Anda di halaman 1dari 20

KLIPING

TUGAS OTK II

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

NAMA : Albert Felix Sandro Manik


NIM/KELAS : 18 01 066/TK’B 18
JUDUL TUGAS : Ekstraksi
DOSEN PENGAMPU : Ir. Mariani Sebayang

KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunianya kepada saya. Sehingga, saya dapat
menyelesaikan tugas kliping OTK-II ini.

Kliping OTK-II saya buat untuk memenuhi tugas mata kuliah OTK-II yang
diampu oleh ibu Ir. Mariani Sebayang, M.SI. Kliping ini berisi tentang pengertian
ekstraksi dan jenis-jenis ekstraksi.

Semoga kliping ini bisa memberikan manfaat bagi yang membacanya,


terutama bagi saya. Saya menyadari bahwa kliping ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan kliping ini.

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih.

Medan, 8 april 2020


Penulis

( Albert Felix Sandro


Manik)
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PEMBAHASAN

I. Tentang Ekstraksi dan Jenis-jenis Ekstraksi


II. Tentang Ekstraksi Cair-Cair dan Ekstraksi Padat-Cair
III.Gambar alat Ekstraksi
KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN JURNAL DESTILASI


PEMBAHASAN

1. Terangkan tentang ekstraksi dan jenis-jenis ekstraksi !


Jawab:
PENGERTIAN EKSTRASI DAN JENIS EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut
kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar
antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara
difusi. 
Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah menembus
kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan
konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang
memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan di luar bahan
(Sudjadi, 1988).
    Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas.
Jenis-jenis ekstraksi tersebut sebagai berikut:
1.  Ekstraksi secara dingin
·         Maserasi, merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari
pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung
benzoin, tiraks dan lilin (Sudjadi, 1988).
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang
kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel
cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat
digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin,
tiraks dan lilin.
 Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi
menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia
dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat
setelah melewati pipa sifon (Sudjadi, 1988).
Keuntungan metode ini adalah :
-          Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.
-          Digunakan pelarut yang lebih sedikit
-          Pemanasannya dapat diatur (Sudjadi, 1988).

Kerugian dari metode ini :


-          Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi
peruraian oleh panas.
-          Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah
dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
-          Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau
air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada
temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif (Sudjadi, 1988).
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran
azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut,
misalnya heksan : diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau
dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam
pelarut cair di dalam wadah (Sudjadi, 1988).
·         Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini adalah tidak
memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari
ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau
terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin
selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien
(Sutriani,L . 2008).
2. Ekstraksi secara panas
·         Metode refluks
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-
sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung..
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan
sejumlah manipulasi dari operator (Sutriani,L . 2008).
·         Metode destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak
menguap (esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air
diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap
atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada
tekanan udara normal (Sutriani,L . 2008).
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya
melarutkanyang tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang
tinggi ini berhubungan dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang
diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam
pelarut polar dan sebaliknya (Sutriani,L . 2008).

Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh:


·         Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.
·         Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan
ekstrak yang besar.
·    Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh
larut dalam bahan ekstraksi.
·      Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar
antara pelarut dengan bahan ekstraksi.
·         Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen bahan ekstraksi.
·         Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena
ekstrak dan pelarut dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
·         Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak
beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak
korosif, buaka emulsifier, viskositas rendah dan stabil secara kimia dan
fisik (Sutriani,L . 2008).

2. jelaskan tentang ekstraksi Cair-Cair dan ekstraksi Padat-Cair !


Jawab:
a. Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair – cair / Liquid-Liquid Extraction (LLE) adalah merupakan


sistem pemisahan secara kimia-fisika dimana zat yang akan diekstraksi
dipisahkan dari fasa airnya dengan menggunakan pelarut organik, yang tidak
larut dalam fasa air, secara kontak langsung baik kontinyu maupun
diskontinyu. Jika komponen dalam larutan cairan yang sebenarnya
mendistribusi secara berbeda antara dua fase cairan, pemisahan akan terjadi.
Ini adalah prinsip dari pemisahan yang didasarkan pada ekstraksi cair-cair,
dan ada sejumlah aplikasi penting dari konsep ini dalam proses industri.

