Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KELOMPOK 2

TUTORIAL MODUL “LUKA BEKAS GIGITAN”

ILDA KHAIRUNNISA (J011191016)


MUHAMMAD AHSANI TAQWIM BAHARUDDIN (J011191017)
RAHMA SANIA SYAHRIR (J011191036)
QUR'ANNISA PAMRIASKY (J011191037)
INDAH MUTMAINNA (J011191059)
JOSHJIBRILIANO T. SETYAWAN (J011191068)
PUTRI AINUL FADHILLAH (J011191090)
ANDI MUHAMMAD RAFI NUR IMAM (J011191033)
LAILA ARSIH RAMADHINA AYU R (J011191072)
MITHA NURRAHMASARI (J011191054)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kelompok
blok Etika, Hukum dan Forensik dengan judul “Luka Bekas Gigitan”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada tutor,
yakni Prof. Dr. drg. Hasanuddin Thahir, MS yang telah membimbing penulis dalam
menyusun dan menyelesaikan makalah.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Makassar, 22 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1

1.2 Tujuan Pembelajaran..........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................3

2.1 Pengertian bite mark....................................................................................................................3

2.2 Klasifikasi MacDonald:................................................................................................................3

2.3 Perbedaan bite mark dari gigitan hewan dan manusia............................................................5

2.4 Mekanisme dasar terjadinya bite mark.....................................................................................6

2.5 Karakteristik bite mark...............................................................................................................6

2.6 Bite Mark Pre Mortem Atau Post Mortem................................................................................8

2.7 Metode analisis bite mark..........................................................................................................11

2.8 Visum At Repertum...................................................................................................................16

BAB III PENUTUP........................................................................................................................18

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................18

3.1 Saran...................................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................20

iii
iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang pria dibawa ke RSGM oleh petugas Kepolisian sebagai tersangka
kasus kriminal. Pihak Kepolisian akan menyidik tuntas kasus tsb dengan
meminta bantuan drg untuk melakukan Visum et Repertum dengan
menganalisa luka bekas gigitan yang terdapat pada lengan kanan tersangka.
Dalam peristiwa tsb tersangka bersama komplotannya melakukan perampokan
dengan melukai korbannya. Salah satu korbannya seorang perempuan umur
20 thn meninggal dunia pada saat kejadian. Sesuai informasi dari pihak
keluarga. Korban semasa hidupnya pernah melakukan perawatan gigi di salah
satu Klinik sehingga memudahkan Tim identifikasi untuk mendapatkan Data
AnteMortem melalui data Odontogram pada Rekam Medik korban.

1.2 Tujuan Pembelajaran


1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pengertian bite mark
2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami jenis-jenis bite mark
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami perbedaan bite mark
antara hewan dan manusia
4. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami mekanisme dasar
terjadinya bite mark
5. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami karakteristik bite
mark
6. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami bite mark pre mortem
atau post mortem
7. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami metode analisis bite
mark
8. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami visum et repertum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian bite mark


Jejas gigitan atau biasa disebut juga dengan bite mark merupakan
suatu bentuk jejas berpola yang diakibatkan oleh gigi dengan konfigurasi gigi
pelaku, atau dapat terjadi pola kombinasi antara pola gigi dengan benda lain
pada gigi atau rongga mulut. Bite mark dapat ditemukan pada seseorang yang
masih hidup atau yang telah meninggal, dimana orang tersebut mungkin
merupakan korban kejahatan atau pelaku kejahatan. Selain itu, bite mark juga
dapat ditemukan pada makanan atau benda lain di tempat kejadian perkara.
Bite mark dapat terbentuk saat terjadinya penyerangan pada seseorang, atau
tindakan yang berhubungan dengan kekerasan seksual.1,2 (Kristanto, Modak)
Selain definisi di atas, bite mark juga didefinisikan sebagai teraan yang
terbentuk dari pola gigi pada suatu objek. Menurut American Board of
Forensic Odontology (ABFO), bite mark merupakan pola representatif teraan
gigi yang terekam dalam suatu media, dapat disebabkan oleh kontak gigi
manusia atau hewan.2 (Vanessa) Ada juga yang mendefinisikan bite mark
sebagai tanda gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban dalam bentuk
luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai akibat dari
pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban.

