Anda di halaman 1dari 42

TUGAS MATA KULIAH BIOLOGI LANJUT I DAN

PEMBELAJARANNYA

SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI


Dosen Pengampuh:
Dr. Afreni Hamidah, S.Pt, M.Si
Dr. Drs. Jodion Siburian, M.Si
Dr. Pinta Murni, M.Si

DISUSUN OLEH
MUHAMAD TOMMY
NIM P2A522008

POGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERITAS JAMBI
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
1. 3 Tujuan.............................................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. SISTEM EKSKRESI......................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Sistem Ekskersi .......................................................................................... 3
2.2 Ekskresi Hewan Darat dan Aquatik.............................................................................. 4
2.3 Organ-Organ Ekskresi pada Hewan ............................................................................. 5
B. OSMOREGULASI .......................................................................................................... 25
1. Pengertian Osmoregulasi .............................................................................................. 25
2. Osmoregulasi Pada Invertebrata ................................................................................... 26
3. Osmoregulasi pada vertebrata ...................................................................................... 30
C. KEPENTINGAN OSMOREGULASI DAN EKSKRESI ............................................... 37
BAB III .................................................................................................................................... 38
PENUTUP................................................................................................................................ 38
3.1 KESIMPULAN .............................................................................................................. 38
3.2. SARAN ......................................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 39

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karna atas berkat rahmat
dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun dalam rangka menyelesaikan tugas dalam mata kuliah Biologi Lanjut 1 dan
Pembelajarannya yang membahas tentang “SISTEM EKSKRESI DAN
OSMOREGULASI”.
Adapun kumpulan materi dalam laporan ini diperoleh dari literatur yang ada, sehingga
laporan ini masih jauh dari sempurna. Sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun baik mengenai isi maupun penulisan dari laporan ini. Semoga isi dari laporan ini
dapat memperluas wawasan para pembaca.

Jambi, Mei 2023

Muhamad Tommy

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eksresi adalah proses pengeluaran zat sisa hasil metabolisme sel yang sudah tidak
digunakan oleh tubuh dan dikeluarkan bersama urine, keringat, atau udara pernapasan. Zat
ekskresi utama pada hewan ada tiga macam, yaitu karbon dioksida, air, dan senyawa nitrogen.
Karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) terbentuk pada waktu berlangsungnya respirasi sel.
Organ eksretoris utama pada Vertebrata adalah ginjal (Ren). Ren pada Vertebrata pada
umumnya berjumlah sepasang. Ren dihubungkan dengan dunia luar melalui suatu saluran yang
umumnya juga berjumlah sepasang. Secara embriologis, ginjal berasal dari mesoderm. Ginjal
pada ikan tentu saja berbeda dengan ginjal katak, kadal ataupun burung, lebih-lebih
dibandingkan dengan ginjal pada Mammalia. Oleh karena itu ada 3 tipe ginjal yaitu:
pronephros, mesonephros, dan metanephros.
Pada Invertebrata yang lebih tinggi derajatnya memiliki sistem ekskresi yang lebih
komplek daripada invertebrata tingkat rendah. Bahkan golongan invertebrata tertentu ada yang
belum memiliki sistem ekskresi khusus. Komponen utama penyusun tubuh hewan adalah air,
yang jumlahnya mencapai 60–95 % dari berat tubuh hewan. Air tersebar pada berbagai bagian
tubuh, baik di dalam sel (sebagai cairan intrasel: CIS) maupun di luar sel (sebagai cairan
ekstrasel: CES). CES sendiri tersebar pada berbagai bagian tubuh, contohnya plasma darah dan
cairan serebrospinal. Dalam CES terlarut berbagai macam zat meliputi ion dan sari makanan,
sisa obat, hormon, serta zat sisa metabolisme sel seperti urea dan asam urat.
Pengeluaran zat sisa tersebut diperlukan sistem pengeluaran yang disebut sistem
ekskresi. Sistem ekskresi merupakan pengeluaran limbah hasil metabolisme pada organisme
hidup. Zat sisa metabolisme yang harus dikeluarkan antara lain karbondioksida (CO2), urea,
air (H2O), amonia (NH3), kelebihan vitamin, dan zat warna empedu. Tujuan pengeluaran zat-
zat sisa ini yaitu agar racun-racun yang ada di dalam tubuh manusia atau hewan tidak
menumpuk di dalam tubuh. Karena setiap hari tubuh manusia dan hewan melakukan proses
pembakaran atau metabolisme. Proses ini menghasilkan zat-zat yang berguna bagi tubuh yang
dimana zat-zat tersebut akan diserap oleh tubuh, sedangkan zat-zat sisa yang tidak berguna
bagi tubuh akan dikeluarkan melalui sitem ekskresi. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan
racun-racun yang ada di dalam tubuh, kerena apabila racun-racun ini dibiarkan maka tubuh
manusia dan hewan akan menimbulkan penyakit. Selain itu adanya organ ekskresi bertujuan
untuk menjaga homeostatis dalam tubuh.

1
Organ pengeluaran zat sisa diantaranya alat-alat ekskresi pada Coelenterata dan
Echinodermata, Organ-organ nefridial, kelenjar antennal Crustacea, saluran Malpighi pada
serangga, serta Ginjal pada vertebrata khususnya pada manusia. Selain sistem ekskresi, untuk
menjaga homeostatis tubuh maka dibutuhkan adanya osmoregulasi. Dimana osmoregulasi
berfungsi untuk mengatur air dan osmotik serta menyediakan sarana untuk pemeliharaan
konsentrasi zat terlarut internal dalam kisaran yang memungkinkan agar berfungsi secara
optimal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem ekskresi pada invertebrate dan vertebrata ?
2. Bagaimana osmoregulasi pada invertebrate dan vertebrata ?
1. 3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem ekskresi pada invertebrate dan vertebrata
2. Untuk mengetahui osmoregulasi pada invertebrate dan vertebrata

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. SISTEM EKSKRESI
2.1 Pengertian Sistem Ekskersi
Hewan dalam rangka memenuhi kebutuhannya akan energy (ATP) menyelenggarakan
berbagai reaksi metabolisme, akan tetapi tidak hanya menghasilkan ATP dan zat-zat yang
bermanfaat lainnya melainkan juga menghasilkan zat sisa, yang tidak digunakan lagi didalam
tubuh, dan harus dikeluarkan untuk menjaga konsep homeostatis dalam tubuh. Claude Bernard
seorang fisiolog besar Perancis dari abad ke-XIX mengungkapkan lahirnya sebuah konsep
Homeostatis yang merupakan kosep stabilitasi internal pada tubuh hewan, melalui
pembelajarannya terhadap glukosa darah dan glikogen hati, yang pertama dia temukan adalah
sekresi internal. Bernard mengembangkan prinsipnya melalui penelitian dan eksperimen,
menurutnya yang paling dia ingat adalah kekuatan lingkungan internal yang meliputi fisiologi
serta pengaruh obat-obatan dalam satuan waktu. Kemudian, di Harvard University, Amerika
Walter B. Cannon kembali menyajikan ide yang dimiliki Bernard, dalam studinya tentang
sistem saraf dan reaksi stress, dia menggambarkan keseimbangan yang terjadi pada proses
fisiologis dalam menjaga stabilitas serta mengembalikan keadaan normal ketika dia terganggu.
Dia juga yang memberikan nama Homeostatis (Hikman L, dkk. 2008). Untuk itu hewan harus
memiliki alat atau organ yang digunakan untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolisme,
sisa obat, sisa hormone dan berbagai zat toksik atau zat beracun. Sistem pengeluaran atau sitem
ekskresi ini juga berpengaruh terhadap proses osmoregulasi.
Organ ekskretori memiliki beberapa fungsi yang berhubungan dengan pemeliharaan
komposisi lingkungan internal tubuh yang konstan dimana memerlukan suatu syarat dasar,
yaitu setiap zat yang diambil organisme dari lingkungan eksternalnya harus diimbangi dengan
pengeluaran dalam jumlah yang sama.
Adapun beberapa fungsi dari organ ekskresi adalah:
1) Memelihara konsentrasi ion-ion tunggal yang tepat (Na+, K+, Cl-, Ca++, H+,
dan sebagainya)
2) Memelihara volume air tubuh yang tepat.
3) Memelihara konsentrasi osmotik (mengikuti fungsi 1 dan 2)
4) Mengekskresikan sisa-sisa metabolisme (urea, asam urat, dll)
5) Mengekskresikan zat-zat asing dan atau hasil-hasil metabolisme.
Menurut Soewolo (2000) Kebanyakan sisa-sisa metabolisme dibuang oleh organ-organ
ekskretori. Semua organ memisahkan bermacam-macam zat asing, yang mana zat tersebut

3
dapaat tetap dalam bentuk aslinya, namun ada yang dimodifikasi dulu menjadi bentuk yang
tidak berbahaya. Peran utama organ ekskretori adalah memindahkan kelebihan sejumlah zat
yang diregulasi dari tubuh secara tepat. Jadi membantu memelihara suatu keadaan homeostasis
dalam merespon semua pengaruh yang cenderung menyebabkan perubahan. Sistem-sistem
ekskresi umumnya tebuat dari jejaring tubulus kompleks yang memberikan area permukaan
yang luas untuk pertukaran air dan zat terlarut, termasuk zat-zat buangan bernitrogen.

