Unud 801 199784561 Tesis GST Nym Ayu Sukerti
Unud 801 199784561 Tesis GST Nym Ayu Sukerti
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
TESIS
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI :
KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
Lembar Pengesahan
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. Dr. Made Sri Satyawati, S.S.,M.Hum.
NIP 19561024 198303 1 002 NIP 19710318 199403 2 001
Mengetahui,
Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K).
NIP 19620310 198503 1 005 NIP 19590215 198510 2 001
Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal 1 Oktober 2013
Anggota :
1. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.
2. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum.
3. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum.
4. Dr. I Putu Sutama, M.S.
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nim : 1190161014
Menyatakan bahwa tesis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang
lain dirujuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa tesis ini
terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang melanggar
peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI
Nomor 17 tahun 2010 dan perundang-undangan yang berlaku.
yang telah membukakan jalan dan memberikan petunjuk bagi penulis sehingga
dibangun atas uluran tangan dan peranan krusial beberapa pihak. Tesis ini
didedikasikan untuk Alm. Bapak, I Gusti Nyoman Wartha dan Alm. Mamak,
Gusti Ketut Ayu yang kehadirannya senatiasa penulis rasakan selama masa-masa
perjuangan meraih gelar Magister. Kedua mendiang orang tua telah menjaga,
melindungi, dan menginspirasi penulis untuk tetap kuat dan fokus hingga pada
Basthomi, M.A. yang telah menanamkan kepercayaan dan dukungan agar penulis
tidak berhenti mengejar strata ilmu yang lebih tinggi. Penghargaan mendalam
juga disampaikan kepada kedua pembimbing tesis yang penulis hormati, yaitu
Prof. Drs. I Ketut Artawa, Ph.D. dan Dr. Made Sri Satyawati, S.S.,M.Hum. yang
tidak hanya memberi arahan maksimal di bidang akademis, tetapi juga memberi
dukungan moral berupa semangat dan solusi bagi penulis ketika menghadapi
tantangan dalam proses merampungkan tesis. Rasa hormat dan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Kadek Yogi Susana karena telah menjadi partner yang
menempuh studi.
2. Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum, Prof. Dr. Aron Meko Mbete, dan Dr.
Anak Agung Putra, M.Hum atas motivasi dan dukungannya selama penulis
3. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum., Prof. Dr. I Ketut Dharma Laksana,
M.Hum., dan Dr. I Putu Sutama, M.S selaku tim penguji tesis yang telah
4. Para dosen pengampu mata kuliah mikro dan makro linguistik di program
Magister Linguistik Murni yang telah memberikan ilmu serta menempa lewat
6. Keluarga besar penulis termasuk di antaranya Iwa, Kak Cu, Kak Mo, Mbok
Ima, Nyoman, Bli Tut dan Mbok Eka yang telah memberi restu, mendukung
secara moral dan mendoakan setiap keputusan serta langkah yang penulis
para anggota keluarga yang lain karena telah memberikan kasih dan perhatian
tantangan yang penulis hadapi selama studi. Selain itu, penulis juga
Leander dan Adik Sahat Yehosua Pasaribu di Solo karena tidak putus
Bapak John dan Mama Yanche yang memberi tempat berlindung serta
Waimakaha. Bapak John selaku narasumber inti telah memberi bantuan besar
Terima kasih mendalam penulis ucapkan atas kesediaan waktu Bapak untuk
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih atas perhatian dan kasih sayang
Mama yang tulus sehingga penulis tidak merasa berada di tempat asing,
10. Kak Yustinus Ghanggo Ate yang telah memberi uluran tangan dan semangat
yang tak pernah putus sejak penulis memulai tahap observasi awal hingga
kasih dan dengan tangan terbuka membantu penulis selama berada di Sumba.
11. Bapak Hugo Warami, S.S, M.Hum yang telah memberi masukan bagi penulis
ilmu sintaksis.
12. Para staf di jurusan S2 Linguistik : Bu Agung, Bu Komang, Pak Ebuh, Pak
Sadra, dan Pak Ida Bagus yang telah dengan ramah dan sabar membantu
14. Teman-teman seangkatan di kelas Linguistik Murni 2011: Eka dan Reland
(rekan seperjuangan di Kodi dan tim sukses ujian), Sukadana sebagai Korti
Bang Oce, Putu, Gumana, NW, Uni Enzi, Bu Diah, Bu Luhur, Mbok Ayu,
Kikin, Nana, Denik dan Lanny. Terima kasih karena telah berbagi perjalanan
Bahasa Kodi merupakan salah satu bahasa daerah yang hidup di wilayah
Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Teori yang digunakan dalam menelaah
fenomena kebahasaan bahasa Kodi (BK) dalam penelitian ini mencakup dua teori
yang berbeda, yaitu teori tipologi oleh Dixon dan teori Tata Bahasa Peran dan
Acuan oleh Van Valin, Jr. Salah satu ciri menonjol BK adalah termasuk ke dalam
kelompok bahasa berpemarkah inti yang menggunakan acuan silang berupa klitik
pronominal untuk memarkahi argumen pada verba. Tipe kasus yang dimarkahi
oleh klitik pronominal bahasa Kodi meliputi kasus nominatif, akusatif, datif, dan
genitif. Pronomina dan frasa nomina takrif yang diacu silang oleh klitik
pronominal bersifat opsional karena kehadirannya berfungsi sebagai penekanan
dan untuk menghindari ambiguitas.
Bahasa Kodi memiliki klitik pronominal keaspekan yang muncul dalam
konstruksi keaspekan perfektif, imperfektif dan habitual. Klitik pronominal
keaspekan bersesuaian dengan tipe serta jumlah argumen pengisi slot subjek. BK
juga memiliki pemarkah multifungsi pa-, pemarkah antikausatif ma-, dan
pemarkah penegas –ka. Argumen S pada klausa nonverbal dimarkahi dengan
klitik pronominal pemarkah kasus akusatif dan datif (PRED nominal), kasus
nominatif (PRED adjektival), kasus datif dan genitif (PRED numeralia), dan tidak
dimarkahi pada PRED yang disusun oleh frasa preposisional. Dilihat dari pola
pemarkahan argumen inti, secara umum BK memiliki pemetaan argumen inti
bertipe prototipikal. Argumen S, A, dan O dimarkahi dengan klitik pronominal
yang memarkahi kasus morfologis. Argumen predikat juga dapat dimarkahi oleh
kluster klitik dengan tipe kasus morfologis datif-datif pada klausa transitif
berargumen tiga dan genitif-datif pada klausa bermakna kepemilikan.
Pola pemarkahan argumen inti BK menunjukkan relasi gramatikal
bertipologi akusatif. Argumen S dalam klausa intransitif verbal dimarkahi oleh
klitik pronominal yang sama dengan argumen A pada klausa verba transitif yaitu
klitik pronominal pemarkah kasus nominatif. Namun, terdapat konstruksi minor
berupa konstruksi imperatif yang memperlihatkan pola pemarkahan ergatif
dimana S dimarkahi sama dengan O. Konstruksi imperatif memarkahi pronomina
persona kedua dengan klitik pronominal pemarkah kasus akusatif. Argumen S
dalam BK dimarkahi oleh klitik pronominal pemarkah kasus nominatif, akusatif,
datif, dan genitif. Argumen A dimarkahi oleh klitik pronominal pemarkah kasus
nominatif, akusatif, dan genitif. Argumen O diacu silang oleh klitik pronominal
pemarkah kasus akusatif, datif, dan pemarkahan kosong. Pola pemarkahan
argumen inti BK dipengaruhi faktor sintaktik berupa konstruksi keaspekan dan
imperatif, serta faktor semantik berupa tipe semantik verba.
Kodi language is one of local languages that lives in the area of Sumba
Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. There are two major theories applied in this
study, i.e., theory of typology by Dixon and Role and Reference Grammar by Van
Valin, Jr. As a typical head-marking language, Kodi language (referred to as KL
hereafter) has extensive agreement or cross-referencing on heads such as verbs
and nouns marked to agree with grammatical properties of their arguments
including type and number of person. KL has pronominal clitic marking
morphological cases including nominative, accusative, genitive and dative. Overt
subject and object either in the form of pronomina or noun phrase can be omitted
and the sentence is still perfectly grammatical, because the bound pronominals
alone serve to indicate both a subject and an object. Overt subject and object are
optional as they function to emphasize statement and to avoid ambiguity.
KL has aspectual pronominal clitic found in perfective, imperfective, and
habitual aspect constructions. KL has other syntactic markers including
multifunctional marker pa-, anticausative marker ma-, and emphasizing markers –
ka. Predicate in nonverbal clauses are constructed by noun, adjective, numeral and
prepositional phrase. S argument in nonverbal clause is marked by pronominal
clitic marking accusative and dative case (PRED nominal), nominative case
(PRED adjectival), dative and genitive (PRED numeral), and zero marking for
PRED of prepositional phrase. KL shows a prototypical mapping in marking the
core arguments. S, A, and O are marked by pronominal clitic with particular
morphological cases. Arguments can be cross-referenced by clitic cluster
including dative-dative cases for three-argument-clauses and genitive-dative cases
for clauses with predicate of possession.
The patterns of core argument marking in KL shows that typologically, KL
belongs to accusative language. S argument in intransitive verb and A argument in
transitive verb are marked by pronominal clitic marking nominative case.
However, there exists a minor construction showing ergative marking in which S
is marked the same way as O. This marking is found in imperative construction
where agent is marked by pronominal clitic marking accusative case. S argument
is marked by pronominal clitis with four different case markings including
nominative, accusative, genitive, and dative. A argument is marked by pronominal
clitic marking nominative, accusative and genitive cases. O argument is cross-
referenced by pronominal clitic marking accusative, dative and zero marking. This
variation is due to synctactic factors including aspectual and imperative
construction and semantic factor determined by semantic type of verbs.
SAMPUL DALAM………………………………………………………………… i
PRASYARAT GELAR…………………………………………………………….. ii
UCAPAN TERIMAKASIH……………………………………………………….. vi
ABSTRAK ………………………………………………………………………… x
ABSTRACT…………………………………………………………………………. xi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..xviii
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………………... xx
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1
PENELITIAN……………………………………………………………………… 12
2.2 Konsep…………………………………………………………………………. 20
2.2.3 Keintian………………………………………………………………………. 21
2.2.4 Klitik…………………………………………………………………………. 21
55
BAB IV STRUKTUR KLAUSA DASAR BAHASA KODI………………….
4.1 Pengantar ……………………………………………………………………… 55
5.5 Pola Acuan Koreferensial Argumen Inti dalam Bahasa Kodi …………. 159
Halaman
Halaman
Ø : pemarkah kosong
DAFTAR SINGKATAN
ADV : Adverbia
Ak : Akusatif
AP : Adposisi
ARG : Argumen
ART : Artikel
BEN : Benefaktif
CLF : Classifier
DEM : Demonstrativa
DET : Determiner
DO : Diatesis Objektif
FN : Frasa nominal
FP : Frasa preposisional
HAB : Habitual
IMPERF : Imperfektif
KAUS : Kausatif
KONJ : Konjungsi
Nm : Nominatif
NUK : Nukleus
Pen : Penegas
PERF : Perfektif
PRED : Predikat
Prep : Preposisi
PRO : Pronomina
PROG : Progresif
REF : Reflektif
REL : Relatif
RESIP : Resiprokal
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
PENDAHULUAN
Bahasa Kodi (selanjutnya disebut BK) merupakan salah satu bahasa yang
hidup di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur dan memegang
fungsi sosial religius yang penting dalam tataran kehidupan guyub tuturnya. BK
tergolong bahasa praaksara, yaitu bahasa lisan yang belum memiliki sistem
kepustakaan seperti cerita rakyat yang juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Kecamatan Kodi, Kodi Utara, Kodi Bangedo, dan Kodi Balagar. Selain itu, BK
yang meliputi (a) bahasa Bima dan Komodo, (b) bahasa Manggarai, Ngada, yang
terdiri atas Manggarai dan Ngada-Lio, dan (c) bahasa Sumba dan Sawu.
sebagai sebuah dialek dari bahasa Sumba dan ada pula yang menyebutnya sebagai
(2007). Namun, merujuk pada penelitan Budasi (2007), bahasa Kodi dalam
membentuk satu kelompok bahasa, yaitu kelompok Sumba yang dipertalikan pada
persentase kognat sebesar 58%. Selain itu, berdasarkan observasi lapangan yang
objek penelitian. Topik berupa tipologi relasi gramatikal dipilih karena sejauh ini
penelitian sintaksis dengan objek data BK dalam ruang lingkup yang sama belum
dilakukan. Dilihat dari tataran tipologi bahasa, bahasa Kodi beserta beberapa
bahasa lain yang hidup di kawasan timur Indonesia telah dipetakan oleh Shibatani
pendekatan kajian tipologi bahasa. Oleh sebab itu, peneliti mengangkat secara
khusus salah satu lingkup gramatika yang dimiliki BK, yaitu berupa relasi
1
Istilah relasi gramatikal mengacu pada Dixon (1994 dan 2010). Beberapa linguis yang lain
mengacunya dengan istilah ‘fungsi sintaktik’ (Falk, 2006) atau ‘peran sintaktik’ (Croft, 2001)
gramatikal sebagai topik penelitian untuk menjabarkannya secara lebih mendalam
dan tuntas.
Biographical Objects: How Things Tell the Stories of People’s Lives yang
yang nantinya akan dapat dijadikan rujukan untuk lingkup penelitian yang sama,
yaitu bidang sintaksis. Selain itu, juga membantu melestarikan dan mencegah
daerah lainnya. Salah satu ciri yang menonjol adalah BK termasuk ke dalam
tergolong pemarkah inti kaya akan bentuk klitik pronomina yang dimarkahi pada
inti klausa atau verba dan memiliki sedikit pemarkah kasus pada frasa nomina
yang utuh. Pola ‘pemarkah inti’ dinyatakan sebagai pola yang banyak muncul
pada bahasa Amerindian dan menurut Van Valin, Jr. (1987:329) pemarkah inti
merupakan pola dominan bahasa di Amerika Utara dan Selatan dan sub-Sahara
Amerika. Di samping itu, juga ditemukan pada bahasa di Eropa, Australia, dan
menekankan bahwa secara struktural, bahasa memiliki unsur universal yang dapat
perkembangan bahasa dari wilayah barat hingga timur Indonesia. Bahasa yang
hidup di wilayah timur cenderung memiliki sistem klitik yang lebih kaya.
Fenomena kebahasaan ini juga dapat ditemukan dalam struktur BK. Argumen inti
dari predikat BK dimarkahi oleh klitik pronomina dalam bentuk proklitik dan
intransitif maupun transitif. Kehadiran klitik pronomina ini dipengaruhi oleh frasa
nomina yang diacunya. Klitik dalam bahasa Kodi termasuk ke dalam pronomina
tetapi tidak dapat muncul sebagai satuan lingual yang bebas. Frasa nomina yang
interpretasi yang bersifat ambigu. Selain bersesuaian dengan tipe dan jumlah
morfologis, yaitu kasus nominatif, akusatif, genitif, dan datif yang menekankan
peran tematik argumen inti. Klitik pronomina pemarkah kasus nominatif hadir
dalam bentuk proklitik, sedangkan ketiga kasus yang lainnya hadir dalam bentuk
tergantung pada jenis dan jumlah persona berupa subjek serta objek argumen
dengan glos berformat subskrip nominatif (N) dan akusatif (A). Klitik pronomina
ini memiliki tata urutan yang fleksibel sehingga tidak selalu melekat langsung
pada induk (host). Klitik pronomina ini dapat disisipi atau muncul sebelum
pemarkah lain, misalnya pemarkah kausatif pa- seperti pada contoh (1.3--1.4).
seperti yang terlihat pada data (1.3--1.4). Satu-satunya argumen objek dalam
konstruksi yang dibangun oleh predikat kausatif tidak diacu silang oleh klitik
pronomina pemarkah kasus akusatif, tetapi diacu silang oleh klitik pronomina
variasi pemarkahan objek yang menarik untuk ditelaah. Jika dilihat dari tipe
predikatnya, BK memiliki klausa nonverbal yang terdiri atas klausa berpredikat
nominal, adjektival, numeralia, dan frasa preposisional. Argumen subjek (S) pada
klausa nonverbal dimarkahi dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif dan
datif (PRED nominal), berkasus nominatif (adjektival), berkasus datif dan genitif
(numeralia), dan tidak dimarkahi pada PRED yang disusun oleh frasa
preposisional.
Predikat dalam bahasa Kodi juga disusun oleh unsur verbal dan dibedakan
menjadi klausa intransitif dan transitif yang dijabarkan menjadi klausa berpredikat
kepada argumen inti subjek, agen dan objek dalam konstruksi klausa intransitif
Fenomena ini menarik untuk ditelaah lebih dalam untuk melihat perilaku
Mengingat aspek sintaksis bahasa Kodi belum diteliti secara mendalam oleh
peneliti lain, telaah mengenai karakteristik sintaksis berupa relasi gramatikal dapat
mengkaji tataran linguistik lain terutama dalam lingkup tata bahasa. Berdasarkan
di bidang tata bahasa ini bertujuan untuk memetakan secara khusus tipologi relasi
gramatikal bahasa Kodi serta menelaah motivasi sintaksis dan semantis yang
melatarbelakanginya.
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini berkaitan dengan
tujuan yang berpijak pada dimensi teori, sedangkan tujuan khusus mencakup
tataran bahasa yang diangkat sebagai objek penelitian. Tujuan umum penelitian
ini adalah memperkaya wawasan kajian sintaksis bahasa Kodi dengan membahas
Dilihat dari segi teoretis, tujuan umum penelitian ini adalah memaparkan
penerapan teori tipologi oleh Dixon (2010) dalam menelaah tipologi relasi
gramatikal BK dan teori Tata Bahasa Peran dan Acuan oleh Van Valin, Jr (2005)
tergolong bahasa berpemarkah inti. Di samping itu, penelitian ini bertujuan untuk
berfokus pada bidang sintaksis BK ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan kajian BK ini ke arah yang berbeda atau
menggali tataran linguistik lain yang tidak tercakup dalam ruang lingkup
penelitian ini. Tujuan khusus yang ingin dicapai dirancang sejalan dengan
Penelitian ini memiliki dua jenis manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat
ini dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan fenomena khas yang muncul pada BK
daerah lain terutama yang termasuk dalam rumpun bahasa Melayu Polinesia
penerapan teori tipologi dan teori Tata Bahasa Peran dan Acuan dalam menelaah
bahasa Kodi.
sebagai salah satu sarana dokumentasi aspek tata bahasa BK sehingga dapat
memberikan acuan bagi para pihak yang tertarik untuk mendalami sintaksis BK
dengan topik penelitian yang berbeda. Dalam ranah pendidikan dan pengajaran,
penelitian ini juga dapat dimanfaatkan secara intensif untuk menyusun bahan ajar
lengkap dan komprehensif. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan
lain di Indonesia.
Bahasa yang diangkat sebagai data yang dianalisis dalam penelitian ini
adalah bahasa yang digunakan oleh penutur asli bahasa Kodi dalam kehidupan
yang menarik untuk digali, tetapi penelitian ini menekankan aspek mikrolinguistik
berupa tata bahasa. Secara umum, setiap bahasa memiliki karakteristik gramatika
yang berbeda dan memiliki tingkat kompleksitas yang juga khas. Pada tataran
sintaksis, bahasa Kodi memiliki aspek yang kompleks serta cakupan yang luas.
Untuk menghasilkan analisis yang mendalam dan tuntas, ruang lingkup penelitian
ini dibatasi pada aspek sintaksis bahasa Kodi yang meliputi (1) sistem pemarkah
bahasa Kodi, (2) konstruksi klausa dasar bahasa Kodi, dan (3) tipologi relasi
Aspek tata bahasa berupa tipologi relasi gramatikal diangkat sebagai topik
penelitian karena sejauh ini penelitian dengan data utama berupa bahasa Kodi
berfokus pada kajian antropologi budaya yang menganalisis teks ritual, sedangkan
kajian di bidang sintaksis masih berada pada tahap pemetaan awal. Dengan kata
lain, penelitian di bidang sintaksis bahasa Kodi sejauh ini masih belum diangkat
pustaka yang dipaparkan dalam subbab ini mencakup tiga hal utama. Pertama,
mengenai bahasa Kodi dan beberapa bahasa lain di wilayah timur Indonesia.
