Anda di halaman 1dari 6

STRATEGI EFEKTIF MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANGKA

KEMATIAN BAYI

Angka Kematian Ibu (AKI) atau Kematian Maternal adalah kematian wanita sewaktu
hamil, melahirkan, atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari
lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau
penanganannya (Sarwono, 2006). Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah kematian
yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Kejadian
kematian ibu dan bayi yang terbanyak terjadi pada saat persalinan, pasca persalinan dan hari-hari
pertama kehidupan bayi masih terus terjadi di Indonesia.

Salah satu poin dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni
menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per 100.000
kelahiran hidup (Depkes RI). Untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan bayi diperlukan
upaya-upaya yang cukup keras. Kerangka kerja Mosley and Chen (1984) serta James McCharthy
and Deborah Maine (1992) dapat digunakan sebagai acuan mengenai determinan-determinan apa
saja yang mempengaruhi kematian bayi dan kematian maternal.

Dari Kerangka kerja Mosley and Chen, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kematian balita sehingga berdampak pada AKB. Faktor Sosio Ekonomi bisa dikatakan menjadi
faktor penyebab awal terjadinya kematian bayi yang terdiri dari Faktor Individu, Faktor Sosial,
dan Struktur Politik/Ekonomi. Faktor individu meliputi pendidikan, perilaku, dan sumber
ekonomi. Pendidikan ibu berkontribusi terhadap faktor rendahnya usia melahirkan dan perilaku
pra dan pasca persalinan. Rendahnya tingkat pendidikan akan menurunkan tingkat usia
melahirkan sehingga berdampak pada rendahnya perilaku pra dan pasca persalinan seorang ibu.
Rendahnya tingkat pendidikan seorang wanita kurang memberikan pemahaman terhadap
kesehatan kehamilan seorang ibu dan bayinya sehingga akan bedampak pada kematian bayi.

Begitu pula dengan interval kelahiran yang dipengaruhi oleh pendidikan dan perilaku
sehingga jarak antar kelahiran yang pendek akan mempengaruhi status kesehatan ibu yang baru
saja melahirkan dan status kesehatan anak yang lebih tua terganggu karena ia harus disapih oleh
sang ibu untuk menyusui anak yang baru lahir. Sumber ekonomi seorang ibu mempengaruhi cara
hidup sehat dan konsumsi makanan bergizi. Wanita hamil yang kekurangan gizi dapat
mengalami anemia sehingga berdampak pada Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) disertai dengan
anemia. Selain itu, BBLR akibat Kurang Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil dapat
meningkatkan AKB.

Dari Faktor individu tersebut, peningkatan pendidikan terhadap orang tua terutama ibu atau
calon ibu sangat perlu dilakukan karena dia lah yang penentu awal sehat atau tidaknya bayi.
Peningkatan perilaku pun seharusnya sejalan dengan peningkatan pendidikan. Sumber ekonomi
ibu seharusnya sang ayah yang bertanggungjawab memenuhi kebutuhan istri dan anak. Jadi, ada
hubungan yang sinergis antara istri dan suami.

Faktor Sosial, seperti Ekologi dan Fasiltas ikut berperan dalam terjadinya kematian bayi.
Faktor sosial ini dapat mengakibatkan kontaminasi lingkungan dan penyakit infeksi. Hubungan
manusia dengan lingkungannya disebut dengan ekologi. Ekologi berpengaruh terhadap kematian
bayi karena banyak orang yang kurang peduli dengan lingkungannya, misalnya di dalam rumah
masih dijumpai para suami yang merokok dengan leluasa walaupun istrinya sedang hamil. Hal
tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada wanita hamil dan bayi. Polusi udara perkotaan juga
dapat mengganggu kehidupan janin. Fasilitas di dalam rumah yang tidak mendukung wanita
hamil dan bayi dapat mengakibatkan penyakit infeksi bahkan menular sehingga dapat
mengganggu kesehatan mereka. Jadi, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah harus mendukung wanita
hamil dan bayi seperti penyediaan air bersih, menjaga kebersihan makanan-minuman dan bahan
makanan rumah, sirkulasi udara dalam rumah yang baik, tidak ada asap rokok, ruang dalam
rumah terkena sinar matahari, dan lingkungan rumah yang bersih.Untuk itu, perlu cakupan
universal untuk imunisasi lengkap pada anak sangat mempengaruhi kejadian kesakitan penyakit
menular dan penyakit lainnya.

