakang masalah ini maka peneliti tertarik untuk meneliti masalah
tersebut dengan judul “Eksistensi Perempuan dalam Budaya Patriarki pada Masyarakat
Simalungun di Desa Raya Usang, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara”.
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diatas, identifikasi masalah yang akan dijadikan
nahan penelitian sebagai berikut :
1. Masyarakat desa Raya Usang, Kabupaten Simalungun masih dijumpai keluarga yang
mengutamakan keperluan laki-laki terlebih dahulu dari pada keperluan perempuan
akibat dari Eksistensi Perempuan dalam Budaya Patriarki pada masyarakat tersebut.
2. Di desa Raya Usang, Kabupaten Simalungun masih ditemukan ketidaksetaraan antara
laki-laki dan perempuan terutama di dunia pekerjaan dan pendidikan.
3. Di desa Raya Usang, Kabupaten Simalungun masih ditemukan masyarakat yang
mengucilkan keberadaan perempuan di desa tersebut. Sebab itu banyak perempuan yang
memilih untuk merantau ke tempat jauh agar tidak selalu di cemoohkan masyarakat lain.
C. Batasan Masalah
Agar pembahsan lebih terfokus pada satu masalah, maka pelu diberikan batasan
masalah arahan yang jelas terhadap masalah yang hendak dibahas, penelitian ini memberikan
batas bahasan seputar mengenai eksistensi perempuan dalam budaya patriarki pada masyarakat
Simalungun di Desa Raya Usang, Kabupaten Simalungun dalam hal ketidaksetaraan antara
perbuatan masyarakat terhadapat laki-laki dan perempuan di desa tersebut yang dapat
menjatuhkan derajat perempuan di mata masyarakat.
D. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
6
E. Tujuan Penelitian.
1. Untuk memenuhi tugas mini riset mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
2. Untuk mendeskripsikan eksistensi perempuan dalam budaya patriarki pada masyarakat
Simalungun di Desa Raya Usang, Kabupaten Simalungun dalam hal ketidaksetaraan
antara perbuatan masyarakat terhadapat laki-laki dan perempuan di desa tersebut yang
dapat menjatuhkan derajat perempuan di mata masyarakat.
F. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan akademis, diharapkan dapat menjadi masukan referensi atau bahan informasi
bagi peneliti selanjutnya atau pun mahasiswa lain yang ingin mendalami studi tentang
ilmu sosial budaya dasar khususnya mengenai eksistensi perempuan dalam budaya
patriarki pada masyarakat Simalungun.
2. Kegunaan praltis, diharapkan dapat menjadi masukan pengetahuan kepada seluruh
masyarakat khususnya yang masih menganut permasalahan eksistensi perempuan dalam
budaya patriarki pada masyarakat Simalungun.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Tinjauan Eksistensi
Konsep eksistensi menurut Save M. Dagun dalam kehidupan sosial manusia yang
terpenting dan terutama adalah keadaan dirinya sendiri atau eksistensi dirinya. Eksistensi dapat
diartikan sesuatu yang menganggap keberadaan manusia tidaklah statis, artinya manusia itu
selalu bergerak dari kemungkinan kenyataan. Proses ini berubah bila kini menjadi suatu yang
mungkin maka besok akan berubah menjadi kenyataan, karena manusia itu memiliki kebebasan
maka gerak perkembangan ini semuanya berdasarkan pada manusia itu (dalam Sekar Ageng
Kartika : 2012). Bereksistensi berarti berani mengambil keputusan yang menentukan bagi
hidupnya. Konsekuensinya jika tidak bisa mengambil keputusan dan tidak berani berbuat maka
kita tidak dapat bereksistensi dalam arti sebenarnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan.
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa eksistensi adalah suatu
proses atau gerak untuk menjadi ada kemudian melakukan suatu hal untuk tetap menjadi ada.
Sedangkan yang dimaksud eksistensi didalam penelitian ini adalah keberadaan dari perempuan
yang merujuk dari adanya suatu unsur bertahan. Konsep pertahanan diri tersebut adalah sesuatu
hal yang penting untuk melihat bagaimana upaya perempuan Simalungun dalam
mempertahankan keberadaan diri sebagai makhluk yang berhak mendapatkan kesempatan yang
sama dalam berbagai bidang kehidupan khususnya perempuan Simalungun yang ada di Desa
Raya Usang, Kabupaten Simalungun.