2.2 Ekskresi Hewan Darat dan Aquatik


1. Ekskresi Hewan Darat
Salah satu contoh ekskresi pada hewan darat yaitu pada mamalia. Pada
mamalia paru-paru merupakan satu-satunya organ ekresi bagi CO2. Air yang
dibuang melalui paru-paru berasal dari aktifitas metabolisme yaitu merupakan
zat buangan dari respirasi. Hati merupakan alat tubuh yang memiliki peranan
sangat banyak dan penting. Ada 2 peranan penting yang di lakukan oleh hati

4
yaitu tempat penyimpanan zat makanan dan penguraian serta pembuangan zat-
zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Peran hati yang paling penting sebagai
organ ekresi adalah pembentukan zat buangan bernitrogen dengan jalan
deaminasi asam amino.
Pada mamalia ginjal juga merupakan organ utama yang melakukan
proses ekresi dimana mengekresikan zat-zat sisa metabolisme yang
mengandung nitrogen misalnya amonia. Amonia adalah hasil pemecahan
protein dan bermacam-macam garam,melalui proses deaminnasi atau proses
pembusukan mikroba dalam usus. Selain itu,ginjal juga berfungsi
mengekresikan zat yang jumlahnya berlebihan,misalnya vitamin yang larut
dalam air, mempertahankan cairanekstraselular dengan jalan mengeluarkan air
bila berlebihan,serta mempertahankan keseimbangan asam dan basa. Sekresi
dari ginjal berupa urin.
2. Eksresi Hewan Aquatik
Ikan mempunyai sistem ekskresi berupa ginjal dan suatu lubang
pengeluaran yang disebut urogenital. Lubang urogenital ialah lubang tempat
bermuaranya saluran ginjal dan saluran kelamin yang berada tepat dibelakang
anus. Ginjal pada ikan yang hidup di air tawar dilengkapi sejumlah glomelurus
yang jumlahnya lebih banyak. Sedangkan ikan yang hidup di air laut memiliki
sedikit glomelurus sehingga penyaringan sisa hasil metabolism berjalan lambat.
2.3 Organ-Organ Ekskresi pada Hewan
Hewan mempunyai bermacam-macam organ pengeluaran yang dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu organ ekskresi umum dan khusus. Organ pengeluaran umum antara lain
berupa vakuola kontraktil dan sejumlah saluran tubuler (berbentuk pipa), antara lain organ
nefridia, tubulus Malpighi, dan nefron. Organ pengeluaran khusus tersusun atas beerbagai
struktur seperti kelenjar garam (antara lain kelenjar insang dan kelenjar rektal), insang dan hati
vertebrata.
Vakuola kontraktil adalah organ pengeluaran yang terdapat pada protozoa dan
coelenterata, yang bekerja dengan cara mengatur tekanan osmotik dalam tubuhnya. Protozoa
merupakan contoh yang baik untuk menunjukkan mekanisme berfungsnya vakuola kontraktil.
A. Invertebrata
1. Vakuola Kontraktil
Vakuola kontraktil merupakan organela berbentuk bulat yang berisi
cairan yang dibatasi oleh membran. Vakuola kontraktil merupakan organ

5
ekskresi yang dimiliki Protozoa dan Coelenterata, yang bekerja dengan cara
mengatur tekanan osmotik didalam tubuhnya. Protozoa di air tawar selalu
memiliki vakuola kontraktil, sedangkan yang hidup di air laut tidak banyak yang
memilikinya. Cairan tubuh protozoa air tawar hiperosmosis terhadap
mediumnya, dan permukaan tubuhnya permeable terhadap air, maka tubuhnya
cenderung menggelembung, namun hal ini tidak terjadi sebab Protozoa terus-
menerus mengeluarkan kelebihan air didalam tubuhnya, selain itu protozoa juga
harus mengganti zat-zat terlarut yang ikut hilang.

Vakuola kontraktil dapat memiliki tempat yang tepat didalam sel,


misalnya pada Parameccium atau dapat memuncul disembarang tempat dalam
tubuh misalnya Amoeba. Pada Amoeba, lumen vakuola kontraktil terbatasi oleh
membran tunggal yang tipis, disekitar membran tersebut terdapat suatu lapisan
tebal (spongiome) yang memiliki tebal 0,52 µm, yang penuh dengan vesikel-
vesikel kecil yang masing-masing penampangnya antara 0,02-0,2 µm. pada
sekitar vesikel-vesikel tersebut terdapat lapisan mitokondria, yang diperkirakan
menyediakan energi yang diperlukan untuk kerja osmotik dalam membentuk isi
vakuola yang hipoosmotik.
Vakuola kontraktil terutama berfungsi sebagai organ regulasi osmotic
dan regulasi volume. Pada vakuola kontraktil yang dimiliki oleh Amoeba
Chaos-chaos ditunjukkan bahwa dimana jumlah air yang masuk setara dengan

6
jumlah air yang dikeluarkan. Proses pemasukan air ke vakuola maupun
pengosongan vakuola diduga merupakan proses yang memerlukan ATP,
dugaan tersebut didukung adanya kenyataan bahwa vakuola kontraktil
dikelilingi oleh sejumlah mitokondria (Khususnya pada Amoeba proteus).
Kemungkinan ATP diperlukan untuk menstranspor ion melewati membran
vakuola agar konsentrasi ion berubah yang dimana menyebabkan terjadinya
pergerakan air secara osmotik.
Vakuola kontraktil terbentuk dengan isi yang hipoosmotik terhadap
sitoplasma, vesikel-vesikel kecil yang mengelilingi vakuola kontraktil mula-
mula berisi cairan yang isotonik dengan sitosol, kemudian vesikel-vesikel
tersebut memasukkan Na+ kecairan vesikel dan mengeluarkan K+ secara
transport aktif dengan menggunakan energy ATP yang dibuat dalam
mitokondria, akhirnya setelah konsentrasi osmotik cairan vesikel berkurang
sampai sekitar setengah konsentrasi dalam sitosol cairan vesikel menjadi
hipoosmotik dan vesikel-vesikel bergerak menuju vakuola kontraktil dan
menuangkan isinya (fase pengisian) fase pengisian ini akan terjadi terus
menerus sampai volume vakuola kontraktil cukup besar. Kemudian vakuola
kontraktil berkontraksi secara tiba-tiba,sehingga cairanya disemprotkan keluar
melalui pori-pori permukaannya (fase pengosongan) setelah itu akan dimulai
fase pengisian berikutnya. Mekanisme seperti ini memungkinkan terjadinya
ekskresi larutan hiposmotik dengan menahan garam yang bermanfaat. Aktivitas
vakuola kontraktil tersebut menyebabkan Na+ banyak yang hilang, untuk
menjaga konsentrasinya dalam sitoplasma, protozoa menggantinya dengan
memasukkan secara aktif dari mediumnya.
2. Alat-alat Ekskresi pada Coelenterata dan Echinodermata
Coelenterata dapat mengekskresikan dengan mudah sisa
metabolismenya melalui proses difusi, dari sel tubuh menuju epidermis, selain
itu Coelenterata juga memiliki astrosit-astrosit, yaitu sel-sel fagosit yang dapat
menelan dan memindahkan zat-zat asing. Fenomena regulasi ionic lain yang
menarik telah dijumpai pada beberapa Coelenterata misalnya, komposisi ionic
mesoglea dari medusa pelagic berbeda dengan air laut tempat hidupnya. Air laut
memiliki konsentrasi SO4ˉ dan Mg++ yang lebih rendah tetapi konsentrasi Na+
lebih tinggi daripada cairan pada medusa. Mekanisme regulasi ionik hewan

7
tersebut dimaksudkan juga untuk mencapai suatu kemampuan mengapung yang
tepat.
Protozoa dan Coelenterata cenderung menempatkan transport aktif
sebagai dasar osmoregulasi dan aktivitas yang lain. Echinodermata tidak
memiliki masalah dalam osmoregulasi, sebab cairan tubuh pada hewan ini
selalu isosmotik dengan air laut. Echinodermata melakukan ekskresi dimulai
dari mulut menuju esophagus, menuju ke cardiac stomach, lalu ke pyloric
stomach, kemudian langsung menuju rectum dan dikeluarkan lewat anus.
(Campbell, Neil A.., Reece, Jane B.. 2010)

3. Organ-organ Nefridial
Nefrida merupakan suatu pembuluh sederhana atau pembuluh yang
bercabang yang terbuka keluar melalui suatu lubang (nephridial pore). Terdapat
dua tipe utama yaitu protonefrida dan metanefrida. Nefridial merupakan organ
ekskresitoris invertebrate yang paling umum.
1) Protonefridium
Protonefridium (protonefrida) merupakan sistem ekskresi yang
dimiliki oleh cacing pipih (Plathelminthes), cacing pipih ini tidak memiliki
selom atau rongga tubuh. Protonefrida membentuk jejaring tubulus buntu
yang terhubung keluar, tubulus tersebut bercabang-cabang keseluruh tubuh,
pada setiap cabang protonefrida terdapat unit-unit selular yang disebut
dengan sel api. Sel api terbentuk dari satu sel tubulus dan satu sel tudung dan
memiliki silia. Protonefrida juga ditemukan pada rotifera, beberapa annelida,
larva moluska serta lanselet, diantara hewan-hewan ini protonefrida

8
fungsinya bervariasi. Pada cacing pipih air tawar, protonefrida berfungsi
dalam osmoregulasi, sebagian besar zat buangan metabolisme berdifusi
keluar dari hewan melintasi permukaan tubuh atau diekskresikan kedalam
rongga gastrovaskular dan dibuang melalui mulut. Pada beberapa cacing
pipih yang isoosmotik terhadap cairan tubuh organisme inang disekitarnya.
Protonefrida mempunyai fungsi utama yaitu untuk pembuangan zat-zat
buangan bernitrogen.
Protonefrida merupakan organ pengeluaran yang berbentuk
tubulus/pipa tertutup, tidak berhubungan dengan rongga tubuh hewan dan
ditemukan pada hewan Coelenterata. Sel penyusun bagian tubulus yang
tertutup dilengkapi dengan silia. Silia yang tunggal disebut dengan solenosit
dan apabila silia banyak disebut dengan sel api (flame cell). Dalam planaria,
sistem protonefridiumnya itu membentuk dua sistem saluran yang bercabang
yang hasilnya dapat didistribusikan keseluruh tubuh.

