Anda di halaman 1dari 12

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di
seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya
berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga
mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan
pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk
pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya,
PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di
bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat
tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi
yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut
"Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis
yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan
korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai
menjanjikan 100.000 pucuk senjata jenis chung, penawaran ini gratis tanpa syarat dan
kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai
meletusnya G30S.
Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran
perdana mentri RRC, mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri

1
terlepas dari ABRI. Tetapi petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih
menimbulkan nuansa curiga-mencurigai antara militer dan PKI.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi
bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-
pemimpin PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara denga slogan "kepentingan
bersama" polisi dan "rakyat". Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk
Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua
anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan
bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat
"massa tentara" subjek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang
bukan hak mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka
dan polisi dan para pemilik tanah.
Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan
bahwa petani berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah siapapun (milik negara =
milik bersama). Kemungkinan besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di
sana rakyat dan partai komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada
rakyat.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet
dan minyak milik Amerika Serikat. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki
pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jenderal-jenderal militer tingkat
tinggi juga menjadi anggota kabinet. Jendral-jendral tersebut masuk kabinet karena
jabatannya di militer oleh Sukarno disamakan dengan setingkat mentri. Hal ini dapat
dibuktikan dengan nama jabatannya (Menpangab, Menpangad, dan lain-lain).
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam
kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya
bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis
"rakyat".

2
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di
mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah
kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat
Indonesia, termasuk para komunis".
Rezim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-
aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut
mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk
pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima"
di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata.
Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan
ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha
untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas
hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan
bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite
Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka
akan bekerjasama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap
berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965,
Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah
untuk mengecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit
parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan
kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit
tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan
alasan PKI melakukan tindakan tersebut.
Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria)
dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan
kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang
menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang

3
mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya
sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan
antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA,
melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat
keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar
Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’
dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya.
Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan Persis dan
Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di
Jawa Barat, Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di
beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih
setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI
mengetahui rencana kudeta 30 September tersebut).

4
BAB II. PERISTIWA
2.1. Awal peristiwa

Pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965 secara berturut-turut RRI Jakarta
menyiarkan berita penting.
Sekitar pukul 7 pagi memuat berita bahwa pada hari Kamis tanggal 30
September 1965 di Ibukota RI, Jakarta, telah terjadi “ gerakan militer dalam AD “ yang
dinamakan “ Gerakan 30 September”, dikepalai oleh Letnan Kolonel Untung,
Komandan Batalion Cakrabirawa, pasukan pengawal pribadi Presiden Soekarno.
Sekitar pukul 13.00 hari itu juga memberitakan “ dekrit no 1” tentang
“pembentukkan dewan revolusi Indonesia” dan “keputusan no.1” tentang “susunan
dewan revolusi Indonesia”. Baru dalam siaran kedua ini diumumkan susunan
“komandan”, Brigjen Soepardjo, Letnan Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut Soenardi,
dan Ajun komisaris besar polisi Anwas sebagai “wakil komandaan”.
Pada pukul 19.00 hari itu juga RRI Jakarta menyiarkan pidato radio Panglima
Komando TJadangan Strategis Angkatan Darat, Mayor Jendral Soeharto, yang
menyampaikan bahwa gerakan 30 September tersebut adalah golongan kontra
revolusioner yang telah menculik beberapa perwira tinggi AD, dan telah mengambil
alih kekuasaan Negara dari presiden/panglima tertinggi ABRI/pemimpin besar
revolusi dan melempar Kabinet DWIKORA ke kedudukan demisioner.
Latar belakang G30S/PKI perlu ditelusuri sejak masuknya paham
komunisme/marxisme-leninisme ke Indonesia awal abat ke-20, penyusupanya
kedalam organisasi lain, serta kaitannya dengan gerakan komunisme intenasional.
Dalam hal-hal yang mendasar dari politik PKI di Indonesia terbukti merupakan
pelaksanaan perintah dari pimpinan gerakan komunisme internasional.
Persiapan PKI :
1. Membentuk biro khusus di bawah pimpinan Syam Kamaruzman. Tugas biro
khusus adalah merancang dan mempersiapkan perebutan kekuasan.