8
2. Konsep Patriarki
Kata patriarki secara harfiah berarti kekuasaan bapak atau “patriarkh” (patriarch).
mulanya patriarki digunakan untuk menyebut suatu jenis “ keluarga yang dikuasai oleh kaum
laki-laki”, yaitu rumah tangga besar patriarch yang terdiri dari kaum perempuan, laki-laki muda,
anak-anak, budak, dan pelayan rumah tangga yang semuanya berada dibawah kekuasaan laki-
laki penguasa (bapak). Menurut Bhasin ( dalam Retnowulandari, 2012) sekarang istilah
patriarki digunakan secara lebih umum untuk menyebut kekuasaan laki-laki.
Konsep patriarki pada awalnya digunakan oleh Max Weber untuk mengacu pada
bentukan sistem sosial politik yang mengagungkan peran dominan ayah dalam lingkup keluarga
dan dalam lingkup publik, seperti ekonomi. Kemudian kaum feminis radikal mempertegas
bahwa dominasi laki-laki terdapat disemua bidang, misalnya, politik, agama, dan seksualitas
(jenis kelamin). Pada umumnya, alasan jenis kelamin digunakan untuk membenarkan
superioritas dan kontrol laki- laki terhadap perempuan. akibatnya, penindasan tersebut telah
membuat perempuan tersubordinasi. Patriarki memilah secara kaku peran sosial laki-laki dan
perempuan ke dalam wilayah publik dan domestik. lingkup domestik diidentikkan dengan
perempuan dan tanggung jawabnya dalam pengasuhan anak. Sementara lingkup publik
diidentikkan dengan laki-laki yang berkaitan dengan hirarki dan dibentuk secara terpisah dari
hubungan ibu dan anak, sehingga laki- laki dapat bebas untuk membentuk organisasi yang
hirarkis karena tidak terikat pada masalah pengasuhan anak.
9
keluarga, bukan pada jenis kelamin”. Curtis percaya bahwa struktur kuasa didalam keluarga
tidak ditentukan oleh hanya satu faktor dari keadaan di luar keluarga, seperti kapitalisme,
kekuatan pasar, atau perpaduan antara laki-laki, melainkan terjadi melalui suatu proses
perundingan yang berubah-ubah bergantung kepada ciri hubungan-hubungan sosial di dalam
keluarga yang dikehendaki oleh anggota keluarga itu sendiri, di samping keadaan lingkungan.
Itu berarti keluarga yang berlainan bisa mempunyai struktur kuasa yang berbeda.
Orang Simalungun sendiri membedakan dua golongan sosial yaitu yang pertama adalah
wong cilik (orang kecil), terdiri dari sebagian besar massa petani dan mereka yang
berpendapatan rendah di kota. Kedua yaitu kaum priyayi, kaum priyayi di mana termasuk kaum
pegawai dan orang-orang intelektual.
Ritus religius sentral orang Simalungun yakni suatu perjamuan makan seremonial
sederhana. semua tetangga harus diundang dan keselarasan diantara para tetangga dengan alam
10
raya yang dipulihkan kembali. Dalam slametan terungkap nilai-nilai yang dirasakan paling
mendalam oleh orang Simalungun, yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan, dan kerukunan.
B. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan deskripsi di atas, maka dapat ditarik hipotesis penelitian dari permasalahan
yang telah dirumuskan sebagi berikut :
Masih terdapat ketidak setaraan hal eksistensi perempuan dalam budaya patriarki pada
masyarakat Simalungun di Desa Raya Usang, Kabupaten Simalungun dalam hal ketidaksetaraan
antara perbuatan/sikap masyarakat terhadapat laki-laki dan perempuan di desa tersebut yang
dapat menjatuhkan derajat perempuan di mata masyarakat.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
11
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian yaitu deskriptif dengan pendekatan
kualitatif dengan model format deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Penelitian ini akan mencari fakta yang akan berguna untuk memperoleh data dan
informasi mengenai eksistensi perempuan dalam budaya patriarki pada masyarakat Batak di
Desa Raya Usang, Kabupaten simalungun, Sumatera Utara.
B. Lokasi Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah perempuan masyarakat Desa Raya Usang,
Kabupaten simalungun, Sumatera Utara yang memiliki rentang usia 21 tahun ke atas. Peneliti
memilih informan dengan rentang usia tersebut dikarenakan, kematengan pribadi yang dimiliki.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling artinya sample dalam penelitian ini ditentukan dengan sengaja, dimmana hanya
perempuan suku Batak yang terlibat dalam penelitian ini dan dapat memberikan informasi yang
berkaitan dengan masalah penelitian.
D. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tahap-tahap yang harus ditempuh dalam penelitian yang
bertujuan agar penelitian dapat mencapai hasil yang maksimal, oleh sebab itu penelitian harus
melewati tahap-tahap yang meliputi tiga hal sebagai berikut:
1. Tahap Pra-lapangan, tahap ini merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti dengan
pertimbangan etika penelitian lapangan melalui tahap rancangan usulan penelitian.
12
Dalam penelitian ini peneliti sudah melakukan tahap pra-lapangan di Desa Raya Usang,
Kabupaten simalungun, Sumatera Utara.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan, pada tahap ini peneliti berusaha mempersiapkan diri untuk
menggali dan mengumpulkan data-data untuk dibuat suatu analisis data. Dengan
mewawancarai informan yang terdiri dari 8 orang perempuan di Desa Raya Usang,
Kabupaten simalungun, Sumatera Utara yang sesuai dengan kreteria yang sudah peneliti
tentukan.
3. Tahap Analisis Data, pada tahap ini dilakukan kegiatan berupa mengolah data yang telah
didapatkan peneliti dari informan maupun dokumen dan kemudian akan disusun
kedalam sebuah penelitian.
1. Observasi Partisipan
Secara teknis, observasi partisipan dilakukan dengan menceburkan diri ke dalam kehidupan
masyarakat dan situasi tempat kita melakukan penelitian. Dalam hal ini, kita berbicara dengan
Bahasa mereka serta terlihat dengan pengalaman yang sama. Syarat sebuah observasi dikatakan
observasi partisipan, apabila kita mengadakan pengamatan turut ikut serta dalam perkehidupan
individua tau kelompok yang kita amati.
2. Wawancara
13
3. Dokumentasi
Pada teknik analisis data Deksriptif Kualitatif terdapat angkah-langkah sebagai berikut:
1. Reduksi data
2. Penyajian Data
Penyajian data juga merupakan tahap dari teknik analisis data kualitatif. Penyajian data
merupakan kegiatan saat sekumpulan data disusun secara 15 sistematis dan mudah dipahami,
sehingga memberikan kemungkinan menghasilkan kesimpulan.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam teknik analisis data kualitatif yang
dilakukan melihat hasil reduksi data tetap mengacu pada tujuan analisis hendak dicapai. Tahap
ini bertujuan untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan mencari hubungan,
persamaan, atau perbedaan untuk ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang
ada.
14
BAB IV
PEMBAHASAN
Kemudian banyak diantara masyarakat Desa Raya Usang yang selalu mengutamakan
laki-laki dalam bergbagi hal, contohnya dalam mencari nafkah dan mendapatkan pekerjaan,
masyarakat Raya Usang ini selalu menegaskan bahwa yang harus bekerja dan mencari nfkah itu
adalah laki-laki sedangkan perempuan tidak perlu, perempuan cukup bekerja dan beberes rumah
saja, padahal sebenarnya perempuan juga bisa mendapatkan pekerjaan dan mencari nafkah
sama dengan laki-laki, bahkan jika seorang perempuan/istri ikut bekerja maka ekonomi suatu
rumah tangga tersebut akan lebih terjamin, realistis saja jika ada dua sumber pemasukan maka
kebahagiaan suatu rumah tangga atau keluarga akan lebih sejahtera. Oleh karena pemikiran-
pemikiran masyarakat raya usang yang selalu mengutamakan laki-laki dalam seluruh aspek
kehidupan salah satunya dalam mencari nafkah dan mendapatkan pekerjaan mendorong banyak
anak gadis atau perempuan yang sudah bersuami mencari pekerjaan di luar dengan kata lain
merantau, para perempuan merasa jika mereka tetap berada di lingkungan ynga seperti itu maka
mereka merasa terus dikucilkan dan dianggap rendah padahal sebenarnya dan pada nyatanya
laki-laki dan perempuan itu memiliki hak yang sama, dan untuk urusan rumah tangga tidak ada
yang mewajibkan bahwa semuanya ditanggung oleh seorang istri melainkan urusan rumah
tangga adalah tanggung jawab berdua (suami dan istri).