Kedua, mencakup penelitian dengan objek data bahasa yang hidup di wilayah
Bima dialek Mbojo di Sumbawa, bahasa Sabu di Sabu Raijua, bahasa Kambera di
Sumba Timur, dan bahasa Wewewa di Sumba Barat Daya. Ketiga, kajian pustaka
ini juga mencakup penelitian yang berkaitan dengan relasi gramatikal khususnya
melalui dua penelitan tipologi yang mencakup aspek perelatifan serta sistem fokus
View from the Field in Eastern Indonesia”. Selain penelitian yang mencakup
bahwa terdapat perbedaan antara konstruksi fokus aktor dan pasien meskipun
tidak ditemukan adanya fokus morfologis. Hal lain yang ditekankan adalah bahwa
topik dan subjek pada bahasa Sasak dan Sumbawa merupakan relasi gramatikal
diajukan oleh Keenan dan Comrie (1977) terutama berkaitan dengan istilah subjek
dan objek. Melalui dua penelitian tipologi tersebut, Shibatani menarik dua
pada dialek Sasak dan Sumbawa menunjukkan bahwa hanya frasa nomina topik
yang dapat direlatifkan meskipun tidak memiliki fokus morfologi. Simpulan ini
bertentangan dengan penelitian bahasa Sasak yang pernah dilakukan oleh Austin
(1998). Melalui simpulan kedua, Shibatani menekankan bahwa pada bahasa Sasak
dan Sumbawa terdapat relasi gramatikal topik dan subjek/objek yang terlihat pada
awal karena bahasa Kodi secara umum dipaparkan untuk kemudian dibandingkan
Perbedaan mendasar antara penelitian Shibatani dan penelitian ini terletak pada
cakupan pembahasan serta teori yang digunakan sebagai kerangka kerja dalam
menganalisis data. Kajian pustaka lain yang juga digunakan dalam penelitian ini
bahasa Bima dialek Mbojo (BBm). Penelitian yang menggunakan teori Tata
Bahasa Peran dan Acuan ini mengungkapkan bahwa verba, nomina, adjektiva,
numeralia, dan adverbia dapat menempati posisi nukleus dalam struktur klausa
Satyawati juga menemukan bahwa BBm memiliki kekhasan yang ditandai dengan
kemiripan dengan penelitian ini jika dilihat dari segi pendekatan kualitatif
sebagai objek kajian dengan topik berupa valensi dan relasi sintaksis, sedangkan
penelitian ini mengangkat bahasa Kodi di Sumba dengan analisis yang berpusat
bahasa Sabu (BS) merupakan bahasa bertipologi akusatif yang minim afiks, BS
memiliki tata urutan kanonik SVO dengan alternasi OVS, dan memiliki diatesis
perifrastik, dan leksikal). Selain itu, dilihat dari aspek struktur informasinya, BS
baik dari segi topik, objek penelitian, maupun kerangka teori yang digunakan.
gramatikal bahasa Kodi dengan pendekatan tipologi Dixon dan teori Tata Bahasa
Peran dan Acuan sebagai langkah kerja dalam menganalisis struktur klausa BK
Indonesia” berfokus pada aspek tata bahasa yang meliputi aspek fonologi,
morfologi, dan morfosintaksis. Ditinjau dari tataran fonologi, bahasa Kambera
memiliki sejumlah konsonan “kompleks” yang terdiri atas tiga konsonan implosif,
satu afrikat, dan lima segmen prenasal (stop, afrikat, semivokal) (Klamer,
1994:12). Selain itu, Klamer juga menyebutkan bahwa bahasa Kambera tidak
memiliki konsonan stop bersuara yang murni dan hanya memiliki satu bunyi
kontinuan [h]. Klamer juga menjabarkan paradigma, kasus, serta fungsi umum
klitik pronomina, kelas kata verba, nomina, dan adverbial berdasarkan bukti
pada tataran makrolinguistik diteliti oleh Simpen (2008) dengan ruang lingkup
Sumba Timur.
maka penelitian Klamer ini memberikan dasar penting sebagai pembanding umum
dan rujukan bagi temuan penelitian ini. Sementara itu, penelitian Simpen
(2012) mengangkat aspek sintaksis salah satu bahasa di wilayah Sumba Barat
ini karena secara khusus menganalisis sintaksis salah satu bahasa yang juga
digunakan oleh penutur di daerah Sumba Barat Daya. Jika ditinjau dari tataran
struktur bahasa, maka bahasa yang termasuk dalam kategori serumpun dan
gambaran sistem tata bahasa yang juga dapat dijadikan dasar perbandingan
dalam penelitian ini BK dipandang sebagai sebuah bahasa tersendiri yang hidup di
daerah Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Meskipun terdapat perbedaan,
hal ini tidak menjadi masalah yang krusial karena penelitian ini memfokuskan
tataran sintaksis bahasa di Sumba Barat Daya, tetapi berbeda dari segi objek,
topik, serta pendekatan teori yang digunakan. Kasni meneliti bahasa Wewewa dari
bahasa oleh Dixon (1994 dan 2010) dan Comrie (1983), sedangkan penelitian ini
meneliti relasi gramatikal bahasa Kodi dengan pendekatan tipologi oleh Dixon
(2010) dan kerangka kerja analisis struktur klausa berupa teori Tata Bahasa Peran
timur khususnya daerah Nusa Tenggara Timur, peneliti belum menemukan kajian
yang secara khusus menelaah tipologi relasi gramatikal BK. Meskipun demikian,
Suciati (2000) dengan tesisnya berjudul ‘Aliansi Gramatikal dan Diatesis Bahasa
akusatif karena argumen AGENT (A) pada verba transitif dimarkahi sama dengan
satu-satunya argumen (S) pada verba intransitif. Argumen inti dalam bahasa
yang terdapat dalam bahasa Tetun dialek Fehan, yaitu kelompok verba yang
bersesuaian dengan subjek dan kelompok verba yang tidak bersesuaian dengan
subjek. Suciati menambahkan bahwa bahasa Tetun dialek Fehan memiliki tata
urutan kanonis yang tidak bermarkah dengan urutan agen, verba, pasien dengan
terpilah bahasa Kolana. Bahasa Kolana merupakan salah satu bahasa daerah di
Kabupaten Alor, NTT yang digunakan oleh suku Kolana di Kecamatan Alor
yang mencakup argumen inti dan sistem terpilah bahasa Kolana, fungsi
gramatikal, serta pemetaan fungsi gramatikal dengan peran semantis. Penelitian
yang mencakup pemarkahan dalam klausa intransitif dan transitif yang meliputi
salinan pronomina yang terdiri atas kalimat tanya, kontrol, pivot, dan perelatifan.
Ditinjau dari tipologi, bahasa Kolana termasuk bahasa yang bertipe S-terpilah
(Split-S).
kajian pustaka dalam penelitian ini adalah penelitian Budiarta (2009). Penelitian
tipologi dan teori tata bahasa relasional. Bahasa Dawan juga merupakan salah satu
bahasa di wilayah Nusa Tenggara Timur dan digunakan oleh suku Dawan yang
perbedaan mendasar dengan penelitian ini karena meneliti objek bahasa serta
penelitian tersebut dimasukkan sebagai bagian dalam kajian pustaka penelitian ini
karena memiliki cakupan pembahasan yang sama, yaitu tipologi relasi gramatikal
mendapat gambaran yang jelas mengenai arah penelitian ini. Konsep-konsep yang
Tipologi sintaksis menekankan pola umum yang ditemukan secara lintas bahasa
2.2.3 Keintian
informasi semantis yang krusial dan menentukan makna frasa secara keseluruhan
terikat dimarkahi untuk menunjukkan relasi gramatikalnya dengan verba inti atau
berupa afiks atau klitik pada inti yang memarkahi properti gramatikal argumen.
2.2.4 Klitik
Klitik adalah elemen pada struktur lahir yang memiliki karakteristik yang
berbeda dengan kata dan afiks (Dixon, 2010: 221). Berbeda dengan afiks yang
melekat pada akar kata dan secara keseluruhan berfungsi sebagai sebuah kata
atau dua jenis kelas kata tertentu, sedangkan klitik dapat ditambahkan pada kelas
Argumen inti adalah unsur yang diperlukan oleh sebuah verba yang
umumnya berkorelasi dengan partisipan pada suatu kejadian atau keadaan yang
dinyatakan oleh predikatnya. Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan membedakan
antara unsur yang merupakan argumen predikat dan yang bukan dengan cara
membedakan antara inti klausa (predikat + argumennya) dan periferi (unsur yang
bukan merupakan argumen predikat). Peran tematik argumen inti yang mengacu
pada tipe semantik verba dalam sebuah klausa juga menentukan pola
pemarkahannya. Istilah peran tematik dan tipe semantik verba dalam tesis ini
diacu menggunakan istilah bahasa asing dengan format tulisan capital, seperti
tipologis; apakah berupa S=A, S=O, Sa=A, So=O, atau yang lainnya. Dixon
yang paling umum adalah A dan S dimarkahi sama (kasus nominatif), sedangkan
O dimarkahi berbeda (kasus akusatif). Sistem kedua yang lebih jarang ditemukan
semantik dan sintaktik sehingga muncul tipologi bahasa split-S (S-terpilah) dan
fluid-S (S-alir).
penelitian ini mencakup dua teori yang saling melengkapi, yaitu teori tipologi oleh
Dixon dan teori Role and Reference Grammar (RRG). RRG pada penelitian
Kardana (2004) dan Satyawati (2009) diterjemahkan menjadi Teori Peran dan
Acuan, sedangkan Sedeng (2007) menggunakan istilah Teori Tata Bahasa Peran
dan Acuan. Teori RRG dalam penelitian ini diacu dengan istilah Teori Tata
Bahasa Peran dan Acuan (selanjutnya disebut TPA) dan digunakan sebagai
langkah kerja dalam menelaah sistem pemarkah dan struktur klausa bahasa Kodi.
Teori tipologi yang diajukan oleh Dixon digunakan untuk menelaah tipologi relasi
dijabarkan sebagai berikut. TPA memiliki fitur-fitur berupa langkah kerja yang
berdasarkan asumsi kerangka dasar berbagai tipe bahasa termasuk kategori bahasa
berpemarkah inti seperti BK. Oleh sebab itu, TPA dapat memberikan penjabaran
dan kategorisasi yang jelas terhadap struktur sintaksis BK. Namun, berdasarkan
dengan pendekatan tipologi bahasa oleh Dixon. Hal ini disebabkan karena TPA
bahasa. TPA juga tidak memiliki konsep objek langsung dan tidak langsung
(hanya mengacu pada dua peran semantik utama berupa actor dan undergoer).
Berbeda dengan teori TPA, teori tipologi Dixon menekankan konsep primitif
universal berupa subjek (S), agen (A) dan objek (O) yang dapat menjabarkan pola
inti secara lintas bahasa sehingga memperkaya jangkauan analisis dan temuan
penelitian tesis ini. Namun, teori tipologi Dixon memiliki kelemahan karena tidak
lingual penyusun klausa dalam tipe bahasa berpemarkah inti. Jika ditinjau dari
aspek oposisi biner, titik temu kedua teori ini berada pada langkah kerja serta
tipologi dan elemen struktur dalam. Kedua teori yang digunakan dalam penelitian
ini memiliki hubungan tidak langsung dan bersifat saling melengkapi sehingga
dan mekanisme kerja kedua teori tersebut diuraikan pada subbab berikut.
mempunyai dua asumsi, yaitu (a) bahasa yang satu bisa dibandingkan dengan
yang lainnya dan (b) ada perbedaan antara satu bahasa dengan bahasa lainnya.
Dixon (2010:116) menyatakan bahwa terdapat dua struktur klausa utama secara
lintas bahasa di dunia, yaitu klausa intransitif dengan satu argumen dan klausa
transitif dengan dua argumen seperti yang dipaparkan dalam klasifikasi berikut
ini.
umum dapat menjadi argumen dari kedua tipe klausa. Argumen periferal meliputi
fungsi S. Penetapan fungsi A dan O sebagai dua argumen inti dalam konstruksi
Sementara itu, argumen yang cenderung menerima efek dari sebuah aktivitas
memarkahi argumen inti dan periferal sehingga kedua argumen tersebut dapat
diidentifikasi dan wacana dapat dipahami oleh lawan tutur. Berdasarkan pendapat
bentuk ini dapat melekat pada predikat atau pada konstituen klausa yang
lainnya.
(iii) Dengan urutan konstituen, seperti yang ditemukan dalam bahasa Inggris.
Argumen dengan fungsi A dan O muncul dalam konstruksi klausa
I A O
S
A S O
II = (akusatif)
(nominatif) (nominatif)
A S O
III (ergatif) (absolutif) = (absolutif)
sistem tripartite seperti ini jarang diaplikasikan dalam sebuah tata bahasa
meskipun dapat menjadi bagian dari sistem pemarkahan campuran. Sistem yang
paling umum ditemukan adalah yang ditunjukkan pada baris II, yaitu A dan S
berbeda (kasus akusatif). Sistem yang lebih jarang ditemukan, tetapi tetap
dijumpai pada sekitar seperempat bahasa di dunia adalah pola pada baris III, yaitu
sedangkan A dimarkahi berbeda (ergatif). Dalam hal ini, ‘S’ digunakan sebagai
dengan Sa) untuk beberapa tipe verba tertentu dalam konstruksi klausa intransitif
IV A = Sa O = So
memiliki tingkat kontrol yang lemah terhadap sebuah aktivitas dimarkahi seperti
O (So). Tipe bahasa seperti ini diberikan istilah bahasa berpemarkah split-S (S-
terpilah). Kelompok bahasa yang lain menunjukkan variasi pola yang berbeda dari
skema IV. Argumen S dari verba intransitif dapat dimarkahi, baik seperti A (Sa)
maupun seperti O (So) tergantung pada makna spesifik dari verba dalam
pemarkahan kasus yang terpilah dipengaruhi oleh herarki nominal seperti yang
Partisipan yang berada pada slot sebelah kiri dari herarki nominal
memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi inisiator atau pengontrol
yang berada pada slot sebelah kanan cenderung menerima akibat sebuah aktivitas
sehingga memiliki fungsi sintaktik O (Dixon, 2010:139). Hal ini berlaku untuk
Bahasa Peran dan Acuan (TPA). TPA pertama kali diusulkan oleh Foley dan Van
Valin, Jr (lihat Van Valin, Jr dan Foley, 1980; Foley dan Van Valin, Jr, 1984) dan
menjadi sebuah teori yang dikembangkan oleh Van Valin, Jr (1993b), Van Valin,
Jr dan LaPolla (1997), serta Van Valin, Jr (2005). Nama teori TPA berasal dari
dua sistem utama dalam tata bahasa (grammar) level klausa, yaitu (1)
berhubungan dengan struktur peran semantis (kasus) klausa dan (2) berhubungan
dengan acuan atau properti pragmatik frasa nomina (FN) dalam klausa (Kardana,
2004:58). Kedua sistem itu merupakan bagian universal grammar (UG) meskipun
Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan (Van Valin, Jr, 1993a, 2005; Van
Valin, Jr dan LaPolla, 1997) muncul untuk menjawab dua pertanyaan dasar.
analisis terhadap bahasa Inggris, tetapi terhadap bahasa dengan struktur beragam
antara sintaksis, semantik, dan pragmatik dalam sistem gramatikal yang berbeda
dapat digambarkan dan dijelaskan dengan tepat. TPA merupakan teori yang tepat
lapis klausa pada tipe bahasa berpemarkah inti. TPA memandang bahasa sebagai
dengan memosisikan satu level representasi sintaktis berupa bentuk kalimat yang
sebenarnya. Organisasi teori dalam TPA dapat dilihat dalam Gambar 2.4.
Parser
REPRESENTASI SINTAKSIS
Inventori
Sintaktik
SKEMA
Wacana HUBUNGAN KONSTRUKSIONAL
Prag ALGORITMA
matik
Gambar 2.4 Organisasi Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan (Van Valin, Jr,
2005:131)
oleh fitur-fitur istilah teknis yang digunakan. Teori ini memostulatkan dua lapisan
struktur, yaitu (i) struktur logis dan (ii) struktur morfosintaksis aktual. Di samping
gramatikal. Level sintaksis yang dipaparkan dalam TPA sesuai dengan bentuk
dengan tidak menganut salah satu dari bentuk dasar sintaktik abstrak, tetapi
tersebut.
Interpretasi struktur klausa dalam teori TPA dibuat berdasarkan dua
kontras pada tataran semantik. Pertama, terdapat perbedaan antara unsur predikat
dan nonpredikat. Kedua, perbedaan antara argumen predikat berupa frasa nomina
dan frasa adposisi (preposisi dan posposisi) dengan unsur lain yang tidak
termasuk dalam argumen predikat. Kontras antara kedua hal ini dapat
Gambar 2.5 Oposisi Universal Struktur Klausa (Van Valin, Jr, 2005: 4)
Predikat mengacu pada unsur yang mengisi posisi predikat, seperti verba,
adjektiva, atau nomina. Predikat memengaruhi unit sintaktik pada struktur klausa,
yaitu nukleus. Pada klausa yang terdiri atas sejumlah frasa nomina (dan frasa
Oleh sebab itu, perlu dibedakan antara unsur yang merupakan argumen predikat
dan yang bukan dengan cara membedakan antara inti klausa (predikat +
Perbedaan ini dikenal dengan istilah struktur lapis klausa (layered structure of the
INTI
PERIFERI
NUKLEUS
KLAUSA
NUKLEUS
Gambar 2.6 Komponen Struktur Lapis Klausa (Van Valin, Jr, 2005: 4)
inti merupakan bagian dari representasi semantik verba. Argumen verba muncul
pada posisi khusus di luar inti yang disebut dengan istilah “posisi prainti”,
Perbedaan antara nukleus dan inti serta antara inti dan periferi bersifat universal
karena ditemukan bukti di tataran lintas linguistik pada tataran sintaksis klausa
internal dan kalimat kompleks. Hubungan antara unit semantik dan sintaktik pada
TPA memberikan konsep bahwa klausa terdiri atas inti dan argumennya,
kemudian terdapat nukleus yang disusun oleh predikat. Skema abstrak dari
struktur lapis klausa dalam TPA ditunjukkan pada gambar 2.7. Pada bagian bawah
Pada diagram pohon tidak terdapat FV (frasa verba) karena bukan merupakan
KALIMAT
KLAUSA
INTI PERIFERI
PRED
XP XP X(P) XP/ADV
Gambar 2.7 Representasi Formal Struktur Lapis Klausa (Van Valin, Jr, 2005:14)
Representasi abstrak dari klausa yang mengandung posisi pra dan posinti
serta posisi lepas dapat dilihat pada Gambar 2.7; unsur periferi dihilangkan untuk
Semakin besar pengaruh semantik pada sebuah fenomena linguistik pada tataran
Sebaliknya, semakin besar peran pragmatik yang muncul pada suatu fenomena,
XP XP XP (XP) NUKLEUS XP XP
PRED
NUKLEUS Aspek
NUKLEUS Negasi
INTI Modalitas
KLAUSA Status
KLAUSA Kala
KLAUSA Evidensial
KALIMAT
KALIMAT
KLAUSA
INTI
NUKLEUS
PRED
Aspek
V Negasi
NUKLEUS Direksional
Direksional
Kuant. Kejadian
INTI Modalitas
Negasi
KLAUSA Status
Kala
KALIMAT Evidensial
Daya Ilokusi
Gambar 2.8 Struktur Lapis Klausa dengan Proyeksi Konstituen dan Operator
dalam
(Van Valin, Jr, 2005:12)
predikat dan argumennya. Kategori ini disebut dengan operator dan berfungsi
untuk memodifikasi klausa (Van Valin, Jr dan LaPolla, 1997: 40--43). TPA
terjadinya peristiwa yang dideskripsikan dan beberapa rujukan waktu lain yang
jika tidak dimarkahi, berarti menandakan kala waktu saat terjadinya ujaran.
4. Modalitas : meliputi penanda keharusan tingkat tinggi (must atau have to),
kemampuan (can atau be able to), izin (may), dan keharusan tingkat rendah
dan irrealis.