5
2. Menuntut dibentuknya angkatan ke-5 yang terdiri atas buruh dan tani yang
dipersenjatai
3. Melakukan sabotase, aksi sepihak, dan aksi teror. Sabotase terhadap
transportasi kereta yang dilakukan aksi buruh kereta api ( Januari-Oktober
1964 ) yang mengakibatkan serentetan kecelakaan kereta api seperti di
Purwokerto, Kroya, Tasikmalaya, Bandung, dan Tanah Abang. Aksi sepihak,
misalnya Peristiwa Jengkol, Bandar Betsy, dan Peristiwa Indramayu. Aksi teror
misalnya Peristiwa Kanigoro Kediri. Hal itu dilakukan sebagai persiapan untuk
melakukan kudeta.
4. Melakukan aksi fitnah terhadap ABRI khususnya TNI-AD yang dianggap
sebagai penghambat pelaksanaan programnya yaitu dengan melancarkan isu
dewan jendral.tujuanya untuk menghilangkan kepercayaan terhadap TNI-AD
dan mengadu domba antara TNI-AD dengan presiden soekarno.
5. Melakukan latihan kemiliteran di lubang buaya pondok gede jakarta. Latihan
kemiliteran di lubang buaya .pondok gede jakarta latihan kemiliteran ini
merupakan sarana persiapan untuk melakukan pemberontakan.

2.2. Peristiwa
Setelah persiapan dianggap matang oleh para pemimpin PKI, maka mereka
menentukan pelaksanaannya yaitu 30 September. Gerakan untuk merebut
kekuasaan dari pemerintah RI yang sah ini didahului dengan penculikan dan
pembunuhan terhadap jendral jendral TNI-AD yang dianggap anti PKI. Gerakan 30
September 1965 dipimpin oleh Letnan Kolonel untung, Komandan Batalion I Resimen
Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden. Gerakan ini dimulai pada dini hari,
tanggal 1 Oktober dengan menculik dan membunuh 6 perwira tinggi dan seorang
perwira muda angkatan darat. Mereka yang diculik dibunuh di Desa Lubang Buaya
sebelah selatan Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma oleh anggota-anggota
pemuda rakyat Gerwani dan Ormas PKI yang lain. Ke-6 jendral yang dibunuh itu
adalah Letnan Jendral Ahmad Yani, Mayor Jendral R. Suprapto, Mayor Jendral M. T.
6
Haryono , Mayor Jendral S. Parman, Brigadir DI Panjaitan, Brigadir Jendral Soetoyo
Siswomiharjo. Sementara itu gerakan 30 september telah berhasil menguasai 2
sarana telekomunikasi yakni studio RRI dan kantor PN telekomunikasi.

2.3. Penumpasan
Dalam situasi yang tidak menentu pimpinan angkatan darat diambil alih oleh
Panglima Kostrad Mayor Jendral Soeharto. Ia melakukan konsolidasi pasukan TNI
yang masih setia kepada pemerintahan. Dengan kekuatan ini, Mayor Jendral
Soeharto melakukan serangkaian operasi penumpasan G30S/PKI. Setelah merebut
kembali stasiun telekomunikasi RRI, Mayor Jendral Soeharrto menjelaskan melalui
siaran radio bahwa telah terjadi penghianatan yang dilakukan Gerakan 30
September/PKI. Mereka telah menculik beberapa perwira TNI AD. Lebih lanjut Mayjen
soeharto menyampaikan bahwa Presiden Soekarno dan Jendral A. H. Nasution
dalam keadaan sehat dan situasi Jakarta telah dikendalikan.
Langkah selanjutnya adalah merebut Bandara Halim Perdana Kusuma yang
diduga sebagai pusat Gerakan 30 September/PKI. Dalam waktu singkat tempat ini
dapat dikuasai pasukan RPKAD
Dari bukti-bukti yang telah dikumpulkan ABRI dan masyarakat menyimpulkan
bahwa dibalik Gerakan 30 September/PKI ini telibat PKI. Maka dimulailah operasi
pengejaran terhadap anggota PKI ini.
a. Pada tanggal 1 Oktober 1965, beberapa tempat penting seperti RRI dan
Telkom telah dapat diambil alih oleh pasukan RPKAD tanpa pertumpahan
darah.
b. Pada hari yang sama, Mayjen Soeharto mengumumkan beberapa hal penting
berikut melalui RRI.
1) Penumpasan G 30 S/PKI oleh angkatan militer.
2) Dewan Revolusi Indonesia telah demisioner.
3) Menganjurkan kepada rakyat agar tetap tenang dan waspada.