2. Eksistensi Perempuan Sebagai Istri, Ibu, dan, Perempuan Karir di Desa Raya Usang
Dari kutipan wawancara diatas nampak bahwa tidak ada perbedaan peran dan
kedudukan antara perempuan berkarir dan tidak berkarir. Perempuan dituntut dan diharapkan
dapat bertanggung jawab dalam rumah tangganya dalam hal-hal yang berkaitan dengan
16
pengurusan dan pengaturan keseharian rumah tangganya seperti; makanan/minuman sehat dan
bergizi untuk anggota keluarga, mengelola keuangan, pakaian yang bersih dan rapi, kamar tidur
yang bersih dan nyaman, pemeliharaan dan kebersihan rumah dan perabotannya serta dapat
menjaga, merawat, membesarkan, menyiapkan kebutuhan anak dan mendidik anak-anak
mereka. Sementara secara eksplisit, suami tidak disebutkan memiliki tanggung jawab yang
sama dalam hal pengurusan rumah tangga dan anak. mengasuh dan mengurus anak dan
pengaturan rumah tangga sepertinya memang telah menjadi kodrat bagi perempuan, sehingga
hal tersebut sering sekali tidak pernah di permasalahkan. Adanya anggapan bahwa kaum
perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah
tangga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab
perempuan. Konsekuensinya banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk
menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dari membersihkan dan mengepel
lantai, memasak, mencuci hingga memelihara anak. Tetapi berdasarkan dari wawancara dengan
informan dalam hal mendidik dan memberikan pendidikan untuk anak para istri berbagi tugas
dengan suaminya. hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai patriarki yang ada dalam kebudayaan
mereka sudah mengalami perubahan. Terlihat dari pola pikir ayah dan ibu mereka bahwa
pendidikan bukan semata-mata hanya ditujukan untuk anak laki-laki tetapi anak perempuan pun
berhak untuk mendapat pendidikan.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa perempuan tetap diberi kesempatan untuk dapat
berkerja di luar rumah (berkarir) oleh suaminya. Hal ini sepanjang sifat pekerjaan yang
ditekuninya dapat “disesuaikan” dengan kesibukan pekerjaan rumah tangganya.
Sementara bagi perempuan dengan karir menetap (PNS, Bidang dan Pegawai swasta),
faktor pengembangan dan aktualisasi diri merupakan faktor yang mendominasi. Berdasarkan
temuan terlihat bahwa perempuan yang berkerja di luar rumah berperan sebagai istri bagi
suaminya, ibu bagi anaknya dan sekaligus pencari nafkah bagi keluarganya adalah beban kerja
17
yang berat. Hal ini disebabkan sebagai istri ia harus bertanggung jawab mengurusi rumah
tangga, suami dan anaknya, sebagai wanita karir ia juga harus dapat bekerja maksimal dan
bertanggung jawab di tempat kerjanya. Sementara di keluarga kelas menengah kebawah beban
kerja perempuan berkerja tersebut menjadi semakin besar dan berat, karena harus ditanggung
sendiri oleh perempuan itu sendiri. Sebagai pihak kedua dalam rumah tangga yang bertanggung
jawab mencari nafkah, maka beban perempuan berkarir tersebut sangatlah berat. Jam kerjanya
semakin lama, hal ini disebabkan ia memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di
ruang domestik dan tempat ia bekerja.
Sementara suami tidak mau terlibat dalam pekerjaan domestik yang dilakukan istrinya,
kalau pun ada hanya sebagian kecil dari pekerjaan domestik saja yang mau dikerjakan oleh
suami tersebut.