Cara kerja protonefrida menggunakan tekanan negatif. Pada saat


silia bergetar akan timbul tekanan negatif yang menyebabkan cairan
tersedot kedalam ujung tubulus yang buntu dengan melewati membran

9
pada ujung tubulus, selain itu cairan yang melewati penyaringan,
mekanisme ini disebut dengan ultrafiltrasi. Dalam proses tersebut, hanya
molekul kecil saja yang tersaring dan masuk, sedangkan molekul yang
besar seperti protein tetap dipertahankan didalam cairan tubuh. Akhirnya
dalam saluran protonefrida akan terbentuk urin yang mempunyai
konsentrasi osmotik lebih rendah daripada cairan tubuh. Hal Ini
menunjukkan bahwa protonefrida juga melakukan reabsorpsi, zat aktif
sekresi masuk ke dalam cairan melewati protonefrida untuk
menghasilkan urin yang diekskresikan. Reabsorpsi pada ekskresi dapat
mengubah kandungan akhir dari urin yang berbeda dari hasil ultrafiltrasi.
Protonefridia Asplanchna (rotifer), berfungsi dengan dasar filtrasi
dan reabsorpsi. Asplanchna memiliki cairan tubuh yang hiperomostik
terhadap mediumnya dengan menghasilkan urin yang encer. Bila hewan
dipindahkan ke medium yang lebih encer, maka akan dihasilkan urin
yang lebih encer juga. Hal ini menunjukkan bahwa protonefridia terlibat
pada osmoregulasi dan ekskresi air.
menunjukkan bahwa alkalin fosfatase, suatu enzim yang sering
terdapat dalam konsentrasi tinggi pada tempat terjadinya transpor aktif,
tidak ada pada ujung buntu protonefridia, meskipun zat ini terdapat pada
bagian tubuh yang lebih rendah. Karena tidak adanya urin pada ujung
buntu menunjukkan bahwa urin tidak dibentuk melalui transport aktif,
urin terdapat dalam bagian pembuluh, menunjukkan terdapat suatu
pembentukan urin secara reabsorpsi. Suatu pembentukan urin semacam
ini juga didukung oleh panjang dan diffrensiasi saluran protonefridia
pada beberapa invertebrata, misalnya Rotifera. Pada invertebrata laut
keseluruhan sistem tersebut hilang, cairan tubuhnya hampir-hampir
isosmotik dengan air laut.
2) Metanefridium
Metanefridia (nefridia) merupakan suatu pembuluh sempit yang
tidak bercabang ujung sebelah dalam berbentuk corong terbuka kedalam
rongga selom. Saat silia berdenyut, cairan tertarik kedalam tubulus
pengumpul yang mencakup kandung kemih sebagai penyimpan urin
yang membuka keluar. Metanefridia hanya dijumpai pada hewan yang

10
memiliki selom (misalnya Anelida) tetapi tidak berarti hewan yang
memiliki selom pasti memiliki matanefridia.
Metanephridium merupakan alat pengeluaran yang lebih baik dari
protonephridium, dengan alasan pertama, tubulus pada metanefrida dapat
terbuka, untuk memungkinkan cairan dapat meneruskan ke tubulus
melalui lubang corong seperti bersilia yaitu nephrostome, kedua,
metanephridium dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah yang dapat
membantu reklamasi dari cairan tubular air dan bahan yang dibutuhkan
seperti garam, gula, dan asam amino.
Cara kerja nefridium dengan mula-mula cairan dari selom masuk
kedalam nefridium melalui nefrostom yang berbentuk corong. Cairan
yang telah melewati saluran nefridium yang panjang tersebut akan
mengalami perubahan. Pada saat masuk ke nefridium, cairan adalah
isosmotik,tetapi garam-garam direabsorpsi pada akhir organ ini, dan urin
yang dikeluarkan berupa urin encer. Dapat dipahami bahwa
metanefridium berfungsi seperti ginjal filtrasi reabsorpsi, dimana mula-
mula cairan dibentuk secara ultrafiltrasi, kemudian cairan mengalami
reabsorpsi selama melewati pembuluh yang urinferous.
Saat urin bergerak disepanjang tubulus, epitelum transpor
membatasi lumen untuk menyerap kembali sebagaian besar zat-zat
terlarut dan mengembalikannya ke darah didalam kapiler. Zat-zat
buangan bernitrogen tetap berada didalam tubulus dan diekskresikan
keluar. Cacing tanah yang menghuni tanah yang lembab dan biasanya
mengalami pengambilan air melalui osmosis lewat kulit, metanefridianya
menyeimbangkan aliran masuk air dengan menghasilkan urin yang cair.

11
3) Nefridium Moluska
Kelompok besar moluska adalah Cephalopoda (octopus dan
cumi-cumi), Bivalvia (kerang), dan Gastropoda (keong). Octopus dan
cumi-cumi merupakan hewan laut, tetapi kerang dan keong ada yang
hidup di air tawar maupun air laut, dan keong juga ada yang hidup di
darat. (Soewolo. 2000)
Pada semua anggota kelompok Molusca pembentukan urin di
mulai dengan ultrafiltrasi dari darah. Filtrasi berisi zat-zat seperti yang
terdapat dalam darah, kecuali protein. Jadi, berisi tidak saja zat-zat yang
harus di buang, tetapi juga zat-zat yang masih berguna direabsorpsi dulu
sebelum cairan dibuang. Disamping reabsorpsi juga terjadi sekresi aktif
zat-zat khusus kedalam cairan urin pada bagian tubulus distal dan
penggumpal dari ginjal. Dua senyawa yang disekresikan secara aktif
pada ginjal (temasuk ginjal vertebrata) adalah asam paraaminohipurat
(PAH) dan zat warna phenol-red (phenolsulfonphthalein).
Sekresi Moluska yang nampak agak khusus, yaitu bahwa fungsi
kedua ginjal tidak selalu sama (misalnya pada Haliotis), karena cairan
tubuhnya isotonik dengan air laut dan tidak memiliki masalah dalam
regulasi air, dia tidak melakukan reabsorpsi air dalam ginjalnya.

12
4) Kelenjar Antenal Crustacea
Organ renal pada Crustacea adalah kelenjar antenal atau kelenjar
hijau. Sepasang kelenjar terletak pada kepala, yang masing-masing
terdiri dari suatu kantung awal, yaitu suatu aliran ekskretori bergulung
yang panjang, dan suatu kandung kencing, yang bermuara pada lubang
ekskretori dekat dasar antenna.
Urin dibentuk dalam kelenjar antenal melalui filtrasi dan
reabsorpsi, ditambah sekresi tubular. Ultrafiltrasi dapat ditunjukkan
dengan penyuntikan inulin, yang kemudian muncul dalam urin. Lobster
suatu tipe Crustacea laut yang menghasilkan urin dengan konsentrasi
inulin yang sama dengan darah dimana menunjukkan bahwa air tidak
direabsorpsi. PAH dan ‘’ phenol-red’’, dijumpai dalam urin dengan
konsentrasi lebih tinggi dibandingkan darah, hal ini menunjukkan bahwa
PAH dan’’phenol-red’’ disekresi kedalam urin, yang berarti selain proses
filtrasi reabsorpsi, dalam pembentukan urin terjadi pula proses sekresi.
Carcinus (kepiting pantai yang umum) melakukan rebsorosi air
dari ultrafiltrat. Carcinus merupakan osmoregulator yang baik dan dapat
bertahan di dalam air payau. Konsentrasi inulin dalam urinya mungkin
lebih banyak dari pada dalam darahnya, sebagai berikut terjadi reabsorpsi
air dari ultrafiltrat. Reabsorpsi aktif dari natrium diikuti oleh reabsorpsi
pasif dari air dan hasilnya berupa kandungan natrium dalam urin lebih
rendah daripada dalam darah.
Pada crustacea laut, kelenjar antenal bekerja menahan kalium dan
kalsium, serta mengeluarkan magnesium dan sulfat. Konsentrasi
magnesium urin sangat bervariasi, tetapi cenderung meningkat secara
subtansial bila kepiting pindah ke air laut, magnesium secara aktif
ditranspor ke dalam urin pada saat urin berada dalam kantung kencing
dan bahwa konsentrasinya meningkat sewaktu urin dibiarkan dalam
kantung kencing.
Suatu perbandingan antara Grammarus pulex (amphipoda air
tawar) dan Grammarus dubeni (amphipoda air payau), G pulex
menghasilkan urin yang sangat encer dan bahkan mungkin lebih encer

13
daruipada mediumnya yang berarti bahwan mampu membuang kelebihan
air yang masuk karena osmosis sedangkan G duebeni , juga dapat toleran
terhadap air tawar, tetapi konsentrasi urinya lebih pekat mendekati
konsentrasi darahnya. Hewan ini tidak mampu membebtuk urin yang
sangat encer, yang berarti memerlukan energy tambah untuk mengganti
zat terlarut yang hilang. Pada air tawar hewan ini dapat bertahan, tetapi
tidak mampu bersaing dengan G pulex.

5) Saluran Malpighi Serangga


Sistem ekskretori serangga terdiri dari saluran-saluran yang dikenal
sebagai saluran Malpighi, jumlahnya bekisar dari dua sampai beberapa ratus.
Setiap saluran bemuara ke intestine, pada perbatasan antar usus tengah dan
usus belakang, ujung lain yang buntu pada kebanyakan serangga terletak
dalam’’hemocoele’’ (rongga tubuh yang banyak mengandung darah).
Saluran Malpighi merupakan saluran yang tipis dan elastis, yang
beroperasi langsung menuju dinding rectum. Pembentukan urin diproduksi
oleh mekanisme sekresi tubular oleh sel-sel yang melapisi saluran Malphigi
(yang banyak mengandung darah), proses tersebut banyak menggunakan
transport aktif, hal ini terjadi pada Serangga Herbivora dan omnivora. Ion
hidrogen masuk ke dalam lumen tubular Malphigi kemudian pindah kembali
ke dalam sel yang melapisi tubulus menggunakan transporter protein, ion
hidrogen ini bergerak dalam pertukaran natrium atau kalium. Pada Serangga
karnivora, seperti nyamuk penghisap darah, awalnya melakukan eksekresi
dengan tekanan tinggi pada plasma darah yang mengandung garam yang
tinggi.