2.2 Klasifikasi MacDonald:


1. Tooth pressure marks : Merupakan bekas gigitan yang disebabkan oleh ujung
insisal dari gigi anterior. Bekas gigitan ini merupakan bekas gigitan yang
stabil dan dengan distorsi bekas gigitan yang minimal.
2. Tongue pressure marks : Bekas gigitan dimana permukaan palatal gigi,
cingulum, dan rugae palatal dapat tercetak pada bekas gigitan akibat tekanan
dari lidah. Hal ini dapat menyebabkan distorsi pada bekas gigitan.
3. Tooth scrape marks : Merupakan bekas gigitan yang terbentuk akibat kelainan
dari gigi akibat fraktur, restorasi, dll.
4. Complex marks : Merupakan kombinasi dari jenis bekas gigitan diatas.
Bentuk dari bekas gigitan bergantung pada jumlah jaringan yang masuk
kedalam mulut.

Klasifikasi Websters 2,3:


1. Tipe I : Bekas gigitan dengan kedalaman penetrasi terbatas. Bekas paling
menonjol yaitu ujung insisal dari gigi anterior rahang atas dan rahang bawah.
2. Tipe II : Bekas gigi dengan kedalaman penetrasi yang dapat segera diketahui.
Outline aspek labial dari gigi anterior rahang atas dan rahang bawah dapat
terlihat.
3. Tipe III : Penetrasi penuh dari objek yang digigit. Bekas gigitan ini
menunjukkan posisi relatif dari insisifus rahang atas dan rahang bawah dalam
oklusi sentrik.

Klasifikasi ABFO 4:
1. Bekas gigitan manusia : Bekas gigitan yang terbentuk dari gigi manusia, pola
bekas gigitan yang terbentuk menunjukkan karakteristik kelas dan
karakteristik ideal dari gigi manusia
2. Suggestive : Pola yang terbentuk menyerupai bekas gigitan manusia akan
tetapi bukti yang ada tidak cukup untuk menyimpulkan apakah bekas gigitan
disebabkan oleh manusia atau bukan.
3. Bekas gigitan bukan karena manusia : Pola yang terbentuk bukan dari gigi
manusia

Klasifikasi JBR 5 :
1. Ringan : Tidak terdapat pendarahan akan tetapi bekas gigitan mudah dikenali
2. Sedang : Terdapat cedera pada jaringan lunak
3. Berat : Melibatkan jaringan lunak dan bagian tubuh serta cedera jaringan
keras seperti tulang.
2.3 Perbedaan bite mark dari gigitan hewan dan manusia
Jejas gigi binatang akan memberi pola yang amat berbeda dengan gigi
manusia karena anatominya yang berbeda.
Bite mark pada hewan:
a. Hewan seperti karnivora memiliki bite mark yang cukup dalam dan
menyebabkan kerusakan kulit bahkan sampai pada otot
b. Hewan memiliki susunan gigi terdiri atas 6 gigi incisor dan 2 gigi kaninus
yang panjang
c. Sangat bervariasi tergantung jenis hewan tertentu
d. Ukuran rahang yang besar

Bite mark pada manusia:


a. Berbentuk semi sirkular atau 2 lengkungan berbentuk U yang disebabkan
tekanan gigi anterior
b. gap pada kedua sisinya karena terpisahnya rahang atas dan rahang bawah
c. Gigi dapat membentuk jejas yang terpisah, garis kontinu atau bias, dan juga
garis intermiten
d. Berupa abrasi dangkal dengan atau tanpa perdarahan

2.4 Mekanisme dasar terjadinya bite mark


Bekas gigitan terjadi terutama karena tekanan gigi pada kulit. Hal ini
disertai dengan penutupan mandibula dan pengisapan kulit (sebagai tekanan
negatif). Rahang atas biasanya memegang dan meregangkan kulit dan rahang
bawah dapat digerakkan dan memberikan kekuatan yang dalam menggigit.
Tanda gigitan manusia adalah luka berbentuk elips atau melingkar dengan
karakteristik khusus pada gigi. Jika ada satu tanda berbentuk “C”, maka hanya
satu rahang (rahang bawah) terlibat. Diameter cederaberkisar antara 25-40
mm.1