Faktor sosio ekonomi ketiga yang mempengaruhi kematian bayi, yaitu struktur
politik/ekonomi. Struktur politik di Indonesia untuk menurunkan AKI dan AKB dahulu terdapat
Jampersal. Diharapkan dengan adanya Jampersal AKI dan AKB di Indonesia mengalami
penurunan sesuai yang diharapkan atau sebagai pencegahan terhadap kenaikan AKI dan AKB.
Tetapi, menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) AKI mengalami lonjakan
drastis dari 228/100.000 kelahiran hidup tahun 2007 menjadi 359/100.000 kelahiran hidup tahun
2012 sedangkan AKB hanya turun sedikit dari 34/1000 kelahiran hidup menjadi 32/1000
kelahiran hidup. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa program Jampersal kurang efektif
dalam menurunkan AKB. Dalam menurunkan AKB dari 34 menjadi 32 membutuhkan usaha
yang keras. Tetapi, usaha dan hasil tidak berjalan beriringan. Usaha yang dilakukan tidak
mencapai target yang diharapkan. Dana yang dikeluarkan pun tidak sebanding dengan penurunan
AKB.

Jadi, dari pemaparan faktor-faktor menurut kerangka kerja Mosley and Chen diatas dapat
disimpulkan bahwa semua faktor tersebut dapat menimbulkan suatu faktor biologis, yaitu
keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan menurunnya antibodi sang bayi sehingga mudah
terserang penyakit dan bila antibodinya tidak mampu melawan mikroorganisme-
mikroorganisme, dapat mengalami penyakit yang serius bahkan kematian bayi.

Kerangka kerja Mosley and Chen bisa dibilang efektif dalam menilai determinan-
determinan apa saja yang dapat menimbulkan kematian bayi. Faktor-faktor dalam kerangka
tersebut jika dapat dikendalikan dengan baik oleh pemerintah dan individunya, kematian bayi
dalam suatu negara bisa ditekan sehingga target MDGs bisa tercapai dengan baik. Untuk
kematian Angka Kematian Ibu (AKI) dapat dibahas dengan menggunakan kerangka kerja Mc
Charthy and Maine (1992). Dalam kerangka milik Mc Charthy and Maine (1992) ada beberapa
determinan yang dibahas, seperti determinan distant, determinan intermediate, dan ada pula
faktor tidak terprediksi yang dapat meningkatkan AKI.

Determinan distant. Determinan-determinan ini secara tidak langsung mempengaruhi


kematian ibu. Status wanita di dalam keluarga dan dalam suatu komunitas ada hububungannya
dengan pendidikan yang tinggi, wanita yang memiliki pekerjaan dan tingkat pendapatan yang
tinggi serta memiliki keputusan sendiri dalam memilih sesuatu dapat mempengaruhi status
keluarga. Status keluarga yang meliputi pendapatan keluarga, kepemilikan tanah (rumah),
pendidikan anggota keluarga yang lain, dan pekerjaan orang lain yang pada akhirnya nanti status
suatu komunitas dari jumlah kekayaan dan sumber daya komunitas seperti dokter, klinik, dan
ambulans menyebabkan munculnya determinan intermediate serta secara tidak langsung
mempengaruhi kematian ibu.
Determinan intermediate. Determinan ini merupakan determinan lanjutan dari
determinan distant. Determinan intermediate meliputi status kesehatan, status reproduksi, akses
ke pelayanan kesehatan, dan tingkah laku ke pelayanan kesehatan. Status kesehatan seorang
wanita mempunyai pengaruh yang penting untuk mempertahankan hidup dari suatu penyakit.
Penyakit wanita hamil yang pernah booming dan mendekati seperempat kematian maternal di
negara berkembang adalah malaria, hepatitis, anemia, dan malnutrisi (Maine et al., 1987;
Royston and Armstrong,1987). Selanjutnya, adanya beberapa kondisi penyakit yang telah
disebutkan sebelumnya dapat membuat wanita dalam resiko kematian yang tinggi dan dapat
menyebabkan komplikasi kehamilan secara langsung. Misalnya malaria, tidak hanya
mempengaruhi kehamilan seorang wanita, tetapi juga dapat menyebabkan anemia sehingga
menurunkan kelangsungan hidup wanita dari suatu pendarahan. Status reproduksi terdiri dari
umur, parity, dan status perkawinan. Umur, terutama wanita yang memiliki umur muda tidak
memiliki cukup kemampuan dalam menangani kehamilan dan bayinya. Misalnya, vesico-vaginal
fistulae banyak diderita ibu-ibu muda yang panggulnya belum sempurna siap untuk suatu
kehamilan dan apalagi ditambah mereka yang yang lebih suka bekerja dapat menderita penyakit
tersebut (Tahzib, 1989). Parity dapat mempengaruhi satu dari ketidakmampuan utama lain yang
merupakan hasil dari kehamilan, uterine prolapse yang lebih banyak diderita wanita yang
memiliki parity tinggi (Omran and Standley, 1976).

