Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR GANGGUAN RASA NYAMAN:


NYERI, GANGGUAN MOBILITAS DAN GANGGUAN HYGINE PADA
PASIEN NY “SW” DI RUANGAN MAMINASA BAJI

RSUD LABUANG BAJI

DISUSUN OLEH :

NAMA : SUKMA UMASANGADJI

AIC122107

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


A. GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI
1. PENDAHULUAN
Kebutuhan rasa nyaman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang harus dipenuhi. Rasa nyaman sebagai suatu kebutuhan dasar manusia
meliputi kebutuhan akan ke- tentraman, kepuasan, kelegaan, ketenangan
psikologis, serta terbebas dari adanya rasa sakit/nyeri.Gangguan kebutuhan
kenyamanan karena adanya nyeri memiliki dampak besar pada pasien. Dampak
yang dapat terjadi tidak hanya pada kondisi fisik, melainkan dapat pula
berpengaruh terhadap kesehatan mental, kualitas hidup, serta biaya perawatan
(Bahrudin, 2018)
World Health Organization mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan
jaringan baik yang bersifat aktual maupun potensial, atau digambar- kan dalam
bentuk kerusakan tersebut (Bahrudin, 2018). Adanya keluhan nyeri yang
dirasakan menyebabkan seseorang mencari perawatan kesehat- an dan
merupakan salah satu masalah utama yang dialami pasien selama dirawat di
rumah sakit (PONO, 2019).
Perawat dapat melakukan perawatan nyeri menggunakan intervensi
keperawatan baik tindakan mandiri mau- pun tindakan kolaboratif dengan
pendekatan farmakologi dan pendekatan non farmakologi .Tindakan menurunkan
nyeri dengan pendekatan non farmakologi dapat dilakukan perawat secara mandiri
dengan menggunakan pertimbangan dan keputusannya sendiri un- tuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia (Saifullah, 2015). Nyeri secara serius jika tidak ditangani
dapat menyebab- kan ketidakmampuan dan imobilisasi pada individu, sehingga
kondisi tersebut akan merusak kemampuan individu untuk melakukan aktivitas.
Nyeri yang tidak hilang dapat mening- katkan morbiditas pasca operasi,
memperpanjang pemulihan, dan memperpanjang masa perawatan. Selain itu adanya
nyeri yang dirasakan oleh pasien juga dapat mengurangi aktivitas fisik,
menurunkan fungsi kekebalan tubuh, serta dapat menyebabkan gangguan tidur
sehingga pengetahuan mengenai kebutuhan kenyamanan sangat diperlukan
dalam melakukan perawatan terhadap pasien (Adriana, 2021)
2. KONSEP DASAR KEBUTUHAN MANAJEMEN NYERI
a. Defenisi kebutuhan dasar rasa nyaman
Kebutuhan rasa nyaman sering di kaitkan dengan respon nyeri yang
diraskan pasien yang dapat mempengaruhi status kenyamanan pasien. Persepsi
dari rasa nyeri yang timbul juga berbeda antar pasien dengan berbagai ragam
penyebab, sehingga membutuhakan kemampuan yang khusus dari perawat untuk
mengatasi/meminimalkan nyeri yang dirasakan pasien. Hal terpenting yang
harus diketahui yakni keyakinan perawat terhadap rasa nyeri yang dirasakan
oleh pasien adalah hal yang nyata sehingga di butuhkan manajemen nyeri yang
efektif untuk pasien. Dalam perkembangan dunia kedokteran juga, para
peneliti dalam bidang kesehatan bersatu dan mengupayakan jika manajemen
nyeri adalah prioritas yang penting dalam sistem perawatan kesehatan
Nyeri hadir saat seseorang mengatakan bahwa ia merasakan
kesakitan meski tanpa penyebab spesifik pe- nyebab nyeri itu muncul.
Seorang perawatan harus mam- pun mengandalkan deskripsi rasa nyeri yang
diungkapkan pasien karena merupakan gejala subjektif yang hanya dapat di
identifikasi oleh pasien yang menggambarkannya (Adriana, 2021)

b. penyebab
1) penyebab gangguan rasa nyaman
a) gejala penyakit
b) kurang penyendalian situasi/lingkungan
c) ketidak adekuatan sumber daya
d) kurang privasi
e) gangguan stimulus lingkungan
f) efeksamping terapi
g) gangguan adaptasi kehamilan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
2) Penyebab nyeri akut
a) agen pencedera fisiologis (mis: imflamasi,iskema,neoplasma)
b) agen pencedera kimiawi (mis: terbakar,bahan kimia iritas)
c) agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengankat berat,prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
3) penyebab nyeri kronik
a) Kondisi muskuloskeletal kronis
b) Kerusakan sistem saraf
c) Penekanan saraf
d) Infiltrasi tumor
e) Ketidakseimbangan neuromedulator, dan reseptor
f) Gangguan imunitas (mis: neuropati terkait HIV, virus vericella-zoster)
g) Gangguan fungsi metabolic
h) Riwayat posisi kerja statis
i) Peningkatan indeks massa tubuh
j) Kondisi pasca trauma
k) Tekanan emosional
l) Riwayat penganiayaan (mis: fisik, psikologis, seksual)
m) Riwayat penyalahgunaan obat/zat. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

c. jenis jenis nyeri

melakukan pembagian jenis nyeri berdasar- kan waktu, lokasi, mode


transmisi, dan berdasarkan penyebab. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut
(Breivik, 2002)

