Kel.5 - ASKEP KOMUNITAS PADA LANSIA
Kel.5 - ASKEP KOMUNITAS PADA LANSIA
Dosen Pembimbing :
Ns. Yoga Kertapati,S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.Kom
2019/2020
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan
komunitas II dengan judul “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Kelompok
Lansia” pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini kami sadar karena
kemampuan kami sangat terbatas. Maka, makalah ini masih mengandung banyak
kekurangan, untuk itu harapan kami para pembaca dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman, bersedia memberi saran dan pendapat untuk makalah ini.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penyusunan
makalah ini, kami atas nama kelompok penyusun menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang tak terhingga. Semoga Tuhan yang Maha Pemurah memberkati
kita, sehingga upaya kecil ini besar manfaatnya bagi kita semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Yang Dimaksud Lansia?
1.2.2 Bagaimana Teori Proses Penuan Pada Lansia?
1.2.3 Apa Saja Permasalahan Yang Timbul Pada Lansia?
1.2.4 Apa Yang Dimaksud Hipertensi Pada Lansia?
1.2.5 Apa Penyebab Hipertensi Pada Lansia?
1.2.6 Apa Tanda Dan Gejala Hipertensi Pada Lansia?
1.2.7 Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Lansia?
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
Asuhan keperawatan lansia mengahadapi tantangan khusus karena
perbedaanfisiologis, kognitif, dan kesehatan psikososial. Lansia bervariasi
pada tingkat kemampuanfungsional. Mayoritas merupakan anggota komunitas
yang aktif, terlibat, dan produktif.Hanya sedikit yang telah kehilangan
kemampuan untuk merawat diri sendiri, bingung ataumerusak diri, dan tidak
mampu mebuat keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan mereka.
4
tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah,
kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan
darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh Pada pengaturan suhu,
hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor
yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: temperatur
tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas
otot.
g. Sistem Respirasi Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu
meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun
(menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg,
CO2 arteri tidak berganti.
h. Sistem Gastrointestinal Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra
pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam
lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah,
dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
i. Sistem Genitourinaria Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan
kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat,
pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering,
elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual
intercrouse berefek pada seks sekunder.
j. Sistem Endokrin Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH,
TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya:
estrogen, progesterone, dan testoteron.
k. Sistem Kulit Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan
proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya
5
elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi
keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya,
perubahan pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskeletal Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis,
penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku,
tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot
sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Perubahan fisik
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Hereditas
e. Lingkungan
f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
h. Kenangan lama tidak berubah.
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor
waktu.
3. Perubahan Psikososial
a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang
menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu
mengancam sering bingung panik dan depresif.
b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosio
ekonomi.
c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan
status, teman atau relasi.
d. Sadar akan datangnya kematian.
e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
6
f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi
g. Penyakit kronis
h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial
i. Gangguan syaraf panca indra
j. Gizi
k. Kehilangan teman dan keluarga
l. Berkurangnya kekuatan fisik.
7
akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel
menjadi kanker atau penyakit. Setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel
kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.
Menurut Azizah (2011), terjadinya mutasi yang progresif pada
DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori Non-Genetik
1) Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)
Menurut Nugroho (2008), teori ini dapat terbentuk di alam
bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau
proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan
suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai
elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat
atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau
perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik, misalnya
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak
dapat beregenerasi. Radikal bebas dianggap sebagai penyebab
penting terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang
terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap
rokok, zat pengawet makanan, radiasi dan sinar ultraviolet yang
mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada
proses menua.
2) Teori Rantai Silang (Cross Link Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak,
protein, karbohidrat dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi
dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang
menyebabkan perubahan pada membran plasma, yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis dan
hilangnya fungsi pada proses menua (Nugroho, 2008).
8
3) Teori Imunologis (Auto-Immune Theory)
Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya (self
recognition). Jika mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga akan
dirusak.
2. Teori Fisiologis
Terdiri atas teori dipakai-aus (wear and tear) dan teori oksidasi
stress. Di sini terjadi kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel
tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal) (Nugroho, 2008).