14
Sel-sel darah merah yang dicerna oleh nyamuk, mengandung natrium
yang sedikit dan mengandung banyak ion kalium. Sekresi ion menciptakan
tekanan osmotik sehingga menarik air, zat terlarut, dan limbah nitrogen,
terutama asam urat, dalam tubulus. Asam urat memasuki segmen distal yang
terakhir dari tubulus, asam urat larut, kemudian mengalami pendapan dalam
ujung proksimal dari pipa kecil. Setelah urin formatif masuk ke dalam bagian
rektum, air dan garam dapat diserap kembali oleh kelenjar dubur khusus, dan
dikeluarkan sebagai asam urat dalam bentuk kotoran. Kelenjar dubur dari
tahap larva serangga air menyerap zat terlarut, tetapi sedikit air, sedangkan
serangga penghisap darah dapat mengubah jumlah garam dan reabsorpsi air
selama waktu makan (menghisap darah). Kotoran serangga penghisap darah
akan mengandung garam yang tinggi dalam air sebelum dan setelah
menghisap darah (makan), tapi rendah garam dan airselama waktu makan.
Saluran Malphigi merupakan sistem ekskresi yang cocok untuk serangga yang
hidup di tempat kering.
Kumbang, serangga yang makan makanan kering, memiliki suatu
susunan khusus saluran Malpighi yang berhubungan dengan kemampuan luar
biasa dalam menarik air dari kotoran. Ujung saluran yang buntu terletak
sangat dekat dengan rectum, keseluruhan struktur dikelilingi oleh membran
perirektal. Rongga yang dibentuk oleh membrane ini terisi dengan cairan
perirektal, yang mengelilingi baik saluran Malpighi maupun epithelium
rektal, tetapi dipisahkan dari hemolimfa umum.
Sekresi terbentuk di tubulus melewati ke hindgut (saluran usus)
dengan keadaan kekurangan air dan masuk ke dalam rectum dalam bentu
kosong dan masuk kedalam dubur sebagai urin yang terkonsentrasi. Sistem
trakea untuk respirasi pada serangga kurang penting dalam sistem peredaran
darah, hal ini menyebabkan saluran malphigi tidak menerima langsung suplai
darah yang tinggi, sebagai gantinya, saluran malphigi dikelilingi dengan
darah, yang pada dasarnya tekanannya tidak lebih besar dari tekanan di dalam
tubulus, karena tidak ada tekanan diferensial yang signifikan di dinding
saluran Malphigi, sehingga filtrasi tidak bisa terjadi dalam pembentukan urin
pada serangga. Sebaliknya, urine harus dibentuk seluruhnya oleh sekresi,
dengan berikutnya reabsorpsi beberapa konstituen dari penyekresian cairan.

15
Rincian formasi urine oleh sekresi tubular berbeda antara serangga
yang berbeda, namun pada beberapa serangga komponen utama adalah KCl,
selanjutnya NaCl dalam konsentrasi yang lebih sedikit. KCl dan NaCl
diangkut dari hemocoel (cairan darah pada serangga) ke tubular lumen,
bersama dengan produk limbah seperti metabolisme nitrogen, asam urat dan
allantoin. Transportasi K+ merupakan kekuatan pendorong utama untuk
pembentukan pra-urin di tubulus Malphigi, dengan sebagian besar zat lain.
Dapat disimpulkan bahwa Pra-urin isotonik atau sedikit hipertonik, relative
mengandung darah, Pra-urin memiliki konsentrasi K+ yang tinggi konsentrasi
pada semua serangga, laju pembentukan pra-urin adalah fungsi dari
konsentrasi K+ dalam cairan sekitar saluran, K+ dengan konsentrasi yang
tinggi memproduksi praurine lebih cepat.
Pembentukan pra-urin juga tergantung pada konsentrasi Na + dari
cairan sekitarnya. Meskipun K + adalah osmotik zat yang paling penting aktif
diangkut, transpor aktif berperan penting dalam sekresi asam urat dan limbah
nitrogen lainnya. Pra-urin yang terbentuk di saluran Malphigi komposisinya
relative sama pada spesies-spesies serangga, masing-masing spesies itu tetap
isotonik. Cairan yang terbentuk di tubulus Malphigi melewati ke hindgut
(saluran usus), di mana beberapa perubahan komposisi terjadi, di hindgut
(saluran usus), air dan ion dikurangi dan dipertahankan dalam jumlah yang
tepat, oleh karena itu, dalam hindgut (saluran usus) komposisi urin akhir
ditentukan dari konsentrasi air dan ion yang kemudian ditransfer dengan
lumen tubulus.

16
B. VERTEBRATA
1. Organ ekskresi pada Manusia
Sistem ekskresi pada manusia melibatkan melibatkan alat ekskresi yang terdiri
atas ginjal, kulit, dan paru-paru. Setiap alat ekskresi tersebut berfungsi mengeluarkan
zat sisa metabolism yang berbeda, kecuali air yang dapat diekskresikan melalui semua
alat ekskresi. Berikut ini dibahas satu persatu peranan keempat alat tersebut. (Soewolo.
2000)
a. Ginjal
Pada sistem ekskresi manusia, sisa-sisa metabolism diserap dari darah,
kemudian diproses, dan akhirnya dikeluarkan melalui alat- alat ekskresi. Ginjal
merupakan alat ekskresi utama pada manusia secara anatomis ginjal tersusun atas
lapisan luar yang berupa rongga ginjal disebut Pelvis renalis.
 Struktur Ginjal
Ginjal manusia berbentuk seperti kacang merah dengan panjang sekitar
10 cm, berwarna merah, jumlahnya sepasang, dan terletak di bagian dorsal
dinding tubuh sebelah kiri dan kanan tulang belakang. Diperkirakan berat total
ginjal sekitar 1% dari berat badan, dan setiap menit sekitar 20-25% darah yang
dipompa jantung mengalir menuju ginjal. Potongan melintang ginjal
memperlihatkan tiga daerah utama, yaitu korteks ( bagian luar), medula (
bagian sumsum ginjal), dan pelvis renalis (rongga ginjal).
Bagian korteks dan medula mengandung sekitar 1 juta nefron. Nefr on
adalah satuan structural dan fungsional terkecil pada ginjal. Setiap nefron terdiri
atas badan Malpighi dan saluran panjang berbelit yang disebut saluran nefron.
Pada badan malpighi dan saluran terdapat kapsul bowman yang bentuknya
seperti mangkuk. Kapsul bowman tersebut membungkus glomerulus yang
merupakan jalinan pembuluh kapiler. Dari kapsul Bowman keluar saluran yang
panjang yang berbelit. Saluran panjang tersebut dibedakan atas tiga segmen,
yaitu pembuluh (tubulus) proksimal, lengkung henle, dan pembuluh distal.
Pembuluh proksimal berbelit dekat kapsul Bowman. Pembuluh proksimal
menuju ke segmen panjang berdinding tipis, yaitu lengkung Henle. Oleh karena
mirip leher angsa, engkung ini sering disebut sebagai angsa henle. Selanjutnya
pembuluh proksimal berkelok-kelok lagi disebut kelokan kedua atau pembuluh
distal yang bersambung dengan pembuluh pengumpul (pembuluh kolekta)

17
yang berjalan melintasi korteks dan medula untuk bermuara pada rongga
gonjal.
 Pembentukan Urin
Pada proses pembentukan urin di dalam ginjal, terjadi rangkaian proses filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresi.
 Penyaringan (filrasi)
Proses penyaringan darah terjadi pada kapiler glomerulus, yakni
kapiler darah yang bergelung-gelung di dalam kapsul bowman. Pada
glomerulus terdapat sel-sel endothelium sehingga mempermudah
penyaringan. Darah dari glomerulus akan melitasi sel-sel epithelium
dari kapsul bowman yang berfungsi sebagai penyaring yang disebut sel
podosit. Sel podosit dapat ditembus oleh air dan molekul-molekul
berukuran kecil, tetapi tidak berlaku untuk sel-sel darah dan molekul
yang berukuran besar, seperti protein plasma darah.
Selain proses penyaringan, di glomerulus terjadi pula pengikatan
sel-sel darah, keeping darah, dan sebagian besar protein plasma agar
tidak ikut dikeluarkan. Hasil penyaringan ini berupa filtrate glo
merulus (urin primer) yang komposisinya mirip dengan darah tetapi
tidak mengandung protein.
 Penyerapan kembali (reabsorpsi)
Urin primer yang merupakan hasil proses penyaringan
selanjutnya mengalir ke pembuluh proksimal. Di dalam pembuluh ini
terjadi proses penyerapan kembali bahan-bahan yang masih berguna,
antara lain air, glukosa, asam amino, dan sejumlah besar ion-ion
anorganik NaCl. Penyerapan bahan- bahan tersebut berlangsung secara
transport aktif. Selian bahan-bahan tersebut, air yang terdapat dalam
filtrate glomerulus juga mengalami penyerapan melalui proses osmosis.
Proses penyerapan air ini terjadi juga di dalam pembuluh distal,
lengkung henle, dan pembuluh pengumpul (pembuluh yang turun).
Selanjutnya, bahan-bahan yang telah diserap kembali tersebut
dikembalikan ke dalam darah melalui pembuluh kapiler yang terdapat
di sekeliling pembuluh. Proses penyerapan bahan-bahan yang masih
berguna juga terjadi di lengkung henle pembuluh yang naik), terutama
penyerapan ion natrium klorida.
18
Setelah terjadi penyerapan akan dihasilkan urin seku nder yang
komposisi zat-zat penyusunnya sangat berbeda dengan urin primer. Di
dalam urin sekunder ini zat-zat yang masih dibutuhkan tidak ditemukan
kembali lagi, sedangkan urea kadarnya meningkat dibandingkan di
dalam urin primer.
 Sekresi
Sekresi adalah proses penambahan zat-zat terarut yang ada di dalam
plasma darah ke filtrate yang ada di dalam saluran nefron, yaitu di
pembuluh proksimal dan pembuluh distal. Berbeda dengan proses filtasi,
sekresi merupakan proses pemilihan molekul yang sangat selektif,
melalui mekanisme transport aktif dan pasif. Contohnya pengontrolan
ion-ion hydrogen dari cairan interstisial ke dalam pembuluh nefron
untuk menjaga pH cairan tubuh tetap konstan.
 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Urin
Urin yang dikeluarkan oleh ginjal sebenarnya sangat dipengaruhi oleh factor
dalam dan luar dari individu yang bersangkutan. Factor-faktor tersebut
meliputi hormone antidiuretik, jumlah air yang diminum, dan hormon insulin.
 Gangguan Fungsi Ginjal
Kelainan pada ginjal dan hormone tertentu dapat mengakibatkan terganggunya
proses dan sistem ekskresi. Gangguan tubuh tersebut antara lain sebagai
berikut.
 Nefritis
Nefritis terjadi akibat infeksi kuman, misalnya bakteri St repto
coccus, pada nefron (glomerulus).kuman ini masuk melalui saluran
pernapasan kemudia dibawa oleh darah ke ginjal. Akibat infeksi ini,
glomerulus mengalami peradangan sehingga protein dan sel-sel darah
yang masuk bersama urin primer tidak dapat disaring dan keluar
bersama urin. Selain itu dapat mengakibatkan uremia, yaitu urea yang
masuk dalam darah melebihi kadar normal. Terdapatnya urea di dalam
darah mengakibatkan penyerapan air terganggu, selanjutnya air akan
tertimbun di kaki atau organ tubuh lain.