6. Daya ilokusi : salah satu operator yang penting dan universal serta
8. Evidensial : mengacu pada sumber informasi yang menjadi dasar ujaran yang
diucapkan.
jenis operator tertentu yang hanya memodifikasi nukleus atau inti dan ada juga
suatu peristiwa tanpa mengacu pada hal yang lainnya. Beberapa jenis operator
tanpa mengacu pada partisipan yang terlibat, sedangkan operator direksional yang
lain merupakan modifikator inti karena mengindikasikan arah dari suatu gerakan
salah satu argumen inti (Van Valin, Jr dan LaPolla, 1997:45). Teori TPA dan
menekankan unsur semantik, sedangkan versi TPA mencakup unsur sintaktik dan
semantik. Proyeksi operator dalam TPA disebut juga ‘proyeksi konstituen’ seperti
yang terlihat dalam gambar Gambar 2.8. Periferi dihilangkan pada proyeksi ini
karena dapat muncul pada posisi yang berbeda-beda. Operator secara teknis bukan
merupakan bagian dari nukleus, inti, atau periferi, melainkan merupakan pewatas
Penelitian ini menggunakan teori tipologi oleh Dixon (2010) dan teori Tata
Bahasa Peran dan Acuan (TPA) oleh Van Valin, Jr (2005) untuk menganalisis
korpus data dan menjawab rumusan masalah yang telah dipaparkan di bagian
kerja teori TPA, sementara rumusan masalah ketiga digali dengan teori tipologi
kualitatif dengan langkah kerja berupa teori tipologi dan teori TPA, ketiga
rumusan masalah dalam penelitian ini dianalisis dengan metode deskriptif analitik
mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang diteliti secara menyeluruh, luas,
memahami gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain (in
panduan bagi peneliti dalam melihat fenomena kebahasaan berdasarkan topik dan
ruang lingkup yang telah ditetapkan. Penjabaran analisis data disesuaikan dengan
yaitu teori TPA oleh Van Valin, Jr. dan teori tipologi oleh Dixon. Hasil analisis
menjadi dasar dalam memberikan saran bagi para peneliti lain yang ingin
KORPUS DATA
LISAN DAN TERTULIS
METODE ANALISIS
DESKRIPTIF ANALITIK
TEMUAN
PENELITIAN
SIMPULAN DAN
SARAN
KETERANGAN :
METODE PENELITIAN
pemaparan realitas fenomena bahasa seperti apa adanya mencirikan penelitian ini
deduktif didasarkan pada kerangka teori dan pengetahuan teori yang bersifat
universal dan diterapkan untuk menelaah data alamiah BK. Sementara itu,
Nusa Tenggara Timur yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat
dan dibentuk berdasarkan UU No. 16, Tahun 2007 (Sumba Barat Daya dalam
Angka, 2011). Wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya terdiri atas sembilan
kecamatan, yaitu Kecamatan Kodi, Kodi Bangedo, Kodi Utara, Kodi Balagar,
Loura, Wewewa Barat, Wewewa Selatan, Wewewa Timur, dan Wewewa Utara.
Penelitian ini berlokasi di Desa Waimakaha, Kecamatan Kodi Balagar,
Kabupaten Sumba Barat Daya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam
buku Sumba Barat Daya dalam Angka, Kecamatan Kodi Balagar memiliki luas
Selatan dan Kodi Bangedo di bagian utara, berbatasan dengan Samudra Indonesia
bagian timur berbatasan dengan Wewewa Selatan dan Lamboya Barat. Jumlah
penduduk Kecamatan Kodi Balagar adalah 17.978 jiwa. Desa Waimakaha dipilih
(ii) pendamping peneliti yang berperan sebagai mediator awal antara peneliti dan
narasumber bahasa memiliki relasi yang kuat dengan para penduduk asli Desa
tersebut.
1) Jenis Data
deskriptif yang bersifat kualitatif. Oleh sebab itu, data yang diperlukan adalah
berupa data kualitatif dalam bentuk data lisan dan data tertulis yang dikumpulkan
dalam bentuk daftar pertanyaan sintaksis dan DCT (Discourse Compeletion Test)
yang dirancang peneliti. Kasper dan Dahl (1991) mendefinisikan DCT sebagai
kuesioner tertulis berisi deskripsi singkat mengenai situasi tuturan yang dirancang
untuk menjaring pola tuturan yang digunakan oleh narasumber bahasa
berdasarkan situasi yang diberikan. Tipe DCT yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tipe campuran DCT format klasik dan versi DCT terbaru yang
modifikasi dari tipe verbal respons terbuka dengan pemaparan situasi percakapan
yang diberikan secara lebih terperinci dan disertai pancingan ujaran lawan tutur.
Kuesioner DCT ini digunakan untuk menjaring pola tuturan langsung (respons
verbal) yang muncul pada situasi rekaan percakapan yang berbeda-beda. Data
mendukung korpus data lisan dan sebagai dasar pengecekan ulang satuan lingual
berdasarkan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penutur BK. Data berhenti
lagi ditemukan pola-pola kalimat baru sehingga data yang dikumpulkan telah
memadai untuk digunakan sebagai korpus data yang akan dianalisis untuk
2) Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalimat yang digunakan
oleh penutur asli BK. Penelitian ini menggunakan data primer yang terdiri atas
data lisan dan tertulis serta data sekunder. Data primer meliputi data yang
diperoleh dari narasumber bahasa, sedangkan data tulis diperoleh dari cerita
rakyat yang dibukukan dan doa. Jumlah narasumber bahasa yang digunakan untuk
satu orang narasumber bahasa inti serta dua orang narasumber bahasa
proses pengecekan ulang terhadap korpus data dan untuk membantu menjaga
sebagai sumber data dipilih dengan cara sengaja atau purposive sampling
(1) Penutur asli BK dewasa berusia antara 20--70 dengan pertimbangan bahwa
serta memahami dengan baik unsur kebudayaan termasuk juga aspek sosial
budaya.
(2) Waras, cakap, cerdas, dan mempunyai kemampuan berbahasa yang baik.
(4) Mempunyai kesiapan dari sisi mental untuk digunakan sebagai narasumber
bahasa.
(5) Memiliki alat artikulasi yang baik sehingga dapat memberikan data lisan yang
dengan penggunaan metode yang tepat dapat menghasilkan data alamiah yang
representatif dan mendukung kebutuhan analisis relasi gramatikal BK. Di samping
itu, data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa arsip
Linguistics, Rice University) dan Yustinus Ghanggo Ate yang juga berperan
korespondensi pada Juli 2012 tersebut berisi pemaparan singkat beserta contoh
digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner
berisi daftar pertanyaan sintaksis dalam bentuk terjemahan serta DCT (Discourse
DCT dielisitasi untuk mendapatkan data tuturan yang muncul dalam percakapan
lisan dengan konteks yang berbeda-beda. Jumlah pertanyaan yang diajukan dalam
DCT dibatasi sebanyak 15--20 pertanyaan untuk menjaga agar narasumber bahasa
tidak jenuh sehingga tetap dapat memberikan jawaban yang valid dan alami.
situasi tutur yang beragam. Model instrumen daftar tanyaan sintaksis dan DCT
yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini dapat dilihat pada
bagian lampiran.
Dalam penelitian ini, data dikumpulkan pada kondisi yang alamiah dengan
metode simak dan metode cakap. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik
simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik cakap. Teknik SBLC
BK. Berkaitan dengan metode cakap, teknik dasar yang digunakan adalah teknik
elisitasi langsung yang didukung oleh teknik cakap semuka dan teknik catat.
dengan cara mengumpulkan data bahasa yang diteliti dengan prosedur yang
Kodi sesuai dengan struktur dalam konteks tuturan asli yang biasa digunakan
la marada.
bahasa inti. Teknik lain yang juga digunakan dalam proses pengumpulan data
adalah teknik pengecekan elisitasi atau elisitasi korektif. Teknik ini bertujuan
Selain itu, dilakukan juga pengecekan apakah ada konstruksi lain yang dapat
digunakan untuk menyampaikan makna dan informasi yang sama melalui cara
Metode ini digunakan untuk menunjang data lisan dengan mengumpulkan data
dalam bentuk korpus teks kepustakaan. Metode ini diterapkan dengan cara
data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu
(Sugiyono, 2005: 246). Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis
terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang dianalisis terasa belum
memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap
tertentu sehingga diperoleh data yang kredibel. Pendekatan yang diterapkan untuk
Aspek deskriptif diterapkan dalam menjelaskan data apa adanya, sedangkan aspek
agih. Metode agih adalah metode yang alat bantunya merupakan bagian dari
bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993:31). Penerapan metode agih ini dibantu
dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung serta teknik lanjutan
berupa teknik lesap, teknik sisip, teknik ganti, dan teknik balik. Berikut ini adalah
penjabaran penerapan teknik analisis pada beberapa contoh data bahasa Kodi.
membagi satuan lingual yang terdapat pada struktur klausa bahasa Kodi dan
digunakan untuk menentukan argumen inti dan noninti dalam klausa. TPA
menetapkan bahwa sebuah klausa terdiri atas unsur yang merupakan argumen
predikat dan yang bukan dengan cara membedakan antara inti klausa (predikat +
Perbedaan ini dikenal dengan istilah struktur lapis klausa. Sebagai contoh, klitik
sudah mewakili satu unit utuh, sedangkan FN berada pada posisi di luar inti, tetapi
sebagai bagian dari klausa. Status dari frasa nomina independen adalah untuk
menekankan referen dari argumen pronominal yang mendeskripsikan mengenai
(3.1b) A-kahi-ya
3JN-beli-3TA
‘Mereka membeli itu/sesuatu
terdapat pada tipe bahasa berpemarkah inti, argumen inti dari klausa tersusun dari
pronomina dalam bentuk klitik yang memarkahi predikat, bukan leksikal berupa
frasa nomina dan pronomina independen yang opsional. Representasi formal dari
KALIMAT
KLAUSA
INTI
PRED
KLAUSA
INTI
PRED
a- kahi ya
yang dilesapkan. Sebagai contoh, teknik ini diterapkan dalam menentukan apakah
berkoreferensi silang dengan klitik pronomina subjek seperti yang terlihat pada
contoh (3.2--3.4).
Pelesapan klitik pronomina na- yang mengacu silang kepada subjek dhiyo ‘dia’
pada contoh (3.4) menghasilkan konstruksi yang tidak berterima. Hal ini
drop language). Klitik merupakan argumen predikat yang berada pada poros inti
unsur. Sebagai contoh, klitik pronomina BK dapat disisipi oleh pemarkah kausatif
{pa-}, tetapi tidak dapat disisipi oleh pemarkah keaspekan tengera ‘sedang’.
Dengan kata lain, klitik pronomina dapat muncul sebelum pemarkah kausatif dan
resiprokal {pa-} sehingga tidak langsung melekat pada verba induk (host).
Kegunaan teknik ini dalam bidang sintaksis adalah untuk mengetahui kadar
kesamaan kelas atau kategori terganti dengan unsur pengganti. Apabila unsur-
unsur tersebut dapat saling menggantikan, kedua unsur tersebut memiliki kategori
yang sama. Sebagai contoh, dalam penelitian ini, teknik ganti digunakan untuk
pada konstruksi klausa intransitif dengan PRED berupa satuan lingual nonverbal
dan verbal. Acuan silang yang ditunjukkan oleh pola pemarkahan klitik
argumen inti berupa S, A, dan O. Istilah kasus morfologis yang digunakan untuk
mengacu pada jenis kasus yang dimarkahi oleh klitik pronomina merupakan
intransitif dengan PRED yang dibangun oleh nomina dimarkahi sama seperti O,
sedangkan untuk PRED berupa adjektiva dan verba, S dimarkahi sama seperti A.
Teknik terakhir yang digunakan untuk mengalisis data adalah teknik balik
yang dipakai untuk mengetahui kadar ketegaran letak suatu unsur dalam susunan
berurutan. Teknik ini digunakan untuk mengetes alternasi kalimat, yaitu dengan
menukar urutan bagian kalimat untuk mengidentifikasi struktur dasar dan alternasi
menggunakan kata-kata biasa. Metode formal juga digunakan dalam penelitian ini
di mana hasil analisis data disajikan dengan menggunakan tanda atau lambang-
lambang tertentu, seperti tanda panah, tanda bintang, tanda kurung kurawal,
BAHASA KODI
4.1 Pengantar
Bab IV mencakup subbab yang memaparkan jawaban atas rumusan
masalah pertama dan kedua penelitian ini, yaitu sistem pemarkah dan konstruksi
bahasa Kodi dianalisis berdasarkan kategori klausa intransitif dan transitif untuk
memetakan satuan lingual yang dapat mengisi slot predikat atau PRED. Selain itu,
pola pemarkahan argumen inti berupa subjek (S), agen (A), dan objek (O) yang
terlihat dalam konstruksi klausa dasar bahasa Kodi digunakan sebagai dasar dalam
menggali lebih dalam tipologi relasi gramatikal bahasa Kodi pada Bab V.
4.2 Sistem Pemarkah Bahasa Kodi
Bahasa Kodi tergolong sebagai bahasa dengan predikat yang kaya akan
pemarkah. Salah satu bentuk pemarkah yang dimiliki BK adalah klitik pronomina
yang mengacu silang kepada argumen inti berupa subjek, objek langsung, dan
objek tidak langsung. Selain itu, terdapat juga jenis pemarkah lain, seperti klitik
inti merupakan bagian terpenting dalam sebuah frasa karena membawa informasi
semantis yang krusial dan menentukan makna frasa secara keseluruhan. Inti
4.1 berikut menunjukkan relasi sintaksis antara inti dan argumen terikatnya.
Tabel 4.1 Relasi Sintaksis antara Inti dan Argumen Terikatnya (Tallerman,
2011:123)
terikat dimarkahi untuk menunjukkan relasi gramatikalnya dengan verba inti atau
preposisi. Subjek dan objek dalam bahasa berpemarkah argumen terikat dapat
hadir dalam bentuk khusus untuk mempresentasikan relasi gramatikal seperti yang
ditemukan dalam bahasa Jepang. Sementara itu, bahasa yang tergolong bahasa
berpemarkah inti memiliki inti yang dimarkahi oleh acuan silang (cross-
berupa verba selalu memiliki pronomina terikat dalam bentuk klitik pronomina
menggantikan posisi subjek, objek dan objek tidak langsung. Strategi acuan silang
terhadap argumen predikat merupakan ciri yang ditunjukkan oleh tipe bahasa
pronomina dalam bahasa Kodi memiliki paradigma dan fungsi yang berbeda
pemarkahan pada inti yang mengindikasikan argumen terikat berupa subjek dan
pembeda yang diajukan oleh Dixon. Klitik adalah elemen pada struktur lahir yang
memiliki karakteristik yang berbeda dengan kata dan afiks (Dixon, 2010: 221).
dengan afiks. Berbeda dengan afiks yang melekat pada akar kata dan kemudian
secara keseluruhan berfungsi sebagai sebuah kata gramatikal, klitik merupakan
yang independen. Klitik tidak dapat berdiri sendiri sehingga tidak dapat
membentuk kata fonologis. Oleh sebab itu, klitik harus melekat pada sebuah kata
utuh yang berfungsi sebagai induknya. Hal ini dapat dilihat pada proses
Afiks merupakan bagian integral dari kata yang dilekatinya dengan fungsi
penekanan stres, sedangkan klitik hanya melekat pada induknya dan cenderung
tidak berperan dalam penempatan stres dan penerapan kaidah fonologis. Afiks
membentuk satu atau dua jenis kelas kata tertentu, sedangkan klitik lebih bersifat
‘omni-locatable’ dan dapat ditambahkan pada kelas kata yang luas. Penjabaran
paradigma klitik pronomina dan kaitannya dengan perilaku sintaktik dan semantis
hubungan antara verba dan argumennya atau nomina dan posesornya. Dalam
bahasa Kodi, argumen verba dimarkahi pada predikat untuk menunjukkan tipe
dan jumlah persona serta kasus morfologis yang dimarkahinya. Klitik pronomina
memiliki sebuah paradigma yang membentuk pola beraturan (pola kanonis atau
tidak bermarkah). Namun, pola ini juga menunjukkan bentuk nonkanonis atau
memarkahi argumen verba dengan tipe semantik tertentu. Klitik pronomina yang
terdapat dalam bahasa Kodi juga berfungsi sebagai pemarkah kasus morfologis
Sebelum dibahas lebih lanjut mengenai paradigma dan kasus morfologis yang
dimarkahi oleh klitik pronomina, berikut ini disajikan daftar pronomina yang
berpemarkah inti seperti bahasa Kodi, hubungan antara frasa nomina dan verba
dimarkahi pada verba. Tidak terdapat pemarkah pada frasa nomina terikat untuk
Dalam pola bahasa berpemarkah inti, inti dimarkahi oleh pemarkah yang
mewakili satu unit yang utuh. Klitik pronomina dalam bahasa Kodi merupakan
kehadiran pronomina yang utuh. Dengan kata lain, klitik pronomina memiliki
karakteristik yang mirip dengan pronomina. Akan tetapi, tidak seperti pronomina,
klitik tidak dapat berfungsi sebagai sebuah kata bebas. Daftar klitik pronomina
bahasa Kodi beserta kasus morfologis yang dimarkahinya ditunjukkan pada tabel
4.3.
datif, genitif). Klitik pronomina pemarkah kasus nominatif hadir sebelum predikat
dalam bentuk proklitik, sedangkan ketiga tipe kasus yang lain hadir setelah
predikat atau konstituen yang dimarkahinya dalam bentuk enklitik. Label kasus
dengan fungsi sintaktik dan peran tematik argumen predikat. Klitik pronomina
langsung, klitik pronomina pemarkah kasus datif mengacu silang kepada argumen
objek tidak langsung dan klitik pronomina pemarkah kasus genitif mengacu silang
nominatif ku- dan a- yang memarkahi subjek dengan peran tematik AGENT dan
klitik pronomina pemarkah kasus akusatif ya- memarkahi objek langsung dengan
kepada subjek yaitu yayo ‘saya’ (4.1) dan ehetu ‘mereka’ (4.2). Klitik pronomina
pemarkah kasus akusatif ya- yang membawa peran tematik PATIENT mengacu
silang kepada frasa nomina pengisi slot objek langsung. Klitik pronomina ya-
pada dua contoh tersebut mengacu silang kepada objek langsung a ghayo ‘sebilah
kayu’ (4.1) dan enetu sumuro ‘sumur itu’ (4.2). Data (4.2) adalah salah satu
sumuro (4.2) yang diserap dari kata bahasa Indonesia ‘sumur’. Kata ‘sumur’
kemudian mengalami penambahan bunyi vokal [o] di akhir kata karena leksikon
yang terkumpul dalam korpus data menunjukkan bahwa bahasa Kodi tergolong ke
dalam bahasa dengan suku kata terbuka. Bentuk klitik pronomina ya- pada kedua
data tersebut memiliki bentuk jamak hi-. Bentuk klitik pronomina jamak ini
muncul sebelum penanda jamak ha seperti yang terlihat pada data berikut.
Subjek pada data (4.3) diisi oleh frasa nomina takrif berupa enetu lakedha
minye ‘anak perempuan itu’ yang diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah
kasus nominatif na- pada verba iriho ‘iris’. Objek langsung takrif a ghayo ‘sebuah
mangga’ diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif ya-. Klitik
pronomina na- (4.4) juga mengacu silang subjek kepada inya-nggu ‘ibu saya’,
tetapi klitik pronomina hi- digunakan sebagai pengganti klitik ya- karena
bersesuaian dengan jumlah objek langsung jamak yang diacunya, yaitu ha poyo
kata ‘iris’ dan karohi dari kata ‘kursi’. Bahasa Kodi tidak mengenal bunyi [s]
[h] bervariasi teratur dengan konsonan [s] dan [z]. Realisasi konsonan [h]
proses fonologis yang terjadi pada bunyi vokal [s] pada kata bahasa Indonesia
Klitik pronomina dalam bahasa Kodi memiliki induk berupa kategori kata
yang luas, seperti verba, nomina, adjektiva, numeralia dan preposisi. Klitik
pronomina mengacu silang kepada pronomina dan frasa nomina yang menempati
posisi subjek, objek, dan objek tidak langsung seperti yang terlihat pada data
berikut.
nominatif untuk mengacu silang kepada subjek, data (4.6) menunjukkan pola
acuan silang argumen subjek dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif,
dan data (4.9 dan 4.10) menunjukkan objek tidak langsung yang diacu silang oleh
tidak selalu melekat pada induk (host) yang menduduki fungsi sebagai predikat.