1) berdasarkan waktu
a) Nyeri akut
Umumnya muncul secara tiba-tiba dan cepat dan dalam bentuk yang
bervariasi dengan intensitas dari ringan hingga berat. Nyeri akut bersifat
protektif yakni memperingatkan individu terkait kerusakan jaringan atau
penyakit organik. Biasanya setelah penyebab mendasar hilang, nyeri akut
juga akan menghilang.
b) nyeri kronik
Nyeri kronik umumnya bersifat terbatas, intermiten atau persisten
tetapi berlangsung melampaui batas periode penyembuhan yang normal.
Nyeri kronis merupakan serangan tiba-tiba atau lambat dari in- tensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang di antisipasi atau diprediksi dan
berlangsung > 3 bulan. Pada nyeri kronis terkadang pasien akan kesulitan
menggambarkan rasa nyeri yang dirasakan karena mungkin tidak
terlokalisasi dengan baik

2) Berdasarkan lokasi
a) Nyeri kulit (nyeri superfisal)
Biasanya melibatkan kulit atau jaringan subkutan. Biasanya terasa
tajam, dan sensasi terbakar
b) Nyeri somatik
Nyeri yang menyebar yang biasanya berasal dari tendon, ligament,
tulang, pembuluh darah, dan saraf. Seperti tekanan yang kuat pada
tulang atau kerusakan jaringan yang terjadi pada kasus keseleo yang
menyebabkan nyeri somatik yang mendalam
c) Nyeri viseral
nyeri ini kurang terlokalisasi dan berasal dari organ tubuh seperi thorax,
cranium dan perut. Nyeri ini dapat terjadi karena organ yang meregang
secara tidak normal menyebabkan pelebaran, iskemik dan peradangan.

3) Berdasarkan mode transmisi


Nyeri juga dapat diklasifikasikan berdasarkan mode transmisi. Seperti
nyeri dapat berasal dari satu bagian tubuh tetapi dirasakan didaerah yang
jauh dari titik asalnya. Biasanya disebut sebagai nyeri yang dirujuk.
4) Berdasarkan penyebab
a) Nyeri neoropati
Nyeri yang terjadi akibat cedera atau fungsi abnor- mal pada sistem saraf
pusat atau sistem saraf peri- fer. Nyeri neuropatik biasanya berlangsung
singkat ataupun lama dan seringkali digambarkan seperti rasa terbakar
dan tertusuk-tusuk.
b) Nyeri phantom
Nyeri yang biasa timbul pada pasien yang diamputa- si dimana reseptor
dan saraf yang sudah tidak ada namun masih dapat dirasakan oleh
pasien. Nyeri ini juga biasa disebut sebagai Phantom Limb Pain dan
tanpa menunjukkan substansi fisilogia maupun pa- tologis. Suatu teori
menyatakan jika penggambaran sensorik dari anggota tubuh yang hilang
masih tetap tersimpan di dalam otak sehingga menyebabkan nyeri
phantom.
d. Pengukuran derajat dan skala nyeri

Hasil pengujuran derajat nyeri yang diperoleh saat melakukan


pengukuran secara mandiri dapat dipengaruhi oleh subyektifitas pasien akibat
adanya pengaruh faktor fisiologi, psikologis, dan lingkungan (Putra, 2017)

menulis cara sederhana untuk menilai nyeri secara kualitatif meliputi :


1) Nyeri ringan dapat diidentifikasi sebagai nyeri yang hi lang timbul saat
melakukan aktivitas sehari-hari namun tidak dirasakan pada saat tidur
2) Nyeri sedang diidentifiksi dengan tanda mengalami nyeri yang terus
menerus hingga mengganggu aktivitas dan hanya hilang saat pasien tidur.
3) Nyeri berat adalah nyeri yang dapat dirasakan sepan- jang hari yang
menyebabkan pasien tidak bisa tidur, atau sering terjaga karena nyeri timbul
pada saat pasien tidur

Penilaian nyeri meng- gunakan skala tunggal meliputi visual analog


scale (VAS), verbal rating scale (VRS), numeric rating scale (NRS), dan
Wong Baker Pain Rating Scale (Yudianta, 2015).

1) Visual Analog Scale (VAS)


Visual Analog Scale merupakan skala penialaian nyeri yang mudah.
Rentang nyeri dapat dibuat pada garis sepanjang 10 cm secara vertical atau
horizontal dengan memberikan tanda tidak ada nyeri di ujung satu dan
diujung lainnya merupakan rasa nyeri yang terparah. Penilaian ini dapat
digunakan pada anak usia 8 tahun ke atas, namun kurang bermanfaat
untuk pasien pasca bedah karena memerlukan kemampuan konsentrasi

0123456789 10

NOPAINAnnoyingUncomfortableHorrible (mild)(moderate) W
(servere) O
R
S
T

Gambar : Visual Analog Scale

2) Numeric Rating Scale (NRS)


Verbal Rating Scale merupakan skala penilaian nyeri 0-10 yang dapat
digunakan pada pasien pascabedah karena penilaian skala secara verbal
sehingga tidak ter- lalu memerlukan koodinasi visual dan motorik. Skala
yang digunakan dapat berupa tidak nyeri, nyeri sedang, dan nyeri berat, atau
menggunakan skala penurunan nyeri dengan pernyataan nyeri tidak
berkurang, sedikit berkurang, cukup berkurang atau nyeri hilang.