Menurut Stanley (2006), teori ini mengutarakan bahwa akumulasi
sampah metabolik atau zat nutrisi yang dapat merusak sintesis DNA,
sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi
organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan
mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal.
a. Teori Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan seperti
karsinogen dari industri, sinar matahari, trauma dan infeksi dapat
membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-
faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari
lingkungan lebih merupakan dampak sekunder (Stanley & Beare,
2006).
b. Teori Metabolisme
Telah dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan, bahwa
pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan
dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur
(Nugroho, 2008). Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut
disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses
metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang
merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon
9
pertumbuhan. Modifikasi cara hidup yang kurang aktif menjadi
lebih aktif mungkin dapat juga meningkatkan umur panjang
(Azizah, 2011).
c. Teori Keracunan Oksigen
Teori ini menjelaskan tentang adanya sejumlah penurunan
kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari
oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi,
tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur
membran sel mengalami perubahan dari rigid, serta terjadi
kesalahan genetik (Azizah, 2011).
d. Teori Stres
Teori ini mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-
sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha
dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh tidak dapat melakukan
regenarasi (Maryam et al, 2008).
3. Teori Psikososial
a. Teori Pembebasan/Penarikan Diri (Disengagement Theory)
Menurut Nugroho (2008), teori ini membahas putusnya
pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran
individu dengan individu lainnya. Teori ini pertama kali diajukan
oleh Cumming dan Henry (1961), menyatakan bahwa dengan
bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah dengan adanya
kemiskinan, lansia berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas, sehingga sering para lansia
mengalami kehilangan peran, hambatan kontak sosial dan
berkurangnya komitmen. Menurut teori ini, seorang lanjut usia
dinyatakan mengalami proses menua yang berhasil apabila ia
menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri
10
pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi
kematiannya.
b. Teori Aktivitas
Menurut Nugroho (2008), teori ini mengemukakan
ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan lansia
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan
sosial, lansia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin
dan mempertahankan hubungan antara sistem sosial-individu agar
tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia. Stanley dan
Beare (2006), berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang
sukses adalah dengan cara tetap aktif.
c. Teori Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Nugroho (2008) menyatakan, dasar kepribadian atau
tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lansia sangat
dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini
mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan
lansia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu
saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia.
Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku dan harapan
seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah berusia lanjut.
d. Teori Interaksi Sosial (Social Exchange Theory)
Menurut Nugroho (2008), teori ini mencoba menjelaskan
mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas
dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lansia untuk
terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan
status sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi. Pokok-
pokok teori ini yaitu masyarakat terdiri atas pelaku sosial yang
berupaya mencapai tujuannya masing-masing dan untuk mencapai
11
tujuan akan terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan
waktu.
12
enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi
berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi.
Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu
sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan
memperberat.
b. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas Misalnya, penyakit
infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati demam tinggi dan
batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup
serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan
tidak perlu berobat.
c. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi) Akibat banyaknya
penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan obat
yang beraneka ragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu,
perlu diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan
ginjal yang berperan dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam
tubuh telah berkurang. Hal ini menyebabkan kemungkinan besar obat
tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi keracunan obat
dengan segala komplikasinya bila diberikan dengan dosis yang sama
dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada
lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang
menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat
tadi (iatrogenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat
diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh
akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah, penenang,
antidepresi, dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia biasanya
terjadi karena diagnosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan meminum
obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam
waktu yang lama.
d. Sering mengalami gangguan jiwa Pada lansia yang telah lama
menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh karena
itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang
diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru seing tersembunyi
13
gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit
penyembuhan penyakitnya.
14
kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari
penderita hipertensi adalah hipertensi esensial, maka penyelidikan dan
pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
Berdasarkan faktor akibat hipertensi terjadi peningkatan tekanan
darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara :
1) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya
2) Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia
lanjut. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku,
sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung
memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada
setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
3) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan
fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam
dan air dari dalam tubuh.Volume darah dalam tubuh meningkat,
sehingga tekanan darah juga meningkat.
15
simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita
beraktivitas. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress
berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal
ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota.
16
BAB III
TINJAUAN KASUS
17
tersebut menjelaskan kelompok usia produktif menempati urutan jumlah
tertinggi sehingga angka ketergantungan semakin kecil.
3.1.3 Etnisitas
Suku di Desa A mayoritas adalah suku Madura. Beberapa tokoh
masyarakat mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat mengkonsumsi
makanan yang asin-asin karena faktor budaya.
3.1.4 Nilai dan Keyakinan
Penduduk di desa A mayoritas beragama Islam. Banyak berdiri
masjid dan musholla di sekitar perumahan warga. Para kader posyandu
mengatakan bahwa diadakan posyandu lansia tapi tidak semuanya
posyandu diselenggarakan.dan pada umumnya lansia laki-laki di Desa
Tempurejo memiliki kebiasaan merokok .dan banyak lansia yang
mengalami hipertensi.
