Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Digital (JUPED) | e-ISSN: ZYZF-FJR1

Volume 1, Nomor 1, Februari 2022

Pemanfaatan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Dalam


Mendekomposisi Limbah Organik dan Mengahasilkan
Pupuk Vermikompos di Desa Kubucolia
Kec. Dolat Rakyat Kab. Karo
Nursiani Lubis1, Mazlina2, Try Koryati3, Wiwik Yunidawati4, Eliakim Purba5
1,2,3,4,5Fakultas Pertanian, Program Agroteknologii, Universitas Amir Hamzah Indonesia

Email: 1nursianilubis@gmail.com, 2mazidmazlina@gmail.com, 3atikmarno@yahoo.co.id, 4wiwikyunidawati@icloud.com,


5eliakimsilangit@gmail.com

Abstrak-Pembuatan vermikompos dengan melibatkan peran cacing ini, dapat mengurangi pencemaran yang berasal
darilimbah organik. Semakin banyak budidaya cacing, maka semakin besar serapan limbah/sampah dari lingkungan
sehingga pencemaran lingkungan akibat dari tumpukan sampah organik dapat dikurangi. Cacing tanah juga mempunyai
kemampuan mengubah hara tak larut menjadi bentuk yang terlarut dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam
pencernaan cacing, sehingga lebih cepat diserap tanaman. semakin berkembangnya sistem pertanian organik, memberi
peluang pengembangan vermikompos dalam skala yang lebih luas. Hal ini tidak hanya berpengaruh positif terhadap
perbaikan kesuburan tanah tetapi juga membuka peluang bisnis yang menguntungkan.Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
memberi wawasan kepada para petani mengenai pemanfaatan cacing tanah(Lumbricus rubellus) dalam merombak limbah-
limbah organik menjadi vermikompos, yang dapat digunakan sebagai pupuk organik dalam budidaya tanaman. Metode yang
digunakan dalam kegiatan ini adalah dengan memberikan ceramah mengenai cacing tanah dan vermikompos, melakukan
diskusi dan tanya jawab, melakukan praktik kegiatan vermikompos. Dampak yang diperoleh adalah peningkatan
pengetahuan para petani dalam mengenai peranan cacing tanah dalam vermikompos ataupun secara tidak langsung mengenai
peranan cacing tanah dalam petanian.

Kata Kunci: Vermikompos, Cacing tanah (Lumbricus rubellus), Limbah organik


Abstract-The making of vermicompost by involving the role of this worm can reduce pollution from organic waste. The
more worm cultivation, the greater the absorption of waste/garbage from the environment so that environmental pollution
due to piles of organic waste can be reduced. Earthworms also have the ability to convert insoluble nutrients into soluble
forms with the help of enzymes contained in the digestive tract of worms, so that plants absorb them more quickly. the
development of organic farming systems provides opportunities for the development of vermicompost on a wider scale. This
not only has a positive effect on improving soil fertility but also opens up profitable business opportunities. The purpose of
this activity is to provide insight to farmers regarding the use of earthworms (Lumbricus rubellus) in converting organic
wastes into vermicompost, which can be used as organic fertilizer in plant cultivation. The method used in this activity is to
give lectures about earthworms and vermicompost, conduct discussions and questions and answers, and practice
vermicompost activities. The impact obtained is an increase in the knowledge of farmers regarding the role of earthworms in
vermicompost or indirectly about the role of earthworms in agriculture.
Keywords: Vermicompost, Earthworm (Lumbricus rubellus), Organic waste

1. PENDAHULUAN
Limbah merupakan bahan organik atau anorganik yang tidak termanfaatkan lagi, sehingga dapat
menimbulkan masalah serius bagi lingkungan jika tidak ditangani dengan baik. Limbah dapat berasal dari
berbagai sumber hasil buangan dari suatu proses produksi salah satunya limbah pertanian yaitu limbah
peternakan dan limbah tanaman. Limbah tersebut dapat berasal dari rumah potong hewan pengolahan produksi
ternak, hasil dari kegiatan usaha ternak maupun sisa dari hasil produksi tanaman. Limbah ini dapat berupa
limbah padat, cair, dan gas yang apabila tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk pada lingkungan.
Limbah yang berasal dari peternakan dan tanaman tersebut akan bernilai ekonomi tinggi apabila diolah dengan
perlakuan yang tepat (Adityawarman, , et al 2015). Keberhasilan pengelolaan limbah pertanian sangat
dipengaruhi oleh teknik penanganan yang dilakukan, yang meliputi teknik pengumpulan (collections),
pengangkutan (transport), pemisahan (separation) dan penyimpanan (storage) atau pembuangan (disposal)
(Merkel, 1981). Demikian pula pemanfaatannya baik sebagai pupuk organik, bahan bakar biogas maupun pakan
ternak. Penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian merupakan inovasi dalam pengelolaan limbah ternak.
Suatu inovasi tidak akan berguna tanpa adanya adopsi. Adopsi menyangkut proses pengambilan keputusan.
Keputusan peternak untuk melakukan atau tidak melakukan pengelolaan limbah ternak dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang saling berkaitan. Salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan limbah tersebut adalah