Klitik pronomina dapat disisipi oleh pemarkah kausatif pa-, tetapi tidak dapat
muncul sebelum pemarkah kausatif pa- sehingga tidak langsung melekat pada
Pada jenis bahasa yang memiliki sistem acuan silang seperti bahasa Kodi,
karena verba dan pemarkah berupa klitik pronomina sudah mewakili sebuah
klausa yang lengkap. Hubungan antara inti dan dependennya bersifat unilateral.
independen.
bahasa yang tergolong bahasa FN-lesap di mana klitik merupakan argumen inti,
tidak.
dan membawa informasi berupa kasus morfologis. Klitik selalu memiliki acuan
yang takrif atau dengan kata lain argumen predikat yang takrif selalu memiliki
acuan silang dengan klitik (seperti yang terlihat pada tabel 4.2). Secara inheren,
pronomina dan klitik pronomina bersifat takrif. Jika terdapat frasa nomina yang
mengacu silang kepada klitik, maka kehadiran frasa nomina bersifat opsional.
nomina yang diacunya; kedua-duanya dapat hadir dalam satu konstruksi klausa
yang sama. Oleh sebab itu, frasa nomina bersifat opsional, sedangkan klitik
bersifat ‘topikal’, merupakan informasi lama, atau dapat dikenali dari konteks
sehingga frasa nomina yang menempati slot subjek dapat dilesapkan. Sebuah frasa
nomina bersifat takrif jika didahului oleh artikel penanda tunggal a, jamak ha atau
penanda demonstrativa seperti enetu ‘itu’ dan iyiya ‘ini’ . Klitik objek langsung
hanya mengacu silang kepada frasa nomina takrif. Jika argumen objek bersifat tak
takrif, maka argumen tersebut hadir dalam bentuk frasa nomina tak takrif (tanpa
Konstruksi pada data (4.20) memiliki objek takrif berupa frasa nomina a
tobbo ‘sebuah piring’ ditandai dengan penggunaan artikel sehingga diacu silang
oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif –ya. Kasus morfologis yang
pada inti yaitu predikat dan memarkahi relasi antara peran tematik dari argumen
Berkaitan dengan konsep keintian, teori Tata Bahasa Peran dan Acuan
ditunjukkan oleh klitik pronomina bahasa Kodi. Tata Bahasa Peran dan Acuan
menetapkan bahwa sebuah klausa terdiri atas unsur yang merupakan argumen
predikat dan yang bukan dengan cara membedakan antara inti klausa (predikat +
Perbedaan ini dikenal dengan istilah struktur lapis klausa. Klitik pronomina
menduduki unsur inti karena inti sendiri (klitik pronomina + predikat) sudah
mewakili satu unit utuh, sedangkan persona atau frasa nomina yang mengisi slot
subjek berada pada posisi di luar inti, tetapi sebagai bagian dari klausa. Status
Contoh:
(4.21b) A-kahi-ya
3JN-beli-3TA
‘Mereka membeli itu/sesuatu’
frasa nomina objek yang lengkap. Jika kedua argumen verba tersebut dihilangkan,
secara gramatikal dan semantik. Dengan kata lain, klitik pronomina bahasa Kodi
dapat berfungsi sebagai subjek (atau objek). Jika klitik pronomina dan frasa
nomina sama-sama hadir dalam konstruksi sebuah klausa seperti data (4.21a),
maka klitik pronomina adalah subjek atau objek ‘sebenarnya’ karena pronomina
ehetu ‘mereka’ dan frasa nomina a kahihi ‘sebuah baju’ dapat dimengerti dari
konteks sehingga bersifat opsional. Namun, jika objek yang diacu bersifat tidak
takrif, maka kehadiran objek tidak langsung bersifat obligatori karena tidak diacu
silang oleh klitik pronomina. Representasi formal dari contoh data (4.21a) dapat
KALIMAT
KLAUSA
INTI
PRED
Van Valin, Jr (2005: 17) menyatakan bahwa secara semantis, fungsi dari
argumen subjek berupa pronomina persona ketiga jamak ehetu ‘mereka’ dan
argumen objek berupa frasa nomina a kahihi ‘sebuah baju’ seperti yang terlihat
pada contoh di atas adalah untuk memberikan spesifikasi terhadap acuan klitik
pronomina yang hanya memberi informasi mengenai tipe dan jumlah argumen.
Dilihat dari tataran sintaktik, kedua argumen tersebut merupakan bagian internal
klausa. Oleh sebab itu, kedua argumen tersebut berada dalam lingkup operator
tersebut tidak menempati slot periferi klausa karena bukan merupakan oblik
Representasi formal untuk klausa yang tersusun atas verba dan klitik
pronomina pemarkah subjek dan objek terlihat pada gambar 4.2. Klausa terdiri
atas nukleus yang tersusun oleh predikat berupa verba dan pronomina dalam
bentuk klitik yang mengacu silang kepada subjek berupa ehetu ‘mereka’ dan
KALIMAT
KLAUSA
INTI
PRED
a- kahi ya
Berkaitan dengan klausa yang terdapat pada tipe bahasa berpemarkah inti,
Van Valin, Jr (2005:17) menyatakan bahwa argumen inti klausa tersusun dari
pronomina pada verba, bukan terdiri dari leksikal berupa frasa nomina dan
pronomina independen yang opsional. Dalam bahasa Kodi, relasi antara inti dan
argumen terikatnya bersifat unilateral dalam arti bahwa frasa nomina terikat
memerlukan pemarkah pronominal pada inti, tetapi inti dan pemarkah pronominal
dapat muncul tanpa kehadiran frasa nomina terikat. Hal ini disebabkan oleh inti
dan pronomina (dalam bentuk acuan silang klitik pronomina) sudah membentuk
sebuah klausa utuh yang bermakna. Oleh sebab itu, konstruksi klausa transitif
pada contoh (4.21c) menghasilkan konstruksi yang tidak berterima karena verba
sebagai inti klausa tidak mengandung informasi mengenai argumen subjek dan
objek. Hal ini menekankan bukti bahwa kehadiran subjek dan objek takrif dalam
bahasa Kodi bersifat opsional. Fenomena ini berbeda dengan paradigma yang
nomina bebas atau klitik pronomina dapat mengisi posisi subjek sehingga
keduanya tidak bersifat opsional (Arka dan Kosmas, 2002: 4) seperti yang terlihat
pada data berikut (glos dan format cetak tebal diadopsi berdasarkan cuplikan data
asli).
mengacu silang kepada pronomina persona ketiga tunggal hia ‘dia (laki-laki atau
2
Bahasa Manggarai adalah bahasa yang tergolong subgrup Melayu Polinesia Tengah dari rumpun
bahasa Austronesia dengan jumlah penutur 400.000 di wilayah barat dan utara Flores (Blust, 1978)
perempuan)’. Data (4.22a) menunjukkan konstruksi dengan pronomina hia yang
mengisi slot subjek dan aku pada slot objek tanpa kehadiran klitik pronomina
pada verba, sedangkan data (4.22c) merupakan konstruksi yang tidak berterima
karena subjek berupa persona hia dan klitik –i sama-sama tidak muncul. Hal ini
menekankan bahwa tidak seperti bahasa Kodi, relasi antara konstituen yang
mengisi slot subjek dan objek dengan klitik pronomina dalam bahasa Manggarai
Contoh data berikut ini menunjukkan argumen subjek yang dimarkahi oleh klitik
pronomina pemarkah kasus datif dan argumen objek dimarkahi oleh klitik
pronomina pemarkah kasus genitif mengacu silang kepada objek tiap-tiap klausa,
-nggu (4.23a) mengacu silang kepada pronomina persona pertama tunggal yayo
‘saya’, -nda (4.23b) mengacu silang kepada pronomina persona ketiga jamak
ehetu ‘mereka’, dan -mu (4.23c) mengacu silang kepada pronomina persona
kedua tunggal yoyo ‘kamu’. Subjek pada tiap-tiap kalimat dimarkahi dengan klitik
yang memarkahi subjek pada struktur kanonis pada kalimat aktif tidak muncul
dijelaskan lebih lanjut pada bab V yang membahas tipologi relasi gramatikal
KALIMAT
KLAUSA
INTI
PRED
FN V FN
dapat berfungsi sebagai pronomina anaforik. Anteseden yang diacu oleh klitik
pronomina pada (4.23a--4.23c) masih berada pada tataran satu klausa. Relasi
anaforik ditunjukkan oleh penggunaan klitik pronomina pemarkah kasus datif -ni
(4.23a) mengacu pada anteseden takrif berupa frasa nomina berjumlah tunggal
klitik –dha. Fenomena fungsi anaforik dari klitik juga ditemukan pada bahasa
Manggarai dalam tulisan Arka dan Kosmas (1993:3) seperti yang terlihat pada
hia dan bersesuaian dengan hi Kode pada konstruksi (4.25). Fitur yang
pada kelas kata yang dimarkahi oleh klitik anaforik. Sebagai bahasa berpemarkah
inti, klitik anaforik pada bahasa Kodi merupakan bentuk argumen terikat pada inti
klausa atau predikat (dalam hal ini verba do ‘milik’). Selain verba, klitik
Sementara itu, klitik anaforik pada bahasa Manggarai melekat pada unsur noninti
argumen predikat, bahasa Kodi juga memiliki tipe pemarkah lain. Pemarkah
dan klitik pronomina keaspekan yang mengacu silang kepada subjek kalimat.
relasi sebuah predikat dengan interval waktu ketika peristiwa terjadi. Predikat
dalam konstruksi klausa mendeskripsikan suatu keadaan atau situasi yang dapat
bersifat konstan atau berubah. Sebuah kejadian terdiri atas predikat dan interval
waktu (bingkai kejadian) yang dipilih oleh penutur. Bahasa Kodi menunjukkan
keaspekan bahasa Kodi, muncul bentuk klitik pronomina khusus yaitu klitik
ini karena klitik pronomina keaspekan berperilaku seperti klitik pronomina, tetapi
hanya muncul dalam konstruksi keaspekan. Berikut ini adalah daftar klitik
pronomina karena juga mengacu silang dengan argumen predikat berupa subjek.
Klitik pronomina keaspekan bersesuaian dengan jenis dan jumlah pronomina atau
frasa nomina yang diacu silang. Perbedaan antara tipe klitik pronomina dan klitik
keaspekan yang lebih terbatas dan tidak berfungsi sebagai bentuk acuan silang
dengan argumen lain selain argumen subjek dalam konstruksi keaspekan. Dalam
muncul dalam tata urutan yang berbeda, berfungsi menggantikan klitik pronomina
dan juga dapat muncul bersama dengan klitik pronomina dalam satu konstruksi
yang sama.
yang menyusun kejadian tersebut. Aspek perfektif dalam bahasa Kodi dinyatakan
Pola pemarkahan pada kedua data di atas menunjukkan bahwa argumen subjek
dalam konstruksi keaspekan perfektif dapat diacu silang oleh klitik pronomina
pemarkah kasus nominatif ku- (4.26) dan klitik pronomina keaspekan bhaku-
(4.27). Klitik pronomina dan klitik keaspekan bersesuaian dengan tipe serta
jumlah argumen yang mengisi slot subjek yaitu pronomina persona pertama
tunggal yayo ‘saya’. Argumen subjek tidak dapat menerima pemarkahan ganda
karena subjek diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah nominatif dan klitik
menempati slot di awal klausa dan diikuti oleh penanda leksikal keaspekan
perfektif mengeka ‘sudah’. Argumen subjek berupa pronomina persona atau frasa
KLAUSA
INTI
ARG NUKLEUS
PRO PRED PP
ASP NUKLEUS
Masing-masing level klausa dapat dimodifikasi oleh satu operator atau lebih.
memodifikasi aksi, kejadian atau keadaan tanpa acuan dengan partisipan (Van
Valin, Jr, 2005: 8). Representasi formal pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa
operator yang memodifikasi bagian nukleus dan muncul setelah klitik pronomina
pemarkah kasus nominatif ku-. Salah satu klaim utama yang diajukan oleh teori
TPA berkaitan dengan operator adalah bahwa relasi antara verba dan tata urutan
fungsi operator. Dengan menentukan nukleus sebagai titik referensi, morfem yang
menunjukkan operator nuklear berada lebih dekat dengan nukleus dibandingkan
seharusnya berada di luar operator nukleus dan inti (Van Valin, Jr, 2005:11).
oleh verba transitif memiliki pola yang sama dengan konstruksi verba intransitif
yang telah dijabarkan sebelumnya. Subjek tidak dapat dimarkahi ganda oleh klitik
pronomina persona ketiga tunggal dhiyo ‘dia’ (4.29) sedangkan klitik pronomina
keaspekan bha- mengacu silang kepada subjek pronomina persona ketiga jamak
ehetu ‘mereka’ (4.30). Objek pada masing-masing klausa diacu silang oleh klitik
pronomina pemarkah kasus akusatif yang bersesuaian dengan tipe dan jumlah
argumen pengisi slot objek. Representasi formal data (4.30) ditunjukkan oleh
gambar 4.5.
KALIMAT
KLAUSA
INTI
V
Ehetu mengeka bha- ndakuro -hi ha-wawi
ASP NUKLEUS
tersusun atas argumen subjek berupa pronomina persona ketiga jamak ehetu
‘mereka’ dan objek berupa frasa nomina ha wawi ‘semua babi’. Inti juga disusun
oleh nukleus yang terdiri atas klitik pronomina keaspekan bha-, PRED berupa
verba ndakuro ‘tikam’, dan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif –hi.
memodifikasi nukleus.
pronomina pemarkah kasus akusatif) dan objek tidak langsung (klitik pronomina
yang telah dijabarkan pada subbab 4.2.1. Data berikut ini menunjukkan pola
Data (4.31-4.32) menunjukkan objek tidak langsung yang diacu silang oleh klitik
pronomina pemarkah kasus datif dengan tata urutan yang berbeda. Dilihat dari
tata urutan data (4.31), objek tidak langsung dapat muncul sebelum objek
langsung. Objek langsung juga dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus
datif sehingga membentuk kluster klitik datif-datif. Selain itu, objek tidak
langsung juga dapat muncul setelah objek langsung sebagai oblik dalam bentuk
proses yang terlibat di dalamnya. Comrie menyatakan bahwa terdapat dua tipe
aspek imperfektif yang utama: progresif seperti dalam contoh John was working
(when I entered); dan habitual seperti John used to work here. Tipe lain dari aspek
imperfektif adalah iteratif (repetitif) yang digunakan dalam beberapa bahasa untuk
mengacu pada kejadian yang terjadi berulang kali (keep on X-ing). Bentuk yang
menggunakan frasa seperti over and over, more and more, here and there.
4.2.2.2.1 Keaspekan Imperfektif Progresif
progresif tengera memiliki urutan yang bervariasi dalam struktur sebuah klausa.
Dilihat dari tata urutan argumen verba intransitif, subjek tetap menempati slot
di awal klausa dan diikuti oleh penanda leksikal keaspekan perfektif progresif
tengera ‘sedang’. Subjek dapat menerima pemarkahan ganda yaitu berupa klitik
pronomina pemarkah kasus genitif –na dan klitik pronomina keaspekan bhana-
(data 4.33), diacu silang oleh klitik pronomina keaspekan bhana- (4.34), dan
diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif –dha (4.35). Berbeda
konstruksi yang tidak gramatikal. Namun, subjek dapat dimarkahi ganda oleh
pronomina datif dan akusatif tidak digunakan untuk memarkahi argumen subjek
pada konstruksi keaspekan dengan verba dasar intransitif baik pada konstruksi
‘sedang’ berfungsi sebagai operator nukleus seperti yang terlihat pada representasi
KALIMAT
KLAUSA
INTI
ARG NUKLEUS
PRO PRED
V
A ari-nggu tengera bhana hoyo
V
ASP NUKLEUS
salah satu unsur pembentuk struktur yang berada pada domain tersendiri karena
predikat dan argumen predikat. Operator secara teknis bukan bagian dari nukleus,
inti, atau periferi, melainkan merupakan pewatas (modifier) dari unit-unit dan
kombinasinya sehingga operator ini diwujudkan secara terpisah dari predikat dan
argumen yang diterangkan (Van Valin, Jr., 2005:9). Dalam teori TPA, aspek
temporal internal dari suatu peristiwa tanpa mengacu pada hal yang lainnya
‘adikku’ berada di luar inti sedangkan argumen PRED berupa klitik pronomina
Subjek sebagai argumen PRED dapat dimarkahi ganda oleh klitik pronomina
pemarkah kasus genitif –na dan klitik pronomina keaspekan bhana- (4.37), diacu
silang oleh klitik pronomina keaspekan bha- (4.38), dan diacu silang oleh klitik
pronomina pemarkah kasus genitif –nggu (4.39). Argumen objek berupa frasa
nomina takrif a wawi ‘babi’ dan a koro ‘kamar’ diacu silang oleh klitik
pronomina pemarkah kasus akusatif, sedangkan frasa nomina tak takrif berupa
genitif –na pada pemarkah keaspekan imperfektif progresif tengera dan klitik
‘kakak’ yang muncul secara eksplisit pada awal kalimat. Objek tak takrif watara
‘jagung’ tidak diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif karena
bersifat generik.
KALIMAT
KLAUSA
INTI
ASP NUKLEUS
atas tiga unsur penyusun, yaitu klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na-
dan klitik pronomina keaspekan bhana yang sama-sama mengacu silang kepada
subjek a ghagha ‘kakak’, dan predikat berupa verba dhangi ‘jemur’. Argumen inti
tersusun atas pronomina persona pertama tunggal a ghagha ‘kakak’ dan nomina
leksikal enga ‘sering’ atau ‘biasa’. Sama halnya seperti pemarkah leksikal
memiliki tata urutan yang fleksibel dalam sebuah klausa seperti yang ditunjukkan
oleh konstruksi yang dibangun oleh verba intransitif halako ‘pergi’ berikut.
Pola pemarkahan dan tata urutan argumen pada konstruksi keaspekan imperfektif
progresif. Pada contoh data di atas, penggunaan verba yang sama untuk tipe
pemarkahan dan tata urutan tersebut tidak dipengaruhi oleh tipe semantik verba
sehingga dapat diisi oleh verba intransitif yang sama. Subjek pada konstruksi
keaspekan imperfektif habitual memiliki pola pemarkahan yang sama seperti yang
ditunjukkan oleh konstruksi keaspekan imperfektif progresif. Representasi formal
KALIMAT
KLAUSA
INTI
ARG NUKLEUS
ASP NUKLEUS
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa nukleus terdiri atas tiga unsur penyusun,
yaitu klitik pronomina pemarkah kasus genitif na- dan klitik pronomina
keaspekan bhana yang sama-sama mengacu silang kepada subjek Bhapa ‘Bapak’,
dan predikat berupa verba halako ‘jalan’. Frasa preposisional la paranggango ‘ke
pasar’ menempati unsur di luar inti yaitu sebagai bagian periferi. Pemarkah
transitif menunjukkan pola pemarkahan subjek yang dimarkahi ganda oleh klitik
pronomina pemarkah kasus genitif dan klitik pronomina keaspekan (4.44), diacu
silang oleh klitik pronomina keaspekan (4.45), dan diacu silang oleh klitik
pronomina pemarkah kasus genitif (4.46) seperti yang terlihat pada data berikut.