3.1.5 Subsistem Komunitas
a. Lingkungan
Desa A memiliki luas wilayah 1.601.053,62 ha merupakan wilayah
yang terdiri dari pemukiman 43.835 ha, persawahan 12,50 ha,
perkebunan 1.600.017 ha, kuburan 3,50 ha, pekarangan 42,835 ha,
taman 20 ha, perkantoran 2,70 ha dan prasarana umum lainnya 10,25
ha. Desa Pondokrejo merupakan wilayah dengan dataran rendah
dengan sebagian besar wilayahnya digunakan untuk pemukiman dan
perkebunan.
b. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Distribusi kebiasaan keluarga untuk minta tolong bila sakit ke
Puskesmas sebanyak 261warga (42,86%). Kebiasaan keluarga untuk
minta tolong bila sakit ke dokter praktik sebanyak 64warga (12,70%).
Kebiasaan keluarga untuk minta tolong bila sakit ke perawat sebanyak
101warga (20,01%). Kebiasaan keluarga untuk minta tolong bila sakit
ke bidan sebanyak 107 warga (21,23%). Kebiasaan keluarga untuk
minta tolong bila sakit ke ke fasilitas lain sebanyak 9 warga
(1,79%).Beberapa tokoh masyarakat mengatakan bahwa sebagian
besar lansia terutama laki-laki memiliki kebiasaan merokok.dan juga
18
tokoh masyarakat mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat
mengkonsumsi makanan yang asin-asin karena faktor budaya.di desa
A sudah memiliki posyandu namun tdak semua posyandu terdapat
posyadu lansia .dan para lansia di desa A mengatakan tidak ada
kegiatan rutin untuk kesehatan lansia di masyarakat .
c. Ekonomi
Sebagian besar mata pencaharian penduduk yaitu buruh tani
sebanyak 807 orang dan karyawan sebesar 654 orang.
d. Transportasi dan Keamanan
Transportasi di desa A mayoritas menggunakan kendaraan roda dua.
Sebagian penduduk juga ada yang menggunakan kendaraan roda
empat dalam melakukan mobilisasi, dan ada juga yang hanya berjalan
kaki dalam mengakses pelayanan kesehatan.
e. Politik dan Pemerintahan
Untuk meminimalisir terjadinya hipertensi pada lansia,pemeritahan
desa A mengadakan posyandu lansia .walaupun tidak semua posyandu
terdapat posyandu lansia namun hal tersebut dapat membantu
mengendalikan hipertensi pada lansia. Dan juga banyak dilaksanakan
program pendidikan kesehatan mengenai hipiertensi,dan juga kerja
sama dengan dinas pendidikan sehingga desa A di jadikan tempat
untuk mahasiswa PSIK untuk melakukan praktik profesi ners,yang di
harapkan mampu menambah pengetahuan warga tentang kesehatan
.sehingga derajat kesehatan desa pempurojo menjadi lebih
baik.khususnya pada masalah hipertensi yang di alami oleh lansia .
f. Komunikasi
Di desa A tidak memiliki telepon umum, karena masyarakat sebagian
besar menggunakan ponsel untuk saling berkomunikasi antar
masyarkat.
g. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di desa A sebagian besar adalah yang
sedang sekolah yaitu sejumlah 530 orang (76,3 %). Sedangkan
19
penduduk yang belum TK sebesar 26 orang, penduduk TK 96 orang
dan tamat S-1 43 orang
h. Rekreasi
Desa A tidak memiliki tempat rekreasi atau fasilitas rekreasi.
Masyarakat biasanya pergi ke pantai, atau ke taman hiburan lain yang
letaknya berada di Kecamatan lain.
3.1.6 Diagnosa
Ketidakefektifan koping komunitas pada kelompok lansia di Desa A
terkait dengan adanya masalah kesehatan seperti pusing, hipertensi,
dengan kurangnya informasi tentang kesehatan lansia di masyarakat.
3.1.7 Intervensi
Nama
Tgl
Diagnosa Tujuan dan Intervensi dan
No Pemb
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan tanda
uatan
tangan
20
tentang hipertensi 4. Lakukan pemantauan
kesehatan lansia yang
mengalami hipertensi
5. Anjurkan pemeriksan
tekanan darah untuk
mencegah hipertensi
3.1.8 Implementasi
Komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup
penerapan keterampilan yang diperlukan untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatan yang telah dibuat. Implementasi dilakukan sesuai
intervensi yang telah dibuat.