NO PAIN MILD PAIN MODERATE PAIN SEVERE PAIN VERY SEVERE PAIN WORST POSSIBLE PAIN

3) Numeric Rating Scale (NRS)


Penilaian nyeri menggunakan NRS dapat dilakukan untuk menilai nyeri
akut namun sedikitnya pilihan kata untuk menggambarkan perasaan nyeri
menyulitkan penialain tingkat nyeri secara lebih teliti dan terdapat jarak
yang sama antar kata yang menggambarkan efek obat anti nyeri

pain pain possible


pain
4) Wong Baker Pain Rating Scale
Wong Baker Pain Rating Scale adalah penilaian nyeri menggunakan
analogi ekspresi wajah. Peniaian ini dapat digunakan pada anak usia lebih
dari 3 tahun dan usia dewasa

e. Proses terjadinya nyeri


Mekanisme terjadinya nyeri melewati 4 tahap yakni: Transduksi,
Transmisi, Persepsi dan Modulasi Nyeri (Lewis, Heitkemper, O’Brien, &
Bucher, 2007 dalam Taylor, 2011)
1) Transduksi
Aktivasi reseptor rasa sakit disebut sebagai transduksi melalui
rangsangan yang menyakitkan menyebabkan impuls listrik yang bergerak
dari perifer ke sumsum tu- lang belakang di dorsal horn. Serat saraf perifer
yang mengirimkan rasa sakit disebut nosiseptor. Selain itu, ketika ada
jaringan yang terluka, dapat melepaskan ba- han kimia yang merangsang
atau mengaktifkan ujung saraf. Misalnya, sel yang rusak melepaskan
histamin, yang merangsang ujung saraf. Zat lain juga dilepaskan yang
merangsang nosiseptor atau reseptor rasa sakit.
2) stransmisi
Sensasi nyeri dari tempat cedera atau peradangan me lalui jalur ke
sumsum tulang belakang dan kemudian ke sistem saraf pusat yang lebih
tinggi. Proses keselu ruhan dikenal sebagai transmisi.
f. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan abdomen.
2) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal.
3) Pemeriksaan lab sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
4) CT-Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pemnuluh darah yang pecah di
otak.

3. KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN MENEJEMEN


NYERI
a. Pengkajian keperawatan
Perawat perlu mengkaji semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor
fisiologis, psikologis, prilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri
atas dua komponen utama yakni, riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien
dan observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien.
Pengkajian pemenuhan kebutuhan nyeri dan kenyamanan meliputi:
a) Keluhan utama
Keluhan utama berupa adanya nyeri atau perasaan tidak nyaman yang
menyebabkan pasien mencari pertolongan.
b) riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian ini meliputi penyataan pasien yang menjelaskan tentang alasan
pasien yang menyebabkan terjadi keluhan yang dirasakan saat ini

P Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya rasa


nyeri
Q Quality atau kualitas nyeri ( misalnya tumpul atau tajam)
R Region atau daerah, yaitu daerah perjalanan ke daerah lain.
S Severtiy atau keganasan, yaitu intensitas nya
T Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan sebab