Basis dari teknik ini adalah kecenderungan distribusi zat terlarut di antara
dua fase cair yang tidak saling bercampur. Umumnya, larutan yang
mengandung zat terlarut yang terlarut dikontakkan dengan fase organik lain
yang tidak saling bercampur. Zat terlarut didistribusi di antara dua fase
sampai keadaan setimbang tercapai. Kesetimbangan ini dapat dipercepat
dengan pengadukan kuat (mengaduk atau menggoyang), dimana hal ini akan
menyebabkan peningkatan daerah batas fase antara fase organik dan larutan
dimana difusi zat terlarut terjadi.

Prinsip dasar Ekstraksi Cair – Cair

Prinsip dasar ekstraksi cair-cair ini melibatkan pengontakan suatu larutan


dengan pelarut (solvent) lain yang tidak saling melarut (immisible) dengan
pelarut asal yang mempunyai densitas yang berbeda sehingga akan terbentuk
dua fasa beberapa saat setelah penambahan solvent. Hal ini menyebabkan
terjadinya perpindahan massa dari pelarut asal ke pelarut pengekstrak
(solvent).

Perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut baru yang diberikan, disebabkan


oleh adanya daya dorong (driving force) yang muncul akibat adanya beda
potensial kimia antara kedua pelarut. Sehingga proses ektraksi cair – cair
merupakan proses perpindahan massa yang berlangsung secara difusional.

Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke


dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Ekstraksi cair-cair (corong
pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang
tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fase pertama
dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat
terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan
terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam
kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan
perbandingan konsentrasi yang tetap.

Contoh sistem Ekstraksi yang Sederhana

Sistem ekstrasi yang paling sederhana mencakup tiga komponen: zat


terlarut, atau bahan yang diekstrak; pelarut, dimana harus tidak saling
bercampur dengan pelarut lain; dan carrier, atau bagian yang bukan zat
terlarut dari campuran umpan yang dipisahkan. Untuk kasus ekstraksi lawan
arah, aliran dari bahan ini ditunjukkan pada gambar di bawah.

Hal yang perlu dicatat bahwa perbedaan harus dibuat di antara fase yang
ringan dan fase yang berat, antara fase dispersi dan fase kontinu, dan antara
fase rafinat dan fase ekstrak. Aliran terminal dari ekstraktor adalah ekstrak
dan rafinat.

b. Ekstraksi Padat-Cair

Untuk memisahkan satu atau lebih komponen dalam campuran, campuran


harus dikontakkan dengan fase lain, proses ini dikenal dengan
nama Ekstraksi. Fase lain yang dikontakkan dapat berupa gas-cair, uap-cair,
cair-cair maupun solid-fluida. Proses ekstraksi sendiri dibedakan menjadi
dua macam yaitu, ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair (leaching).
Ekstraksi pelarut (ekstraksi cair-cair) seringkali digunakan sebagai alternatif
untuk melakukan pemisahan selain dengan distilasi atau evaporasi.
Contohnya asam asetat dapat dipisahkan dari air dengan distilasi atau
dengan ekstraksi menggunakan pelarut organik. 

Kebanyakan senyawa biologi, organik, dan anorganik terbentuk dalam


campuran dari berbagai komponen dalam padatan. Untuk memisahkan solut
(zat yang ingin diekstrak) yang diinginkan maupun yang tak diinginkan dari
suatu solid, solid dikontakkan dengan fase liquid/ cair. Kedua fase tersebut
akan mengalami kontak dan solut dapat berdifusi dari solid menuju fase
liquid sehingga terjadi solut yang tadinya berada dalam solid dapat
dipisahkan. Proses pemisahan inilah yang disebut
dengan leaching. Pada leaching, ketika komponen yang tidak diinginkan
dipisahkan dari solid dengan menggunakan air maka disebut washing.

Leaching banyak dipakai dalam berbagai industri. Pada proses industri


biologi dan makanan banyak produk dipisahkan dari struktur alaminya
dengan proses leaching.  Sebagai contoh, gula dihasilkan dari
proses leaching dari tebu atau gula bit dengan menggunakan air. Dalam
produksi minyak sayur, pelarut organik seperti heksana, aseton, dan eter
digunakan untuk mengekstrak minyak dari kacang tanah, kacang kedelai,
biji bunga matahari, biji kapas, dan sebagainya. Pada industri farmasi,
berbagai produk farmasi yang berbeda dihasilkan dengan
proses leaching akar tanaman, daun, ataupun batang. Selain untuk berbagai
kegunaan di atas leaching juga dijumpai dalam industri pemrosesan logam.
Biasanya logam yang bermanfaat biasanya terdapat dalam campuran dengan
jumlah konstituen tak diinginkan yang cukup besar. Leaching dipakai untuk
memisahkan logam sebagai garam yang terlarut. Misalnya garam tembaga
di-leaching dari bijih yang mengandung berbagai logam dengan
menggunakan asam sulfat atau larutan amoniak.
Persiapan dari solid yang akan di-leaching tergantung pada proporsi solut
yang ada, distribusinya pada solid dan sifat alami dari solid. Bila senyawa
terlarut dikelilingi oleh bahan yang tidak larut, pelarut harus berdifusi ke
dalam dan lalu berkontak serta melarutkan solut dan kemudian berdifusi
keluar.

