Anda di halaman 1dari 5

Patah Tulang

 Tanda dan Gejala


Beberapa gejala dan tanda yang mungkin dijumpai pada patah tulang:
1. Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah. Cara yang paling
baik untuk menentukannya adalah dengan. membandingkannya dengan sisi
yang sehat.
2. Nyeri di daerah yang patah dan kaku pada saat ditekan atau bila digerakkan.
3. Bengkak, disertai memar/perubahan warna di daerah yang cedera.
4. Terdengar suara berderik (krepitaasi) pada daerah yang patah (suara ini tidak
perlu dibuktikan dengan menggerakkan bagian cedera tersebut).
5. Mungkin terlihat bagian tulang yang patah pada luka.
 Pemeriksaan Diagnostik (Penatalaksanaan nya)
Pemeriksaan diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik antara lain:
a. Cek radiologi
b. Cek laboratorium : Haemoglobin, hematokkrit, leukosit, trombosit, CT Scan
atau MRI dapat dilakukan pada fraktur vertebra.
Penatalaksanaan nya :
Berikut adalah penatalaksanaan fraktur (patah tulang) secara umum:
a) Periksa kondisi cedera korban
Periksa Airway (jalan napas), Breathing (napas), Circulation (sirkulasi) dan
tingkat keparahan cedera dengan cepat.
b) Cegah gerakan di area cedera. Lakukan imobilisasi (membatasi gerakan) pada
bagian yang patah. Terdapat dua tipe imobilisasi yang dapat
Anda lakukan:
1. Imobilisasi tangan dasar. Korban dianjurkan untuk menopang cedera
dengan tangannya sendiri dengan memeganginya, jika memungkinkan
atau di mana tidak ada peralatan/bahan lain dalam bentuk apa pun.
2. Menggunakan bantalan (padding). Letakkan bantalan yang lembut
(baju, selimut, handuk kecil, dll.) pada bagian tubuh yang patah atau
pada lekukan tubuh terdekat pada daerah cedera untuk menopang.
Menopang bagian yang cedera dapat mengurangi rasa sakit dan
mencegah kerusakan lebih lanjut. Terus topang bagian yang patah
hingga bantuan medis tiba.
c) Hentikan perdarahan jika korban mengalami fraktur terbuka. Tekan kuat luka
dengan perban atau kain steril (prinsip balut tekan).
d) Jangan mencoba memindahkan korban, terutama jika korban mengalami
cedera kepala, leher, atau tulang belakang untuk menghindari cedera yang
lebih parah.
e) Jangan mencoba untuk mengembalikan tulang ke posisi semula.
f) Jika memungkinkan, lakukan kompres dingin dengan es yang dibalut handuk
atau ice pack selama maksimal 20 menit.
Pantau kondisi korban dan perhatikan jika ada tanda-tanda syok. Jika korban
mengalami syok, baringkan korban dengan menempatkan kaki lebih tinggi
dari kepala (Helmi, 2013).
Penatalaksanaan pada Fraktur Tertutup :
a) Setelah memeriksa cedera, mintalah korban untuk tidak banyak bergerak.
Gunakan bantalan ringan untuk menopang cedera.
b) Jika Anda bisa melakukannya, setelah bantalan diletakkan di area cedera,
pasang gendongan (Sling) menggunakan kain untuk melindungi cedera agar
tidak bertambah parah. Sling digunakan sebagai penopang atau pencegah
bagian tubuh yang patah dari gerakan sambil menunggu bantuan medis tiba.
c) Lakukan imobilisasi patah tulang dengan memasang sling menggunakan kain
segitiga hingga setara dada. Ini akan mencegah pergerakan ketika korban
dalam perjalanan ke rumah sakit. Hubungi fasilitas kesehatan terdekat untuk
pertolongan lebih lanjut (Helmi, 2013).
Penatalaksanaan pada Fraktur Terbuka :
a) Menghentikan perdarahan dan kontrol infeksi di area cedera serta melakukan
imobilisasi di area tersebut.
b) Letakkan balutan steril di atas area cedera untuk melindungi luka terbuka
terkontaminasi, menghentikan perdarahan, dan mengurangi infeksi.
c) Pembalutan tidak boleh terlalu kencang maupun longgar. Simpul balutan
dianjurkan pada posisi yang datar dan tidak boleh di atas luka. Susun bantalan
di samping tulang yang patah jika menonjol keluar dari kulit.
d) Pantau terus kondisi korban, terutama pernapasannya, karena mungkin korban
bisa saja mengalami syok. Periksa sirkulasi ekstremitas lengan atau kaki yang
cedera di luar perban setiap 10 menit.
e) Dalam keadaan yang lebih mendesak, apabila bantuan medis tiba sangat lama
perlu melakukan pembidaian belat (splint). Tambahkan bantalan ekstra di
sekitar tungkai dan lakukan pembidaian (dapat menggunakan payung yang
dilipat, koran yang digulung, atau bahan seperti tongkat yang keras) pada
persangkaan tulang yang patah. Jangan membalut terlalu ketat. Usahakan
gerakan apa pun seminimal mungkin (Helmi, 2013).
Prinsip pembidaian:
a) Bidai hanya dapat dilakukan jika tidak mengakibatkan nyeri dan rasa tidak
enak
b) Letak cedera ditemukan
c) Gunakan bidai meliputi sendi atas dan bawah patahan
d) Periksa sirkulasi sebelum dan sesudah pembidaian, serta pastikan aman
e) Dilakukan oleh orang yang kompeten dan telah mendapatkan pelatihan
pertolongan pertama.
f) Jika anggota tubuh mengalami dislokasi atau patah, jangan pernah mencoba
untuk mengembalikan ke posisi semula karena dapat mengakibatkan cedera
yang lebih berat. Petugas medis di rumah sakit akan menanganinya.
g) Memindahkan atau mengangkut korban patah tulang tidak direkomendasikan
kecuali Anda telah mendapatkan pelatihan pertolongan pertama (Helmi, 2013).
Etiologi

Trauma (langsung atau tidak langsung)

 Pathway
Fraktur (terbuka atau tertutup)

Kehilangan integritas tullang Perubahan fragmen tulang kerusakan Fraktur terbuka menembus
pada jaringan dan pembuluh darah kulit

Ketidakstabilan posisi fraktur Perdarahan lokal Luka

Hematoma pada daerah Gangguan integritas kulit


Fragmen tulang yang patah fraktur
menusuk organ sekitar
Kuman mudah masuk
Aliran darah ke daerah distal
Nyeri Akut berkurang atau terhambat
Resiko infeksi
Kerusakan neuromuskuler

Gangguan fungsi organ distal

Gangguan mobilitas fisik


DAFTAR PUSTAKA

Djuwadi, G. (2021). Pertolongan Pertama Kedaruratan dan Bencana. Malang: Inteligensia


Media.

Jainurakhma, Janes dkk. (2022). Konsep dan Sistem Keperawatan Gawat Darurat. Yayasan
Kita Menulis.

Munandar, Arif dkk. (2022). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Keperawatan Kritis.


Bandung: Media Sains Indonesia.

Citra Dewiyanto, Ani (2021) Studi Literatur : Teknik Relaksasi Napas Dalam pada Pasien
Post Operasi Fraktur Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut. Tugas Akhir (D3)
thesis, Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Anda mungkin juga menyukai