c) riwayat kesehatan dulu


Penyakit yang berhubungan dengan adanya nyeri me liputi riwayat
penyakit sistem kardiovaskular, musculo- skeletal, riwayat penyakit sistem
pernafasan, dan lain lain.
d) pengkajian pola kesehatan
a) Pola persepsi dan manajemen Kesehatan
Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit bagi pasien, pengetahuan status
kesehatan pasien saat ini.
b) Pola nutrisimetabolik
Kaji pasien mengenai kebiasaan jumlah makanan dan kehidupan, jenis dan
jumlah (makanan dan minum), pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam
terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan
c) Pola eliminasi
Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain. Kebiasaan
pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna , bau, nyeri, mokturia,
kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain
d) Pola aktivitas dan Latihan
Kaji pasien mengenai aktifitas kehidupan sehari-hari, kemampuan untuk
merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar mandi), Mandiri
bergantung atau perlu bantuan, penggunaan alat bantu (kruk,kaki tiga).
Biasanya pasien yang mengalamu nyeri aktivitas dan Latihan yang dilakukan
tidak maksimal
e) Pola kognitif dan persepsi
Kaji pasien mengenai
- Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasaan, peraba).
- Penggunaan alat bantu indra
- Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara
komprahensif)
- Keyakinan budaya terhadap nyeri
- Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
- Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
f) Pola persepsi konsep diri
Kaji pasien mengenai :
- Keadaan social : pekerjaan, situasi keluarga, kelompok social
- Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dari
kelemahan yang dimiliki
- Keadaan fisik : segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh ( yang
disukai dan tidak)
- Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
- Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
- Riwayat berhubungan dengan masalah fisik atau psikologi
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurangi diri, murung,
tidak mau berinteraksi)
g) Pola tidur dan istirahat
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidar sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam
tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran).
Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum, mengantuk).
Biasanya pasien yang mengalami nyeri kebiasaan istirahat tidur mengalami
penurunan.
h) Pola peran hubungan
Kaji pasien menganai:
- Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman kerja
- Kepuasan atau ketidak puasan menjalankan peran
- Efek terhadap status kesehatan
- Pentingnya keluarga
- Struktur dan dukungan keluarga
- Pola membesarkan anak
- Hubungan dengan orang lain
- Orang terdekat dengan klien
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
i) Pola seksual reprosuksi
Kaji pasien mengenai :
- Masalah atau perhatian seksual
- Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami atau istri
- Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman, pelukan,
sentukan dll)
- Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
- Efek terhadap kesehatan
- Riwayat yang berhungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudarah,
rectum)
j) Pola toleransi stress koping
Kaji pasien mengenai :
- Sifat pencetus stress yang di rasakan baru-baru ini
- Tingkat stress yang dirasakan
- Gambaran respon umum dan khusus terhadap stress
- Strategi mengatasi mengatasi stress yang biasanya digunakan dan
keefektifannya
- Strategi koping yang biasa digunakan
- Pengetahuan dan penggunaan tehnik manajemen stress
- Hubungan antara manajemen strees dengan keluarga
k) Pola nilai kepercayaan
Kaji pasien mengenai :
- Nilai kepercayaan yang dianut pasien
- Latar belakang budaya atau etnik
- Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok
budaya atau etnik
e) pemeriksaan fisik (data fokus)
a) lokasi
pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi : yakni tingkat nyeri dan
posisi atau lokasi nyeri. Tingkat nyeri dapat berupa nyeri dalam atau nyeri
superfisi- al. Nyeri superfisial dapat dengan mudah dan akurat
ditunjukkan oleh pasien, sedangkan nyeri visceral atau nyeri yang lebih
dalam biasanya dirasakan secara umum. Nyeri berdasarkan lokasi dapat
dika- tegorikan menjadi:
 Nyeri terlokalisir, lokasi nyeri ini dapat jelas terli- hat pada area
asalnya.
 Nyeri terproyeksi, berupa nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf
spesifik.
 Nyeri radiasi: penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat
dilokalisasi.
 Reffered Pain atau disebut juga nyeri alih, meru- pakan nyeri yang
dipersepsikan pada area yang jauh.
b) intensitas
Intensitas nyeri dibagi menjadi nyeri ringan, sedang, dan berat.
Perubahan dari intensitas nyeri kearah yang lebih berat dapat
menandakan adanya pe- rubahan kondisi patologis pada pasien.
c) waktu dan lama nyeri
Pencatatan waktu dan lama nyeri dapat berupa catatan mengenai kapan
nyeri mulai timbul, berapa lama, bagaimana timbulnya, interval tanpa
nyeri dan kapan nyeri terakhir timbul.
d) kualitas
Kuaitas nyeri dapat digambarkan menggunakan ka- limat yang mudah
dipahami, misalnya menggam- barkan kualitas nyeri abdominal
dengan kalimat “nyeri terasa seperti teriris pisau”.
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dari nyeri.
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui: nyeri kepala
mungkin di- katakan “ada yang membentur kepalanya”, nyeri
abdominal dikatakan “seperti teriris pisau”.
e) skala nyeri
Pengukuran skala nyeri dengan menggunakan be berapa tolls
pengukuran yang ada seperti VAS, VRS,
NRS, Wong Baker Pain Rating Scale, dll.
f) perilaku nonverbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati
antara lain : ekspresi wajah, gemeretak gigi, meng- gigit bibir bawah
dan lain-lain.
g) faktor prepitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri :
lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor fisik dan
emosi.
b. Diagnosa keperawatan
 Gangguan rasanyaman: nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik di
buktikan dengan klien mengeluh tidak nyaman, gelisah, tampak meringis, sulit
tidur
c. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


keperawatan
1 Gangguan Dalam 3 x 24 jam maka Terapi Relaksasi
(Tingkat Nyeri Menurun) 1. Identifikasi teknik
rasanyaman: dengan kriteria hasil : relaksasi yang pernah
nyeri akut - Keluhan nyeri menurun digunakan
- Meringis menurun 2. Monitor respon terhadap
berhubungan - Gelisah menurun terapi relaksasi
- Sikap protektif menurun 3. Ciptakan lingkungan yang
dengan agen - Kesulitan tidur menurun tenang dan tanpa
pencedera - Skala nyeri ringan (0-3). gangguan dengan
-Keluhan tidak nyaman pencahayaan dan suhu
fisik di menurun ruang yang nyaman
- Dukungan orang Manajemen Nyeri
buktikan
terdekat meningkat 1. Identifikasi lokasi,
dengan klien karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
mengeluh intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
tidak
3. Kolaborasi pemberian
nyaman, analgetic
gelisah,
tampak
meringis,
sulit tidur
d. Implementasi
Merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan
tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawat yang didasarkan
pada kesimpulan sendiri dan bukan 18 merupakan petunjuk atau perintah dari
petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan
dengan keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menemukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya
adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria
hasil yang telah ditetapkan. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat
dari hasil tindakan keperawatan. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana tujuan
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang
sejak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan,
serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2018).standar diagnosa keperawatan indonesia (edisi 1)DPP PPNI

PPNI.(2018) standar intervensi keperawatan indonesia. DPP PPNI,

Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7.


https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Adriana. (2021). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. 15(2), 1–23.

Asiyah, Walid, A., Mustamin, A. A., & Topano, A. (2019). Ilmu Alamiah Dasar dalam
Perspektif Islam. http://repository.iainbengkulu.ac.id/3316/1/ILMU ALAMIAH DASAR
DALAM PERSPEKTIF ISLAM..pdf

Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7.


https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Breivik, H. (2002). International association for the study of pain: Update on WHO-IASP
activities. Journal of Pain and Symptom Management, 24(2), 97–101.
https://doi.org/10.1016/S0885-3924(02)00465-7

PONO, K. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY B. S DENGAN ANGINA


PEKTORIS DIRUANGAN ICCU RSUD Prof. Dr. W. Z. JOHANNES KUPANG. In
Carbohydrate Polymers (Vol. 6, Issue 1).

Pratiwi, F. (2021). Gambaran Pengalaman Pasien Fraktur Femur Tanpa Operasi Dan Dengan
Operasi Di Wilayah Kedungkandang Kota Malang. Jurnal FK Unand, 1–19.