Material biologi biasanya memiliki struktur seluler dan solut berada dalam
sel. Proses leachingnya berlangsung relatif lebih lambat karena dinding sel
menyebabkan suatu halangan untuk berdifusi. Untuk itu biasanya materi
biologi yang akan dileaching dipotong tipis memanjang atau dikecilkan
ukurannya lebih dahulu agar sel-sel terpecah sehingga difusi dapat
berlangsung  lebih cepat. Contohnya dalam untuk mengekstraksi gula dari
tebu, tebu harus dipotong terlebih dulu.

Pada proses leaching, mekanismenya ialah solven ditransfer menuju


permukaan solid, kemudian solven berdifusi atau masuk ke dalam solid.
Lalu, solut yang ada dalam solid berdifusi ke solven. Kemudian solut yang
sudah terlarut dalam solven berdifusi menuju permukaan lalu ditransfer ke
pelarut. Umumnya mekanisme  proses ekstraksi dibagi menjadi 3 bagian
yaitu:
·         Perubahan fase solute untuk larut ke dalam pelarut, misalnya dari
padat menjadi cairan.
·         Difusi melalui pelarut di dalam pori – pori untuk selanjutnya keluar
dari partikel.
·         Akhirnya perpindahan solute ini dari sekitar partikel ke dalam larutan
keseluruhannya.
Setiap bagian dari mekanisme ini akan mempengaruhi kecepatan ekstraksi,
namun bagian pertama
berlangsung dengan cepat maka terhadap kecepatan ekstraksi secara
keseluruhan dapat diabaikan.

Jadi proses leaching dapat dilakukan  3 macam:


1. Pelarutan solute.
2. Pemisahan larutan terhadap ampas padat.
3. Pencucian ampas padat
3. gambarkan alat ekstraksi dan jelaskan fungsi-fungsi alatnya !
Jawab:

Fungsi-fungsi alat pada ekstraksi soxhletasi:


1. statif dan klem sebagai penopang dan sebagai perekat?tumpuan pada alat
ekstraksi
2. water bath sebagai media pemanas bahan yang akan dipisahkan pada labu leher
tiga
3. labu leher tiga sebagai tempat pelarut dan sampel
4. timbal sebagai wadah untuk sampel yang diambil zatnya
5. keran air sebagai pendistribusi air ke selang air masuk
6. gabus penyumbat erfungsi untuk mencegah larutan/uap larutan keluar dari labu
leher tiga
7. selang air keluar sebagai saluran air yang akan keluar dari reflus kondensor yang
ke tempat pembungan air
8. refluks kondensor berfungsi sebagai media pendingin uap atau perubah fase uap
menjadi cair
9. ekstraktor sokhletasi untuk mengekstrak suatu senyawa
10. thermometer untuk mengukur suhu pada proses ekstraksi
11. selang air masuk sebagai saluran air yang akan masuk dari keran ke refluks
kondensor.

KESIMUPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
1. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya
air dan yang lainnya pelarut organik.
2. Jenis-jenis ekstraksi dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Ekstraksi secara dingin
- Metode maserasi
- Metode soxhletasi
- Perkolasi
b. Ekstraksi secara panas
- Ekstraksi refluks
- Metode destilasi uap
3. Ekstraksi cair-cair adalah proses pemishan cairan dari suatu larutan dengan
mengunakan cairan sebagai bahan pelarut
4. Ekstraksi padat-cair adalah proses pemisahan zat yang dapat melarut dari
suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut dengan
menggunakan pelarut cair

SARAN

Sebaiknya ketika ingin melakukan percobaan ekstraksi diharapkan untuk


berhati-hati terlebih dalam mengunakan alat.