Tiga mekanisme utama yang terkait dengan bekas gigitan adalah;


tekanan gigi, tekanan lidah dan gesekan gigi. Tanda tekanan gigi
disebabkan oleh aplikasi tekanan langsung oleh tepi insisal gigi
anterior/tepi oklusal gigi posterior. Tingkat keparahan bekas gigitan
tergantung pada durasi, tingkat kekuatan yang diterapkan dan tingkat
pergerakan antara gigi dan jaringan. Presentasi klinis dari tekanan gigi
menunjukkan area pucat yang menunjukkan tepi insisi dan memar yang
menunjukkan margin insisal. Tekanan lidah disebabkan ketika sesuatu
yang dimasukkan ke dalam mulut ditekan oleh lidah ke gigi/ruga palatal
dan terdapat tanda-tanda yang khas karena penghisapan/penusukan
lidah. Goresan gigi disebabkan oleh gesekan gigi dengan gigi permukaan
umumnya melibatkan gigi anterior. Presentasi klinis dapat berupa goresan
dan lecet. Goresan dan lecet yang menunjukkan ketidakteraturan dan
kekhasan tepi insisal berguna dalam identifikasi.2

2.5 Karakteristik bite mark


Karakteristik bite mark dibedakan menjadi 2, yakni karakteristik kelas dan
karakteristik individual.

1. Karakteristik Kelas

ABFO menjelaskan bahwa karakteristik kelas terdiri atas karakteristik


kelas gigi dan karakteristik bite mark. Karakteristik kelas gigi:

1. Terdapat 12 teeth mark yang berasal dari maksila dan mandibula dari gigi
anterior
2. tanda gigi individual anterior maksila yang tercetak pada memar tersebut
seperti gigi insisivus sentral dan lateral memiliki penampang gigitan yang
cenderung berbentuk persegi panjang serta gigi kaninus cenderung
berbentuk melingar atau berbentuk segitiga / diamond.
3. tanda gigi individual anterior mandibula yang tercetak pada memar
tersebut seperti gigi insisivus sentral dan lateral memiliki penampang
gigitan yang terlihat sama panjang dan lebih kecil dibanding gigi anterior
maksila, serta gigi kaninus berbentuk kerucut.
4. membentuk jejas yang terpisah, garis kontinu, bias atau juga garis
intermiten

Karakteristik bite mark membantu dalam menentukan apakah bite


mark tersebut merupakan maksila dan mandibula, dengan karakteristik
sebagai berikut:

a. Maksila terlihat lebih lebar dibanding mandibula


b. gap pada kedua sisinya karena terpisahnya rahang atas dan rahang
bawah
c. Bagian maksila ditandai dengan gigi anterior yang memiliki ukuran
mesio distal incisal lebih lebar dibanding gigi anterior mandibula
d. berbentuk semi sirkular atau terdiri atas 2 lengkungan berbentuk U
yang disebabkan tekanan bagian depan gigi

2. Karakteristik Individual

Merupakan karakteristik yang menjadi ciri khas dan dapat digunakan


sebagai pembeda antar individu, seperti keadaan gigi geligi yang patah, telah
direstorasi, anomali gigi, gigi yang mengalami rotasi, gigi yang hilang yang
menyebabkan terbentuknya celah.

2.6 Bite Mark Pre Mortem Atau Post Mortem


Seorang tenaga medis perlu menguasai pengetahuan tentang terjadinya luka
sebelum meninggal (Antemortem) dan setelah meninggal (Postmortem), dalam hal
ini untuk menentukan waktu kematian. Tujuannya untuk mempermudah membuat
visum et repertum yang baik dan benar.1
A. Luka ante mortem
Pada luka antemortem, akan terjadi reaksi radang. Reaksi radang merupakan
respon jaringan kompleks terhadap cedera atau antigen, yang terdiri dari
peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular dengan ektravasasi dari cairan
dan emigrasi dari leukosit yang berasal dari sirkulasi menuju jaringan dimana
leukosit akan tersebar dan diaktifkan untuk meregulasi penyembuhan dan
perbaikan. Mekanisme dari pertahanan tubuh tetap konsisten dan bermanifestasi
klinis sebagai nyeri, panas, kemerahan, dan bengkak. Respon inflamasi berfungsi
untuk menurunkan, menyingkirkan, atau menahan patogen atau jaringan cedera
disaat leukosit bergerak untuk melindungi tubuh dari cedera.Pada fase radang
berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. pembuluh darah
yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh berusaha
menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang
putus, dan reaksi hemostatis. Hemostatis terjadi karena trombosit yang keluar dari
pembuluh darah saling melekat, dan bersama jala fibrin yang terbentuk,
membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah yang keluar dari pembuluh
darah.1,2