Putra, H. (2006). Fisiologi Nyeri. Anesthesiology, 105(4), 864–864.

Saifullah, A. (2015). Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam
manajemen nyeri. Academia, 2011.
B. GANGGUAN MOBILITAS DAN IMOBILITAS
1. Definisi mobilitas dan imobititas
a. Definisi mobilitas
Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya (Pratiwi, 2021)
1) mobilitas penuh
merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan intraksi sosial dan menjalankan peran sehari-
hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik valunter dan
sensorik untuk dapat mengontrol area semua tubuh seseorang

2) mobilitas sebagian
merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pe- ngaruhi oleh gangguan
saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada
kasus cidera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
b. Definisi imobilitas
Imobilsasi merupakan keadaan dimana seseorang ti- dak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya menga- lami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai
fraktur pada ekstremitas dan sebagainya. Jenis imobili- sasi yaitu:
1) Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah ter- jadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2) Imobilitas intelektual, Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya fikir.
3) Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emo- sional karena ada perubahan secara tiba-tiba
dalam menyesuaikan diri.
4) Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keaadaan penyakitnya, sehingga
dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

2. Faktor faktor yang mempengeruhi mobilitas dan imobilitas


a. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemam- puan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdam- pak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari.
b. Proses penyakit/ cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian
bawah.
c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai
contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan
mo- bilitas yang kuat. Sebaliknya ada orang yang mengala- mi gangguan
mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
d. Tinggkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan status perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda, hal
ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkem- bangan usia.
3. Tanda dan gejala
berdasarkan buku SDKI yaitu:
 Gejala dan tanda mayor Subjektif: mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
Objektif: kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun
 Gejala dan Tanda Minor Subjektif: nyeri saat bergerak, enggan melakukan
pergerakan, merasa cemas saat bergerak Objektif: sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah (PPNI, 2017).
4. Perubahan sistem tubuh akibat mobilitas
Dampak dari imobilisasi dalam tubuh dapat mempenga- ruhi sistem tubuh,
seperti perubahan pada metabolisme tubuh, ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,
perubahan sistem pernapasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem
muskuloskeletal, perubahan kulit, pe- rubahan eliminasi (buang air besar dan kecil)
dan peruba- han perilaku.
a. Perubahan metabolisme
Secara umum mobilitas dapat mengganggu metabo- lisme secara normal,
mengingat imobilisasi dapat me- nyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
dalam tubuh, hal tersebut dapat kita jumpai pada menurunnya basal
metabolisme rate yang menyebabkan energi untuk perbaikan sel-sel
berkurang
b. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Sebagai dampak dari imobilitas karena selama proses imobilitas akan terjadi
persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum akan berkurang
sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh
c. Gangguan perubahan zat gizi
Disebabkan menurunnya pemasukan protein dan kalori sehingga menyebabkan
zat-zat makanan pada tingkat sel akan menurun, dimana sel tidak lagi
menerima glu- kosa, asam amino, lemak dan oksigen dalam jumlah yang
cukup untuk melakukan aktivitas metabolisme
d. Gangguan perubahan gastrointestinal
Imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, disamping
menurunnya jumlah pemasukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan,
seperti perut kembung, mual, nyeri gastrik yang dapat menyebab- kan
gangguan proses eliminasi
e. Perubahan sistem pernapasan
Karena dengan imobililisasi kadar hemoglobin menu- run, ekspansi paru
menurun, terjadi pelemahan otot, terganggunya metabolisme
5. Penatalaksanaan gangguan mobilitas
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan, mobilitas dan aktivitas pada fungsi sistem muskuloskeletal,
kardiovaskuler, dan pulmonal. Salah satu terobosan dalam promosi
kesehatan adalah pengenalan dan penerimaan latihan sebagai komponen
integral dari kehidupan sehari-hari. Aktivitas dan latihan yang dianjurkan
dapat meningkat tingkat energi, mempertahankan mobilitas dan meningkat-
kan kemampuan kardiovaskuler dan pulmonal. Walaupun latihan tidak akan
mengubah rangkaian proses penuaan normal, hal tersebut dapat mencegah
efek mobilitas yang merusak dan gaya hidup yang kurang gerak

b. latihan rentang gerak ROM (range of motion)


1) Devinisi ROM
adalah jumlah maksimum gerakan yang mung- kin dilakukan sendi pada
salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal.
Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke
belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal
melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan
ke be- lakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi
tubuh menjadi bagian atas dan bawah.
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh liga- men, otot, dan
konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap
poto-ngan. Pada po- tongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi
(jari-jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul).
2) Tujuan ROM
a) Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot.
b) Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan.
c) Mencegah kekakuan pada sendi.
d) Merangsang sirkulasi darah.
e) Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontrak tur.
3) Manfaat ROM
a) Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan.
b) Mengkaji tulang, sendi, dan otot.
c) Mencegah terjadinya kekakuan sendi
d) Memperlancar sirkulasi darah.
e) Memperbaiki tonus otot
f) Meningkatkan mobilisasi sendi.
g) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.
4) prinsip ROM

a) rom harus di ulangi sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari.
b) ROM dilakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan
pasien.
c) Dalam merencanakan program latihan ROM, perha- tikan umur
pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
d) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah
leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
e) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada
bagian-bagian yang di curigai mengala- mi proses penyakit.
f) Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi
atau perawatan rutin telah dilakukan
5) Jenis jenis ROM
a) ROM aktif
ROM aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh se- seorang (pasien)
dengan menggunakan energi sen- diri. Perawat memberikan motivasi,
dan membim- bing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri
indikasi :
 Pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan
menggerakkan ruas sendinya baik de- ngan bantuan atau tidak.
 Pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan
persendian sepenuhnya, digu- nakan A- AROM (Active-Assistive
ROM), adalah jenis ROM Aktif yang mana bantuan diberikan
melalui gaya dari luar apakah secara manual atau mekanik, karena
otot penggerak primer memer- lukan bantuan untuk
menyelesaikan gerakan).
saran :