19
 Diabetes melitus.
Diabetes mellitus (kencing manis) disebabkan karena kadar hormone
insulin di dalam tubuh sangat rendah. Akibatnya proses perombakan
glukosa menjadi glikogen terganggu, dan karenanya gukosa dalam
darah meningkat. Meningkatnya glukosa tidak mampu diserap kembali
seluruhnya sehingga glukosa tersebut akan diekskresikan bersama
urin.
 Diabetes insipidus
Seseorang dapat terserang penyakit diabetes insipidus apabila di dalam
tubuhnya kekurangan hormone antidiuretik (ADH). Masih ingatkah
kalian apa fungsi homron ini? Karena kekurangan hormon ADH,
volume urin yang dihasilkan jauh melebihi normal, bahkan dapat
encapai 30 kali dari volume urin normal. Penderita sering buang air
kecil.
 Albuminuria
Penyakit albuminuria terjadi karena kegagalan proses penyaringan,
khususnya dalam menyaring protein. Akibatnya protein (albumin)
lolos dalam penyaringan, sehingga ditemukan dalam urin.
 Batu ginjal
Penyakit batu ginjal terjadi karena adanya endapan di dalam rongga
ginjal ( pelvis renalisa) atau kandung kemih. Endapan terbentuk dari
senyawa kalisum dan penumpukan asam urat. Kurang minum atau
sering menahan keinginan kencing kemungkinan besar dapat
mengakibatkan terbentuknya batu ginjal. Kelainan metabolisme
sehingga terjadi penumpukan senyawa kalsium dan asam urat juga
dapat menjadi penyebab terbentuknya batu ginjal. Batu ginjal yang
masih kecil dapat dihancurkan dengan obat-obatan atau sinar laser.
Serpihannya dikeluarkan bersama urin. Batu ginjal yang besar
dikeluarkan melalui operasi.
 Anuria
Anuria merupakan kegagalan ginjal sehingga tidak dapat membuat
urin. Keadaan ini disebabkan adanya kerusakan di glomerulus. Proses
filtrasi tidak dapat dilakukan sehingga tidak ada urin yang dihasilkan.

20
b. Paru-paru
Paru-paru manusia berjumlah dua atau sepasang. Pada dasarnya fungsi
utama paru- paru adalah sebagai alat pernapasan, namun peranan tersebut juga
erat hubungannya dengan sistem ekskresi. Hal ini dikarenakan CO2 dan air
yang merupakan hasil proses metabolisme di jaringan yang diangkut melalui
darah akhirnya akan dibawa ke paru- paru untuk dibuang dengan cara difusi
di alveolus. Proses ini dapat berjalan dengan baik karena dibuang dengan difusi
di alveolus. Proses ini dapat berjalan dengan baik karena pada alveolus banyak
bermuara kapiler yang memiliki selapis sel.
Sebagian besar (75%) CO2 yang diangkut dalam plasma darah
berbentuk senyawa HCO3 (asam bikarbonat) dan sisanya (25%) akan diikat
oleh Hb membentuk senyawa HbCO2 (karboksi hemoglobin). Akan tetapi
akhirnya CO2 dan air dieluarkan melalui udara yang diembuskan.

21
c. Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak dalam rongga
perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Berdasarkan fungsinya, hati
juga termasuk sebagai alat ekskresi. Hal ini dikarenakan hati membantu fungsi
ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa yang bersifat racun dan
menghasilkan ammonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen
dari asam amino. Proses pemecahan senyawa racun oleh hati disebut proses
detoksifikasi.
Sebagai kelenjar, hati menghasilkan empedu yang mencapai ½ liter
setiap hari. Empedu berasal dari hemoglobin sel darah merah yang telah tua.
Empedu merupakan cairan kehijauan dan terasa pahit. Zat ini disimpan di dalam
kantong empedu.Empedu mengandung kolesterol, garam mineral, garam
empedu, pigmen bilirubin, dan biliverdin. Empedu yang disekresikan berfungsi
untuk mencerna lemak, mengaktipkan lipase, membantu daya absorpsi lemak
di usus dan mengubah zat yang tidak larut dalam air menjadi zat yang larut
dalam air.
Sel-sel darah merah dirombak di dalam hati. Hemoglobin yang
terkandung di dalamnya dipecah menjadi zat besi, globin dan heme. Zat besi
dan globin didaur ulang, sedangkan heme dirombak menjadi bilirubin dan
biliverdin yang berwarna hijau kebiruan. Di dalam usus, zat warna empedu ini
mengalami oksidasi menjadi urobilin sehingga warna feses dan urin
kekuningan.

22
d. Kulit
Kulit manusia terdiri atas epidermis dan dermis. Kulit berfungsi sebagai alat
ekskresi karena adanya kelenjar keringat (kelenjar sudorifera) yang terletak di
lapisan dermis.
 Epidermis
Epidermis tersusun atas lapisan tanduk (lapisan korneum) dan lapisan
Malpighi. Lapisan korneum merupakan lapisan kulit mati, yang dapat
mengelupas dan digantikan oleh sel-sel yang baru. Lapisan Malpighi
terdiri atas lapisan spino sum dan lapisan germinativum. Lapisan
spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar. Lapisan germanativum
mengandung sel-sel yang aktif membeah diri, menggantikan lapisan
sel-sel pada lapisan korneum. Lapisan Malpighi mengandung pigmen
melanin yang memberi warna pada kulit.
 Dermis
Lapisan ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung saraf,
kelenjar keringat, dan kelenjar minyak. Kelenjar kerngat menghasilkan
keringat. Banyaknya keringat yng dikeluarkan dapat mencapai 2.000
mL setiap hari, tergantung pada kebutuhan tubuh dan pengaturan suhu.
Keringat mengandung air, garam, dan urea. Fungsi lain kulit selain
sebagai organ penerima rangsang, elindung terhadap fisik, penuinaran
dan bibit penyakit, serta untuk pengaturan suhu tubuh.

23
2. Organ Ekskresi pada Reptil
Tipe ginjal pada Reptilia adalah metanefros. Pada saat embrio, Reptilia
memiliki ginjal tipe pronefros, kemudian pada saat dewasa berubah menjadi
mesonefros hingga metanefros. Hasil ekskresi pada Reptilia adalah asam urat. Asam
urat ini tidak terlalu toksik jika dibandingkan dengan amonia yang dihasilkan oleh
Mammalia. Asam urat dapat juga diekskresikan tanpa disertai air dalam volume yang
besar. Asam urat tersebut dapat diekskresikan dalam bentuk pasta berwarna putih.

3. Organ Sistem Ekskresi Aves


Burung memiliki ginjal dengan tipe metanefros. Burung tidak memiliki kandung kemih
sehingga urine dan fesesnya bersatu dan keluar melalui lubang kloaka. Urine pada
burung diekskresikan dalam bentuk asam urat. Metabolisme burung sangat cepat.
Dengan demikian, sistem ekskresi juga harus memiliki dinamika yang sangat tinggi.
Peningkatan efektivitas ini terlihat pada jumlah nefron yang dimiliki oleh ginjal burung.
Setiap 1 mm3 ginjal burung, terdapat 100–500 nefron.
4. Organ Sistem Ekskresi Pisces (Ikan)
Ginjal pada ikan adalah sepasang ginjal sederhana yang disebut mesonefros. Setelah
dewasa, mesonefros akan berkembang menjadi ginjal opistonefros. Tubulus ginjal pada
ikan mengalami modifikasi menjadi saluran yang berperan dalam transport
spermatozoa (duktus eferen) ke arah kloaka. Ikan memiliki bentuk ginjal yang berbeda,
sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya. Pada ikan air tawar, kondisi
lingkungan sekitar yang hipotonis membuat jaringan ikan sangat mudah mengalami
kelebihan cairan.

24
B. OSMOREGULASI
1. Pengertian Osmoregulasi
Hewan pada dasarnya harus menjaga volume tubuh dan konsentrasi larutan
tubuhnya dalam rentangan yang sempit, akan tetapi yang menjadi masalah adalah
bahwa konsentrasi yang tepat dari cairan tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada
pada lingkungannya, perbedaan konsentrasi tersebut cenderung menganggu keadaan
dari kondisi internal. Kebanyakan hewan menjaga konsentrasi tubuhnya agar tetap
konstan daripada mediumnya (regulasi hiperosmotis) atau lebih rendah dari
mediumnya (regulasi hipoosmotis). Untuk itu hewan harus berusaha mengurangi
gangguan dengan menurunkan (1) permeabilitas membrane atau kulitnya dan (2)
gradient konsentrasi antara cairan tubuh dengan lingkungannya.
Beberapa kelompok hewan menggunakan organ yang berbeda untuk
melaksanakan proses regulasi, serta mekanisme melaksanakan proses regulasi juga
menggunakan kombinasi organ-organ. Zat yang diregulasi melibatkan senyawa-
senyawa seperti hormone, vitamin dan larutan yang signifikan terhadap perubahan nilai
osmotik.
Osmoregulasi adalah suatu proses pengaturan tekanan osmosa, yaitu upaya
hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya.
Jika sebuah sel menerima air terlalu banyak maka ia akan meletus, begitu pula
sebaliknya jika terlalu sedikit air maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga
berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel
atau organisme hidup. Osmoregulasi penting dilakukan terutama oleh organisme air,
karena harus ada keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan, membran sel
yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat,
dan adanya perbedaan tekanan osmosis antara cairan tubuh dan lingkungan.
Ada 3 tipe pola regulasi :
 Regulasi hipertonik atau hiperosmotik yaitu secara aktif konsentrasi
cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media.
 Regulasi hipotonik atau hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif
konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media
 Regulasi isotonik atau isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh
sama dengan konsentrasi media.