19
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Digital (JUPED) | e-ISSN: ZYZF-FJR1
Volume 1, Nomor 1, Februari 2022

melakukan pengomposan bahan organik yang dihasilkan. Menurut Novien (2004) dalam Sulistyani (2017)
teknik pengomposan merupakan alternatif yang tepat untuk mereduksi volume sampah organik dan
memanfaatkannya sebagai pupuk tanaman. Kompos merupakan produk pengolahan sampah organik yang aman
bagi lingkungan. Keberadaannya sangat diperlukan untuk menggantikan pupuk kimia, karena pemakaian pupuk
kimia dalam jangka panjang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan Mulyani, 2014 dalam Sulistyani,
2017). Salah satunya pengolahan pengomposan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan cacing tanah
yang merombak bahan organik menjadi vermikompos. Peranan cacing tanah sangat penting dalam proses
dekomposisi bahan organik tanah. Bersama-sama mikroba tanah lainnya terutama bakteri, cacing tanah ikut
berperan dalam siklus biogeokimia. Cacing tanah memakan serasah daun dan materi tumbuhan yang mati
lainnya, dengan demikian materi tersebut terurai dan hancur. Cacing tanah juga berperan dalam menurunkan
rasio C/N bahan organik, dan mengubah nitrogen tidak tersedia menjadi nitrogen tersedia setelah dikeluarkan
berupa kotoran (kascing / vermikompos). Aristoteles menyebut cacing tanah sebagai intestines of the earth (usus
bumi) (Tomlin, 2006) karena peranannya sangat penting dalam mencerna dan mendekomposisi sisa tanaman
yang telah mati sehingga sisa tanaman atau limbah organik lainnya tidak menumpuk.

2. KERANGKA TEORI
Tanaman yang telah mati oleh cacing tanah dicerna dan diubah menjadi humus dan nutrisi alami.
Upaya perombakan bahan organik menggunakan cacing tanah, untuk menghasilkan vermikompos, telah banyak
dilakukan terutama di luar negeri seperti di Australia dan di India (Morarka, 2005). Kecepatan proses
dekomposisi bahan organik yang terkandung dalam sisa tanaman dan kotoran hewan ditentukan oleh kondisi
lingkungan yang sesuai bagi kehidupan organisme pengurai, diantaranya adalah tingkat keasaman atau pH.
Pengaturan pH yang sesuai diharapkan dapat mempercepat proses dekomposisi sehingga pupuk menjadi lebih
cepat matang.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik, yaitu jenis dan ukuran
partikel bahan organik, jenis dan jumlah organisme, ketersediaan C, N, P dan K, kelembaban tanah, temperatur,
pH dan aerasi (Rao dan Subba, 1994). Soest (1986) juga menyatakan bahwa proses dekomposisi dapat
dipercepat dengan meningkatkan peranan organisme melalui penambahan populasi satu atau dua spesies
organisme pengurai. Wells dan Russel (1996) menyatakan bahwa pemberian dua jenis organisme pengurai yng
bersifat sinergis dapat meningkatkan keefektifan proses dekomposisi.Tiap jenis cacing tanah mempunyai
karakteristik yang bebeda-beda, seperti pada Pheretima hupiensis yang bersifat geofagus (dominan pemakan
tanah) diambil berasal dari tanah ultisols yang mempunyai tekanan lingkungan relatif berat, dengan kondisi pH
tanah rendah (sangat masam), bahan organik rendah, sedangkan Lumbricus sp. bersifat litter feeder (pemakan
serasah) yang berasal dari Eropa dan sekarang merupakan paling banyak dibudidayakan di Indonesia untuk
mengolah sampah