Kemudian dari beberapa informan yang telah kami wawancarai tentang bagiamana
persepsi mereka terhadap budaya patriarki yang mereka lihat dan rasakan langsung di desa Raya
Usang telah memberikan pendapat mereka. Yang pertama pendapat dari seorang perempuan
yang berstatus sebagai ibu rumah tangga, dia berpendapat bahwa “ya tugas sebagai seorang istri
ya biasalah melayani suami,menyiapkan makanannya. namanya rumah tangga itu banyaklah
pekerjaan kan perempuan semua yg pegang. Kalau sebagai ibu ya ngurusi dan menyayangi
anak-anak. Kalau untuk mendidik mereka ya saya berbagai tugas dengan suami. Karena
menurut saya pendidikan itu sangatlah penting demi untuk masa depan anak- anak untuk
memperbaiki kehidupan mereka menjadi lebih baik. Saya juga tidak membedakan mereka
dalam hal memperoleh pendidikan Saat makan malam biasanya saya dan suami memberikan
nasihat kepada anak-anak” (Ibu S/40) Intinya menurut ibu S budaya patriarki itu tidak terlalu
membebaninya dikarenakan iya juga stuju-setuju saja jika ia menjadi ibu rumah tangga yang
hanya melayani suami dan mengurus rumah tangga, beda halnya denga informan kami yang
selanjutnya yang telah diwawancarai, ia merupakan seorang perempuan sekaligus istri yang
berprofesi sebagai bidan, ia mengatakan bahwa “Kalau saya sebagai istri ya wajib untuk
keluarga dulu....baru pekerjaan saya sebagai bidan. kadang saya terlambat pergi bekerja gara-
gara mengurusi pekerjaan rumah tangga. Saya bahkan rela gaji saya dipotong asalkan anak-
anak saya tidak kekurangan perhatian dan kasih sayang. Dalam hal pengasuhan dan pendidikan
buat anak-anak seharusnya ya berbagi tugas dengan suami, tapi karna suami saya kerja juga,
dan dia berpandangan bahwa yang mengurus rumah tangga dan medidik anak itu sepenuhnya
adalah seorang istri. (ibu D/32).”
18
Pandangan ibu D terhadap budaya patriarki adalah kurang setuju dikarenakan ia merasa
bahwa budaya patriarki ini memberatkan dirinya, alasannya adalah dia juga bekerja sama
seperti suaminya yang bekerja juga, artinya urusan rumah tangga dan mendidik anak tidak bisa
hanya dibebankan kepada istri saja melainkan bisa berbagi dan saling membantu/menguatkan
antara suami dan istri.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Saat ini di Desa Raya Usang, Kabupaten simalungun sudah mengalami pergeseran
budaya patriarki. Hal tersebut terlihat dengan adanya perempuan karir atau perempuan yang
19
bekerja di luar rumah dan banyaknya perempuan sana yang kuliah atau mengemban pendidikan
yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini perempuan Batak di Desa Raya Usang pun
memiliki kesempatan yang sama dengan laki – laki khususnya dalam memperoleh pekerjaan
dan pendidikan. Adapun beberapa alasan yang mendasari mereka untuk bekerja di luar rumah
yaitu : (a) krisis ekonomi keluarga, dan (b) pengembangan diri dan prestise.
Secara publik atau formal baik berdasarkan persepsi laki – laki ataupun perempuan
Batak sendiri, ide tentang perempuan tetap “subordinat”, atau dalam hal ini derajat wanita
dipandang lebih rendah daripada laki – laki. Namun dalam peraktik kehidupan sehari – hari
yang berlaku merupakan segala tindakan yang dilakukan dengan melihat situasi, sehingga
tergantung dengan keadaan. Misal berada dibelakang itu tidak selalu lebih buruk, lebih rendah,
dan kurang menentukan. Tergantung bagaimana cara kita memaknai istilah itu. Pada saat ini
dapat diibaratkan seperti seorang sutradara yang tak pernah kelihatan dalam filimnya sendiri,
tetapi ia menentukan siapa yang boleh bermain dan akan seperti apa jadinya film itu nanti.
B. Saran
Kesadaran yang diikuti kemauan untuk membongkar pemahaman diri sendiri dari alam
bawah sadar ketidakadilan yang membelenggu akan terus menerus mendorong diri untuk
melakukan perubahan yang lebih luas dalam masyarakat. Ketidakadilan gender lama –
kelamaan akan dapat diminimaisir bahkan diakhiri untuk tujuan penghargaan hak asasi yang
paling hakiki. Semuanya harus dimulai dari diri sendiri. Dari lingkungan yang paling kecil,
yakni keluarga. Tuntunan budaya, khususnya budaya Batak yang sebenarnya adiluhung,
janganlah malah dijadikan sebagai kambing hitam dalam menciptakan ketidakadilan gender.
Pranata budaya jangan sampai menghalangi para perempuan untuk berkiprah dan menunjukkan
eksistensinya dalam ranah public. Sehingga antara budaya dan kesetaraan gender dapat berjalan
seirama tanpa harus dipertentangkan.
20
DAFTAR PUSTAKA
El Sadaawi, Nawal. 2011. Perempuan Dalam Budaya Patriarki. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Martono, Nanang. (2012). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Karisma Putra Utamaoffset
Puspitawati, H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. PT IPB Press.
Bogor
21