Timur dan bahasa Wewewa di Sumba Barat Daya. Perbedaan signifikan terdapat
pada fungsi kluster klitik genitif dan datif yang digunakan untuk menunjukkan
fitur distingtif yang dimiliki oleh bahasa Kodi karena tidak ditemukan pada
kluster klitik genitif dan datif seperti yang terlihat pada data berikut.
berbentuk pronomina persona orang ketiga tunggal dan tidak bermakna. Kluster
klitik tersebut digunakan untuk memarkahi satu verbal argumen, yaitu subjek
argumen bahwa klitik datif dalam konstruksi tersebut tidak memiliki ‘makna’
tetapi kehadirannya tetap diperlukan karena tanpa klitik datif, klausa tersebut akan
menjadi klausa nominal dengan properti dan fungsi yang berbeda dari konstruksi
aspek kontinuatif.
dan klitik pronomina keaspekan. Pola pemarkahan kluster klitik juga muncul
dalam konstruksi sintaksis bahasa Kodi, tetapi tidak berfungsi sebagai pemarkah
keaspekan. Fungsi kluster klitik tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam subbab
3
Kasni dalam disertasinya mengacu bahasa Wewewa sebagai Bahasa Sumba Dialek Waijewa
(BSDW)
konstruksi keaspekan imperfektif duratif atau progresif dimarkahi oleh pemarkah
lodo, dan futur oleh pemarkah leksikal koka. Contoh data yang disadur dari
(Kasni, 2012:112)
(Kasni, 2012:113)
dalam bahasa Wewewa hanya memiliki pemarkah leksikal keaspekan tanpa klitik
pronomina keaspekan seperti yang ditemukan pada bahasa Kodi. Argumen inti
berupa subjek pada masing-masing klausa diacu silang oleh klitik yang membawa
imperfektif progresif dan imperfektif habitual, argumen inti subjek dapat diacu
Verba intransitif
- Keaspekan Perfektif - klitik pronomina pemarkah kasus nominatif
- klitik pronomina keaspekan
Verba Transitif
- Keaspekan Perfektif - klitik pronomina pemarkah kasus nominatif
- klitik pronomina keaspekan
silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif). Dilihat dari tata urutannya,
klitik pronomina juga menunjukkan pola nonkanonis karena dapat melekat pada
konstituen lain selain predikat (induk), yaitu berupa pemarkah leksikal keaspekan.
nominatif tetap hadir sebagai proklitik dan klitik pronomina pemarkah genitif
sebagai enklitik. Pola pemarkahan argumen subjek, objek langsung dan objek
tidak langsung dipaparkan lebih lanjut pada bab V yang membahas mengenai
keaspekan yang berfungsi untuk memarkahi argumen predikat, bahasa Kodi juga
seperti proses penaikan dan penurunan valensi yang dibahas pada subbab berikut.
multifungsi. Salah satu fungsi pemarkah pa- adalah sebagai pemarkah kausatif
yang muncul setelah klitik pronomina pemarkah kasus nominatif. Sebagai bentuk
pemarkah kausatif, pa- mengubah relasi tematik dari argumen leksikal yang
menduduki fungsi kata dasar. Proses ini dilakukan dengan menambahkan causer
‘penyebab’ baru dengan peran AGENT ke struktur tematik verba. Verba turunan
kausatif yang paling sering muncul adalah proses yang melibatkan kata dasar
berupa verba intransitif. Jika kata dasarnya berupa verba intransitif, satu-satunya
argumen verba kemudian menjadi objek ‘causee’ verba kausatif. Contoh klausa
putih atau memutihkan’. Subjek pada data (4.47a) menjadi objek ‘causee’ dari
penegas –ka yang mengacu pada objek handa watu umma-nya ‘dinding
rumahnya’. Pemarkah penegas –ka bersifat anaforik dan kataforik karena dapat
digunakan untuk menegaskan satuan lingual yang berada sebelum atau sesudah
artikel tersebut seperti yang terlihat pada data (4.47b dan 4.47c). Konstruksi
‘sudah’. Pada konstruksi ini muncul klitik pronomina keaspekan bhaku yang
sangat produktif dengan verba intransitif di mana argumen dari verba dasar
menjadi ‘causee’ dari verba turunannya. Contoh lain dengan verba dasar hingiro
yang sama seperti contoh sebelumnya. Pemarkah kausatif pa- menyisip diantara
pemarkahan objek ini menunjukkan pola yang bermarkah karena objek tidak
adalah terdapat pemarkah ha- yang juga berfungsi untuk membentuk verba
Pemarkah ha- pada verba keadaan bhanaho ‘panas’ merupakan pemarkah kausatif
yang sudah tidak produktif lagi digunakan oleh penutur bahasa Kodi dan hanya
muncul pada konstruksi yang terbatas. Verba yang telah dimarkahi oleh pemarkah
kausatif pa- seperti yang terlihat pada data (4.50a—4.50b) sehingga terlihat
Ketika dimarkahi oleh pemarkah kausatif pa-, pemarkah ha- pada verba
Meskipun demikian, jika pemarkah ha- tersebut tidak dimunculkan, maka akan
menghasilkan konstruksi yang tidak berterima (4.51b’) dan (4.52c’). Data yang
dipaparkan pada contoh tersebut juga menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola
pemarkahan argumen objek langsung karena tidak lagi dimarkahi oleh klitik
pemarkah kasus datif. Korpus data menunjukkan bahwa verba intransitif yang
kausatif yang berasal dari kata dasar verba intransitif dapat dilihat pada data
berikut.
Di samping itu, verba intransitif yang menjadi kata dasar untuk proses
pembentukan konstruksi kausatif juga dapat diisi oleh tipe verba yang
dengan predikat yang diisi oleh verba keadaan kanabu ‘jatuh’. Verba tersebut
dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif ta- yang mengacu
silang kepada pronomina pronomina persona pertama eksklusif yicca ‘kita’ yang
tidak muncul secara eksplisit pada konstruksi kalimat. Pada konstruksi kalimat
(4.53c), frasa nomina takrif tunggal a meja enene ‘meja itu’ di posisi subjek diacu
silang oleh klitik pronomina na- pada verba. Kedua bentuk konstruksi kalimat
penyebab, yaitu dhiyo ‘dia’ (4.53b) dan a ghagha ‘kakak’ (4.53d) melalui
Objek pada tiap-tiap konstruksi kausatif (4.53b dan 4.53d) dimarkahi oleh
klitik pronomina pemarkah kasus datif –ngga dan –ni yang mengacu silang
kepada objek berupa pronomina yayo ‘saya’ dan frasa nomina a meja enene ‘meja
yang mengacu silang kepada frasa nomina a meja enene ‘meja itu’ dan berfungsi
menekankan bahwa benda yang dijatuhkan oleh AGENT dalam kalimat tersebut
verba dasar kaneka ‘belajar’ (4.54) dalam bahasa Kodi membentuk makna
‘membuat (x) belajar (y)’ (4.55) setelah dimarkahi oleh pemarkah kausatif pa-
imperfektif progresif tengera ‘sedang’. Pada konstruksi data (4.55), prefiks pa-
‘membuat (x) belajar (y)’. Proses kausatif ini menyebabkan penambahan argumen
penyebab berupa yayo ‘saya’ sebagai penyebab. Pronomina yayo diacu silang oleh
keaspekan imperfektif progresif tengera dan juga diacu silang oleh klitik
pronomina aspek bhaku pada posisi sebelum verba. Berbeda dengan konstruksi
(4.54), verba kausatif dengan makna ‘mengajar’ dimarkahi oleh klitik pronomina
pemarkah kasus datif –ni yang mengacu silang kepada objek tidak langsung a
lakedha ‘anak itu’. Contoh lain pada data (4.57) menunjukkan pembentukan
dengan makna ‘membuat (x) tidur’. Verba kausatif dimarkahi oleh klitik
pronomina pemarkah kasus nominatif na- yang mengacu silang kepada subjek
Inya ‘Ibu’, sedangkan klitik pronomina pemarkah kasus datif ni- mengacu silang
Proses kausatif dengan pemarkah pa- juga dapat dibentuk dari verba transitif.
Verba transitif kaderi ‘menonton’ dapat dimarkahi oleh pemarkah kausatif pa-
dan membentuk makna kausatif ‘membuat (x) menonton (y)’. Selain melalui
proses penambahan pemarkah pa-, konstruksi kausatif dalam bahasa Kodi juga
memiliki tipe kausatif leksikal yang dibentuk dengan kata patumba ‘menyuruh’
penyebab berupa Inya ‘Ibu’ di posisi subjek. Klitik pronomina pemarkah kasus
datif ni- pada kedua konstruksi tersebut mengacu silang kepada objek ari ‘adik’.
pola perubahan pemarkahan pada argumen inti. Argumen objek langsung pada
konstruksi kausatif dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif. Pada
konstruksi kausatif yang diturunkan dari klausa transitif seperti (4.58c), argumen
penyebab ‘causer’ berfungsi sebagai AGENT (A) sedangkan A pada klausa asal
menduduki fungsi sebagai OBJEK (O). Secara umum, struktur logis konstruksi
PRED. Selain sebagai pemarkah kausatif, pemarkah pa- pada kata dasar transitif
pemarkah pa- pada kata dasar intransitif hanya menghasilkan verba kausatif.
jamak ehetu ‘mereka’ dengan acuan silang klitik pronomina a- yang kemudian
diikuti oleh pemarkah pa- sebagai penanda resiprokal. Verba kawulo diikuti oleh
penanda reflektif wu- yang dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus
yang berbeda. Pada konstruksi (4.59a), klitik pronomina pemarkah kasus datif
mengacu pada satu-satunya argumen objek yang terdapat pada kalimat (hal ini
dipaparkan lebih dalam di bab V yang membahas pola pemarkahan argumen inti
BK), sedangkan penggunaan penanda reflektif dalam bahasa Kodi selalu diikuti
oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif yang mengacu silang kepada
klausa sederhana.
mengacu silang kepada pronomina persona ketiga tunggal dhiyo ‘dia’. Selain
pemarkah pa-, bahasa Kodi juga menggunakan pemarkah ha- untuk menandai
makna resiprokal.
pada verba palu ‘pukul’. Subjek jamak berupa ari ‘adik’ dan ole-na ‘temannya’
diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif a-. Pada konstruksi
pemarkah kasus genitif –dha yang mengacu silang kepada subjek jamak.
Konstruksi pada data (4.62b) menunjukkan penggunaan pemarkah ha- diikuti juga
oleh pemarkah reflektif wu- dan klitik pronomina pemarkah kasus genitif –na
yang mengacu silang kepada subjek lesap berupa pronomina persona ketiga
tunggal. Selain sebagai pemarkah kausatif dan resiprokal, pemarkah pa- dalam
bahasa Kodi juga dapat berfungsi sebagai pemarkah perelatif objek, sedangkan
mimadhuru
menginap
‘Adik menyiapkan kamar untuk tamu yang datang menginap’
Pemarkah perelatif na- pada kedua konstruksi tersebut melekat pada verba ica
‘lihat’ dan mayo ‘datang’. Klitik akusatif -ghu pada (4.63) mengacu silang kepada
argumen yang semula menduduki posisi subjek berupa dhiyo ‘dia’ dimarkahi
dengan klitik pronomina pemarkah kasus genitif. Contoh lain yang menunjukkan
Kedua klausa menunjukkan bahwa subjek enetu ari ‘anak itu’ dan yayo ‘saya’
diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na- dan ku-. Subjek
objek dan dimarkahi silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif –nggu.
pemarkah perelatif, dan pemarkah resiprokal. Fenomena ini juga ditemukan pada
bahasa lain di Sumba, yaitu bahasa Kambera (Klamer, 1998) dan bahasa Wewewa
(Kasni, 2012). Pemarkah pa- pada bahasa Kambera dan Wewewa juga dapat
argumen penyebab ‘causer’ yang mengisi slot subjek pada klausa transitif.
argumen berupa subjek yayo ‘saya’ yang diacu silang oleh klitik pronomina
pemarkah kasus nominatif na- dan objek binna iyiya ‘pintu ini’ yang diacu silang
oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif ya-. Pada konstruksi kalimat
(4.69b), posisi subjek diisi oleh objek pada kalimat transitif (4.69a), sedangkan
subjek penyebab yayo ‘saya’ tidak muncul. Dalam hal ini, pemarkah ma-
menghasilkan verba yang membawa makna kejadian yang terjadi secara tiba-tiba
atau tak terduga. Subjek dari verba yang diturunkan dari prefiks ma- tidak pernah
berfungsi sebagai AGENT dan selalu bersifat nonvolisional. Oleh sebab itu,
sintaktik, tetapi dipengaruhi oleh faktor pragmatik. Ketika data yang mengandung
bahwa pilihan referen yang ditegaskan oleh penutur dipengaruhi oleh faktor
referen takrif berupa a lakedha ‘anak itu’ (4.71) dan a meja enene ‘meja itu’
(4.72) yang mengikutinya. Dilihat dari tata urutannya, pemarkah penegas ini
muncul setelah klitik pronomina yang mengacu silang kepada argumen objek.
Tidak seperti pemarkah pa- dan ma- yang dapat menyisip diantara klitik
pronomina pemarkah argumen subjek dan predikat, pemarkah ka- hadir setelah
klitik pronomina pemarkah argumen objek. Pola yang terlihat pada korpus data
dan genitif) dalam bahasa Kodi tidak dapat disisipi oleh pemarkah penegas. Hal
ini menekankan bahwa pemarkah penegas bersifat opsional dan kemunculannya
dipicu oleh konteks pembicaraan, bukan ditentukan oleh operasi sintaktik. Oleh
sebab itu, tidak dapat menyisip diantara predikat dan argumen inti predikat. Pada
konstruksi kompleks seperti pada data (4.73--4.74), pemarkah penegas –ka dapat
muncul sebagai pemarkah argumen verba yang berada pada posisi eksternal
klausa (4.74).
muncul pada bagian awal kalimat. Pemarkah –ka muncul pada konstruksi
kausatif yang dibentuk oleh pemarkah kausatif pa- dan adjektiva ndaha ‘baik’.
Pada konstruksi ini, pemarkah –ka mengacu pada referen yang berada pada posisi
eksternal klausa yaitu ‘Enetu Marta’. Data (4.74) menunjukkan bahwa pemarkah
penegas –ka berada pada posisi eksternal klausa. Pemarkah -ka mengacu silang
kepada subjek berupa pronomina persona ketiga tunggal dhiyo ‘dia’ yang muncul
pemarkah –ka mengacu kepada referen objek yang muncul pada klausa pertama.
cunduni-ka
sementara-Pen
‘Gadis itu melihat buku di perpustakaan dan meminjamnya’
Pada konstruksi serialisasi verba, pemarkah –ka dapat melekat pada V1 (verba
pertama) dan V2 (verba kedua) dengan mengacu pada referen yang hadir
setelahnya.
progresif (4.77). Pada data tersebut, pemarkah –ka mengacu pada referen objek
langsung paneghe dhawa ‘bahasa asing’. Penutur bahasa Kodi secara umum
mengacu pada bahasa di luar bahasa ibu mereka dengan acuan umum berupa
paneghe dhawa ‘bahasa asing’. Pada data (4.77), bahasa yang dimaksud dalam
ujaran tersebut adalah bahasa Inggris, tetapi penutur bahasa Kodi tidak lazim
Dryer (1997:246) menjabarkan bahwa tipe klausa dapat dilihat dari empat
tipe kalimat deklaratif, interogratif, dan imperatif. Selain itu, tipe klausa juga
perbedaan sudut pandang dalam menyatakan suatu kejadian atau situasi yang
sama. Pendekatan keempat yang dibahas dalam subbab ini melibatkan perbedaan
tipe klausa berhubungan dengan struktur internal klausa itu sendiri, terutama
dibangun oleh konstituen-konstituen dasar berupa unit sintaksis inti dan periferi.
Unit sintaksis inti diisi oleh elemen semantis PRED, argumen PRED, dan periferi
diisi oleh nonargumen PRED. Struktur klausa bahasa Kodi seperti yang
digambarkan dalam data (4.78) merupakan struktur klausa yang terdiri atas inti
dan periferi.
adverbia penanda waktu yiwayo kapahudho ‘tadi pagi’. Setiap unit sintaksis
dinyatakan dengan elemen semantis berupa nukleus dan argumen inti. Nukleus
dinyatakan dengan PRED yang disusun oleh verba kausatif pa-hingiro ‘membuat
jadi bersih atau membersihkan’. Argumen inti dinyatakan dengan argumen dalam
nominatif na- yang mengacu silang kepada subjek a ari ‘adik’ dan klitik
pronomina pemarkah kasus datif -ni yang mengacu silang kepada objek a koro
‘kamar’.
Dalam konstruksi bahasa Kodi yang termasuk ke dalam bahasa
berpemarkah inti, frasa nomina subjek dan objek merupakan bagian dari klausa,
tetapi berada di luar inti dan kehadirannya dapat dilesapkan tanpa menyebabkan
konstruksi tersebut menjadi tidak berterima. Hal ini ditekankan oleh Van Valin, Jr
(2005:16) yang menyatakan bahwa pada pola bahasa berpemarkah inti, inti
semantis berupa non-argumen PRED yaitu yiwayo kapahudho ‘tadi pagi’. Tabel
KLAUSA
INTI PERIFERI
NUKLEUS
yang terdapat pada tipe bahasa berpemarkah inti, argumen inti klausa tersusun
atas klitik pronomina pada verba, bukan tersusun atas leksikal berupa frasa
KLAUSA
INTI PERIFERI
FN PRED FN ADV
PRO V PRO
ASP NUKLEUS
nomina yang mengisi slot subjek dan objek merupakan bagian dari klausa, tetapi
berada di luar inti. Nukleus tersusun atas PRED berupa verba kausatif. Selain itu,
mengeka, dan klitik pronomina keaspekan. Klitik pronomina dalam bahasa Kodi
mewakili satu unit utuh, sedangkan FN berada pada posisi di luar inti, tetapi
representasi optimal struktur klausa dan teori TPA merefleksikan dua perbedaan
semantis berupa predikat (PRED). PRED mengacu pada unsur yang mengisi
posisi predikat, seperti verba, adjektiva, atau nomina. Predikat memengaruhi unit
sintaktik pada struktur klausa, yaitu nukleus. Pada subbab ini, tipe klausa yang
berbeda dijabarkan berdasarkan perbedaan kelas kata yang menduduki posisi
antara klausa intransitif dan transitif. Pada subbab 4.3.1 pembahasan difokuskan
terlebih dahulu untuk tipe klausa berpredikat nonverbal kemudian subbab 4.3.2
Sebagai bahasa berpemarkah inti, klausa inti bahasa Kodi berfungsi sebagai
unit sintaktik. Predikat klausa nonverbal dalam bahasa Kodi dapat diisi oleh kelas
morfologis. Argumen predikat merupakan argumen terikat dan seperti yang telah
dijabarkan pada subbab mengenai sistem pemarkah dalam bahasa Kodi, argumen
predikat dimarkahi oleh klitik pronomina yang bersesuaian dengan tipe, jumlah
dan peran tematik argumen. Penjabaran tiap-tiap tipe klausa berpredikat nonverbal
nominal yang sering juga disebut sebagai klausa ekuasional atau klausa
Kodi disusun oleh nomina dan dapat juga dibangun oleh konstruksi nominal yang
dibentuk dengan menggunakan penominal subjek na-. Subjek pada konstruksi ini
dapat dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif dan datif yang
oleh unsur berkategori nominal berupa a kabhani ‘laki-laki’ (4.79) dan guru
‘guru’ (4.80 dan 4.81). Unsur-unsur yang mengisi PRED pada data tersebut
memiliki ciri sebagai entitas yang bernyawa, konkret, dan bersifat human.
nominal. Di samping itu, bahasa Kodi tidak memiliki verba kopula sehingga
kasus akusatif –gha yang mengacu silang dengan subjek yayo ‘saya’ dan klitik
pronomina –ya yang memarkahi subjek a kabhani dan dhiyo (4.80 dan 4.81).
KALIMAT
KLAUSA
INTI
PRED
FN N
Representasi formal pada gambar 4.10 menunjukkan bahwa klausa memiliki inti
yang tersusun atas pronomina dhiyo ‘dia’ dan nukleus berupa predikat nomina
guru ‘guru’ diikuti oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif –ya yang
mengacu silang kepada subjek dhiyo ‘dia’. Frasa nomina independen dalam
bentuk pronomina persona ketiga tunggal dhiyo merupakan bagian dari inti karena
kasus akusatif, klausa berpredikat nominal dalam bahasa Kodi juga dimarkahi
oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif yang mengacu silang kepada subjek
klausa.
datif berupa –ngga yang mengacu silang kepada argumen subjek yayo ‘saya’, -
nggu yang memarkahi yoyo ‘kamu’, dan –ni yang memarkahi dhiyo ‘dia’. Pada
konstruksi (5.84), kehadiran yayo ‘saya’ yang diacu silang oleh klitik pronomina
subjek pada klausa berpredikat nominal seperti konstruksi lain pada contoh (5.85)
pemarkah kasus datif pada konstruksi (5.82—5.84) menegaskan bahwa klitik ini
tidak secara eksklusif melekat pada verba karena dapat muncul setelah klitik
pronomina berkasus genitif. Berikut disajikan dua data lain yang menunjukkan
Data (4.86) memiliki predikat berupa nomina ole dan dimarkahi oleh kluster
klitik pronomina pemarkah kasus genitif dan datif. Klitik pronomina pemarkah
kasus genitif –ma sebagai penanda posesif mengacu pada nomina ole ‘teman’
pemarkah kasus datif -nggu. Konstruksi yang sama juga terlihat pada data (4.87).