25
2. Osmoregulasi Pada Invertebrata
a) Osmoregulasi pada invertebrata air laut
Kebanyakan invertebrata laut dan endoparasit memiliki konsentrasi osmotik
cairan tubuh sama dengan air laut (isosmotik). Hewan demikian disebut
osmokonformer. Dari sudut pandang osmotik, osmokonformer tidak harus berjuang
mengatasi masalah gerak osmotik air. Meskipun demikian rupanya cairan tubuh
osmokonformer tidak sama persis dengan mediumnya. Kenyataanya banyak
invertebrata laut osmokonformer menjaga konsntrasi garam tertentu dalam cairan
tubuhnya tidak seimbang dengan lingkungannya.
Na Mg Ca K Cl SO4
Air laut 478,3 54,5 10,5 10,1 558,4 28,8
Ubur-ubur (Aurilia) 474 53,0 10,0 10,7 580 15,8
Polychaeta (Aphrodite) 476 54,6 10,5 10,5 557 26,5
Cumi-cumi (Loligo) 456 55,4 10,6 22,2 578 8,1
Isopoda (Ligia) 556 20,2 34,9 13,3 629 4,0
Kepiting (Maia) 488 44,1 13,6 12,4 554 14,5
Kepiting pantai (Carcinus) 531 19,5 13,3 13,3 557 16,5

Pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pada beberapa hewan memiliki
konsentrasi ion-ion relative sama dengan air laut, akan tetapi yang lainnya memiliki
perbedaan. Perbedaan tersebut dapat dijaga apabila permukaan tubuh termasuk
membrane permukaan yang tipis pada ingsang impermeabel terhadap ion-ion yang
bersangkutan, walaupun permukaan tubuh lebih impermeabel, namun sejumlah ion-
ion masuk kedalam tubuh bersama berbagai makanan dan minuman yang dikonsumsi.
Jadi hewan harus mengeluarkan beberapa ion melalui mekanisme agar dapat menjaga
keseimbangan tubuhnya.
Nampaknya keberadaan ion-ion tertentu dijaga lebih tinggi atau lebih rendah
dari air laut oleh hewan tetentu, diperlukan ioleh hewan yang bersangkutan untuk
keperluan tertentu. Misalnya pada Aurelia, kandungan sulfat dalam tubuhnya dijaga
lebih rendah dari air laut, agar Aurelia dapat mengapung. Bila beberapa hewan laut
dipindah ke air laut yang diencerkan, misalnya pengenceran antara 50%-80%, ternyata
sebagian dari mereka dapat bertahan hidup, dan sebagian lain tidak. Bila setelah
beberapa waktu ciran tubuhnya diperiksa, ternyata konsentrsai ion-ion cairan
tubuhnya ada yang turun dan ada yang tetap. Dari kenyataan diatas, maka hewan laut

26
yang pada salah satu siklus hidupnya kadang-kadang berpindah ke pantai atau ke
muara sungai dapat dibedakan menjadi :
1) Osmokonformer sempit : pada osmokonformer sempit, maka hewan ini
memiliki toleransi terbatas terhadap perubahan konsentrasi garam mediumnya.
2) Osmokonformer luas : memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan garam
mediumnya.
3) Osmoregulator sempit : memiliki toleransi yang terbatas terhadap perubahan
garam lingkungannya.
4) Osmoregulator luas : memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap perubahan
konsentrasi garam mediumnya,
Yang dimaksud dengan toleransi terbatas (sempit) adalah hewan mampu
bertahan hidup hanya pada rentangan konsentrasi garam medium yang sempit saja,
sebaliknya memiliki toleransi tinggi artinya hewan masih dapat bertahan hidup pada
rentangan konsentrasi garam lingkungan yang luas.
b) Osmoregulasi Pada Invertebrata Air Tawar dan Payau
Hewan air payau merupakan osmoregulator yang mirip hewan air tawar, tetapi
memiliki perbedaan besar dalam konsentrasi cairan tubuhnya. Udang-udangan air
tawar, misalnya udang Patomobius, memelihara konsentrasi osmotik cairan tubuh pada
sekitar 500 mOsm per liter, tetapi kerang air tawar Anodonta memiliki konsentrasi
osmotik kurang dari sepersepuluhnya, hanya sekitar 50 mOsm per liter. Namun cairan
tubuh Anandota masih dalam keadaan hiperosmotik terhadap air tawar, dan tidak ada
hewan air tawar diketahui osmokonformer. Pada dasarnya semua hewan air tawar,
termasuk ikan, amfibi, reptil, dan mamalia adalah regulator hiperosmotik.
Sebagai hewan yang memiliki cairan tubuh hiperosmotik terhadap mediumnya,
maka invertebrata air tawar menghadapi dua masalah osmoregulasi :
 Tubuhnya cenderung menggelembung karena gerakan air masuk ke
dalam tubuhnya mengikuti gradien kadar.
 Hewan menghadapi kehilangan garam tubuhnya, karena medium
disekitarnya mengandung garam lebih sedikit.
Oleh karena itu inveretebrata air tawar sebagai regulator hiperosmotik harus
mengatur jumlah air yang masuk dan jumlah air yang keluar tubuhnya. Pada umunya
regulator hiperosmotik memiliki urine yang lebih encer dari cairan tubuhnya.
Semua hewan pada umumnya menggunakan organ eksresinya sebagai organ
osmoregulasi utama. Secara umum, organ osmoregulasi invertebrata menggunakan

27
mekanisme filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi yang prinsipnya sama dengan kerja ginjal
vetebrata dalam memproduksi urin. Pada ikan dan kebanyakan invertebrata air, ingsang
berperan sebagai organ osmoregulatori utama yang melengkapi fungsi ginjal.
c) Osmoregulasi Pada Invertebrata Darat
1. Osmoregulasi pada serangga
Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh hewan darat temasuk
invertebrata darat adalah kehilangan air dalam tubuhnya. Untuk mengatasi
masalah ini, hewan meningkatkan impermeabilitas kulitnya. Kehilangan air
pada serangga terutama melaui penguapan, sebab serangga memiliki luas
permukaan tubuh 50 kali lebih besar daripada volume tubuhnya. Jalan penting
kehilangan uap air pada serangga adalah spirakel. Untuk mengurangi
kehilangan air, pada kebanyakan serangga menutup spirakelnya antara dua
gerakan pernafasannya. Species yang tidak menutup spirakelnya akan
kehilangan air yang lebih cepat.
Invertebrata menunjukkan keberagaman evolusi lebih besar daripada
vertebrata dan telah mengembangkan berbagai organ osmoregulasi yang tidak
sama dengan ginjal vertebrata. Namun secara umum, organ-organ
osmoregulatori invertebrata menggunakan mekanisme filtrasi, reabsorbsi, dan
sekresi yang secara prinsip mirip dengan mekanisme ginjal membentuk urine.
Serangga dan mungkin beberapa laba-laba adalah sekelompok invertebrata
darat yang membentuk urine pekat. Terdapat beberapa bukti, meskipun masih
kontroversial, bahwa pada beberapa serangga, urine dan fesesnya di dehidrasi
melalui transpor aktif air menembus eoitelium saluran pencernaan bagian
belakang. Pada Periplaneta yang mengalami dehidrasi cairan rektal, maka
osmokonsentrasi urinenya menjadi 2 kali osmokonsentrasihemolimfanya.
Pada serangga, saluran malpighi bersama-sama dengan saluran
pencernaan bagian belakang membentuk sistem ekskretori-osmoregulasi utama.
Secara garis besar, sistem ini terdiri atas saluran malpighi tipis, panjang, yang
bermuara kedalam saluran pencernaan pada tempat antara usus depan dan usus
belakang, dan ujung yang lain berada di dalam hemocoe. Sekresi yang dibentuk
dalam tubulus masuk kedalam usus belakang, kemudian didehidrasi dan masuk
kedalam rektum dan diekskresikan melalui anus sebagai urine pekat.jarena
serangga memiliki sitem sirkulasi terbuka, maka saluran malpighi tidak
mendapat darah langsung dari arteri seperti pada ginjal pada vertebrata. Saluran

28
malpighi dikelilingi oleh darah, yang tekanannya tidak lebih tinggi daripada
tekanan cairan dalam saluran. Selama tidak ada perbedaan tekanan yang berarti
sebelah-menyebelah membran saluran malpigi, filtrasi tidak dapat berperan
dalam pembentukan urine pada serangga. Oleh karena itu urine harus dibentuk
keseluruhannya melalui sekresi, yang mungkin diikuti reabsorbsi beberapa
cairan yang disekresikan.