Akses ke pelayanan kesehatan. Lokasi pelayanan kesehatan harus mendukung bagi


wanita yang akan merencanakan kehamilan seperti KB, prenatal care. Tidak hanya itu, pelayanan
kesehatan juga harus mendukung saat kehamilan seperti primary care. Emergency obstetric care
juga diperlukan dalam menangani keadaan darurat pada ibu hamil. Jarak pelayanan ke pelayanan
kesehatan harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai seperti jalan-jalan yang
rusak harus diperbaiki karena jika ibu hamil melewati jalan tersebut akan terjadi goncangan pada
perut sehingga dapat mengakibatkan keguguran. Kualitas dari pelayanan kesehatan seperti
tenaga kesehatannya harus profesional dalam pekerjaanya, ramah terhadap pasien, menjaga
kerhasiaan pasien, dan lain-lain. Akses terhadap informasi tentang pelayanan harus ditingkatkan
agar masyarakat tidak kebingungan saat berada di tempat pelayanan kesehatan, seperti
penyampaian dengan jelas tentang alur-alur pendaftaran hingga pengobatan.
Perilaku pemakaian pelayanan kesehatan. Perilaku ini meliputi bagaimana pemakaian KB
dari masyarakat yang masih cukup rendah, terbukti angka fertilitas di Indonesia masih tinggi.
Pada tahun 2012 terjadi peningkatan fertilitas nasional dari 2,41 menjadi 2,6 (SDKI, 2012).
Pemakaian jasa dukun beranak dikalangan masyarakat Indonesia pun masih tinggi sehingga
memungkinan sekali dalam peningkatan AKI. Hal tersebut bisa terjadi karena dukun beranak
dinilai cukup berpengalaman, murah biaya, memiliki banyak ramuan oleh masyarakat sehingga
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada dukun beranak lebih tinggi dibandingkan
terhadap bidan dan dokter.

Dari determinan-determinan tersebut bisa berpengaruh terhadap ibu hamil sehingga


maningkatkan penadarahan, infeksi penyakit bahkan dapat meyebabkan kematian/kecacatan.
Pada akhirnya terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu. Kerangka kerja milik Mc Charthy and
Maine (1992) tepat digunakan dalam menentukan determinan-determinan AKI di Indonesia
karena hampir semua komponen-komponen masuk dalam kerangka ini. Tetapi, kerangka ini
masih membutuhkan penelitain lebih lanjut untuk faktor-faktor yang masuk dalam kategori
faktor tidak terprediksi apa saja.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kematian bayi yaitu :

1. Peningkatan kegiatan imunisasi pada bayi.


2. Peningkatan ASI eksklusif, status gizi, deteksi dini dan pemantauan tumbuh kembang.
3. Pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.
4. Program Manajemen Tumbuh kembang Balita sakit dan Manajemen Tumbuh kembang
Balita Muda.
5. Pertolongan persalinan dan penatalaksanaan Bayi Baru lahir dengan tepat.
6. Diharapkan keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman, dan perawatan pasca persalinan
sesuai standar kesehatan.
7. Program Asuh.
8. Keberadaan Bidan Desa.
9. Perawatan neonatal dasar meliputi perawatan tali pusat, pencegahan hipotermi dengan
metode kanguru, menyusui dini, usaha bernafas spontan, pencegahan infeksi, penanganan
neonatal sakit, audit kematian neonatal.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kematian ibu yaitu:

Safe Motherhood
Keluarga Asuhan Persalinan Pelayanan
Bersih dan Obstetri
Berencana antenatal Aman Essensial

Pelayanan Kebidanan
dasar
Pelayanan Kesehatan Primer
Pemberdayaan Wanita

Anda mungkin juga menyukai