Klitik pronomina pemarkah kasus genitif –nggu melekat pada predikat nonverbal
berupa nomina ari waiyo ‘istri’ yang mengacu silang kepada POSSESSOR yayo
‘saya’, sedangkan subjek berupa enetu waricoyo ‘anak perempuan itu’ pada
konstruksi tersebut diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif ni-.
KALIMAT
KLAUSA
INTI
PRED
FN N
sedangkan subjek berupa pronomina persona ketiga tunggal dhiyo ‘dia’ berada di
luar inti. Dalam bahasa Kodi, konstruksi klausa dengan PRED berupa nominal
membentuk konstruksi bermarkah karena subjek diacu silang oleh klitik yang
secara kanonis memarkahi objek, yaitu klitik pronomina pemarkah kasus akusatif
pada bahasa Kambera di Sumba Timur (Klamer, 1994) seperti yang terlihat pada
data (4.88).
Pada bahasa Kambera, klausa yang tersusun atas predikat nonverbal berupa
nominal juga dimarkahi oleh kluster klitik berupa klitik pronomina pemarkah
kasus genitif dan datif. Pada konstruksi tersebut, klitik pronomina pemarkah kasus
genitif memarkahi predikat dari klausa nonverbal berupa mbapa ‘suami’. Klitik
pronomina pemarkah kasus datif –nya pada (4.88) mengacu silang kepada subjek
pronomina pemarkah kasus nominatif yang mengacu silang kepada subjek klausa.
Adjektiva dalam bahasa Kodi juga dapat diterangkan oleh adverbia berupa heke
INTI
PRED
Adj
bangga ‘anjing ini’ berada sebagai bagian dari inti bersama dengan nukleus
pronomina pemarkah kasus nominatif na- yang mengacu silang kepada subjek.
Frasa nomina independen pada konstruksi tersebut merupakan bagian dari inti
karena berfungsi sebagai argumen tunggal yaitu subjek PRED. Contoh data
Adverbia penanda intensitas langatakka dan heke memiliki tata urutan yang
diterangkan, sedangkan heke hanya dapat muncul sebelum adjektiva. Subjek yang
mengisi klausa dengan konstruksi berpola Adv-Adj (4.92 dan 4.94) diacu silang
oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif –nggu yang mengacu silang kepada
subjek yayo ‘saya’ dan –na yang mengacu silang kepada ihi-na ‘badannya’.
Sementara itu, subjek dengan konstruksi Adj-Adv (4.91) diacu silang oleh klitik
Subjek yayo ‘saya’ pada data (4.96) diacu silang oleh klitik pronomina
pemarkah kasus nominatif ku- yang hadir setelah penanda negasi nja- ‘tidak’.
Data (4.97) juga menunjukkan pola yang sama, yaitu penggunaan klitik
pronomina pemarkah kasus nominatif untuk mengacu silang kepada subjek enetu
ana lakedha ‘anak laki-laki itu’. Pola pemarkahan klitik pronomina pada
silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif dan genitif. Konstruksi
klausa berpredikat adjektival pada bahasa Wewewa (Kasni:2012) juga
menunjukkan struktur yang sama dengan bahasa Kodi. Predikat berupa adjektiva
dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif seperti yang terlihat
adjektiva dalam bahasa Kodi dapat muncul pada posisi awal kalimat dan
dimarkahi oleh pemarkah penegas –ngo dan diikuti oleh nomina yang
diterangkan.
Pemarkah –ngo pada konstruksi di atas bersifat opsional karena berfungsi sebagai
pemarkah penegas yang dipengaruhi oleh situasi atau konteks tuturan. Oleh sebab
itu, konstruksi (4.100) dan (4.102) tetap merupakan konstruksi yang gramatikal
penegas yang lebih sering ditemukan dalam konstruksi klausa bahasa Kodi.
pemarkah kasus datif. Namun, ketika jumlah yang diacu merupakan jumlah
jamak, klitik pronomina yang digunakan untuk mengacu pada subjek adalah klitik
yang mengacu silang kepada subjek klausa memiliki persesuaian dengan jumlah
yang diacunya. Subjek ana-na ‘anaknya’ pada data (4.105) diacu silang oleh klitik
pronomina pemarkah kasus datif berjumlah tunggal –ni karena numeralia yang
mengisi PRED menunjukkan jumlah tunggal, yaitu iha ‘satu’. Sementara itu,
klitik pronomina pemarkah kasus genitif -nda pada PRED berupa numeralia lima
‘lima’ pada data (4.106 dan 4.107) mengacu silang kepada subjek anguleba-nggu
Heri (4.104) dan yayo ‘saya’ (4.106) yang masing-masing diacu silang oleh klitik
pronomina pemarkah kasus genitif –na dan –nggu. Gambar 4.13 menunjukkan
KALIMAT
KLAUSA
INTI
PRED
FN Num
berupa PRED numeralia lima ‘lima’, klitik pronomina pemarkah kasus genitif –
nda, dan argumen berupa frasa nomina punihilo-nggu ‘pensil saya’. Yayo ‘saya’
yang dimiliki yaitu punihilo ‘pensil’ sebagai argumen PRED tidak diacu silang
Tipe predikat nonverbal dalam bahasa Kodi yang lain adalah predikat yang
disusun oleh preposisi atau frasa preposisional. Tipe klausa ini terdiri atas klausa
yang disusun oleh preposisi seperti la yang bermakna ‘di’, wali ‘dari’, dan tagu
‘untuk’. Preposisi la digunakan jika mengacu pada benda yang langsung bisa
(4.110--4.112) diisi oleh PRED la ‘di’ dan wali ‘dari’ kemudian diikuti oleh
data (4.113) karena preposisi berupa tagu ‘untuk’ dimarkahi oleh klitik
KALIMAT
KLAUSA
INTI
PRED PRO
FN FP FN
huroto ‘surat ini’ merupakan bagian dari inti bersama dengan nukleus berupa
PRED tagu ‘untuk’ dan argumen predikat lainnya berupa frasa nomina ana
Kodi dan dibedakan berdasarkan jumlah argumen yang terlibat. Dryer (2007:250)
klausa berpredikat verbal pada semua jenis bahasa. Perbedaan mendasar antara
klausa berpredikat verbal terletak pada perbedaan antara predikat intransitif dan
transitif. Predikat intransitif melibatkan argumen tunggal, sedangkan predikat
argumen inti sehingga konstruksi klausa intransitif tersusun atas dua konstituen
bersifat obligatori, yaitu nukleus yang dinyatakan oleh PRED dan satu argumen
subjek. Dalam bahasa Kodi, subjek di klausa intransitif dapat diacu silang oleh
Ketiga data yang disajikan di atas menunjukkan bahwa klitik ku- memarkahi
tunggal yayo ‘saya’. Data (4.115 dan 4.116) memperlihatkan subjek yang diacu
silang oleh klitik pronomina na- pada PRED berupa verba intransitif halako
extended transitive4 tersusun oleh PRED yang terdiri atas verba yang mengikat
tiga argumen inti. Berikut adalah contoh data dengan PRED berupa verba
ekatransitif.
verba kalete ‘tunggang’ mengikat dua argumen, yaitu subjek yayo ‘saya’ yang
diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif ku- dan objek a
ndara ‘kuda’ yang diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif -
ya. Klausa kedua menunjukkan hadirnya pemarkah jamak ha- yang memarkahi
argumen PRED tingu ‘tarik’ berupa objek watu ‘batu’. Objek jamak tersebut
diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif –hi, sedangkan subjek
dhiyo ‘dia’ diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na-.
Klitik pronomina pemarkah subjek dan objek pada kedua klausa di atas bersifat
obligatori (bagian dari inti) sedangkan pronomina serta frasa nomina yang diacu
bersifat opsional. Representasi formal data (4.118) ditunjukkan pada gambar 4.15.
4
Istilah klausa extended transitive digunakan dalam bab ini untuk menjaga konsistensi dengan
penggunaan istilah yang digunakan di bab V
KALIMAT
KLAUSA
INTI
PRED
Tipe verba extended transitive dalam bahasa Kodi yang mengikat tiga
argumen ditemukan dalam konstruksi yang dibangun oleh verba woyo ‘beri’
(mengalami pelesapan silabel akhir –yo) seperti yang ditunjukkan oleh contoh
berikut.
Data (4.119) dan (4.120) memiliki tata urutan kemunculan objek tidak langsung
yang berbeda. Meskipun demikian, klitik pronomina pemarkah kasus datif ni-
(119) dan ngga- (120) sama-sama mengacu pada argumen objek tidak langsung
berupa enetu lakedha ‘anak itu’ dan pronomina persona pertama tunggal yayo
‘saya’. Objek langsung takrif kahihi iyiya ‘baju ini’ tidak dimarkahi oleh klitik
pronomina pemarkah kasus ya-. Struktur yang tidak berterima pada data (4.121)
dengan pola pemarkahan yang berbeda. Pola ini mengijinkan munculnya deretan
atau kluster klitik yang mengacu silang kepada argumen objek langsung dan tidak
langsung. Objek langsung dalam konstruksi verba ini dapat dimarkahi silang oleh
klitik pronomina pemarkah kasus datif dalam bentuk kluster klitik sebagai berikut.
Kluster klitik yang terdiri atas klitik pronomina pemarkah kasus datif –ngga dan –
‘saya’ dan objek langsung kahihi iyiya ‘baju ini’. Kluster klitik ini dapat muncul
pada konstruksi klausa yang mengikat tiga argumen, tetapi memiliki batasan
kaidah baik dari segi tipe dan jumlah argumen yang diacu klitik pronomina serta
tata urutan konstituen yang dimarkahinya. Batasan kaidah ini telah dijabarkan
KLAUSA
INTI
PRED
FN V FN FN
Inti tersusun atas nukleus yaitu PRED berupa verba wo(yo) ‘beri’, klitik
pronomina pemarkah kasus nominatif na-, dan kluster klitik pemarkah kasus datif
ngga- dan ni-. Argumen subjek Bhapa ‘Bapak’, objek tak langsung yayo ‘saya’
dan objek langsung kahihi iyiya ‘baju’ berada di luar inti dan dapat dilesapkan
Pemaparan analisis data pada bab IV yang mencakup sistem pemarkah dan
tipe konstruksi klausa dasar bahasa Kodi memberi gambaran dasar mengenai pola
pemarkahan argumen inti. Argumen inti dalam bahasa Kodi diacu silang oleh
klitik pronomina yang menduduki slot nukleus karena klitik pronomina dan
predikat sudah dapat membentuk sebuah klausa utuh yang bermakna. Klitik
pronomina pemarkah kasus akusatif dan datif. Klitik pronomina tidak selamanya
melekat langsung pada predikat sebagai induknya karena dapat disisipi oleh
pemarkah lain seperti pemarkah kausatif pa- dan pemarkah antikausatif ma-. Pola
semantik berupa tipe semantik verba. Tipe semantik verba tidak hanya
kluster klitik datif-datif seperti yang terlihat pada konstruksi extended transitive.
Mengacu pada temuan pada bab ini, argumen subjek (S) bahasa Kodi dapat
datif; argumen agen (A) dimarkahi silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus
nominatif, akusatif dan genitif; sementara argumen objek (O) dimarkahi oleh
5.1 Pengantar
berdasarkan hasil analisis mengenai sistem pemarkah dan konstruksi klausa dasar
bahasa Kodi yang telah disajikan pada bab IV. Nichols (1986) mengajukan
kontras tipologi yang fundamental berdasarkan cara relasi sintaktik antara inti dan
konsekuensi sintaktik yang penting karena pada pola bahasa berpemarkah inti, inti
Pada bahasa Kodi, inti memiliki pemarkah berupa klitik pronomina yang
membawa informasi berupa kasus morfologis dan inti sudah dapat mewakili unit
frasa secara keseluruhan (pembahasan ini muncul pada subbab 4.2). Pemarkah ini
memiliki acuan silang dengan argumen verba berupa subjek (berupa proklitik
akusatif), dan objek tak langsung (berupa enklitik pemarkah kasus datif). Bab V
menggali tipologi relasi gramatikal bahasa Kodi berdasarkan temuan yang telah
dipaparkan pada subbab 4.3 mengenai konstruksi klausa dasar bahasa Kodi. Pola
pemarkahan pada klausa intransitif dan transitif dipaparkan lebih lanjut dengan
bahasa Kodi. Bab V ini menjabarkan pola pemarkahan argumen inti dalam
konstruksi klausa bahasa Kodi sehingga dihasilkan temuan berupa tipologi relasi
menjabarkan hubungan subjek (S), agen (A), dan objek (O) sehingga menekankan
perbedaan antara relasi gramatikal ‘subjek’ dan ‘objek’. Relasi A dan O memiliki
dasar semantis yang berkaitan dengan makna verba pada klausa. Peran tematik
proses terjadinya sebuah aktivitas (Dixon, 2010:8). Oleh sebab itu, peran A
biasanya diisi oleh argumen berupa orang dan hal ini sejalan dengan kriteria
mengontrol aktivitas’. Pada klausa transitif di mana verba hanya memiliki dua
relasi sintaktik O. Argumen tunggal dari klausa intransitif berupa subjek, selalu
dijabarkan identifikasi argumen inti dalam bahasa Kodi. Identifikasi ini memiliki
keterkaitan erat dengan pembahasan pada subbab 4.2 dan 4.3 di Bab IV.
5.3 Kelas {Subjek, Agen} Bahasa Kodi
intransitif dengan sebuah predikat dan satu argumen inti (disebut S) dan klausa
transitif dengan sebuah predikat dan dua argumen inti (A dan O). Tiap-tiap bahasa
yang tergolong ke dalam level struktur dalam. Hal ini mengimplikasikan bahwa
setiap bahasa memiliki derajat keakusatifan dan setiap klausa memiliki sebuah
argumen inti lainnya. Dixon menekankan bahwa identifikasi universal dari S dan
seperti yang ditemukan dalam bahasa Inggris. Bahasa yang lain menggunakan
acuan silang pronomina pada verba (terdapat juga beberapa tipe bahasa yang
mengombinasikan strategi-strategi tersebut). Pola acuan silang dengan
pemarkahan kasus pada klitik pronomina bahasa Kodi (dibahas pada subbab
4.2.1) pada induk berupa PRED merupakan bukti akusatif intraklausal. Contoh
pola pemarkahan argumen inti dalam klausa sederhana bahasa Kodi terlihat pada
contoh berikut.
S/A O
dapat digunakan untuk mengacu silang argumen S/A, sedangkan bentuk yang
berbeda digunakan untuk mengacu silang argumen O dan bentuk klitik pronomina
tersebut memiliki persesuaian dengan jumlah serta tipe pronomina persona atau
pola ‘akusatif’ dengan perbedaan posisi klitik pada PRED yang dimarkahinya.
Klitik pronomina terikat yang mengacu silang kepada argumen S atau A muncul
dalam bahasa Kodi adalah di posisi awal klausa. Pada tataran klausa, argumen S
dapat hadir dalam bentuk pronomina atau frasa nomina bersama dengan bentuk
klitik pronomina yang mengacu silang kepada subjek klausa. Argumen S juga
dapat hadir hanya dala bentuk klitik pronomina karena bahasa Kodi tergolong ke
berkaitan dengan klausa pada bahasa berpemarkah inti, afiks pronominal pada
verba merupakan argumen inti klausa, bukan leksikal frasa nomina dan
Jika dilihat dari pola pemarkahannya, salah satu contoh bentuk pola
progresif hadir dalam bentuk enklitik yaitu klitik pronomina yang muncul setelah
dimarkahi dengan klitik pronomina pemarkah kasus genitif seperti yang terlihat
Kedua contoh di atas menunjukkan pola pemarkahan S yang berbeda karena pada
data (5.5), argumen S yaitu Inya ‘Ibu’ diacu silang oleh klitik pronomina
pemarkah kasus nominatif na- sedangkan pada data (5.6), argumen S yaitu dhiyo
‘dia’ yang tidak muncul secara eksplisit diacu silang oleh klitik pronomina
penyisipan adverbial seperti pada contoh di bawah ini. Argumen S dalam bahasa
Kodi berada di awal klausa dan dapat disisipi adverbial berupa keterangan waktu
perelatif na- pada PRED. Pemarkah ini memiliki bentuk serta perilaku sintaktik
yang mirip dengan klitik pronomina yang mengacu silang kepada pronomina
Subjek dalam bahasa Kodi juga dapat disisipi oleh kuantifier ngarakehe
‘semua’ yang dapat muncul sebelum subjek di bagian awal kalimat, muncul di
Kehadiran kuantifier yang dapat muncul dalam urutan yang fleksibel dalam
sebuah konstruksi klausa dikenal dengan istilah floating quantifier. Kuantifier ini
inti yang sama, yaitu subjek ha toyo ‘orang-orang’ yang diacu silang dengan klitik
Seperti yang telah dipaparkan di awal bagian subbab ini, fungsi A dan S
diacu Dixon dengan istilah universal primitif. Beberapa linguis yang lain
variasi transitif dan intransitif sesuai dengan tipe klausa dimana argumen subjek
muncul.
mengandung sebuah argumen inti, yaitu frasa nomina yang berfungsi sebagai
subjek (S), sedangkan klausa transitif memiliki dua argumen berupa frasa nomina
obligatoris dengan fungsi sebagai agen (A) dan objek (O). Frasa nomina A
mengacu pada ‘agen’ aktual atau potensial yang dapat memulai dan mengontrol
menunjukkan bahwa slot A dapat diisi oleh frasa nomina bersifat bernyawa
Konstruksi klausa (5.14) dan (5.15) menunjukkan dua tipe frasa nomina
yang mengisi slot dengan fungsi AGENT, yaitu a ari-nggu ‘adik saya’
[+bernyawa] dan a paringi ‘angin’ [-bernyawa]. Hal yang sama juga ditemukan
dalam konstruksi klausa transitif bahasa Inggris dalam ekspresi The wind closed
the door. Makna sentral verba bughero ‘membuka’ dan closed ‘menutup’
paringi dan the wind ‘angin’ dapat menciptakan kesan yang sama seperti AGENT
bernyawa sehingga kedua frasa nomina pengisi slot di awal klausa tersebut
A. Sebagai contoh, argumen ini memiliki peran tematik AGENT untuk tipe verba
AFFECT, peran tematik DONOR untuk tipe verba GIVING, dan PERCEIVER untuk
(ditandai dengan format huruf kapital subskrip) sesuai dengan tipe verba yang
menduduki slot predikat. Untuk tipe verba yang memiliki dua peran tematik
seperti verba tipe ATTENTION, maka argumen yang tidak dipetakan ke dalam
fungsi A, akan dipetakan sebagai O. Verba pada data (5.16) dapat memiliki peran
tematik tambahan, yaitu benda yang digunakan untuk memukul dan verba pada
data (5.17) memiliki argumen dengan peran tematik DONOR, GIFT, dan
dengan fungsi O pada konstruksi klausa didefinisikan dalam bentuk negasi, yaitu
terjadinya sebuah aktivitas. Argumen dengan fungsi objek ini dijabarkan pada
subbab selanjutnya.
Berkaitan dengan kriteria lain dari argumen inti, yaitu berupa argumen
beberapa tipe tes yang dapat digunakan untuk membedakan fungsi argumen O
dari argumen yang lainnya. Verba transitif kanonis memiliki dua argumen inti,
frasa nomina yang tidak dipetakan sebagai A akan dipetakan sebagai relasi
sintaktik O. Namun, selain dua tipe struktur klausa utama, yaitu klausa intransitif
dan transitif, Dixon (2010) menjabarkan tipe konstruksi transitivitas minor, yaitu
extended intransitive (dengan dua argumen inti S dan E(xtension to the core) dan
extended transitive 5(dengan tiga argumen inti A, O, dan E yang sering diacu
contoh yang digunakan oleh Dixon (2010:117) dalam menguraikan pola ini adalah
berupa kalimat bahasa Tongan yang memiliki pola sistem kasus absolutif-ergatif.