3.1.9 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak.dengan kriteria Minimal 85% peserta penyuluhan hadir dan
mampu menjelaskan tentang hipertensi.dan standart yg di gunakan adalah :
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Pembentukan Komisi Daerah Lanjut Usia Dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Penanganan Lanjut Usia Di Daerah
2. Klasifikasi Hipertensi: Hipertensi ringan (sistolik 140-159 mmHg) dan (distolik 90-
99 mmHg), Hipertensi sedang (sistolik 160-179 mmHg) dan (distolik 100-109
mmHg).
21
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Lansia pada desa A banyak yang berperilaku tidak baik untuk kesehatan
mereka misalnya kebiasaan merokok dan makan makanan yang asin. Serta
banyak lansia yang masih belum tahu akan pentingnya menjaga kesehatan dan
mengatur pola hidup sehat. Dari semua masalah ini dapat di atasi dengan
diadakannya penyuluhan oleh mahasiswa di desa A. Diagnosa yang dapat
ditegakkan di desa A yaitu ketidakefektifan koping komunitas pada kelompok
lansia di Desa A terkait dengan adanya masalah kesehatan seperti pusing,
hipertensi, dengan kurangnya informasi tentang kesehatan lansia di
masyarakat.
Penyuluhan dilakukan di balai desa A dengan dihadiri 90% lansia dari 227
lansia yang ada di desa A. Lansia tampak aktif dan banyak bertanya tentang
apa itu penyakit hipertensi dan bagaimana mencegahnya.
Dari hasil penyuluhan ini organisasi telah terbentuk kader lansia yang sudah
dilatih. Para lansia mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan yang
bermanfaat dengan iktu serta dalam kegiatan posyandu lansia, kegiatan
mengurangi makan makanan yang asin serta mengurangi untuk merokok.
22
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Lansia mengalami proses penuaan adalah siklus kehidupan yang
ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh,
yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem
kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan
lain sebagainya. Lansia juga memiliki permasalahan kesehatan meliputi
biologis, fisik, psikologis dan psikososial.
Hasil pengkajian yang didapatkan dari kasus menunjukkan adanya tanda
dan gejala yang sama dirasakan oleh lansia. Dalam melakukan pengkajian,
pengumpulan data didapatkan dengan mudah tau tidak terdapat kendala kerena
warga desa A dapat menerima kehadiran perawat komunitas (mahasiswa)
untuk memberikan keterangan. Diagnosa yang dapat ditegakkan di desa A
ialah Ketidakefektifan koping komunitas pada kelompok lansia di Desa A
terkait dengan adanya masalah kesehatan seperti pusing, hipertensi, dengan
kurangnya informasi tentang kesehatan lansia di masyarakat. Hasil yang
diperoleh dari intervensi yang dilakukan oleh penulis pada lansia Desa yaitu
mengnjurkan tenaga kesehatan untuk mengadakan posyandu lansia di setiap
posyandu di desa pondok rejo, memerikan pendidikan kesehatan tentang
bahaya hipertensi, memberikan pendidikan kesehatan tentang makanan
makanan yang dapat membuat hipertensi karena warga pondok rejo sangat
suka makanan asin, Lakukan pemantauan kesehatan lansia yang mengalami
hipertensi, anjurkan pemeriksan tekanan darah untuk mencegah hipertensi.
Implementasi disesuaikan dengan rencana keperawatan Tindakan
keperawatan yang telah penulis susun. Dalam proses implementasi penulis
tidak menemukan adanya perbedaan anatara intervensi yang dibuat dengan
implementasi.
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh penulis pada kasus diatas pada klien
menunjukkan berkurangnya pusing kepala setelah dilakukan teknik relaksasi
dan diberikannya edukasi oleh perawat.
23
5.2 Saran
Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan gerontik harus
menggunakan pendekatan proses keperawatan secara komprehensif dengan
melibatkan peran serta aktif pasien sebagai asuhan keperawatan guna
mencapai tujuan dan sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan dapat
memberikan tindakan terapi komplementer dalam intervensi keperawatan
sehinggan dapat membantu memaksimalkan pengobatan pasien.
24
DAFTAR PUSTAKA
Maryam, R. Siti. et-al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa: Renata Komalasari,
dkk.Jakarta: EGC
Stanley, M dan Patricia G, Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
25