DAFTAR PUSTAKA
Mariani, Sebayang. 2020. Operasi Teknik Kimia II. Medan; PTKI Medan.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/ekstraksi

https://id.scribd.com/document/246744566/jenis-jenisekstraksi

LAMPIRAN JURNAL
PENERAPAN METODE EKSTRAKSI PELARUT DALAM PEMISAHAN MINYAK
ATSIRI
JAHE MERAH (Zingiber officinale Var.Rubrum)

[The Application of Solvent Extraction Method in The Separation of Red


Ginger A Volatile Oil (Zingiber officinale Var. rubrum)]

Nina Rahmadani1*, Ruslan1, Pasjan Satrimafitrah1


1
Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Tadulako
Jl. Soekarno Hatta Km.9, Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu, Telp. 0451- 422611
*)Coresponding author: ninarahmadani92@gmail.com

Diterima 26 Februari 2018, Disetujui 27 Maret 2018

LATAR BELAKANG
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan semakin meningkatnya
usaha untuk mengetahui cara memperoleh minyak atsiri dan pendayagunaannya dalam
kehidupan manusia. Minyak atsiri dapat diisolasi dari berbagai jenis tanaman, salah satunya
dengan cara penyulingan (Rumondang, 2004). Salah satu tanaman penghasil minyak atsiri
tersebut adalah rimpang jahe merah. Jahe merah (Zinggiber officinale var. rubrum)
merupakan salah satu tanaman khas di Indonesia. Kandungan oleoresin pada rimpang jahe
merah akan memberikan rasa pedas, sedangkan minyak atsiri di dalamnya akan
menghasilkan aroma yang khas. Minyak atsiri jahe dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik,
parfum, dan aroma terapi pada industri farmasi, pada industri makanan digunakan sebagai
bahan penyedap (Wulandari, 2010).
Minyak atsiri jahe merah dapat diperoleh dengan cara ekstraksi ataupun penyulingan.
Metode penyulingan merupakan metode yang paling umum digunakan oleh para petani di
Indonesia karena tidak menggunakan pelarut kimia dan lebih mudah untuk dilakukan (Budi,
2009). Namun pada kali ini metode yang digunakan untuk mengambil minyak atsiri jahe
merah adalah metode ekstraksi, karena metode ekstraksi juga dapat menghasilkan produk-
produk olahan jahe seperti minyak atsiri jahe.
Beberapa peneliti telah melakukan metode ekstraksi minyak atsiri jahe dengan
menggunakan teknik-teknik baru, diantaranya menggunakan karbondioksida (CO2) dan
etanol sebagai pelarut untuk mengekstrak jahe Australia (Badalyan et al., 1998 dalam
Djafar 2010), , menggunakan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) (Kurniasari,
2008 dan Purwanto, 2010). Purwanto (2010) melaporkan bahwa salah rasio pelarut
terhadap bahan baku sangat berpengaruh terhadap rendemen minyak atsiri.
Penggunaan metode ekstraksi melalui teknik-teknik baru tersebut, tentunya
membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk melakukannya. Akan tetapi untuk
memudahkan penelitian dengan metode ekstraksi, maka salah satu alternatif yang
diambil adalah menggunakan metode ekstraksi pelarut secara maserasi. Hal ini
dikarenakan teknik pengerjaan dan alat yang digunakan sederhana dan sesuai untuk
mengekstrak senyawa yang bersifat tidak tahan panas, seperti minyak atsiri jahe.
Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian mengenai penerapan metode ekstraksi
pelarut dalam pemisahan minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum).

METODE PENELITIAN
Bahan dan Peralatan
Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang jahe merah,

bahan lainnya adalah n-heksan, etanol 96%, kertas saring dan aluminium foil.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca analitik, rotari vakum
evaporator, GCMS-QP2010S Shimadzu, blender, ayakan 40 mesh dan alat-alat gelas yang
umum digunakan dalam Laboratorium Kimia.

Prosedur Kerja
Persiapan Sampel Jahe merah
Rimpang jahe merah dibersihkan dan diiris tipis kemudian dikeringanginkan, lalu
diblender untuk mendapatkan serbuk kasar jahe merah. Setelah itu, serbuk jahe tersebut
diayak dengan menggunakan ayakan 40 mesh, sehingga diperoleh serbuk halus rimpang
jahe merah.