5
Konstruksi ini telah diperkenalkan dan diacu dengan istilah klausa ditransitif pada subbab
4.3.2.2, penggunaan extended transitive dipilih dengan pertimbangan selaras dengan istilah dan
simbol (E) yang digunakan Dixon
Bahasa Kodi menunjukkan pola yang serupa dengan bahasa Tongan karena
nominatif (ditandai dengan klitik pronomina na-) dan fungsi O dengan kasus
akusatif (ditandai dengan klitik pronomina –ya). Frasa nomina yang mengacu
pada argumen inti tiap-tiap tipe klausa memiliki tata urutan yang beraturan.
Fungsi S dan A yang diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus
nominatif muncul pada posisi praverba, sedangkan fungsi O muncul pada posisi
Penjabaran profil argumen untuk ketiga tipe klausa serta kebermarkahan kasusnya
Intransitif S (nominatif)
Extended intransitive A (nominatif) E (datif)
Transitif A (nominatif) O (akusatif)
Tipe klausa extended intransitive dan transitif melibatkan dua argumen inti
yang diidentifikasi dalam bentuk A dan E (data 5.21) dan A dan O (data 5.22).
gramatikal subjek dan diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus
nominatif yang sama seperti argumen S dan A ‘anak perempuan’ pada tipe klausa
tergolong dalam rumpun yang sama dengan bahasa Kodi, pola pemarkahan untuk
verba mbei ‘suka’ menunjukkan pola yang berbeda seperti yang terlihat pada data
berikut.
pronomina pemarkah kasus nominatif yang mengacu silang kepada subjek wo’u
‘kamu’, sedangkan argumen nya ‘dia’ dimarkahi sama seperti argumen objek
pada klausa transitif. Dalam bahasa Kodi, verba dengan tipe semantik LIKING
tersebut membentuk konstruksi extended intransitive seperti pada data (5.21) yang
Dengan kata lain, objek dalam konstruksi extended intransitive bahasa Kodi tidak
“In some languages we find a small number of verbs for which three
semantic roles must be stated (or understood). That is, they occur in an
extended transitive syntactic frame (Dixon 2010: 134).”
verba yang mengharuskan munculnya tiga peran semantik. Oleh sebab itu, tipe
verba tersebut muncul dalam bentuk kerangka sintaktik extended transitive. Untuk
[ki he tangatá]E
DATIVE ART man
‘The woman gave a book to the man’
dalam konstruksi klausa. Fungsi argumen E ini secara umum diacu sebagai objek
dengan partikel kasus yang berbeda dan muncul secara eksplisit. Secara lintas
Jika salah satu argumen dalam konstruksi tersebut dihilangkan, maka akan
menghasilkan konstruksi yang tidak berterima dalam konteks netral : *John gave
his old coat atau *John gave a coat meskipun pada beberapa konteks percakapan,
kehadiran argumen yang lesap tersebut dapat disimpulkan tanpa harus dinyatakan
mengekspresikan arugmen verba woyo ‘memberi’ seperti yang terlihat pada data
berikut.
Kedua data menunjukkan urutan objek langsung yang berbeda. Pada data
(5.27) objek langsung buku ‘buku’ dengan peran tematik GIFT muncul setelah
itu, pada data (5.28) peran semantik GIFT yang dalam bentuk argumen
memiliki urutan yang berbeda, sistem pemarkahan argumen pada poros inti, yaitu
verba woyo yang mengalami pelesapan silabel akhir menjadi wo tetap mengacu
pada argumen yang sama yaitu objek tidak langsung (E). Verba dimarkahi oleh
klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na- yang mengacu silang kepada
argumen berfungsi A (peran tematik DONOR), yaitu dhiyo ‘dia’ dan klitik
pronomina pemarkah kasus nominatif ku- untuk argumen yayo ‘saya’. Argumen O
berupa objek langsung tidak dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus
akusatif, tetapi menerima pemarkahan dalam bentuk pemarkah penegas –ka yang
bersifat opsional. Argumen berupa objek tidak langsung dengan peran tematik
RECIPIENT diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif –ni.
klitik pronomina pemarkah kasus kasus datif sehingga membentuk kluster klitik
dengan kondisi jika argumen dengan peran tematik RECIPIENT mengacu kepada
pronomina pemarkah kasus datif ni- sehingga membentuk kluster klitik yang
berterima dalam bahasa Kodi. Jika dijabarkan dalam sebuah skema singkat, maka
pola pemarkahan argumen yang terlibat dalam konstruksi verba woyo ‘memberi’
pemarkah kasus akusatif sehingga pola pada konstruksi verba GIVING alternatif
dengan klitik pronomina pemarkah kasus datif sesuai dengan kaidah yang
disyaratkan oleh pola kluster klitik bahasa Kodi. Jika dibandingkan dengan bahasa
verba GIVING. Berikut ini cuplikan data yang disadur dari penelitian Kasni
(2012).
Klausa pada data (5.30) memiliki tiga argumen inti, yaitu A, O, dan Pi atau
perluasan inti. Predikat ku-ya-wi ‘memberikan’ dibentuk oleh klitik ku-, verba
transitif ya ‘beri,’ dan klitik wi- yang berfungsi sebagai pemarkah benefaktif.
Kalowo ‘pisang’ berfungsi sebagai Pi dan nati lakawa ‘anak itu’ berfungsi sebagai
adposisi mbarra ‘kepada’ untuk memarkahi argumen nati lakawa ‘anak itu’.
(Kasni, 2012:379)
Dua data tersebut menunjukkan bahwa argumen dengan peran tematik
RECIPIENT dalam bahasa Wewewa dimarkahi dengan klitik wi- dan dapat muncul
argumen dengan peran tematik GIFT tidak dimarkahi. Berbeda dengan bahasa
mirip dengan bahasa Kodi dalam konstruksi verba GIVING seperti yang terlihat
(Klamer, 1998:203)
Klitik pronomina pada verba wua ‘memberi’ pada bahasa Kambera dimarkahi
oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif yang mengacu silang kepada
dimarkahi dengan klitik pronomina pemarkah kasus datif dan argumen dengan
peran semantik GIFT tidak dimarkahi pada verba. Berdasarkan pemaparan di atas,
diketahui bahwa pola pemarkahan yang dimiliki oleh bahasa Kodi dalam
bagian dari tiga fungsi inti S, A, atau O atau argumen tambahan E(xtension) dapat
diidentifikasi secara umum melalui pola pemarkahan yang terlihat pada struktur
lahir seperti pemarkahan kasus. Namun, pemarkahan pada struktur lahir hanya
merupakan sebuah indikator. Oleh sebab itu, selain fungsi yang dimarkahi secara
kanonis, sebuah bahasa termasuk bahasa Kodi dapat memiliki fungsi S, A, dan O
(nominatif) dan E (datif) pada beberapa jenis verba yang lain. Pola pemarkahan
ini terlihat pada konstruksi kausatif yang dibentuk oleh pemarkah kausatif pa-.
yang semula berada pada slot subjek kemudian menduduki slot objek. Objek pada
yang rendah terhadap efek yang diterima. Pola pemarkahan ini berlaku baik untuk
objek dengan karakteristik bernyawa dan tidak bernyawa. Selain itu, pola
pemarkahan objek dengan klitik pronomina pemarkah kasus datif juga muncul
pada klausa yang dibangun oleh verba bermuatan semantis yang menekankan
objek [+affected]. Pemarkahan pada argumen objek dipengaruhi oleh makna verba
Pola pemarkahan seperti contoh data (5.38 dan 5.40) menunjukkan bahwa
pola pemarkahan argumen objek dalam bahasa Kodi juga didasari oleh faktor
pemarkah kasus datif pada konstruksi dimana objek menerima dampak langsung
dari aktifitas yang diekspresikan oleh verba. Dengan kata lain, objek memiliki
karakteristik [+affected] jika dibandingkan dengan tipe objek lain yang dimarkahi
oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif. Oleh sebab itu, objek yang diacu
silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif pada konstruksi (5.39)
menghasilkan struktur yang tidak berterima. Namun, karakteristik objek ini tidak
argumen objek dalam konstruksi aplikatif. Argumen objek yang dimaksud dapat
Data (5.41) menunjukkan objek a tobho ‘piring’ diacu silang oleh klitik
batu sehingga argumen objek dalam konteks tersebut memiliki peran tematik
PATIENT. Pada data tersebut, kehadiran instrumen dapat dilesapkan dan penutur
benda. Data (5.42) menunjukkan argumen objek yang dimarkahi oleh klitik
pronomina pemarkah kasus datif. Pada konteks tersebut, objek memiliki peran
tematik INSTRUMENTAL. Selain itu, klitik pronomina pemarkah kasus datif juga
Objek a mango ‘kebun’ dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif.
Argumen objek pada data (5.46) juga tidak dapat dimarkahi oleh klitik pronomina
Klitik pronomina pemarkah kasus datif juga menandai konstruksi aplikatif dengan
tipe argumen yang memiliki peran tematik BENEFICIARY seperti yang terlihat
Objek dengan peran tematik BENEFICIARY pada data (5.47) mengacu pada
pronomina persona ketiga dhiyo ‘dia’ yang tidak muncul secara implisit namun
dapat ditelusuri dari tipe klitik pronomina pemarkah kasus datif –ni yang muncul
setelah verba. Sementara itu, objek dengan peran tematik yang sama pada data
(5.48) menerima pemarkahan klitik pronomina pemarkah kasus datif yang
Data (4.49a) menunjukkan bahwa objek langsung dimarkahi oleh klitik –ya
dan mengacu silang kepada a buku ‘sebuah buku’. Objek tidak langsung pada data
(4.49b) ditandai dengan klitik –ni yang mengacu silang kepada frasa nomina a
ole-na sedangkan objek langsung yang secara kanonis dimarkahi dengan klitik
Data (4.49c) menunjukkan kluster klitik yang mengacu silang kepada kedua objek
klausa yang dilesapkan. Klitik pronomina pemarkah kasus datif –ngga yang
mengacu kepada objek tidak langsung yayo ‘saya’ mendahului klitik pronomina
pemarkah kasus datif –ni yang mengacu silang kepada objek langsung a buku
‘sebuah buku’. Dalam konstruksi yang melibatkan kluster klitik ini, objek
pemarkah kasus datif. Hal ini disebabkan oleh kaidah kluster atau deretan klitik
dalam bahasa Kodi mengharuskan kedua slot klitik posverbal diisi oleh klitik
pronomina berkasus datif. Oleh sebab itu, contoh data berikut merupakan
konstruksi yang tidak berterima karena urutan klitik pronomina berkasus datif
kemunculan objek tidak langsung yang mendahului objek langsung. Dua klitik
pronomina pemarkah objek hanya bisa muncul secara beruntun jika klitik
merupakan klitik pronomina yang mengacu pada pronomina persona pertama dan
yang memiliki peran tematik PATIENT, sedangkan tipe objek yang lain dimarkahi
mengacu silang argumen dengan fungsi objek langsung dan objek tidak langsung
juga terlihat pada data (5.30--5.31). Predikat pada data berikut juga dibangun oleh
Data (5.53) menggunakan verba dasar transitif kahi ‘beli’ dan objek
dimarkahi dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif –ya, sementara data
(5.54) verba turunan aplikatif memiliki klitik pemarkah objek tidak langsung
dengan kasus datif –ni. Data (5.55) menunjukkan konstruksi yang tidak berterima
karena verba tidak dapat dimarkahi oleh kluster klitik yang memarkahi kasus
akusatif-datif. Data (5.56) juga tidak berterima karena urutan kluster klitik yang
pertama hanya dapat diisi oleh klitik pronomina yang mengacu silang kepada
pemarkahan kosong untuk argumen berupa objek langsung sementara objek tidak
pemarkah kasus datif untuk argumen objek langsung dan tidak langsung,
sedangkan objek tidak langsung dalam bahasa Kodi juga dapat muncul dalam
bentuk oblik setelah preposisi tagu ‘untuk’ dan la mbara ‘pada’ seperti yang
pada posisi oblik setelah preposisi. Preposisi dalam bahasa Kodi dimarkahi klitik
pronomina pemarkah kasus genitif na- dan nggu- yang mengacu silang kepada
tipe persona dan jumlah argumen objek tidak langsung ariweiyo-na ‘istrinya’ dan
yayo ‘saya’. Pola pemarkahan untuk verba berargumen tiga dalam konstruksi
yang berbeda. Dalam bahasa Kodi, frasa nomina dengan fungsi A secara umum
pada verba intransitif) dan fungsi O dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah
kasus akusatif. Namun, terdapat konstruksi dimana satu-satunya argumen objek
dimarkahi oleh klitik pronomina berkasus datif, yaitu pada konstruksi dengan
dengan muatan semantik tertentu seperti verba nggeha ‘kejar’. Selain itu, klitik
pronomina pemarkah kasus datif juga memarkahi argumen dengan peran tematik
fungsi inti (A, O, atau S) frasa nomina manakah yang berada dalam struktur asal
atau turunan (Dixon, 1994:153). Dalam bahasa Kodi, argumen dengan fungsi S
dan A baik dalam bentuk nomina maupun pronomina diacu silang oleh klitik
Kategori subjek dibedakan dengan kategori pivot karena tidak seperti subjek,
6
Istilah pivot pertama kali dikenalkan oleh Dixon (1979) dan sekarang secara luas digunakan
seperti dalam Foley dan Van Valin (1984)
pivot bukan merupakan kategori universal sebuah bahasa. Pivot merupakan
sebuah kategori spesifik yang beroperasi pada level struktur turunan. Secara
A} atau {S, O}. Dixon menyatakan bahwa hanya beberapa bahasa yang
lain tidak memiliki batasan apapun pada level struktur turunan. Beberapa tipe
bahasa tertentu menerapkan kedua tipe pivot utama (akusatif dan ergatif) seperti
bahasa Yidiny (Dixon 1994: 220). Secara singkat, pendekatan Dixon terhadap
Kaidah sintaktik dalam setiap bahasa dibentuk dalam kerangka ketiga fungsi
argumen dasar tersebut. Beberapa kaidah sintaktik secara universal mengacu pada
S dan A (pengelompokan ini diacu sebagai ‘subjek’). Proses sintaktik yang lain
dapat mengacu, baik pada fungsi {S, A} maupun {S,O}; dalam hal ini, masing-
masing mengacu pada pivot akusatif atau ergatif. Dixon (1994:154) menyebutkan
bahwa pada dasarnya terdapat dua variasi pivot; beberapa bahasa mengacu pada
(1) Pivot S/A – frasa nomina koreferensial harus berada dalam fungsi
(2) Pivot S/O – frasa nomina koreferensial harus berada dalam fungsi turunan
pada fungsi sintaktik dari frasa nomina pada kedua klausa, yaitu frasa nomina
pada satu klausa yang berkoreferensi dengan frasa nomina pada klausa lainnya.
Contoh dalam bahasa Inggris dengan pivot S/A dan bahasa Dyirbal dengan pivot
pada klausa kedua dihilangkan. Penutur bahasa Inggris menerapkan pola pivot
S/A dengan melesapkan frasa nomina S untuk verba returned hanya jika frasa
nomina tersebut berkoreferensi dengan frasa nomina S/A dari klausa sebelumnya.
kembali frasa nomina yang dihilangkan, yaitu mother yang merupakan subjek
verba returned. Jika penutur ingin menyatakan father sebagai subjek verba
returned, maka harus menghadirkan pronomina pada slot S pada klausa kedua
dimunculkan kembali oleh lawan tutur jika berkoreferensi dengan frasa nomina
dengan fungsi S atau O pada klausa sebelumnya. Jika penutur bahasa Dyirbal
ingin menyatakan ‘Mother saw father and returned’, maka strategi sintaktik
tertentu harus diaplikasikan untuk menyatakan frasa nomina dengan fungsi A
pada klausa pertama ke dalam fungsi turunan S atau O, misalnya melalui strategi
pemarkahan yang berbeda dibandingkan dengan bahasa Inggris dan Dyirbal yang
menerapkan pivot S/A dan S/O karena subjek berupa frasa nomina atau
Hal ini disebabkan karena pola pemarkahan argumen inti ditunjukkan melalui
klitik pronomina yang mengacu silang kepada argumen inti berupa S, A, dan O.
opsional. Verba pada klausa kedua dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah
kasus nominatif yang berkoreferensi silang dengan argumen S/A pada klausa
pada klausa kedua ditandai oleh klitik pronomina a- yang mengacu silang kepada
argumen A pada klausa pertama, yaitu enetu ha lakedha ‘anak-anak itu’. Selain
itu, verba pada klausa kedua juga dimarkahi oleh pemarkah penegas –ka yang
merujuk pada argumen O pada klausa pertama, yaitu manu ‘ayam’. Meskipun
argumen A pada klausa kedua tidak muncul secara eksplisit, konstruksi tersebut
tidak dapat dikatakan melesapkan argumen A karena sebagai bahasa berpemarkah
inti, predikat (dalam hal ini berupa verba nggeha ‘mengejar’ ditambah klitik
klitik pronomina pemarkah kasus datif ni- yang mengacu silang kepada argumen
menunjukkan strategi pola pemarkahan yang berbeda dapat dilihat pada data
klausa kedua dan ditandai dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif pada
verba.
Verba ngandi ‘bawa’ pada klausa kedua dimarkahi oleh klitik pronomina
pemarkah kasus akusatif –ya yang mengacu silang kepada argumen S pada klausa
pertama yaitu pronomina persona ketiga dhiyo ‘dia’. Argumen S yang semula
diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif pada klausa
pertama, kemudian diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif
pada klausa kedua karena beralih fungsi menjadi argumen O. Sejalan dengan
‘memunculkan’ kembali acuan yang lesap, yaitu berupa subjek dhiyo ‘dia’ yang
menduduki fungsi sebagai objek (O) dari verba ngandi ‘bawa’ karena telah
dimarkahi dengan acuan silang berupa klitik pronomina pemarkah kasus –ya.
Selain itu, verba dimarkahi oleh pemarkah penegas –ka yang merujuk pada frasa
dan dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus akusatif jika berfungsi
sebagai argumen O.
Argumen dengan fungsi A berupa Inya ‘Ibu’ pada klausa pertama diacu silang
oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif na- untuk memarkahi S pada
klausa kedua. Sementara itu, data (5.64) menunjukkan argumen dengan fungsi O
berupa a bhangga ‘seekor anjing’ pada klausa transitif pertama muncul pada
klausa transitif kedua dalam bentuk acuan silang klitik pronomina pemarkah kasus
akusatif –ya sebagai pemarkah argumen dengan fungsi objek. Pola pemarkahan
argumen pada contoh tersebut menunjukkan pola kanonis karena subjek dan objek
tetap diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif dan akusatif.
Hal ini disebabkan karena tidak terdapat perubahan fungsi argumen dari klausa
seperti yang terlihat pada dua contoh tersebut menunjukkan klitik pronomina
mengindikasikan apakah subjek (S atau A) pada klausa kedua memiliki acuan
yang sama dengan subjek klausa pertama. Jika argumen O pada klausa pertama
berubah menduduki fungsi S pada klausa kedua, konstruksi yang digunakan oleh
Argumen dengan fungsi objek dalam konstruksi transitif pada klausa pertama
Argumen objek a ari ‘adik’ muncul dalam bentuk klitik pronomina pemarkah
kasus nominatif pada klausa kedua. Verba intransitif hoyo ‘menangis’ dimarkahi
oleh pemarkah penegas –ka. Silabel ‘yo’ pada verba hoyo ditulis dalam tanda
menerapkan pivot S/A atau S/O dalam pola pemarkahan argumen inti dalam
dengan acuan silang pada argumen inti predikat. Dengan kata lain, predikat
sebagai inti telah memiliki penanda yang menyatakan jenis, jumlah, dan peran
menunjukkan bahwa bahasa Wewewa memiliki pivot S/A. Dua data beserta
pemberian glos berikut disadur dari cuplikan data hasil penelitian Kasni (2012).
(Kasni, 2012:229)
Kasni (2012:233)
pada konstruksi transitif di klausa kedua. Pelesapan yang terjadi bersifat anaforis
dalam arti bahwa unsur yang lesap tersebut dapat ditemukan kembali pada klausa
pada klausa kedua slot argumen dengan fungsi A tidak diisi oleh argumen inti,
tergolong ke dalam bahasa berpemarkah inti. Pada bahasa berpemarkah inti, klitik
pronomina pada verba merupakan bagian dari inti dan pronomina bersifat
menduduki fungsi turunan O pada klausa kedua. Pada konstruksi di atas, argumen
7
Dalam disertasinya, Kasni merujuk objek kajiannya sebagai bahasa Sumba dialek Waijewa.