Data antemortem biasanya didapat dari kepolisian, coroner dan medical examiner.
berupa3 :
a. Dental record
b. Foto Roentgen gigi
c. Cetakan gigi
d. Prothesis gigi atau alat orthodonsi
e. Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi

B. Luka post mortem


Pada keadaan post mortem, semua sistem kerja tubuh berhenti sehingga
oksigen tidak dialirkan lagi ke seluruh tubuh. Dalam keadaan hipoksia saat tubuh
tidak mendapat pasokan oksigen yang cukup, proses penyembuhan luka akan
mengalami gangguan. Angel, et al melaporkan proses radang masih berlangsung
normal mulai dari 15 menit sampai dengan 3 jam post mortem. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Yochzan dkk, berkurangnya sel-sel radang
mulai ditemukan pada 4 jam post mortem. Berkurangnya sel-sel radang yang
ditemukan mungkin disebabkan tertundanya atau terhentinya proses radang akibat
tidak adanya pasokan oksigen ke dalam jaringan dalam jangka waktu yang lama.1,2

Pemeriksaan postmortem di mana bukti/bahan dental postmortem didapatkan dari3 :


a.     Fotograf

Foto diambil meliputi gambaran menyeluruh kepala dan wajah. Gambaran


bidang oklusal maxilla dan mandibula, gambaran patologis dan temuan restorasi.
Setelah itu dilakukan dental impression dan jaw resection.

b.     Radiograf

Perbandingan radiograf antemortm dan post mortem merupakan metode yang


akurat untuk mengidentifikasi jenazah. Penemuan bentuk khas restorasi, PSA,
ujung apeks, morfologi dan pola sinus dan tulang rahang dapat diidentifikasi
hanya dengan pemeriksaan radiograf.
Radiograf antemortem memiliki nilai perbandingan yang berharga. Bila tidak
terdapat data antemortem, chart postmortem korban dapat digunakan untuk
perbandingan dengan data antemortem lainnya yang tersedia. Jika radiograf
antemortem masih ada, maka dilakukan pembuatan radiograf postmortem dengan
angulasi yang sama.

c.     Charting technique (odontogram)

Dilakukan dengan mengisi chart dan dskripsi tertulis dari struktur gigi dan
radiograf. Setiap gigi dan struktur di sekitarnya diperiksa. Meskipun restorsi gigi
diperiksa secara signifikan, gambaran oral lainnya juga ikut diperiksa. Hal ini
memiliki peran penting untuk kasus dengan restorasi minimal.
Pemeriksaan gigi post-mortem3;
a. Gigi yang ada dan yang tidak ada. Bekas gigi yang tidak ada apakah baru atau
lama
b. Gigi yang ditambal, jenis bahan dan klasifikasi tambalannya
c. Anomali bentuk dan posisi gigi
d. Karies atau kerusakan gigi yang ada
e. Jenis dan bahan restorasi, perawatan rtehabilitasi yang mungkin ada; crown,
bridge, basis orthodonti, gigi protesa, dsb.
f. Atrisi atau keausan yang sebanding dengan usia
g. Gigi M3 sudah tumbuh atau belum
h. Kepala yang tinggal tengkorak dapat diperiksa langsung setelah dibersihkan.
i. Rahang yang lepas mudah diperiksa dengan cermat, bila perlu dipotret atau
dibuat foto roentgennya. Apabila kepala rusak akibat kekerasan, maka luka-
lukaperlu diperiksa dengan cermat dan teliti.