Ekstraksi Minyak Atsiri Jahe Merah


Serbuk halus rimpang jahe merah diekstrak secara maserasi menggunakan pelarut n-
heksan (modifikasi metode Damayanti dan Fitriana, 2012). Perbandingan antara serbuk jahe
merah dengan pelarut n-heksan dijadikan sebagai perlakuan dengan lima tingkatan rasio,
masing-masing 1:7, 1:8, 1:9, 1:10 dan 1:11. Dimana 1 adalah bagian serbuk jahe merah, 7,
8, 9, 10 dan 11 adalah bagian pelarut n-heksan atas dasar berat/volum (b/v). Serbuk
rimpang jahe merah dimasukkan ke dalam wadah ekstraksi sebanyak 100 g, kemudian
ditambahkan pelarut n-heksan sesuai perlakuan. Campuran didiamkan selama 6 jam sambil
sekali-kali diaduk, selanjutnya didiamkan hingga 24 jam. Campuran disaring untuk

memisahkan ekstrak dari residu jahe merah. Ekstrak yang dihasilkan dipekatkan secara
vakum menggunakan rotari vakum evaporator hingga diperoleh ekstrak pekat kemudian
ditimbang untuk mengetahui rendemennya. Ekstrak pekat tersebut diekstraksi kembali
dengan etanol 96% sebanyak tiga kali. Perbandingan ekstrak dengan etanol adalah 1:2
(v/v). Ekstrak etanol diuapkan pelarutnya secara vakum menggunakan rotari vakum
evaporator hingga diperoleh ekstrak pekat minyak atsiri jahe merah kemudian ekstrak pekat
dianalisis komponen senyawanya menggunakan metode GC-MS.

Penentuan Rendemen Minyak Atsiri


Rendemen minyak atsiri jehe merah yang dihasilkan ditentukan menggunakan
persamaan sebagai berikut:

=
Analisis Senyawa Dalam Minyak Atsiri Jahe Merah Menggunakan GC-MS (Hustany,
1999).
Minyak jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum) dianalisis komponen
senyawanya dengan menggunakan metode GC-MS (Gas Chromatography- Mass
Spectrometry). Cara pelaksanaannya sebagai berikut, peralatan
GC-MS yang akan digunakan untuk GC diprogram pada suhu 60 oC selama 4 menit,
kemudian dinaikkan suhunya menjadi 120oC dengan kenaikan suhu 2oC per menit. Pada
suhu 120oC dipertahankan selama 5 menit, kemudian dinaikkan lagi

suhunya dengan kenaikan suhu 50oC per menit sampai suhu akhir 290oC dan dipertahankan
selama 10 menit. Laju aliran gas total yang digunakan adalah 50 ml per menit dengan slit
ratio 1:3 suhu injector 300oC dan jumlah sampel disuntikkan ke injektor sebanyak 0,1 l. MS
yang

digunakan memiliki energi elektron sebesar 70 eV dengan accelerating voltage sebesar


1,30 kV. Mass range yang dideteksi berkisar antara 40-400 dengan interval scanning 1 detik
dan resolusi sebesar 1.000.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak Minyak Jahe Merah Pada berbagai Rasio Pelarut n-Heksan
Rendemen minyak atsiri jahe merah merupakan salah satu bagian yang berpengaruh
pada kadar minyak atsiri jahe merah. Hasil rata-rata rendemen minyak atsiri jahe merah
yang dihasilkan dari proses ekstraksi secara maserasi dengan pelarut n-heksan dapat dilihat
pada Gambar 1. Hasil pengamatan rendemen minyak atsiri jahe merah pada berbagai rasio
pelarut n-heksan terhadap serbuk jahe merah (Gambar 1) menunjukkan makin tinggi
penggunaan n-heksan, makin tinggi pula rendemen minyak atsiri jahe merah yang
dihasilkan.
Hasil rendemen tertinggi yang diperoleh terdapat pada rasio 1:11 sebesar 6,695% dan
yang terendah adalah 4,775% pada rasio 1:7. Perolehan rendemen meningkat dengan
meningkatnya rasio pelarut n-heksan terhadap serbuk jahe merah. Hal tersebut disebabkan
karena

faktor kelarutan minyak atsiri jahe dalam serbuk jahe merah terhadap pelarut n- heksan. Makin
banyak pelarut yang digunakan makin tinggi pula minyak atsiri jahe yang terlarut atau yang
terekstrak.