 Apabila tidak terdapat inflamasi dan kontraindi- kasi, sasaran ROM


aktif serupa dengan ROM pa- sif.
Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan pembelajaran
gerak dari kontrol gerak volunter.
b) ROM pasif
ROM pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk lati- han berasal dari
orang lain (perawat) atau alat me- kanik. Perawat melakukan gerakan
persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif)
kekuatan otot 50 %.
indikasi :
 Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila
dilakukan pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan.

saran :

 Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat.


 Meminimalisir efek dari pembentukan kontrak- tur.
 Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
 Membantu kelancaran sirkulasi.
c. Macam macam gerak ROM

1) Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian


2) Ekstensi, yaitu bertambahnya sudut persendian.
3) Hiperekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut.
4) Abduksi, yaitu gerakan menjauhi dari garis tengah
5) Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.
6) Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat dari tulang
7) Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke ba- gian luar, bergerak
membentuk sudut persendian.
8) Inversi, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak
membentuk sudut persendian.
9) Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan
bergerak ke bawah.
10) Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan
bergerak ke atas.
11) Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke se- tiap jari-jari tangan
pada tangan yang sama.

HyperExtension

Extension

Flexion

Supinal

Pronasi

6. konsep teori asuhan keperawatan kebutuhan mobilisasi dan imobilitas


a. Pengkajian Keperawatan
1) Perawat perlu mengkaji tingkat aktivitas pasien untuk mengetahui mobilisasi
serta resiko cedera yang terdiri dari jenis aktivitas, frekuensi, pola, kecepatan
aktivitas serta lama dalam beraktivitas.
2) Perawat mengkaji riwayat tidur (pola tidur, gangguan tidur yang sering terjadi,
kebiasaan, lingkungan tidur klien, status emosi maupun mental klien
3) Mengkaji gangguan tidur sepeti insomnia, somnambulisme/tidur berjalan,
enuresis/mengompol, mendengkur, narkolepsi/kantuk berlebih dan sebagainya
4) Kaji tingkat kelelahan seperti aktivitas yang menimbulkan lelah atau
menghambat gerakan tubuh baik gejala, etiologi serta dampak gangguan
pergerakan
5) Riwayat keperawatan,menyatakan bahwa masalah mobilitas atau immobilitas
dapat dikaji terkait: a)Riwayat keperawatan sekarang, meliputi alasan penyebab
pasien mengalami keluhan dalam pergerakan. b) Riwayat keperawatan penyakit
yang pernah diderita, Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem
neurologis, riwayat penyakit sistem muskuloskeletal, sistem pernafasan dan lain-
lain
6) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik terkait istirahat dapat berupa mengkaji
tingkat energi, mata merah, ciri-ciri wajah seperti kelopak mata sembab, ciriciri
perilaku sepeti semponyongan, mengusap-usap mata, lambat dalam berbicara,
maupun penyebab potensial misalnya obesitas atau

b. Diagnosa keperawatan
 Gangguan moblitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
c. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


keperawatan Hasil
1 Gangguan Dalam 3 x 24 jam 1.identifikasiadanya nyeri atau fisik
mobilitas maka (Mobilitas Fisik lainya
fisik Meningkat ) dengan 2.identifikasi toleransi fisik
berhubungan kriteria hasil : melakukan pergerakan
dengan -Pergerakan 3.monitoring kondisi umum selama
kerusakan ekstrimitas meningkat melakukan mobilitas
integritas -Kekuatan otot 4.libatkan keluarga untuk
struktur meningkat membantu pasien dalam
tulang -Rentang gerak ROM meningkatkan pergerakan
dibuktikan meningkat
dengan -kecemasan menurun
d. implementasi
Implementasi keperawatan adalah proses dimana perawat melaksanakan
rencana yan telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan terminologi SIKI,
implementasi terdiri atas melakukan serta mendokumentasikan tindakan khusus
yang dilakukan untuk penatalaksanaan intervensi keperawatan (PPNI, 2018).
Implementasi memerlukan kreativitas serta fleksibelitas, sebelum dilakukan
implementasi perlu untuk memahami rasional dari implementasi yang diberikan.
Implementasi terbagi menjadi 3 tahap, tahap pertama yaitu persiapan terkait
pengetahuan mengenai validasi rencana serta persiapan pasien ataupun keluarga.
Tahap ke-2 berfokus pada tindakan keperawatan yang berlandaskan dari tujuan yang
ditetapkan dan tahap ke-3 yaitu perawat melakukan transmisi pada pasien setelah
tindakan keperawatan diberikan
e. Evaluasi
Evaluasi perlu diberikan dengan tujuan menilai kondisi kesehatan pasien
setelah diberikan implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan dilakukan
berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan untuk mengetahui apakah
tujuan, baik tujuan jangka panjang ataupun jangka pendek tercapai maupun
memperoleh informasi yang akurat agar tindakan dapat di memodifikasi,
melanjutkan tindakan, atau dihentikan Evaluasi dari gangguan mobilitas fisik
berlandaskan dari hasil yang diharapkan pada buku Standar Luaran Indonesia
(SLKI), kriteria hasil dari masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik antara lain
kekuatan otot meningkat, pergerakan ekstremitas meningkat, nyeri menurun,
rentang gerak (ROM) meningkat, kaku sendi menurun, kecemasan menurun,
kelemahan fisik menurun, gerakan terbatas menurun, dan gerakan tidak
terkoordinasi menurun, (PPNI, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, F. (2021). Gambaran Pengalaman Pasien Fraktur Femur Tanpa Operasi Dan Dengan
Operasi Di Wilayah Kedungkandang Kota Malang. Jurnal FK Unand, 1–19.