2.7 Metode analisis bite mark


Analisis luka bekas gigitan melibatkan dua langkah yaitu pertama
penemuan bukti, kedua melibatkan evaluasi, perbandingan bukti. Dalam
menganalisis bekas gigitan, pertama-tama harus ditentukan apakah luka
tersebut merupakan bekas gigitan dan apakah itu disebabkan oleh gigi
manusia. Konsistensi tanda dengan waktu kejahatan harus ditentukan.
American Board of Forensic Odontology (ABFO) memberikan standar
panduan untuk menganalisis bekas gigitan.
a. Riwayat (History)
Pemeriksaan dilakukan melalui riwayat perawatan gigi yang dilakukan
setelah kemunculan tanda gigitan dicurigai.
b. Fotografi (Photography)
Fotografi ekstraoral termaksud tampakan profil serta wajah secara
keseluruhan, tampakan kedua sisi lateral dan tamapkan oklusal dari tiap
rahang, serta foto dari pembukaan mulut secara maksimal harus dicatat.
c. Pemeriksaan ekstraoral
Faktor jaringan lunak dan jaringan keras yang mengkin mempengaruhi
dinamika pengigitan. Pengukuran dari pembukaan maksimal serta
deviasi saat penutupan serta pembukaan mulut harus dicatat.
d. Pemeriksaan intraoral
Pemeriksaan terhadap lidah dan status periodontal seperti mobilitas dari
gigi. Dalam kasus dengan tanda gigitan yang baru, harus dilakukan
swabbing untuk mendapatkan DNA dari saliva yang tertinggal pada
bekas gigitan.
e. Pencetakan (Impression)
Pencetakan dari kedua rahang dilakukan dengan bahan yang memenuhi
syarat dari American Dental Association (ADA). Hubungan oklusal
harus dicatat.
f. Sampel gigitan (Sample bites)
Sampel dari gigitan yang dicurigai dalam keadaan oklusi sentrik
menggunakan base plate wax atau silicone puty material. Sampel
kemudian, segera difoto untuk digunakan dalam perbandingan lebih
lanjut.
g. Model studi (Study cast)
Dipersiapkan menggunakan dental stone tipe II.1

Metode dalam melakukan metode analisis dapat berupa:


2. Overlay
Metode yang paling umum digunakan untuk membandingkan gigi
tersangka gigitan dengan cedera bekas gigitan melibatkan beberapa bentuk
teknik fabrikasi overlay. Overlay, secara sederhana, adalah representasi
dari pola incisal atau tepi gigitan gigi anterior. Biasanya, bekas gigitan
mencakup beberapa dari enam gigi anterior rahang atas dan enam rahang
bawah. Namun, bekas gigitan telah diselidiki di mana bikuspid gigi
premolar dan gigi molar telah meninggalkan bekas. Overlay dapat
disiapkan dengan beberapa cara; namun, penggunaan metode
menggambar dengan tangan baru-baru ini terbukti sangat subjektif, dan
penggunaannya harus dihentikan. Metode lain berkembang menggunakan
fotokopi scan cetakan studi gigi yang dicurigai sebagai penggigit, lapisan
sinar-x yang dihasilkan dari contoh gigitan pada wax, tomografi
terkomputerisasi, dan pemindaian mikroskop elektron (SEM). Semua
metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Tujuan dari setiap teknik overlay adalah untuk mereproduksi representasi
akurat dari tepi gigitan gigi dan untuk mengurangi subjektivitas selama
proses fabrikasi semaksimal mungkin.
3. Metric Analysis
analisis metrik dapat dilakukan pada setiap bekas gigitan dan untuk gigi
setiap tersangka penggigit. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi
sebanyak mungkin data pola geometris, membandingkan pola cedera dan
gigi yang dicurigai sebagai penggigit. Gigi yang dicurigai sebagai
penggigit harus diperiksa dengan cermat untuk mengidentifikasi
karakteristik individual. Setiap gigi harus dievaluasi dalam tiga dimensi.
Setiap varias harus dijelaskan secara rinci baik dalam bentuk tabel tertulis
maupun data. Analisis metrik menjadi lebih mudah dengan penggunaan
jangka sorong atau seperti kompas gambar yang digunakan bersama
dengan skala ilmiah.Setelah semua pengukuran dari gigi tersangka
penggigit telah didokumentasikan, temuan dapat dibandingkan dengan
temuan dari bekas gigitan.
4. Digital analisis
Alat digital yang tersedia dalam program perangkat lunak grafik
komputer, seperti Adobe Photoshop dan program serupa lainnya,
memberikan kemampuan pengukuran yang akurat dari lebar dan angulasi
gigi. menunjukkan analisis metrik digital yang dibuat dari perbandingan
pengukuran fitur digital dalam model gigi dan gambar digital yang
dipindai-terbalik dari gigitan wax.2
Dalam melakukan pemeriksaan analisis bekas gigitan tentu akan kita
lakukan pemeriksaan untuk menghasilkan suatu hasil apakah gigitan tersebut
adalah gigitan hewan ataupun manusia.
a. Tentukan suspek luka, apakah luka tersebut merupakan luka bekas
gigitan atau bukan luka bekas gigitan.
b. Golongkan luka bekas gigitan, apakah luka tersebut disebabkan oleh
hewan atau manusia.
c. Pengambilan sampel saliva
Saliva dari luka suspek diambil berfungsi untuk mencocokkan dengan
DNA dari tersangka. Pengambilan sampel ini dapat dilakukan dengan
membasahi kapas dengan larutan saline, usap di daerah bekas gigitan
dan sekitarnya. Masukkan kapas tersebut ke dalam kantung plastik baru
lalu tutup segel. Kirim ke lab untuk pemeriksaan lebh lanjut.
d. Buat dokumentasi luka dengan mnegambil foto seluruh tubuh (whole
body), foto regional, dan foto close up.
e. Buat catatan lengkap tentang luka bekas gigitan
- Jenis luka, contohnya eritema, kontusius, abrasi, laserasi, atau
avulsi,
- Lokasi anatomis,
- Penjelasan gigitan, contohnya overbone dan muscle,
- Bentuk gigitan, contohnya round dan ovoid,
- Besar dan ukuran luka.
f. Menentukan tingkat keparahan bekas gigitan menggunakan skala 1-6
- Skala 1, memar sangat ringan, tidak ada tanda-tanda gigi individual,
lingkungan yang menyebar terlihat, dapat disebabkan oleh sesuatu
yang lain selain gigi dan memiliki signifikan forensik rendah,
- Skala 2, memar yang jelas dengan area yang terpisah yang dapat
dihubungkan dengan gigi geligi, memiliki signifikan forensik yang
sedang,
- Skala 3, memar yang sangat jelas dengan laserasi kecil yang dapat
dihubungkan dengan gigi geligi, signfikan forensik tinggi,
- Skala 4, banyak area laserasi dengan beberapa memar, tidak
mungkin bingung dengan penyebab atau karena cedera lain,
signifikan forensik tinggi,
- Skala 5, Sebagian jaringan avulsi, beberapa laserasi menunjukkan
gigi sebagai penyebab kemungkinan cedera,
- Skala 6, Avulsi lengkap dari jaringan, mungkin beberapa lekukan
dari margin luka yang menunjukkan gigi sebagai penyebab cedera,
signifikan forensik rendah.
g. Cetak pola gigitan
Gunakan bahan cetak yang flow system. Hasil cetakan pola gigitan
menghasilkan suatu model gips atau model positif.

Masalah yang dapat terjadi saat menganalilis bekas gigitan, antara lain:
a. Terdapat kecurigaan terkait akurasi dari bekas gigitan sebab kulit
merupakan medium yang buruk untuk mendapatkan akurasi dari
pencetakan karena bentuk irregular serta lekukan yang dapat
menyebabkan distorsi intrinsik. Perbandingan anatara gigi manusia pada
bekas gigitan pada tubuh korban rentan terhadap kesalahan yang dapat
meyebabkan kesalahan dalam menentukan pelaku penyebab.
b. Tidak seperti sidik jari, yang bentuknya stabil dari waktu ke waktu, gigi
dapat mengalami perubahan dalam konfigurasinya, dengan atau tanpa
intervensi dari professional, kehilangan gigi karena ekstraksi, perubahan
ukuran, serta hubungan antara rahang arena prosedur ortodontik,
gangguan dari permukaan yang digigit oleh bahan restorasi, karies, serta
perubahan posisi karena penyakit periodontal.
c. Keunikan dari gigi manusia dapat bersifat tidak stabil. Selain itu bekas
gigitan tidak dapat menjadi representatif keadaan dalam rongga mulut
secara keseluruhan, dimana lidah serta pergerakan dari rahang ikut
mempengaruhi.
d. Reabilitas dari bekas gigitan juga dapat dipertanyakan ketika
pemeriksaan dilakukan oleh orang yang berbeda sehingga dapat
menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Sampai saat itu tidak ada
prosedur pembanding standar untuk bekas gigitan. Hasil akhir bergantun
pada objektivitas pemeriksa dan metode yang digunakan.1,3