3. METODE PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT


Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat di desa Kubucolia ini adalah dengan
melakukan ceramah yaitu memberi pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana cara pemanfaatan cacing
tanah (Lumbricus rubellus) dalam mendekomposisi limbah organik dan mengahasilkan pupuk vermikompos,
diskusi dan tanya jawab, pengenanalan jenis cacing, pengenalan hasil vernikompos (yang sudah jadi),
pembuatan vermikompos. Kegiatan pengabdian dilakukan bersama dengan dosen dan para petai untuk
memberikan pengalaman langsung kepada dosen dan para petani. Ceramah dilakukan dengan dibantu media
print out, sedangkan praktik kegiatan menggunakan alat dan bahan berupa cacing, serbuk gergaji, ampas kelapa
dan keranjang. Langkah –langkah yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:

3.1 Penjelasan tentang vermikompos

Sebelum dilakukan praktek untuk pembuatan vermikompos, maka pembicara menjelaskan kepada para
petani tentang pengertian apa itu vermikompos dan bagaimana memanfaatkan cacing tanah dalam pembuatan
vermikompos yang hasilnya dapat digunakan para petani sebagai pupuk dalam budidaya tanaman yang
dilakaukan oleh para petani. Penjelasan disampaikan secara langsung melalui PPT oleh ibu Nursiani Lubis S.P,
M.Agr (DosenFakultasPertanian, Universitas Amir Hamzah) sebagai berikut :

20
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Digital (JUPED) | e-ISSN: ZYZF-FJR1
Volume 1, Nomor 1, Februari 2022

Gambar 1. Penjelasan tentang vermikompos dari cacing tanah

Gambar 2. Contoh Vermikompos

21
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Digital (JUPED) | e-ISSN: ZYZF-FJR1
Volume 1, Nomor 1, Februari 2022

3.2. Pengenalan jenis cacing yang digunakan

Gambar 3. Jenis cacing tanah yang digunakan

3.3. Praktek Pembuatan Vermikompos

Gambar 4. Cara Pembuatan Vermikompos

22
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Digital (JUPED) | e-ISSN: ZYZF-FJR1
Volume 1, Nomor 1, Februari 2022