Hernawilly. (2017). Faktor-faktor yang berkontribusi pada pelaksanaan ambulasi. Jurnal


Keperawatan, 50-62.

Ihtisan, A. (2017). Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik pada Pasien Post Orif Fraktur Femur
Sinistra. Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

PriskilaTania. (2017). Pengaruh latihan ROM terhadap gerak sendi ekstremitas atas pada
pasien post operasi fraktur humerus. Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No., 3-28.
C. GANGGUAN HYGIENE
1. Pendahuluan
Kebutuhan dasar adalah unsur penting yang harus diperhatikan oleh manusia
sebagai Makhluk Ciptaan Allah yang dibekali dengan pemikiran untuk tetap
menjaga keseimbang- an hidup, menjaga agar kondisi tubuh tetap dalam
keadaan sehat baik fisik maupun psikologis (Asiyah et al., 2019)

2. Konsep dasar perawatan diri dan kebersihan diri


a. Defenisi Personal Hygiene
Personal Hygiene adalah cara yang dilakukan oleh indi- vidu untuk
melakukan perawatan pada dirinya agar dapat memberikan kenyamanan,
keamanan dan kesehatan
Personal Hygiene adalah tindakan perawatan diri yang dilakukan untuk
memelihara kesehatan baik fisik maupun psikologi
b. Tujuan Personal Hygiene
1) Memberikan rasa nyaman.
2) Memelihara kesehatan dan meningkatkan derajat ke- sehatan.
3) Membuat penampilan menjadi menarik secara fisik.
4) Meningkatkan citra tubuh karena adanya rasa percaya diri
5) Mencegah agar terhindar dari penyakit baik untuk diri sendiri maupun
orang
c. Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene
1) status kesehatan
Beberapa budaya, biasanya mandi hanya sekali dalam seminggu, ada
juga yang mandi setiaBanyak pasien di rumah sakit menjadi
tergantung dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri, seperti mandi,
perawatan rambut, perawatan mulut, perawatan kuku, dan kebutuhan ke
toilet. Kondisi ini bisa saja disebabkan karena kurangnya kesadaran dan
pengeta- huan pasien dalam menjaga kebersihan diri atau kondisi kesehatan
yang tidak memungkinkan untuk mereka melakukannya secara mandiri
sehingga membutuhkan bantuan Perawat dan Keluarga. Pasien pasca
operasi dengan kemampuan terbatas, Gips plaster sayatan bedah,
menderita masalah punggung, radang sendi atau mobilitas lain tentu akan
menjadi hambatan
2) status ekonomi
Personal hygiene seseorang dapat berubah mengikuti keadaan status
ekonomi, misal dalam penggunaan produk perawatan tertentu dalam
mencukur, mandi, dan mencuci rambut. Jadi ketika hendak memberikan
perawatan diri kepada pasien, hal yang harus dilakukan adalah mengamati
atau menanyakan secara rinci tentang praktik kebersihan yang mereka sukai
3) Kondisi Fisik
(Kecacatan) Kecacatan Jasmani dapat mencegah seseorang untuk tetap
mempertahankan tingkat kebersihannya. Apabila kecacatan berkembang
dari waktu ke waktu, pasien
4) Citra tubuh
adalah penilaian seseorang terhadap penampialn fisiknya, citra tubuh dapat
berubah sewak- tu-waktu. Kebanyakan kasus di rumah sakit, pasien yang
memiliki perubahan citra tubuh akibat kondisi fisik yang terganggu akan
mengalami kesulitan dalam
d. Macam macam personal hygiene
1) perawatan diri
Kulit merupakan organ aktif yang melapisi tubuh yang terdiri dari epidermis,
dermis dan hypodermis. Kulit berfungsi sebagai tempat eksresi, sekresi,
pengaturan temperature dan sensasi. Lapisan luar kulit (epider- mis),
melindungi jaringan dibawahnya terhadap ke- hilangan cairan, cedera
mekanis maupun kimia serta melindungi dari masuknya mikroorganisme
sedangkan lapisan kulit bagian dalam dengan struktur yang lebih tebal
(dermis) merupakan jaringan ikat kolagen dan se- rabut saraf, pembuluh
darah, kelenjar keringat, kelen- jar sebasea dan folikel rambut
2) perawatan kuku
Memotong kuku secara teratur dengan memperhatikan alat pemotong kuku
harus ber- sih, kaki dan kuku dicuci dengan sabun terlebih dahu- lu,
setelah itu menggunakan air hangat untuk proses perendaman kaki dan kuku
sebelum dipotong akan memudahkan proses perawatan
3) perawatan rambut
Rambut yang sehat adalah rambut yang terlihat meng- kilap, tidak kering,
tidak kusut, tidak mudah patah dan tidak berminyak dengan struktur kulit
kepala yang ber- sih bebas kotoran dan ketombe. Berbagai aktivitas yang
dilakukan setiap hari baik di dalam ruangan maupun diluar ruangan, kondisi
dingin dan kondisi panas serta kurangnya perhatian kepada kebersihan dan
pembe- rian nutrisi pada rambut dapat menyebabkan rambut menjadi tidak
sehat, berketombe dan menjadi sarang kutu
4) perawatan gigi dan mulut
Mulut adalah rongga terbuka yang terdiri dari bibir, gusi, gigi, lidah dan
langit-langit. Mulut sebagai tem- pat masuknya makanan dan minuman
serta sebagai sistem pernafasan, membuatnya mudah terpapar oleh
mikroorganisme seperti bakteri, maka kebersihan mu- lut sangat penting
untuk mempertahankan kesehatan mulut, bibir, gusi, gigi dan langit-
langit
5) perawatan mata
Mata yang terdiri dari kelopak mata, bulu mata dan kelenjar lakrimalis
se- bagai kelenjar pengeluaran air mata, membantu mem- bersihkan dan
mencegah masuknya benda asing pada mata. Biasanya seseorang hanya
membersihkan ko- toran yang menempel pada sudut mata atau pada bulu
mata, agar mata tetap sehat dan mencegah infeksi
6) perawatan telinga
Perawatan telinga dilakukan untuk tetap menjaga keta- jaman pendengaran.
Apabila seseorang tidak melaku- kan perawatan telinga secara teratur dan
tepat akan menyebabkan substansi lilin atau benda asing menutu- pi
kanal telinga bagian luar, yang tentunya akan meng- ganggu persepsi
individu terhadap suara yang dihasil kan.
7) perawatan hidung
Hidung memiliki beberapa antara lain sebagai indera penciuman, pernafasan,
pemantau temperatur dan kelembapan udara serta mencegah masuknya
benda asing, untuk itu kebersihan hidung harus diperhatikan. Dalam kondisi
adanya akumulasi mucus dalam hidung dapat menyebkan gangguan pada
syaraf kranial yaitu sensai olfaktori yang dapat membedakan bau. Secara
tipikal proses perawatan hidung secara sederhana dengan rutin melakukan
pembersihan pada hidung