2.8 Visum At Repertum


Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana pembunuhan biasa maupun
berencana perlu adanya alat-alat bukti untuk membuktikan tindak pidana tersebut
telah dilakukan. Salah satu alat bukti yang dimaksud diatur di dalam Undang-
undang No. 8/1981 adalah Keterangan Ahli dalam bentuk tertulis, dalam hal ini
adalah Visum et Repertum.
Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran
Forensik, biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa
Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau tata
bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau melihat yang artinya
penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang ditemukan,
disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang artinya apa
yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara etimologi
visum et repertum adalah apa yang dilihat dan diketemukan. Visum et Repertum
adalah laporan tertulis yang dibuat oleh Dokter atau ahli Forensik lainnya yang
berisi apa yang mereka temukan pada tubuh korban.
Visum et Repertum merupakan pemeriksaan tubuh manusia, baik yang masih
hidup maupun yang mati, dibuat atas dasar Pasal 133 Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, yang isinya: “Dalam hal Penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan
atau ahli lainnya.1,2

Menurut H.M. Soedjatmiko, sebagai suatu keterangan tertulis yang berisi hasil
pemeriksaan seorang dokter ahli terhadap barang bukti yang ada dalam suatu
perkara pidana, maka visum et repertum mempunyai peran sebagai berikut:
a) Sebagai alat bukti yang sah Hal ini sebagaimana disebutkan dalam KUHAP
pasal 184 ayat (1)
b) Bukti penahanan Tersangka Didalam suatu perkara yang mengaharuskan
penyidik melakukan penahanan tersangka pelaku tindak pidana, maka
penyidik harus mempunyai buktibukti yang cukup untuk melakukan tindakan
tersebut. Salah satu bukti adalah akibat tindak pidana yang dilakukan oleh
tersangka terhadap korban. Visum Et Repertum yang dibuat oleh dokter dapat
dipakai oleh penyidik sebagai pengganti barang bukti untuk melengkapi surat
perintah penahanan tersangka.
c) Sebagai bahan pertimbangan hakim Meskipun bagian kesimpulan Visum Et
Repertum tidak mengikat hakim, namun apa yang diuraikan di dalam bagian
pemberitaan sebuah Visum Et Repertum adalah merupakan bukti materiil
dari sebuah akibat tindak pidana, disamping itu bagian pemberitaan ini adalah
dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti yang telah dilihat dan
ditemukan oleh dokter. Dengan demikian dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan bagi hakim yang sedang menyidangkan perkara tersebut.2
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

lmu Kedokteran Forensik mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran


untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Keberadaan dokter
forensik atau dokter yang melakukan pemeriksaan atas diri korban tindak
pidana, atau tersangka pelaku tindak pidana, merupakan suatu hal yang
mutlak dan tidak dapat diabaikan karena suatu proses penyidikan haruslah
dilakukan dan didukung oleh ilmu pengetahuan (scientific investigation). Bite
mark atau bekas gigitan secara umum didefinisikan sebagai pola yang dibuat
oleh gigi pada suatu substrat, dimana pola gigitan tersebut dapat berasal dari
manusia atau hewan. Luka bekas gigitan dapat ditemukan pada hampir semua
permukaan tubuh, tempat tertentu dapat dikaitkan dengan bentuk
serangan/kekerasan tertentu. Identifikasi luka bekas gigitan harus dilakukan
sebaik mungkin. Terdapat perbedaan dari luka bekas gigitan manusia dan
hewan yang dapat diketahui melalui jarak intercanine. Selain itu perlu juga
mengetahui apakah luka yang terjadi pada korban merupakan luka
antemortem atau luka postmortem.