2. Osmoregulasi pada Cacing Tanah, Keong dan Siput.


Cacing tanah adalah Anelida yang telah beradaptasi hidup di tanah yang basah,
dimana sters osmotik terletak antara air tawar dan udara. Cacing tanah merupakan
hewan malam, menghindari tanah kering, dan akan menggali tanah lebih dalam
apabila permukaan tanah kering.
Cacing tanah misalnya Lumbricus terrestris, merupakan regulator hiperosmotik
yang efektif. Hewan ini secara aktif mengabsorbsi ion-ion, dapat memproduksi urine
encer yang secara essensial hipoosmotik terhadap darahnya atau hipoosmiotik
mendekati isosmotik. Diduga bahwa konsentrasi urine disesuaikan menurut
kebutuhan keseimbangan air. Dalam keadaan normal penurunan titiuk beku cairan
tubuhnya berkisar antara 0,3 C- 0,5 C.
Moluska darat, misalnya keong dan siput, permukaan tubuhnya yang berdaging
sangat permeabel. Bila dikeluarkan dari cangakngnya, misalnya pada keong Helix
aspera, akan kehilangan air hampir secepat penguapan pada permukaan air seluas
permukaan tubuhnya. Semua keong dan siput bernafas terutama dengan paru-paru

29
yang terbentuk dari mantel tubuhnya, dan terbuka keluar melalui lubang kecil. Bentuk
demikian memungkinkan kehilangan air melaui pernafasan.
Pada beberapa spesies, toleransi terhadap kehilangan air adalah tinggi dan tekanan
osmotik internal bervariasi secara luas tergantung pada kandungan air habitatnya.
Banyak siput dan keong harus pergi mikrohabitat yang lembab. Bila mondis makin
kering, moluska darat bersembunyi dibalik dedaunan atau pelindung yang lain. Pada
keong yang memiliki penutup cangkang, akan menutup cangkangnya dengan
operkulum, sehingga tubuhnya terlindung dari kehilangan air.
Banyak keong darat secara rutin mengeluarkan zuatu zat yang mengandung sisa
nitrogen sebagai asam urat yang sulit larut dan terdapat bukti bahwa zat ini meningkat
pada beberapa spesies selama kesulitan air. Selama estivasi, asam urat disimpan di
ginjal dalam beberapa bentuk, sehingga mengurangi kehilangan air untuk eksresi
nitrogen. Banyak spesies menyimpan air dalam rongga mantelnya dan digunakan pada
saat lingkungan kering.

3. Osmoregulasi pada vertebrata


a) Osmoregulasi pada mamalia
Pengaturan keseimbangan pada mamalia memungkinkannya untuk hidup pada
udara lembap atau kering, dalam air tawar atau laut, dan meliputi rentangan luas suhu
lingkungan. Mamalia mengatasi stres osmotik dan pemeliharaan keseimbangan air
dehidrasi dengan variasi pengambilan air dan dengan mengontrol jalan kehilangan air.
Mamalia memiliki kapasitas lebih daripada burung dalam memproduksi urine yang
hiperosmotik terhadap darah, tidak perlu bantuan kelenjar ekstrarenal kecuali kelenjar
keringat.
Pada manusia dengan berat badan 70 kg misalnya, kehilangan air per hari adalah
600-1200 ml melalui urine, 50-200 melalui feses, 350-700 ml melalui penguapan kulit,

30
50-400 ml melalui keringat, dan 350-400 ml melalui paru-paru. Pada ibu yang
menyusui, keadaan diatas masih ditambah dengan kehilangan 900 ml lebih banyak. Jadi
kehilangan air per hari secara normal berkisar antara 1-9 lioter, tergantung pada suhu,
aktivitas fisik, tersedianya air tubuh dll. Kehilangan ini diganti dengan air minum, air
dalam makanan, dan air metabolik.
Bebreapa Rodensia dan Marsupialia (seperti domba dan unta) dimusim dingin
tidak membutuhkan minum air, cukup dari air metabolik saja. Rodensia yang tetap
tinggal dalam liang pada siang hari akan mrengurangi kehilangan air sebesar 25%. Pada
tikus gurun (Dipodomys) pada udara kering, kehilangan air lewat pernafasan. Mamalia
laut seperti singa laut, anjing laut, lumba-lumba dan ikan paus, tidak memiliki organ
eksresi garam ekstrarenal seperti kelenjar pada burung laut dan Reptile, atau insang
pada ikan. Seperti mamalia yang lain, mamalia laut memiliki ginjal dengan kemampuan
efisien dalam memproduksi urine yang sangat hipertonik. Untuk membantu kerja
ginjal, mamalia laut tidak minum air laut, tetapi hanya menelan air bersama makanan
yang dimakan. Sumber air yang lain seperti mamalia gurun adalah air metabolik.

b) Osmoregulasi Pada Vertebrata Air


Konsentrasi osmotik semua Vertebrata air tawar jauh lebih tinggi
daripada mediumnya (air tawar). Vertebrata air memiliki osmolaritas darah
antara 200-300 mOsm, sedangkan air tawar kurang lebih hanya 50 mOsm.
Keadaan demikian menimbulkan masalah penggelembungan tubuh hewan dan
terus menerus akan kehilangan garam tubuh, meskipun antara hewan yang satu
dengan hewan yang lain berbeda. Perbedaan tersebut dapat terjadi tergantung
pada (1) perbedaan jumlah membran absolut relatif yang berhadapan dengan
medium, (2) perbedaan permeabilitas absolut terhadap air dan zat terlarut, (3)
perbedaan tingkat perkembangan mekanisme pengambilan zat terlarut pada

31
membran, dan (4) perbedaan efisiensi organ-organ eksretori (terutama ginjal)
dalam menjaga kehilangan zat terlarut.
Hewan laut dibagi menjadi dua kelompok : (1) kelompok yang
konsentrasi osmotiknya sama (isosmotik) atau sedikit diatas air laut (misalnya
pada hagfish elasmobranchili, dan katak pemakan kepiting), dan (2) kelompok
yang konsentrasi osmotik kira-kira 1/3 air laut (belut, teleostei).
1. Ikan air laut
Secara eklusif cairan tubuh hewan air laut isosmotic terhadap medium
pada rentangan 600-1540 mOsm. Ikan-ikan tersebut memiliki kemampuan
regulasi ionik dan total dari osmokonsentrasi berbeda-beda secara luas dengan
mengubah asam amino. Vertebrata laut memiliki konsentrasi garam dalam
tubuhnya lebih rendah (hiposmotik) dari air laut kecuali pada ikan hag.
Sebagian besar invertebrata laut adalah osmokonformer. Osmolaritasnya
(jumlah konsentrasi semua zat terlarut) adalah sama dengan osmolaritas air laut.
Oleh karena itu mereka tidak menghadapi tantangan besar dalam
menyeimbangkan air, akan tetapi karena konsentrasi zat terlarut spesifik
didalam tubuh berbeda dari air laut, hewan harus secara aktif mentraspor zat-
zat terlarut ini untuk mempertahankan homeostasis.
Ikan air laut yang hiposmotik akan kehilangan air dari tubuh dan
sekaligus zat-zat terlarut dapat masuk dalam tubuh karena gradient konsentrasi.
Permukaan tubuh, terutama permukaan ingsang permeabel terhadap air, air
dapat banyak keluar melalui ingsang, selain itu melalui urin dan feses. Untuk
mengganti air yang keluar ikan minum air laut. Meskipun minum dapat
mempengaruhi kadar air, akan tetapi sejumlah garam juga ikut tertelan yang
kemudian akan diabsorpsi oleh dinding usus bersama air, maka akan
mengakibatkan konsentrasi garam akan meningkat, dan seharusnya garam-
garam ini harus dikeluarkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari air laut.
Ginjal ikan bertulang sejati tidak dapat memproduksi urin lebih pekat
daripada darah, sehingga ginjal dibantu oleh ingsang. Selain melakukan
pertukaran gas, ingsang membantu ginjal untuk melawan gradient kadar
menggunakan transport aktif. Sebagian vetebrta laut dan beberapa invertebrata
laut merupakan osmoregulator. Bagi sebagian besar hewan ini laut adalah
lingkungan yang sangat mendehidrasi. Misalnya ikan laut bertulang kelas,
misalnya ikan koi terus menerus kehilangan air melalui osmosis. Ikan-ikan

32
semacam itu menyeimbangkan kehilangan air dengan meminum banyak sekali
air laut. Mereka kemudian memanfaatkan ikan dan ginjalnya untuk membuang
garam. Didalam insang, sel klorida yang terspesialisasi secara aktif mentransfor
ion klorida (Cl-) keluar dan ion natrium (Na+) mengikuti secara pasif. Didalam
ginjal, kelebihan ion kalsium, magnesium, dan sulfat dieskresikan bersama
dengan kehilangan sejumlah kecil air.

Pada gambar diatas penambahan air dalam ion-ion garam dari makanan
dan air laut yang diminum, setelah itu eksresi ion-ion garam dalam insang juga
kehilangan air osmotik melaui insang dan bagian-bagian lain dari permukaan
tubuh selanjutnya ada juga yang diekresikan dalam urin kental dari ginjal.
Pada ikan killi (Fundulus heteroclitus) yang telah beradaptasi terhadap
air tawar dan laut, telah dipelajari perubahan permeabilitas terhadap natrium
dan klorida yang terjadi selama adabtasi terhadap berbagai onsentrasi.
Permeabilitasnya turun dalam beberapa menit setelah dimasukkan kedalam air
tawar, tetapi peningkatan permeabilitas setelah dikembalikan kedalam air laut
memerlukan waktu sampai beberapa jam. Pengangkutan ion-ion tidak
dilakukan oleh sel-sel khusus yang disebut dengan sel-sel klorida.
Pada ikan betulang rawan (Chondrichthyes) yang hidup di air laut
maupun tawar, misalnya hiu dan sebangsanya, memiliki konsentrasi garam
darah selalu lebih tinggi daripada mediumnya (air laut). Bagian terbesar
konsentrasi osmotik terbentuk oleh banyaknya urea, dan beberapa oksida
trimethylamine (TMO) yang berada dalam jaringan dan cairan tubuhnya. Jadi
ikan bertulang rawan memelihara gradien osmotik dalam air laut sama dengan
dalam air tawar, dan dapat terus mengeluarkan urine yang hipoosmotik dar
darahnya.