3. konsep asuhan keperawatan diri dan kebersihan diri


a. Pengkajian Keperawatan
1. riwayat keperawatan
 Kebiasaan personal hygiene (mandi, oral care, pe- rawatan kuku dan
kaki, perawatan rambut, mata, hidung, telinga, dan perineal care).
 Faktor yang mempengaruhi personal hygiene.
 Riwayat masalah membran mukosa, kulit, mulut, hidung, telinga,
kuku, kaki, rambut dan perineal.
 Pola kebersihan tubuh.
 Perlengkapan personal hygiene yang dipakai.
2. pemeriksaan fisik
 Catat perubahan-perubahan pada area membran mukosa, kulit, mulut,
hidung, telinga, kuku, kaki, rambut dan perineal akibat terapi
 lakukan inspeksi dan palpasi catat adanya lesi dan atau tidak
 Observasi kondisi membran mukosa, kulit, mulut hidung, telinga,
kuku, kaki, rambut dan perineal warna, tekstur, kekebalan, turgor
dan hidrasi
 Kaji masalah-masalah membran mukosa, kulit mata, mulut, gigi,
hidung, telinga, kuku kaki dan tangan, rambut dan perineal
3. kemampuan melakukan self care
Kaji tingkat kemampuan klien melakukan self care:
0 = mandiri
1 = membutuhkan bantuan alat
2 = membutuhkan bantuan orang lain
3 = membutuhkan bantuan alat dan orang lain
4 = tergantung total
b. Diagnosa Keperawatan
 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan klien
mengatakan tidak mampu dalam kebersihan diri (mandi,sikat gigi), klien
tampak kurang minat dalam perawatan diri
c. Intervensi Keperwatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


keperawatan Hasil
1 Defisit Dukungan perawatan diri
perawatan Dalam 3 x 24 jam maka - sediakan lingkungan yang
diri (Perawatan Diri terapeutik(mis: suasana hangat,
berhubungan Meningkat) dengan rileks, privasi)
dengan kriteria hasil : - siapkan keperluan pribadi
kelemahan - mempertahanka - dampingin dalam melakukan
dibuktikan n kebersihan diri perawatan diri sampai selesai
dengan klien meninggkat - anjurkan melakukan perawatan
mengatakan - kemampuan diri sesuai kemampuan
tidak mampu mengenakan
dalam pakaian
kebersihan meningkat
diri - mempertahanka
(mandi,sikat n kebersihan
gigi), klien mulut meningkat
tampak - minat
kurang minat melakukan
dalam perawatan diri
perawatan meningkat
diri
DAFTAR PUSTAKA

Adriana. (2021). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. 15(2), 1–23.

Asiyah, Walid, A., Mustamin, A. A., & Topano, A. (2019). Ilmu Alamiah Dasar dalam
Perspektif Islam. http://repository.iainbengkulu.ac.id/3316/1/ILMU ALAMIAH DASAR
DALAM PERSPEKTIF ISLAM..pdf

Breivik, H. (2002). International association for the study of pain: Update on WHO-IASP
activities. Journal of Pain and Symptom Management, 24(2), 97–101.
https://doi.org/10.1016/S0885-3924(02)00465-7

PONO, K. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY B. S DENGAN ANGINA


PEKTORIS DIRUANGAN ICCU RSUD Prof. Dr. W. Z. JOHANNES KUPANG. In
Carbohydrate Polymers (Vol. 6, Issue 1).

1.

Anda mungkin juga menyukai