3.1 Saran
Sebagai calon dokter gigi, kita harus mengetahui dan mengenal segala
sesuatu yang berkaitan dengan identifikasi luka pada suatu bencana maupun
tindakan kekerasan. Oleh karena itu, dari hasil diskusi diharapkan untuk lebih
banyak membaca dan mencari referensi mengenai luka bekas gigitan.

e. Memastikan akurasi dari cetakan tsb  menurun karena permukaan tubuh yang
ireguler
f. Waktu pencetakan gigi
g. Bentuk dan konfigurasi yang mengalami perubahan
DAFTAR PUSTAKA

1. Kristanto E. Analisis jejak gigitan pada kasus forensik klinik. E-Gigi.


2020; 8(1): 1-2, 4-6.

2. Modak R, Tamgadge S, Mhapuskar A, Hebbale M, Vijayabharavan NV.


Bite mark analysis: Chasing the bite. Indian Journal of Oral Helath and
Research. 2017; 2(2): 61-5.

3. Vanessa. Kegagalan analisis bite mark dalam identifikasi forensik. JKGT.


2021; 3(2): 21-2.

4. Adilla I, Hidayat B, Maulinda Y. Identifikasi jenis kelamin berdasarkan


teraan gigitan berbasis pengolahan citra digital dengan metode discrete
wavelet transform (dwt) dan klasifikasi k-nearest neighbor (knn). E-
Proceeding of Engineering. 2018; 5(3): 1-2.

5. Rao DS, Ali IM, Annigeri RG. Bitemarks – A review. Journal of Dental
Research and Review. 2016 ; 3(1) : 32
6. Chintala L, Bhavya B, Chaitanya YC. Analysis of human bitemarks on
food stuffs by computer based superimposition technique. International
Journal of Applied Dental Sciences. 2017 ; 3(4) : 358
7. Taylor JA, Kieser JA. Forensic Odontology Principles and Practice. UK :
Wiley Blackwell ; 2016 : 234
8. Rai B, Kaur J. Evidence-Based Forensic Dentistry. London : Springer ;
2013. 97-8
9. Senn DR, Weems RA. Manual of forensic odontology. 5th ED. London:
CRC Press. 2013. Pp. 261

10. Sunil Mk, Malik U, Malhotra S, et all. Bite marks: an indispensible tool
for forensic odontological evidence. Medico-legal Update.2019; 19(1) : p
43-44
11. Kaur S, Krishan K, Chatterjee M, et all. Analysis and Identification of
Bite Marks in Forensic Casework. Oral Health Dent Manag. 2013 ; 12(3) :
p 1-2
12. Nivashini GSV, Gheena S, Dhanraj M, Kumar V. Human bite mark
analysis – review. IJSDR. 2020; 5(2): 7-9
13. Kawulusan FR, Kalangi SJR, Kaseke MM. Gambaran reaksi radang luka
antemortem yang diperiksa 1 jam postmortem pada hewan coba. PAAI
2014 ; 2 (1) : 394.
14. Wijaya YA, Kalangi SJR, Kaseke MM. Gambaran reaksi radang luka
postmortem pada hewan coba. Jurnal e-Biomedik (e-Bm).2015;3(1):540-2
15. David TJ, Lewis JM. Forensic odontology principles and practice. London
: Elsevier ; 2018. pp. 29-35.
16. Yadav N, Srivastava PC. Bite marks an indispensable forensic
odontological evidence in rape cases. J Indian Acad Forensic Med 2014 ;
36 (3) : 304-6
17. David TJ, Lewis JM. Forensic odontology principles and practice. London
: Elsevier ; 2018. pp. 29-35.
18. Ardhyan Y. Analisis Atas permintaan penyidik untuk dilakukannya visum
et reoertum menurut KUHAP. Lex administratrym 2017 ; 5(2) : 111-3
19. Cahyani NP, Sujana N, Widyantra M. Visum et repertum sebagai alat
bukti dala, Tindakan pidana penganiaayaan. J. Analogi Hukum 2021 ; 3(1)
: 122-4

Anda mungkin juga menyukai