Bahasa ini digunakan oleh penutur di empat kecamatan di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Kecamatan Waijewa Selatan berbatasan dengan lokasi penelitian bahasa Kodi yang diangkat
dalam tesis ini sehingga memiliki leksikal kognat yang cukup kaya.
O yang dilesapkan merupakan argumen O pada struktur diatesis objektif.
cenderung mengacu pada strategi yang disebut Dixon (1994) dengan istilah
yang berbeda untuk tiap-tiap jenis klausa bawahan. Jenis pemarkahan yang
(turunan) S/A, sedangkan jenis pemarkahan yang kedua diaplikasikan untuk tipe
klausa lainnya. Kehadiran frasa nomina pada klausa kedua dapat dengan bebas
ditemukan juga pada bahasa Diyari di South Australia yang menggunakan bentuk
bahwa bahasa dengan pola acuan silang pada verba atau bahasa berpemarkah inti
frasa nomina. Hal ini disebabkan karena terdapat cukup informasi mengenai
argumen pada inti sehingga frasa nomina dapat dilesapkan tanpa menyebabkan
timbulnya ambiguitas. Oleh sebab itu, sebagian besar bahasa yang menggunakan
Dixon (1994: 23) menekankan strategi yang digunakan oleh sebuah bahasa
untuk memarkahi ‘who is doing what to who’, yaitu (1) alternatif berbasis
sintaksis ‘prototipikal’ dan (2) alternatif berbasis semantik ‘langsung’. Untuk tipe
ini, Dixon menjabarkan bahwa setiap verba memiliki makna prototipikal dan
transitif dan fungsi S pada konstruksi klausa intransitif. Sistem yang paling umum
(kasus akusatif). Sistem kedua yang lebih jarang ditemukan adalah S dan O
seperti O (So). Tipe bahasa seperti ini dikatakan memiliki tipe pemarkahan S-
terpilah (split-S). Kelompok bahasa yang lain menunjukkan variasi dari pola
terpilah karena argumen S verba intransitif dapat dimarkahi seperti A (Sa) atau
seperti O (So) tergantung pada makna spesifik dari verba yang digunakan pada
lainnya.
pola relasi gramatikal bertipe akusatif di mana S dimarkahi sama seperti A dan
berbeda dengan O. Argumen S pada verba intransitif bahasa Kodi dimarkahi sama
seperti A, yaitu dengan klitik pronomina pemarkah kasus nominatif tanpa adanya
S sama seperti A tampak pada contoh konstruksi yang terdiri atas verba statif
hadhu ‘sakit’, verba aktivitas muyo ‘makan’, verba direksional mayo ‘datang’,
Subjek pada klausa intransitif dengan predikat verbal di atas diacu silang oleh
klitik pronomina pemarkah kasus nominatif ku- yang mengacu silang kepada
subjek yayo ‘saya’, na- yang mengacu silang kepada subjek dhiyo ‘dia’ (5.68 dan
5.70) dan a ari ‘adik’ (4.71), dan ma- yang mengacu silang kepada subjek yamma
‘kami’ (5.69). Dalam bahasa Kodi, S pada verba intransitif dimarkahi sama
dengan A, yaitu dengan menggunakan klitik pronomina pemarkah kasus
perfektif tetap dimarkahi sama dengan A yaitu dengan klitik pronomina pemarkah
kasus genitif (pola ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bab IV). Pola pemarkahan
ergatif (S=O) tidak ditemukan karena argumen S pada dua konstruksi keaspekan
lainnya dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus genitif, bukan klitik
mendeskripsikan hasil pasti dalam konstruksi kala lampau atau aspek perfektif.
verbal ketika situasi yang diekspresikan oleh verba menjadi fokus utama,
sedangkan argumen yang terlibat dalam situasi tersebut tidak ditekankan atau
bersifat eksplisit. Situasi seperti ini ditemukan pada konstruksi klausa imperatif
karena ‘pelaku’ selalu merupakan pronomina persona kedua dan dalam klausa
dengan pelaku. S dan O pada konstruksi imperatif dimarkahi sama, yaitu dengan
fungsi sebagai frasa nomina S atau A. Hal ini menyebabkan konstruksi imperatif
tidak dapat digunakan sebagai dasar penentuan tipologi akusatif atau ergatif suatu
bahasa karena bahasa dengan perilaku ergatif akan tetap memberi perlakuan yang
dengan O. Pada tipe bahasa ini, afiks verbal yang mengacu silang kepada argumen
A dapat dilesapkan ketika mengacu pada pronomina persona kedua, namun afiks
seperti yang ditunjukkan pada data ( 5.71 dan 5.72) karena klitik pronomina yang
tetapi klitik pronomina yang mengacu silang kepada argumen S dan O bersifat
obligatori. Argumen A dari verba transitif yang secara kanonis ditunjukkan oleh
Argumen A dari verba kausatif pa-gallaro ‘perlebar’ dan verba transitif ndeke
‘ambil’ tidak muncul pada konstruksi tersebut. Namun, S dari verba intransitif
mandhuru ‘tidur’ pada data (5.73) dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah
bahwa orang yang diberi perintah seolah-olah tidak memiliki kontrol terhadap
aktivitas yang diekspresikan oleh verba. Argumen O pada konstruksi tersebut juga
tetap dimarkahi dengan klitik pronomina pemarkah kasus akusatif penanda jamak
–hi yang mengacu silang pada ha-mango ‘semua kebun’ dan ha-kalogho enetu
ditemukan dalam bahasa Kodi. Argumen S pada tipe predikat nonverbal memiliki
variasi dalam pola pemarkahannya karena dapat dimarkahi dengan empat tipe
kasus yang berbeda, sedangkan tipe predikat verbal memiliki pola pemarkahan
pronomina seperti yang ditunjukkan oleh tabel 5.1-5.3. Tabel-tabel tersebut juga
dan kasus morfologis. Oleh sebab itu, pola pemarkahan menunjukkan juga pola
sintaksis dan tipe semantik verba yang menduduki slot predikat. Pola pemarkahan
tipe pemarkahan argumen S dalam bahasa Kodi. Tipe verba yang berbeda, seperti
memiliki kontrol yang lemah terhadap situasi yang diekspresikan oleh verba,
diacu silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus yang identik dengan acuan
pemarkahan ergatif dalam bahasa Kodi hanya ditemukan dalam konstruksi minor
(1994) yang menyatakan bahwa tidak ada satu bahasa yang benar-benar murni
yang berasal dari area geografis yang berbeda menunjukkan bahwa pola
mempunyai kelas verba minor yang menunjukkan deviasi ciri dengan kelompok
leksikon verbal yang lain (seperti yang ditemukan dalam bahasa Basque atau
Nepali). Sementara itu, untuk bahasa dengan tipologi akusatif yang dominan
keterpilahan.
BAB VI
6.1 Simpulan
yang telah dipaparkan pada bab IV dan V. Berikut adalah pemaparan simpulan
berupa klitik pronomina yang mengacu silang pada argumen inti predikat.
Klitik pronomina yang digunakan oleh penutur bahasa Kodi untuk mengacu
klitik lain yang berperilaku mirip dengan klitik pronomina. Klitik ini (diacu
sebagai klitik pronomina keaspekan dengan glos Asp) dikatakan mirip dengan
silang oleh klitik pronomina pemarkah kasus nominatif, tetapi diacu silang
keaspekan, bahasa Kodi juga memiliki pemarkah pa- yang memiliki beberapa
perelatif objek. Pemarkah lain yang dimiliki bahasa Kodi adalah pemarkah
2) Berdasarkan tipe kelas kata yang dapat mengisi predikat, bahasa Kodi
memiliki klausa yang berpredikat nonverbal dan verbal. Predikat dalam klausa
adjektival), kasus datif dan genitif (PRED numeralia), dan tidak dimarkahi
pada PRED yang disusun oleh frasa preposisional. PRED dalam bahasa Kodi
juga disusun oleh unsur verbal yang dibedakan menjadi klausa intransitif dan
extended transitive.
3) Dilihat dari pola pemarkahan argumen inti dalam kaitannya dengan tipologi
dimarkahi oleh klitik pronomina pemarkah kasus datif untuk verba LIKING,
seperti manewaro ‘cinta’, beni ‘suka’ dan verba ATTENTION seperti kawulo
tipe strategi pola pemarkahan nonkanonis, yaitu pelesapan atau zero marking
untuk argumen O dan perubahan pola pemarkahan kluster klitik menjadi klitik
6.2 Saran
Saran yang diajukan dalam penelitian ini mencakup saran yang berkaitan
dengan aspek linguistik lain yang dapat digali oleh peneliti yang ingin
mengangkat bahasa Kodi sebagai objek kajian. Aspek morfosintaksis bahasa Kodi
menarik untuk diteliti lebih lanjut misalnya konstruksi pemarkahan klausa
kompleks. Bahasa Kodi juga menunjukkan sistem bunyi yang menarik untuk
digali karena memiliki beberapa leksikon yang diserap dari bahasa Indonesia
aspek semantik dalam kaitannya dengan bahasa adat dan ritual juga menarik
untuk diangkat sebagai kajian yang khusus karena mengandung banyak metafora
dengan muatan filosofis yang dalam mengenai ideologi orang Kodi. Jika ditinjau
dari segi makro linguistik, bahasa Kodi juga menarik untuk diteliti terutama
Foley, William dan Robert. D. Van Valin, Jr. 1986. Information Packaging in the
Clause. Language Typology and Syntactic Descriptions (Ed.) Timothy
Shopen. Cambridge: Cambridge University Press.
Hoskins, Janet. 1993. The Play of Time: Kodi Perspectives on Calendars, History,
and Exchange. California: University of California Press Berkeley and Los
Angeles.
Hoskins, Janet. 1994. Biographical Objects: How Things Tell the Stories of
People’s Lives. New York: Routledge.
Putra, Anak Agung Putu. 2007. “Segmentasi Dialektikal Bahasa Sumba di Pulau
Sumba: Suatu Kajian Dialektologi”. Disertasi. Universitas Udayana.
Satyawati, Sri. 2009. “Valensi dan Relasi Sintaksis Bahasa Bima.” Disertasi.
Universitas Udayana.
Van Valin, Jr dan La Polla. 1997. Syntax: Structure, Meaning and Function.
United Kingdom: Cambridge University Press.
Van Valin, Jr. 2005. Exploring the Syntax-Semantics Interface. New York:
Cambridge University Press.
Yudha, I Wayan. 2000. “Fungsi Gramatikal Argumen Inti dalam Sistem Terpilah
Bahasa Kolana”. Tesis. Universitas Udayana.
Lampiran 1 Korpus Data
Partisipan:
A : Bapak Yohanes Ambu Milla (AM)
B : Bapak Rangga Raya (RY)
C : Bapak Soleman Holo (SH)
hamate wungoka
resip-mati-ref-artpen
‘Kalau dia langsung kerja, akan perang atau terjadi saling membunuh’
papeghema
rel-tahu- 1JN
‘sebab belum ada yang baku bunuh masalah tanah yang kami tahu’
wongana
dulu
‘Entah lagi pada orang lain, tetapi kami belum ada dari dulu’
na-mate
rel-mati
‘Hanya dulu waktu saya masih kecil orang Ede yang kerja bagian perbatasan
tanah timbul peperangan dan tidak ada yang meninggal’
njangonapa-konggoro tutana
neg-ada-3TN-rel-ganggu tentang tanah
‘Entah lagi yang lalu belum ada masalah tentang tanah atau belum ada juga
yang mengganggu tentang tanah’
1. Anda sedang duduk di depan rumah pada sore hari, kemudian saudara sepupu
Anda melintas di depan rumah. Dia baru saja selesai memotong padi di ladang.
Sepupu Anda tersebut ingin mengetahui kapan kira-kira anda akan mulai
panen. Sawah Anda baru akan dipanen dua bulan lagi karena waktu tanam
sempat mundur.
2. Anda sedang bersiap-siap pergi ke kota untuk mengundang saudara dari pihak
istri untuk datang pada acara gali tulang yang akan Anda adakan. Ketika
hendak berangkat, tetangga Anda datang untuk meminjam sepeda motor.
A : Gepa-ndo-la-mu yoyo?
Kemana-tempat-pergi-2TG 2T
Mau pergi ke mana?
B : Ku-halako la Loli
1TN-Pergi prep Loli
‘Saya pergi ke Loli’
humba-nggu
menantu-1TG
‘Saya pergi ke pasar Wewula beli babi untuk menantu saya’
3. Anda ingin pergi mengantarkan ibu Anda yang sedang sakit untuk berobat ke
rumah sakit yang letaknya jauh di kota. Akan tetapi karena motor rusak, Anda
harus meminjam motor ke tetangga. Di depan halaman, Anda berpapasan
dengan Anak anda yang baru datang dari ladang. Dia bertanya, “Bapak mau
pergi ke mana?”
Bagaimana Anda menjawabnya?
henene
sekarang
‘Ambil dulu daun pisang, mama supaya berikan makan sementara
sekarang’
Istri Anda mengatakan kalau babi peliharaan Anda ribut karena terlambat
diberikan makan. Orang yang biasanya bertugas mencari daun keladi untuk
makanan babi masih pergi mencari kayu bakar dan belum kembali. Kira-kira
bagaimana istri Anda menjawabnya?
mu-dha.
makanan-3JG
‘Babi peliharaan Anda ribut karena terlambat diberikan makan. Orang yang
biasanya bertugas mencari daun keladi untuk makanan babi masih pergi
mencari kayu bakar dan belum kembali.’
5. Keluarga Anda mendapat undangan untuk menghadiri acara gali tulang dari
saudara ipar Anda. Anak Anda bertanya, “hewan apa yang akan kita bawa
nanti?”
A : Payaka pa-ngandi henene, wawi ato karimboyo?
Apa KAUS-bawa sekarang, babi atau kerbau
‘Apa yang kita bawa sekarang, babi atau kerbau?’
Anda berencana untuk membawa seekor babi besar sebagai balasan atas hewan
yang dulu pernah diberikan ketika keluarga Anda membuat acara yang sama
tahun lalu. Bagaimana Anda menjawab pertanyaan anak Anda tersebut?
ba-nja-ngo
NEG-ada
‘Lebih baik kita membawa saja dulu babi, kita mau membawa kerbau sebab
tidak
ada’
6. Anda ingin meminta bantuan pada salah satu keponakan Anda untuk membantu
menanam jagung di ladang. Istri Anda bertanya siapa yang akhirnya Anda
minta untuk mengurus ladang.
A : Siapa yang bapak suruh untuk menanam jagung?
Garanika papatumba-mu mbapa na-tondo-ndi watara?
‘Siapa suruh-2TN bapak 3T N-tanam-3JD jagung
na- paghili
3TN-kerja
‘Keponakanmu Rehi Pati di kampung kalau tidak ada yang dia kerja’
7. Teman Anda yang ibunya terkena demam tinggi bertanya di mana Anda
biasanya pergi mencari tanaman obat untuk menurunkan demam.
A : Gepa pandonda hamoro kalegge?
Di mana tempat obat nama
‘Di mana tempatnya obat pahit?’
ndendekanehongo
berdiri-tunggal/sendiri
‘Hutan Cokko tempatnya obat pahit yang pohonnya tunggal’
8. Saudara Anda yang tinggal di desa lain bertanya di mana penduduk di desa ini
melakukan pemilihan gubernur?
Bagaimana anda menjawabnya?
B : La umma-na kepala dehe Wailangira
Prep rumah-3TG kepala desa Wailangira
‘Di rumahnya Kepala Desa Wailangira’
9. Anak perempuan Anda akan menikah dengan anak kepala desa dan
dijadwalkan akan dipinang minggu depan. Saudara Anda bertanya kira-kira
berapa banyak belis yang akan dibawa oleh pihak lelaki nanti?
A : Piriya awallina ana-mu?
Berapa belis anak-2TG
‘Berapa belis anakmu?’
Bagaimana Anda menjawabnya?
B : Ndukambolu tallu-ya, hakambulu iha-ya karimboyo monno hakambulu
Dua puluh tiga-NUM, sebelas kerbau dan dua belas
duya a ndara
art kuda
‘Dua puluh tiga, sebelas kerbau, dua belas kuda’
10. Anak babi yang Anda pelihara baru melahirkan lima ekor anak babi yang
sangat gemuk. Di antara lima ekor anak babi, empat ekor adalah babi jantan.
Saudara Anda yang datang ke rumah bertanya bagaimana keadaan anak babi
yang baru lahir itu.
A : Pendaka ana wawi-mu bhu-ndandi-nda mbapa?
Bagaimana anak babi-2TG baru- lahir-3JD bapak?
‘Bagaimana keadaan anak babi yang baru lahir?’
hawuniarara
satu ekor betina
‘Lahir dengan baik dan sangat gemuk, empat ekor jantan, satu ekor
betina’
11. Anak anda akan meminang seorang perempuan yang berasal dari kampung
sebelah. Calon menantu Anda adalah anak seorang guru SMA, lulusan ilmu
keguruan Jurusan Bahasa Indonesia.
Adik Anda bertanya, ‘siapa calon menantumu?’
A : Garanika a-mayi-mu pakambu-ate-mu?
Siapa ART-menantu-2TG keinginan-hati-2TG
‘Siapa calon menantumu?’
12. Anda ditugasi untuk menangani pembangunan kembali rumah adat yang
sempat terbakar enam bulan yang lalu. Salah satu keponakan yang sudah lama
merantau ke luar Pulau Sumba bertanya mengenai proses pembuatan rumah
adat tersebut.
A : A-paghayo hika pa-wami?
apa kayu jenis REL-pakai
‘Jenis kayu apa yang dipakai?’
‘Baru tiga jenis kayu yang kami dapat, yaitu empat kubik mahoni, dua
kubik jati, tiga kubik kayu elo dan masih butuh tiga kubik baru cukup’
Yayo ku-palayo
1T 1TN-lari
‘Saya berlari’
Yoyo palayo
2T lari
‘Kamu berlari’
Dhiyo na-palayo
3T 3TN-lari
‘Dia berlari’
Yamma ma-palayo
1J.eks 1J.eksN-lari
‘Kami berlari’
Ahetu a-palayo
3J 3JN-lari
‘Mereka berlari’
Yayo ku-bhanaho
1T 1TN-panas
‘Saya kepanasan’
Dhiyo guru-ya
3T guru-3TA
‘Dia seorang guru’
Yayo bhapa-mu-ngga
1T bapak-2TG-1TD
‘Saya adalah ayah kamu’
A-ari na-hoyo
ART-adik 3TN-menangis
‘Adik menangis’
Ari-na na-huha
Adik-3TG 3TN-sedih
‘Adik sedih’
A-koro-na na-ndaha
ART-kamar-3TG 3TN-rapi
‘Kamarnya rapi’
LINGO KYANDILO
(GUA KYANDILO)
‘Pada zaman dahulu hidup Pati Mone dan Ra Mone di kampung Wai’ndimu’
a kawuyo.
ART pancing
‘Pati Mone tidak mau memberikan pancing itu. Ra Mone tetap meminta pancing
itu’
pa-kolengo.
REL-dapat
‘Setelah itu dia memancing ke laut. Sepanjang hari itu, tidak ada ikan yang
didapatnya’
kawuyo ndoka.
pancing emas
‘Karena ikan itu besar sekali, maka putuslah tali pancing itu dan hilang pancing
emas itu’
Oro(na) bunga a kawuyo ndoka, maka njango kingo kawuyo ndoka donna
Karena hilang art pancing emas, maka neg ada lagi pancing emas milik-
Pati Mone.
3TG nama
‘Karena pancing emas itu telah hilang, maka Pati Mone tidak mempunyai
pancing emas lagi’
We-na Pati Mone barra ari-na, henene yoyo palu-ghu wali yayo.
Kata-3TG nama dekat adik-3TG, sekarang 2T pukul-2TD dari 1T
‘Sekarang saya pukul kamu, kata Pati Mone pada adiknya’
waiyo
air
‘Di situ dia bertemu semua perempuan yang sedang menimba air’