33
2. Ikan air tawar
Kondisi osmotik ikan air tawar mirip invertebratta air tawar. Ikan air
tawar memiliki osmokonsentrasi plasma sebesra 130-170 mOsm, urine banyak
dan encer. Kulitnya relatif impermeabel, sedikit air masuk lewat minum dan
makan, tetapi sejumlah air masuk secara osmotikn melalui insang dan membran
mulut. Kelebihan air masuk akan diimbangi dengan eksresi lewat ginjal, sebab
ginjalnya memilki glomeruli yang telah berkembang dengan baik untuk filtrasi.
Begitu filtrat melalui tubulus, sebagian besar zat terlarut direabsorbsi, sehingga
menghasilkan uerine yang encer, karena memiliki cairan internal dengan
osmolaritas yang lebih tinggi daripada sekitarnya hewan perairan tawar
menghadapi masalah penambahan air melalui osmosis dan kehilangan garam
melaui difusi. Sehingga garam yang hilang selain melalui urine, juga melalui
difusi dan feses. Garam yang holang sebagian diganti lewat makanan, ikan
perairan tawar, misalanya perch, juga menggantikan garam yang hilang dengan
mengambil melalui insang. Sel-sel klorida dalam insang ikan secara aktif
mentranspor Cl- kedalam tubuh, kemudian Na+ .

c) Osmoregulasi Pada Amfibi


Sebagian besar amfibi adalah hewan air atau semiakuatik. Regulasi
osmotik amfibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan sebagai organ
osmoregulasi utama. Pada saat hewan berada di dalam air tawar, terdapat aliran
osmotik air kedalam tubuhny, yang akan dikeluarkan sebagai urine yang sangat
encer. Bersama urine ikut terbuang garam-garam. Disamping itu garam hilang
melalui kulitnya. Kehilangan garam ini diganti dengan jalan pengambilan
secara aktif dari dalam air tawar melalui kulitnya .
Katak dan salamander umumnya adalah hewan air tawar, akan mati
dalam beberapa jam bila ditaruh dalam air laut, jadi katak dan salamander

34
adalah regulator hiperosmotik sempit. Namun ada sejenis katak pemakan
kepiting, hidup di daerah rawa mangrove, mencari mkan dan berenang dalam
air laut. Pada saat katak berada didalam air laut ia menjadi hewan regulaor
hipoosmotik. Untuk mencegah kehilangan air osmotik melalui kulitnya, katak
menambah jumlah urea dalam darahnya, yang dapat mencapai 480 mmol urea
per liter. Sebab kulit amfibi relatif permeabel terhadap air, sehingga secara
sederhana untuk mencegah kehilangan air dibuat konsentrasi osmotik darah
seperti mediumnya. Karena urea esensial bagi katak untuk hidup normalmaka
urea ditahan dalam tubuh dan tidak dieksresikan bersama urine. Pada katak
pemakan kepiting, urea ditahan dengan mereduksi volume urine pada saat katak
berada dalam air laut. Katak pemakan kepiting yang muda memiliki toleransi
lebih besar terhadap salinitas tinggi daripada yang dewasa.

d) Osmoregulasi Pada Reptile


Ada empat ordo utama dalam reptile yaitu ular, kadal, kura-kura, dan
buaya. Diantara ke empat ordo tersebut, buaya sangat bergantung pada air,
sedangkan ordo yang lain telah beradaptasi dengan baik terhadap habitat yang
kering, dan hanya sedikit sekali yang akuatik atau semi akuatik.
Kulit reptile kering, berzat tanduk dan impermeabel terhadap air. Reptile
mengeksresikan asam urat lewat urine. Karena asam urat tidak larut dalam air,
maka untuk mengeksresikan sedikit air. Jadi reptile dapat kehilangan air lewat
penguapan, pernafasan dan urine.
Pada beberapa reptile laut, eksresi garam dilakukan oleh kelenjar garam
di kepalanya, disamping ginjalnya. Kelenjar garam menghasilkan cairan dengan

35
konsentrasi tinggi, terutama natrium dan klorida yang konsentrasinya lebih
tinggi daripada air laut. Kelenjar garam tidak berfungsi secara tersu menerus
seperti ginjal, akan tetapi hanya berfungsi apabila kadar garam dalam darah
sangat tinggi sehingga ginjal tidak mampu berfungsi. Kelenjar garam lebih
sedikit menggunakan air. Pada kadal laut kelenjar garamnya (kelenjar nasal)
mengeksresikan hasilnya kebagian anterior rongga hidungnya, dan ekshalasi
yang tiba-tiba menyemprotkan cairan keluar seperti spray melalui lubang
hidungnya.
Kura-kura laut pemakan tumbuhan atau karnivora, memiliki kelenjar
garam yang besar pada sekitar kedua matanya (kelenjar orbital). Kelenjar ini
bermuara pada sudut posterior matanya, dan pada saat mengeluarkan eksresi
kura-kura nampak seperti menangis. Ular laut juga mempunyai kelenjar garam
yang bermuara kedalam rongga mulutnya (kelenjar bawah lidah). Sedangkan
buaya laut sebagian tidak memiliki kelenjar garam, sebagian yang lain memiliki
kelenjar garam memilhara keseimbangan garam cairan tubuhnya dengan hidup
dimuara sungai, memakan ikan, dan memiliki kulit yang sangat impermeabel.

e) Osmoregulasi Pada Burung

36
Pada Gambar Ketika burung minum air laut, burung tersebut
mensekresikan NaCl dengan kelenjar garam, burung tersebut mengeluarkan
80% menjadi garam dan 20% menjadi air.
Pada burung pengaturan keseimbangan air ternyata berkaitan erat
dengan proses mempertahankan suhu tubuh. Burung yang hidup didaerah pantai
dan memperoleh makanan dari laut (burung laut) menghadapi masalah berupa
pemasukan garam yang berlebihan. Hal ini berarti bahwa burung tersebut harus
berusaha mengeluarkan kelebihan garam dari tubuhnya. Burung mengeluarkan
kelebihan garam tersebut melalui kelenjar garam, yang terdapat pada cekungan
dangkal dikepala bagian atas, disebelah atas setiap matanya, didekat hidung.
Apabila burung laut menghadapi kelebihan garam didalm tubuhnya, hewan itu
akan menyekresikan cairan pekat yang banyak mengandung NaCl. Kelenjar
garam ini hanya aktif pada saat tubuh burung dijenuhkan oleh garam.
C. KEPENTINGAN OSMOREGULASI DAN EKSKRESI
Osmoregulasi dan ekskresi mempunyai peranan sebagai berikut :
1. Mengeluarkan dan membuang hasil sampingan dari metabolisme. Pengeluaran
dan pembuangan ini harus terjadi untuk mencegah tidak seimbangannya
ekuilibrium reaks kimia. Banyak reaksi metabolik yang arahnya bolak – balik,
arah reaksi tersebut ditentukan oleh perbandingan antara reaktan dan produk
sesuai dengan hukum aksi massa.
2. Mencegah terganggunya aktivitas metabolik dari dalam tubuh dengan cara
mengekskresikan zat buangan. Zat buangan merupakan racun yang dapat
mengganggu kerja enzim yang sangat penting dalam rekasi metabolik.
3. Mengendalikan kandungan ion dalam cairan tubuh.

37
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Organ ekskretori memiliki beberapa fungsi yang berhubungan dengan pemeliharaan
komposisi lingkungan internal tubuh yang konstan dimana memerlukan suatu syarat
dasar, yaitu setiap zat yang diambil organisme dari lingkungan eksternalnya harus
diimbangi dengan pengeluaran dalam jumlah yang sama. Organ-organ Ekskresi
meliputi, Alat-alat Ekskresi pada Coelenterata dan Echinodermata, Vakuola Kontraktil,
Organ-organ Nefridial (Protonefridium, Metanefridium, Nefridium Moluska), Kelenjar
Antenal Crustacea, Saluran Malpighi Serangga dan Ginjal Vertebrata.
2. Osmoregulasi adalah suatu proses pengaturan tekanan osmosa, yaitu upaya hewan air
untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya. Jika
sebuah sel menerima air terlalu banyak maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya
jika terlalu sedikit air maka sel akan mengerut dan mati. Pengaturan osmoregulasi pada
hewan ada invertebrate dan vertebrata. Selain alat-alat pengeluaran juga terdapat
kelenjar garam ekstrarenal yang terdapat pada beberapa hewan yang tinggal pada
habitat yang mengandung konsentrasi garam yang tinggi.
3.2. SARAN
Demikian makalah yang telah kami susun semoga bisa mendatangkan barokah dan
manfaat bagi pembaca. Kami juga menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna serta
memiliki banyak kesalahan, untuk itu kami siap menerima kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca.

38
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A.., Reece, Jane B.. 2010. Biologi Edisi Kedelapam Jilid 3.Jakarta: Erlangga
Campbell, N.A., J.B Recce and LG.Mitchell. 2000. Biology. Jakarta: Erlangga.
Ferial, Eddyman W. 2013. Biologi Reproduksi. Jakarta: Erlangga.
Hickman, C. P., Roberts, L. S., Keen, S. L., Anson, A., H., Einsenhour, D. J. 2008.
Integrated Principles of Zoology Fourteenth Edition, (New York:
McGraw Hill Companies Inc.)
Lailatul.N. 2020. Modul Pembelajaran Fisiologi Hewan. FKIP Raden Intan. Lampung
Lantu, S. (2010). Osmoregulasi Pada Hewan Akuatik. Jurnal Perikanan Dan Kelautan
Tropis, 6(1), 46. https://doi.org/10.35800/jpkt.6.1.2010.117.
Hassanudin, 2016. Sitem Ekskresi Pada Manusia: Ginjal, Paru-paru, Hati, Kulit.
http://sainsbiologi.com/sistem-ekskresi-pada-manusia
Isahi, 2012. Sistem ekskresi (3): Sistem Ekskresi Pada Manusia.
http://biologimediacentre.com/sistem-ekskresi-3-sistem-ekskresi-pada-
manusia
Sakamoto, T., Ogasawara, T. and T. Hirano, 1990. Growth Hormone Kinetics During
Adaptation to a Hyperosmotic Environment in Rainbow Trout. J. Comp.
Physiol. B. Biol. Sci. 160 :1–60.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan, (Jakarta: Derektorat Jendral Pendidikan
tinggi Departemen Nasional)
Varsamos, S., C. Nebel and G. Charmantier. – 2005. Ontogeny of osmoregulation in
postembryonic fish: a review. Comp. Biochem. Physiol. A Mol. Integr.
Physiol., 141(4): 401-429.

39

Anda mungkin juga menyukai