4. HASIL
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 25 Januari di Desa
Kubucolia, Kecamatan Dolat Rakyat, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan ini terlaksana dengan
kerjasama yang baik antara dosen dan panitia . Acara ini dihadiri 19 orang yang terdiri dari 7 orang dosen dan
12 orang para petani. Jumlah yang diundang terbatas karena masih suasana pandemi, acara dijalankan dengan
mengikuti protokol kesehatan. Meskipun jumlah peserta hanya 19 orang, namun hal ini sudah dirasa cukup
efektif mengingat para petani sangat antusias untuk mengikuti kegiatan tersebut. Terlihat dari respon yang
diberikan para petani melalui banyaknya pertanyaan yang diajukan pada saat ceramah, bahkan saat praktik yang
dilakukan.
Kegiatan pengabdian ini dibagi menjadi 3 sesi meliputi ceramah, diskusi dan tanya jawab, serta praktik
pembuatan vermikompos, dan juga pengenalan jenis cacing digunakan. Pada sesi ceramah, materi yang
disampaikan yaitu materi terkait vermikompos, morfologi dari cacing tanah serta hal-hal yang mempengaruhi
pertumbuhan cacing tanah dan cara membuat vermikompos. Diskusi dan tanya jawab dilakanakan setelah
ceramah agar masyarakat lebih paham mengenai praktik pembuatan Berisi hasil dari pengujian yang dilakukan
dalam penelitian untuk pengabdian kepada masyarakat. Diskusi dan tanya jawab dilaksanakan setelah ceramah
agar masyarakat lebih paham mengenai praktik pembuatan vermikompos
Materi vermikompos ini dipilih karena mengingat banyaknya limbah-limbah pertanian yang bertumpuk
yang membutuhkan waktu lama dalam proses penguraiannya atau dekomposisinya. Namun, dengan
pemanfaatan cacing tanah kita tidak lagi memerlukan proses yang lama dalam penguraian limbah organik
tersebut. Peranan cacing tanah sangat penting dalam proses dekomposisi bahan organik tanah. Bersamasama
mikroba tanah lainnya terutama bakteri, cacing tanah ikut berperan dalam siklus biogeokimia. Cacing tanah
memakan serasah daun dan materi tumbuhan mati lainnya, dengan demikian materi tersebut terurai dan hancur
(Schwert, 1990). Suharyanto (2002) menambahkan bahwa cacing tanah Lumbricus rubellus merupakan jenis
cacing tanah pengomposan yang baik karena mampu memproses bahan organik dalam jumlah besar dan
berkembangbiak dengan cepat.
Pada sesi praktik, para petani diberikan pengenalan jenis cacing tanah yaitu spesies Lumbricus rubellus.
Menurut Rukmana (1999) Lumbricus rubellus memiliki bentuk tubuh gilig dengan bagian ventral pipih, panjang
tubuhnya antara 7,5-10 cm, dengan jumlah segmen 95-100 segmen, warna tubuh bagian punggung (dorsal)
coklat cerah sampai ungu kemerah-merahan, warna tubuh bagian ventral krem, dan bagian ekor kekuning-
kuningan, Kliteliumnya berbentuk sadel dan menonjol, yang terletak pada segmen ke-27 sampai ke-32, jumlah
segmen pada klitelium antara 6-7 segmen, lubang kelamin jantan terletak pada segmen ke-14 dan lubang
kelamin betina pada segmen ke-13, gerakannya kurang aktif (lamban) dan kadar air tubuhnya berkisar antara
70-78%. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) ini sangat menyukai bahan organik yang berasal dari kotoran ternak
dan sisa tumbuhan. Itulah sebabnya cacing ini juga disebut dekomposer karena dapat mengubah bahan organik
menjadi kompos. Kegiatan pengabdian masyarakat ini diharapkan dapat menambah wawasan para petani dalam
memanfaatkan cacing tanah dalam mengolah limbah-limbah organik khususnya pada kawasan pertanian,
sehingga tidak terjadi penumpukan limbah di daerah sekitar pertanian tersebut. Cacing tanah Lumbricus rubellus
memiliki banyak kelebihan dan kegunaan. Hal tersebut menjadikan cacing tanah berpotensi potensi besar untuk
dikembangkan.
Proses budidaya cacing tanah tidak memerlukan lahan yang luas, manajemen pemeliharaan yang relatif
mudah, serta siklus produksi yang singkat membuat cacing tanah dapat berkembang dengan pesat. Cacing tanah
jenis ini, tidak hanya dapat dimanfaatkan dalam bidang pertanian tetapi juga dalam sektor peternakan, perikanan
dan kesehatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rukmana (2000), cacing tanah memiliki banyak manfaat bagi
sektor lain, diantaranya di bidang pertanian, peternakan, perikanan, serta farmasi. Cacing Lumbricus rubellus
memiliki kandungan protein yang tinggi (72% - 84,5%). Protein cacing tanah mengandung 20 asam amino, yang
terdiri atas lisin, triptopan, histidin, fenilalanin, isoleusin, leusin, theorin,methionin, arginine, glisin, alanin,
sistin, tirosin, asam aspartik, asam glutamat, prolin, hidroksiprolin, serin, dan sitruline. Diharapkan setelah
pengabdian masyarakat ini para petani bisa mempraktekkan pembuatan vermikompos dengan memanfaatkan
cacing tanah, sehingga para petani dapat menanggulangi penumpukan limbah organik dikawasan pertanian
menjadi vermikompos. Dimana vermikompos ini juga nantinya dapat digunakan para petani dalam budidaya
tanaman sehingga mengurangi para petani untuk membeli pupuk dari luar. Selain itu, dalam hal ini para petani
juga dapat memanfaatkan peluang dalam bisnis budidaya cacing Lumbricus rubellus ini karena tidak hanya
bermanfaat dalam bidang petanian, tetapi juga bermanfaat dalam bidang lainnya. Selama melakukan pengabdian

23
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Digital (JUPED) | e-ISSN: ZYZF-FJR1
Volume 1, Nomor 1, Februari 2022

masyarakat di desa Kubucolia, respon para petani sangat antusias dalammempelajari pemanfaatan cacing tanah
Lumbricus rubellus dalam pembuatan vermikompos.