7
6
5
Rendemen (%)

4
3
2
1
0
1:7 1:8 1:9 1:10 1:11
Rasio pelarut n-heksan terhadap
serbuk jahe merah (b/v)

Gambar 1 Grafik Hubungan Rasio Pelarut n- Heksan Terhadap Serbuk Jahe Merah Dengan
Rendemen Ekstrak Minyak Atsiri Jahe Merah

Rendemen minyak atsiri yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih baik jika
dibandingkan dengan rendemen minyak atsiri jahe merah yang dihasilkan menggunakan
metode penyulingan uap dan air sebesar 0,284 % yang dilakukan oleh Fatriani (2007)
dengan jumlah sampel jahe adalah 60 kg, setiap sekali penyulingan digunakan sampel
seberat 4 kg selama 6 jam. Pada penelitian ini hanya menggunakan jumlah sampel jahe
seberat 1 Kg, dan setiap kali ekstraksi digunakan sampel seberat 100 g selama 24 jam
yang tentunya menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan rendemen
minyak atsiri yang diperoleh Fatriani (2007).
Lain halnya pada penelitian Purwanto (2010), yang melakukan proses

produksi minyak jahe menggunakan teknologi Microwave Assisted Extraction (MAE), dari
penelitiannya menunjukkan bahwa hasil rendemen tertinggi dicapai pada ekstraksi dengan
rasio pelarut-bahan baku 8:1. Ekstraksi dengan rasio pelarut- bahan baku lebih besar dari
8:1 menghasilkan perolehan ekstrak yang lebih rendah. Menurut Purwanto (2010), hal itu
mungkin disebabkan pada rasio pelarut-bahan baku yang lebih tinggi, volume pelarut jauh
lebih banyak, demikian juga dengan volume air yang terdapat didalam campuran pelarut.
Hasil analisis sidik ragam yang diplakukan menunjukkan bahwa rasio pelarut n-heksan
terhadap serbuk jahe merah berpengaruh terhadap rendemen minyak atsiri jahe merah yang
ditandai dengan nilai signifikan 0,042 < α (0,05). Analisis lanjut dengan uji Duncan
memberikan keterangan rendemen minyak atsiri jahe pada rasio 1:11 berbeda dengan rasio
1:8 dan 1:7, sedangkan 1:10 dan 1:9 tidak berbeda.

Komponen Senyawa Kimia Minyak Atsiri Jahe Merah

Analisis komponen senyawa minyak atsiri merupakan bagian yang penting dalam
industri minyak atsiri untuk menentukan nilai mutu dan tingkat harga suatu minyak.
Komponen kimia minyak atsiri jahe merah dianalisis menggunakan metode Gas
Chromatography-Mas Spectrometry (GC-MS) atau Kromatografi Gas Spektrofotometer
Massa (KG-SM)

(Winarsi, 2014). Analisis profil aroma minyak atsiri dengan KG-SM lebih tepat karena untuk
menganalisis minyak diperlukan dua tahapan pemisahan komponen campuran dalam
sampel yaitu melalui kromatografi gas (KG) sedangkan tahap selanjutnya yaitu analisis
dengan spektrofotometer massa (SM) yang berfungsi untuk mendeteksi masing- masing
molekul komponen yang dipisahkan pada sistem krometografi gas (Wulandari, 2010).
Adapun hasil analisis GC-MS yang diperoleh pada minyak atsiri jahe merah dalam
penelitian ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2.
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil analisis GC-MS minyak atsiri jahe merah yang
diperoleh melalui ekstraksi pelarut secara maserasi terlihat 6 puncak yang menunjukkan
bahwa terdapat 6 komponen senyawa kimia yang ada pada minyak atsiri jahe merah yang
dihasilkan. Luas area puncak yang ada relatif berbeda, demikian pula dengan komponen
senyawa kimia yang dihasilkan (Tabel 1).
Berdasarkan analisis GC-MS, minyak atsiri jahe merah mengandung komponen senyawa
kimia yang tertinggi terdapat pada puncak ke 3 yaitu zingiberene (31,47%), lalu diikuti oleh
1-metil-4-(5- metilheksan-2 il)Benzen (22,46%), ß- Sesquiphellandren (21,51%), ß-
Bisabolene
(14,62%), Fernesene (7,70%) dan yang paling rendah adalah Geranyl Acetate
(2,24%). Komponen senyawa kimia yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki jumlah
yang lebih banyak dibandingkan

KESIMPULAN
Rasio pelarut heksan terhadap serbuk jahe merah yang menghasilkan rendemen
tertinggi terdapat pada penggunaan rasio 1:11 (b/v) dengan rendemen ekstrak minyak
atsiri jahe merah sebesar 6,695%. Komponen kimia minyak atsiri jahe merah hasil analisis
GC-MS terdiri atas zingiberene (31,47%),1-metil-4-(5-metilheksan-2-il) Benzen(22,46%),ß-
Sesquiphellandren (21,51%), ß-Bisabolene (14,62%), fernesene (7,70%) dan Geranyl
Acetate (2,24%).

Anda mungkin juga menyukai