7
c. Pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD berhasil menguasai kembali
Bandara Halim Perdanakusuma.
d. Pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk anggota polisi yang bernama
Sukitman berhasil ditemukan sumur tua yang digunakan untuk
menguburkan jenazah para perwira AD.
e. Pada tanggal 5 Oktober 1965, jenazah para Jenderal AD dimakamkan dan
mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.

Untuk menumpas G 30 S/PKI di Jawa Tengah, diadakan operasi militer yang


dipimpin oleh Pangdam VII, Brigadir Suryo Sumpeno. Penumpasan di Jawa Tengah
memakan waktu yang lama karena daerah ini merupakan basis PKI yang cukup kuat
dan sulit mengidentifikasi antara lawan dan kawan. Untuk mengikis sisa-sisa G 30
S/PKI di beberapa daerah dilakukan operasi-operasi militer berikut.
a. Operasi Merapi di Jawa Tengah oleh RPKAD di bawah pimpinan Kolonel
Sarwo Edhie Wibowo.
b. Operasi Trisula di Blitar Selatan dipimpin Kolonel Muh. Yasin dan Kolonel
Wetermin.
Akhirnya dengan berbagai operasi militer, pimpinan PKI D.N Aidit dapat
ditembak mati di Boyolali dan Letkol Untung Sutopo ditangkap di Tegal.

2.4. Dampak pasca peristiwa G30S PKI


Situasi politik semakin memanas bahkan mencekam tuntutan kepada
pemerintah untuk membubarkan PKI belum terpenuhi.
Keadaan ekonomi memburuk, rakyat mulai sulit mendapatkan kebutuhan pokok.
13 Januari 1966 harga bahan bakar minyak naik mengakibatkan kenaikan harga
barang dan jasa di segala bidang naik.
Kemudian terjadi devaluasi uang (1000) lama menjadi (1) baru.
Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI:
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
8
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik
di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap
orang-orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui
proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.

2.5. Monumen Peringatan


Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan
Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari
Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film
mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia
setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa
Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di
Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi
di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan
lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan
untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di
berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka
memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas
Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain
Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan Putmainah.

9
10
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam waktu yang singkat G30S/PKI gagal dalam usahanya mengganti dasar
negara pancasila dengan komunis. Hal ini menunjukan bahwa pancasila memang
kokoh, itulah sebabnya tanggal 1 Oktober 1965 merupakan titik tolak kehancuran
G30S/PKI dan kemenangn pancasila dijadikan sebagai hari kesaktian pancasila.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September (Diakses pada 12 Juni 2013)


http://anggiewidya.wordpress.com/2012/03/01/peristiwa-g30spki/ (Diakses pada 12 Juni
2013)
http://handikap60.blogspot.com/2013/01/peristiwa-g-30-spki-tahun-1965.html (Diakses
pada 12 Juni 2013)
http://www.indonesiakaya.com/see/read/2012/01/24/890/20006/1/Monumen-Pancasila-
Sakti-Saksi-Bisu-Peristiwa-G30SPKI (Diakses pada 12 Juni 2013)

12

Anda mungkin juga menyukai