Gambar 5. Media Untuk Cacing Tanah Lumbricus rubellus

Gambar 6. Peserta Pengabdian Masyarakat terdiri dari Dosen Universitas Amir Hamzah dan Para
Petani Desa Kubucolia

5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pengabdian masyarakat ini adalah :
1. Para petani di Desa Kubucolia, kab. Karo dalam pemanfaatan cacing tanah memerlukan praktek atau
pelatihan dalam pembuatan vermikompos.
2. Diharapkan dengan pelatihan pemanfaatan cacing tanah ini dapat meningkatkan
pengetahuan para petani dalam pemanfaatan cacing tanah.
3. Dengan pelatihan atau praktek pembuatan vermikompos dalam pemanfaatan cacing tanah diharapkan dapat
membantu para petani dalam pengolahan limbah pertanian sehingga dapat dimanfaatkan kembali dalam
budidaya tanaman.
Saran dalam pengabdian masyarakat ini adalah diharapkan para petani yang telah mengikuti kegiatan ini dapat
menerapkan atau mempraktekkan hal tersebut di lapangan serta embagikan pengetahuan tersebut kepada orang
lain ataupun para petani lainnya yang tidak hadir dalam kegiatan ini.

24
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Digital (JUPED) | e-ISSN: ZYZF-FJR1
Volume 1, Nomor 1, Februari 2022

DAFTAR PUSTAKA
Adityawarman, A. C., Salundik., Lucia. 2015. Pengolahan Limbah Ternak Sapi Secara Sederhana di Desa
Pattalassang Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan,
Vol. 03 No. 3 Hlm: 171-177.
Alvarez, L. 2012. The role of black soldier fly, Hermetia illucens (L.) (Diptera: Stratiomyidae) in sustainable
waste management in Northern Climates. Dissertations. University of Windsor, Windsor.
Bonso, N.K .2013. Bioconversion of organic fraction of solid waste using the larvae of the black soldier fly
(Hermentia illucens). Thesis. Kwame Nkrumah University of Science and Technology, Kumasi, Ghana.
Fahmi, M. R., 2015. Optimalisasi proses biokonversi dengan menggunakan mini larva Hermetia illucens untuk
memenuhi kebutuhan pakan ikan. Pros sem nas masy biodiv indon 1(1), pp. 139-144.
Gabler, F. 2014. Using black soldier fly for waste recycling and effective Salmonella spp. reduction. Theses.
Swedish University of Agricultural Sciences, Swedish.
Merkel, J.A. 1981. Managing Livestock Wastes. West Port. Connecticut : AVI Pubilshing Company Inc.
Morarka M.R. 2005. GDC Rural Research Faundation. Vermiculture. Nermicast specifications. Physical,
Chemical & Biological Specifications. RIICO GemStone Park. Tonk Road, Jaipur-302011, Rajasthan
(India).
Muladno dan Suryahadi. 1999. Dampak Pembangunan Sub Sektor Peternakan (Sapi) Terhadap Lingkungan.
Kumpulan Pemikiran. Disajikan Pada Pelatihan Peningkatan Keterampilan Pendidikan Pembinaan
Audit Lingkungan/Pengelolaan Lingkungan Subsektor Peternakan di Bogor.
Mulyani, H. 2014. Buku Ajar Kajian Teori dan Aplikasi Optimasi Perancangan Model Pengomposan. Trans
Info Media. Jakarta.
Newton, L., C. Sheppard, D. W. Watson, G. Burtle, dan R. Dove, 2005a. Using the black soldier fly, Hermetia
illucens, as a value added tool for the management of swine manure: director of the animal and poultry
waste management center, North Carolina state university,
Raleigh, NC di akses pada http://www.organicvaluerecovery.com [16 Oktober 2021].
Newton, G. L., D. C. Sheppard, D. W. Watson, G. J. Burtle, C. R. Dove, J. K. Tomberlin, dan E. E. Thelen,
2005b. The black soldier fly, hermetia illucens, as amanure manage ment/resource recovery tool.
Novien, A. 2004. Pengaruh Beberapa Jenis Aktivator Terhadap Kecepatan Proses Pengomposan dan Mutu
Kompos dari Sampah Pasar dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cai Sim
(Brassica juncea L.) dan Jagung Semi ( Zea mays L.) (Skripsi). Departemen Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rao, N.S. and Subba, 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
353p. Rukmana, H.R. 1999. Budi Daya Cacing Tanah. Yogyakarta : Penerbit Kanisius (Anggota
IKAPI).
Suharyanto. 2002. Vermikompos. Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Bengkulu. Sulistyani., Badrus
Zaman., Wiharyanto O. 2017. Pengaruh Penambahan Lindi dan Mol Nasi Basi Terhadap Waktu
Pengomposan Sampah Organik. Universitas Diponegoro. Semarang.
Tomlin, D.A. 2006. Earthworm biology. Di akses pada http://www.wormdigest.org/index. php?option=
com_content&task=view&id=200&ltemid=2

25

Anda mungkin juga menyukai